LAPORAN PRAKTIKUM PENGEMASAN HASIL PERIK
LAPORAN PRAKTIKUM LIMBAH HASIL PERIKANAN
“PEMBUATAN TEPUNG TULANG IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp. ) ”
Oleh:
VEROSA LEGITA FIRDAUSY
NIM. 141411131116
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Industri filet kakap merah dalam proses produksinya menghasilkan limbah dalam
jumlah cukup besar yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan
atau pakan serta produk turunan lainnya. Industri pengolahan filet ikan kakap menghasilkan
limbah sekitar 40% setiap ton bahan baku, yang terdiri atas kulit (35%), kepala (25%), jeroan
(25%) dan tulang (15%) (Sahubawa & Ambar, 2015). Tulang merupakan salah satu bentuk
limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium
terbanyak dalam tubuh ikan. Dengan demikian limbah tulang ikan mempunyai potensi
yang besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku tepung tulang ikan yang kaya kalsium
Tepung tulang yang paling baik didapatkan dengan cara pemasakan dengan uap dibawah
tekanan dimana tulang yang telah dimasak dengan tekanan kemudian diarangkan dalam
bejana tertutup sehingga didapatkan tulang dalam bentuk remah dan digiling menjadi tepung
(Nabil, 2005).
Pengolahan tepung ikan merupakan salah satu bentuk diversifikasi hasil olahan
perikanan dan termasuk produk olahan setengah jadi yang dapat ditambahkan pada
pembuatan suatu produk (Mervina dkk., 2012). Keunggulan tepung ikan yaitu mempunyai
masa simpan lebih lama,
lebih praktis dalam proses distribusi dan lebih fleksibel
pemanfaatannya untuk diolah menjadi berbagai produk pangan yang digemari masyarakat
(Rauf dan Sarbini, 2015) dalam Listiana (2016).
2.1
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan tepung tulang ikan dan
pemberian nilai tambah (value added) pada limbah hasil pengolahan perikanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Ikan Kakap Merah Lutjanus spp
Klasifikasi Ikan kakap merah menurut Saanin (1984) dalam Setiawati (2009) adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub filum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Sub ordo
: Perciodea
Famili
: Lutjanidae
Sub famili
: Lutjanidae
Genus
: Lutjanus
Spesies
: Lutjanus spp
Menurut Fishyforum (2008), bentuk tubuh ikan kakap merah memanjang dan sedikit
pipih. Mulutnya terletak pada bagian ujung kepala (terminal) dan rahang nya terdapat gigi
taring (canine), serta bagian pinggir operculum bergerigi. Tipe sisik pada ikan kakap merah
yaitu ctenoid.
2.2
Tepung ikan
Tepung ikan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan hasil samping pengolahan
utama ikan maupun dari hasil tangkapan sampingan. Permasalahan yang sering dihadapi
adalah kualitas tepung ikan tidak seragam dan masih di bawah kualitas tepung impor. Salah
satu penyebabnya adalah
bervariasi.
Peralatan
bahan baku
dan
metode
pengolahan
tepung
ikan
yang
yang digunakan oleh pengolah tepung ikan skala kecil masih
sederhana dan sebagian kualitas tepung ikan yang diproduksi belum memenuhi standar
SNI
Nomor
2715:2013. Pemanfaatan
tepung
ikan adalah untuk bahan baku utama
pembuatan pakan ternak, baik pakan ternak ruminansia, ternak unggas maupun pelet
ikan (Adawiyah, 2007; Afrianti, 2008; Afrianto &Liviawaty, 1989). Tepung ikan masih
menjadi
komponen
utama
sumber
protein
dalam
formulasi
pakan ternak. Hal ini
mengingat kandungan protein pada ikan yang cukup besar dan mencapai lebih dari
20% (Irianto & Soesilo, 2007) dalam Handoyo (2016). Tepung ikan sebagai sumber protein
hewani memiliki kedudukan penting yang sampai saat ini masih
kedudukannya
oleh
bahan
baku
lain
bila
ditinjau
sulit
digantikan
dari kualitas maupun harganya.
