ANALISIS SISTEM SERTIFIKASI DAN POTENSI

ANALISIS SISTEM SERTIFIKASI DAN POTENSIAL PASAR VULKANISIR BAN UNTUK PESAWAT TERBANG TUGAS BESAR

Diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Kelaikan Udara

Disusun Oleh :

Febriyan Prayoga

Yosua Andre Purnomo

Abdul Rozak Rivai F

PROGRAM STUDI AERONOTIKA DAN ASTRONOTIKA FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG 2015

PRAKATA

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan kehendak-Nya kami dapat menyelesaikan Analisis Sistem Sertifikasi dan Potensi Pasar Vulkanisasi Ban untuk Pesawat Terbang . Analisis ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah kelaikan Udara dengan kode AE4060 pada semester genap tahun akademik 2014/2015.

Tujuan dari perancangan ini adalah membuat konsep sertifikasi dari salah satu bagian pesawat terbang yang penting, yaitu ban vulkanisasi. Selain itu dilakukan juga analisis potensi pasar yang dapat dimasuki oleh pabrikan ban di Indonesia yang sudah cukup menjamur jika ada yang ingin merambah kedalam cabang industri ini.

Berbagai proses telah kami lalui dalam rangka menyelesaikan perancangan bandara ini. Berbagai kendala datang sebagai sebuah tantangan yang menarik. Namun dengan kerja sama yang solid, kami dapat menyelesaikannya dengan baik.

Setiap karya pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami menyadari berbagai kekurangan baik dalam penulisan, cara penyampaian dan lain-lain sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulisan selanjutnya agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rais Zain selaku dosen mata kuliah Kelaikan Udara atas bimbingan dan arahannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah tugas besar mata kuliah ini, terutama untuk tim Pak Sulistyo dan Pak Oka dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) untuk bimbingannya dalam membantu penulis dalam eneliti sistem sertifikasi dari sudut pandang pengatur kebijakan, dalam hal ini DKUPPU. Tak lupa juga kami ucapkan banyak terima kasih kepada tim dari Pustekbang Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) yang sedianya telah hadir pada acara seminar tugas besar dan memberi arahan serta masukannya pada 22 Mei 2015 yang lalu

Pada akhirnya, penulis berharap semoga perancangan bandara ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya di program studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung.

Bandung, 23 Mei 2015

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, kebutuhan akan vulkanisasi ban menjadi cukup penting terutama dalam industri penerbangan. Dengan bertambahnya jumlah pesawat yang beroperasi dan frekuensi penerbangan yang meningkat di Indonesia, maka kebutuhan akan vulkanisasi juga meningkat cepat karena penggunaan ban yang lebih banyak di tiap pesawat tersebut. Proses vulkanisasi ban di Indonesia terbilang cukup kompleks karena tidak adanya pabrikan yang mampu melaksanakan vulkanisasi ban secara tersertifikasi, menyebabkan kebutuhan vulkanisasi hingga saat ini harus dilakukan di luar negeri dan mengakibatkan biaya tambahan yang sangat besar. Oleh karena itu, akan sangat baik jika pabrikan lokal di Indonesia mampu melakukan vulkanisasi ban setelah melihat pangsa pasar yang tumbuh sangat cepat akhir-akhir ini.

Untuk dapat melakukannya, maka pabrikan harus melalui terlebih dahulu sertifikat kelaikan untuk mulai memasuki bisnis ini. Proses sertifikasi dalam pesawat terbang merupakan satu bagian penting dalam satu daur desain pesawat terbang. Salah satu dari tiga proses sertifikasi yang dilakukan yaitu Type Certicate . Type Certificate adalah satu sertifikat yang dikeluarkan oleh badan pengawas kelaikudaraan, dalam hal ini di Indonesia yaitu DKUPPU, untuk menyatakan bahwa suatu desain part (bagian pesawat udara) atau satu komponen terintegrasi tertentu dalam pesawat udara tersebut aman untuk digunakan dalam operasi penerbangan. Oleh karenanya, kami melakukan analisis mengenai proses sertifikasi salah satu komponen penting dalam satu pesawat terbang, yaitu vulkanisasi ban agar dapat mengetahui prosedur yang tepat dengan mengacu pada regulasi-regulasi yang berlaku.

Selain itu, kami melakukan analisis terhadap perkembangan bisnis vulkanisasi ban di dunia untuk mengetahui potensi pabrikan Indonesia dalam memasuki ranah bisnis ini mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen karet terbesar dan menjamurnya pabrikan ban yang ada di Indonesia dengan pengalaman karya yang panjang.

1.2 Tujuan

Tujuan dari studi akademik ini adalah untuk mempelajari aspek-aspek yang terkait dengan produk ban dengan regulasi CASR dalam wilayah hukum Indonesia. Beberapa poin penting yang akan dijelaskan dalan laporan ini adalah: 1)

Menentukan potensi pasar dan produsen ban vulkanisasi untuk pesawat terbang yang ada saat ini dan prospeknya di masa mendatang 2)

Mempelajari proses pada vulkanisasi ban. 3)

Menetapkan regulasi-regulasi penerbangan yang berlaku untuk mengatur jalannya proses sertifikasi untuk ban vulkanisasi pesawat terbang. 4)

Menentukan alur sertifikasi melalui proses pengujian untuk ban vulkanisasi untuk pesawat terbang. 5)

Menentukan linimasa pengujian ban vulkanisasi pesawat terbang.

1.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah deskriptif analitis. Proses perancangan bandara dimulai dari perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis penyelesaian masalah.

1.3.1 Studi literatur

Dalam penyusunan laporan ini, kami menggunakan metode studi pustaka untuk mendapatkan berbagai literatur, referensi, dan data yang dibutuhkan dalam proses sertifikasi, data-data tersebut dapat berupa dokumen-dokumen penting, pernyataan dari pihak resmi yang terkait, brosur, dan informasi penting lainnya.

1.3.2 Wawancara

Selain itu, kami juga menggunakan wawancara sebagai sumber utama informasi dan data dalam penyusunan laporan kami. Wawancara dilakukan baik dengan wawancara tatap muka maupun dengan surat-menyurat dengan pihak yang bertanggung jawab dalam proses sertifikasi pesawat, yaitu DKUPPU, ataupun dengan pihak yang mungkin memiliki potensi untuk ikut serta dalam proses tersebut, seperti pabrikan ban dan tempat uji.

