Hubungan Non Monotonik Antara Kontrol da

Hubungan Non Monotonik Antara Kontrol Dan Kinerja Perusahaan
Gede Juliarsa
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana
Abstrak
Dalam rangka Agency Theory, Manajemen Perusahaan merupakan agent yang harus bertanggung
jawab kepada pemegang saham sebagai principal. Agent diberi tanggung jawab untuk mengelola asset
dari principal untuk dapat di kelola secara ekonomis, sehingga agent mampu meningkatkan
kesejahteraan bersama. Agent harus bertanggung jawab kepada pihak principal, sebagai pihak yang
meyediakan fasilitas dan dana untuk menjalankan usaha perusahaan
Studi ini menguji 46 kinerja perusahaan tahun 2001 terhadap perusahaan go publick yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Data di peroleh dari Indonesin Capital Market Directory (ICMD)
2002. Pengujian hubungn antara kinerja perusahaan dengan menggunakan Economic Value Added,
kepemilikan manajemen dan ukuran perusahaan adalah dengan analisis regresi berganda dan korelasi.
Hasil pengujian yang dilakukan menemukan bahwa, hubungan antara kinerja perusahaan, ukuran
perusahaan dan kepemilikan manajemen adalah tidak monotonic, tetapi secara signifikan curvilinear.
Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fogelberg dan Griffth (2000).

Kata kunci: Teori agency, Economic Value Added, Kepemilikan Manajemen, Kinerja,
Ukuran Perusahaan.
Abstract

The framework of agency theory, firm management is agent that must responsible
to the shareholder's as a principal. Agent given responsibility to manage asset from
principal with eficient, agent able to increasing wealth together.

Agent must be

responsible with principal, as party that make available facility and fund for operate
business.
This study examine 46 corporate performance at year 2001for go public firm
registered in Bursa Efec Jakarta. Data acquisition from Indonesian Capital Market
Directory (ICMD) 2002. Testing relation between firm performance using Economic
Value Added, management ownership and size is a multiple regression analysis and

correlation.
The examine results that found relation between firm performance, firm size and
management ownership is not monotonic, but significally curvilinear. This research
appropriate with study Fogelberg and Griffth (2000).
Keywords: Agency Theory, Economic Value Added, Ownership Management,
Performance, Size.
PENDAHULUAN

Study ini menguji hubungan antara control sebagai proksi kepemilikan manajemen dan kinerja
perusahaan go public yang terdaftar di bursa efek Jakarata. Untuk mengukur kinerja perusahaan,
penulis menggunakan ukuran ekonimi yaitu Stern Stewart & Co.’s Ecinimic Value Added (EVA).
Fogelberg dan Giffth (2000), menguji hubungan antara kepemilikan manajemen dan kinerja
perusahaan unruk sampel 100 bank komersial yang yang di peroleh dari database Stern Stewart & Co
1997 untuk tahun yang berakhir 1996. Ditemukan bahwa, jika ukuran ekonomi digunakan maka
hubungan antara kepemilikan dan kinerja bank komersial adalah tidak monotonik, tetapi secara
signifikan menunjukan curveliner, ini berbeda dengan hasil yang ditunjukan oleh Pi dan Timme (1993).
Ditemukan juga bahwa perangkapan jabatan antara direksi dan komisaris tidak mempunyai pengaruh
terhadap kinerja bank. Pada bank komersial, masa jabatan, manajemen, seperti yang di usulkan oleh
Morck, Shleifer dan Vishny (1988), dapat menutupi pengaruh perbedaan kepentingan seperti yang
diprediksikan dalam convergence-of-interest hypothesis Jensen dan Mackling (1976). Hypotesis Jensen
dan Mackling (1976) menyatakan secara keseluruhan adanya hubungan positif antara kepemilikan
manajemen dan nilai perusahaan.
Study sebelumnya terhadap kepemilikan dan kinerja perusahaan, secara tradisional telah
menggunakan ukuran-ukuran akuntansi untuk kinerja perusahaan (Berger, 1992; Demsetz dan Lehn,
1985; Pi dan Timme, 1993; Smirlock, 1985). Kecuali, Chen, Hexter dan Hu’s (1993) dan McConel dan
Servaes (1990), yang menggunakan Tobin Q sebagai ukuran kinerja, tetapi tidak memfokuskan pada

bank komersial.

Pengamat ekonomi keuangan telah lama mengakui bahwa pemisahan terhadap kepemilikan
dan control di perusahaan-perusahaan besar Amerika Serikat membuat potensi yang menimbulkan
konflik-konflik agensi. Keraguan pemegang saham dibatasi oleh dorongan untuk monitor perilaku dan
kinerja agen yan g di sewa untuk menjalankan perusahaan mereka, dapat menimbulkan kebebasan
substansial kepada para manajer untuk mengejar kepentingan mereka sendiri dengan biaya daripada
kesejahtraan pemegang saham. Mengabaikan mekanisme kontrol terhadap prilaku, biasanya di sebut
“corporate governance structure“, dan memaksimumkan kesejahteraan tidak semata-mata dapat
memberikan motivasi dalam pengambilan keputusan perusahaan ( Brook,et.al.,2000). Dewan direksi
suatu perusahaan adalah suatu mekanisme perusahaan untuk monitor dan melakukan kontrol terhadap
prilaku manajerial. Menyewa, memecat dan mengganti dewan pengurus tingkat atas suatu perusahaan
merupakan suatu masalah-maslah agensi.
Shields, at.al,(2000), mengembangkan dua model yang mampengaruhi sistem yaitu model
langsung yang menyatakan bahwa sistem control secara langsung mempengaruhi kinerja, sedangkan
model tidak langsung menyatakan bahwa pengaruh system control terhadap kinerja adalah tidak
langsung atau mempunyai pengaruh mediating. System control biasanya didasarkan pada model
sibernetika dimana standar kerja (budget, goal,target) dan ukuran-ukuran kinerja dibandingkan sebagai
dasar perbaikan tindakan dan evaluasi kinerja. Tiga komponen penting dan system kontrol berdasarkan
kinerja adalah proses pembentukan standar, keketatan dan insentif yang di buat berdasarkan standar.
Suatu pertanyaan apakah pendorong atau yang menentukan harga saham?. Ada dua jawaban
yang merupakan dasar pertimbangan yaitu variable yang digunakan sebagai ukuran kinerja perusahaan

yang dapat di hitung dengan menggunakan accounting-based principals atau economic-based methods.
Ukuran-ukuran akuntansi didasarkan pada laporan keuangan (Neraca dan Laba-Rugi), sedangkan
ukuran-ukuran ekonomi menggunakan sumber-sumber dan penggunaan-penggunaan kas atau arus kas.
Proses akuntansi dapat memberikan informasi yang berbeda, apakah pengeluaran kas dapat di masukan

kedalam laba-rugi atau dikapitalisasi di dalam neraca menimbulkan perbedaan besar terhadap angka
laba yang dilaporkan. Dalam model ekonomi, dimana arus kas dicatat sehingga tidak membuat
perbedaan, kecuali pengaruh pejak (Hall & Brummer).
Sejak 1970, Stern memulai menulis mengenai masalah-masalah yang dihadapi atas
kelemahan-kelemahan metode yang didasari akuntansi. Stern telah mempercayai metode yang didasari
ekonomi. Hingga tahun 1986, Stern mempunyai partner Stewart untuk perusahaan konsultan di beri
nama Stern Stewart, mempublikasikan buku The Quest For Value yang merupakan metode untuk
menentukan nilai pemegang saham, di berikan nama Economic Value Added (EVA). EVA salah satu
ukuran kinerja internal terhadap operasi-operasi perusahaan dari tahun ke tahun. EVA merefleksikan
keberhasilan dari upaya manjer untuk menciptakan nilai tambah bagi investasi para pemegang saham.

