i OPTIMASI FORTIFIKASI TEPUNG PISANG (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER DAN SUBTITUSI TERIGU DALAM MOCAF TERASETILASI OPTIMATION OF BANANA FLOUR (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER FORTIFICATION AND WHEAT SUBSTITUTION IN ACETYLATED MOCAF Oleh: Christine Handay

OPTIMASI FORTIFIKASI TEPUNG PISANG (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER DAN SUBTITUSI TERIGU DALAM MOCAF TERASETILASI OPTIMATION OF BANANA FLOUR (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER FORTIFICATION AND WHEAT SUBSTITUTION IN ACETYLATED MOCAF

Oleh: Christine Handayani 652013011 TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

OPTIMASI FORTIFIKASI TEPUNG PISANG (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER DAN SUBTITUSI TERIGU DALAM MOCAF TERASETILASI OPTIMATION OF BANANA FLOUR (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER FORTIFICATION AND WHEAT SUBSTITUTION IN ACETYLATED MOCAF

1 2 Christine Handayani 2 , Cucun Alep Riyanto , Yohanes Martono

1 Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

2 Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah - Indonesia 652013011@student.uksw.edu

ABSTRACT

The aims of this research were to determine the effect of fortification acetylated MOCAF using banana uter (M. paradisiaca) flour based on expansion property, swelling power, solubility and ratio of amylose-amylopectin. Fortification of acetylated MOCAF was carried out by variation of banana and wheat flour composition. Optimized formulation was derived by desirability function using Simplex Lattice Design. Data were analyzed using a completely randomized design (CRD) comprised of one factor, which was the ratio between flour, banana flour, and acetylated MOCAF.

Factors that affected optimum expansion property of fortificated MOCAF were combination of banana-acetylated MOCAF and also banana-wheat-MOCAF flour. The results showed that fortification of wheat flour, banana flour, and acetylated MOCAF was lowering amylose and amylopectin content compared to unfortified flour. The same ratio between amylose and amylopectin influenced on the nature of the expansion property and solubility. Same ratio of amylose and amylopectin in fortified and unfortified flour did not alter swelling power properties except banana flour. FTIR spectra scanning results showed that three flours contain functional groups O−H, C=O, and C−O−C. Fortification of wheat and banana flour enhances the quality of acetylated MOCAF.

Keywords :MOCAF, Acetylation,Fortification

PENDAHULUAN

Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), konsumsi terigu nasional pada Januari 2016 mengalami kenaikan sebesar 3,8% atau sekitar 475.500 metrik ton (MT) dibandingkan pada Januari 2015 (Gunawan, 2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi gandum dalam negeri belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri karena produksi tepung terigu hanya menyerap sekitar 7,8 juta ton dari total impor gandum (Anonim, 2016). Penyerapan tepung terigu terbesar adalah produsen mie yang mencapai 55%, sedangkan produsen roti sebanyak 22% dan biskuit 18% (Jaramaya dan Ramadhan, 2015). Apabila keadaan ini dibiarkan secara terus menerus maka negeri ini akan memiliki sifat ketergantungan pangan dari luar negeri. Di Indonesia terdapat beragam tanaman sumber karbohidrat yang tumbuh dengan subur sehingga diversifikasi pangan merupakan pilihan yang tepat untuk lepas dari ketergantungan terhadap beras dan terigu ( Salim, 2011 dalam Amri dan Pratiwi, 2014). Salah satu bahan baku kearifan lokal yang dapat dijadikan substitusi terigu dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional yaitu singkong/ubi kayu (Martono, 2016).

Singkong merupakan salah satu alternatif sumber karbohidrat sebagai substitusi tepung terigu, karena kandungan patinya yang tinggi. Hasil analisa yang dilakukan Subagio (2008) menunjukkan bahwa karbohidrat mendominasi komposisi ubi kayu, yaitu sebanyak 34,00 g per 100 g bahan. Pati ubi kayu ini mempunyai karakteristik yang sangat khas, yaitu prosentase amilopektinnya yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan pati dari sumber lain. Sifat amilopektin berbeda dengan amilosa yaitu retrogradasi lambat dan pasta yang terbentuk tidak dapat membentuk gel tetapi bersifat lengket (kohesif) dan elastis (gummy texture). Hal ini dikarenakan terdapat banyaknya struktur percabangan pada amilopektin (Estiasih, 2006). Adanya kemampuan pembentukan gel dari sifat pati melalui proses gelatinasinya dan bentukan daya lengket yang kuat dari tingginya kadar amilopektin merupakan potensi dalam pembentukan sifat kekenyalan (Ekafitri dkk., 2011).

Charles et al. (2005) melaporkan bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas maksimum pati akan semakin tinggi sehingga semakin mudah produk mengalami retrogradasi (kecenderungan amilosa saling bergabung dengan amilosa yang lainnya). Pati dengan kandungan amilosa yang tinggi sangat cocok untuk pembuatan Charles et al. (2005) melaporkan bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas maksimum pati akan semakin tinggi sehingga semakin mudah produk mengalami retrogradasi (kecenderungan amilosa saling bergabung dengan amilosa yang lainnya). Pati dengan kandungan amilosa yang tinggi sangat cocok untuk pembuatan

MOCAF dikenal sebagai tepung singkong alternatif pengganti terigu. Kata MOCAF merupakan singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung singkong yang dimodifikasi. MOCAF memiliki karakter yang berbeda dengan tepung ubi kayu biasa dan tapioka, terutama dalam hal derajat viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut yang lebih baik (Subagio, 2008). Penelitian sebelumnya tentang fortifikasi MOCAF dengan penambahan pisang uter (Reformasi dan Ervani, 2015) mampu meningkatkan daya kembang kue namun masih memiliki kekurangan dalam hal elastisitas jika ingin digunakan untuk pembuatan mie. Pada penelitian Martono (2016) telah dilakukan proses asetilasi pada MOCAF yang dapat meningkatkan sifat elastisitas dari MOCAF tersebut. Ciri modifikasi kimia adalah dengan menambahkan gugus fungsional baru pada molekul pati sehingga mempengaruhi sifat fisika-kimia dari pati tersebut (Hermansson and Svegmark, 1996 dalam Teja dkk., 2008).

