MEMAHAMI PRAKTEK SAHAM DAN MODAL SYARIAH
MEMAHAMI PRAKTEK SAHAM DAN MODAL SYARIAH
Pasar adalah sebuah tempat pertemuan antara pembeli dan penjual, tempat
dimana pihak-pihak yang memiliki permintaan (demand), memiliki kebutuhan dan
memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bertemu dengan penawaran
(supply), pihak-pihak yang memiliki barang atau jasa, atau sesuatu, yang ingin dijual.
Ketika kita berbicara mengenai pasar modal, berarti ‘barang’ yang ingin
diperbelijualkan disini adalah berupa ‘modal.Modal dalam arti kekayaan finansial,
yang bisa digunakan untuk menjaga kelangsungan bisnis. Terkait dengan pasar
modal, maka modal yang diperbelijualkan terba gi menjadi dua, modal yang bersifat
kepemilikan, berupa saham, atau modal yang bersifat hutang, yang berupa obligasi.
Kedua instrumen finansial ini, saham dan obligasi, adalah obyek utama dari
pertukaran yang terjadi pada sebuah pasar modal.
Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah adalah sebuah pasar modal, dimana perdagangan yang terjadi
didalamnya, tidak bertentangan dengan prinsip syariah, prinsip perdagangan yang
sesuai dengan hukum Islam. Kegiatan pasar modal syariah ini menyatu dengan pasar
modal konvensional yang ada, hanya peraturan tentang produk dan aturan
perdagangannya berbeda. Kalau meminjam istilah yang terdapat pada website lama
Bapepam:
Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan
pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal
Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah.
Penerapan prinsip syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al Quran
sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, dari
kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran yang kemudian
disebut ilmu fiqih. Salah satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah pembahasan
tentang muamalah, yaitu hubungan diantara sesama manusia terkait perniagaan.
Pasar modal syariah di Indonesia dilaksanakan dengan berdasar pada kaidah fiqih
muamalah yang menyatakan bahwa ‘semua boleh, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya’. Untuk itu, kita harus mengetahui berbagai hal yang dilarang,
ketika kita memutuskan untuk berinvestasi secara syariah.
Emiten Syariah
Ada dua cara dimana suatu Emiten dinyatakan termasuk dalam ketegori emiten
syariah. Yang pertama adalah ketika emiten tersebut menyatakan dirinya sebagai
emiten syariah. Artinya emiten tersebut secara sukarela menyatakan bahwa dirinya
tunduk dengan aturan-aturan syariah. Cara kedua, adalah ketika emiten tersebut
masuk dalam kriteria syariah. Kriteria syariah ini adalah seperti yang terdapat dalam
Peraturan OJK no II.K.1 dan juga pada Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) no. 40/DSN-MUI/2003, yaitu:
a) tidak melakukan kegiatan usaha yang tergolong sebagai judi, perdagangan
yang tidak disertai dengan penyerahan barang dan jasa, jasa keuangan ribawi
(seperti bank konvensional dan asuransi konvensional), melakukan produksi,
distribusi, dan perdagangan atas barang atau jasa yang zatnya haram dan/atau
merusak moral, serta melakukan transaksi suap.
b) Dari aspek keuangan, emiten tersebut memiliki rasio total hutang berbasis
bunga dibandingkan dengan total asset tidak lebih dari 45%, serta total
pendapatan non-halal sebanyak maksimum 10%.
Perdagangan Saham Syariah
Perdagangan saham syariah tidak dilakukan secara terpisah dengan perdagangan
saham konvensional. Perdagangan saham syariah dilakukan dalam satu bursa,
bersama-sama dengan saham konvensional, yaitu dalam Bursa Efek Indonesia.
Perbedaannya, pada perdagangan saham secara syariah, berlaku beberapa aturan
perdagangan yang tidak diperbolehkan secara syariah. Dalam Fatwa DSN no 80
tahun 2011, dijelaskan bahwa transaksi saham secara syariah harus dilakukan menurut
prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakjukan spekulasi, manipulasi, dan
tindakan lain yang didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, baisir,
risywah, maksiat, dan kezhaliman, tagrir, ghisysy, tanajusy/najsy, ihtikar, bai’ alma’dum, talaqqi al-rukban, ghabn, riba, dan tadlis.
1. Yang tergolong sebagai kategori tadlis adalah front running (transaksi
mendahului nasabah) dan penyebaran informasi yang menyesatkan
2. Yang tergolong sebagai taghrir adalah wash sale (perdagangan semu yang
tidak mengubah kepemilikan), serta transaksi yang sudah dirancang.
