Jeunet sebagai Auteur Analisa Pola Form

JEUNET AS AN AUTEUR
ANALISA POLA FORM DALAM FILM AMELIE (2001), A
VERY LONG ENGAGEMENT (2004) DAN MIC MAC
(2009)

Julita Pratiwi

2014

“When you make something you like and audiences reject it, the experience can
be painful. But I’ve discovered…that when you make something you aren’t
exactly satisfied with, and someone tells you it’s great, that’s even more painful
and frustrating.”
Jean-Pierre Jeunet

2

DAFTAR ISI

3


BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kata auteur atau author sudah tercetus semenjak era film bisu di tahun 1920,
para kritikus film Perancis sering menggunakan kata ini saat berbicara mengenai
gerakan art cinema yang sedang marak berkembang di zaman itu. Di Jerman
sering disebut dengan autorenfilm, mengacu pada isu polemik mempertanyakan
keberadaan pengarang di sinema? Pada era itu diyakini bahwa penulis skenario –
lah yang berhak menjadi pengarang bukan seorang pengarah film (baca:
sutradara).

Perbincangan mengenai politique des auteurs menghangat pada akhir 1950
menuju awal 1960, hal ini berawal dari sebuah essay yang dituliskan oleh
Alexandre Astruc yang berjudul ‘Birth of a New Avant-Garde: The Camera Pen’ di
tahun 1948, dimana Astruc percaya bahwa untuk menjadikan sinema setara
dengan seni sastra dan seni rupa, sutradara tidak harus selalu menservis cerita
yang sudah ada (skenario), tetapi ia memiliki hak untuk menginterpretasikan

cerita dan berkreatif sesuai yang dikehendakinya layaknya seniman. Kemudian
disusul oleh tulisan dari seorang anggota Cahier yakni Francois Truffaut di tahun
1954 ‘A Certain Tendency of the French Cinema’, ia mengkritik keberadaan
cinema du papa, lalu ia mengungkapkan opininya bahwa sutradara harus dapat
merepresentasikan kepribadiannya lewat film yang ia buat. Sampai pada akhirnya
terbentuk sebuah rumusan Auteur adalah sutradara yang berani memainkan
style filmnya, dan terdapat suatu pola atau tanda pada film-filmnya yang
membuat penonton mengenali film sang sutradara. Oleh karena itu, Cahier du
Cinema dikatakan sebagai tokoh kunci yang kuat dalam melahirkan auteur.

4

Dampak terbesar dari terumuskannya politique des auteurs ini, para kritikus
cahier akhirnya dapat mengkategorikan sutradara-sutradara mana yang layak
dibahas (dalam hal ini auteurs) dan sutradara-sutradara mana yang tidak perlu
dibahas (dalam hal ini realisateur, sutradara yang hanya melayani cerita). Pada
zamannya, anggota Cahier kerap membanggakan sutradara-sutradara semacam
Alfred Hitchcock, Howard Hawks, Jean Renoir, Akira Kurosawa, Satyajit Ray,
mereka diyakini sebagai auteur yang sesungguhnya.


Sudah lebih dari 60 tahun teori Auteurs ada, dan banyak sekali sutradarasutradara yang bermunculan, baik sutradara yang dapat mencuri perhatian
penonton, sutradara yang memiliki cara mengkemas cerita yang unik, sutradara
yang menjadi perbincangan para kritikus, dan amat sangat besar kemungkinan
para sutradara ini dianalisis apakah mereka auteur atau hanya realisateur ? Hal
tersebut menjadi menarik untuk dibahas, salah seorang sutradara yang akan
penulis angkat yakni Jean Pierre Jeunet, ia dapat dikatakan sebagai sutradara
yang lahir di era 1990-an – 2000an. Ia memiliki kekuatan di keunikannya dalam
mengemas cerita dan gayanya yang tak seperancis itu, karena ia lahir di tempat
yang sama dengan teori auteur lahir, maka dari itu penulis ingin mencoba
menganalisa dirinya.

1.2

Rumusan Masalah

Dalam penulisan ini, penulis berharap dapat mencari tahu apakah Jean Pierre
Jeunet dapat dikatakan sebagai Auteur? Elemen-elemen sinema apa saja yang
dapat menjadikan Jean Pierre Jeunet sebagai seorang auteur? Atau apakah dia
hanya seorang realisateur ?