Modifikasi secara kimia dapat dilakukan dengan cara penambahan reagen atau bahan kimia tertentu dengan tujuan mengganti gugus hidroksil (OH) pada pati. Sebagai

contoh, dengan adanya distribusi gugus asetil yang menggantikan gugus OH - melalui reaksi asetilasi akan mengurangi kekuatan ikatan hidrogen di antara pati dan

menyebabkan granula pati menjadi lebih mengembang (banyak menahan air), mudah larut dalam air, serta meningkatkan freeze-thaw stability pati (Adebowale et al., 2005 dalam Teja dkk., 2008).Selain itu, ikatan silang pada asetilasi menyebabkan terjadinya ikatan hidrogen diantara granula pati dan berfungsi sebagai jembatan antar molekul. Ikatan hidrogen inilah yang dapat meningkatkan elastisitas tepung (Miyazaki et al., 2006). Pada tepung pisang terdapat ikatan hidrogen yang berperan mempertahankan struktur integritas granula, dan kekompakan granula. Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati tepung pisang maka semakin menyebabkan granula pati menjadi lebih mengembang (banyak menahan air), mudah larut dalam air, serta meningkatkan freeze-thaw stability pati (Adebowale et al., 2005 dalam Teja dkk., 2008).Selain itu, ikatan silang pada asetilasi menyebabkan terjadinya ikatan hidrogen diantara granula pati dan berfungsi sebagai jembatan antar molekul. Ikatan hidrogen inilah yang dapat meningkatkan elastisitas tepung (Miyazaki et al., 2006). Pada tepung pisang terdapat ikatan hidrogen yang berperan mempertahankan struktur integritas granula, dan kekompakan granula. Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati tepung pisang maka semakin

Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti pengaruh fortifikasi pisang uter dalam MOCAF terasetilasi ditinjau dari nisbah amilosa:amilopektin, expansion property, swelling power, dan solubility serta melakukan identifikasi gugus fungsi MOCAF terasetilasi dan terfortifikasi menggunakan spektrofotometer FTIR. Dari latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan optimasi proses pembuatan tepung dengan variasi komposisi fortifikasi pisang uter dan subtitusi terigudalam MOCAF terasetilasi berdasarkan sifat expansion property dan swelling power menggunakan model Rancangan Bujur Sangkar Sederhana.

2. Menentukan pengaruh fortifikasi tepung pisang uter dan subtitusi gandum terhadap MOCAF terasetilasi ditinjau dari kadar amilosa dan amilopektin.

3. Melakukan identifikasi gugus fungsi MOCAF terasetilasi dan terfortifikasi menggunakan spektrofotometer FTIR.

METODOLOGI

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong dan pisang uter yang diperoleh dari kebun di daerah Tuntang, Kabupaten Semarang. Air rendaman kedelai (ARK) diperoleh dari perajin tempe dari Salatiga. Bahan-bahan yang digunakan diantaranya adalah aquades, HCl, NaOH, asam sitrat, minyak sayur, garam, asam asetatglasial, amilosa, amilopektin, larutan iodin, TCA (Tricholoroacetic acid), KI, asam oksalat, dan indikator fenolptalein. Semua bahan kimia yang digunakan berderajat PA (pro-analysis) yang diperoleh dari E-Merck, Germany.

Piranti yang digunakan dalam penelitian yaitu blender (Philips), ayakan 80 mesh, desikator, drying cabinet, waterbath (Memmert WNB 14, Jerman), centrifuge (EBA 21 Hettich Zentrifugen), piranti gelas, spektrofotometer UV-VIS (Optizen UV 2120), loyang alumunium, oven, neraca analitis dengan ketelitian 0,0001 g (OHAUS PA214), neraca dengan ketelitian 0,01 g (OHAUS TAJ02), pH meter (HANNA Instrument 9812), dan spektrofotometer FTIR ABB MB 3000 (Clakuadeset Scientific, Northampton, UK).

Preparasi Sampel (Martono, 2016)

Singkong dibersihkan dan dikupas kulitnya. Singkong kemudian dicuci bersih. Singkong yang telah bersih ditiriskan dan dipotong kecil-kecil serta digunakan untuk perlakuan selanjutnya.

Uji pH dan Keasaman (Kadar Asam Laktat pada Air Rendaman Kedelai)

1. Nilai pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan buffer pH 7 sesuai kisaran pH air rendaman kedelai. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH meter kedalam 10 mL sampel (AOAC, 1995).

2. Keasaman

Pengukuran keasaman dilakukan dengan menghitung kadar asam setara asam laktat dengan metode titrasi (Hadiwiyoto, 1994). Air rendaman kedelai yang akan diukur keasamannya diambil sampelnya sejumlah 20 mL untuk dititrasi. Sebelum dititrasi sampel ditetesi phenolptalin (PP) 1% sejumlah 2 tetes, setelah itu sampel dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terlihat warna merah muda konstan. Perhitungan kadar asam dilakukan dengan rumus :

Kadar asam =

Keterangan: V1 = Volume NaOH (mL) V2 = Volume sampel (mL) N

= Normalitas NaOH (0,1 N)

B = Berat molekul asam laktat (90g/ekivalen)

Fermentasi (Martono dkk., 2016)

Seberat 50,00 g singkong yang telah dipotong-potong ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah. Singkong direndam dalam air (T=60°C) selama 5 menit. Setelah perendaman, air dibuang dan diganti Air Rendaman Kedelai (ARK) dengan nisbah singkong:ARK = 1:2 (b/v). Singkong difermentasi selama 12 jam. Setelah waktu fermentasi selesai, singkong dicuci dengan air bersih.

Pembuatan Tepung Pisang (Wahyuningtyas dkk., 2014 yang dimodifikasi)

Sebelum diolah menjadi tepung, pisang uter yang tua tetapi belum masak dengan kulit yang masih hijau dan keras direbus selama 5 menit kemudian dikupas kulitnya. Setelah itu di blanching selama 5 menit dan direndam dengan air garam 0,3%. Pisang Sebelum diolah menjadi tepung, pisang uter yang tua tetapi belum masak dengan kulit yang masih hijau dan keras direbus selama 5 menit kemudian dikupas kulitnya. Setelah itu di blanching selama 5 menit dan direndam dengan air garam 0,3%. Pisang

Asetilasi MOCAF (Lawal et al., 2004)

Singkong seberat 200,0 g ditimbang dan ditambahkan dengan aquades sejumlah 500 mL. pH larutan diatur menjadi pH 8 dengan NaOH 1,0 M dan dibiarkan selama 1 jam. Larutan tersebut ditambahkan asam asetat glasial 10% (w/w) dan dibiarkan selama

1 jam. pH larutan diatur menjadi pH 7,8 –8,5 dengan NaOH 1,0 M dan dibiarkan selama

1 jam. pH larutan diatur menjadi pH 5,5 dengan HCl 1,0 M lalu singkong dicuci dengan air bersih. MOCAF dikeringkan dalam drying cabinet pada suhu 40°C selama

24 jam. Singkong ditepungkan hingga halus dan disimpan dalam wadah tertutup. Tepung yang telah jadi disebut sebagai MOCAF terasetilasi.

