KAJIAN TEOLOGIS TERHADAP UPACARA PASOLA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penulisan
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara Kepulauan terbesar di dunia.
Terdapat kurang lebih 17.504 pulau yang termasuk ke dalam wilayah kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Deputi Kedaulatan Maritim
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, di mana 16.056 pulau telah
dibakukan namanya di PBB hingga Juli 2017. Selain memiliki banyak pulau,
Indonesia juga memiliki banyak kebudayaan di setiap daerah atau kepulauan. Dari
setiap suku yang tersebar di setiap pulau di Indonesia, masing-masingnya
memiliki keanekaragamanan. Indonesia yang kaya akan ragam seni budaya sudah
semestinya Indonesia berbangga dan hendak melestarikan serta menjaga ragam
seni budaya yang ada. Setiap pulau yang tersebar di Indonesia memiliki suku-suku
kecil yang masih mempertahankan adat istiadat dan kebudayaannya, sebab adat
merupakan cerminan dari kepribadian suatu bangsa yang merupakan penjelmaan
dari jiwa bangsa yang bersangkutan sepanjang masa. 1 Cerminan kepribadian
berarti berkaitan dengan identitas suatu bangsa.
Upacara Pasola di Kabupaten Sumba Barat Daya – Nusa Tenggara Timur
adalah salah satu kebudayaan di Indonesia yang masih dipertahankan dan
dilakukan dari generasi ke generasi. Hingga saat ini upacara Pasola masih terus
diadakan. Upacara Pasola adalah upacara ritual Marapu yang diselenggarakan
oleh orang Sumba bagian Barat Daya untuk merayakan musim tanam padi. Selain
itu, Pasola merupakan bentuk ritual untuk menghormati Marapu, mohon
pengampunan, kemakmuran dan untuk hasil panen yang berlimpah. Upacara
Pasola dilakukan dengan seksama dan kusyuk. Keikutsertaan masyarakat Marapu
dalam upacara Pasola adalah perbuatan yang benar di mata mereka. Hal inilah
1 Yulita Tamo Inna “Peranan Adat Pasola Sebagai Alat Pemersatu Antar
Daerah di Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur”,
dalam Jurnal Ilimah Universitas PGRI Yogyakarta (Yogyakarta: Univ. PGRI
Yogyakarta, 2015), 5.
1
yang membedakan antara masyarakat Marapu dengan kekristenan. Dalam
kekristenan, pemujaan terhadap leluhur adalah perbuatan yang menyimpang dari
kebenaran Alkitab.
Berkaitan dengan upacara Pasola, ada hal-hal positif dari upacara Pasola ini
yang dapat diterima atau disetujui oleh Alkitab, tetapi ada juga hal-hal negatif dari
upacara Pasola yang tidak dapat diterima atau tidak disetujui oleh Alkitab. Dengan
demikian, penulis akan memaparkan sekilas tentang budaya Pasola, kemudian
penulis akan mengkaji mengenai budaya Pasola dari perspektif atau sudut
pandang teologis.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang hendak
penulis paparkan dalam paper ini ialah berkaitan dengan kajian teologis terhadap
upacara Pasola dalam budaya Suku Marapu, Kab. Sumba Barat Daya, Nusa
Tenggara Timur.
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini, ialah sebagai berikut:
1) Untuk memenuhi salah satu tugas akhir dari mata kuliah Teologi Perjanjian
Lama 1.
2) Untuk menambah wawasan bagi penulis tentang kebudayaan suku Marapu,
khususnya mengenai upacara Pasola.
3) Untuk mengkaji secara teologis upacara Pasola dalam kebudayaan suku
Marapu.
2
BAB II
KAJIAN TEOLOGIS TERHADAP BUDAYA PASOLA
DI KAB. SUMBA BARAT DAYA–NUSA TENGGARA TIMUR
A.