1.4 Kerahasiaan Data

Mengingat data-data yang digunakan dalam laporan ini dapat merupakan data resmi, dan jika perusahaan tidak menginginkan sebagian data tersebut yang bersifat rahasia dimuat dalam laporan karena menyangkut kepentingan internal dan kepentingan bisnis dari pihak-pihak yang terkait, maka tim penulis dalam hal ini menyatakan bahwa laporan ini hanya bertujuan untuk keperluan mata kuliah AE4060 Kelaikan Udara dan berjanji untuk tidak memublikasikan laporan berikut data yang terlampir di dalamnya di luar lingkup perkuliahan mata kuliah terkait.

1.5 Deskripsi Produk

Pada setiap ban, ada kode-kode khusus yang menunjukkan karakter dari ban yang disebut juga marking . Beberapa istilah yang digunakan dalam marking ban :

 R-level escalation : proses untuk menyatakan bahwa ban hasil vulkanisasi layak digunakan untuk beberapa waktu

Gambar 1. 1 Tire marking ban Bridgestone

Gambar 1. 2 Tire Marking Ban Goodyear

 Load rating : beban maksimum yang diijinkan pada tekanan pompa spesifik  Ply rating : indeks kekuatan ban, mengidentifikasikan maksimum load rating dan

tekanan pompa spesifik   Speed rating : maksimum T/O speed dengan menggunakan ban tersebut  Bias tire : ban yang lapisan ditumpuk menyilang dengan sudut kurang dari 90 °  Radial tire : ban yang lapisannya ditumpuk menyilang dengan sudut tepat 90 °  Casing : salah satu bagian dari ban

  Compatible casing : casing alternatif yang memenuhi kriteria ukuran, ply rating , dan speed rating ban tersebut

 Skid depth : kedalaman alur ban dalam satuan inch  Serial number : biasanya berisi informasi mengenai tanggal pembuatan ban

Vulkanisasi ban ( retread/recap/remold ) adalah proses pembuatan ulang ( remanufacturing ) untuk ban yang mulai botak untuk mengembalikan alur ban. Vulkanisasi biasanya dilakukan terhadap casing dari ban yang sudah terpakai setelah diinspeksi dan direparasi. Proses vulkanisasi biasanya mengawetkan sekitar 90% material dari ban yang terpakai, dan biaya material yang digunakan rata-rata sekitar 20% dari harga pembuatan ban baru. Ada 2 proses utama untuk vulkanisasi ban, mold cure dan pre-cure . Kedua proses diawali dengan inspeksi terhadap ban, lalu diikuti metode NDE ( nondestructive examination ) untuk menentukan lokasi kerusakan yang tidak terlihat ( hidden damage ) dan serpihan-serpihan kecil yang tertanam. Beberapa casing yang masih layak akan diperbaiki, sementara yang kerusakannya parah akan dibuang. Untuk metoda pre-cure , tread strip yang sudah disiapkan ditempelkan ke ban dengan lem, sementara untuk metoda mold cure , karet leleh mentah diaplikasikan ke ban dan lalu ditempatkan ke dalam cetakan alur ban.

Gambar 1. 3 Dua Proses Vulkanisasi Ban

Di dalam dunia penerbangan, penggunaan ban yang divulkanisasi sudah menjadi hal yang umum. Ini disebabkan biaya pembuatan ban pesawat yang tidak murah, sehingga banyak Di dalam dunia penerbangan, penggunaan ban yang divulkanisasi sudah menjadi hal yang umum. Ini disebabkan biaya pembuatan ban pesawat yang tidak murah, sehingga banyak

1.6 Sistematika Penulisan

Laporan ini berjudul Analisis Sistem Sertifikasi dan Potensial Pasar Ban Hasil Vulkanisasi Untuk Pesawat Terbang. Sistematika laporan ini menjelaskan tahapan dan proses pengerjaan.

- Bab I berjudul Pendahuluan. Bab ini terdiri atas 9 bab dan menjelaskan tentang hal – hal yang mendasari pengerjaan laporan ini. - Bab II membahas profil pasar vulkanisasi ban pesawat terbang yang ada saat ini. Pembahasan dilakukan dengan mengidentifikasi pabrikan yang bermain dalam bisnis ini berikut dengan variasi produk dan tingkat keuntungan dalam bisnis ini.

- Bab III membahas analisis potensi bagi pabrikan vulkanisasi ban dalam negeri untuk dapat terjun dalam pembuatan vulkanisasi ban untuk pesawat terbang. - Bab IV membahas proses sertifikasi yang mana hasilnya sendiri didapat dari wawancara dengan otoritas kelaikan udara Indonesia atau DKUPPU. - Bab V membahas regulasi-regulasi yang mengatur proses sertifikasi untuk vulkanisasi ban pesawat terbang. Regulasi-regulasi tersebut menyangkut antara lain pasal-pasal dalam CASR, Service Bulletin , Technical Standard Order , dan dokumen-dokumen penting lainnya.

- Bab VI membahas proses dan tempat pengujian yang potensial untuk melakukan proses sertifikasi tersebut. - Bab VII membahas penyusunan lini masa dari proyek sertifikasi satu vulkanisasi ban pesawat terbang dengan data yang akurat dan berdasarkan tahapan yang ada dalam uji sertifikasi.

- Bab VIII adalah kesimpulan dari keseluruhan laporan dan saran – saran yang membangun untuk langkah perancangan proses sertifikasi ini.

BAB II POTENSI PASAR DAN PRODUSEN INTERNASIONAL

Dibanding pasar ban lainnya, pasar untuk ban pesawat terbang bisa dibilang relatif lebih kecil dibanding pasar ban untuk keperluan otomotif lainnya, seperti industri ban mobil, sepeda motor, truk, ataupun kendaraan lainnya.

Meskipun pertambahan jumlah pesawat yang besar dengan banyaknya transaksi pembelian pesawat baru seperti pembelian 234 pesawat baru Lion Air beberapa tahun lalu dari Boeing dan Airbus, keluarnya beberapa tipe pesawat baru yang akan hadir dalam waktu dekat, sebut saja A320neo, B737 MAX, dan B787 yang baru keluar tiga tahun lalu, yang tentu saja memungkinkan terjadinya pertambahan lalu lintas penerbangan dengan munculnya maskapai berbiaya rendah pada dekade terakhir ini, namun para analis memperkirakan bahwa industri ini akan tumbuh sebesar 3,10 persen. Pertumbuhan ini pun masih mungkin berubah dengan adanya perkembangan teknologi ban cerdas (intelligent tire) dan peningkatan penawaran terhadap OEM.