Fortifikasi Tepung Pisang Uter dan Substitusi Tepung Terigu pada MOCAFTerasetilasi

Pencampuran antara tepung pisang uter dengan MOCAF tersetilasi yaitu dengan cara dihomogenisasikan dengan menggunakan blender. Variasi perlakuan komposisi fortifikasi tepung pisang uter dan substitusi tepung terigu ditunjukkan pada Lampiran

1. Uji Kualitas Tepung

MOCAF terasetilasi dengan penambahan tepung pisang uter kemudian diuji kualitasnya berdasarkan:

1. Expansion Property (Neves et al., 2010 yang dimodifikasi)

Properti ekspansi dievaluasi secara tidak langsung dengan menggunakan ''Uji biskuit''. Adonan biskuit dibuat dengan menggunakan formulasi berikut: 5 gsampel; 1,25 g minyak sayur; 0,15 g garam; dan 5 g air. Seberat 1,25 g air ditambahkan ke dalam sampel dan diaduk selama 1 menit hingga membentuk adonan. Campuran yang mengandung minyak sayur, garam, dan 1,25 g air ditambahkan ke dalam adonan kemudian diaduk selama 3 menit, dengan penambahan simultan dari sisa air (2,5 g) pada menit pertama. Adonan ditimbang lalu dipanggang dalam oven pada

105°C selama 20 menit. Volume spesifik dievaluasi menggunakan metode perpindahan adonan tepung (Hsieh et al., 1991 dalam Neves et al., 2010), dinyatakan dalam mL/g dengan cara gelas ukur diberi air misal 50 mL. Adonan dimasukkan hingga volume naik. Daya ekspansi ditentukan sesuai persamaan 2 berikut :

Expansion property = .............................. (2)

2. Swelling Power dan Solubility (Nuwamanya et al., 2011)

Sampel ditimbang seberat 0,75 g kedalam tabung sentrifuge yang telah diberi label. Pada masing-masing tabung ditambahkan 10 mL aquades dan diaduk. Tabung kemudian dipanaskan pada suhu 95°C sambil diaduk. Setelah sampel menjadi gelatin, sampel didiamkan dalam waterbath pada suhu 95°C selama 1 jam. Setelah 1 jam, sampel didinginkan hingga mencapai suhu ruang dengan mengalirkan air pada sampel. Sampel yang dingin disentrifuge selama 30 menit dengan kecepatan 10 rpm. Setelah disentrifuge, supernatan dipisahkan dari sedimen dan dimasukkan kedalam cawan porselin selama sehari dan ditimbang massanya. Massa pada sedimen ditimbang kembali. Swelling power dan solubility ditentukan berdasarkan persamaan

2 dan 3 di bawah ini: Swelling power :

3. Nisbah Amilosa dan Amilopektin (Martono dkk., 2016)

a. Pengukuran Sampel Kadar Amilosa

Sampel ditimbang seberat 20,0 mg dan dilarutkan dalam 5 mL NaOH 1 M dan 5 ml aquades. Larutan sampel diambil sejumlah 1 mL dan ditambahkan 5 mL HCl 1 M lalu digenapi dengan aquades hingga volume menjadi 50 mL.

Konsentrasi larutan baku amilosa untuk kurva baku adalah antara 4,00 ×10 -

3 3,60×10 -2 mg/mL. Larutan sampel diambil sejumlah5 mL, lalu ditambahkan dengan 2 mL larutan TCA (Tricholoroacetic acid) dan 2 mL larutan reagen I 2 -KI.

Absorbansi larutan diukur menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 630 nm. Konsentrasi amilosa ditetapkan berdasarkan kurva baku standar amilosa (mg/mL) terhadap absorbansi (A 630 ).

b. Pengukuran Sampel Kadar Amilopektin

Sampel ditimbang seberat 20,0 mg dan dilarutkan dalam 5 mL NaOH 1 M dan 5 mL aquades. Larutan sampel diambil sejumlah 1 mL dan ditambahkan 5 mL HCl 1 M lalu digenapi dengan aquades hingga volume menjadi 50 mL.

Konsentrasi larutan baku amilopektin untuk kurva baku adalah antara 5,0×10 -

3 5,0×10 -2 mg/mL. Larutan sampel diambil sejumlah 5 mL, lalu ditambahkan dengan 2 mL larutan TCA (Tricholoroacetic acid) dan 2 mL larutan reagen I 2 -KI.

Absorbansi larutan diukur menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 530 nm. Konsentrasi amilopektin ditetapkan berdasarkan kurva baku standar amilopektin (mg/mL) terhadap absorbansi (A 530 ).

Pemindaian spektra FTIR (Martono dkk., 2016 yang dimodifikasi)

Sampel singkong, MOCAF, MOCAF terasetilasi, dan tepung fortifikasi pisang uter dalam MOCAF terasetilasi diletakkan di atas perangkat Horizontal Attenuated Total Reflectance (HATR) pada suhu ruang (25°C). Spektra FTIR dari semua sampel dipindai dengan spektrofotometer FTIR ABB MB3000 (Clakuadeset Scientific, Northampton, UK) yang dilengkapi dengan detektor Deuterated Triglycine Sulphate (DTGS) dan germanium beam splitter. Padatan sampel dipindai pada bilangan

gelombang 4000 -1 –650 cm dengan resolusi 4 cm dan jumlah pindaian sebanyak 32 kali. Semua spektra dikalibrasi dengan udara sebagai blanko dan setiap setelah

pemindaian, FTIR dikalibrasi baru dengan udara sebagai blanko. Semua spektra direkam dalam grafik absorbansi vs bilangan gelombang (cm -1 ) pada setiap titik analisis

FTIR yang dilakukan di Laboratorium LPPT UGM Yogyakarta.