Selayang Pandang tentang Upacara Pasola
Propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki tiga pulau besar, yakni pulau
Timor, pulau Flores dan pulau Sumba. Kabupaten Sumba Barat Daya 2 terletak di
pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kabupaten SBD mempunyai ritus Pasola
yang sangat khas dengan muatan sejarah yang sudah mentradisi. Pasola adalah
suatu upacara yang dilakukan untuk menyambut permulaan penanaman padi di
daerah Sumba Bara Daya. Penanggalan pelaksanaan upacara ini ditentukan oleh
rato (tokoh adat yang berwewenang). Pasola merupakan bagian dari serangkaian
upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut
agama asli yang disebut Marapu (Agama lokal masyarakat Sumba). 3 Upacara
Pasola bagi masyarakat Marapu tidak dilepaskan dari kisah kembara purba tiga
bersaudara Ngongu Toumatutu, Yagi Waikareri, dan Ubu Dulla dari kampung
Waiwuang (sebuah perkampungan adat di Wanokaka). Kisah yang kemudian
merangkaikan jalin kawin mawin
Waiwungang
(Wanukaka)
dengan
Tossi (Kodi) di mana memetaraikan
ritus, “Nyale dan Pasola” yang
digelar mentradisi hingga kini.
Seperti yang telah disinggung
sedikit dalam bab 1, upacara Pasola
adalah upacara ritual Marapu yang
Gambar 1.1
diselenggarakan oleh orang Sumba
bagian Barat Daya dengan tujuan untuk merayakan musim tanam padi. Dalam
2 Selanjutnya disingkat “SBD”.
3 Paulus Lete Boro, Pasola, permainan ketangkasan berkuda lelaki
Sumba, Nusa Tenggara Timur, Indonesia (Jakarta: Obor, 1995), 1-2.
3
Gambar 1.2
melaksanakan upacara tersebut, ada berbagai ritual yang diadakan oleh
masyarakat suku setempat. Ritual tersebut dilakukan untuk menghormati Marapu,
mohon pengampunan, kemakmuran dan untuk hasil panen yang melimpah.
Biasanya upacara ini dilaksanakan dalam bulan Februari. Perayaan puncak mulai
6 sampai 8 hari setelah bulan purnama. Bulan tersebut merupakan waktu di mana
pantai bagian selatan menjadi tempat munculnya banyak sekali cacing nyale yang
berbentu kecil. Ini adalah tanda musim Pasola dimulai.
Puncak dari upacara Pasola
biasanya diisi oleh orang-orang
yang disebut “prajurit Marapu”. Di
mana
mereka
punggung
menunggang
kuda
sambil
melemparkan lembing kayu kepada
Gambar 1.2
penunggang kuda yang lainnya. Yang menjadi lawan dalam Pasola ialah dari suku
lain. Pasola tidak hanya menjadi bentuk keramaian, tetapi menjadi salah satu
bentuk pengabdian dan aklamasi ketataatan kepada sang luhur. Dalam hal ini juga,
upacara Pasola menjadi perekat jalinan persaudaraan antara dua kelompok yang
turut dalam Pasola dan bagi masyarakat umum.
B.
Kajian Teologis Terhadap Upacara Pasola
Dari pemamaparan singkat tentang upacara Pasola, maka ada dua bagian
penting yang hendak penulis kaji secara teologis, yakni sebagai berikut:
Pertama yang perlu kita bahas ialah mengenai hal positif yang menurut
penulis hal ini disetujui atau diajarkan di dalam Alkitab. Penelitian membuktikan
bahwa salah satu esensi atau tujuan diadakannya upacara Pasola ini adalah untuk
memperkokoh
persatuan
dan
kesatuan
kekerabatan
dan
meningkatkan
silahturahmi dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya.4 Artinya sikap
4 Yulita Tamo Inna “Peranan Adat Pasola Sebagai Alat Pemersatu Antar
Daerah di Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur”,
dalam Jurnal Ilimah Universitas PGRI Yogyakarta, 9.
4
saling mengasihi dan saling menghargai antar sesama masih terjalin dengan baik
di dalam masyarakat Marapu. Hal ini merupakan pelajaran positif yang sesuai
dengan pengajaran Alkitab dan diterima oleh kekristenan.
Salah satu bentuk saling mengasihi dan saling menghormati diperlihatkan
dalam kisah Abraham dan Lot dalam Kejadian 13:1-18, di mana untuk menjaga
persaudaraan, Abraham mengambil tindakan untuk saling berbagi tempat
kediaman bersama Lot. Di ayat 8 Abraham berkata, “Janganlah kiranya ada
perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para
gembalamu, sebab kita ini kerabat.” Dalam bahasa Ibrani, kata Kerabat : חנו ו
אנ נ ח
א
“anakhenu”5 yang berarti “We / with ourselves”. Kata ini menunjukkan suatu
kesatuan atau hubungan yang erat antara satu dengan yang lain. Hubungan
kekeluargaan sangatlah penting bagi orang Ibrani. Oleh sebab itu Abraham
menjaga dan memeliharanya seperti yang dikisahkan di dalam ayat tersebut.
