ISLAM DAN DEMOKRASI DALAM PRAKTEK POLITI
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah Negara demokrasi yang bernafaskan pancasila.
Demokrasi adalah pandangan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat,
masyarakat berperan aktif dalam mewujudkan pemerintahan yang adil, serta
mengontrol rodanya arus politik. Masyarakat mempunyai hak suara untuk
memilih dan dipilih demi kelancaran tata Negara Indonesia yang dijalankan oleh
pemerintah. Dengan demokrasi ini pemerintah tidak sewenang-wenang dalam
menjalankan amanat yang mereka emban karena mereka hanya sebagai objek
yang di percaya oleh seluruh rakyat Indonesia.
Indonesia adalah Negara multikultural dari aspek budaya, agama ras dan
etnis sehinnga bersifat prulal. Dengan ini, cocoklah Indonesia berasaskan
demokrasi pancasila, tidak memandang sebelah pihak, semua satu tujuan. Tidak
salah bahwa maha patih gajah mada memberi semboyan kepada seluruh nusantara
Indonesia yaitu Bhineka tunggal ika.
Dari keberagaman itu, satu yang paling pundamental yang tidak bisa
dilepaskan di Indonesia yaitu keberagaman agama. Agama menjadi pedoman
hidup manusia, namun hanya satu agama yang dapat menuju ridho-Nya yaitu
Islam.
Islam dan demokrasi sangat jauh berbeda jika dikaitkan dalam arti
demokrasi
barat,
yang
hanya
mengedepankan
hak-haknya
saja
tanpa
memperhatikan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai warga
Negara. Sedangkan di Indonesia, demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi
yang bermoral. Islam sendiri tidak mengajarkan pemerintahan suatu Negara yang
diktator. Namun ajaran islam juga memperhatikan etika dan moral dalam
bernegara untuk menjadi warga Negara yang dinamis.
1 Civic Education
Jadi, Indonesia mempunyai dua aspek yang tidak bisa dipisahkan anatara
islam dan demokrasi meskipun diantara keduanya merupakan dua sistem politik
yang berbeda. Namun, perlu diketahui bahwa penerapan yang terkandung dalam
demokrasi dan pancasila di Indonesia sendiri mempunyai esensi-esensi yang ada
interpretasinya makna di dalam Alquran. Jadi, tidak perlulah Negara Indonesia ini
dijadikan Negara islam, karena hal keberagaman agama, suku, dan adat di
Indonesia harus dijadikan cerminan. Bukan lah islam jikalau islam sendiri tidak
memberikan ketenangan. Jika Negara Indonesia dipaksakan menjadi Negara
islam, tentu dapat disimpulkan bahwa islam sendiri tidak menginterprestasiakan
sifat perdamaian, sedangkan islam sendiri sebagai rahmatan lil alamin.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah demokrasi itu?
2. Bagaimanakah implementasi demokrasi di Indonesia?
3. Bagaimanakah paradigma islam dan demokrasi?
4. Bagaimanakah korelasi antara islam dengan negara politik di
Indonesia?
C.
1.
2.
3.
4.
Tujuan masalah
Untuk mengetahui hakikat dari demokrasi
Untuk mengetahui implementasi demokrasi di Indonesia
Untuk mengetahui paradigma islam dan demokrasi
Untuk mengetahui korelasi antara islam dengan Negara politik di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Demokrasi
2 Civic Education
Demokrasi adalah sebuah kata yang sering kita dengar di era globalisasi
ini khususnya setelah lahirnya era reformasi. Masyarakat acap kali menggunakan
kata demokrasi dalam perbincangannya bahkan digunakan dalam perbuatan
kesehariannya. Namun, kadang kala pengertian demokrasi tidak mengena dengan
arti demokrasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, kita seyogyanya kenalilah apa
itu demokrasi yang sesungguhnya.
Arti demokrasi dari sudut pandangnya terdiri dari dua, yaitu secara
etimologi dan terminologi.
A.1. Secara Etimologi
Demokrasi secara etimologi berasal dari dua kata bahasa yunani yaitu
kata demos, yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan cratein dan
cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demokrasi
adalah keadaan Negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada
di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Kalau menurut
Abraham Lincoln, seorang presiden Amerika Serikat menyebutkan bahwa
demokrasi yaitu suatu pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
A.2. Secara Terminologi
Sedangkan arti demokrasi secara terminologi yaitu sebagaimana
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
1.
Menurut joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu
perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik di
mana individu-individu
memperoleh
kekuasaan
untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atassuara rakyat.
2.
Menurut Sidney Hook berpendapat bahwa demokrasi adalah
bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah
yang penting secara
3 Civic Education
langsug atau tidak langsung didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa.
3.
Menurut Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi merupakan
system politik
yang
menunjukan
bahwa
kebijakan
umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
secara efektif oleh rakyat dalam
dalam
pemilihan-pemilihan
berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan
politik
dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.1
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
hakikat demokrasi berada di tangan rakyat baik dalam proses sosial atau pun
politik. Dengan kata lain setiap Negara yang menjadikan demokrasi sebagai asas
yang fundamental memberi pengertian bahwa demokrasi pada hakikatnya
merupakan asas dimana adanya 3 sistem.
Pertama, pemerintah dari rakyat
(goverment of the people) yaitu dalam artian bahwa suatu pemerintahan akan
berjalan dengan lancar dalam sistem birokrasinya apabila telah mendapat
pengakuan dari rakyat. Karena dalam hal ini terdapat sistem pemerintahan yang
diakui oleh rakyat (legitimate government) dan yang tidak sah atu yang tidak
diakui oleh rakyat (unlegitimate government). Adanya dua aspek ini tidak lain
karena adanya sistem pemilihan umum, semua rakyat berhak memilih dan dipilih
sebagai bentuk pemberian amanah secara langsung, umum, bebas namun rahasia.
Kedua, pemerintah oleh rakyat (government by the people) yaitu dalam
artian bahwa pemerintah menjalankan roda birokrasinya atas nama rakyat dari
hasil pemilihan umum. Pemerintah berperan sebagai pengemban amanah dan
yang dipercaya oleh rakyat. Pemerintah tidak asal menjalankan apa yang mereka
lakukan. Karena orang pemerintahan tidak lepas dari pengawasan rakyat (social
control). Cara rakyat mengawasi pemerintah bisa dilakukan secara langsung
ataupun tidak, karena rakyat mempunyai wakilnya di parlemen yang
1
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
Dan Masyarakat Madani (Jakarta: Prenada Media, 2000), 110.
4 Civic Education
berkedudukan sebagai wakil rakyat. Dengan ini, rakyat dapat menyampaikan
aspirasinya melalui parlemen agar tidak terjadinya otorisasi dalam pemerintahan.
Ketiga, pemerintah untuk rakyat (government for the people). Dalam hal
ini setelah pemerintah dipilih langsung oleh rakyat kemudian
pemerintah
menjalankan birokrasinya atas nama rakyat. Maka selanjutnya, tidak lain bahwa
semuanya kembali demi kepentingan rakyat. Agar rakyat sejahtera maka dengan
demokratis inilah Negara mampu menata jalannya pemerintah dengan teratur dan
penuh pengawasan langsung dari masyarakat.
Jadi, demokrasi adalah suatu asas yang sangat fundamental bagi suatu
Negara, karena pemerintah dalam menjalankan birokrokrasinya berdasarkan
aspirasi rakyat yaitu dengan adanya pemilihan umum yang bersifat LUBER
( langsung, umum, bebas dan rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil). Rakyat
mempunyai kekuasaan tertinggi yaitu dengan adanya legimate dan unligimate.