Kandungan protein tepung ikan memang relatif tinggi. Protein tersebut disusun oleh asam asam amino esensial yang kompleks (Purnamasariet
al. 2006).
BAB III
METODOLOGI
3.1
Tempat dan Waktu
Praktikum limbah hasil perikanan ini dilakukan di Laboratorium Kering,
Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.
3.2
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung tulang ikan adalah tulang
ikan dan air, sedangkan alat yang digunakan adalah panci, kompor, baskom, saringan,
autoclaf, pisau, grinder, ayakan dan timbangan.
3. 3
Prosedur Kerja
Tahap ini dimulai dengan proses perebusan tulang ikan yang bertujuan untuk
menghilangkan darah dan kotoran yang masih terdapat pada tulang ikan, selanjutnya
darah dan kotoran tersebut dibersihkan dan dicuci. Tulang ikan yang telah dibersihkan
kemudian direbus kembali selama 30 menit selanjutnya dimasukkan ke dalam panic
presto dengan perbandingan air dengan ikan sebesar 3 : 1 selama 2 jam. Setelah itu
tulang ikan digiling dan dikeringkan hingga diperoleh tepung tulang ikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Pengamatan
Organoleptik
pH
Kontrol
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
B.
7,062
7,262
7,79
8,128
Penampakan
Bau
Tekstur
6,8
6,8
6,4
6,2
6,2
6,4
6
4,8
6,8
4,6
7
5,8
Pembahasan
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan surimi yaitu daging ikan kuniran.
Analisis yang dilakukan terhadap surimi beku yang digunakan untuk larutan edible coating
pada fillet ikan kuniran yaitu uji pH dan uji organoleptik. Pada praktikum kali ini, Edible
coating dibuat dari larutan surimi dengan menggunakan berat 8 gr. Untuk menguji pengaruh
edible coating surimi terhadap fillet ikan kuniran, dilakukan perlakuan kontrol yaitu tanpa
perendaman larutan surimi, dan perendaman fillet ikan dalam larutan coating selama 1 jam, 2
jam dan 3 jam dan diujikan pH dan organoleptik setiap jam-nya.
Berdasarkan hasil uji pH dan organoleptik pada ikan nila yang ditunjukkan pada grafik
1, rerata pH mengalami kenaikan dan penurunan. Kenaikan pH cenderung mengalami
kenaikan derajad keasaman pada perlakuan kontrol dan perendaman dengan larutan coating
surimi pada penyimpanan jam ke-1 yaitu dari pH 6,99 ke pH 7,4. Penurunan terjadi pada saat
perendaman pada jam ke-1 dan ke-2 yaitu dari pH 7,4 ke pH 7, kemudian terjadi kenaikan
lagi pada perendaman pada jam ke-3. Kenaikan dan penurunan pH secara flukluatif,
disebabkan oleh faktor penyimpanan. Kenaikan pH pada saat penyimpanan diakibatkan oleh
degradasi protein dan derivatnya oleh bakteri yang menghasilkan sejumlah basa yang mudah
menguap
seperti amoniak (Rostini, 2011). Peningkatan pH juga merupakan indikasi
terjadinya penurunan kualitas karena semakin tinggi pH maka kesempatan mikrob untuk
merusak
akan
semakin besar (Sicvia et
mengindikasikan bahwa
perendaman
1-2
al.
2014).
Penurunan pH yang terjadi,
fillet ikan nila yang dilapisi edible
coating
dengan waktu
jam menunjukkan perubahan pH yang lebih lambat dibandingkan
penyimpanan pada suhu ruang selama 3 jam.