Selain itu, yang menarik dari pasar ban ini adalah adanya beberapa pelaku bisnis yang menguasai hampir seluruh pasar. Ada lima ban yang menguasai sekitar 85 persen dari keseluruhan pasokan ban untuk pesawat terbang. Namun, salah satu dari lima pabrikan tersebut, Yokohama Rubber, menarik diri dari industri ban pesawat terbang sejak 2009 meskipun termasuk lima pemain besar dalam bisnis ini dikarenakan oleh rendahnya permintaan pasar sehingga menghasilkan profit yang rendah.

Berikut adalah masing-masing dari keempat pemain besar yang tersisa tersebut:

1. GOODYEAR Goodyear merupakan salah satu pionir produksi ban untuk pesawat terbang dimulai tahun 1909, menjadikan Goodyear sebagai produsen yang paling tua diantara pabrikan lainnya. Hingga saat ini, Goodyear dibawah bendera Goodyear Aviation Inc. yang memiliki markas di Akron, Ohio, Amerika Serikat ini menyuplai ban untuk tiga jenis pesawat. Yaitu pesawat umum, pesawat komersial, dan pesawat militer. Pada tahun 2013, Goodyear dianugerahi penghargaan oleh Boeing sebagai penyuplai ban terbaik.

Goodyear memiliki beberapa pabrik khusus untuk produksi ban untuk pesawat terbang, yaitu: - Danville, Virginia, Amerika Serikat (aircraft tire production).

- Kingman, Arizona, Amerika Serikat (aircraft tire retreading). -

Stockbridge, Georgia, Amerika Serikat (aircraft tire retreading). -

Tilburg, Belanda (aircraft tire retreading). -

Sao Paulo, Brazil (aircraft tire production dan retreading). -

Bangkok, Thailand (aircraft tire production dan retreading).

Disamping itu, berikut daftar pabrikan pesawat terbang yang bannya disuplai oleh Goodyear adalah: -

American Champion Aircraft -

BAC -

Bell Helicopter -

Boeing -

Bombardier -

British Aerospace -

CASA -

Cessna -

Dassault

- Diamond Aircraft -

Dan 40 pabrikan lainnya.

2. MICHELIN Michelin adalah pabrikan ban asal Clermont-Ferrand, Perancis yang juga memproduksi ban untuk keperluan pesawat terbang. Seperti layaknya kompetitor lainnya, Michelin juga memproduksi ban untuk keperluan pesawat umum, komersial, dan militer. Sejak sebelum Perang Dunia Pertama, Michelin sudah ikut membantu Perancis dalam konstruksi pesawat dan ban terutama untuk kebutuhan perang saat itu. Bahkan perkembangan awal aviasi dunia juga didukung oleh lomba-lomba yang diadakan oleh Michelin sejak 1908. Saat ini, Michelin menguasai pasar paling banyak dibanding pabrikan ban lain untuk pesawat terbang, yaitu sebesar

40 persen.

Selain itu, Michelin Air juga bahkan menjadi pabrika tunggal ban khusus digunakan untuk Program Space Shuttle yang dijalankan oleh Amerika Serikat (NASA) juga oleh Uni Eropa (EASA). Michelin memiliki beberapa pabrik khusus untuk produksi ban untuk pesawat terbang, yaitu di India, RRC, dan Thailand.

3. BRIDGESTONE Bridgestone adalah pabrikan ban asal Kurume, Jepang yang sudah mulai memproduksi ban untuk pesawat terbang sejak 1939. Bridgestone menguasai sekitar 20 persen pangsa pasar ban untuk pesawat terbang di dunia. Dengan pusat untuk vulkanisasi ban di beberapa tempat sebagai berikut:

Selain dari ketiga pabrikan diatas, berikut adalah pabrikan ban lainnya yang telah tersertifikasi untuk vulkanisasi ban di dunia:

BAB III POTENSI DALAM NEGERI

3.1 POTENSI PASAR BAN VULKANISASI DI INDONESIA

Selama ini, pasar ban vulkanisasi di Indonesia hanya berfungsi menjadi pasar bagi pemain asing dimana maskapai-maskapai penerbangan Indonesia membeli ban-ban yang telah divulkanisasi di luar negeri untuk dipakai kembali di Indonesia. Hal ini cukup merupakan hal yang ironis bagi industri Indonesia karena sebagai negara dengan penghasil karet terbesar di dunia. Indonesia dengan teknologi yang cukup akan sangat mampu untuk mandiri dalam menjalankan industri ban vulkanisasi pesawat terbang. Setiap harinya, ban-ban pesawat yang harus divulkanisasi harus dibawa ke pabrik vulkanisasi milik perusahaan besar seperti Goodyear, Michelin dan Bridgestone, pabrikan-pabrikan ban pesawat terbang yang paling mendominasi permintaan ban vulkanisasi pesawat terbang di Indonesia, masing-masing di Bangkok dan Chonburi, Thailand.

Vulkanisasi ban sendiri jauh lebih menguntungkan daripada membeli ban baru dalam segi produksi dan konsumsi. Sebagai bukti, produksi ban baru membutuhkan 3,2 kali lebih banyak minyak dibanding produksi vulkanisasi ban. Selain itu, produksi ban vulkanisasi selain dapat menghemat sumberdaya, juga membantu menurunkan biaya hingga 33-50 persen terhadap konsumen ban retread. Sehingga dengan keuntungan yang besar tersebut, hingga saat ini, 85 persen pesawat yang terbang menggunakan ban vulkanisasi.

Potensi kebutuhan akan vulkanisasi ban pesawat terbang didapat dari data pertumbuhan perkembangan pesawat yang datang di bandara-bandara di Indonesia. Hingga saat ini, terdapat sekitar 550 pesawat yang dioperasikan oleh maskapai-maskapai dalam negeri baik untuk penerbangan kedalam maupun luar negeri. Berikut adalah tabel data pertumbuhan kedatangan pesawat di Indonesia dalam kurun waktu 2003-2012:

Jumlah

Growth Tahun

Jumlah Penumpang Growth

Kedatangan

Airplanes (%) Pesawat

*Sumber: Badan Pusat

Dengan demikian, jumlah pesawat yang tiba di Indonesia mencapai 719.030 pesawat per tahun 2012 dengan kenaikan rata-rata jumlah pesawat mencapai 9,23 persen per tahunnya. Sehingga melalui kalkulasi kasar didapat nilai jumlah kedatangan mencapai 937.072 kedatangan pada tahun 2015 ini.