Hal yang sama yang ditekankan oleh penulis kitab-kitab Injil. Dalam Injil
Matius 22:39, Yesus mengajarkan kepada seorang ahli Taurat demikian, “37Jawab
Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Hukum yang
pertama Yesus mengajarkan kepada ahli taurat tersebut untuk senantiasa
mengasihi Tuhan. Selanjutnya, hukum kasih yang sama yang Yesus sampaikan
ialah tentang kasih terhadap sesama. Dalam hal ini Yesus mengajarkan untuk
setiap manusia hidup dalam kasih terhadap sesama selayaknya kasih persaudaraan
(bnd. Yoh. 13:34).
Dalam tulisan surat-surat di PB juga dijelaskan mengenai kasih
persaudaraan. Dalam Roma 12:10 dikatakan, “10Hendaklah kamu saling
mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat”.
Kemudian dalam Ibrani 13:1, “Peliharalah kasih persaudaraan!”. Salah satu
bukti yang tetap dari kehidupan Kristen mula-mula ialah cara orang Kristen
5 Holladay kata “ אנ נחחנ
” א, berarti “We / With ourselves” (BibleWorks 10).
5
berhubungan dengan sesamanya. Artinya persaudaraan itu sangat penting dalam
kehidupan orang-orang percaya. Selanjutnya dalam 1 Yohanes 4:20 penulis
menekankan bahwa, “20Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia
membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak
mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang
tidak dilihatnya.” Dalam hal ini kasih terhadap sesama harus lahir dari hati yang
tulus, bukan dengan terpaksa.
Dari beberapa kajian Alkitabiah diatas, maka penulis memberi suatu
pandangan bahwa upacara Pasola adalah suatu adat dalam budaya masyarakat
Marapu yang cukup baik mengajarkan kasih persaudaraan yang sesuai dengan
Alkitab. Walaupun pada kenyataannya masyarakat suku Marapu belum
mengetahuan dan mengerti tentang Alkitab. Tujuan yang benar inilah yang perlu
dipertahankan dan dilestarikan. Allah adalah kasih! Bukti kasih Allah ialah
melalui pengorbanan Yesus Kristus demi menyelamatkan umat ciptaan-Nya. Oleh
sebab itu setiap orang yang percaya kepada-Nya harus menghidupi kasih kepada
sesama dalam kehidupannya sehari-hari.
Kedua, walaupun dalam tradisi Pasola itu terkandung nilai-nilai kehidupan
yang baik dan sesuai dengan ajaran Alkitab, tetapi ada juga hal-hal negatif yang
penulis lihat dalam upacara Pasola ini, sehingga ada sisi lain dari upacara ini yang
ditolak atau bertentangan dengan ajaran Alkitab. Salah satu tujuan diadakannya
upacara Pasola adalah sebagai bentuk ritual untuk menghormati Marapu atau
suatu bentuk pemujaan kepada roh nenek moyang dan leluhur. Ini merupakan
penyembahan berhala yang masih berlaku dalam kebudayaan masyarakat Marapu.
Dalam Keluaran 20:3-6, Allah memberikan suatu hukum yang mengatur
pola ibadah atau penyembahan khusus untuk bangsa Israel. Pada intinya Allah
hendak menegaskan ketidaksukaan-Nya terhadap penyembahan berhala yang
dilakukan oleh bangsa Israel selaku umat Tuhan. Namun dalam Keluaran 32:1-35
bangsa Israel melakukan kejahatan di mata Tuhan dengan membuat lembu emas
untuk disembah sebagai tuhan mereka. Tindakan bangsa Israel membangkitkan
murka Tuhan (ayat 9, 10, 35).
6
Selanjutnya Paulus mengajarkan kepada jemaat di Korintus untuk menjauhi
penyembahan berhala (1 Kor. 20:24). Ini adalah peringatan keras bagi orangorang di Korintus untuk tidak berbangga dengan kebebasan yang mereka miliki.
Berbagai praktik penyembahan berhala merupakan salah satu tantangan yang
dihadapi oleh para Rasul dalam memberitakan Injil Yesus Kristus.