Jika dibandingkan dengan nilai pH ikan kuniran, terjadi kenaikan pH yang sangat
signifikan. Menurut Fardiaz (1993), pembusukan ikan laut lebih cepat daripada ikan air
tawar. Dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan kualitas, walaupun telah dilapisi oleh
edible coating surimi. Peningkatan ini disebabkan kerja enzim proteolitik dan aktivitas
bakteri lebih cepat, karena mengandung glikogen karena proses kematian serta menghasilkan
basa volatil (wibowo et al., 2014). Salah satu parameter utama untuk menentukan tingkat
kesegaran ikan adalah kenampakan daging,
pengamatan
organoleptik
terhadap
bau dan tekstur (Viji et al., 2014). Hasil
kenampakan fillet ikan kuniran dengan perlakuan
konsentrasi larutan surimi dan waktu penyimpanan pada suhu ruang. Nilai organoleptik pada
perlakuan kontrol ke perlakuan perendaman jam ke -1 yaitu memiliki nilai 7-7,4.Nilai rataan
penampakan fillet ikan nila sama-sama mimiliki nilai 7, begitu pula uji organoleptik pada
edible coating ikan air laut. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi dan lama waktu
penyimpanan mampu membentuk edible coating dengan baik. Edible coating dapat menutupi
permukaan fillet lebih jernih, transparan, mengkilap, dan cerah.
Menurut Krochta (1992)
dalam rostini (2011), edible coating mampu mereduksi laju kerusakan selama proses,
memperbaiki tekstur dan penampakan.
Uji bau antara fillet ikan air tawar dan fillet ikan air laut ditunjukkan dalam tabel 1
dan 2. Hasil rerata didapatkan nilai uji bau yaitu 6,2-6,8. Terjadi penurunan nilai bau yang
signifikan, sedangkan pada uji organoleptik fillet ikan kuniran,
penurunan.
terjadi kenaikan dan
Menurut (Rostini, 2011) edible coating surimi memiliki aroma netral sehingga
ketika diaplikasikan tidak menimbulkan aroma yang menyimpang.
ikan air tawar,
Untuk uji tekstur,
pada
menunjukkan bahwa edible coating mampu membuat tekstur lebih bagus,
bila dibandingkan dengan edible coating pada ikan air laut , terjadi kenaikan dan penurunan
nilai organoleptik, hal ini menunjukkan bahwa edible coating mampu mempertahankan
tekstur.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Edible coating dapat dibentuk dari surimu yang dibuat dari daging ikan nila
dan kuniran.
tekstur,
Hal ini dapat ditunjukkan bahwa edible coating mampu memperbaiki
mereduksi laju kerusakan serta dapat menurunkan nilai pH sehingga mutu
fillet terjaga.
5.2
Saran
Pengambilan sampel untuk uji pH dan organoleptik dilakukan pada waktu
yang sama, serta melakukan pembuatan surimi dengan baik dan sesuai denga
prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Afriwanty MD. 2008. Mempelajari pengaruh penambahan tepung rumput laut
(Kappaphycus alvarezii) terhadap karakteristik fisik surimi ikan nila
(Oreochromis niloticus). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
As, Y., Rodiana, N., Susi, L. 2015. Pemanfaatan Surimi Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dengan Penambahan Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
sebagai Bahan Baku Pempek. FishTech-Jurnal Teknologi Hasil Perikanan,
ISSN:
2302-6936,
4(2),
Print
(Online,
Http
://ejournal.unsri.ac.id/index.php/fishTech : pp. 158
Boris. 2008. Desain Produk Fillet Ikan Kuniran Upeneus Sulphureus Cuvier Kering
Tipis Garam. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Bogor.
Bourtoom, T. 2008. Review Article Edible films and coatings: characteristics and
properties. International Food Research Journal 15(3): pp. 237
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Potensi ekspor ikan nila. www.kkp.com.
Kasmiati., Metusalach., Rahmatang. 2012. Analisis Hubungan Antara Berbagai Faktor
Dengan Kualitas Ikan Yang Ditangkap Menggunakan Purse Seine (Studi
Kasus Di Perairan Kabupaten Barru Dan Bulukumba). Pemanfaatan Sumber
Daya Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin.
Ningrum, Noor. 2012. Keragaan Pertumbuhan Ikan Nila Best (Oreochromis niloticus)
Hasil Seleksi F3, F4, dan Nila Lokal. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam, Universitas Sebelas Maret.
Munandar, Aris ., Nurjanah., Nurilmala , Mala. 2009. Kemunduran Mutu Ikan Nila
(Oreochromis Niloticus) Pada Penyimpanan Suhu Rendah Dengan Perlakuan
Cara Kematian Dan Penyiangan. Jurnal Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia, 12(2): pp. 88.