5

1.3

Ruang Lingkup
Sepanjang karir Jean Pierre Jeunet di dunia film, ia telah memproduksi 7 film
layar lebar. Di tahun 1991, ia dan Marc Caro memulai debutnya lewat
Delicatessen, lalu mereka lanjut memproduksi The City of Lost Children di tahun
1995. Dua tahun kemudian, Jeunet memulai debut komersilnya sendiri tanpa
Caro lewat Alien Resurrection. Di tahun 2001, ia kembali ke dunia fantasinya Le
Fabuleux destin d’l Amelie Poulain (Amelie), lalu 2004 ia mengadaptasi sebuah
novel karangan Sébastien Japrisot dengan judul yang sama Un long dimanche de
fiançailles (A Very Long Engagement), di tahun 2009 ia menggarap Mic Mac A
Tire Larigot dan terakhir di tahun 2013 ia menyutradarai The Young Prodigious
and Spivet.

Penulis akan fokus pada film-film Jeunet yang dirasa memiliki pola kesamaan
elemen yang kuat yakni: Le fabuleux destin d’l Amelie Poulain (2001), Un Long
Dimanche de fiancailles (2004) dan Mic Mac a Tire Larigot (2009). Ketiga film
tersebut menjadi pilihan dikarenakan di awal karir film Jeunet, gaya yang ia

bangun masih terdapat campur tangan Caro, ketiga film diatas adalah film yang
penulis rasa Jeunet sudah mulai mandiri dalam membangun gayanya.

1.4

Metodelogi Analisa
Metode yang dilakukan dalam analisa auteur pada film-film Jean Pierre Jeunet,
yakni menggunakan analisa pola form.

6

BAB II
ISI
2.1

Analisa Pola Form
Pola form yang dimaksud disini lebih kepada pola naratif (narrative pattern).
Maka dari itu, penulis mencoba mencari kesamaan elemen naratif yang ada pada
film-film Jeunet yang akan di analisa, dan elemen naratif yang dirasa memiliki
kesamaan pola yakni dari sosok narator, protagonis yang unik dan banyaknya

karakter pendukung dalam film Jeunet.
2.1.1

Ciri Khas pada Narator Jeunet
Saat kita berbicara mengenai narator, amat erat kaitannya dengan narasi.
Narasi adalah proses penyampaian informasi cerita kepada spektator
(penonton), narator dalam hal ini dapat dikatakan sebagai agen yang
menuturkan cerita. Sama halnya seperti literatur, narator dalam film
dibagi menjadi narator dengan sudut pandang orang pertama (subjective
point of view) dan narator dengan sudut pandang orang ketiga (objective
point of view). Dan ini menjadi pilihan tersendiri bagi sutradara.
Dari ketiga film Jeunet yang penulis analisa, dua diantaranya yakni Le
Fabuleux destin d’l Amelie Poulain dan Un Long Dimanche de fiancailles
Jeunet memutuskan untuk menggunakan narator, sedangkan dalam film
Micmac A Tire Larigot penulis tidak menemukan adanya narator.
Narator yang ada dalam film Jeunet bukan lah narator dengan sudut
pandang orang pertama atau tidak mengacu pada suara salah satu tokoh
yang ada dalam film, melainkan narator dengan sudut pandang orang
ketiga (objective point of view), diibaratkan kita penonton tidak tahu
sosoknya di dalam film tetapi kita berasumsi ia adalah sosok yang tahu

segalanya. Bordwell dan Thompson menyebutnya dengan sebutan noncharacter narrator atau anonymous voice over, hal ini membuat penulis