Rakyat bisa mengontrol rodanya birokrasi bisa secara langsung ataupun melalui
parlemen yang sengaja dibuat dengan harapan tidak terjadinya otorisai dalam
pemerintahan. Masyarakatpun bisa menyampaikan aspirasinya melalui media pers
seperti Koran, radio, dan sebagainya.
A.3. Model Demokrasi
Model demokrasi tidaklah hanya satu di dunia ini. Dikarenakan
perbedaannya sosial politik, ekonomi dan sosial budaya yang ada di negaranya.
Diantara model-modelnya yaitu:
1. Demokrasi liberal, yaitu sistem demokrasi yang kebanyakan dianut
oleh Negara-negara barat. Dalam pengaplikasiannya pemerintah
dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum yang bebas yang
dilaksanakan dalam waktu yang ajeg. Dalam sistem ekonominya pun,
menerapkan pasar bebas. Dalam artiebas berkonan masyarakat
berkompetitif.
5 Civic Education
2. Demokrasi sosialis, yaitu sistem demokrasi yang biasa ditegakan oleh
Negara yang komunis. Seperti China, Rusia, Korea Utara, Vietnam,
Myanmar dan sebagainya. Dalam pengaplikasiannya yaitu asas yang
menaruh kepeduliannya pada keadilan sosial.
3. Demokrasi terpuimpin, yaitu sistem yang tidak ada pemilihan umum,
bahkan menolak akan adanya pemilihan umum, dengan alasan agar
tidak adanya yang menyaingi untuk mendapatkan kedudukannya.
Dalam hal ini, para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka
dipercayai oleh rakyat.
4. Demokrasi
partisipasi,
yaitu
pemerintah
dalam
menjalankan
birokrasinya terjadi sistem timbal balik antara pemerintah dengan
rakyat. Semua ikut berpartisipasi demi kesejahteraan suatu Negara.
Artinya bahwa penguasa dan yang dikuasai ikut andil.
5. Demokrasi consociational, yaitu yang menekankan proteksi khusus
bagi kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang
erat di antara elit politik yang mewakili bagian budaya masyarakat
utama.2
B.
Implementasi Demokrasi di Indonesia
Indonesia adalah negara yang multikurtural. Banyak keberagaman di
Indonesia, baik dari budaya, ras, entik, dan agama. namun agama yang dianut di
Indonesia mayoritas adalah islam. Sehingga asas demokrasi yang diterapkan
sesuai dengan aspek ekologis dan geografisnya.
Dalam perkembangannya, demokrasi di Indonesia mengalami fluktuasi
dari mulai masa setelah kemerdekaan sampai saat ini. Kronologinya yaitu:
a. Periode 1945-1959
2
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): 121
6 Civic Education
Yaitu yang dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer, yaitu sistem
demokrasi yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai. Demokrasi ini
yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan
eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana
menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh
parlemen.
Dalam demokrasi parlementer, Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Dalam hal ini, indonesia untuk mencapai kestabilan dalam bernegara sangatlah
susah karena memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik. Sedangkan
pada awal kemerdekaan Indonesia, budaya demokrasi yang dimiliki Indonesia
masih sangat lemah untuk mempraktekan budaya demokrasi barat ini. Yang terjadi
dalam system ini melahirkan kepemerintahan yang tahan lama. Sehingga dalam
prakteknya terjadi 7 pergantian kabinet.
b. Periode 1959-1965 (Guided Democracy)
Yaitu yang dikenal dengan sebutan demokrasi terpimpin. Kepemimpinan
presiden ini tanpa batas atau seumur hidup. Kalau diibaratkan yaitu bahwa
soekarno bagaikan ayah dari bangsa Indonesia. Kekuasaan berada di personal
yang kuat yaitu semua di tangan presiden.
Namun dalam hal ini, banyak nilai-nilai yang dilanggar oleh presiden
sehingga lahirlah absolutisme. Ciri-cirinya yaitu didominasinya oleh presiden,
berkembangnya pengaruh komunisme, dan peranan tentara (ABRI) sebagai unsur
dalam panggung politik nasional. Dalam hal ini, Soekarno memperkuat Angkatan
Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi yang penting.
Kepemimpinannya pun banyak hal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan
UUD 1945. Ini terjadi sejak diberlakukannya dekrit presiden 1959.
c. Periode 1965-1998,
7 Civic Education
Yaitu dengan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Orde
Barunya. Ini merupakan demokrasi konstitusional yang yang menonjolkan sistem
presidensial. Landasan formalnya yaitu pancasila, UUD 45 dan TAP MPR.
Periode Soeharto ini mempunyai tujuan memperbaiki tatanan Negara ini
yaitu adanya 3 komponen perubahan. Yaitu, dalam bidang politik bahwa akan
ditegakannya nilai-nilai hukum dan kepastian hukum. Dalam bidang ekonomi
yaitu memperbaiki ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga terjadinya
pemerataan ekonomi. Dan dalam bidang hokum yaitu dengan adanya
perlindungan HAM, sehingga tidak adanya peradilan tanpa adanya pihak-pihak
yang dipilih kasihkan.
Namun, ke-3 komponen itu hanyalah retorika politik semata, demokrasi
yang digembor-gemborkan malah berbanding terbalik dengan realita yang ada.
d. Periode Pasca Orde Baru (Masa Reformasi 1999-Sekarang)
Yaitu era yang erat kaitannya dengan gerakan reformasi rakyat yang
menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini yaitu
dengan ditandai oleh lengsernya presiden Soeharto yang telah menjabat lebih dari
tiga puluh tahun lamanya.3
Demokrasi pancasila yang digembor-gemborkan soeharto ini, sekarng
berubah menjadi tanpa nama. Namun dalam pengaplikasiannya akan menuju
kepada konsep demokrasi itu sendiri yaitu keterbukaan, inklusif dan penuh nuansa
HAM, di mana hak rakyat merupakan komponen yang paling dominan. Pada era
reformasi ini, yang melahirkan adanya pemilu (pemilihan umum), UUD 45’
diamandemen. Wacana pasca orde baru ini pun erat kaitannya dengan
pemberdayaan masyarakat madani (Civil Sociaty) dan penegakan hukum secara
sungguh-sungguh.
3
Hidayat komarudin, Pendidikan Kewargaan Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani (Jakarta: kencana prenada media group, 2009), 43
8 Civic Education
C.
Paradigma Islam dan Demokrasi
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.
Islam mempunyai satu sumber kekuasaan yaitu dari Alloh SWT. Islam merupakan
agama yang paling sempurna. Islam tidak hanya mengajarkan bagaimana sebagai
hambanya diajarkan bagaimana beribadah, namun juga di dalamnya islam
mengajarkan bagaimana beretika, bersosial, berekonomi, berbangsa dan
berpolitik.
Namun, apabila islam dan demokrasi apabila disatukan menjadi kesatuan
yang utuh, maka akan menimbulkan sebuah persoalan yang sangat singkron.
Namun, itu pun
apabila kita mengartikan demokrasi secara parsial dan
berdasarkan pengertian demokrasi yang berkiblat ke Barat.
Salah satu isu yang paling popular sejak dasawarsa abad kedua puluh yang
baru lalu adalah isu demokratisasi. Banyak negara yang menganut sistem
demokrasi. Namun, lain halnya dengan dunia islam. Sebagaimana yang
dipaparkan oleh Larry Diamond dan Juan J. Linze bahwa islam tidak mempunyai
prospek untuk menjadi demokratis serta tidak mempunyai pengalaman yang
mendalam tentang demokrasi. Karena demokrasi secara kultur lahir di Barat.