Berdasarkan beberapa ayat diatas, penulis mengkaji suatu pemahaman
teologis, yakni pada hakekatnya Allah adalah Pencipta langit dan bumi beserta
segala isinya termasuk manusia. Manusia dikatakan makhluk yang diciptakan
serupa dan segambar dengan Allah. Dengan demikian, sebagai ciptaan Allah,
sudah seharusnya kita menyembah Dia yang adalah Pencipta kita. Sebagai
Pencipta, Ia layak untuk mengatur kehidupan seluruh ciptaan-Nya. Salah satu
bentuk penyimpangan yang dilakukan manusia sebagai ciptaan terhadap Allah
sang Pencipta adalah dengan menyembah allah-allah lain, dengan kata lain
menyembah berhala. Penyembahan berhala bisa dikatakan sebagai suatu tindakan
manusia “menolak” atau “membenci” Allah. Selain itu, penyembahan berhala
dapat dikatakan juga sebagai suatu tindakan manusia yang tidak mau diatur,
melainkan hendak mengatur dirinya sendiri. Hal ini membuat manusia melupakan
hakekatnya yakni hanya sebagai ciptaan dan menyamakan Allah sang Pencipta,
Pribadi yang Tinggi Luhur itu, dengan patung-patung berhala atau roh-roh nenek
moyang. Inilah suatu kejahatan yang keji dihadapan Tuhan.
7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya semua kebudayaan yang ada di suatu bangsa memberikan
sumbangsih yang besar bagi bangsa tersebut, khususnya dalam aspek pariwisata.
Dengan beranekaragam budaya yang ada, membuat nilai atau identitas suatu
bangsa semakin dipandang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa manusia
seringkali memasukkan pemahaman dan berbagai kepercayaan para leluhur ke
dalam budayanya, sehingga budaya tersebut dipandang sebagai suatu hal yang
mistis. Salah satunya ialah budaya Pasola.
Melalui kajian teologis ini maka penulis menyimpulkan bahwa upacara
Pasola dalam kebudayaan suku Marapu, memiliki makna positif yang sejalan
dengan ajaran Alkitab, yakni memelihara kasih terhadap sesama dengan
menjunjung tinggi tali persaudaraan antar satu dengan yang lainnya. Tetapi disisi
lain, upacara Pasola mengandung unsur-unsur mistis di dalamnya, sehingga
menjadikan kebudayaan ini bertentangan dengan ajaran Alkitab, yakni pemujaan
kepada roh-roh leluhur atau nenek moyang. Artinya, dalam unsur kepercayaan,
upacara Pasola masih melakukan praktik penyembahan berhala. Ritual inilah yang
pada akhirnya bertentangan dengan ajaran Alkitab dalam kekristenan.
Saran
Sebagai orang Kristen secara umum dan khususnya mahasiswa Kristen yang
notabennya sudah memahami tentang ajaran Alkitab, kita perlu melihat hal-hal
positif yang terkandung di dalam setiap kebudayaan atau adat-istiadat yang ada
disekitar kita, sehingga menjadi motivasi bagi kita dalam menjalani kehidupan. Di
samping itu, sebagai orang Kristen, janganlah kita menolak ataupun mengucilkan
masyarakat atau orang-orang disekitar kita yang masih menganut budaya atau
adat-istiadat yang berkaitan dengan penyembahan berhala, tetapi sebaliknya
hendaklah kita menjadi orang-orang yang senantiasa menghidupi kasih Kristus
8
bagi sesama kita dan tetaplah menjadi suratan yang terbuka bagi sesama melalui
perkata dan perbuatan kita.
Tugas kita adalah belajar dengan sungguh-sungguh dan mulai menelaah
dengan cermat budaya atau adat-istiadat apa saja yang sesuai dengan ajaran
Alkitab dan budaya atau adat-isitadat apa saja yang bertentangan dengan ajaran
Alkitab, sehingga kita tidak gampang terpengaruh dan mengikuti prakti-praktik
budaya yang bertentangan dengan Alkitab, melainkan kita harus menjadi teladan
bagi sesama, dengan memberitakan kebenaran yang sesungguhnya mengenai
perilaku-perilaku yang berkenan dan yang tidak berkenan dihadapan Tuhan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Boro, Paulus Lete. 1995. Pasola, permainan ketangkasan berkuda lelaki Sumba,
Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Jakarta: Obor Publisher
Inna, Yulita Tamo “Peranan Adat Pasola Sebagai Alat Pemersatu Antar Daerah
di Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur”, dalam
Jurnal Ilimah Universitas PGRI Yogyakarta (Yogyakarta: Univ. PGRI
Yogyakarta, 2015)
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/2014/12/11/pasola
Holladay, BibleWorks 10
10
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penulisan
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara Kepulauan terbesar di dunia.