Desain Ekperimen (Karaman et al., 2010)

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan model Rancangan Bujur Sangkar Sederhana dengan peubah tak terikat yang dilakukan pada penelitian yang dapat dilihat pada (Lampiran1). Analisa data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan software Design Expert 7.0.0

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Asam Laktat

Hasil yang diperoleh dari perhitungan kadar asam laktat pada Air Rendaman Kedelai (ARK) berkisar antara 1,90% ± 0,0028. Hal ini menunjukkan bahwa pada Air

Rendaman Kedelai (ARK) terkandung asam laktat yang dapat digunakan sebagai biostarter fermentasi MOCAF .

Expansion Property

Hasil optimasi fortifikasiMOCAF terasetilasi dengan tepung pisang dan gandum berdasarkan expansion property, swelling power dan solubility dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan penelitian, hasil expansion property tertinggi diperoleh pada perbandingan 25:5:70 (b/b/b) sebagai perlakuan yaitu terigu:tepung pisang:MOCAF terasetilasi dengan nilai sebesar 1,3605 mL/g. Persamaan polinomial orde dua pada penelitian ini berdasarkan persamaan matematis berikut ini, yaitu:

Pencampuran ketiga tepung (terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi) menaikkan sifat ekspansi (daya kembang) tepung komposit dibandingan dengan sebelum pencampuran tepung (Gambar 1). Hal tersebut dikarenakan nilai koefisien volume berubah dengan perbedaan formulasi tepung. Semakin besar selisih volume akhir dan volume awal, maka nilai koefisien ekspansi volume akan semakin naik. Koefisien ekspansi volume dipengaruhi oleh volume awal, volume akhir, suhu sebelum dan suhu setelah dioven pada mi instan (Wigati dkk., 2015). Zasypkin et al. (1992) menemukan bahwa expansion ratio (ER) meningkat secara signifikan ketika pati kentang lebih besar dari 50% dari formulasi dalam campuran pati kentang-isolat protein kedelai dan disimpulkan bahwa protein yang membatasi ekspansi. Menurut de Mesa et al. (2009), ketika rasio tepung kentang ditambahkan ke isolat protein kedelai, ekspansi mengalami peningkatan. Pati membentuk matriks terus menerus yang memungkinkan uap air untuk memperluas karena viskositas patimencair lebih rendah dari viskositas protein meleleh. Chang et al. (2001) melaporkan ekspansi yang lebih besar dengan meningkatkan penggantian isolat protein kedelai dengan pati singkong.

2 expansion property (mL/g)

terigu

tepung pisang

MOCAF terasetilasi Tepung Komposit*

Gambar 1. Diagram Batang Interaksi Pengaruh Tepung untuk Expansion Property

Persamaan polinomial yang diperoleh dari expansion property disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Persamaan Polinomial Rancangan Bujur Sangkar Sederhana Optimasi

Expansion Property

Persamaan Polinomial Rancangan Bujur Sangkar Sederhana R 2 CV

Expansion y= 0.74814X 1 +0.65262X 2 +0.83322X 3 +0.28431X 1 X 2 0,9131 8,64 property

-9.84628X 1 X 3 +2.35384X 2 X 3

Analisa penelitian dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Sederhana sangat bergantung pada model yang digunakan, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap model yang digunakan. Tabel Daftar Sidik Ragam (Dasira) hasil optimasi fortifikasi MOCAF dengan tepung pisang dan gandum dapat diamati pada Lampiran 3. Berdasarkan analisis varian dari Rancangan Bujur Sangkar Sederhana untuk respon hasil expansion property dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi menunjukkan bahwa model yang dipakai signifikan sehingga untuk optimasi expansion property model ini cocok digunakan.

Optimasi hasil dari expansion property dari berbagai formulasi perbandingan antara terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi sesuai pada Lampiran 2. dapat diamati pada plot berikut:

Gambar 2. Rancangan Bujur Sangkar Sederhana expansion property

Hasil optimasi dari data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Sederhana menghasilkan hasil perbandingan yang optimum yaitu 4,4:17,5:78,1 (b/b/b) sebagai kontrol adalah terigu, tepung pisang, dan MOCAF terasetilasi.

Swelling Power

Hasil optimasi swelling power dari berbagai formulasi perbandingan antara terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Pencampuran ketiga tepung berpengaruh terhadap sifat swelling power tepung komposit meskipun menurunkan swelling power dari tepung pisang. Berdasarkan penelitian, hasil swelling power tertinggi diperoleh pada perbandingan 25:15:60 (b/b/b) dengan nilai sebesar 7,83 g/g. Nilai tersebut termasuk baik karena hasil yang diperoleh maksimal dengan perbandingan yang sesuai untuk ketiga tepung. Menurut Triyani dkk. (2013), perlakuan dengan penambahan asam asetat akan meningkatkan swelling power tepung labu kuning termodifikasi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dikarenakan asam asetat dapat menyebabkan ikatan hidrogen dalam pati melemah sehingga air mudah masuk kedalam granula pati. Hasil penelitian Teja dkk. (2008), menyatakan bahwa substitusi gugus asetil pada pati sagu melemahkan ikatan hidrogen pada pati sehingga air menjadi lebih mudah berpenetrasi ke dalam granula pati yang menyebabkan granula pati menjadi lebih mengembang. Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu komponen penyusun pati dan pengembangan granula pati yang disebabkan tersubtitusinya gugus asetil pada pati yang dapat melemahkan ikatan hidrogennya. Semakin lama waktu proses asetilasi mengakibatkan semakin banyak amilosa yang tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa tersebut menyebabkan kenaikan swelling power (Sasaki and Matsuki, 1998). Tepung pisang mengandung pati (amilosa dan amilopektin), jika diberikan perlakuan panas akan tergelatinisasi (pembengkakan granula) yang berpengaruh terhadap pengembangan produk (Napitupulu dkk., 2013). Pada penelitian ini, tepung dengan berbagai formulasi perbandingan dipanaskan dengan suhu hingga 95°C pada waterbath hingga membentuk gelatin. Pada penelitian ini kandungan amilosa pati pisang yaitu 29,79% dan amilopektinnya 78,10%. Hasil ini selaras dengan penelitian Yuan et al. (1993) yang menunjukkan pati pisang kandungan amilosanya sekitar 20,5% dan amilopektinnya 79,5%. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi dari bahan akan memberikan kecenderungan pengembangan produk. Pada penelitian Wahyuningtyas dkk. (2014), digunakan tepung pisang sebagai substitusi tepung tapioka dan tepung terigu untuk pembuatan kerupuk yang menghasilkan daya kembang yang lebih tinggi karena tepung pisang kandungan amilopektinnya lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa. Amilosa Hasil optimasi swelling power dari berbagai formulasi perbandingan antara terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Pencampuran ketiga tepung berpengaruh terhadap sifat swelling power tepung komposit meskipun menurunkan swelling power dari tepung pisang. Berdasarkan penelitian, hasil swelling power tertinggi diperoleh pada perbandingan 25:15:60 (b/b/b) dengan nilai sebesar 7,83 g/g. Nilai tersebut termasuk baik karena hasil yang diperoleh maksimal dengan perbandingan yang sesuai untuk ketiga tepung. Menurut Triyani dkk. (2013), perlakuan dengan penambahan asam asetat akan meningkatkan swelling power tepung labu kuning termodifikasi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dikarenakan asam asetat dapat menyebabkan ikatan hidrogen dalam pati melemah sehingga air mudah masuk kedalam granula pati. Hasil penelitian Teja dkk. (2008), menyatakan bahwa substitusi gugus asetil pada pati sagu melemahkan ikatan hidrogen pada pati sehingga air menjadi lebih mudah berpenetrasi ke dalam granula pati yang menyebabkan granula pati menjadi lebih mengembang. Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu komponen penyusun pati dan pengembangan granula pati yang disebabkan tersubtitusinya gugus asetil pada pati yang dapat melemahkan ikatan hidrogennya. Semakin lama waktu proses asetilasi mengakibatkan semakin banyak amilosa yang tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa tersebut menyebabkan kenaikan swelling power (Sasaki and Matsuki, 1998). Tepung pisang mengandung pati (amilosa dan amilopektin), jika diberikan perlakuan panas akan tergelatinisasi (pembengkakan granula) yang berpengaruh terhadap pengembangan produk (Napitupulu dkk., 2013). Pada penelitian ini, tepung dengan berbagai formulasi perbandingan dipanaskan dengan suhu hingga 95°C pada waterbath hingga membentuk gelatin. Pada penelitian ini kandungan amilosa pati pisang yaitu 29,79% dan amilopektinnya 78,10%. Hasil ini selaras dengan penelitian Yuan et al. (1993) yang menunjukkan pati pisang kandungan amilosanya sekitar 20,5% dan amilopektinnya 79,5%. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi dari bahan akan memberikan kecenderungan pengembangan produk. Pada penelitian Wahyuningtyas dkk. (2014), digunakan tepung pisang sebagai substitusi tepung tapioka dan tepung terigu untuk pembuatan kerupuk yang menghasilkan daya kembang yang lebih tinggi karena tepung pisang kandungan amilopektinnya lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa. Amilosa