7

yakin bahwa Jeunet seperti ingin menyampaikan narasi lewat god voice
atau suara tuhan.
Disini penulis menemukan keunikan dari cara Jeunet membangun sosok
naratornya, kebanyakan film yang menggunakan elemen narator dalam
penceritaannya, mereka cenderung membiarkannya tampak biasa saja,
tetapi Jeunet memperhatikan betul apa yang ia inginkan dari sang narator
ini, mulai dari cara bertuturnya, kesan yang akan sampai di benak
penonton, detil informasi yang diberikan narator, narator bukan saja
sebagai penuntun cerita bagi penonton melainkan membantu penonton
mengidentifikasi tokoh-tokoh secara lebih dalam.
Narator pada film Le Fabuleux Destin d’l Amelie Poulain (2001) diisi oleh
suara seorang laki-laki dewasa, perannya dominan pada bagian awal film,
khususnya dalam introduksi tokoh protagonis Amelie beserta tokoh-tokoh
yang ada di sekitar Amelie, seperti Ayahnya, Ibunya, orang-orang di Café
tempat Amelie bekerja Suzzane, Georgette, Gina, Hipolito dan Joseph.
Nino lelaki yang diam-diam ia sukai, dan lainnya. Saat pengenalan tokoh,

narator sering kali di awal menjelaskan tentang pekerjaan tokoh tersebut,
lalu penjelasan mengenai apa yang disukai dan tidak disukai oleh tokoh,
lalu kebiasaan unik yang tokoh tersebut lakukan. Berikut introduksi tokoh
Raphael Poulain, ayah Amelie:

Screen Capture - Introduksi Raphael Poulain durasi 03.20 - 04.05

8

“Ayahnya, mantan dokter tentara, bekerja di sebuah spa di Enghien les Bains.
Raphael Poulain menyukai: pipis berdekatan dengan orang lain. Dia tidak
menyukai: pandangan sinis kepada sandalnya, celana renang yang tipis dan
menempel. Raphael Poulain menyukai: mengupas lembaran wallpaper yang
lebar, mengatur semua sepatu miliknya kemudian menyemirnya, mengosongkan
kotak perkakas membersihkannya dan merapikannya kembali” – Narator.

Dari salah satu contoh scene introduksi diatas, kita dapat menyimpulkan
narator memberikan deskripsi dari hal yang paling umum (seputar peran
tokoh tersebut terhadap protagonis dan pekerjaannya) sampai hal yang
spesifik (hal yang disukai, tidak disukai, kebiasaan yang dilakukan tokoh).

Cara bertuturnya blak-blakan, seperti penuh kespontanan, terkesan
annoying atau menyebalkan tetapi justru disitulah kekuataannya, ada
kesan mencoba melebih-lebihkan realita namun pada kenyataannya
memang seperti itulah yang ditunjukkan oleh film.
Seperti salah satu scene awal yang menerangkan hubungan Amelie
dengan Raphael Poulain,

Screen Capture - Raphael Poulain dan Amelie durasi 04.47 - 05.13

“Amelie berumur 6 tahun, seperti layaknya setiap gadis kecil, dia sangat
menyukai ketika dipeluk ayahnya, namun ayahnya tidak pernah menyentuhnya,
kecuali saat pemeriksaan kesehatan bulanan. Hal tersebut membuat jantungnya

9

berdebar-debar. Ayahnya lalu berpikir ia memiliki kelainan jantung, diputuskan
tidak layak sekolah, Amelie lalu belajar di rumah sama Ibunya” – Narator

Bila dilihat secara sederhana mungkin scene ini tampak menerangkan
tentang hubungan Amelie kecil dengan ayahnya saja, akan tetapi ada hal

lain yang ingin scene ini sampaikan. Ada hal konyol dari cara narator
menyampaikan bahwa Ayah Amelie percaya anaknya memiliki kelainan
jantung cuman karena jantung Amelie kecil selalu berdebar tiap kali
ketemu ayahnya, hal ini bila kita talar amatlah tidak masuk di logika,
tetapi entah kenapa kita penonton seperti ikut terbawa dan setuju
dengan apa yang disampaikan oleh narator. Dugaan yang salah ini yang
mengakibatkan efek besar di kehidupan Amelie pada nantinya, seperti
akhirnya ia belajar di rumah dengan Ibunya, lalu ia tidak punya teman, ia
selalu berimajinasi, memiliki teman khayalan, sampai seluruh khayalan itu
terbawa hingga Amelie beranjak dewasa.