Padahal, apabila demokrasi itu sendiri dilihat dari kaca mata islam, tentu
akan menjadi suatu sistem yang indah dan luar biasa. Namun, apabila islam
dipraktekan dengan dunia politik maka akan terbelah menjadi 3 madzhab atau tiga
kelompok pandangan tentang islam dan demokrasi yang dapat disimpulkan secara
umum. Diantaranya:
Pertama, madzhab negatif yaitu yang berpandangan bahwa islam dan
demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Dalam artian bahwa islam dan
demokrasi sangatlah berlawanan. Pandangannya karena islam itu berasaskan
tauhid, dan bersifat kaffah, yang diajarkan tidak hanya aspek ibadah dan akidah,
namun juga mengatur tentang kenegaraan. Sedangkan demokrasi berasal dari kafir
dan mencerminkan kekufuran. Pandangan ini diperkuat dengan oleh pemikir
9 Civic Education
muslim seperti Sayyid Qutb dan Thabathabai, Taqiyyudin, Abdul A’la Al-maududi
dan dari pemikir Indonesia yaitu Mohammad Natsir, Abdul Qodir Al-jailani, karto
suwiryo.
Kedua, madzhab netral. Yaitu yang berpandangan bahwa islam berbeda
dengan demokrasi jika demokrasi didefinisikan secara prosedural seperti yang
dipraktikan di negara-negara Barat. Kelompok ini menyetujui adanya prinsipprinsip demokrasi dalam islam. Tetapi mengakui adanya perbedaan antara islam
dan demokrasi. 4
Pandangannya bahwa islam dan demokrasi mempunyai identitas
tersendiri. Islam adalah agama yang privat, ritual, dan religious. Sedangkan
demokrasi merupakan hasil dari pikiran manusia, publik, dan bersifat profane
(duniawi).
Diantara tokoh yang berpandangan pada madzhab ini yaitu: Pertama ,
Jamaluddin Al-afgani. Ia yang melahirkan adanya aliran pan islamisme 5. Kedua,
Muhammad Abduh. Ia berpendapat adanya rasionalisme islam, yaitu yang system
agamanya rasional dan terbuka, menafsirkan alquran secara ilmuan, dan menolak
seluruh ayat alquran yang bersifat manusia (ajaso).
Ketiga, madzhab positif. Yaitu yang berpandangan bahwa islam dan
demokrasi merupakan dua sistem yang compatible apabila dikorelasikan. Tidak
4
Azyumardi, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): 52
5
Yaitu pemersatuan umat islam. Pan-Islamisme sering dikaitkan dengan usaha modernisasi Islam
atau pembaharuan dalam agama Islam Secara individu Afghani adalah penolak keras adanya
paham kolonial yang menghantui hampir di semua dunia Islam di kala itu. Sebagai seorang filsuf
dan agamis sikap dan pemikiran Afghani selalu berbenturan dengan paham fatalisme
(berhubungan dengan takdir). Untuk mengetengahi masalah fatalism dalam agama Islam, Afghani
mengajak umat Islam untuk melakukan usaha perebutan peradaban, kebudayaan dan pengetahuan
dari barat. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari semua itu dari barat. Diharapkan dari
semua sikap ini maka umat Islam lebih bersifat dinamis dan mampu melakukan kritik sosial dalam
menghadapi perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan. Pan-Islamisme Al-Afghani adalah
sebuah gerakan pemersatu antar Negara-negara Islam termasuk umat Islam di wilayah jajahan
untuk menentang kezaliman para pengusa (penjajah ekstern atau intern) yang lalim, termasuk
menentang kolonialisme dan imperialisme Barat sebagai bentuk usaha untuk mewujudkan
keadilan.
10 Civic Education
adanya pertentangan untuk mengatur negara dalam tatanan masyarakat. Karena,
islam sendiri mempunyai esensi politik kekuasaan yang bermoral dan beretika,
yaitu dengan adanya nafas syariah dalam islam yang menerapkan system
almusawa6, dalam artian tidak adanya diskriminasi sosial. Dan muraqabah7. Serta
adanya kontrol tuhan. Berbeda dengan Kristen yang hanya menjunjung hak,
islami namun tidak muslim.
Oleh kiarena itu, perlu diketahui bahwa agama akan dilihat sebagai musuh
demokratisasi apabila agama itu sendiri dijadikan landasan satu-satunya bagi
pembentukan masyarakat dan pemecahan krisis kemanusiaan secara umum.
Sangat salah pula apabila agama dijadikan musuh demokratisasi apabila itu terjadi
di Indonesia, sedangkan Indonesia sendiri merupakan Negara yang multikultural.8
Dalam madzhab ini, islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan
mendukung sistem politik demokrasi seperti yang diterapkan di Negara-negara
maju. Islam di dalam dirinya demokratis tidak hanya karena prinsip syura
(musyawarah) tetapi juga karena adanya konsep ijtihad dan ijma (konsensus).
Diantara tokoh muslim yang mendukung pandangan ini adalah Fahmi Huwaidi,
M. Husain Haikal, Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-afgani. Sedangkan di
Indonesia diwakili oleh Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, Amin Rais, dan
Ahmad Syafi’I Ma’arif.9
D.
Korelasi Antara Islam Dengan Negara Politik Di Indonesia
6
Persamaan.
7
kontrol ceck and balance.
8
Haqqul yaqin, Agama dan Kekerasan dalam Transisi Demokrasi di Indonesia (Yogyakarta:
elSAQ Press, 2009), 27
9
Hidayat, Pendidikan Kewargaan Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani: 142
11 Civic Education
Salah
satu
yang
menjadi
permasalahan
yang
mendunia
yaitu
perdebatannya antara islam dan Negara yang berangkat dari dominan islam
sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh (syumuli), yang mengatur semua
kehidupan manusia, termasuk persoalan politik.10
Pada dasarnya islam tidak memisahkan terkait konsep agama dan politik.
Karena pada zaman Rosululloh sendiri, beliau menjabat dua kekuasaan yaitu
sebagai utusan Allah dan sebagai kepala Negara. Adanya hal ini, Ibnu Taimiyah
menegaskan bahwa pemerintah itu hanyalah sebagai alat untuk menyampaikan
agama, dan kekuasaan bukanlah kekuasaan itu sendiri. Dengan ungkapan lain
bahwa pilitik dalam islam adalah sebagai alat untuk mengatur Negara tetapi bukan
eksistensi dari agama islam sendiri.
Oleh karena itu, dalam mendirikan negara merupakan suatu kewajiban
agama demi terjaganya dan terlaksananya prinsip-prinsip syari’ah. Negara adalah
penjaga syari’ah agar tidak mengalami penyelewengan. Dalam hal ini, negara
sebagian institusi paling penting untuk mengimplementasikan syari’ah, dan
implementasi syari’ah berarti juga ibadah kepada Allah. Pandangan merupakan
implikasi pada suatu pemahaman bahwa sejauh mekanisme penyelenggaraan
suatu negara menjaga pelaksanaan syari’ah, sejauh itu pula mekanismenya
dipandang sebagai suatu ibadah, dan pandangan itu pun menunjuk pada
pentingnya meraih kekuasan dalam rangka implementasi syari’ah.