Hall dan Brummer, menguji hubungan antara nilai pasar suatu perusahaan
dengan ukuran-ukuran kinerja internal. Hasilnya adalah ada hubungan positif yang
tinggi di peroleh antara nilai pasar perusahaan dengan EVA setelah data di sesuaikan
dengan inflasi. Hubungan positif yang rendah ditemukan antara nilai pasar perusahaan

dengan return on assets (ROA), return on equity (ROE), earnings per share (EPS) dan
dividend per share (DPS). Koefisien korelasi lebih tinggi ketika data di sesuaikan
dengan inflasi. Studi yang dilakukan Fogelberg dan Grifth (2000), menemukan bahwa hubungan
antara kepemilikan manajemen dan kinerja perusahaan bank kormesial adalah tidak monotonik, tetapi
secara signifikan curvelinear. Pada bank kormesial, masa jabatan manajemen, seperti yang di usulkan
oleh Morck, Shleifer dan Vishny (1988), dapat menutupi pengaruh yang diprediksikan dalam
convergence-of-interst hypothesis Jensen dan Meckling (1976). Hypothesis Jensen dan Meckling
(1976) menyatakan secara keseluruhan adanya hubungan positif antara kepemilikan manajemen dan
nilai perusahaan.
Berdasarkan isu yang dipaparkan di atas, dapat di rumuskan beberapa permasalahan sebagai

berikut :
a. Apakah ada hubungan antara kinerja perusahaan, kepemilakan manajemen adan ukuran
perusahaan untuk perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta ?
b. Apakah hubungan kinerja perusahaan dan kepemilikan manajemen untuk perusahaan go
public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tidak linier ?
c. Apakah hubungan kinerja perusahaan dan kepemilikan manajemen untuk perusahaan go
public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tidak monotonik ?

KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Teori Agensi
Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No.1 menyatakan bahwa pelaporan
keuangan harus mampu memberikan informasi tentang kinerja perusahaan selama periode tertentu,
yang terutama bermanfaat bagi investor dan kreditur untuk penilaian terhadap prospek perusahaan
tersebut di masa yang akan datang. Dalam rangka Agency Theory, manajemen perusahaan merupakan
agent yang harus bertanggug jawab kepada pemegang saham sebagai principal. Agent di beri tanggung
jawab untuk mengelola asset principal, untuk dapat di kelola secara ekonomis, sehingga agent mampu
meningkatkan kesejahteraan bersama. Agent harus bertanggung jawab kepada pihak principal, sebagai
pihak yang menyediakan fasilitas dan dana untuk menjalankan usaha perusahaan. Manajemen
mempunyai kewajiban untuk mengelola apa yang diamanatkan pemegang saham kepadanya. Untuk
kepentingan itu, principal akan memperoleh bagian laba, sedangkan agent akan memperoleh imbalan
berupa pembayaran gaji, bonus dan berbagai bentuk kompensasi lainnya (Watts & Zimmerman 1986).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pemegang saham memerlukan penilaian terhadap kinerja
perusahaan untuk menjamin bahwa harta yang diinvestasikan dalam perusahaan itu digunakan secara
baik dan sesuai dengan tujuannya. Investor dan calon investor menggunakan informasi kinerja

perusahaan sebagai dasar untuk membuat keputusan bisnisnya. Bagi kreditur dan calon kreditur
penilaian kinerja dapat memberikan dasar untuk keputusan yang menyangkut jaminan kepastian
pembayaran pokok pinjaman dan bunganya oleh debitur sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
Disamping itu, penilaian kinerja suatu perusahaan juga sangat di perlukan stakeholder yang

lainnya, misalnya oleh pemerintah, karyawan dan pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi perusahaan. Pemerintah perlu memahami kinerja
suatu perusahaan untuk penetapan kebijakan perpajakan, pembuatan berbagai regulasi dan pemberian
fasilitas, yang akan berpengaruh terhadap perekonomian secara makro. Karyawan berkepentingan
terhadap

kinerja

perusahaan

untuk

menjamin

kelangsungan

kerja

mereka


dan

jaminan

kesejahteraannya. Para analis, underwriter dan konsultan di bidang keuangan juga memerlukan kinerja
suatu perusahaan untuk kepentingan bisnisnya.
Bagi manajemen penilaian kinerja memegang peranan penting terutama untuk memastikan
tingkat keberhasilan usahanya, dan memberikan dasar perencanaan strategis dan operasional di masa
mendatang. Penilaian kinerja perusahaan bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan manajemen
atas misi yang diembannya. Dengan kata lain, penilaian kinerja suatu perusahaan sangat penting bagi
semua pihak yang mempunyai kepentingan terhadap eksistensi perusahaan, karena menyangkut
distribusi kesejahteraan diantara meraka.

Economik Value Added (EVA)
Stern Stewart & Co.’s Economic Value Added (EVA) adalah suatu pendekatan untuk mengukur
keuntungan ekonomi (economic profit) suatu perusahaan. EVA dihitung berdasarkan laporan keuangan,
dengan cara mengembalikan penyimpangan-penyimpangan dalam kinerja operasi yang dihasilkan oleh
aturan-aturan akuntansi dan dengan membebankan keuntungan operasi (operating profit) untuk semua
modal dan hutang yang digunakan dalam perusahaan, atau EVA sama dengan net oprating profit after