3. Yang tergolong sebagai Najsy adalah pump and dump (adanya pihak yang
membuat harga bergerak naik harga dengan tujuan ingin melakukan posisi jual
dalam jumlah yang sangat besar), hype and dump (semacam pump and dump
tapi dengan penyebaran informasi yang berlebihan), serrta menciptakan
penawaran dan permintaan palsu.
4. Yang tergolong sebagai Ikhtikar antara lain adalah pooling of interest
(transaksi yang terjadi aktif untuk menarik pihak lain untuk membeli, atau
menjadikan saham tersebut sebagai benchmark), dan cornering (mendorong
pergerakan harga saham agar pihak lain melakukan transaksi yang merugikan)
5. Yang tergolong sebagai Ghisysy adalah marking on close (melakukan
pembentukan harga penutupan yang tidak wajar), dan alternate trade
(perdagangan dimana pembeli dan penjual hanya berputar pada beberapa
anggota bursa).
6. Yang tergolong sebagai ghabn fahisy adalah insider trading (orang-orang yang
berusaha memperoleh keuntungan dengan menggunakan informasi yang
belum dipublikasikan)
7. Yang tergolong sebagai ba’i al-ma’dun adalah short selling (menjual saham
yang tidak dimiliki)
8. Yang tergolong sebagai riba adalah transaksi dengan menggunakan
pembiayaan (margin trading).
Mengapa harus ada Pasar Modal Syariah?
Investasi saham secara syariah, sebenarnya tergolong salah satu aliran dari
investasi berbasis etika yang saat ini tengah berkembang dengan pesat. Investasi
berbasis etika ini menarik minat pelaku pasar, diantaranya disebabkan oleh
kemampuan dari investasi ini untuk bertahan ditengah krisis, terutama ketika krisis
subprime mortgage beberapa waktu yang lalu (Adamo, 2010), disamping juga
memiliki kinerja yang lebih baik, jika dibandingkan dengan investasi konvensional
(Peifer, 2010).
Dalam kasusnya di Indonesia, konsep pasar modal syariah ini berkembang,
karena otoritas pasar modal (dalam hal ini self regulated organization, yang termasuk
didalamnya adalah Otoritas Jasa Keuangan/OJK serta Bursa Efek Indonesia/IDX)
ingin ‘memperdalam’ basis pemodal retail Indonesia. Maklum saja, setelah lebih dari
30 tahun pasar modal Indonesia diperkenalkan kepada masyarakat, jumlah pemodal
retail kita, tidak juga beranjak dari angka 0,15 persen dari total jumlah penduduk.
Jumlah ini sangatlah kecil, mengingat pada tahun 2010 lalu, jumlah pemodal retail di
Malaysia sudah mencapai 12,5 persen dari jumlah penduduk. Singapura bahkan sudah
mencapai 60 persen dari jumlah penduduk. Dengan jumlah penduduk beragama
Islam sebesar 87,18 persen dari total 237 juta jumlah penduduk Indonesia,
pengembangan
Realita Pasar Modal Syariah Indonesia = Syariah Setengah Hati
Indonesia adalah sebuah negara hukum. Seseorang atau sesuatu praktek hanya bisa
dikatakan sebagai melanggar hukum, apabila sudah terbukti terdapat pelanggaran
hukum. Permasalahan kemudian terjadi, ketika bagaimana jika pihak-pihak yang
berkepentingan dalam penegakan hukum ini, kemudian hanya melakukan penegakan
hukum dengan setengah hati. Dalam kasus pasar modal syariah ini, sebenarnya
peraturannya sudah jelas: mana yang boleh dan tidak boleh. Akan tetapi,
permasalahannya ada pada penegakan hukumnya. Permasalahan kriteria syariah
misalnya, beberapa kali kejadian dimana saham yang seharusnya tidak lolos dalam
kriteria syariah ternyata bisa masuk kedalam Daftar Efek Syariah. Kalau masalah
aturan perdagangan syariah, kondisinya malah jauh lebih memprihatinkan. Kalau
hanya Ghisysy, aturan pembentukan harga penutupan melalui proses ‘pre-closing’
yang saat ini berlaku, jelas amat rawan terjadinya marking on close. Terlebih lagi
kalau sudah alternate trade, saya kira, diluar sana sudah banyak pihak yang bisa
membuktikan bahwa transaksi pada saham-saham tertentu, hanya berputar – putar
dikalangan broker tertentu saja. Dalam sebuah “penggorengan saham”, praktekpraktek pump and dump, hype and dump, dan creating fake demand/supply adalah
sebuah hal yang sering kali ‘sangat jelas terlihat’. Tapi karena tidak pernah adausaha
untuk membuktikan, berarti tidak ada pelanggaran hokum, kemudian karena tidak ada
pelanggaran hokum berarti semua masih boleh. Pelanggaran aturan pedagangan
syariah masih sering dilakukan terutama pada saham-saham syariah yang masuk ke
dalam DES karena masuk karena masuk dalam kriteria DES.