Kemudian, hubungannya dengan politik, terutama berkenaan dengan
paradigma hubungan politik antara Islam dan negara, tidak bergerak dalam
kerangka legal-formalistik, melainkan lebih cenderung bersifat substansialistik.
Selama penyelenggaraan suatu negara didasarkan pada realisasi prinsip-prinsip
fundamental : keadilan, musyawarah, persamaan, persaudarana, kebebasan, dan
pertanggungjawaban penguasa di hadapan rakyat, atau tetap terjaminnya tegaknya
keyakinan agama dan terpenuhinya kepentingan rakyat, maka selama itu pula
mekanismenya dipandang sebagai yang Islami.
10
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Civic Education (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2012), 130.
12 Civic Education
Islam adalah faktor penting dalam bangunan kebangsaan Indonesia.
Sumber daya budaya, sosial dan politik serta ekonomi negara ini secara potensial
berada dan melekat dalam tubuh warganya yang mayoritas muslim. Kolaborasi
Islam dan budaya lokal selama berabad-abad hingga cucuran keringat, air mata
dan darah para syuhada’ telah memperkokoh bangunan ke-Indonesia-an modern.
Sejarah Indonesia juga mencatat penolakan dan penentangan umat Islam terhadap
penindasan kolonialisme. Agenda ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan
keagamaan yang digerakkan oleh SI, Muhammadiyah dan NU terbukti
mengusung cita-cita luhur memperjuangkan terwujudnya kemerdekaan dan
pemerintahan sendiri oleh rakyat Indonesia.
Demikian halnya para tokoh pergerakan nasional dari kalangan muslim,
meskipun mereka kelihatan berbeda-beda penekanan dan perspektifnya tentang
nasionalisme Indonesia, tak diragukan lagi kecintaan dan komitmen mereka pada
perjuangan terwujudnya negara bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Fakta-fakta tersebut cukup menjelaskan bahwa Islam tidak merintangi
nasionalisme, justru dari rahim Islamlah, nasionalisme Indonesia dapat tumbuh
subur. Pergerakan-pergerakan Islam sudah lama mempunyai ikatan kebangsaan
lebih kuat jika dibandingkan dengan organisasi lokal yang masih berbasis etnik,
termasuk Budi Utomo yang berbasis kepentingan priyayi Jawa.
Jika kehidupan bernegara ditujukan untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur, maka tentulah berkenaan dengan umat Islam Indonesia. Maka umat
Islam juga harus mengambil peran strategis dan kreatif memajukan Indonesia
menuju negara plural yang kuat. Penolakan terhadap nation-state dalam sisi
tertentu menunjukkan kekhawatiran berlebihan terhadap subordinasi Islam oleh
negara, juga merupakan ekspresi dari ketidakberdayaan mengambil peran-peran
kreatif dan strategis dalam merealisasikan ke Islaman dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Dengan mempertimbangkan keragaman agama sebagai salah satu faktor
dalam nasionalisme, maka perjuangan mewujudkan berlakunya syari’at Islam di
13 Civic Education
tengah-tengah masyarakat dapat dilakukan melalui gerakan-gerakan kultural dan
struktural melalui sarana politik, sebagai bentuk dari pengamalan syuro. Dalam
konteks ini maka pilihannya bukan negara Islam atau juga sistem khilafah yang
menerapkan syariah atau negara sekuler yang menolak syariah, tapi negara
Indonesia yang merealisasikan nilai-nilai universal ajaran agama (Islam) dalam
bingkai Ukhuwwah Basyariyyah, Ukhuwwah Islamiyyah, dan Ukhuwwah
Wathaniyyah.11
Islam dan Nasionalisme Indonesia adalah dua sisi mata uang yang saling
memberikan makna. Keduanya tidak bisa diposisikan secara diametral.
Nasionalisme selalu meletakkan keberagaman atau pluralitas sebagai konteks
utama yang darinya dapat melahirkan ikatan dasar yang menyatukan sebuah
negara bangsa. Idealnya umat Islam tidak perlu merasa khawatir kehilangan
identitasnya karena persenyawaannya dalam negara bangsa. Perjuangan yang
ditekankan untuk menonjolkan identitas atau simbol-simbol ke Islaman dalam
kerangka perjuangan politik kebangsaan hanya merupakan cerminan kelemahan
umat Islam sendiri.
Selain itu, meskipun terbuka peluangnya di alam demokrasi ini, penekanan
berlebihan dalam hal itu akan potensial menjadi penyulut disintegrasi, dan ini
tidak sejalan dengan nasionalisme itu sendiri. Idealnya, perjuangan politik umat
Islam menekankan pada penguatan nasionalisme Indonesia dengan memperkokoh
faktor-faktor perekat kebangsaan yang secara substantif. Nilai-nilai dimaksud
merupakan nilai-nilai universal Islam yang menyentuh kesadaran pragmatis warga
negara, seperti keadilan, kesejahteraan, kepercayaan, dan sebagainya.
Jadi, islam menganut prinsip kesatuan antara perkara agama dengan
perkara dunia. Artinya, keduanya harus berjalan seiring karena keduanya berasal
dari Pencipta yang sama. Agama Islam dirumuskan oleh Allah, urusan dunia juga
tak lepas dari taqdir Allah. Bila agama menggunakan peraturan Allah, dan urusan
dunia menggunakan pikiran manusia, niscaya keduanya tidak bertemu.
11
Nurcholish madjid, Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia (Jakarta: Paramadina, 2003), 565
14 Civic Education
BAB III
PENUTUP
15 Civic Education
A. Kesimpulan
1. Demokrasi adalah adalah keadaan Negara di mana dalam
sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat,
kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Kalau menurut Abraham Lincoln, seorang presiden Amerika
Serikat
menyebutkan
bahwa
demokrasi
yaitu
suatu
pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
2. Dalam pengimplementasian demokrasi, di Indonesia sendiri
mempunyai beberapa tahapan, yaitu:
2.1 Periode 1945-1959
2.2 Periode 1959-1965 (Guided Democracy)
2.3 Periode 1965-1998,
2.4 Periode Pasca Orde Baru (Masa Reformasi 1999-Sekarang)
3. Ada tiga butir terkait paradigma islam dan demokrasi, yaitu
madzhab negatif, netral, dan positif .
4. Korelasi antara islam dengan Negara politik Indonesia yaitu
bahwa islam merupakan agama yang menjadi penataan sebuah
Negara.
Agama
Basyariyyah,
(Islam)
Ukhuwwah
dalam
bingkai
Islamiyyah,
dan
Ukhuwwah
Ukhuwwah
Wathaniyyah sehingga perpolitikan menjadi terarah dan
dinamis.
B. Saran
Islam dan demokrasi adalah dua komponen yang tidak bisa
dipisahkan dari Negara Indonesia. Oleh karena itu sekiranya
16 Civic Education
banyak yang bertentangan dengan Indonesia dan agama
mayorotas sendiri apabila selalu menitik beratkan dari segi
kekurangannya, maka tidak akan terciptanya Negara yang
dinamis multikultural. Jadi, keduanya sebagai miniature
Negara.
DAFTAR PUSTAKA
17 Civic Education
Azra, Azyumardi. Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani . Jakarta: Prenada Media,
2000
Komarudin, Hidayat. Pendidikan Kewargaan Demokrasi Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi
Baru
Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina, 2003.
Tim penyusun. Civic Education. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,
2012.
Yaqin, Haqqul. Agama dan Kekerasan dalam Transisi Demokrasi di
Indonesia.Yogyakarta: elSAQ Press, 2009.