tax (NOPAT) dikurangi Capital Charge.
EVA berhubungan lebih baik dengan harga saham, dari pada ukuran-ukuran akuntansi tradisional.
Ukuran-ukuran kinerja tradisional seperti perputaran (turnover), return on equity, oprating profit,
return on invested capital (ROIC), arus kas, dan ukuran-ukuran kinerja tradisional yang lain hanya
sebagai penggerak (driver) nilai, tetapi EVA adalah merupakan ukuran-ukuran keduanya.
Teori pembelanjaan perusahaan mendefinisikan nilai suatu perusahaan sebagai net present value
(NPV) dari nilai sekarang dan free cash flow (FCF) dimasa mendatang. Jadi EVA berguna setiap waktu
sebagai suatu keputusan dan sebagai suatu ukuran setelah itu. EVA berhubungan dengan harga saham
melalui nilai tambah pasar (market value added-MVA). MVA adalah perbedaan antara nilai pasar
hutang dan equity dengan total modal yang di gunakan dalam perusahaan. MVA suatu perusahaan
adalah total kesejahteraan, atau net present value bahwa manejer mampu menciptakan EVA sekarang
dan EVA yang di harapkan di masa mendatang lebih baik.
EVA adalah suatu ukuran yang di gunakan untuk memonitor secara keseluruhan penciptaan nilai
dalam suatu perusahaan. EVA bukan suatu strategi, tetapi merupakan cara untuk mengukur hasil. Ada
banyak indikator nilai yang di perlukan untuk mengelola, tetapi apakah dapat dengan hanya satu
ukuran mewakili satu keberhasilan. Suatu ukuran tunggal adalah diperlukan sebagai ukuran kinerja
yang pokok sehingga dapat membantu pengelola dalam menangani keseimbangan tujuan-tujuan yang
bertentangan.
EVA adalah bukan suatu konsep baru. Para ekonomi telah mengenal mengenai rangka residual
income, tetapi baru-baru ini perusahaan-perusahaan mempunyai keinginan untuk memulai membuat

ukuran-ukuran yang dapat memberikan aplikasi-aplikasi secara praktis sehingga dapat digunakan oleh
para manajer oprasional. EVA merupakan ukuran tunggal yang di gunakan dalam semua proses-proses
manajemen. Ketika keputusan dibuat, kinerja adalah yang harus diukur, dan kompensasi adalah yang
harus di tentukan dengan menggunakan ukuran yang sama untuk memperoleh akuntabilitas. Ada dua
alasan utama yang disebutkan mengapa EVA di gunakan dalam perusahaan adalah (1) tujuan EVA

adalah untuk meningkatkan pengetahuan organisasi perusahaan dan memahami impliksi-implikasi
financial terhadap proses-proses EVA, yang mana akan memperbaiki

pengambilan keputusan

kemudian akan meningkatkan nilai suatu perusahaan, (2) EVA adalah mudah untuk di pahami.
Market value added (MVA) adalah suatu metode untuk mengkuantifikasi

nilai yang telah

ditambahkan atau dibagi dari total modal yang digunakan oleh pemegang saham suatu perusahaan.
MVA merupakan ukuran kinerja external yang menggunakan pasar saham sebagai suatu dasar. EVA
adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengkuantifikasikan kesejahteraan pemegang saham yang
diciptakan atau dimusnashkan(destroyed) oleh aktifitas-aktifitas operasi perusahaan dan manajemen

perusahaan sendiri (Hall). Ketidakseimbangan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, atau adanya konflik
didalam organisasi perusahaan, dapat mampengaruhi atau merusak economic profit bagi perusahaan.
Biddle, et.al (1997), menguji asersi bahwa economic value added (EVA) adalah lebih tinggi di
hubungkan dengan return saham dan nilai perusahaan dari pada earnings akrual, dan menguji
komponen-komponen EVA, jika ada, kontribusi dari hubungan tersebut. Penguji kandungan informasi
relatif menyatakn earnings lebih tinggi dihubungkan dengan return dan nilai perusahaan dari pada
EVA, residual income, atau arus kas dari operasi. Penguji selanjutnya menunjukan bahwa tambahan
komponen-komponen EVA hanya secara marginal memberikan kandungan informasi melebihi
earnings. Hasil pengujian menunjukan tidak mendukung pernyataan bahwa EVA mendominasi
earnings dalam kandungan informasi relatif, dan menyarankan bahwa earnings pada umumnya diluar
kinerja EVA.
Biddle, et.al (1997), menggunakan Activity Based Costing (ABC), The balance Scorecard dan
EVA sebagai alat yang dapat membantu perusahaan untuk mencapai kesuksesan pada situasi
lingkungan bisnis yang dinamis dan bersaing sekarang ini. Alat-alat tersebut saling melengkapi, yang
mana ABC dapat membantu para majer memahami pengaruh kos dan modal terhadap keputusan
mereka, The balance Scorecard memberikan gambaran yang luas terhadap kinerja termasuk indikator
finansial dan non-finansial dari kedua sifat ketidak pastian dan kelambatan, sedangkan EVA

memberikan suatu hubungan antara keputusan, ukuran kinerja dan reward, yang merupakan focus para
manajer terhadap penciptaan nilai.

Kepemilikan Manajemen
Isu kepemilikan manajemen dan kinerja telah di alamatkan secar ekstensif dalam literature
perusahaan, tetapi sedikit menjadi perhatian dalam literature perbankan. Literature perusahaan
menekankan hubungan antara manajemen atau kepemilikan dalam (insider) dan kinerja perusahaan.
Studi tersebut penting dalam riset dalam sebab mereka mengindikasikan bahwa adanya konflik apakah
kepemilikan manajemen dapat digunakan sebagai control yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja
perusahaan.
Holdermess, et.al, (1998), membuktikan bahwa kepemilikan saham oleh officers dan directors
untuk perusahaan-perusahaan yang sahamnya diperdagangkan dipasar modal, rata-rata meningkat.
Kepemulikan manajemen naik dari 13% tahun 1935 menjadi 21% pada tahun 1995. Pengujian secara
rinci terhadap hipotesis yang dikembangkan menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen lebih tinggi
tidak dapat digantikan terhadap alternatif mekanisme corporate governance. Perubahan lebih rendah
dan kesempatan lebih besar yang membatasi prilaku manajemen dihubungkan dengan pengembangan
pasar keuangan menunjukan pentingnya faktor-faktor yang menjelaskan peningkatan dalam
kepemilikan manajemen.
Hanson & Song (2000), menunjukkan bahwa para pemegang saham dari suatu perusahaan yang
melepaskan asset menerima keuntungan secara signifikan berhubungan dengan kepemilikan saham
oleh manajemen perusahaan. Hipotesis yang diusulkan Jensen & Meckling secara keseluruhan
menunjukkan adanya hubungan positif antara kepemilikan manajemen dan nilai perusahaan. Mereka
menganjurkan bahwa adanya suatu hubungan monotonic terbalik antara control kepemilikan
manajemen dan kos agensi, dan sebagai peningkatan kepemilikan, terjadi peningkatan insentif bagi
manajemen yang kemudian dapat memaksimumkan nilai perusahaan.