10

Berbeda dengan sosok narator yang Jeunet bangun dalam film Un long
dimanche de fiancailles (2004), memiliki kesan yang lebih formal
dibanding narator pada film Amelie. Diisi oleh suara seorang wanita, cara
penyampaiannya lugas, serius, dan cenderung to the point, walaupun
kadang disisipi gaya deskripsi berlebihan ala Amelie. Salah satunya di
scene introduksi, dimana narator mendeskripsikan kondisi medan perang
Battle of Somme dimana ada lima tawanan perang yang mencoba bunuh

diri.

Screen Capture - Introduksi Tawanan Pertama 2124 - durasi 02.13 - 04.13

“Sabtu 6 Januari 1917, lima prajurit tahanan dikawal ke Bouchavesnes, di
garis depan Somme. Yang Pertama, periang dan pemberani, memakai
label nomor 2124. Dia berasal dari daerah Seine. Di kakinya ada sepatu
boot diambil dari seorang Jerman. Sebelum menjadi 2124, ia dikenal
dengan Bastoche, dan berpacaran dengan wanita cantik, Veronique
Passavant…” – Narator.

11

Terdapat sekitaran dua menit, narator mendeskripsikan masing-masing
tawanan tersebut. Gaya pendeskripsian ala Amelie-nya terletak seperti ‘di
kakinya ada sepatu boot yang diambil dari seorang Jerman’ suatu detil
yang ingin menunjukkan bahwa Bastoche adalah seseorang yang suka
menukar sepatunya dengan sepatu mayat tentara Jerman, secara logika
kalau kita coba telaah ada-ada saja tentara yang sedang perang
menyempatkan diri untuk mengganti sepatu bootnya dengan tentara yang
telah terbunuh, namun ini tetap bagian dari keunikan dan menjadi
planting information sendiri untuk tokoh Bastoche.
Tidak seperti film Amelie yang dari awal penonton sudah dapat
mengidentifikasi Amelie sebagai protagonis, film ini tidak secara langsung
memperkenalkan protagonis di awal penceritaan, yang menjadi
penekanan Jeunet di awal justru kisah mengenai 5 tawanan Battle of
Somme, setelah itu baru kita penonton diperkenalkan sosok wanita yang
adalah tunangan dari salah seorang 5 tawanan perang, barulah kita
penonton dapat mengidentifikasi Mathilde sebagai protagonis.
Untuk film Mic Mac A Tire Larigot karena tanpa narator, penulis
memutuskan untuk tidak menjelaskannya secara detil, namun penulis
merasa periu menjelaskan sebagai bentuk yang berbeda dengan kedua
film diatas.
Dengan tidak adanya narator di Mic Mac, penulis merasa Jeunet mencoba
membuat penontonnya mandiri, tidak selalu dimanja dengan keberadaan
narator. Penonton mencoba mencari cue-cue atau informasi film lewat
aksi yang diperbuat protagonist tanpa adanya bimbingan dari god voice.
Hal ini juga membuat pengiritan informasi, saat ada narator yang
mengiringi cerita – sama halnya audio memberikan informasi yang sama
dengan gambar – terjadi pengulangan informasi.

12

Screen Capture - Bazil menonton film – durasi 03.40 – 05.47
Deskripsi Scene : Bazil sedang berjaga malam di Toko Video Rental Matador, ia
menonton The Big Sleep (1946), sambil meniru dialog yang dilontarkan dari
tokoh Phillipe Marlowe dan Vivian. Tak lama kemudian ada suara kebut-kebutan
motor dan mobil lalu suara tembakan, dan tidak sengaja ada peluru tembakan
yang lepas dan tepat mengenai kepala Bazil.

Dari salah satu scene di atas, kita penonton dapat mengetahui sosok
protagonis Bazil dari aksi yang dia lakukan, ia mencoba mendubbing atau
meniru dialog dalam film The Big Sleep, dari aksi tersebut kita dapat
mengetahui hal tersebut adalah kebiasaan unik yang dilakukan tokoh
Bazil, kita penonton berasumsi ia hafal dikarenakan tiap menjaga malam
toko, film itulah yang selalu ia putar. Adegan selanjutnya dimana terdapat
kendaraan motor dan mobil yang saling mengejar lalu kepalanya terkena
peluru yang tidak sengaja terlepas, menjadi bagian dari gaya penceritaan
out of logic milik Jeunet, yang masih dapat kita jumpai di dalam Amelie.