18 Civic Education
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah Negara demokrasi yang bernafaskan pancasila.
Demokrasi adalah pandangan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat,
masyarakat berperan aktif dalam mewujudkan pemerintahan yang adil, serta
mengontrol rodanya arus politik. Masyarakat mempunyai hak suara untuk
memilih dan dipilih demi kelancaran tata Negara Indonesia yang dijalankan oleh
pemerintah. Dengan demokrasi ini pemerintah tidak sewenang-wenang dalam
menjalankan amanat yang mereka emban karena mereka hanya sebagai objek
yang di percaya oleh seluruh rakyat Indonesia.
Indonesia adalah Negara multikultural dari aspek budaya, agama ras dan
etnis sehinnga bersifat prulal. Dengan ini, cocoklah Indonesia berasaskan
demokrasi pancasila, tidak memandang sebelah pihak, semua satu tujuan. Tidak
salah bahwa maha patih gajah mada memberi semboyan kepada seluruh nusantara
Indonesia yaitu Bhineka tunggal ika.
Dari keberagaman itu, satu yang paling pundamental yang tidak bisa
dilepaskan di Indonesia yaitu keberagaman agama. Agama menjadi pedoman
hidup manusia, namun hanya satu agama yang dapat menuju ridho-Nya yaitu
Islam.
Islam dan demokrasi sangat jauh berbeda jika dikaitkan dalam arti
demokrasi
barat,
yang
hanya
mengedepankan
hak-haknya
saja
tanpa
memperhatikan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai warga
Negara. Sedangkan di Indonesia, demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi
yang bermoral. Islam sendiri tidak mengajarkan pemerintahan suatu Negara yang
diktator. Namun ajaran islam juga memperhatikan etika dan moral dalam
bernegara untuk menjadi warga Negara yang dinamis.
1 Civic Education
Jadi, Indonesia mempunyai dua aspek yang tidak bisa dipisahkan anatara
islam dan demokrasi meskipun diantara keduanya merupakan dua sistem politik
yang berbeda. Namun, perlu diketahui bahwa penerapan yang terkandung dalam
demokrasi dan pancasila di Indonesia sendiri mempunyai esensi-esensi yang ada
interpretasinya makna di dalam Alquran. Jadi, tidak perlulah Negara Indonesia ini
dijadikan Negara islam, karena hal keberagaman agama, suku, dan adat di
Indonesia harus dijadikan cerminan. Bukan lah islam jikalau islam sendiri tidak
memberikan ketenangan. Jika Negara Indonesia dipaksakan menjadi Negara
islam, tentu dapat disimpulkan bahwa islam sendiri tidak menginterprestasiakan
sifat perdamaian, sedangkan islam sendiri sebagai rahmatan lil alamin.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah demokrasi itu?
2. Bagaimanakah implementasi demokrasi di Indonesia?
3. Bagaimanakah paradigma islam dan demokrasi?
4. Bagaimanakah korelasi antara islam dengan negara politik di
Indonesia?
C.
1.
2.
3.
4.
Tujuan masalah
Untuk mengetahui hakikat dari demokrasi
Untuk mengetahui implementasi demokrasi di Indonesia
Untuk mengetahui paradigma islam dan demokrasi
Untuk mengetahui korelasi antara islam dengan Negara politik di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Demokrasi
2 Civic Education
Demokrasi adalah sebuah kata yang sering kita dengar di era globalisasi
ini khususnya setelah lahirnya era reformasi. Masyarakat acap kali menggunakan
kata demokrasi dalam perbincangannya bahkan digunakan dalam perbuatan
kesehariannya. Namun, kadang kala pengertian demokrasi tidak mengena dengan
arti demokrasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, kita seyogyanya kenalilah apa
itu demokrasi yang sesungguhnya.
Arti demokrasi dari sudut pandangnya terdiri dari dua, yaitu secara
etimologi dan terminologi.
A.1. Secara Etimologi
Demokrasi secara etimologi berasal dari dua kata bahasa yunani yaitu
kata demos, yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan cratein dan
cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demokrasi
adalah keadaan Negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada
di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Kalau menurut
Abraham Lincoln, seorang presiden Amerika Serikat menyebutkan bahwa
demokrasi yaitu suatu pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
A.2. Secara Terminologi
Sedangkan arti demokrasi secara terminologi yaitu sebagaimana
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
1.
Menurut joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu
perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik di
mana individu-individu
memperoleh
kekuasaan
untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atassuara rakyat.
2.
Menurut Sidney Hook berpendapat bahwa demokrasi adalah
bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah
yang penting secara
3 Civic Education
langsug atau tidak langsung didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa.
3.
Menurut Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi merupakan
system politik
yang
menunjukan
bahwa
kebijakan
umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
secara efektif oleh rakyat dalam
dalam
pemilihan-pemilihan
berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan
politik
dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.1
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
hakikat demokrasi berada di tangan rakyat baik dalam proses sosial atau pun
politik. Dengan kata lain setiap Negara yang menjadikan demokrasi sebagai asas
yang fundamental memberi pengertian bahwa demokrasi pada hakikatnya
merupakan asas dimana adanya 3 sistem.
Pertama, pemerintah dari rakyat
(goverment of the people) yaitu dalam artian bahwa suatu pemerintahan akan
berjalan dengan lancar dalam sistem birokrasinya apabila telah mendapat
pengakuan dari rakyat. Karena dalam hal ini terdapat sistem pemerintahan yang
diakui oleh rakyat (legitimate government) dan yang tidak sah atu yang tidak
diakui oleh rakyat (unlegitimate government). Adanya dua aspek ini tidak lain
karena adanya sistem pemilihan umum, semua rakyat berhak memilih dan dipilih
sebagai bentuk pemberian amanah secara langsung, umum, bebas namun rahasia.
Kedua, pemerintah oleh rakyat (government by the people) yaitu dalam
artian bahwa pemerintah menjalankan roda birokrasinya atas nama rakyat dari
hasil pemilihan umum. Pemerintah berperan sebagai pengemban amanah dan
yang dipercaya oleh rakyat. Pemerintah tidak asal menjalankan apa yang mereka
lakukan. Karena orang pemerintahan tidak lepas dari pengawasan rakyat (social
control). Cara rakyat mengawasi pemerintah bisa dilakukan secara langsung
ataupun tidak, karena rakyat mempunyai wakilnya di parlemen yang
1
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
Dan Masyarakat Madani (Jakarta: Prenada Media, 2000), 110.
4 Civic Education
berkedudukan sebagai wakil rakyat. Dengan ini, rakyat dapat menyampaikan
aspirasinya melalui parlemen agar tidak terjadinya otorisasi dalam pemerintahan.
Ketiga, pemerintah untuk rakyat (government for the people). Dalam hal
ini setelah pemerintah dipilih langsung oleh rakyat kemudian
pemerintah
menjalankan birokrasinya atas nama rakyat. Maka selanjutnya, tidak lain bahwa
semuanya kembali demi kepentingan rakyat. Agar rakyat sejahtera maka dengan
demokratis inilah Negara mampu menata jalannya pemerintah dengan teratur dan
penuh pengawasan langsung dari masyarakat.
Jadi, demokrasi adalah suatu asas yang sangat fundamental bagi suatu
Negara, karena pemerintah dalam menjalankan birokrokrasinya berdasarkan
aspirasi rakyat yaitu dengan adanya pemilihan umum yang bersifat LUBER
( langsung, umum, bebas dan rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil). Rakyat
mempunyai kekuasaan tertinggi yaitu dengan adanya legimate dan unligimate.