Jika kita bandingkan hasil perhitungan tersebut dengan jumlah pesawat yang mencapai kisaran 550 unit saat ini.Maka didapat bahwa rata-rata tiap pesawat akan melakukan siklus lepas

30 orang dan sisanya merupakan pesawat kecil, maka diperkirakan akan ada 289.850 ban yang akan divulkanisasi tiap tahunnya di Indonesia. Dan jumlah tersebut merupakan jumlah yang besar dan berpotensi untuk berkembang pesat melihat perkembangan di bidang dirgantara karena semakin banyaknya pesawat karena pembelian pesawat besar-besaran oleh maskapai-maskapai besar di Indonesia.

3.2 POTENSI PRODUSEN BAN VULKANISASI DI INDONESIA

Jika menilik dari kemampuan finansialnya, maka PT. Gajah Tunggal memiliki potensi besar untuk dapat masuk dalam industri ban nasional. Pangsa pasar PT. Gajah Tunggal yang besar di Indonesia (hampir 71 persen). Masih kuatnya dominasi pabrikan ban luar negeri yang merajai sisa pangsa pasar yang tidak dikuasai PT. Gajah Tunggal dan masuknya pabrikan ban luar negeri baru seperti Hankook dan Summi Rubber, menjadikan perusahaan ini menjadi satu- satunya pabrikan dominan asal Indonesia yang mampu menguasai industri ban Indonesia, termasuk vulkanisasi ban. PT. Gajah Tunggal memiliki dua pusat produksi, yaitu di Tangerang dan Serang, Banten. Sementara dalam waktu dekat, pabrikan ini akan membangun pusat produksi ketiga di wilayah Karawang, Jawa Barat dengan luas area 100 hektar.

Di lain pihak terdapat setidaknya 13 perusahaan ban lainnya yang berkompetisi di industri ban untuk sepeda motor industri, pertambangan, dan pertanian. Semua perusahaan ban di Indonesia ini kemudian tergabung dalam satu asosiasi pabrikan ban tersendiri yang dikenal dengan nama Asosisi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) yang beralamat di Gani Djemat Plaza Lt.3 Jl. Imam Bonjol, Jakarta Pusat 10310. Berikut nama beberapa pabrikan yang juga cukup menguasai pasar ban di Indonesia:

1. PT Multi Strada Arahsarana

2. PT Elang Perdana

3. PT Suryaraya Rubber Indonesia

4. PT Industri Karet Deli

5. PT Mega Safe Tire Industry

6. PT United KingLand

7. PT King Rubber Indonesia

8. PT Pentasari Ban

9. PT Indomas Prima Sejati

10. PT Banteng Pratama

11. Vulkanisir Badak

3.2.1 Alamat Pabrikan Ban Indonesia

Pabrikan-pabrikan ban yang telah disebutkan di atas bertempat di daerah yang berbeda, tersebar di Pulau Sumatra dan Jawa. Berikut merupakan alamat dari masing-masing pabrikan:

1. PT. GAJAH TUNGGAL

Kawasan Industri Gajah Tunggal Jl Jend Gatot Subroto Km 7 Kawasan Industri Gajah Tunggal Jatake, Jatiuwung Tangerang 15136 Banten

Jl Raya Serang Km 7 RT 002/01 Cikupa Tangerang 15710 Banten

2. PT Multi Strada Arahsarana

Jl Raya Lemah Abang Km 58,3

Kedungwaringin Bekasi 17540 Jawa Barat

3. PT Elang Perdana

Jl Elang Citeureup, Citeureup Cibinong 16810 Jawa Barat

4. PT Suryaraya Rubber Indonesia

Kawasan Industri Menara Permai Jl Raya Narogong Km 23,8 Kawasan Industri Menara Permai Cileungsi Cibinong 16820 Jawa Barat

5. PT Industri Karet Deli

Jl Kom L Yos Sudarso Km 8,3 Tanjung Mulia, Medan Deli Medan 20241 Sumatera Utara

6. PT Mega Safe Tire Industry

Kantor Utama Jl Raya Solo Km 3

Ledok, Argomulyo Salatiga 50732 Jawa Tengah

Pabrik Jl Perintis Kemerdekaan 88-92 Pudakpayung, Banyumanik Semarang 50265 Jawa Tengah

7. PT United KingLand

Ruko Jatibaru Jl Jend Gatot Subroto Km 5 Ruko Jatibaru RT 003/01 Gembor, Jatiuwung Tangerang 15133 Banten

8. PT King Rubber Indonesia

Jl Singoyudan 1 RT 009/04 Semarang Jawa Tengah

9. PT Pentasari Ban

Jl Tambak Aji I 1 Tambakaji, Ngaliyan Semarang 50185 Jawa Tengah

10. PT Indomas Prima Sejati

Plaza Kelapa Dua, Lantai 5, Jl. Panjang Arteri Kelapa Dua No. 29 RT 007/ 005 Kelapa Dua Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta 11550

11. PT Banteng Pratama

Jl P Jayakarta 68 Ruko Bl C/9-10 Mangga Dua Selatan, Sawah Besar Jakarta Pusat 10730 DKI Jakarta

12. Vulkanisir Badak

Jl. Raya Sememi Kav. 55 Benowo, Surabaya

BAB IV HASIL KONSULTASI DENGAN DKUPPU

Di bawah ini merupakan respon dari DKUPPU mengenai draft tugas yang dikirimkan sebelumnya :

1. Pada BAB V : Regulasi

5.1 CASR, bisa dimasukan CASR seperti yang disebutkan dalam FAA AC 145-4A, karena retreaded tire termasuk proses repair dan proses repair yang dilakukan hanya dapat dilakukan oleh repair station (AMO).

5.2.4. Airworthiness Directive , surat terkait yang disebutkan adalah safety circular bukan Airworthiness Directive .

2. Pada BAB VI : Pengujian

6.1 Jenis pengujian, jenis pengujian dapat dilengkapi dengan mengacu pada FAA AC 145- 4A dan sebaiknya diambil secara utuh termasuk penamaan ban hasil vulkanisasi dan perlu dilengkapi dengan retread escalation dan reliability system untuk menentukan kehandalan dan periode pemakaian dari ban hasil vulkanisasi. Untuk tempat pengujian, apakah Balai Besar Bahan Barang Teknik (B4T) mempunyai kualifikasi yang diminta untuk melakukan pengujian seperti yang disebutkan dalam FAA AC 145-4A, karena hanya AMO ( Approved Maintenance Organization ) dengan capability list retreaded tire yang bisa melakukannya.