2.1.2

Protagonis dan Keunikannya
Dalam film Jeunet sering kali dijumpai protagonis yang mempunyai
keunikan. Keunikan yang dimaksud disini dapat dibangun dari segi apa
saja mulai dari kebiasaan protagonis, hal yang ia sukai dan tidak sukai,

13

kostumnya, ekspresi dan mimik wajahnya, bagaimana ia menghadapi
masalah di sekitarnya, masa kecilnya.
Seperti karakter Amelie yang diperankan oleh Audrey Tautou dalam Le
Fabuleux Destin d’l Amelie Poulain (2001), Amelie adalah sosok
perempuan yang pemalu dan polos, suatu hari ia menemukan kotak
peninggalan seseorang yang tinggal di apartemennya lalu ia memutuskan
untuk melakukan kebaikan pada orang-orang di sekelilingnya.
Penulis merasa sifat pemalu yang ada pada diri Amelie didapat dari mulai
ia kecil, ayahnya sang mantan dokter mengdiagnosis Amelie memiliki
kelainan jantung dan tidak bisa bersekolah, karena tidak sekolah ia tidak
pandai bersosialisasi dengan orang sekitarnya, lalu menjadikannya anak
yang suka berimajinasi. Ditambah Ibunya Amelie meninggal saat Amelie
kecil, dan ia tinggal bersama ayahnya yang konservatif, hal-hal tersebut
yang membentuk motivasi kuat dalam diri Amelie dewasa untuk pergi
meninggalkan ayahnya dan hidup sendiri, lalu mengeksplor hal-hal yang
belum pernah ia lakukan sebelumnya.
Hal yang mungkin terkesan sederhana dan kecil untuk kita, namun bagi
Amelie hal-hal kecil tersebut bermakna besar, seperti mengembalikan
kotak mainan laki-laki yang pernah tinggal di apartemennya, membuatkan
surat untuk Madeleine yang seolah-olah dari suaminya, memberanikan
diri berbicara dengan kakek tua yang menyeramkan, mengerjai Collignon
tukang sayur yang menyebalkan, dan sebagainya. Membuat kita sebagai
penonton merasa bahwa apa yang dilakukan Amelie terkesan kekanakkanakan. Hal ini tidak dapat disalahkan juga, karena kita dapat berasumsi
bahwa Amelie kecil tidak mendapatkan apa yang ia inginkan di usianya, Ia
baru bisa mendapatkan apa yang ia inginkan ketika ia dewasa.
Disamping kisah masa kecil yang membentuk kepribadian Amelie, berikut
beberapa kebiasaan yang akhirnya merekat di dirinya hingga ia dewasa:
14



Ia suka memperhatikan hal detil yang tidak diperhatikan orang lain
saat sedang menonton film.



Ia suka memperhatikan wajah penonton di bioskop dalam
kegelapan.



Ia menemukan kesenangan saat memasukan jemari tangannya ke
dalam gandum.



Ia suka memecahkan escreme brule dengan sendok teh.



Ia suka menghitung jumlah pasangan yang menjerit saat mencapai
orgasme di setiap malam.



Ia suka melempar batu kerikil di kanal st. martin.



Ia tidak suka melihat film Amerika, dimana supir tidak melihat
jalanan saat menyetir mobil.

Dari segi make up dan hairstyle yang mencolok pada diri Amelie yakni
rambutnya yang pendek dengan tepi melingkar, seperti suatu gaya rambut
yang sengaja Jeunet ciptakan, keunikannya justru terbentuk dari gaya
rambutnya. make upnya natural. Dilihat dari kostum, kita penonton
perempuan dibuat jatuh cinta dengan dress, sweeter dan sepatu boots
yang dikenakannya, dengan warna varian seperti hijau, merah, hitam,
orange, walau begitu kita bisa mengidentifikasi warna merahlah yang
menjadi warna favorit Amelie.