Rostini, Iis. 2011. Pengembangan Edible Coating Pada Udang Rebus Berbahan Dasar
Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus Sp.). Tesis. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rostamzad, H., Paighambari, S.Y., Shabanpour, B. and Ojagh, S. M. 2015.
Characteristics of a biodegradable protein based films from Silver carp
(Hypophthalmichthys molitrix) and their application in Silver carp fillets.
International Food Research Journal 22(6): pp. 2318
Safitri, H. 2012. Kebiasaan Makan Ikan Kuniran Upeneus Moluccensis (Bleeker, 1855)
Hasil Tangkapan Di Perairan Selat Sunda. Skripsi. Departemen Manajemen
Sumber Daya Perairan, Institut Pertanian Bogor.
Shiku Y, Hamaguchi PY, Benjakul S, Visessanguan W, Tanaka M. 2004. Effect of
surimi quality on properties of edible film based on Alaska pollack. J Food
Chem. 86: 493-499.
Sukmana, Idris, Y. 2012. Pemanfaatan Surimi Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp)
Dalam Pembuatan Sosis Dengan Penambahan Isolat Protein Kedelai
Wijayanti, Ima., J. Santoso., Agus, M. Jacoeb. 2012. Pengaruh Frekuensi Pencucian
Terhadap Karakteristik Gel Surimi Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus).
Jurnal Saintek Perikanan, 8(1): pp. 32
Wittaya, T. 2012. Protein-Based Edible Films: Characteristics and Improvement of
Properties. Chapter 3: InTech (Online : http://dx.doi.org/10.5772/48167).
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji pH dan organoleptic
Pengamatan
Kelompok 1
Kontrol
Jam Ke -1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
Organoleptik
pH
6,38
7,54
6,92
6,94
Penampakan Bau Tekstur
7
7
7
7
7
7
5
5
Pengamatan
Kelompok 2
Kontrol
Jam Ke -1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
Organoleptik
pH
6,9
6,91
7,86
7,95
Penampakan
Bau
Tekstur
7
8
8
8
8
7
7
6
8
8
7
7
Pengamatan
Kelompok 3
7
7
5
7
Organoleptik
pH
Penampakan
Bau
Tekstur
Kontrol
Jam Ke -1
Jam Ke-2
7,74
7,59
6,8
7
8
7
6
6
6
5
6
7
Jam Ke-3
7
7
7
6
Pengamatan
Kelompok 4
Kontrol
Jam Ke -1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
Organoleptik
pH
7,74
7,59
6,8
7
Penampakan
Bau
Tekstur
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
7
Pengamatan
Kelompok 5
Kontrol
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
Organoleptik
pH
7,12
7,90
7,80
7,84
Penampakan
Bau
Tekstur
7
7
7
7
7
5
3
1
7
5
9
9
Pengamatan
Kelompok 6
Kontrol
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
Organoleptik
pH
7,02
7,07
7,65
7,29
Penampakan
Bau
Tekstur
7
7
7
7
5
5
3
3
5
5
5
3
Pengamatan
Kelompok 7
Organoleptik
pH
Penampakan
Bau
Tekstur
Kontrol
6,96
7
7
3
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
7,26
7,30
8,24
7
7
7
7
7
7
7
7
7
Pengamatan
Kelompok 8
Organoleptik
pH
Penampakan
Bau
Tekstur
Kontrol
7,15
7
7
5
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
7,38
7,50
8,40
9
7
7
7
5
5
9
7
5
Pengamatan
Kelompok 9
Organoleptik
pH
Penampakan
Bau
Tekstur
Kontrol
7,12
7
7
7
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
7,22
9,22
9,43
5
3
3
5
5
5
7
5
7
Pengamatan
Kelompok
10
Organoleptik
pH
Penampakan
Bau
Tekstur
Kontrol
Jam Ke-1
7,06
7,38
6
6
5
6
3
4
Jam Ke-2
Jam Ke-3
7,28
7,28
7
7
6
4
5
6
Lampiran 2. Grafik uji pH dan Organoleptik
Lampiran 3. Dokumentasi
“PEMBUATAN TEPUNG TULANG IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp. ) ”
Oleh:
VEROSA LEGITA FIRDAUSY
NIM. 141411131116
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Industri filet kakap merah dalam proses produksinya menghasilkan limbah dalam
jumlah cukup besar yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan
atau pakan serta produk turunan lainnya. Industri pengolahan filet ikan kakap menghasilkan
limbah sekitar 40% setiap ton bahan baku, yang terdiri atas kulit (35%), kepala (25%), jeroan
(25%) dan tulang (15%) (Sahubawa & Ambar, 2015). Tulang merupakan salah satu bentuk
limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium
terbanyak dalam tubuh ikan. Dengan demikian limbah tulang ikan mempunyai potensi
yang besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku tepung tulang ikan yang kaya kalsium
Tepung tulang yang paling baik didapatkan dengan cara pemasakan dengan uap dibawah
tekanan dimana tulang yang telah dimasak dengan tekanan kemudian diarangkan dalam
bejana tertutup sehingga didapatkan tulang dalam bentuk remah dan digiling menjadi tepung
(Nabil, 2005).