3. BAB VII : Lini Masa Sertifikasi Produk Untuk bab ini bisa mengacu kepada FAA AC 145-4A mengenai kegiatan sertifikasi dan

repair . Sebagai tambahan, mungkin bisa diselipkan dalam bab II, bagaimana melihat tanggal produksi ban, expired ban, dan peruntukannya yang tertulis pada dinding ban.

BAB V REGULASI

5.1 Civil Aviation Safety Regulation (CASR)

Beberapa CASR yang mengatur perihal ban adalah

1. CASR 21 subpart O Technical Standard Order Authorizations (terlampir)

2. CASR 23 part 733

3. CASR 25 part 733 (terlampir)

4. CASR 43 Maintenance, preventive maintenance, rebuilding, and alteration

5. CASR 145 Repair stations

5.2 Non-CASR

5.2.1 Service Bulletin

Sampai saat ini kami masih mencari service bulletin yang membahas tentang vulkanisasi ban.

5.2.2 Technical Standard Order (TSO)

TSO yang membahas mengenai ban adalah TSO-C62d tahun 1990 (terlampir)

5.2.3 Advisory Circular (AC)

Advisory Circular yang membahas mengenai vulkanisasi ban adalah

1. AC 20-97B : Aircraft Tire Maintenance and Operational Practices (terlampir)

2. AC 145-4A : Inspection, Retread, Repair, and Alterations of Aircraft Tires (terlampir)

5.2.4 Safety Circular (SC)

Safety Circular yang membahas mengenai vulkanisasi ban adalah Edaran Keselamatan DSKU/2886/STD/2007 (terlampir)

5.2.5 Dokumen Industri

1. ARP 4834 : Aircraft Tire Retreading Practice – Bias and Radial

2. AS 4833 : Aircraft New Tire Standard – Bias and Radial

3. TRA : Tire and Rim Association Aircraft Yearbook

4. ETRTO : European Tire and Rim Technical Organization Standards Manual

BAB VI PENGUJIAN

6.1 Jenis Pengujian

Berdasarkan AC 145-4A ban pesawat hasil vulkanisasi harus menunjukkan kemampuan yang cukup cocok dengan ban pesawat baru sehingga perlu dilakukan beberapa pengujian pada ban pesawat hasil vulkanisasi.

a. General Prosedur pengujian yang dijelaskan di sini dimaksudkan untuk memastikan

kompatibilitas antara casing ban asli dan ban vulkanisasi yang baru dipasangkan. Uji kualifikasi ini diperlukan dengan aplikasi (R-1) pertama dari tread baru dan berlaku sebaliknya seperti yang telah ditentukan dalam Advisory Circular . Vulkanisasi tidak boleh gagal dalam uji dinamometer atau menunjukkan tanda-tanda kerusakan struktural lain yang tidak diprediksi kecuali setelah overload take off cycle dilakukan (lihat poin b). Casing yang dipilih untuk uji vulkanisasi harus memiliki sekurang-kurangnya 80 persen dari kedalaman skid ban yang baru dibentuk yang dihapus oleh keausan (contohnya dikarenakan oleh penggunaan pesawat). (2) Perbedaan desain dan konstruksi antara ban radial dari berbagai produsen mengharuskan pengujian vulkanisasi dinamometer dilakukan pada satu sampel dari masing-masing produsen casing ban pada aplikasi (R-1) pertama tread baru. Kualifikasi ban vulkanisasi bias pada produsen casing yang sama memenuhi persyaratan ban vulkanisasi pada produsen casing yang cocok dengan ukuran, ply rating dan speed rating yang sama.

b. Siklus Uji Dinamometer Uji vulkanisasi ban sebaiknya dapat menahan siklus 61-dinamometer sebagaimana

ditentukan dalam TSO-C62, sebagai demonstrasi kinerja secara keseluruhan. Siklus 61- dinamometer terdiri dari 50 – takeoff cycles ,8 – taxy cyles pada rated load ,2 – taxy cycles pada 1,2 kali lipat rated load , dan 1- overload takeoff cycle dimulai dari 1,5 kalilipat rated load . Kondisi yang baik dari tread ban tidak diperlukan lagi setelah overload take off cycle selesai. Urutan

c. Uji Kualifikasi Ulang Sebuah ban vulkanisasi yang telah diubah, dan yang memiliki perubahan

bahan, desain dan /atau proses manufaktur yang dapat mempengaruhi kinerja dan keandalan ban, harus dikualifikasi ulang untuk uji dinamometer yang telah disebutkan pada poin b di atas, terlepas dari tingkat eskalasi . Contoh perubahan tersebut meliputi, namun tidak terbatas pada, perubahan konstruksi tread , seperti jumlah atau komposisi yang memperkuat tread dan/atau lapisan pelindung, formulasi senyawa tread , jumlah dan lokasi alur tread , dan meningkatkan kedalaman skid dan/atau ukuran tread . Kualifikasi ulang menggunakan kesamaan, seperti yang dibahas dalam paragraf ( 1 ) dan ( 2 ) di bawah ini, berlaku untuk semua ban bias yang cocok dengan desain tread baru dan/atau yang bahannya berubah. Namun, kualifikasi ulang berdasarkan kesamaan untuk ban radial hanya berlaku untuk ban yang desainnya sebanding dari produsen yang sama. Kualifikasi ulang berdasarkan kesamaan tidak diperbolehkan untuk ban radial dari produsen yang berbeda.

(1) Kualifikasi ulang berdasarkan Kesamaan (Berdasarkan Load Rating ) Kualifikasi ulang dari ban vulkanisasi dengan loa d rated yang telah diberikan diperlukan sebagai hasil dari perubahan desain tread atau bahan akan lolos secara otomatis untuk perubahan yang sama dalam ban vulkanisasi dengan load rated yang lebih rendah pada ukuran, speed rating , dan kedalaman skid yang sama membuat ban vulkasisasi dengan load rated lebih rendah memenuhi syarat yang berlaku yang ditetapkan dalam standar ini.

( 2 ) Kualifikasi Ulang berdasarkan Kesamaan (Blanket Change)

Kualifikasi ulang perubahan apapun yang mempengaruhi berbagai ukuran dapat dilakukan berdasarkan kesamaan, asalkan: (a) Lima perwakilan ukuran, termasuk ban dengan beban, speed rating dan kecepatan sudut tertinggi, telah memenuhi persyaratan untuk standar kinerja minimum bersama dengan perubahannya. (b ) Data yang mendukung perubahan ukuran yang tercantum harus diserahkan dan disetujui oleh FAA.

d. Overpressure Sebuah ban vulkanisasi, diproses dengan cara yang sama dengan contoh yang diuji pada dinamometer, sebaiknya berhasil menahan tekanan hidrostatik hingga tiga kali dari yang seharusnya selama 3 detik tanpa kegagalan. Ban yang digunakan dalam pengujian kualifikasi dinamometer dapat digunakan jika diinginkan.