Protagonis Mathilde dalam film Un Long Dimanche de fiancailles, yang
secara sengaja Jeunet memilih Audrey Tautou juga untuk peran tersebut,
namun dengan sosok karakter yang sedikit berbeda dengan yang Tautou

15

perankan sebelumnya. Disini Mathilde diceritakan sebagai seorang wanita
yang dihadapi oleh berita pahit bahwa tunangannya telah meninggal di
medan perang Battle of Somme, dan ia mencoba mencari kenyataan akan
berita tersebut. Oleh karena itu, Mathilde dibangun sebagai seorang
wanita yang diselimuti kesedihan, penuh kesabaran, polos, mencoba
optimis, tegar, tidak pantang menyerah, berbeda dengan sosok Tautou di
Amelie yang lucu dan pemalu.

Meskipun film ini bergenre serius dan diselimuti sejarah kelam, masih ada
hal-hal unik yang coba Jeunet sisipkan pada kepribadian Mathilde:



Semenjak kematian orang tuanya, Mathilde kerap berbicara

dengan dirinya sendiri, “Abu jadi abu. Debu jadi debu..”


Ia suka memainkan alat music tuba, dikarenakan bunyinya yang

mampu menyamai panggilan darurat.


Ia suka membuat taruhan akan suatu hal yang ia yakini.

Dari segi kostum dan make up, memang tidak seperti karakter Amelie
yang segala kostum dan make upnya sengaja dibuat untuk mendukung
sosoknya yang polos dan pemalu, disini Mathilde diposisikan sebagai
seorang wanita yang sederhana dengan pakaian ala tahun 1900-an, dan
cenderung bewarna coklat dan berbau pastel tidak sevariatif warna
Amelie. Kita tidak menemukan suatu keunikan khusus dari kostum dan
dandanannya, ia hanya wanita normal yang hidup di awal abad 20.
Dalam film Mic Mac A Tire Larigot, dengan protagonis Bazil yang
diperankan oleh aktor Perancis Dany Boon. Bazil diceritakan sebagai
seorang pria malang yang di suatu malam ia terkena tembakan nyasar dan

16

pelurunya tertanam selamanya di kepalanya, ia mencoba bertahan hidup
sampai suatu hari ia ditemukan oleh grup Tire Larigot dan menjadi bagian
dari mereka, suatu ketika ia menemukan perusahaan yang memproduksi
peluru yang tertanam di kepalanya dan ranjau yang telah membuat
ayahnya meninggal, ia dibantu Tire Larigot memutuskan untuk balas
dendam pada perusahaan tersebut.
Seperti halnya protagonis Amelie dan Mathilde yang diceritakan
mengenai masa kecilnya, Bazil-pun memiliki masa kecil yang kelam, saat ia
masih kecil ia mengetahui ayahnya yang seorang tentara meninggal
karena ranjau, hal tersebut yang memotivasi Bazil besar untuk melakukan
balas dendam ke Perusahaan Ranjau yang telah membuat ayahnya
meninggal. Walaupun secara fisik Bazil dewasa tampak berwajah malang,
ia adalah sosok yang kreatif, pemberani, suka memunculkan ide brilian
dan jahil. Ia pun memiliki kebiasaan unik yang tak lain adalah:


Ia suka menghafal dialog pada sebuah film, dan mengucapkannya
kembali saat sedang menonton.



Ia suka mendubbing orang yang sedang menyanyi dan menjadikan hal
tersebut profesi.



Ia suka melakukan permainan bunyi jari tangan.



Ia suka melakukan pantomim.

Dari segi make up yang melekat pada diri Bazil yakni jahitan luka peluru
yang ada di keningnya. Karena ia diceritakan sebagai laki-laki yang
kehidupannya tidak terlalu brilian, tidak adanya kostum yang menuai
ketertarikan kuat di mata penonton. Kostumnya layaknya seorang laki-laki
sederhana, dengan sweeter, jaket dan jeans, atau topi kupluknya.

17

2.1.3.

Karakter yang Penuh dan Kaya

Tidak hanya memperhatikan narator dan protagonis saja, Jeunet
termasuk sutradara yang memperhatikan karakter-karakter lain di sekitar
protagonis karena mereka juga yang mendukung perkembangan alur
cerita. Kebanyakan sutradara lain hanya memfokuskan diri mereka dengan
protagonis atau karakter utama dalam film, disini penulis menemukan hal
yang berbeda dari sosok Jeunet sebagai seorang sutradara, ia mencoba
membuat karakter-karakter lain juga sama pentingnya untuk dibangun
tetapi tanpa melupakan protagonis dalam film itu sendiri. Maksud dari
kata ‘dibangun’ disini, Jeunet sampai memikirkan keunikan-keunikan pada
diri karakter-karakter lain, dengan begitu karakter-karakter yang ada pada
film Jeunet menjadi kaya. Karakter-karakter tersebut bukanlah karakter
yang dapat dihitung dengan jari 3,4 atau 5 melainkan melebihi angka itu.