Review Penelitian Terdahulu
Beberapa studi empiris telah menggunakan Tobin’s Q sebagai suatu ukuran penilaian mengenai
studi hubungan antara kepemilikan manajerial dan penilaian perusahaan. Morck, Shleifer, dan Vishny
(1988) dan McConnell dan Servaes (1990) yang memberikan dukungan terhadap pengaruh positif
alignment dan pengaruh negatif entrenchment. Model empiris mereka tidak memperhitungkan adanya
pengaruh monitoring dihubungkan dengan monitoring eksternal. Chung dan Ho (1996) mengisi celah
perbedaan ini dalam literatur yang secara empiris menguji hubungan antara jumlah anailis dan Tobin’s
Q dan menentukan suatu hubungan positif. Studi mereka, tidak menggunakan model yang dihubungkan
dengan prosentase kepemilikan manajemen.
Jensen dan Mackling (1976) membuat argumen-argumen yang meyakinkan bahwa prediksiprediksi kepemilikan manajerial berjalan karena kepentingan bersama dari para manajer dan pemegang
saham luar sepertinya bahwa ada suatu hubungan positif yang diharapkan antara kepemilikan
manajerial dan penilaian perusahaan.
Stulz (1988) mengembangkan suatu model penilaian perusahaan dengan memperhatikan
pengaruh entrenchment yang mengasilkan suatu hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan
penilaian perusahaan pada tingkat kepemilikan manajemen yang cukup tinggi.
Lebih lantut, Jensen and Mackling berargumen bahwa monitoring external (Analyst Coverage)
menghasilkan suatu hubungan positif menentukan penilaian perusahaan. “Kita mengharapkan aktivitas
– aktivitas monitoring menjadi mengkhusus terhadap kepemilikan institusi dan individu yang
mempunyai keunggulan bersaing dalam aktivitas- aktivitas monitoring tersebut. Satu dari kelompok –
kelompok yang mengetahui untuk dapat memainkan peran yang besar dalam aktivitas – aktivitas
tersebut adalah terdiri dari analis – analis sekuriras“. Mereka selanjutnya beragumen bahwa jika
aktivitas analis sekuritas mengurangi kos – kos agensi di hubungkan dengan pemisahan kepemilikan
dan kontrol mereka adalah tentu produktif secara sosial. Selain itu, Jika ini benar kita mengharapkan

keuntungan utama aktivitas sekuritas dapat di refleksikan dalam nilai yang di kapitalisasikan lebih
tinggi terhadap hak kepemilikan dari perusahaan.
Chen dan Steiner ( 2000), Menggunakan model secara simultan antara fungsi monitoring internal
dan fungsi monitoring external untuk melihat nilai perusahaan. Hasil study empiris mereka
menyimpulkan: Pertama, di temukan pengaruh substitusi yang berkurang antara kepemilikan
manajemen dan analyst coverage dan nilai marginal yang menurun untuk kepemilikan manajemen.
Kedua, Mendukung pengaruh aligment dan pengaruh entrenchment dalam hubungan antara
kepemilikan manajerial dan Tobin’s Q setelah di kontrol dengan pengaruh analyst coverage. Ketiga,
mendukung argumentasi bahwa analyst coverage meningkatkan nilai perusahaan setelah di kontrol
dengan pengaruh kepemilikan manajemen. Terkhir, di temukan bahwa analyst coverage, kepemilikan
manajemen dan penilaian perusahaan menentukan secara bersama – sama.
Jika para manager mampunyai saham dalam perusahaan terdapat kepentingan antara para
manager dan para pemegang saham di luar, sehingga menimbulkan pengaruh terhadap pemilihan
keputusan. Morck et al. (1998) menunjukkan bahwa hubungan antara kepemilikan manajemen dan
penilaian pasar Tobin’s Q tergantung pada kekuatan mendominasi kepemilikan manajemen. Hasil riset
menunjukan bahwa pengaruh convergence of interest berhubungan dengan kepemilikan, mengingat
kondisi pertahanan pada kisaran kepemilikan 5% sampai 25%. McConnell dan Servaes (1990) juga
menemukan suatu hubungan nonlinear antara Tobin’s Q dan pecahan saham yang dimiliki oleh
perusahaan sendiri.
Fosberg & Nelson (1999), menggunakan dua teori untuk menjelaskan mengapa beberapa
perusahaan menggunakan orang-orang berbeda untuk memegang posisi jabatan Dewan Komisaris dan
Direksi. Teori

agensi

mengusulkan

bahwa

perusahaan

perusahaan

menggunakan

struktur

kepemimpinan ganda ini untuk kontrol kos agensi yang di buat dengan memisahkan kepemilikan dan
kontrol. Teori suksesi normal menyatakan secara tidak langsung timbulnya struktur kepemimpinan
sebagai bagian dari proses suksesi normal yang digunakan untuk mengganti pemberhentian komisaris

atau direksi. Hasil pengujian yang dilakukan menunjukan bahwa statistik signifikan memajukan kinerja
setelah adanya pemisahan dalam struktur kepemumpinan.
Brailsford, et.al., melakukan studi mengenai hubungan antara struktur kepemilikan dan struktur
modal. Mereka menggunakan rerangka teori agensi yang menyatakan bahwa distribusi kepemilikan
modal diantara manajer perusahaan dan kelompok-kelompok pemilik eksternal mempunyai hubungan
signifikan dengan leverage. Hasilnya konsisten dengan hipotesis monitoring Aktif, covergency of
interest hypotesis dan hipotesis entrenchment yang di ajukan oleh penulis-penulis lainnya.
Simpson & Gleason (1999), menguji hubungan antara kepemilikan dan struktur Dewan Direksi
dan mekanisme konrol intern yang mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan. Mereka melihat
aspek kepemilikan dan governance yang meliputi kepimilikan oleh direktur dan officer, kepemilikan
oleh CEO, jumlah direktur, prosentase direktur dari dalam, dan perangkapan CEO. Hasilnya
mengindikasikan probabilitas lebih rendah terhadap kesulitan keuangan (financial distress) ketika
seseorang merangkap sebagai CEO dan Dewan Komisaris, tetapi faktor-faktor lain tidak mempunyai
pengaruh signifikan.
Jansen & Meckling (1976) mengintegrasikan elemen-elemen dari teori agensi, teori hak milik,
dan teori pendanaan untuk mengembangkan teori struktur kepemilikan perusahaan. Mereka
menunjukan hubungan isu “pemisahan dan kontrol”, menyelidiki sifat teori agensi yang dihasilkan
karena adanya hutang dan modal luar. Mereka juga memberikan definisi baru mengenai perusahaan,
dan menunjukan bagai mana menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penciptaan dan
permasalahan tuntutan hutang dan modal yang merupakan kasus dalam masalah-masalah pasar.
Cole & Mehran (1998), menguji kinerja harga saham dan struktur kepemilikan untuk sampel
perusahaan industri yang dikonversikan dari mutual fund menjadi kepemilikan saham. Ditemukan
bahwa setelah konversi dan pembatasab struktur kepemilikan, kinerja perusahaan bertambah secara
signifikan, dan porsi kepemilikan saham dimiliki oleh manajer-manajer dan karyawan perusahaan.
Perubahan kinerja secara positif berhubungan dengan perubahan kepemilikan oleh manajer, sedangkan