Pengujian yang lain adalah pengujian kimia yakni pengujian reaksi ban jika terkena zat kimia tertentu dan pengujian thermal, namun hingga saat ini kami masih belum menemukannya.

6.2 Tempat Pengujian

 Aero Wheel & Brake Service Corporation. 6900 Acco Street, Montebello, CA 90640. www.aerowbs.com  Lutfhansa Technik Frankfrut. Airporting gate 23 Flughafen Frankfrut am Main. 60546 Frankfurt am Main.

 Balai Besar Bahan Barang Teknik (B4T). Jalan Sangkuriang No. 14, Bandung 40135*.

Balai Besar Barang Teknik (B4T) sampai saat ini belum mampu melakukan uji coba sertifikasi ban vulkanisasi pada pesawat udara. Namun dengan kemampuan dan tenaga kerja yang dimiliki, menurut hasil wawancara kami, B4T bersedia melakukan hal tersebut jika Kementerian Perindustrian benar-benar menyokong pengadaan alat uji untuk sertifikasi beserta persiapan industri yang ada di Indonesia untuk mampu menghasilkan barang yang diuji, yaitu ban vulkanisasi.

6.3 Retread Escalation

Jumlah maksimum ban boleh divulkanisasi harus ditentukan oleh regulator berdasarkan hasil inspeksi dan pengujian. Pada umumnya, ban boleh divulkanisasi sampai 3 (tiga) kali (R-3). Semakin tinggi nilai R pada suatu ban hasil vulkanisasi, maka semakin kecil masa pakai yang diijinkan.

6.4 Retread Reliability System

Keandalan ban hasil vulkanisasi harus terus dikontrol dengan program tertentu dengan tujuan untuk secara konsisten memenuhi persyaratan penerbangan. Program keandalan ini juga harus mencakup hal-hal yang bisa mendeteksi masalah serta rangkaian tindakan preventif yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah tersebut. Tindakan korektif diambil berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis, dan harus bisa mengurangi masalah yang muncul dalam jangka waktu yang dapat diterima.

BAB VII LINI MASA SERTIFIKASI PRODUK

*Pre-General Testing (mengacu pada AC 145-4A) mencakup : 1. Marking a. Retread identification

b. Casing identification c. Regarding procedure d. Marking maximum cut limit repairs

2. Casing selection a. Inspection b. Disposition of tire casings 3. Repair process 4. Retreading process

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam industri vulkanisasi ban. Pertama, Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar. Kedua, penerbangan di Indonesia sedang bertumbuh dengan cukup pesat ditandai dengan bertambahnya jumlah pesawat yang dimiliki maskapai-maskapai yang beroperasi.

Pada dasarnya, vulkanisasi ban adalah tindakan repair karena mengganti bagian pada suatu part sehingga part tersebut bisa digunakan lagi. Vulkanisasi bisa dilakukan dengan dua cara, menempelkan karet dalam bentuk strip dengan lem atau melapisi ban dengan karet leleh mentah dan dicetak. Regulasi yang digunakan dalam sertifikasi ban hasil vulkanisasi untuk pesawat terbang mencakup CASR (Civil Aviation Safety Regulation), TSO (Technical Standard Order), AC (Advisory Circular ), dan SC (Safety Circular).

Alur sertifikasi beserta lini masanya kami buat dengan asumsi/perkiraan dan berpedoman pada konten dalam Advisory Circular (AC) 145-4A dan TSO C62d.

8.2 Saran

Saran yang bisa kami berikan : Untuk DKUPPU : menyiapkan dokumen yang berisi alur sertifikasi yang jelas, sehingga ketika nanti ada pihak yang ingin mengajukan sertifikasi akan jadi lebih mudah.

Untuk pemerintah : mendorong industri untuk bisa mulai bergerak di pasar yang sedang berkembang. Berkembangnya industri juga bisa berarti bertambahnya lapangan pekerjaan.

Untuk industri : mulai menyiapkan fasilitas yang menunjang sehingga tidak akan banyak terhambat ketika menjalani sertifikasi nantinya.

BAB IX DAFTAR PUSTAKA

www.caa.gov.tw/BIG5/download/fsd/C62d.pdf www.dephub.go.id www.faa.gov www.aerowbs.com www.goodyearaviation.com/tires/ www.airmichelin.com www.dunlopaircrafttyres.com/ en.wikipedia.org www.bridgestone.com › Products › Specialty Tire 22

LAMPIRAN

Department of Transportation

TSO-C62d

Federal Aviation Administration

Aircraft Certification Service Washington, DC

Date: 9/7/90

Technical Standard Order

Subject: TSO-C62d, TIRES

a. Applicability.

(1) Minimum Performance Standard. This Technical Standard Order (TSO) prescribes the minimum performance standard that tires excluding tailwheel tires must meet to

be identified with the applicable TSO marking. Tires that are to be so identified and that are manufactured on or after December 31, 1979, must meet the requirements of the document titled “Federal Aviation Administration Standard for Aircraft Tires” dated December 31, 1979, September 12, 1984, or September 7, 1990 (Appendix 1).

b. Marking. In lieu of the marking requirements of Federal Aviation Regulations Part

21, Section 21.607(d), each tire must be legibly and permanently marked at least with the following:

(1 ) Brand name and the name or registered trademark of the manufacturer responsible for compliance.

(2) Speed rating, load rating, size, skid depth, serial number, date, manufacturer’s part number and plant code, and nonretreadable, if appropriate.

(3) Applicable TSO number.

c. Data Requirements.

(1) In addition to § 21.605, the manufacturer shall furnish the manager, Aircraft Certification Office (ACO) having geographical purview of the manufacturer’s facilities, one copy each of the following technical data: tire speed rating, load rating, rated inflation pressure, size, width, outside diameter, mold skid depth, nominal loaded radius at rated load and inflation pressure, and permissible tolerance on the nominal loaded radius; the actual loaded radius of the test tire at rated load, and inflation pressure, weight, and static unbalance; wheel rim designation; manufacturer’s tire part number; and, for a high-speed tire, a load deflection curve at loads up to

DISTRIBUTION: ZVS-326; A-W(IR)-3; A-X(CD)-4; A-FFS-1,2,7,8(LTD); A-X(FS)-3; AVN-1(2 cys); A-FAC-0(MAX)

TSO-C62d 9/7/90

1.5 times load rating and a summary of the load-speed-time parameters used in the dynamometer tests. As used in this section, the term “high-speed tire” means a tire tested at a speed greater than 120 miles per hour (mph).