Pengolahan tepung ikan merupakan salah satu bentuk diversifikasi hasil olahan
perikanan dan termasuk produk olahan setengah jadi yang dapat ditambahkan pada
pembuatan suatu produk (Mervina dkk., 2012). Keunggulan tepung ikan yaitu mempunyai
masa simpan lebih lama,
lebih praktis dalam proses distribusi dan lebih fleksibel
pemanfaatannya untuk diolah menjadi berbagai produk pangan yang digemari masyarakat
(Rauf dan Sarbini, 2015) dalam Listiana (2016).
2.1
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan tepung tulang ikan dan
pemberian nilai tambah (value added) pada limbah hasil pengolahan perikanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Ikan Kakap Merah Lutjanus spp
Klasifikasi Ikan kakap merah menurut Saanin (1984) dalam Setiawati (2009) adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub filum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Sub ordo
: Perciodea
Famili
: Lutjanidae
Sub famili
: Lutjanidae
Genus
: Lutjanus
Spesies
: Lutjanus spp
Menurut Fishyforum (2008), bentuk tubuh ikan kakap merah memanjang dan sedikit
pipih. Mulutnya terletak pada bagian ujung kepala (terminal) dan rahang nya terdapat gigi
taring (canine), serta bagian pinggir operculum bergerigi. Tipe sisik pada ikan kakap merah
yaitu ctenoid.
2.2
Tepung ikan
Tepung ikan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan hasil samping pengolahan
utama ikan maupun dari hasil tangkapan sampingan. Permasalahan yang sering dihadapi
adalah kualitas tepung ikan tidak seragam dan masih di bawah kualitas tepung impor. Salah
satu penyebabnya adalah
bervariasi.
Peralatan
bahan baku
dan
metode
pengolahan
tepung
ikan
yang
yang digunakan oleh pengolah tepung ikan skala kecil masih
sederhana dan sebagian kualitas tepung ikan yang diproduksi belum memenuhi standar
SNI
Nomor
2715:2013. Pemanfaatan
tepung
ikan adalah untuk bahan baku utama
pembuatan pakan ternak, baik pakan ternak ruminansia, ternak unggas maupun pelet
ikan (Adawiyah, 2007; Afrianti, 2008; Afrianto &Liviawaty, 1989). Tepung ikan masih
menjadi
komponen
utama
sumber
protein
dalam
formulasi
pakan ternak. Hal ini
mengingat kandungan protein pada ikan yang cukup besar dan mencapai lebih dari
20% (Irianto & Soesilo, 2007) dalam Handoyo (2016). Tepung ikan sebagai sumber protein
hewani memiliki kedudukan penting yang sampai saat ini masih
kedudukannya
oleh
bahan
baku
lain
bila
ditinjau
sulit
digantikan
dari kualitas maupun harganya.
Kandungan protein tepung ikan memang relatif tinggi. Protein tersebut disusun oleh asam asam amino esensial yang kompleks (Purnamasariet
al. 2006).