10 swelling power (g/g)

terigu

tepung pisang

MOCAF terasetilasi

Tepung Komposit

Gambar 3. Diagram Batang Interaksi Pengaruh Tepung untuk Swelling power

Persamaan polinomial yang diperoleh dari Swelling Power disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Persamaan Polinomial Rancangan Bujur Sangkar Sederhana Optimasi

Swelling Power

Persamaan Polinomial Rancangan Bujur Sangkar Sederhana R 2 CV

Swelling y= 7.47405X 1 +6.70547X 2 +7.31704X 3 +0.78981X 1 X 2 0,7044 2,86 Power

-0.11198X 1 X 3 +1.51660X 2 X 3

Analisa penelitian dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Sederhana sangat bergantung pada model yang digunakan, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap model yang digunakan. Tabel Daftar Sidik Ragam (Dasira) hasil optimasi fortifikasi MOCAF dengan tepung pisang dan gandum dapat diamati pada Lampiran 4. Berdasarkan analisis varian dari Rancangan Bujur Sangkar Sederhana untuk respon hasil swelling power dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF Analisa penelitian dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Sederhana sangat bergantung pada model yang digunakan, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap model yang digunakan. Tabel Daftar Sidik Ragam (Dasira) hasil optimasi fortifikasi MOCAF dengan tepung pisang dan gandum dapat diamati pada Lampiran 4. Berdasarkan analisis varian dari Rancangan Bujur Sangkar Sederhana untuk respon hasil swelling power dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF

Optimasi hasil dari swelling power dari berbagai formulasi perbandingan antara terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi sesuai pada Lampiran 2 dapat diamati pada plot berikut:

Gambar 4 .Rancangan Bujur Sangkar Sederhana swelling power

Hasil optimasi untuk kriteria swelling power (Respon) maksimum dari data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Sederhana menghasilkan hasil perbandingan yang optimum yaitu 2:23:75 (b/b/b) sebagai kontrol adalah terigu:tepung pisang:MOCAF terasetilasi.

Solubility

Pencampuran ketiga tepung berpengaruh terhadap sifat solubility tepung komposit meskipun menurunkan solubility dari tepung terigu. Berdasarkan penelitian, hasil tertinggi dari solubility diperoleh pada perbandingan 15:25:60 (b/b/b) dengan nilai sebesar 8,00% sebagai kontrol adalah terigu:tepung pisang:MOCAF terasetilasi. Kenaikan konsentrasi asetat dan lama perendaman meningkatkan persen kelarutan dibandingkan perlakuan native. Hal ini disebabkan karena melemahnya ikatan hidrogen di dalam pati yang dimodifikasi. Melemahnya ikatan hidrogen di dalam pati memudahkan air untuk masuk ke dalam granula pati sehingga kelarutan meningkat (Singh, 2004). Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh terhadap sifat kelarutan pati. Amilopektin bersifat tidak larut dalam air. Ketika pati dipanaskan dalam air yang berlebih, ikatan hidrogen, yang menstabilkan struktur pati, putus dan digantikan dengan ikatan hidrogen antara pati dan air. Hal inilah yang menyebabkan Pencampuran ketiga tepung berpengaruh terhadap sifat solubility tepung komposit meskipun menurunkan solubility dari tepung terigu. Berdasarkan penelitian, hasil tertinggi dari solubility diperoleh pada perbandingan 15:25:60 (b/b/b) dengan nilai sebesar 8,00% sebagai kontrol adalah terigu:tepung pisang:MOCAF terasetilasi. Kenaikan konsentrasi asetat dan lama perendaman meningkatkan persen kelarutan dibandingkan perlakuan native. Hal ini disebabkan karena melemahnya ikatan hidrogen di dalam pati yang dimodifikasi. Melemahnya ikatan hidrogen di dalam pati memudahkan air untuk masuk ke dalam granula pati sehingga kelarutan meningkat (Singh, 2004). Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh terhadap sifat kelarutan pati. Amilopektin bersifat tidak larut dalam air. Ketika pati dipanaskan dalam air yang berlebih, ikatan hidrogen, yang menstabilkan struktur pati, putus dan digantikan dengan ikatan hidrogen antara pati dan air. Hal inilah yang menyebabkan