(2) The manufacturer shall furnish the applicable maintenance and repair instructions to the regional office identified in paragraph c.(1) of this section. The maintenance data provided by the manufacturer must include inspection criteria for the tire to determine eligibility for used tires of the same part number to be continued in service. Special nondestructive inspection techniques and retreading procedures, if applicable, must be included in the maintenance information along with any special repair methods applicable to the tire.

(3) The manufacturer shall furnish either on complete set of design drawings for the tire or a photograph of the tire cross section to the regional office identified in paragraph c.(1) of this section. The manufacturer shall also furnish details of design changes (if the tire is being requalified).

d. Data to be Furnished with Manufactured Units. The existence of TSO approval does not automatically constitute authority to install and use the article on an aircraft. A note with the following statement must be included:

“The conditions and tests required for TSO approval of this article are minimum performance standards. It is the responsibility of those desiring to install the article on or within a specific type or class of aircraft to determine that the aircraft operating conditions are within the TSO standards.”

“If not within the TSO standards, the article may be installed only if further evaluation by the user/installer documents an acceptable installation that is approved by the Administrator.”

“If within the TSO standards, the article may be installed only if the user/installer documents an acceptable installation that is approved by the Administrator.”

e. Previously Approved Articles.

(1) Notwithstanding § 21.603(a) and (b) and the provisions of any specific previous TSO approval, after December 31, 1982, no person may identify or mark a tire having a speed rating above 160 mph with TSO numbers TSO-C62, TSO-C62a, or TSO-C62b. Further , a tire having a special rating above 160 mph approved prior to December 31, 1979, may not be manufactured under the provisions of its original approval.

(2) A tire, except for those specified in paragraph e.(1) of this section, may continue to be manufactured under the provision of its original approval.

f. Availability of Reference Documents. Federal Aviation Regulations Part 21, Subpart O, and Advisory Circular 20-110, “Index of Aviation Technical Standard Orders,” may be

Page 2

9/7/90 TSO-C62d

reviewed at the Federal Aviation Administration Headquarters, Aircraft Certification Service, Aircraft Engineering Division (AIR-100), and at all ACO’s.

/S/ John K. McGrath Acting Manager, Aircraft

Engineering Division, AIR-100 Aircraft Certification Service

Page 3

9/7/90 TSO-C62d Appendix 1

APPENDIX 1. FEDERAL AVIATION ADMINISTRATION STANDARD FOR AIRCRAFT TIRES DATED SEPTEMBER 7, 1990

1.0 Purpose. This document contains minimum performance standards for new and requalified aircraft tires, excluding tailwheel tires, that are to be identified as meeting the standards of TSO-C62d.

2.0 Scope. These minimum performance standards apply to aircraft tires having speed and load ratings that are established on the basis of the speeds and loads to which the tires have been tested.

3.0 Material requirement. Materials must be suitable for the purpose intended. The suitability of the materials must be determined on the basis of satisfactory service experience or substantiating dynamometer tests.

4.0 Design and construction.

4.1 Unbalance. The moment (M) of static unbalance in inch-ounces may not be greater than the value determined using the formula, moment (M) = 0.025D 2 , rounded off to the next

lower whole number: where D = maximum outside diameter of the tire in inches.

4.2 Balance marker. A balance marker, consisting of a red dot, must be affixed on the sidewall of the tire immediately above the bead to indicate the lightweight point of the tire. The dot must remain for any period of storage plus the original tread life of the tire.

4.3 Overpressure. The tire shall withstand for at least 3 seconds a pressure of at least 4.0 times the rated inflation pressure (as specified in paragraph 5.2) at ambient temperature.

4.4 Temperature.

4.4.1 Ambient. It shall be substantiated by applicable tests or shown by analysis

that the physical properties of the tire materials have not been degraded by exposure of the tire to the temperature extremes of not higher than -40°F and not lower that +160°F for a period of not less than 24 hours at each extreme.

4.4.2 Wheel rim heat. It must be substantiated by the applicable tests or shown

by analysis that the physical properties of the tire materials have not been degraded by exposure of the tire to a wheel-bead seat temperature of not lower that 300°F for at least 1 hour, except that low-speed tires or nose-wheel tires may be tested or analyzed at the highest wheel-bead seat temperatures expected to be encountered during normal operations.

4.5 Tread design. Moved. (See paragraph 7.0)

4.6 Slippage. A tire tested in accordance with the dynamometer tests provided in paragraph 6.0 may not slip on the wheel rim during the first five dynamometer cycles. Slippage

Page 1

TSO-C62d 9/7/90 Appendix 1

that subsequently occurs may neither damage the gas seal of the tire bead of a tubeless tire nor otherwise damage the tube or valve.

4.7 Leakage. After an initial 12-hour minimum stabilization period, the tire must be capable of retaining inflation pressure with a loss of pressure not exceeding 5 percent in 24 hours from the initial pressure equal to the rated inflation pressure.

5.0 Ratings.

5.1 Load ratings. The load ratings of tires shall be established. The applicable dynamometer test in paragraph 6.0 must be performed at the selected rated load.

5.1.1 Load rating (helicopter tires). Airplane tires qualified in accordance with

provisions of this standard may also be used on helicopters. In such cases, the maximum static load rating may be increased by 1.5 with a corresponding increase in rated inflation pressure without any additional qualification testing.

5.2 Rated inflation pressure. The rated inflation pressure shall be established at an identified ambient temperature on the basis of the rated load as established under paragraph 5.1.

5.3 Loaded radius. The loaded radius is defined as the distance from the axle centerline to a flat surface for a tire initially inflated to the rated inflation pressure and then loaded to its rated load against the flat surface. The nominal loaded radius, the allowable tolerance on the nominal loaded radius, and the actual loaded radius for the test tire shall be identified.

6.0 Dynamometer test requirements. The tire may not fail the applicable dynamometer tests specified herein or have any signs of structural deterioration other than normal expected tread wear except as provided in paragraph 6.3.3.3.

6.1 General. The following conditions apply to both low-speed and high-speed tires when these tires are subjected to the applicable dynamometer tests:

6.1.1 Tire test load. Unless otherwise specified herein for a particular test, the

tire must be forced against the dynamometer flywheel at not less than the rated load of the tire during the entire roll distance of the test.