BAB III
METODOLOGI
3.1
Tempat dan Waktu
Praktikum limbah hasil perikanan ini dilakukan di Laboratorium Kering,
Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.
3.2
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung tulang ikan adalah tulang
ikan dan air, sedangkan alat yang digunakan adalah panci, kompor, baskom, saringan,
autoclaf, pisau, grinder, ayakan dan timbangan.
3. 3
Prosedur Kerja
Tahap ini dimulai dengan proses perebusan tulang ikan yang bertujuan untuk
menghilangkan darah dan kotoran yang masih terdapat pada tulang ikan, selanjutnya
darah dan kotoran tersebut dibersihkan dan dicuci. Tulang ikan yang telah dibersihkan
kemudian direbus kembali selama 30 menit selanjutnya dimasukkan ke dalam panic
presto dengan perbandingan air dengan ikan sebesar 3 : 1 selama 2 jam. Setelah itu
tulang ikan digiling dan dikeringkan hingga diperoleh tepung tulang ikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Pengamatan
Organoleptik
pH
Kontrol
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
B.
7,062
7,262
7,79
8,128
Penampakan
Bau
Tekstur
6,8
6,8
6,4
6,2
6,2
6,4
6
4,8
6,8
4,6
7
5,8
Pembahasan
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan surimi yaitu daging ikan kuniran.
Analisis yang dilakukan terhadap surimi beku yang digunakan untuk larutan edible coating
pada fillet ikan kuniran yaitu uji pH dan uji organoleptik. Pada praktikum kali ini, Edible
coating dibuat dari larutan surimi dengan menggunakan berat 8 gr. Untuk menguji pengaruh
edible coating surimi terhadap fillet ikan kuniran, dilakukan perlakuan kontrol yaitu tanpa
perendaman larutan surimi, dan perendaman fillet ikan dalam larutan coating selama 1 jam, 2
jam dan 3 jam dan diujikan pH dan organoleptik setiap jam-nya.
Berdasarkan hasil uji pH dan organoleptik pada ikan nila yang ditunjukkan pada grafik
1, rerata pH mengalami kenaikan dan penurunan. Kenaikan pH cenderung mengalami
kenaikan derajad keasaman pada perlakuan kontrol dan perendaman dengan larutan coating
surimi pada penyimpanan jam ke-1 yaitu dari pH 6,99 ke pH 7,4. Penurunan terjadi pada saat
perendaman pada jam ke-1 dan ke-2 yaitu dari pH 7,4 ke pH 7, kemudian terjadi kenaikan
lagi pada perendaman pada jam ke-3. Kenaikan dan penurunan pH secara flukluatif,
disebabkan oleh faktor penyimpanan. Kenaikan pH pada saat penyimpanan diakibatkan oleh
degradasi protein dan derivatnya oleh bakteri yang menghasilkan sejumlah basa yang mudah
menguap
seperti amoniak (Rostini, 2011). Peningkatan pH juga merupakan indikasi
terjadinya penurunan kualitas karena semakin tinggi pH maka kesempatan mikrob untuk
merusak
akan
semakin besar (Sicvia et
mengindikasikan bahwa
perendaman
1-2
al.
2014).
Penurunan pH yang terjadi,
fillet ikan nila yang dilapisi edible
coating
dengan waktu
jam menunjukkan perubahan pH yang lebih lambat dibandingkan
penyimpanan pada suhu ruang selama 3 jam.