Rakyat bisa mengontrol rodanya birokrasi bisa secara langsung ataupun melalui
parlemen yang sengaja dibuat dengan harapan tidak terjadinya otorisai dalam
pemerintahan. Masyarakatpun bisa menyampaikan aspirasinya melalui media pers
seperti Koran, radio, dan sebagainya.
A.3. Model Demokrasi
Model demokrasi tidaklah hanya satu di dunia ini. Dikarenakan
perbedaannya sosial politik, ekonomi dan sosial budaya yang ada di negaranya.
Diantara model-modelnya yaitu:
1. Demokrasi liberal, yaitu sistem demokrasi yang kebanyakan dianut
oleh Negara-negara barat. Dalam pengaplikasiannya pemerintah
dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum yang bebas yang
dilaksanakan dalam waktu yang ajeg. Dalam sistem ekonominya pun,
menerapkan pasar bebas. Dalam artiebas berkonan masyarakat
berkompetitif.
5 Civic Education
2. Demokrasi sosialis, yaitu sistem demokrasi yang biasa ditegakan oleh
Negara yang komunis. Seperti China, Rusia, Korea Utara, Vietnam,
Myanmar dan sebagainya. Dalam pengaplikasiannya yaitu asas yang
menaruh kepeduliannya pada keadilan sosial.
3. Demokrasi terpuimpin, yaitu sistem yang tidak ada pemilihan umum,
bahkan menolak akan adanya pemilihan umum, dengan alasan agar
tidak adanya yang menyaingi untuk mendapatkan kedudukannya.
Dalam hal ini, para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka
dipercayai oleh rakyat.
4. Demokrasi
partisipasi,
yaitu
pemerintah
dalam
menjalankan
birokrasinya terjadi sistem timbal balik antara pemerintah dengan
rakyat. Semua ikut berpartisipasi demi kesejahteraan suatu Negara.
Artinya bahwa penguasa dan yang dikuasai ikut andil.
5. Demokrasi consociational, yaitu yang menekankan proteksi khusus
bagi kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang
erat di antara elit politik yang mewakili bagian budaya masyarakat
utama.2
B.
Implementasi Demokrasi di Indonesia
Indonesia adalah negara yang multikurtural. Banyak keberagaman di
Indonesia, baik dari budaya, ras, entik, dan agama. namun agama yang dianut di
Indonesia mayoritas adalah islam. Sehingga asas demokrasi yang diterapkan
sesuai dengan aspek ekologis dan geografisnya.
Dalam perkembangannya, demokrasi di Indonesia mengalami fluktuasi
dari mulai masa setelah kemerdekaan sampai saat ini. Kronologinya yaitu:
a. Periode 1945-1959
2
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): 121
6 Civic Education
Yaitu yang dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer, yaitu sistem
demokrasi yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai. Demokrasi ini
yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan
eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana
menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh
parlemen.
Dalam demokrasi parlementer, Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Dalam hal ini, indonesia untuk mencapai kestabilan dalam bernegara sangatlah
susah karena memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik. Sedangkan
pada awal kemerdekaan Indonesia, budaya demokrasi yang dimiliki Indonesia
masih sangat lemah untuk mempraktekan budaya demokrasi barat ini. Yang terjadi
dalam system ini melahirkan kepemerintahan yang tahan lama. Sehingga dalam
prakteknya terjadi 7 pergantian kabinet.
b. Periode 1959-1965 (Guided Democracy)
Yaitu yang dikenal dengan sebutan demokrasi terpimpin. Kepemimpinan
presiden ini tanpa batas atau seumur hidup. Kalau diibaratkan yaitu bahwa
soekarno bagaikan ayah dari bangsa Indonesia. Kekuasaan berada di personal
yang kuat yaitu semua di tangan presiden.
Namun dalam hal ini, banyak nilai-nilai yang dilanggar oleh presiden
sehingga lahirlah absolutisme. Ciri-cirinya yaitu didominasinya oleh presiden,
berkembangnya pengaruh komunisme, dan peranan tentara (ABRI) sebagai unsur
dalam panggung politik nasional. Dalam hal ini, Soekarno memperkuat Angkatan
Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi yang penting.
Kepemimpinannya pun banyak hal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan
UUD 1945. Ini terjadi sejak diberlakukannya dekrit presiden 1959.
c. Periode 1965-1998,
7 Civic Education
Yaitu dengan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Orde
Barunya. Ini merupakan demokrasi konstitusional yang yang menonjolkan sistem
presidensial. Landasan formalnya yaitu pancasila, UUD 45 dan TAP MPR.
Periode Soeharto ini mempunyai tujuan memperbaiki tatanan Negara ini
yaitu adanya 3 komponen perubahan. Yaitu, dalam bidang politik bahwa akan
ditegakannya nilai-nilai hukum dan kepastian hukum. Dalam bidang ekonomi
yaitu memperbaiki ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga terjadinya
pemerataan ekonomi. Dan dalam bidang hokum yaitu dengan adanya
perlindungan HAM, sehingga tidak adanya peradilan tanpa adanya pihak-pihak
yang dipilih kasihkan.
Namun, ke-3 komponen itu hanyalah retorika politik semata, demokrasi
yang digembor-gemborkan malah berbanding terbalik dengan realita yang ada.
d. Periode Pasca Orde Baru (Masa Reformasi 1999-Sekarang)
Yaitu era yang erat kaitannya dengan gerakan reformasi rakyat yang
menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini yaitu
dengan ditandai oleh lengsernya presiden Soeharto yang telah menjabat lebih dari
tiga puluh tahun lamanya.3
Demokrasi pancasila yang digembor-gemborkan soeharto ini, sekarng
berubah menjadi tanpa nama. Namun dalam pengaplikasiannya akan menuju
kepada konsep demokrasi itu sendiri yaitu keterbukaan, inklusif dan penuh nuansa
HAM, di mana hak rakyat merupakan komponen yang paling dominan. Pada era
reformasi ini, yang melahirkan adanya pemilu (pemilihan umum), UUD 45’
diamandemen. Wacana pasca orde baru ini pun erat kaitannya dengan
pemberdayaan masyarakat madani (Civil Sociaty) dan penegakan hukum secara
sungguh-sungguh.
3
Hidayat komarudin, Pendidikan Kewargaan Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani (Jakarta: kencana prenada media group, 2009), 43
8 Civic Education
C.
Paradigma Islam dan Demokrasi
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.
Islam mempunyai satu sumber kekuasaan yaitu dari Alloh SWT. Islam merupakan
agama yang paling sempurna. Islam tidak hanya mengajarkan bagaimana sebagai
hambanya diajarkan bagaimana beribadah, namun juga di dalamnya islam
mengajarkan bagaimana beretika, bersosial, berekonomi, berbangsa dan
berpolitik.
Namun, apabila islam dan demokrasi apabila disatukan menjadi kesatuan
yang utuh, maka akan menimbulkan sebuah persoalan yang sangat singkron.
Namun, itu pun
apabila kita mengartikan demokrasi secara parsial dan
berdasarkan pengertian demokrasi yang berkiblat ke Barat.
Salah satu isu yang paling popular sejak dasawarsa abad kedua puluh yang
baru lalu adalah isu demokratisasi. Banyak negara yang menganut sistem
demokrasi. Namun, lain halnya dengan dunia islam. Sebagaimana yang
dipaparkan oleh Larry Diamond dan Juan J. Linze bahwa islam tidak mempunyai
prospek untuk menjadi demokratis serta tidak mempunyai pengalaman yang
mendalam tentang demokrasi. Karena demokrasi secara kultur lahir di Barat.