6.1.2 Test inflation pressure. The test inflation pressure must be the pressure

required at an identified ambient temperature to obtain the same loaded radius against the flywheel of the dynamometer at the loaded radius for a flat surface as defined in paragraph 5.3. Adjustments to the test inflation pressure may not be made to compensate for increases created by temperature rises occurring during the tests.

6.1.3 Test specimen. A single tire specimen must be used in the applicable

dynamometer tests specified herein.

Page 2

9/7/90 TSO-C62d Appendix 1

6.2 Low-speed tire. A tire operating at ground speeds of 120 mph or less must withstand 200 landing cycles on a dynamometer at the following test temperature and kinetic energy and using either test method A or test method B.

6.2.1 Test temperature. The temperature of the gas contained in the tire or of the

carcass measured at the hottest point of the tire may not be lower than 105°F at the start of at least 90 percent of the test cycles. For the remaining 10 percent of the test cycles, the contained gas or carcass temperature may not be lower than 80°F at the start of each cycle. Rolling the tire on the flywheel is acceptable for obtaining the minimum starting temperature.

6.2.2 Kinetic energy. The kinetic energy of the flywheel to be absorbed by the

tire must be calculated as follows:

K.E. = CWV 2 = 162.7W = Kinetic energy in foot-pounds.

where:

C = 0.0113 W = Load rating of the tire in pounds, and

V = 120 mph.

6.2.3 Test method A - variable mass flywheel. The total number of dynamometer

landings must be divided into two equal parts having speed ranges shown below. If the exact number of flywheel plates cannot be used to obtain the calculated kinetic energy value of proper flywheel width, a greater number of plates must be selected and the dynamometer speed adjusted to obtain the required kinetic energy.

6.2.3.1 Low-speed landings. In the first series of 100 landings, the

maximum landing speed is 90 mph and the minimum unlanding speed is 0 mph. The landing speed must be adjusted so that 56 percent of the kinetic energy calculated under paragraph 6.2.2 will be absorbed by the tire. If the adjusted landing speed is calculated to be less than 80 mph, the following must be done: the landing speed must be determined by adding 28 percent of the kinetic energy calculated under paragraph 6.2.2 to the flywheel kinetic energy at 64 mph, and the unlanding speed must be determined by subtracting 28 percent of the kinetic energy calculated under paragraph 6.2.2 from the flywheel kinetic energy at 64 mph.

6.2.3.2 High-speed landings. In the second series of 100 landings, the

minimum landing speed is 120 mph and the nominal unlanding speed is 90 mph. The unlanding speed must be adjusted as necessary so that 44 percent of the kinetic energy calculated under paragraph 6.2.2 will be absorbed by the tire.

Page 3

TSO-C62d 9/7/90 Appendix 1

6.2.4 Test method B - fixed mass flywheel. The total number of dynamometer landings must be divided into two equal parts having speed ranges indicated below. Each landing must be made in a time period, T, calculated so that the tire will absorb the kinetic energy determined under paragraph 6.2.2. The time period must be calculated using the equation:

For the 90 mph to 0 mph test, the equation reduces to:

T c = Calculated time, in seconds, for the tire to absorb the required kinetic energy. KE c = Kinetic energy, in foot pounds, the tire is required to absord during each landing cycle. KE w = Kinetic energy, in foot pounds, of the flywheel at given speed. T L = Coast down time, in seconds, with rated tire load on flywheel. T w = Coast down time, in seconds, with no tire load on flywheel.

(UL) = Subscript for upper speed limit. (LL) = Subscript for lower speed limit.

6.2.4.1 Low- speed landings. In the first series of 100 landings, the tire

must be landed against the flywheel with the flywheel having a peripheral speed of not less than

90 mph. The flywheel deceleration must be constant from 90 mph to 0 mph in the time T c .

6.2.4.2 High-speed landings. In the second series of 100 landings, the tire

must be landed against the flywheel with the flywheel having a peripheral speed of not less than

120 mph. The flywheel deceleration must be constant from 120 mph to 90 mph in the time T c .

6.3 High-speed tire. Except as provided in the alternate test, a tire operating at ground speeds greater than 120 mph must be tested on a dynamometer in accordance with paragraph

6.3.3. The curves to be used as a basis for these tests shall be established in accordance with paragraph 6.3.3.2. The load at the start of each test must be equal to the rated load of the tire. Alternate tests involving a landing sequence for a tire operating at ground speeds greater than 120 mph and not over 160 mph are set forth in paragraph 6.3.4.

6.3.1 Test temperature. The temperature of the gas contained in the tire or of the

carcass measured at the hottest point of the tire may not be lower than 120°F at the start of at least 90 percent of the test cycles specified in paragraph 6.3.3.4 and at least 105°F at the start of the overload test (6.3.3.3) and of at least 90 percent of the test cycles specified in paragraphs

Page 4

9/7/90 TSO-C62d Appendix 1

6.3.3.2 and 6.3.4. For the remaining 10 percent of each group of cycles, the contained gas or carcass temperature may not be lower than 80°F at the start of each cycle. Rolling the tire on the dynamometer is acceptable for obtaining the minimum starting temperature.

6.3.2 Dynamometer test speeds. Applicable dynamometer test speeds for

corresponding maximum ground speeds are as follows:

Maximum Ground Speed of

Speed Rating of Tire,

Minimum

Aircraft, mph

mph

Dynamometer Speed at

Over Not Over

For ground speeds over 245 mph, the tire must be tested to the maximum applicable load-speed- time requirements and appropriately identified with the proper speed rating.

6.3.3 Dynamometer cycles. The test tire must withstand 50 takeoff cycles, 1

overload takeoff cycle, and 10 taxi cycles described below. The sequence of the cycles is optional.

6.3.3.1 Symbol definitions. The numerical values which are used for the

following symbols must be determined from the applicable aircraft load-speed-time data:

L 0 = Tire load at start of takeoff, pounds (not less than rated load). L 1 = Tire load at rotation, pounds. L 2 = Zero tire load (liftoff)

RD = Roll distance, feet. S 0 = Zero tire speed. S 1 = Tire speed at rotation, mph S 2 = Tire speed at liftoff, mph (not less than speed rating). T 0 = Start of takeoff. T 1 = Time to rotation, seconds. T 2 = Time to liftoff, seconds.

6.3.3.2 Takeoff cycles. For these cycles the loads, speeds, and distance