secara negatif berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam kepemilikan oleh karyawan.
McConell & Servaes (1990) menguji hubungan antara Tobin Q dan struktur kepemilikan equity
dari suatu sampel 1173 perusahaan untuk tahun 1976 dan 1093. Ditemukan hubungan curvilinear
signifikan hubungan antara Q dan pemecahan saham yang dimiliki oleh insider perusahaan dan
investor institutional. Hasilnya konsisten dengan hipotesisi yang menyatakan bahwa nilai perusahaan
adalah fungsi dari struktur kepemilikan modal.
Demsetz & Villalonga (2001), menguji hubungan antara struktur kepemilikan dan kinerja
perusahaan, jika kepemilikan adalah dibuat multidimensional dan juga diperlukan sebagai suatu
variabel endogenous. Ditentukan secara statistik tidak signifikan hubungan antara struktur kepemilikan
dan kinerja perusahaan. Temuan ini konsisten dengan gambaran bahwa penyebaran kepemilikan,
walaupun temuan ini menimbulkan masalah – masalah agensi, termasuk juga keuntungan kompensasi
yang secara umum menambah masalah. Konsekuensinya, untuk data yang merefleksikan pasar sebagai
cerminan struktur kepemiliakan,tidak sistematik hubungan antara struktur kepemilikan dan kinerja
perusahaan.
Smith (1990), Menguji perubahan kinerja operasi terhadap 58 management buyouts untuk
perusahaan publik selama 1977-1986. Hasil operasi meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun
setelah buyouts digunakan sebagai ukuran dengan operating cash flowes ( Sebelum bunga dan pajak )
per karyawan dan per dollar dari asset operasi. Konsekuensi perubahan dalam hasil operasi
menunjukan bahwa peningkatan ini berkelanjutan. Penyesuaian dalam manajemen modal kerja
memperbesar peningkatan dalam hasil operasi. Peningkatan ini bukan hasil dari pemberhentian atau
pengurangan dalam pengeluaran untuk periklanan, pemeliaraan dan perbaikan, riset dan pengembangan
atau aktiva tetap tanah dan perlengkapan.
Allen & Phillips (2000), Menguji long-term block ownership dan perubahan kinerja untuk
perusahaan – perusahaan dengan corporate block owners. Termasuk juga menguji alasan – alasan
potensial mengenai kepemilikan perusahaan yang meliputi manfaat dalam hubungannya dengan pasar

produk, pengaruh terhadap pembatasan pembelanjaan, dan pengawasan pengurus oleh pemilik
perusahaan. Ditemukan bahwa hubungan signifikan lebih besar peningkatan dalam harga saham,
investasi dan laba operasi ketika kepemilikan dikombinasikan dengan aliansi, joint venture dan pasar
produk lainnya antara pembelanjaan dan target perusahaan, khususnya pada industri – industri dengan
biaya riset dan pengembangan tinggi. Temuan ini konsisten dengan kesimpulan bahwa block ownership
oleh perusahaan memberikan manfaat signifikan dalam hubungannya dengan pasar produk.
Fogelberg & Griffith (2000), Menguji hubungan kepemilikan manajemen dan kinerja perusahaan
untuk sampel perusahaan perbankan yang diambil dari database Stern Stewart & Co 1997 untuk tahun
yang berakhir 1996. Mereka mengiji hipotesis-hipotesis yang di ajukan oleh Jansen & Mackling yang
secara keseluruhan menunjukan adanya hubungan positif antara kepemilikan manajemen dan nilai
perusahaan. Hasil pengujian yang dilakukan menunjukan bahwa hubungan antara kepemilikan
manajemen dan kinerja perusahaan adalah tidak monotonik tetapi secara signifikan curvelinear.
Jensen & Mackling (1976) menjelaskan bahwa ketika pemilik-manajer menjual equality kepada
perusahaan outsider, dan ketika kedu kelompok adalah dapat memaksimumkan kegunaan, kepentingan
pemili-manajer akan berbeda dari prinsip baru. Jensen dan Mackling menyatakan bahwa sebagai
kegagalan dalam memaksimumkan kesejahtraan prinsipal adalah merupakan kerugian residual, dan
merasa lebih penting dengan konflik prinsipal/agen.
Morck, Shleifer dan Vishny (1988) menyatakan bahwa nilai perusahaan akan berkurang ketika
manajemen bebas dari pengecekan terhadap kontrol mereka dan mengusulkan bahwa kinerja
perusahaan akan menurun sebagai peningkatan kepemilikan manajemen. Ditentukan secar signifikan
hubungan curvelinear antara kepemilikan manajemen dan nilai perusahaan, yaitu bahwa kedua efek
perbedaan kepentingan dan efek entrenchment adalah bekerja. Tegasnya, hasil studi ini adalah
menunjukan bahwa peningkatan nilai perusahaan, kemudian menurun, kemudian meningkat dengan
perubahan kepemilikan manajemen.
Berle & Means (1932) menyatakan bahwa peningkatan size perusahaan, kepemilikan menjadi

menyebar, yang dapat menimbulkan konplik kepentingan antara pemilik dan manajemen. Jensen &
Mackling, Berle & Means berasumsi bahwa pemilik dan manajemen adalah pemilik tunggal yang
mampu mengurangi posisi modal dalam perusahaan.
Penelitian-penelitian manajemen menggunakan variabel-variabel akuntansi sebagai ukuranukuran kinerja seperti return on equity (ROE), return on invesment (ROI), dan return on assets (ROA),
berhubungan dengan variabilitas mereka sebagai ukuran resiko. Studi-studi sebelumnya khusus
mengukur accounting rate of return, termasuk ROI, return on capital (ROC), ROA, dan return on sales
(ROS). Ide dibalik ukuran-ukuran tersebut adalah bertujuan untuk mengevaluasi kinerja manajereal –
bagaimana sebaiknya manajemen perusahaan menggunakan asset (yang di ukur dalam rupiah) untuk
menghasilkan accounting return per rupiah dari investasi, aktiva atau penjualan. Masalah – masalah
yang timbul menggunakan ukuran – ukuran tersebut sebaiknya di ketahui. Laba akuntansi memasukkan
penyusutan dan kos inventory dan pengaruhnya terhadap keakuratan pelaporan laba. Nilai – nilai aktiva
adalah juga dicatat secara historis. Ketika konvensi – konvensi akuntansi memuat variabel – variabel
tersebut tidak reliabael, ekonom – ekonom menggunakan return pasar atau discounted cash flows
sebagai ukuran – ukuran kinerja. Untuk kepentingan konsistensi, digunakan dua ukuran akuntansi
yaitu: ROE dan ROA, yang berhubungan dengan return pasar untuk mengukur kinerja. Return on
equity (ROE) adalah suatu variabel yang sering kali digunakan dalam penelitian kinerja manajemen
atas, dan untuk membuat keputusan – keputusan kompensasi eksekutif. Studi ini menggunakan ROE
sebagai suatu ukuran untuk penelitian kinerja dan menghitung rata – rata return on equity (ROE) untuk
semua perusahaan yang menjadi sampel dan periode waktu deviasi standar AROE dan juga koefisien
varian untuk masing – masing dibagi menjadi tiga kelompok deversifikasi. ROE adalah didefinisikan
sebagai net income (laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa) dibagi dengan modal saham.
Coefficient of variation (CV) menunjukan per unit dari rata – rata return. ROA adalah didefinisikan
sebagai net income (laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa) dibagi dengan nilai buku dari total
aktiva. Rata – rata return on asset (AROA) juga di tentukan untuk semua perusahaan yang menjadi