Adapun nilai solubility tidak terlalu tinggi dikarenakan pada pati pisang kandungan amilopektinnya lebih tinggi yaitu 78,10%. Amilopektin bersifat tidak larut dalam air sehingga membuat tepung pisang ini memiliki kelarutan yang rendah. Interaksi pengaruh tepung untuk sifat solubility ditunjukkan dengan diagram batang berikut:

20 solubility (%)

terigu

tepung pisang

MOCAF terasetilasi Tepung Komposit

Gambar 5. Diagram Batang Interaksi Pengaruh Tepung untuk Solubility

Kadar Amilosa dan Amilopektin pada Fortifikasi Terigu, Tepung Pisang dan MOCAF Terasetilasi

Purata persen kadar amilosa dari fortifikasi terigu, tepung pisang, dan MOCAF terasetilasi dengan berbagai perbandingan yaitu sebesar 24,8958±0,16% sampai dengan 34,9533±0,07%. Hasil uji BNJ 5% menunjukkan bahwa persen kadar amilosa dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi dengan berbagai perbandingan berbeda nyata (Lampiran 5).

Purata persen kadar amilopektin dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi dengan berbagai perbandingan yaitu sebesar 60,4057±0,16% sampai dengan 82,7882±0,51%. Hasil uji BNJ 5% menunjukkan bahwa persen kadar amilopektin dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi dengan berbagai perbandingan berbeda nyata (Lampiran 6).

Dari hasil penelitian dan uji ANOVA pengaruh perbandingan terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi terhadap persen kadar amilosa dan amilopektin ternyata Dari hasil penelitian dan uji ANOVA pengaruh perbandingan terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi terhadap persen kadar amilosa dan amilopektin ternyata

Sifat amilosa dan amilopektin ini akan mempengaruhi karakteristik pati dari tepung dan produk olahannya. Amilosa meningkatkan kekokohan struktur pati, sedangkan amilopektin menyebabkan kekentalan dan kekuatan gel pati (Winarno dkk., 1996 dalam Witono dkk., 2012). Amilosa memiliki rantai lurus yang menyebabkan amilosa dapat membentuk ikatan hidrogen yang kuat sehingga dapat membentuk gel yang kokoh. Semakin besar kandungan amilopektin maka pati akan lebih basah dan lengket. Sebaliknya jika kandungan amilosa tinggi, pati bersifat kering dan kurang lekat (Wirakartakusumah dkk., 1984).

Kadar amilopektin lebih tinggi daripada kadar amilosa karena selama proses perendaman molekul amilosa akan keluar dari granula pati dan larut dalam air sehingga membuat kadar amilopektin dalam pati meningkat (Triyani dkk., 2013). Perendaman singkong dengan asam asetat dilakukan selama 60 menit. Pada penelitian Artiani dan Yohanita (2010), semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak amilosa yang tereduksi sehingga jumlah amilosa mengalami penurunan.

Pada penelitian ini kandungan amilosa pati pisang yaitu 29,79% dan amilopektinnya 78,10%. Penelitian ini menunjukkan hasil yang selaras dengan penelitian Yuan et al. (1993) yaitu pada pati pisang kandungan amilosa sekitar 20,5% dan amilopektinnya 79,5%. Pada tepung pisang kandungan amilopektin lebih mendominasi dibandingkan dengan amilosa. Perbedaan jumlah kadar amilosa dan amilopektin pada tepung pisang yang didapatkan dapat disebabkan oleh tingkat kematangan buah pisang. Hal tersebut dikarenakan tingkat kematangan mempengaruhi komposisi kimia daging pisang seperti kadar pati salah satunya (Zhang et al., 2005). Pati terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin yang pada umumnya mengandung 15-30% amilosa dan 70-85% amilopektin (Emanuel, 2005). Amilosa dan amilopektin berpengaruh pada sifat tepung yang dihasilkan. Sifat fungsional pati pada tepung juga dipengaruhi oleh varietas, kondisi alam, dan tempat tanaman tersebut berasal (Riley et al., 2006). Kecenderungan terjadinya retrogradasi menyebabkan kristalisasi yang disertai dengan kecilnya molekul amilosa dan panjangnya rantai amilopektin (Peroni et al., 2006).

Interaksi antar tepung yang dikompositkan antara terigu, tepung pisang, dan MOCAF terasetilasi menunjukkan nilai amilosa yang lebih rendah daripada tepung yang tidak dikompositkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya optimasi formulasi atau fortifikasi antar tepung. Demikian pula juga dengan amilopektin yang menunjukkan nilai yang lebih rendah daripada tepung yang tidak dikompositkan. Pengaruh nisbah amilosa dan amilopektin pada beberapa sifat tepung dapat dilihat pada Lampiran 7.

Perbedaan kadar amilosa dan amilopektin memberikan nisbah yang relatif sama namun berpengaruh pada sifat expansion property dan solubility. Hasil ini menunjukkan bahwa sifat ekspansi dan kelarutan tepung lebih ditentukan oleh kadar/kuantitas amilosa dan amilopektin, karena kadar amilosa dan amilopektin berpengaruh dalam menentukan karakteristik pati yang terkandung di dalam suatu tepung (Rohmah, 2013). Nisbah amilosa dan amilopektin yang relatif sama memberikan sifat swelling power yang tidak berbeda antar tepung kecuali pada tepung pisang.

Hasil Pemindaian spektra FTIR

Hasil yang diperoleh dari analisa spektroskopi FTIR untuk MOCAF terasetilasi, Tepung Pisang dan Tepung Fortifikasi Maksimal dapat dilihat pada Lampiran 9a, 9b dan 9c. Bilangan gelombang dan gugus fungsi beserta senyawa pada setiap sampel tepung berdasarkan hasil pemindaian spektra FTIR dapat dilihat pada Tabel 13.

Berdasarkan hasil pemindaian spektra FTIR dapat dilihat bahwa ketiga tepung mengandung gugus fungsi O −H, C=O, danC−O−C yang nilai bilangan gelombangnya sesuai dengan literatur yang dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 13. Bilangan gelombang, gugus fungsi dan nama senyawa hasil pemindaian

spektra FTIR.