Terdapat kurang lebih 17.504 pulau yang termasuk ke dalam wilayah kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Deputi Kedaulatan Maritim
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, di mana 16.056 pulau telah
dibakukan namanya di PBB hingga Juli 2017. Selain memiliki banyak pulau,
Indonesia juga memiliki banyak kebudayaan di setiap daerah atau kepulauan. Dari
setiap suku yang tersebar di setiap pulau di Indonesia, masing-masingnya
memiliki keanekaragamanan. Indonesia yang kaya akan ragam seni budaya sudah
semestinya Indonesia berbangga dan hendak melestarikan serta menjaga ragam
seni budaya yang ada. Setiap pulau yang tersebar di Indonesia memiliki suku-suku
kecil yang masih mempertahankan adat istiadat dan kebudayaannya, sebab adat
merupakan cerminan dari kepribadian suatu bangsa yang merupakan penjelmaan
dari jiwa bangsa yang bersangkutan sepanjang masa. 1 Cerminan kepribadian
berarti berkaitan dengan identitas suatu bangsa.
Upacara Pasola di Kabupaten Sumba Barat Daya – Nusa Tenggara Timur
adalah salah satu kebudayaan di Indonesia yang masih dipertahankan dan
dilakukan dari generasi ke generasi. Hingga saat ini upacara Pasola masih terus
diadakan. Upacara Pasola adalah upacara ritual Marapu yang diselenggarakan
oleh orang Sumba bagian Barat Daya untuk merayakan musim tanam padi. Selain
itu, Pasola merupakan bentuk ritual untuk menghormati Marapu, mohon
pengampunan, kemakmuran dan untuk hasil panen yang berlimpah. Upacara
Pasola dilakukan dengan seksama dan kusyuk. Keikutsertaan masyarakat Marapu
dalam upacara Pasola adalah perbuatan yang benar di mata mereka. Hal inilah
1 Yulita Tamo Inna “Peranan Adat Pasola Sebagai Alat Pemersatu Antar
Daerah di Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur”,
dalam Jurnal Ilimah Universitas PGRI Yogyakarta (Yogyakarta: Univ. PGRI
Yogyakarta, 2015), 5.
1
yang membedakan antara masyarakat Marapu dengan kekristenan. Dalam
kekristenan, pemujaan terhadap leluhur adalah perbuatan yang menyimpang dari
kebenaran Alkitab.
Berkaitan dengan upacara Pasola, ada hal-hal positif dari upacara Pasola ini
yang dapat diterima atau disetujui oleh Alkitab, tetapi ada juga hal-hal negatif dari
upacara Pasola yang tidak dapat diterima atau tidak disetujui oleh Alkitab. Dengan
demikian, penulis akan memaparkan sekilas tentang budaya Pasola, kemudian
penulis akan mengkaji mengenai budaya Pasola dari perspektif atau sudut
pandang teologis.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang hendak
penulis paparkan dalam paper ini ialah berkaitan dengan kajian teologis terhadap
upacara Pasola dalam budaya Suku Marapu, Kab. Sumba Barat Daya, Nusa
Tenggara Timur.
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini, ialah sebagai berikut:
1) Untuk memenuhi salah satu tugas akhir dari mata kuliah Teologi Perjanjian
Lama 1.
2) Untuk menambah wawasan bagi penulis tentang kebudayaan suku Marapu,
khususnya mengenai upacara Pasola.
3) Untuk mengkaji secara teologis upacara Pasola dalam kebudayaan suku
Marapu.
2
BAB II
KAJIAN TEOLOGIS TERHADAP BUDAYA PASOLA
DI KAB. SUMBA BARAT DAYA–NUSA TENGGARA TIMUR
A.
Selayang Pandang tentang Upacara Pasola
Propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki tiga pulau besar, yakni pulau
Timor, pulau Flores dan pulau Sumba. Kabupaten Sumba Barat Daya 2 terletak di
pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kabupaten SBD mempunyai ritus Pasola
yang sangat khas dengan muatan sejarah yang sudah mentradisi. Pasola adalah
suatu upacara yang dilakukan untuk menyambut permulaan penanaman padi di
daerah Sumba Bara Daya. Penanggalan pelaksanaan upacara ini ditentukan oleh
rato (tokoh adat yang berwewenang). Pasola merupakan bagian dari serangkaian
upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut
agama asli yang disebut Marapu (Agama lokal masyarakat Sumba). 3 Upacara
Pasola bagi masyarakat Marapu tidak dilepaskan dari kisah kembara purba tiga
bersaudara Ngongu Toumatutu, Yagi Waikareri, dan Ubu Dulla dari kampung
Waiwuang (sebuah perkampungan adat di Wanokaka). Kisah yang kemudian
merangkaikan jalin kawin mawin
Waiwungang
(Wanukaka)
dengan
Tossi (Kodi) di mana memetaraikan
ritus, “Nyale dan Pasola” yang
digelar mentradisi hingga kini.