sampel dan periode waktu untuk menghitung deviasi standar AROA dan juga koefisien untuk masing –
masing menjadi tiga kelompok diversifikasi. Return pasar (MRTRET) adalah variabel dependen ketiga
yang digunakan MRTRET dihitung untuk satu tahun kalender dengan mengambil perbedaan antara
perbedaan harga saham akhir tahun berjalan, dan harga saham akhir tahun sebelumnya, yang di tambah
dengan penyebaran dividen untuk tahun tersebut, dan kemudian di bagi dengan hasil dari harga akhir
tahun sebelumnya. Pertimbangannya bahwa penguji terhadap pengaruh kontrol CEO muncul dari dua
sumber-sumber yang mendasar dan saling berhubungan, mempengaruhi dewan direksi dan kekuatan
suara CEO dalam perusahaan. Sedangkan kinerja adalah sulit untuk di ukur, pengaruhnya dapat
memberi keuntungan melalui hubungan kerja dengan anggota direksi dan melalui partisifasi dalam
pemilihan top manajer dan anggota-anggota direksi.
Kekuatan hak suara CEO secara langsung dihubungkan dengan jumlah prosentase kepemilikan
saham atau hak suara yang dikendalikan oleh manajemen tingkat atas perusahaan termasuk CEO dan
anggota dari dewan direksi. Kepemilikan saham oleh manjer-manajer tersebut dapat menambah secara
potensial dorongan adanya konflik dari keduanya. Pertama, kotrol CEO dapat memberikan suatu
dorongan untuk mengurangi konsumsi yang terlalu banyak terhadap manfaat yang berhubungan dengan
keuangan sebab kos yang ditanggung oleh manajemen dan proporsional dengan kepemilikan saham
mereka (Jensen & Mackling (1976)). Kedua, kontrol dihubungkan dengan peningkatan kepemilikan
saham dapat dibatasi manajemen dari kedua mekanisme disiplin internal dan external seperti misalnnya
pasar untuk kontrol perusahaan (Jensen & Ruback (1983)). Dalam kasus petama, peningkatan
kepemilihan saham manajemen akan mengurangi kos agensi dan peningkatan nilai perusahaan. Dalam
kasus kedua, peningkatan kepemilikan saham manajemen mengikis kesempatan manajemen dan
kepentingan pemegang saham dan penurunan nilai modal.
Studi sebelumnya telah menetapkan suatu hubungan linier antara kontrol manajemen (yang
diukur dengan kepemilikan saham manajemen) dan (1) nilai perusahaan (Mock, Shleifer, dan Vishy
(1988)), (2) kompensasi yang dibayarkan kepada karyawan (Certer dan Stover (1991)), dan (3)

prosentase kompensasi CEO yang dibayarkan melalui program insentif saham (Toyne, Millar dan
Dixon (1996)).
Signifikan pengaruh kepemilikan dalam pengambilan keputusan dapat digambarkan sebagai suatu
usaha untuk mengurangi masalah agensi melalui suatu bentuk monitoring agen. Pada tingkat tertentu
bahwa pemilik mempunyai waktu dimasa mendatang lebih panjang untuk perusahaan daripada manajer
yang bukan pemilik, mereka akan mempunyai alasan-alasan untuk mempengaruhi investasi modal dan
akan bersedia untuk membuat kinerja keuangan jangka pendek yang akan mempengaruhi kesejahtraan
jangka panjang. Hill dan Snell (1989) mengusulkan bahwa pemegang saham mayoritas menghadapi
kos yang dikeluarkan lebih tinggi karena respon terhadap kuartalan lebih berfokus pada kesejahtraan
perusahaan jangka panjang. Ekspektasi yang dikembangkan bahwa perusahaan dan kepemilikan saham
signifikan mempengaruhi dalam mengambil keputusan investasi modal pada tingkat lebih tnggi
perusahaan tanpa memperhatikan kehediran kepemilikan saham signifikan.
Stuktur kepemilikan telah diperkenalkan dengan promosi dari total saham yang dimiliki oleh
anggota direktur. Variabel ini merupakan proksi dorongan-dorongan derektur untuk melakukan tujuan
monitoring

yang efesien. Variabel ini pantas digunakan sebagai proksi kepemilikan manajemen.

Hubungan antara distribusi kepemilikan saham dan aspek-aspek lain perusahaan mungkin tergantung
pada tingkat kepemilikan insider dalam beberapa momen spesifik.
Berdasarkan Morck et.al, (1988), mengunakan variabel untuk mengukur tingkat kepemilikan
manajemen yang bertujuan untuk mereflesikan perbedaan pengaruh struktur kepemilikan yang
mempunyai ketergantungan dengan tingkat kepemilikn manajerial. Tingkat kepemilikan kategori satu
(INSI1) sama dengan 20%. Tingkat kepemilikan katagori dua (INSI2) didefinisikan sebagai prosentase
kepemilikan manajerial kurang dari 20%, sebaliknya nilai INSI 1 sama dengan 20%. Tingkat
kepemilikan kategori dua (INSI2) didefinisikan sebagai prosentase kepemilikan manajerial kurang dari
20% yaitu direktur tidak mempunyai lebih dari 50% saham, sebaliknya nilai INSI 2 sama dengan 30%.

Jika kepemilikan insider kurang dari 20%, maka INSI2 sama dengan 0. Tingkat kepemilikan kategori
tiga (INSI3) hitungan adalah dihitung sebagai prosentase saham yang dimiliki oleh direktur kurang dari
50%. Jika kepemilikan manajerial lebih tinggi dari 50%, maka nilai INSI 3 sama dengan 0. Morck et.al ,
(1988), menambahkan variabel kontrol antara lain struktul modal yaitu sebagai rasio equity dan hutang
(nilai buku), dan ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan yang lazim digunakan adalah nilai buku
aktiva nilai perusahaan akhir tahun. Namun, penggunaan nilai buku aktiva mempunyai hubungan
negatif, kemudian untuk mengurangi msalah ini maka ukuran perusaan dihitung sebagai logaritma nilai
buku aktiva (LogAktiva). Aspek lain yang relevan sebai kontrol variabel adalah likuiditas perusahaan
(Fazzari,et al., 1988; 1990b). Variabel ini dihitung dengan total asset (LIQ). Kontrol variabel terakhir
adalah sebagai indikator profitabilats perusahaan sesuai dengan pengaruhnya terhadap nilai perusahaan,
variabel yang dipilih adalah return on asset (ROA).

Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis dan review penelitian terdahulu diatas, dapat dikembangkan
hipotesis sebagai berikut:

Kepemilikan Manajemen
Jensen dan Mackling (1976) memprediksi bahwa kepemilikan manajerial berjalan karena
kepentingan bersama dari para manajer dan pemegang saham luar sepertinya bahwa suatu hubungan
positif yang diharapkan antra kepemilikan manajerial dan penilaian perusahaan. Seperti halnya studi
yang dilakukan oleh Cole & Mehran (1998), menyatakan bahwa setelah konversi dan pembatasan
struktur kepemilikan, kinerja perusahaan bertambah secara signifikan, dan porsi kepemilikan saham
yang dimiliki oleh manajer-manajer dan karyawan perusahaan. Perubahan kinerja secara positif
berhubungan dengan perubahan dalam kepemilikan oleh manajer, sedangkan secara negatif
berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam kepemilikan oleh karyawan. Sedangkan Stulz (1988)
mengembangkan suatu model penilaian perusahaan dengan memperhatikan pengaruh entrenchment

yang menghasilkan suatu hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan penilaian perusahaan
pada tingkat kepemilikan manajemen yang cukup tinggi.
Pengujian yang dilakukan Fogelbreg & Griffith (2000), mengenai kepemilikan manajemen dan
kinerja perusahaan menunjukan adanya hubungan tidak monotonik, tetapi secara signifikan
curvelinear. Morck, sheilfer dan Vishny (1988) menyatakan bahwa nilai perusahaan akan berkurang
ketika manajemen bebas dari pengeceken terhadap kontrol mereka dan bahwa kinerja perusahaan akan
menurun sebagai peningkatan kepemilikan manajemen. Ditemukan secara signifikan hubungan
curvelinear antara kepemilikan manajemen dan nilai perusahaan, yaitu bahwa kedua efek perbedaan
kepentingan dan efek entrenchement adalah bekerja. Tegasnya, hasil studi ini adalah menunjukkan
bahwa adanya peningkatan nilai perusahaan, kemudian menurun kemudian meningkat dengan
perubahan kepemilikan manajemen. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikembangkan hipotesis
alternatif sebagai berikut:
H1 Terdapat hubungan antara kepemilikan manajemen dan kinerja perusahaan.
H2 Hubungan antara kinerja perusahaan dan kepemilikan manajemen adalah tidak monotonik.

Ukuran Perusahaan
Berla dan Means (1932) menyatakan bahwa dengan meningkatkan size

perusahaan,

mengakibatkan kepemilikan menjadi menyebar, yang dapat menimbulkan konflik kepentingan antara
pemilik dan manajemen. Jensen & Mackling. Berle & Means berasumsi bahwa pemilik

dan

manajemen adalah pemilik tunggal yang mampu mengurangi posisi modal dan perusahaan.
Berdasarkan Morck

et.al, (1988), mengelompokan kepemilikan manajemen untuk

merefleksikan perbedaan pengaruh struktur kepemilikan, menyatakan bahwa secara signifikan
mempunyai ketergantungan dengan tingkat kepemilikan manajemen. Variabel kontrol yang digunakan
antara lain stuktur modal, ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan yang lazim digunakan adalah nilai
buku aktiva.

Variabel ukuran perusahaan diukur sebagai logaritma dari total aktiva. Variabel ini diprediksi
mempunyai hubungan yang negatif dengan resiko. Ukuran aktiva dipakai sebagai wakil pengukur
besarnya perusahaan. Perusahaan yang besar dianggap mempunyai resiko yang lebih kecil
dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Alasannya adalah karena perusahaan yang besar
dianggap mempunyai akses ke pasar modal, sehingga dianggap mempunyai beta yang lebih kecil
(Elton dan Gruber,1994). Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikembangkan hipotesis alternatif sebagai
berikut :
H3

Terdapat

hubungan

positif

antara

ukuran

perusahaan

dan

kinerja

perusahaan.

METODOLOGI PENELITIAN
Model Penelitian
Untuk menguji hubungan antara variabel dependen EVA ( Economic Value Added) sebagai
ukuran kinerja perusahaan dan variabel independen kontrol kepemilikan manajemen (MAN) dan
ukuran perusahaan (AKTIVA) maka digunakan metode analis multiple regression sebagai berikut :
EVA = α + β1AKTIVA + β2 MAN + ε
EVA = α + β1AKTIVA + β2 MAN + β3 MAN2 + ε
EVA = α + β1AKTIVA + β2 MAN + β3 MAN2 + β4 MAN3 + ε
Dalam hal ini,
EVA

: Economic Value Added

AKTIVA : Nilai Buku Aktiva
MAN

: Kepemilikan Manajemen

MAN2

: Kwadrat Kepemilikan Manajemen

MAN3

:

Cubed Kepemilikan Manajemen

Pengukuran dan operasionalisasi variabel

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang diukur dengan ukuran
economic value added (EVA), sedangkan variabel independennya adalah prosentase kepemilikan
manajemen dan ukuran perusahaan menggunakan nilai buku aktiva.

Variabel Dependen: Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan di ukur dengan economic value added (EVA). Langkah-langkah untuk
menghitung angka EVA setiap perusahaan sampel mengikuti prosedur estimasi EVA yang di gunakan
Hartono dan Chendrawati (1999), yaitu sebagai berikut:
(1) Menghitung biaya hutang tahunan,
(2) Menghitung biaya modal, yitu melalui tahap:
a. Menghitung return saham mingguan,
b. Menghitung return pasar,
c. Menghitung beta,
(3) Manghitung struktur modal,
(4) Menghitung rata-rata tertimbang biaya modal (WACC),
(5) Menghitung EVA dengan formula:
EVA = net oprating profit after tax-(WACC x modal)

Variabel Independen
Kepemilikan Manajemen
Kepemilikan manajemen adalah jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajemen, yaitu
prosentase kepemilikan saham oleh manajemen dengan total saham perusahaan pada akhir tahun 2001.
Angka-angka kepemilikan saham oleh manjemen awalnya diambil dari laporan tahunan yang
dipubilaksikan di dalam ICMD 2002, kemudian di cross cek dengan laporan keuangan tahunan yang
telah di audit.

Ukuran Perusahaan

Variabel ini merupakan jumlah nilai buku aktiva perusahaan sampai per 31 Desember 2001.
Diambil dari laporan keuangan yang di publikasikan dalam Indonesian Capital Market Directory
(ICMD) 2002.