Pasar adalah sebuah tempat pertemuan antara pembeli dan penjual, tempat
dimana pihak-pihak yang memiliki permintaan (demand), memiliki kebutuhan dan
memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bertemu dengan penawaran
(supply), pihak-pihak yang memiliki barang atau jasa, atau sesuatu, yang ingin dijual.
Ketika kita berbicara mengenai pasar modal, berarti ‘barang’ yang ingin
diperbelijualkan disini adalah berupa ‘modal.Modal dalam arti kekayaan finansial,
yang bisa digunakan untuk menjaga kelangsungan bisnis. Terkait dengan pasar
modal, maka modal yang diperbelijualkan terba gi menjadi dua, modal yang bersifat
kepemilikan, berupa saham, atau modal yang bersifat hutang, yang berupa obligasi.
Kedua instrumen finansial ini, saham dan obligasi, adalah obyek utama dari
pertukaran yang terjadi pada sebuah pasar modal.
Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah adalah sebuah pasar modal, dimana perdagangan yang terjadi
didalamnya, tidak bertentangan dengan prinsip syariah, prinsip perdagangan yang
sesuai dengan hukum Islam. Kegiatan pasar modal syariah ini menyatu dengan pasar
modal konvensional yang ada, hanya peraturan tentang produk dan aturan
perdagangannya berbeda. Kalau meminjam istilah yang terdapat pada website lama
Bapepam:
Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan
pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal
Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah.
Penerapan prinsip syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al Quran
sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, dari
kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran yang kemudian
disebut ilmu fiqih. Salah satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah pembahasan
tentang muamalah, yaitu hubungan diantara sesama manusia terkait perniagaan.
Pasar modal syariah di Indonesia dilaksanakan dengan berdasar pada kaidah fiqih
muamalah yang menyatakan bahwa ‘semua boleh, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya’. Untuk itu, kita harus mengetahui berbagai hal yang dilarang,
ketika kita memutuskan untuk berinvestasi secara syariah.
Emiten Syariah
Ada dua cara dimana suatu Emiten dinyatakan termasuk dalam ketegori emiten
syariah. Yang pertama adalah ketika emiten tersebut menyatakan dirinya sebagai
emiten syariah. Artinya emiten tersebut secara sukarela menyatakan bahwa dirinya
tunduk dengan aturan-aturan syariah. Cara kedua, adalah ketika emiten tersebut
masuk dalam kriteria syariah. Kriteria syariah ini adalah seperti yang terdapat dalam
Peraturan OJK no II.K.1 dan juga pada Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) no. 40/DSN-MUI/2003, yaitu:
a) tidak melakukan kegiatan usaha yang tergolong sebagai judi, perdagangan
yang tidak disertai dengan penyerahan barang dan jasa, jasa keuangan ribawi
(seperti bank konvensional dan asuransi konvensional), melakukan produksi,
distribusi, dan perdagangan atas barang atau jasa yang zatnya haram dan/atau
merusak moral, serta melakukan transaksi suap.
b) Dari aspek keuangan, emiten tersebut memiliki rasio total hutang berbasis
bunga dibandingkan dengan total asset tidak lebih dari 45%, serta total
pendapatan non-halal sebanyak maksimum 10%.
Perdagangan Saham Syariah
Perdagangan saham syariah tidak dilakukan secara terpisah dengan perdagangan
saham konvensional. Perdagangan saham syariah dilakukan dalam satu bursa,
bersama-sama dengan saham konvensional, yaitu dalam Bursa Efek Indonesia.
Perbedaannya, pada perdagangan saham secara syariah, berlaku beberapa aturan
perdagangan yang tidak diperbolehkan secara syariah. Dalam Fatwa DSN no 80
tahun 2011, dijelaskan bahwa transaksi saham secara syariah harus dilakukan menurut
prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakjukan spekulasi, manipulasi, dan
tindakan lain yang didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, baisir,
risywah, maksiat, dan kezhaliman, tagrir, ghisysy, tanajusy/najsy, ihtikar, bai’ alma’dum, talaqqi al-rukban, ghabn, riba, dan tadlis.
1. Yang tergolong sebagai kategori tadlis adalah front running (transaksi
mendahului nasabah) dan penyebaran informasi yang menyesatkan
2. Yang tergolong sebagai taghrir adalah wash sale (perdagangan semu yang
tidak mengubah kepemilikan), serta transaksi yang sudah dirancang.
3. Yang tergolong sebagai Najsy adalah pump and dump (adanya pihak yang
membuat harga bergerak naik harga dengan tujuan ingin melakukan posisi jual
dalam jumlah yang sangat besar), hype and dump (semacam pump and dump
tapi dengan penyebaran informasi yang berlebihan), serrta menciptakan
penawaran dan permintaan palsu.