Gugus Fungsi MOCAF Terasetilasi

Sampel

Bilangan gelombang (cm -1 )

O−H stretching

C=O stretching

C −O−C stretching

Tepung Pisang

O−H stretching

C=O stretching

C −O−C stretching

Tepung Fortifikasi Maksimal

O−H stretching

C=O stretching

C −O−C stretching

Puncak untuk gugus fungsi O −H pada tepung pisang pada lebih intens dibandingkan dengan MOCAF terasetilasi dan tepung fortifikasi maksimal. Hal tersebut Puncak untuk gugus fungsi O −H pada tepung pisang pada lebih intens dibandingkan dengan MOCAF terasetilasi dan tepung fortifikasi maksimal. Hal tersebut

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil optimasi tepung berdasarkan expansion property dicapai pada kondisi pencampuran tepung terigu: pisang: MOCAF terasetilasi dengan perbandingan sebesar 4,4:17,5:78,1 (b/b/b) dan untuk swelling power sebesar 2:23:75 (b/b/b).

2. Fortifikasi tepung pisang uter dan subtitusi gandum terhadap MOCAF terasetilasi berpengaruh menurunkan kadar amilosa dan amilopektin dalam tepung komposit namun tidak merubah nisbah amilosa dan amilopektin.

3. Hasil pemindaian spektra FTIR menunjukkan ketiga tepung mengandung gugus fungsi O −H, C=O, dan C−O−C yang merupakan gugus dari tepung pisang dan MOCAF terasetilasi.

SARAN

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengukuran tingkat kematangan pisang untuk diukur amilosa dan amilopektinnya.

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Universitas Kristen Satya Wacana yang telah membiayai

pembelian standar amilosa dan amilopektin.

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale, K.O. O.-O., B.I., Olawumi, E.K., and Lawal, O.S., 2005. Functional properties of native, physically and chemically modified breadfruit (artocarpusartilis) starch: Industrial crops and products (21): 343-351 dalam: Teja, A., Sindi, I ., Ayucitra, A., dan Setiawan, L. E. K. 2008. Karakteristik Pati

Sagu dengan Metode Modifikasi Asetilasi dan Cross-Linking. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. 7(3): 836-843.

AOAC. 1995. Official Methods of analysis of the association of official agricultural chemist. Washington: AOAC Int..

Anonim. 2016. Kebutuhan Gandum untuk Industri Naik. Harian Jurnal Asia. 20 Juni. https://www.jurnalasia.com/bisnis/industri/kebutuhan-gandum-untuk-industri- naik/. [27 Oktober 2016].

Aprianita, A., Purwandari, U.,Watson, B., and Vasiljevic, T. 2009. Physico-chemical properties of fours and starches fromselected commercial tubers available in Australia. International Food Research Journal.16, 507-520.

Artiani, P. A., dan Yohanita, R. A. 2010. Modifikasi Cassava Starch Dengan Proses Acetylasi Asam Asetat Untuk Produk Pangan. Jurnal Teknik Kimia. Semarang: Universitas Diponegoro

Chang, Y. K., Hashimoto, J. M.,Moura, R. A., Flores, M. H. E.,and Bustos, M. F. 2001. Influence of extrusion conditions on cassava starch and soybean protein concentrate blends. Acta Alimentaria.30(2):189 –203.

Charles, A. L., Chang, Y. H., Ko, W. C.,Sriroth, K., and Huang, T. C. 2005. Influence of amylopectin structure and amylose content on gelling properties of five cultivars of cassava starches. Journal of Agriculture and Food Chemistry. 53: 2717-2725.

de Mesa, N. J. E., Alavi, S., Singh, N., Shi, Y. C., Dogan, H.,and Sang, Y. 2009. Soy protein-fortified expanded extrudates: Baseline study using normal corn starch. Journal of Food Engineering.

Ekafitri, R., Kumalasari, R., dan Indrianti, N. 2011. Karakterisasi Tepung Jagung dan Tapioka serta Mie Instan Jagung yang Dihasilkan. ProsidingSeminar Nasional Sains dan Teknologi – IV. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Emanuel, C. 2005. Pengaruh Fosforilasi dan Penambahan Asam Stearat Terhadap

Karakteristik Film Edible Pati Sagu. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Estiasih, T., 2006. Teknologi dan Aplikasi Polisakarida dalam Pengolahan Pangan. Jurnal Fakultas Teknologi Pertanian . Malang: Universitas Brawijaya.

Gunawan, H. 2016. Aptindo Minta Kejelasan Pelonjakan Impor. Tribun News. 19 Februari.

http://www.tribunnews.com/bisnis/2016/02/19/aptindo-minta- kejelasan-pelonjakan-impor-gandum. [20 Oktober 2016].

Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Yogyakarta: Liberty.

Jaramaya, R. dan Ramadhan, B. 2015. Indonesia Jadi Salah Satu Pengimpor Gandum Terbesar

5 April 2015. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/04/05/nmbvyl-indonesia- jadi-salah-satu-pengimpor-gandum-terbesar-dunia. [23 Mei 2017].

Dunia.

Republika.

Hermansson, A. M., and Svegmark, K., 1996. Developments in the understanding of starch functionality dalam: Teja, A., Sindi, I ., Ayucitra, A dan Setiawan, L. E. K. 2008. Karakteristik Pati Sagu dengan Metode Modifikasi Asetilasi dan Cross -Linking. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. 7(3): 836-843.

Karaman, S., Yilmaz, M. T., and Kayacier, A. 2010. Simplex lattice mixture design approach on the rheological behaviorof glucomannan based salep-honey drink mixtures: An optimizationstudy based on the sensory properties. Food Hydrocolloids. 25(2011): 1319-1326.

Lavlinesia. 1995. Kajian Beberapa Pengembangan Volumetrik dan Kerenyahan Kerupuk Ikan. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Lawal, O.S., Adebowale, K. O., and Oderinde, R. A. 2004. Functional properties of amylopectin and amylose fractions isolated from bambarra groundnut (Voandzeia subterranean) starch. African Journal of Biotechnology. 3: 399-404.

Martono, Y. 2016. Proses Produksi Tepung Mocaf Terasetilasi sebagai Pengganti Tepung Terigu. Laporan Kemajuan Penelitian Perseorangan/Kelompok Wajib. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Martono, Y., Danriani, L. D., dan Hartini, S. 2016. Pengaruh Fermentasi Terhadap Kandungan Protein Dan Asam Amino Pada Tepung Gaplek yang Difortifikasi Tepung Kedelai (Glycine max (L)). Agritech.36: 56-63.