Padahal, apabila demokrasi itu sendiri dilihat dari kaca mata islam, tentu
akan menjadi suatu sistem yang indah dan luar biasa. Namun, apabila islam
dipraktekan dengan dunia politik maka akan terbelah menjadi 3 madzhab atau tiga
kelompok pandangan tentang islam dan demokrasi yang dapat disimpulkan secara
umum. Diantaranya:
Pertama, madzhab negatif yaitu yang berpandangan bahwa islam dan
demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Dalam artian bahwa islam dan
demokrasi sangatlah berlawanan. Pandangannya karena islam itu berasaskan
tauhid, dan bersifat kaffah, yang diajarkan tidak hanya aspek ibadah dan akidah,
namun juga mengatur tentang kenegaraan. Sedangkan demokrasi berasal dari kafir
dan mencerminkan kekufuran. Pandangan ini diperkuat dengan oleh pemikir
9 Civic Education
muslim seperti Sayyid Qutb dan Thabathabai, Taqiyyudin, Abdul A’la Al-maududi
dan dari pemikir Indonesia yaitu Mohammad Natsir, Abdul Qodir Al-jailani, karto
suwiryo.
Kedua, madzhab netral. Yaitu yang berpandangan bahwa islam berbeda
dengan demokrasi jika demokrasi didefinisikan secara prosedural seperti yang
dipraktikan di negara-negara Barat. Kelompok ini menyetujui adanya prinsipprinsip demokrasi dalam islam. Tetapi mengakui adanya perbedaan antara islam
dan demokrasi. 4
Pandangannya bahwa islam dan demokrasi mempunyai identitas
tersendiri. Islam adalah agama yang privat, ritual, dan religious. Sedangkan
demokrasi merupakan hasil dari pikiran manusia, publik, dan bersifat profane
(duniawi).
Diantara tokoh yang berpandangan pada madzhab ini yaitu: Pertama ,
Jamaluddin Al-afgani. Ia yang melahirkan adanya aliran pan islamisme 5. Kedua,
Muhammad Abduh. Ia berpendapat adanya rasionalisme islam, yaitu yang system
agamanya rasional dan terbuka, menafsirkan alquran secara ilmuan, dan menolak
seluruh ayat alquran yang bersifat manusia (ajaso).
Ketiga, madzhab positif. Yaitu yang berpandangan bahwa islam dan
demokrasi merupakan dua sistem yang compatible apabila dikorelasikan. Tidak
4
Azyumardi, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): 52
5
Yaitu pemersatuan umat islam. Pan-Islamisme sering dikaitkan dengan usaha modernisasi Islam
atau pembaharuan dalam agama Islam Secara individu Afghani adalah penolak keras adanya
paham kolonial yang menghantui hampir di semua dunia Islam di kala itu. Sebagai seorang filsuf
dan agamis sikap dan pemikiran Afghani selalu berbenturan dengan paham fatalisme
(berhubungan dengan takdir). Untuk mengetengahi masalah fatalism dalam agama Islam, Afghani
mengajak umat Islam untuk melakukan usaha perebutan peradaban, kebudayaan dan pengetahuan
dari barat. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari semua itu dari barat. Diharapkan dari
semua sikap ini maka umat Islam lebih bersifat dinamis dan mampu melakukan kritik sosial dalam
menghadapi perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan. Pan-Islamisme Al-Afghani adalah
sebuah gerakan pemersatu antar Negara-negara Islam termasuk umat Islam di wilayah jajahan
untuk menentang kezaliman para pengusa (penjajah ekstern atau intern) yang lalim, termasuk
menentang kolonialisme dan imperialisme Barat sebagai bentuk usaha untuk mewujudkan
keadilan.
10 Civic Education
adanya pertentangan untuk mengatur negara dalam tatanan masyarakat. Karena,
islam sendiri mempunyai esensi politik kekuasaan yang bermoral dan beretika,
yaitu dengan adanya nafas syariah dalam islam yang menerapkan system
almusawa6, dalam artian tidak adanya diskriminasi sosial. Dan muraqabah7. Serta
adanya kontrol tuhan. Berbeda dengan Kristen yang hanya menjunjung hak,
islami namun tidak muslim.
Oleh kiarena itu, perlu diketahui bahwa agama akan dilihat sebagai musuh
demokratisasi apabila agama itu sendiri dijadikan landasan satu-satunya bagi
pembentukan masyarakat dan pemecahan krisis kemanusiaan secara umum.
Sangat salah pula apabila agama dijadikan musuh demokratisasi apabila itu terjadi
di Indonesia, sedangkan Indonesia sendiri merupakan Negara yang multikultural.8
Dalam madzhab ini, islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan
mendukung sistem politik demokrasi seperti yang diterapkan di Negara-negara
maju. Islam di dalam dirinya demokratis tidak hanya karena prinsip syura
(musyawarah) tetapi juga karena adanya konsep ijtihad dan ijma (konsensus).
Diantara tokoh muslim yang mendukung pandangan ini adalah Fahmi Huwaidi,
M. Husain Haikal, Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-afgani. Sedangkan di
Indonesia diwakili oleh Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, Amin Rais, dan
Ahmad Syafi’I Ma’arif.9
D.
Korelasi Antara Islam Dengan Negara Politik Di Indonesia
6
Persamaan.
7
kontrol ceck and balance.
8
Haqqul yaqin, Agama dan Kekerasan dalam Transisi Demokrasi di Indonesia (Yogyakarta:
elSAQ Press, 2009), 27
9
Hidayat, Pendidikan Kewargaan Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani: 142
11 Civic Education
Salah
satu
yang
menjadi
permasalahan
yang
mendunia
yaitu
perdebatannya antara islam dan Negara yang berangkat dari dominan islam
sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh (syumuli), yang mengatur semua
kehidupan manusia, termasuk persoalan politik.10
Pada dasarnya islam tidak memisahkan terkait konsep agama dan politik.
Karena pada zaman Rosululloh sendiri, beliau menjabat dua kekuasaan yaitu
sebagai utusan Allah dan sebagai kepala Negara. Adanya hal ini, Ibnu Taimiyah
menegaskan bahwa pemerintah itu hanyalah sebagai alat untuk menyampaikan
agama, dan kekuasaan bukanlah kekuasaan itu sendiri. Dengan ungkapan lain
bahwa pilitik dalam islam adalah sebagai alat untuk mengatur Negara tetapi bukan
eksistensi dari agama islam sendiri.
Oleh karena itu, dalam mendirikan negara merupakan suatu kewajiban
agama demi terjaganya dan terlaksananya prinsip-prinsip syari’ah. Negara adalah
penjaga syari’ah agar tidak mengalami penyelewengan. Dalam hal ini, negara
sebagian institusi paling penting untuk mengimplementasikan syari’ah, dan
implementasi syari’ah berarti juga ibadah kepada Allah. Pandangan merupakan
implikasi pada suatu pemahaman bahwa sejauh mekanisme penyelenggaraan
suatu negara menjaga pelaksanaan syari’ah, sejauh itu pula mekanismenya
dipandang sebagai suatu ibadah, dan pandangan itu pun menunjuk pada
pentingnya meraih kekuasan dalam rangka implementasi syari’ah.