Data Yang Diperlukan
Data yang di pergunakan dalam penelitian ini, merupakan data sekunder. Data ini di peroleh
dari Indonesian Capital Market Directory

2002 yang berisi informasi seluruh perusahaan yang

sahamnya dimiliki oleh manajemen, dan sumber lain yang menyediakan informasi laporan keuangan
tahunan. Data yang diperlukan terdiri dari:
a)

Biaya bunga yang dilaporkan dalam laporan rugi-laba periode 1 Januari

sampai dengan 31

Desember 2001 dan total hutang perusahaan sampel per 31 Desember 2001. Data ini
diperlukan untuk menghitung biaya bunga tahunan.
b) Harga saham penutupan pada minggu terakhir tahun 2000, harga saham penutupan selama
tahun 2001, dan jumlah dividen yang dibayarkan perlembar saham selama tahun 2001. Data
ini digunakan untuk menghitung return saham perusahaan sampel.
c)

Indes LQ 45 pada minggu terakhir tahun 2000 dan selama tahun 2001. Data ini digunakan
untuk menentukan return beban resiko.

d) Tingkatan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia jangka waktu 1 bulan selama tahun 2001.
Data ini digunakan untuk menentukan return beban resiko.
e)

Total hutang dan modal akhir tahun 2001. Data ini diperlukan untuk menghitung stuktur
modal dan penghitungan rata-rata tertimbang biaya modal.

f)

Laba bersih setelah pajak yang diperoleh perusahaan sampel selama tahun 2001. Data ini
diperlukan untuk menghitung economic value added (EVA).

g) Nilai buku aktiva akhir tahun2001.
h) Prosentase kepemilikan saham manajemen akhir tahun 2001.

Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Pengambilan sampel dilakukan secara porposive sampling dengan kreteria perusahaan yang sahamnya
dimiliki oleh manajemen. Karena keterbatasan penelitian, dari sampel yang diperoleh kemudian di
seleksi untuk perusahaan yang loporan keuangannya tesedia untuk keprluan perhitungan economic
value added.

Diagnosis Model
Model regresi akan menghasikn estimator tidak bias yang baik jika tepenuhi asumsi klasik,
yaitu: Normalitas (data berdistribusi normal), Autocorelation (E(ε)= 0), Homoscedasticity (σ2ε
tetap),dan Collinearity (nilai dari ε, independen). Berikut ini akan dibahas secara lebih rinci mengenai
asumsi klasik yang telah disebutkan diatas.

Normalitas
Normalitas data merupakan asumsi yang sangat mendasar dalam analisis multivariate (Hair,
et.al, 1998). Untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat dilihat pada hasil
gambar histogram, atau dengan uji statistik. Uji normalitas dalam paket statistik dengan komputer juga
tersedia, umumnya menggunakan Lilliefors test, Shapiro- Wilks test dan Kolmogrov-Smirnov test.
Dalam uji Kolmogrov-Smirnov (uji K-S), Ho yang di ajukan adalah data tidak berdistribusi normal.
Sedangkan hipotesis alternatifnya adalah data berdistribusi normal. Dengan demikian jika hasil uji K-S
menunjukan angka yang signifikan, berarti data yang di uji adalah berdistribusi tidak normal.
Sebaliknya jika hasil uji K-S tidak signifikan, berarti data berdistribusi normal.

Heteroskedastisitas
Adanya varian-varian tidak sama (Heteroskedastisitas) menunjukan pelanggaran suatu asumsi
dalam model regresi. Diagnisis di buat dengan memplot residual atau dengan pengujian statistik. Plot
residual (studentized) di prediksi sebagai nilai variabel dependen di bandingkan dengan variabel

independen masing-masing (Hair, et.al, 1998). Homokesdatisitas berarti bahwa dependen variabel
menunjukan tingkat variance yang sama antara variabel predictor (Hair, et.al, 1998). Dalam model
regresi, di harapkan terjadi homokedastisitas.
Dalam penelitian ini, pengujian Heteroskeadastisitas dilakukan dengan meregresikan residual
(studentized) dengan masing-masing variabel independen. Apabila nilai korelasi variable independen
dengan residual kurang dari 0,7 maka tidak terjadi Hiteroskedastisitas.

Autokorelasi
Autokorelasi timbul karena berbagai alasan. Penyebeb utamanya adalah kesalahan dari satu
atau lebih variabel kunci dalam model regresi yang dikembangkan (Neter, et.al, 1993). Alasan lainya
yang penting adalah pengaruh random cenderung untuk beberapa periode.
Uji yang digunakan untuk menditeksi adanya autokorelasi adalah uji Durbin Waston. Uji
Durbin Waston (d) di hitung berdasarkan perbedaan antara residual yang saling berdekatan, et –et-1
(Neter, et.al, 1993:800). Jika nilai d lebih kecil dari nilai batas bawah (dL), disimpulkan autokorelasi
positif terjadi. Jika nilai d lebih besar dari nilai batas atas (du), di simpulkan autokorelasi positif tidak
terjadi. Jka nilai d berada diantara batas bawah dan batas atas, maka kita tidak dapat mengetahui
ketepatan kesimpulan yang lebih mendekati, biasanya kesimpulannya lebih mengarah kepada
autokorelasi positif terjadi. dalam paket statistik SPSS, nilai Durbin Waston tersebut sudah di hitung.
Untuk menyimpulkan apakah terjadi autokorelasi atau tidak, dapat di bandingkan dengan batas bawah
dan batas atas nilai Durbin-Waston yang ada pada tabel (Neter,et.al, 19934:938).
Multikolinearitas
Suatu isu kunci dalam menginterprestasikan regressian variate adalah hubungan diantara
variabel independen. Ini adalah masak data,bukan masalah spesifikasi model. Idealnya bagi para
penelitian adalah mempunyai angka korelasi yang tinggi antara variabel independen dan variabel
dependen,tetapi dengan angka korelasi kecil diantara variabel independen itu sendiri. Tetapi dalam

situasi

tertentu,seperti

pengaruh

nonlinear

dalam

model

polynomial,diharapkan

terjadi

multikolinearitas(Hair,et.al,1998).
Metode untuk menguji adanya multikolinearitas dilihat dari nilai tolerance value atau
variance inflation faktor (VIF). Batas dari toleranc value adalah 0,10 sehingga batas VIF adalah 10
(Hair,et.al.1998).Apabila pada model regresi linier hasil analisis menunjukkan tolerance value diatas
0,10 maka berarti tidak terjadi multikolinearitas sehingga model tersebut reliabel sebagai dasar analisis.

Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis yang diajukan apakah berhasil didukung,atau tidak,dapat dilihat dari
p-value (atau angka sig.pada output paket statistik SPSS) dari tiap-tiap koefisien korelasi variabel
independen. Apabila p-value lebih kecil dari alternatif yang diajukan didukung oleh data, demikian
juga sebaliknya apabila nilai p-value lebih besar dari tingkat yang digunakan berarti Ho gagal
ditolak,yang berarti hipotesis alternatif yang diajukan tidak didukung oleh data.
Untuk menetukan tingkat signifikansi secara keseluruhan digunakan uji F. Uji ini digunakan
untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap
variabel dependen. Apabila nilai signifikasi F hitung lebih kecil dari nilai F tabel maka hipotesis
alternatifnya ditolak. Dalam paket statistik SPSS,uji F bisa dilakukan dengan melihat angka
signifikansi F. Jika angka signifikansi F lebih kecil dari tingkat yang digunakan,maka hipotesis
alternatif dapat diterima. Sebaliknya jika angka tersebut lebih besar dari tingkat yang digunakan, maka
hopotesis nol tidak bisa ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN3
Pengumpulan Data
Obyek penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh manajemen

pada akhir tahun 2001. Data ya