18

Hubungan Amelie dengan karakter lain

Dalam film Amelie terdapat tiga ruang lingkup kehidupannya, pertama
keluarga (hijau), kedua tempat kerjanya di Two Wind Mill Café (biru),
ketiga yakni apartemennya (merah). Dimana dari ketiga ruang lingkup
tersebut-lah cerita mengalir dan menjadi penggerak motivasi bagi Amelie.
Amelie memiliki tujuan untuk melakukan kebaikan ke orang-orang
sekitarnya, maka di lingkup keluarga ia mencoba membuat ayahnya agar
mau travelling, di lingkup apartemen ia membantu Lucien yang selalu
dipojokkan bosnya Collignon, ia membuat surat untuk Madeleine yang
seolah-olah surat tersebut dari suaminya yang telah hilang, Mr.Dufayel
yang penyendiri melihat dunia luar lewat kumpulan rekaman TV dari
Amelie. Dari ruang lingkup kerjanya, Amelie mencoba menjodohkan
Giorgette dan Joseph, sampai di akhir film Amelie akhirnya bersama
dengan pria yang diam-diam ia suka Nino Quincampoix.

19

Hubungan Mathilde dengan karakter lain

Dalam film Un long dimanche de fiancailles , protagonis Mathilde memiliki
tujuan mencari kebenaran berita benarkah tunangannya Manech telah
tiada? Maka dari itu, yang mulai membantu Mathilde dalam pencarian
yakni ruang lingkup keluarga (hijau) yaitu pamannya Sylvain, lalu Pierre
Marie Rouvieres pegawai pemerintahan yang masih ada hubungan dekat
dengan keluarga Mathilde, selain itu ia menyewa detektif swasta Germain
Piere dalam penyelidikannya. Yang menarik adalah di saat Mathilde
menemukan saksi-saksi Battle of Somme (biru) yang memiliki keterangan
cerita yang berbeda-beda, berdasarkan sudut pandang mereka, dari mulai
Daniel Esperanza, Celestin Poux, hingga Mathilde menemukan satusatunya tawanan yang masih hidup Benoit Notredame. Dari situlah ia
mendapat informasi mengenai keberadaan Manech.

20

Hubungan Bazil dengan karakter lain

Pada film Mic macs, Bazil sang karakter utama dihadapkan dengan kenyataan
ia tahu perusahaan ranjau (La Vigilante De L’Armement) yang telah membuat
ayahnya meninggal dan perusahaan amunisi (Les Arseivaille D’Aubervillers)
yang pelurunya tertanam di kepalanya, disini ruang lingkup keluarga (hijau)
berperan dalam menceritakan kematian ayah Bazil kecil. Setelah ia dewasa ia
berencana melakukan aksi balas dendam khususnya pada para pemimpin
dari dua perusahaan tersebut (merah), ia dibantu oleh kelompok Tire Larigot
(biru), semacam kelompok pemulung kreatif yang hidup di pinggir kota.