Jika dibandingkan dengan nilai pH ikan kuniran, terjadi kenaikan pH yang sangat
signifikan. Menurut Fardiaz (1993), pembusukan ikan laut lebih cepat daripada ikan air
tawar. Dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan kualitas, walaupun telah dilapisi oleh
edible coating surimi. Peningkatan ini disebabkan kerja enzim proteolitik dan aktivitas
bakteri lebih cepat, karena mengandung glikogen karena proses kematian serta menghasilkan
basa volatil (wibowo et al., 2014). Salah satu parameter utama untuk menentukan tingkat
kesegaran ikan adalah kenampakan daging,
pengamatan
organoleptik
terhadap
bau dan tekstur (Viji et al., 2014). Hasil
kenampakan fillet ikan kuniran dengan perlakuan
konsentrasi larutan surimi dan waktu penyimpanan pada suhu ruang. Nilai organoleptik pada
perlakuan kontrol ke perlakuan perendaman jam ke -1 yaitu memiliki nilai 7-7,4.Nilai rataan
penampakan fillet ikan nila sama-sama mimiliki nilai 7, begitu pula uji organoleptik pada
edible coating ikan air laut. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi dan lama waktu
penyimpanan mampu membentuk edible coating dengan baik. Edible coating dapat menutupi
permukaan fillet lebih jernih, transparan, mengkilap, dan cerah.
Menurut Krochta (1992)
dalam rostini (2011), edible coating mampu mereduksi laju kerusakan selama proses,
memperbaiki tekstur dan penampakan.
Uji bau antara fillet ikan air tawar dan fillet ikan air laut ditunjukkan dalam tabel 1
dan 2. Hasil rerata didapatkan nilai uji bau yaitu 6,2-6,8. Terjadi penurunan nilai bau yang
signifikan, sedangkan pada uji organoleptik fillet ikan kuniran,
penurunan.
terjadi kenaikan dan
Menurut (Rostini, 2011) edible coating surimi memiliki aroma netral sehingga
ketika diaplikasikan tidak menimbulkan aroma yang menyimpang.
ikan air tawar,
Untuk uji tekstur,
pada
menunjukkan bahwa edible coating mampu membuat tekstur lebih bagus,
bila dibandingkan dengan edible coating pada ikan air laut , terjadi kenaikan dan penurunan
nilai organoleptik, hal ini menunjukkan bahwa edible coating mampu mempertahankan
tekstur.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Edible coating dapat dibentuk dari surimu yang dibuat dari daging ikan nila
dan kuniran.
tekstur,
Hal ini dapat ditunjukkan bahwa edible coating mampu memperbaiki
mereduksi laju kerusakan serta dapat menurunkan nilai pH sehingga mutu
fillet terjaga.
5.2
Saran
Pengambilan sampel untuk uji pH dan organoleptik dilakukan pada waktu
yang sama, serta melakukan pembuatan surimi dengan baik dan sesuai denga
prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Afriwanty MD. 2008. Mempelajari pengaruh penambahan tepung rumput laut
(Kappaphycus alvarezii) terhadap karakteristik fisik surimi ikan nila
(Oreochromis niloticus). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
As, Y., Rodiana, N., Susi, L. 2015. Pemanfaatan Surimi Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dengan Penambahan Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
sebagai Bahan Baku Pempek. FishTech-Jurnal Teknologi Hasil Perikanan,
ISSN:
2302-6936,
4(2),
(Online,
Http
://ejournal.unsri.ac.id/index.php/fishTech : pp. 158
Boris. 2008. Desain Produk Fillet Ikan Kuniran Upeneus Sulphureus Cuvier Kering
Tipis Garam. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Bogor.
Bourtoom, T. 2008. Review Article Edible films and coatings: characteristics and
properties. International Food Research Journal 15(3): pp. 237
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Potensi ekspor ikan nila. www.kkp.com.
Kasmiati., Metusalach., Rahmatang. 2012. Analisis Hubungan Antara Berbagai Faktor
Dengan Kualitas Ikan Yang Ditangkap Menggunakan Purse Seine (Studi
Kasus Di Perairan Kabupaten Barru Dan Bulukumba). Pemanfaatan Sumber
Daya Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin.
Ningrum, Noor. 2012. Keragaan Pertumbuhan Ikan Nila Best (Oreochromis niloticus)
Hasil Seleksi F3, F4, dan Nila Lokal. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam, Universitas Sebelas Maret.
Munandar, Aris ., Nurjanah., Nurilmala , Mala. 2009. Kemunduran Mutu Ikan Nila
(Oreochromis Niloticus) Pada Penyimpanan Suhu Rendah Dengan Perlakuan
Cara Kematian Dan Penyiangan. Jurnal Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia, 12(2): pp. 88.