4. Yang tergolong sebagai Ikhtikar antara lain adalah pooling of interest
(transaksi yang terjadi aktif untuk menarik pihak lain untuk membeli, atau
menjadikan saham tersebut sebagai benchmark), dan cornering (mendorong
pergerakan harga saham agar pihak lain melakukan transaksi yang merugikan)
5. Yang tergolong sebagai Ghisysy adalah marking on close (melakukan
pembentukan harga penutupan yang tidak wajar), dan alternate trade
(perdagangan dimana pembeli dan penjual hanya berputar pada beberapa
anggota bursa).
6. Yang tergolong sebagai ghabn fahisy adalah insider trading (orang-orang yang
berusaha memperoleh keuntungan dengan menggunakan informasi yang
belum dipublikasikan)
7. Yang tergolong sebagai ba’i al-ma’dun adalah short selling (menjual saham
yang tidak dimiliki)
8. Yang tergolong sebagai riba adalah transaksi dengan menggunakan
pembiayaan (margin trading).
Mengapa harus ada Pasar Modal Syariah?
Investasi saham secara syariah, sebenarnya tergolong salah satu aliran dari
investasi berbasis etika yang saat ini tengah berkembang dengan pesat. Investasi
berbasis etika ini menarik minat pelaku pasar, diantaranya disebabkan oleh
kemampuan dari investasi ini untuk bertahan ditengah krisis, terutama ketika krisis
subprime mortgage beberapa waktu yang lalu (Adamo, 2010), disamping juga
memiliki kinerja yang lebih baik, jika dibandingkan dengan investasi konvensional
(Peifer, 2010).
Dalam kasusnya di Indonesia, konsep pasar modal syariah ini berkembang,
karena otoritas pasar modal (dalam hal ini self regulated organization, yang termasuk
didalamnya adalah Otoritas Jasa Keuangan/OJK serta Bursa Efek Indonesia/IDX)
ingin ‘memperdalam’ basis pemodal retail Indonesia. Maklum saja, setelah lebih dari
30 tahun pasar modal Indonesia diperkenalkan kepada masyarakat, jumlah pemodal
retail kita, tidak juga beranjak dari angka 0,15 persen dari total jumlah penduduk.
Jumlah ini sangatlah kecil, mengingat pada tahun 2010 lalu, jumlah pemodal retail di
Malaysia sudah mencapai 12,5 persen dari jumlah penduduk. Singapura bahkan sudah
mencapai 60 persen dari jumlah penduduk. Dengan jumlah penduduk beragama
Islam sebesar 87,18 persen dari total 237 juta jumlah penduduk Indonesia,
pengembangan
Realita Pasar Modal Syariah Indonesia = Syariah Setengah Hati
Indonesia adalah sebuah negara hukum. Seseorang atau sesuatu praktek hanya bisa
dikatakan sebagai melanggar hukum, apabila sudah terbukti terdapat pelanggaran
hukum. Permasalahan kemudian terjadi, ketika bagaimana jika pihak-pihak yang
berkepentingan dalam penegakan hukum ini, kemudian hanya melakukan penegakan
hukum dengan setengah hati. Dalam kasus pasar modal syariah ini, sebenarnya
peraturannya sudah jelas: mana yang boleh dan tidak boleh. Akan tetapi,
permasalahannya ada pada penegakan hukumnya. Permasalahan kriteria syariah
misalnya, beberapa kali kejadian dimana saham yang seharusnya tidak lolos dalam
kriteria syariah ternyata bisa masuk kedalam Daftar Efek Syariah. Kalau masalah
aturan perdagangan syariah, kondisinya malah jauh lebih memprihatinkan. Kalau
hanya Ghisysy, aturan pembentukan harga penutupan melalui proses ‘pre-closing’
yang saat ini berlaku, jelas amat rawan terjadinya marking on close. Terlebih lagi
kalau sudah alternate trade, saya kira, diluar sana sudah banyak pihak yang bisa
membuktikan bahwa transaksi pada saham-saham tertentu, hanya berputar – putar
dikalangan broker tertentu saja. Dalam sebuah “penggorengan saham”, praktekpraktek pump and dump, hype and dump, dan creating fake demand/supply adalah
sebuah hal yang sering kali ‘sangat jelas terlihat’. Tapi karena tidak pernah adausaha
untuk membuktikan, berarti tidak ada pelanggaran hokum, kemudian karena tidak ada
pelanggaran hokum berarti semua masih boleh. Pelanggaran aturan pedagangan
syariah masih sering dilakukan terutama pada saham-saham syariah yang masuk ke
dalam DES karena masuk karena masuk dalam kriteria DES.