Kemudian, hubungannya dengan politik, terutama berkenaan dengan
paradigma hubungan politik antara Islam dan negara, tidak bergerak dalam
kerangka legal-formalistik, melainkan lebih cenderung bersifat substansialistik.
Selama penyelenggaraan suatu negara didasarkan pada realisasi prinsip-prinsip
fundamental : keadilan, musyawarah, persamaan, persaudarana, kebebasan, dan
pertanggungjawaban penguasa di hadapan rakyat, atau tetap terjaminnya tegaknya
keyakinan agama dan terpenuhinya kepentingan rakyat, maka selama itu pula
mekanismenya dipandang sebagai yang Islami.
10
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Civic Education (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2012), 130.
12 Civic Education
Islam adalah faktor penting dalam bangunan kebangsaan Indonesia.
Sumber daya budaya, sosial dan politik serta ekonomi negara ini secara potensial
berada dan melekat dalam tubuh warganya yang mayoritas muslim. Kolaborasi
Islam dan budaya lokal selama berabad-abad hingga cucuran keringat, air mata
dan darah para syuhada’ telah memperkokoh bangunan ke-Indonesia-an modern.
Sejarah Indonesia juga mencatat penolakan dan penentangan umat Islam terhadap
penindasan kolonialisme. Agenda ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan
keagamaan yang digerakkan oleh SI, Muhammadiyah dan NU terbukti
mengusung cita-cita luhur memperjuangkan terwujudnya kemerdekaan dan
pemerintahan sendiri oleh rakyat Indonesia.
Demikian halnya para tokoh pergerakan nasional dari kalangan muslim,
meskipun mereka kelihatan berbeda-beda penekanan dan perspektifnya tentang
nasionalisme Indonesia, tak diragukan lagi kecintaan dan komitmen mereka pada
perjuangan terwujudnya negara bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Fakta-fakta tersebut cukup menjelaskan bahwa Islam tidak merintangi
nasionalisme, justru dari rahim Islamlah, nasionalisme Indonesia dapat tumbuh
subur. Pergerakan-pergerakan Islam sudah lama mempunyai ikatan kebangsaan
lebih kuat jika dibandingkan dengan organisasi lokal yang masih berbasis etnik,
termasuk Budi Utomo yang berbasis kepentingan priyayi Jawa.
Jika kehidupan bernegara ditujukan untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur, maka tentulah berkenaan dengan umat Islam Indonesia. Maka umat
Islam juga harus mengambil peran strategis dan kreatif memajukan Indonesia
menuju negara plural yang kuat. Penolakan terhadap nation-state dalam sisi
tertentu menunjukkan kekhawatiran berlebihan terhadap subordinasi Islam oleh
negara, juga merupakan ekspresi dari ketidakberdayaan mengambil peran-peran
kreatif dan strategis dalam merealisasikan ke Islaman dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Dengan mempertimbangkan keragaman agama sebagai salah satu faktor
dalam nasionalisme, maka perjuangan mewujudkan berlakunya syari’at Islam di
13 Civic Education
tengah-tengah masyarakat dapat dilakukan melalui gerakan-gerakan kultural dan
struktural melalui sarana politik, sebagai bentuk dari pengamalan syuro. Dalam
konteks ini maka pilihannya bukan negara Islam atau juga sistem khilafah yang
menerapkan syariah atau negara sekuler yang menolak syariah, tapi negara
Indonesia yang merealisasikan nilai-nilai universal ajaran agama (Islam) dalam
bingkai Ukhuwwah Basyariyyah, Ukhuwwah Islamiyyah, dan Ukhuwwah
Wathaniyyah.11
Islam dan Nasionalisme Indonesia adalah dua sisi mata uang yang saling
memberikan makna. Keduanya tidak bisa diposisikan secara diametral.
Nasionalisme selalu meletakkan keberagaman atau pluralitas sebagai konteks
utama yang darinya dapat melahirkan ikatan dasar yang menyatukan sebuah
negara bangsa. Idealnya umat Islam tidak perlu merasa khawatir kehilangan
identitasnya karena persenyawaannya dalam negara bangsa. Perjuangan yang
ditekankan untuk menonjolkan identitas atau simbol-simbol ke Islaman dalam
kerangka perjuangan politik kebangsaan hanya merupakan cerminan kelemahan
umat Islam sendiri.
Selain itu, meskipun terbuka peluangnya di alam demokrasi ini, penekanan
berlebihan dalam hal itu akan potensial menjadi penyulut disintegrasi, dan ini
tidak sejalan dengan nasionalisme itu sendiri. Idealnya, perjuangan politik umat
Islam menekankan pada penguatan nasionalisme Indonesia dengan memperkokoh
faktor-faktor perekat kebangsaan yang secara substantif. Nilai-nilai dimaksud
merupakan nilai-nilai universal Islam yang menyentuh kesadaran pragmatis warga
negara, seperti keadilan, kesejahteraan, kepercayaan, dan sebagainya.
Jadi, islam menganut prinsip kesatuan antara perkara agama dengan
perkara dunia. Artinya, keduanya harus berjalan seiring karena keduanya berasal
dari Pencipta yang sama. Agama Islam dirumuskan oleh Allah, urusan dunia juga
tak lepas dari taqdir Allah. Bila agama menggunakan peraturan Allah, dan urusan
dunia menggunakan pikiran manusia, niscaya keduanya tidak bertemu.
11
Nurcholish madjid, Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia (Jakarta: Paramadina, 2003), 565
14 Civic Education
BAB III
PENUTUP
15 Civic Education
A. Kesimpulan
1. Demokrasi adalah adalah keadaan Negara di mana dalam
sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat,
kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Kalau menurut Abraham Lincoln, seorang presiden Amerika
Serikat
menyebutkan
bahwa
demokrasi
yaitu
suatu
pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
2. Dalam pengimplementasian demokrasi, di Indonesia sendiri
mempunyai beberapa tahapan, yaitu:
2.1 Periode 1945-1959
2.2 Periode 1959-1965 (Guided Democracy)
2.3 Periode 1965-1998,
2.4 Periode Pasca Orde Baru (Masa Reformasi 1999-Sekarang)
3. Ada tiga butir terkait paradigma islam dan demokrasi, yaitu
madzhab negatif, netral, dan positif .
4. Korelasi antara islam dengan Negara politik Indonesia yaitu
bahwa islam merupakan agama yang menjadi penataan sebuah
Negara.
Agama
Basyariyyah,
(Islam)
Ukhuwwah
dalam
bingkai
Islamiyyah,
dan
Ukhuwwah
Ukhuwwah
Wathaniyyah sehingga perpolitikan menjadi terarah dan
dinamis.
B. Saran
Islam dan demokrasi adalah dua komponen yang tidak bisa
dipisahkan dari Negara Indonesia. Oleh karena itu sekiranya
16 Civic Education
banyak yang bertentangan dengan Indonesia dan agama
mayorotas sendiri apabila selalu menitik beratkan dari segi
kekurangannya, maka tidak akan terciptanya Negara yang
dinamis multikultural. Jadi, keduanya sebagai miniature
Negara.
DAFTAR PUSTAKA
17 Civic Education
Azra, Azyumardi. Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani . Jakarta: Prenada Media,
2000
Komarudin, Hidayat. Pendidikan Kewargaan Demokrasi Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi
Baru
Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina, 2003.
Tim penyusun. Civic Education. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,
2012.
Yaqin, Haqqul. Agama dan Kekerasan dalam Transisi Demokrasi di
Indonesia.Yogyakarta: elSAQ Press, 2009.
18 Civic Education