Miyazaki, M. R., Hung, P. V., Maeda, T., and Morita, N. 2006. Recent Advances In Application of Modified Starches for Bread Making. Journal Food Science & Technology. 17: 591-599.

Napitupulu, D. S., Karo, T. K., dan Lubis, Z. 2013. Pembuatan Kue Bolu dari Tepung Pisang sebagai Substitusi Tepung Terigu dengan Pengayaan Tepung Kedelai. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian . 1(4).

Neves, F. M., Pereira, J. M., Zavareze, E. R., Dias, A. R. G., and Elias, M. C. 2010. Expansion of rice flour treated with lactic acid and sodium bisulphite. Food Science and Technology.

43: 326-330.

Nuwamanya, E., Baguma, Y., Wembabazi, E., and Rubaihayo, P. 2011. A comparative study of the physicochemical properties of starches from root, tuber and cereal crops. African Journal of Biotechnology 10: 12018-12030.

Peroni, F., Rocha, T., and Franco, C. 2006. Some structural and physicochmical characteristics of tuber and root starches. Food Sci. Tech. Int. 12(6): 505-513.

Reformasi, S. dan Ervani, T. J. 2015. Inovasi Tepung Termodifikasi Berbahan Baku Lokal, berupa Tepung Komposit Mocaf dan Tepung Pisang Uter untuk Mereduksi Ketergantungan Terhadap Tepung Terigu sebagai Upaya Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Nasional . Salatiga: SMA Kristen 1 Salatiga.

Riley, C. K., Wheatley, A. O., and Asemota, H. N. 2006. Isolation and Characterization of Starches from Eight Dioscoreaalata Cultivars Grown in Jamaica. African J of Biotech.

17: 1528-1536.

Rohmah, M. 2013. Kajian Kandungan Pati, Amilosa dan Amilopektin Tepung dan Pati pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp). Prosiding Seminar Nasional Kimia. Samarinda: Universitas Mulawarman.

Sacithraa, R., Mohan, M. M., and Vijayachitra, S. 2013. Quantitative Analysis of Tapioca Starch using FT-IR Spectroscopy and Partial Least Squares. International Journal of Computer Applications. 0975 – 8887.

Salim E. 2011. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf. dalam : Amri, Edan Pratiwi , P. 2014. Pembuatan MOCAF (Modified Cassava Flour) dengan Proses Fermentasi Menggunakan Beberapa Jenis Ragi. Jurnal Pelangi.6(2):82-191.

Sasaki, T. and Matsuki, J. 1998. Effect of Wheat Starch on Structure on Swelling Power. Cereal Chemistry.75: 525-529.

Singh, J. 2004. Effect of Acetylation on Some Properties of Corn and Potato Starches, Starch. Starke. 56: 586-601.

Silfia. 2012. Pengaruh Substitusi Tepung Pisang Terhadap Mutu Kue Kering. Jurnal Litbang Industri. 2(1):43-49.

Subagio, A. 2008. Modified Cassava Flour (MOCAL): Sebuah Masa Depan Ketahanan Pangan Nasional Berbasis Potensi Lokal. Rubrik Teknologi. No. 50/XVII/Januari- Juni/2008 .

Teja, A., Sindi, I., Ayucitra, A., dan Setiawan, L. E. K. 2008. Karakteristik Pati Sagu dengan Metode Modifikasi Asetilasi dan Cross-Linking. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. 7(3): 836-843.

Triyani, A. P., Ishartani, D., dan Rahadian, D. A. M. 2013. Kajian Karakteristik Fisikokimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) Termodifikasi dengan Variasi Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Asetat. Jurnal Teknosains Pangan. 2(2).

Wahyuningtyas, N., Basito., dan Atmaka, W. 2014. Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Sensoris Kerupuk Berbahan Baku Tepung Terigu, Tepung Tapioka dan Tepung Pisang Kepok Kuning. Jurnal Teknosains Pangan.3(2).

Wigati, L. R., Sumarlan, S. H., dan Kadarisman, D. 2015. Uji Karakteristik Fisik, Kimia

dan Organoleptik Mi Instan Menggunakan Tepung Sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench ) Sebagai Bahan Baku Substitusi Terigu. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 3(2).

Winarno, F. G., Fardiaz, S., dan Fardiaz, D. 1996. Pengantar Teknologi Pangan. dalam:

Witono, J. R., Kumalaputri, A. J., dan Lukmana, H. S. 2012. Optimasi Rasio Tepung Terigu, Tepung Pisang, dan Tepung Ubi Jalar, serta Konsentrasi Zat Aditif pada Pembuatan Mie. Perjanjian.No: III/LPPM/2012-02/11-P. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.

Wirakartakusumah, M. A., Eriyatno, S., Fardiaz, M., Thenawidjaja, D., Muchtadi, B. S.

L., Jenie., dan Machfud. 1984. Studi Tentang Ekstraksi, Sifat-Sifat Fisiko Kimia Pati Sagu dan Pengkajian Enzima. Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Witono, J. R., Kumalaputri, A. J., dan Lukmana, H. S. 2012. Optimasi Rasio Tepung

Terigu, Tepung Pisang, dan Tepung Ubi Jalar, serta Konsentrasi Zat Aditif pada Pembuatan Mie. Perjanjian.No: III/LPPM/2012-02/11-P. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.

Yuan, R. C., Thompson, D., BandBoyer, C. D. 1993. Fine structure of amylopectin in

relationto gelatinization and retrogradation behavior of maize starches from three wxcontaining genotypes in two inbred lines. Cereal Chemistry. 70: 81 –89.

Zasypkin, D. V., Yuryev, V. P., Alexeyev, V. V., and Tolstoguzov, V. B. 1992.

Mechanical properties of the products obtained by the thermoplastic extrusion of potato starch –soybean protein mixtures. Carbohydrate Polymers 18:119–124.

Zhang, P., Whistler, R. L., Bemiller, J. N., and Hamaker, B. R. 2005. Banana starch:

production, physicochemical properties, and digestibility - a review. J Carbohy Polymers.

Lampiran

Lampiran 1. Tabel peubah tak terikat

MOCAF Terigu (%)

Tepung Pisang (%)

Lampiran 2. Tabel hasil expansion property, swelling power dan solubility dengan berbagai perbandingan antara terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi

Terigu Tepung

MOCAF

Expansion Property

Swelling Power (g/g) (%)

Pisang (%)

Terasetilasi (%)

(mL/g)