Seperti yang telah disinggung
sedikit dalam bab 1, upacara Pasola
adalah upacara ritual Marapu yang
Gambar 1.1
diselenggarakan oleh orang Sumba
bagian Barat Daya dengan tujuan untuk merayakan musim tanam padi. Dalam
2 Selanjutnya disingkat “SBD”.
3 Paulus Lete Boro, Pasola, permainan ketangkasan berkuda lelaki
Sumba, Nusa Tenggara Timur, Indonesia (Jakarta: Obor, 1995), 1-2.
3
Gambar 1.2
melaksanakan upacara tersebut, ada berbagai ritual yang diadakan oleh
masyarakat suku setempat. Ritual tersebut dilakukan untuk menghormati Marapu,
mohon pengampunan, kemakmuran dan untuk hasil panen yang melimpah.
Biasanya upacara ini dilaksanakan dalam bulan Februari. Perayaan puncak mulai
6 sampai 8 hari setelah bulan purnama. Bulan tersebut merupakan waktu di mana
pantai bagian selatan menjadi tempat munculnya banyak sekali cacing nyale yang
berbentu kecil. Ini adalah tanda musim Pasola dimulai.
Puncak dari upacara Pasola
biasanya diisi oleh orang-orang
yang disebut “prajurit Marapu”. Di
mana
mereka
punggung
menunggang
kuda
sambil
melemparkan lembing kayu kepada
Gambar 1.2
penunggang kuda yang lainnya. Yang menjadi lawan dalam Pasola ialah dari suku
lain. Pasola tidak hanya menjadi bentuk keramaian, tetapi menjadi salah satu
bentuk pengabdian dan aklamasi ketataatan kepada sang luhur. Dalam hal ini juga,
upacara Pasola menjadi perekat jalinan persaudaraan antara dua kelompok yang
turut dalam Pasola dan bagi masyarakat umum.
B.
Kajian Teologis Terhadap Upacara Pasola
Dari pemamaparan singkat tentang upacara Pasola, maka ada dua bagian
penting yang hendak penulis kaji secara teologis, yakni sebagai berikut:
Pertama yang perlu kita bahas ialah mengenai hal positif yang menurut
penulis hal ini disetujui atau diajarkan di dalam Alkitab. Penelitian membuktikan
bahwa salah satu esensi atau tujuan diadakannya upacara Pasola ini adalah untuk
memperkokoh
persatuan
dan
kesatuan
kekerabatan
dan
meningkatkan
silahturahmi dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya.4 Artinya sikap
4 Yulita Tamo Inna “Peranan Adat Pasola Sebagai Alat Pemersatu Antar
Daerah di Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur”,
dalam Jurnal Ilimah Universitas PGRI Yogyakarta, 9.
4
saling mengasihi dan saling menghargai antar sesama masih terjalin dengan baik
di dalam masyarakat Marapu. Hal ini merupakan pelajaran positif yang sesuai
dengan pengajaran Alkitab dan diterima oleh kekristenan.
Salah satu bentuk saling mengasihi dan saling menghormati diperlihatkan
dalam kisah Abraham dan Lot dalam Kejadian 13:1-18, di mana untuk menjaga
persaudaraan, Abraham mengambil tindakan untuk saling berbagi tempat
kediaman bersama Lot. Di ayat 8 Abraham berkata, “Janganlah kiranya ada
perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para
gembalamu, sebab kita ini kerabat.” Dalam bahasa Ibrani, kata Kerabat : חנו ו
אנ נ ח
א
“anakhenu”5 yang berarti “We / with ourselves”. Kata ini menunjukkan suatu
kesatuan atau hubungan yang erat antara satu dengan yang lain. Hubungan
kekeluargaan sangatlah penting bagi orang Ibrani. Oleh sebab itu Abraham
menjaga dan memeliharanya seperti yang dikisahkan di dalam ayat tersebut.