21

BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari analisa elemen narator pada film Jeunet yakni ia cenderung
menggunakan narator dengan sudut pandang orang ketiga, ia lebih suka memiliki
sosok narator yang serba tahu, hal tersebut juga yang membuat karakterkarakter lain diluar protagonis pada film Jeunet menjadi kaya, karena deskripsi
detail yang dipaparkan oleh Narator. Walaupun ditemukan beberapa perbedaan
sosok narator di Amelie dan A Very Long Engagement namun masih dapat
ditemui gaya pemaparan detail yang out of logic a la Jeunet. Demikian dengan
Mic Mac yang tidak memiliki narator, namun masih memiliki gaya pengkemasan
cerita yang sama seperti Amelie.
Dari cara Jeunet membangun protagonis dari ketiga film diatas, walaupun beragam dari
segi gender, usia, dan latar belakang kehidupan, tetapi ada benang merah yang
menemukan ketiga protagonis tersebut. Protagonis yang selalu dibangun oleh
Jeunet adalah seseorang yang innocent dan polos, pribadi mereka saat dewasa
terbentuk kuat lewat masa kecil mereka yang kelam, seperti Amelie menjadi
seseorang yang ingin mengeksplor dunia sekitarnya dikarenakan masa kecilnya
yang tidak bisa kemana-mana, Mathilde menjadi sosok wanita yang tegar dan
penuh kesabaran dikarenakan saat masih kecil ia ditinggal orang tuanya dan
pernah mengalami sakit polio, Bazil menjadi pria malang yang berani membela
kebenaran dikarenakan rasa kebencian terhadap perusahaan yang telah
membunuh ayahnya secara tidak langsung. Masing-masing dari mereka memiliki
keunikannya sendiri-sendiri.

Karakter yang banyak dalam satu film, penulis merasa hal ini sudah didapat Jeunet dari
mulai ia membuat Delicatessen dan The City of Lost Children dengan Marc Caro, karena

22

terdapat karakter yang cukup banyak juga di dalam film tersebut, jadi ini bukan suatu
tantangan yang baru bagi Jeunet dalam mengarahkan sejumlah karakter dalam satu film.
Karakter-karakter tersebut ada bukan hanya sekedar sebagai pemanis atau dirasa perlu
ada melainkan memang keberadaannya yang secara tidak langsung mempengaruhi
protagonis dalam mencapai tujuan (goal), seperti karakter Amelie dalam melakukan
kebaikan ia butuh bantuan dari orang sekitar, Mathilde membutuhkan bantuan untuk
mencari tunangannya, Bazil membutuhkan teman-temannya untuk membantunya
membalaskan dendam ayahnya. Tanpa kita sadari dari semua karakter-karakter itu,
Jeunet sering membuat pola pengulangan dengan tipe karakter yang sama, seperti
karakter gendut yang menyebalkan – terdapat pada karakter Collignon di film Amelie,
dan karakter Lavrouye di film A Very Long Engagement, satpam Francois Marconi di Mic
Macs. Kemudian karakter perempuan polos – yang awalnya melekat di protagonis dalam
dua film Jeunet yang sebelumnya ia buat di film Mic Mac sebagai karakter pendukung
yakni si Calculator. Lalu Dominique Pinon yang tak pernah tak muncul dalam ketiga film
Jeunet, sebagai Joseph di Amelie, Paman Mathilde yang bernama Sylvain, lalu teman
Bazil, Buster.
Setelah melakukan analisa pola form pada naratif dari tiga film Jeunet: Le Fabuleux
destin d’l Amelie Poulain, Un Long Dimanche de Fiancailles dan Mic macs A Tire Larigot,
terdapat benang merah yang menyatukan film-film tersebut dan membuat penonton
menyadari keberadaan sosok Jeunet di dalamnya, hal itu lah yang menurut penulis
Jeunet bukan sekedar realisateur, tetapi ia adalah auteur.

23

Daftar Pustaka

Stam, Robert. 2000. Film Theory: An Introduction. Blackwell Publisher.
Hayward, Susan. 2006. Cinema Studies The Key Concept : Third Edition. New York : Routledge.
Thompson, Kristen dan David Bordwell. 1986. Film Art: An Introduction, Second Edition. New
York: Newberry Award Record Inc.

Denny Prabowo. 2011. Sudut Pandang (Point of View).
http://dennyprabowo.blogspot.com/2011/02/sudut-pandang-point-of-view.html. (diakses
tanggal 25 Desember 2014, pukul 09.40 WIB)
Internet Movie Database. 2001. Amelie (2001). http://www.imdb.com/title/tt0211915/?
ref_=fn_al_tt_1 . (diakses tanggal 25 Desember 2014, pukul 11.50 WIB)
Internet Movie Database. 2004. A Very Long Engagement (2004).
http://www.imdb.com/title/tt0344510/ (diakses tanggal 26 desember, 14.00 WIB)
Internet Movie Database. 2009. Mic Macs (2009). http://www.imdb.com/title/tt1149361/
(diakses tanggal 26 Desember 2014, 14.15 WIB)

24