Rostini, Iis. 2011. Pengembangan Edible Coating Pada Udang Rebus Berbahan Dasar
Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus Sp.). Tesis. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rostamzad, H., Paighambari, S.Y., Shabanpour, B. and Ojagh, S. M. 2015.
Characteristics of a biodegradable protein based films from Silver carp
(Hypophthalmichthys molitrix) and their application in Silver carp fillets.
International Food Research Journal 22(6): pp. 2318
Safitri, H. 2012. Kebiasaan Makan Ikan Kuniran Upeneus Moluccensis (Bleeker, 1855)
Hasil Tangkapan Di Perairan Selat Sunda. Skripsi. Departemen Manajemen
Sumber Daya Perairan, Institut Pertanian Bogor.
Shiku Y, Hamaguchi PY, Benjakul S, Visessanguan W, Tanaka M. 2004. Effect of
surimi quality on properties of edible film based on Alaska pollack. J Food
Chem. 86: 493-499.
Sukmana, Idris, Y. 2012. Pemanfaatan Surimi Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp)
Dalam Pembuatan Sosis Dengan Penambahan Isolat Protein Kedelai
Wijayanti, Ima., J. Santoso., Agus, M. Jacoeb. 2012. Pengaruh Frekuensi Pencucian
Terhadap Karakteristik Gel Surimi Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus).
Jurnal Saintek Perikanan, 8(1): pp. 32
Wittaya, T. 2012. Protein-Based Edible Films: Characteristics and Improvement of
Properties. Chapter 3: InTech (Online : http://dx.doi.org/10.5772/48167).
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji pH dan organoleptic
Pengamatan
Kelompok 1
Kontrol
Jam Ke -1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
Organoleptik
pH
6,38
7,54
6,92
6,94
Penampakan Bau Tekstur
7
7
7
7
7
7
5
5
Pengamatan
Kelompok 2
Kontrol
Jam Ke -1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
Organoleptik
pH
6,9
6,91
7,86
7,95
Penampakan
Bau
Tekstur
7
8
8
8
8
7
7
6
8
8
7
7
Pengamatan
Kelompok 3
7
7
5
7
Organoleptik
pH
Penampakan
Bau
Tekstur
Kontrol
Jam Ke -1
Jam Ke-2
7,74
7,59
6,8
7
8
7
6
6
6
5
6
7
Jam Ke-3
7
7
7
6
Pengamatan
Kelompok 4
Kontrol
Jam Ke -1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
Organoleptik
pH
7,74
7,59
6,8
7
Penampakan
Bau
Tekstur
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
7
Pengamatan
Kelompok 5
Kontrol
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
Organoleptik
pH
7,12
7,90
7,80
7,84
Penampakan
Bau
Tekstur
7
7
7
7
7
5
3
1
7
5
9
9
Pengamatan
Kelompok 6
Kontrol
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
Organoleptik
pH
7,02
7,07
7,65
7,29
Penampakan
Bau
Tekstur
7
7
7
7
5
5
3
3
5
5
5
3
Pengamatan
Kelompok 7
Organoleptik
pH
Penampakan
Bau
Tekstur
Kontrol
6,96
7
7
3
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
7,26
7,30
8,24
7
7
7
7
7
7
7
7
7
Pengamatan
Kelompok 8
Organoleptik
pH
Penampakan
Bau
Tekstur
Kontrol
7,15
7
7
5
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
7,38
7,50
8,40
9
7
7
7
5
5
9
7
5
Pengamatan
Kelompok 9
Organoleptik
pH
Penampakan
Bau
Tekstur
Kontrol
7,12
7
7
7
Jam Ke-1
Jam Ke-2
Jam Ke-3
7,22
9,22
9,43
5
3
3
5
5
5
7
5
7
Pengamatan
Kelompok
10
Organoleptik
pH
Penampakan
Bau
Tekstur
Kontrol
Jam Ke-1
7,06
7,38
6
6
5
6
3
4
Jam Ke-2
Jam Ke-3
7,28
7,28
7
7
6
4
5
6
Lampiran 2. Grafik uji pH dan Organoleptik
Lampiran 3. Dokumentasi