Hal yang sama yang ditekankan oleh penulis kitab-kitab Injil. Dalam Injil
Matius 22:39, Yesus mengajarkan kepada seorang ahli Taurat demikian, “37Jawab
Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Hukum yang
pertama Yesus mengajarkan kepada ahli taurat tersebut untuk senantiasa
mengasihi Tuhan. Selanjutnya, hukum kasih yang sama yang Yesus sampaikan
ialah tentang kasih terhadap sesama. Dalam hal ini Yesus mengajarkan untuk
setiap manusia hidup dalam kasih terhadap sesama selayaknya kasih persaudaraan
(bnd. Yoh. 13:34).
Dalam tulisan surat-surat di PB juga dijelaskan mengenai kasih
persaudaraan. Dalam Roma 12:10 dikatakan, “10Hendaklah kamu saling
mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat”.
Kemudian dalam Ibrani 13:1, “Peliharalah kasih persaudaraan!”. Salah satu
bukti yang tetap dari kehidupan Kristen mula-mula ialah cara orang Kristen
5 Holladay kata “ אנ נחחנ
” א, berarti “We / With ourselves” (BibleWorks 10).
5
berhubungan dengan sesamanya. Artinya persaudaraan itu sangat penting dalam
kehidupan orang-orang percaya. Selanjutnya dalam 1 Yohanes 4:20 penulis
menekankan bahwa, “20Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia
membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak
mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang
tidak dilihatnya.” Dalam hal ini kasih terhadap sesama harus lahir dari hati yang
tulus, bukan dengan terpaksa.
Dari beberapa kajian Alkitabiah diatas, maka penulis memberi suatu
pandangan bahwa upacara Pasola adalah suatu adat dalam budaya masyarakat
Marapu yang cukup baik mengajarkan kasih persaudaraan yang sesuai dengan
Alkitab. Walaupun pada kenyataannya masyarakat suku Marapu belum
mengetahuan dan mengerti tentang Alkitab. Tujuan yang benar inilah yang perlu
dipertahankan dan dilestarikan. Allah adalah kasih! Bukti kasih Allah ialah
melalui pengorbanan Yesus Kristus demi menyelamatkan umat ciptaan-Nya. Oleh
sebab itu setiap orang yang percaya kepada-Nya harus menghidupi kasih kepada
sesama dalam kehidupannya sehari-hari.
Kedua, walaupun dalam tradisi Pasola itu terkandung nilai-nilai kehidupan
yang baik dan sesuai dengan ajaran Alkitab, tetapi ada juga hal-hal negatif yang
penulis lihat dalam upacara Pasola ini, sehingga ada sisi lain dari upacara ini yang
ditolak atau bertentangan dengan ajaran Alkitab. Salah satu tujuan diadakannya
upacara Pasola adalah sebagai bentuk ritual untuk menghormati Marapu atau
suatu bentuk pemujaan kepada roh nenek moyang dan leluhur. Ini merupakan
penyembahan berhala yang masih berlaku dalam kebudayaan masyarakat Marapu.
Dalam Keluaran 20:3-6, Allah memberikan suatu hukum yang mengatur
pola ibadah atau penyembahan khusus untuk bangsa Israel. Pada intinya Allah
hendak menegaskan ketidaksukaan-Nya terhadap penyembahan berhala yang
dilakukan oleh bangsa Israel selaku umat Tuhan. Namun dalam Keluaran 32:1-35
bangsa Israel melakukan kejahatan di mata Tuhan dengan membuat lembu emas
untuk disembah sebagai tuhan mereka. Tindakan bangsa Israel membangkitkan
murka Tuhan (ayat 9, 10, 35).
6
Selanjutnya Paulus mengajarkan kepada jemaat di Korintus untuk menjauhi
penyembahan berhala (1 Kor. 20:24). Ini adalah peringatan keras bagi orangorang di Korintus untuk tidak berbangga dengan kebebasan yang mereka miliki.
Berbagai praktik penyembahan berhala merupakan salah satu tantangan yang
dihadapi oleh para Rasul dalam memberitakan Injil Yesus Kristus.
Berdasarkan beberapa ayat diatas, penulis mengkaji suatu pemahaman
teologis, yakni pada hakekatnya Allah adalah Pencipta langit dan bumi beserta
segala isinya termasuk manusia. Manusia dikatakan makhluk yang diciptakan
serupa dan segambar dengan Allah. Dengan demikian, sebagai ciptaan Allah,
sudah seharusnya kita menyembah Dia yang adalah Pencipta kita. Sebagai
Pencipta, Ia layak untuk mengatur kehidupan seluruh ciptaan-Nya. Salah satu
bentuk penyimpangan yang dilakukan manusia sebagai ciptaan terhadap Allah
sang Pencipta adalah dengan menyembah allah-allah lain, dengan kata lain
menyembah berhala. Penyembahan berhala bisa dikatakan sebagai suatu tindakan
manusia “menolak” atau “membenci” Allah. Selain itu, penyembahan berhala
dapat dikatakan juga sebagai suatu tindakan manusia yang tidak mau diatur,
melainkan hendak mengatur dirinya sendiri. Hal ini membuat manusia melupakan
hakekatnya yakni hanya sebagai ciptaan dan menyamakan Allah sang Pencipta,
Pribadi yang Tinggi Luhur itu, dengan patung-patung berhala atau roh-roh nenek
moyang. Inilah suatu kejahatan yang keji dihadapan Tuhan.
7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya semua kebudayaan yang ada di suatu bangsa memberikan
sumbangsih yang besar bagi bangsa tersebut, khususnya dalam aspek pariwisata.
Dengan beranekaragam budaya yang ada, membuat nilai atau identitas suatu
bangsa semakin dipandang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa manusia
seringkali memasukkan pemahaman dan berbagai kepercayaan para leluhur ke
dalam budayanya, sehingga budaya tersebut dipandang sebagai suatu hal yang
mistis. Salah satunya ialah budaya Pasola.
Melalui kajian teologis ini maka penulis menyimpulkan bahwa upacara
Pasola dalam kebudayaan suku Marapu, memiliki makna positif yang sejalan
dengan ajaran Alkitab, yakni memelihara kasih terhadap sesama dengan
menjunjung tinggi tali persaudaraan antar satu dengan yang lainnya. Tetapi disisi
lain, upacara Pasola mengandung unsur-unsur mistis di dalamnya, sehingga
menjadikan kebudayaan ini bertentangan dengan ajaran Alkitab, yakni pemujaan
kepada roh-roh leluhur atau nenek moyang. Artinya, dalam unsur kepercayaan,
upacara Pasola masih melakukan praktik penyembahan berhala. Ritual inilah yang
pada akhirnya bertentangan dengan ajaran Alkitab dalam kekristenan.
Saran
Sebagai orang Kristen secara umum dan khususnya mahasiswa Kristen yang
notabennya sudah memahami tentang ajaran Alkitab, kita perlu melihat hal-hal
positif yang terkandung di dalam setiap kebudayaan atau adat-istiadat yang ada
disekitar kita, sehingga menjadi motivasi bagi kita dalam menjalani kehidupan. Di
samping itu, sebagai orang Kristen, janganlah kita menolak ataupun mengucilkan
masyarakat atau orang-orang disekitar kita yang masih menganut budaya atau
adat-istiadat yang berkaitan dengan penyembahan berhala, tetapi sebaliknya
hendaklah kita menjadi orang-orang yang senantiasa menghidupi kasih Kristus
8
bagi sesama kita dan tetaplah menjadi suratan yang terbuka bagi sesama melalui
perkata dan perbuatan kita.
Tugas kita adalah belajar dengan sungguh-sungguh dan mulai menelaah
dengan cermat budaya atau adat-istiadat apa saja yang sesuai dengan ajaran
Alkitab dan budaya atau adat-isitadat apa saja yang bertentangan dengan ajaran
Alkitab, sehingga kita tidak gampang terpengaruh dan mengikuti prakti-praktik
budaya yang bertentangan dengan Alkitab, melainkan kita harus menjadi teladan
bagi sesama, dengan memberitakan kebenaran yang sesungguhnya mengenai
perilaku-perilaku yang berkenan dan yang tidak berkenan dihadapan Tuhan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Boro, Paulus Lete. 1995. Pasola, permainan ketangkasan berkuda lelaki Sumba,
Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Jakarta: Obor Publisher
Inna, Yulita Tamo “Peranan Adat Pasola Sebagai Alat Pemersatu Antar Daerah
di Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur”, dalam
Jurnal Ilimah Universitas PGRI Yogyakarta (Yogyakarta: Univ. PGRI
Yogyakarta, 2015)
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/2014/12/11/pasola
Holladay, BibleWorks 10
10