SOSIALISASI UU NO. 23 TAHUN 2004 DALAM UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh : Tri Wahyu Widiastuti Endang Yuliana S eyuliana046gmail.com Fakultas Hukum UNISRI Surakarta ABSTRAK - SOSIALISASI UU NO. 23 TAHUN 2004 DALAM UPAYA PENCEG

SOSIALISASI UU NO. 23 TAHUN 2004 DALAM UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Oleh :
Tri Wahyu Widiastuti
Endang Yuliana S
[email protected]
Fakultas Hukum UNISRI Surakarta
ABSTRAK
Dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi pertentangan dan perbedaan pendapat yang
sering berujung pada tindak kekerasan fisik maupun psikis yang dilakukan suami terhadap isteri
atau sebaliknya. Untuk mencegah, melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah
tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan dan penindakan
terhadap pelaku sesuai falsafah Pancasila dan UUD 1945. Negara berpandangan bahwa segala
bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia
dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Oleh karenanya perlu
diadakan pencegahan dan penindakan terhadap pelaku dengan menggunakan perundang-undangan
yang berlaku.
Kata kunci : pencegahan, kekerasan dalam rumah tangga.
ABSTRACT
In domestic life there are often differences of opinion that result in physical and
psychological violence committed by husband to wife and vice versa. In order to prevent, heal the

victim and take action against perpretrators of domestic violence, the state and society are obliged
to implement prevention, law and action against perpretators in accordance with Pancasila
philosophy and the 1945 Constitution. State viewing all forms of violence, addressing domestic
violence are human rights and crime against human dignity and forms of discrimination. Necessary
guarding and prosecution of perpretarators using applicable legislation.
Key words : prevention, domestic violence.
kewajiban dan kesempatan yang sama dengan

PENDAHULUAN
Hak dan kewajiban setiap warga
negara adalah sama. Hal ini secara tegas

laki-laki dalam setiap lapangan kehidupan
termasuk dalam rumah tangga.

diungkapkan dalam UUD 1945 bahwa “Setiap

Keutuhan

dan


kerukunan

rumah

warga negara bersamaan kedudukannya di

tangga yang bahagia, aman, tenteram dan

dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

damai merupakan dambaan setiap orang

menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan

dalam berumah tangga. Untuk mewujudkan

itu tanpa kecuali”. Pasal ini sekaligus

keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat


menjustifikasi bahwa antara laki-laki dan

tergantung pada setiap orang dalam lingkup

perempuan mempunyai kedudukan yang sama

rumah

di depan hukum. Perempuan adalah mitra

perilaku dan pengendalian diri setiap orang

sejajar

dalam lingkup rumah tangga tersebut.

bagi

laki-laki,


mempunyai

hak,

ADIWIDYA, Volume I Nomor 1 - November 2017

tangga,

terutama

kadar

kualitas

113

Dalam kehidupan rumah tangga sering

sesuatu yang merupakan hak asasi”. Pasal 28


terjadi pertentangan dan perbedaan pendapat

H ayat (2) UUD 1945 menetapkan bahwa

yang sering berujung pada tindak kekerasan

“Setiap orang berhak mendapat kemudahan

fisik yang dilakukan suami terhadap isteri

dan perlakuan khusus untuk memperoleh

atau sebaliknya. Keutuhan dan kerukunan

kesempatan dan manfaat yang sama guna

dalam rumah tangga dapat terganggu

mencapai persamaan dan keadilan”.


jika

kualitas dan pengendalian diri tidak dapat
dikontrol,

yang

akhirnya

dapat

terjadi

PERMASALAHAN

kekerasan dalam rumah tangga, sehingga

Berdasarkan uraian tersebut di atas,


timbul ketidakamanan atau ketidakadilan

permasalahan yang akan dibahas dalam

terhadap orang yang berada dalam lingkup

makalah

rumah tangga tersebut.

mencegah kekerasan dalam rumah tangga ?

ini

adalah

bagaimana

upaya


Untuk mencegah, melindungi korban
dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah
tangga,

negara

dan

wajib

Kekerasan dalam rumah tangga sering

melaksanakan pencegahan, perlindungan dan

disebut dengan hidden crime atau kejahatan

penindakan terhadap pelaku sesuai falsafah

yang tersembunyi, hal ini karena :


Pancasila

dan

masyarakat

PEMBAHASAN

1945.

Negara

1. KDRT mempunyai ruang lingkup yang

segala

bentuk

relatif tertutup (pribadi) dan terjaga


kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah

privasinya karena terjadi dalam lingkup

tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia

rumah tangga,

berpandangan

UUD
bahwa

dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan

2. KDRT sering dianggap wajar karena

serta bentuk diskriminasi. Oleh karenanya

adanya keyakinan bahwa memperlakukan


perlu diadakan pencegahan dan penindakan

isteri sekehendak suami adalah hak suami

terhadap

sebagai pemimpin dan kepala rumah

pelaku

dengan

menggunakan

perundang-undangan yang berlaku.

tangga,

Pandangan negara tersebut didasarkan
pada

Pasal

28

UUD

1945

beserta

perubahannya. Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945

3. KDRT terjadi dalam lembaga yang legal
yaitu perkawinan.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga

menetapkan bahwa ”Setiap orang berhak atas

merupakan persoalan yang rumit

perlindungan

dipecahkan, hal ini karena pelaku atau korban

diri

pribadi,

keluarga,

untuk

kehormatan, martabat dan harta benda yang

kekerasan

ada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas

menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan

rasa aman dan perlindungan dari ancaman

atau ia alami merupakan tindak pidana.

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat

Seringkali meskipun pelaku atau korban

114

dalam

rumah

tangga

tidak

ADIWIDYA, Volume I Nomor 1 - November 2017

menyadari

bahwa

perbuatan

yang

anak

akan

belajar

tentang

bagaimana

dilakukannya atau dialaminya merupakan

berhadapan

dengan

lingkungan

tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga,

orangtuanya.

Apabila

tindak

kekerasan

namun ia mengabaikannya dengan berlindung

mewarnai

kehidupan

sebuah

keluarga,

pada norma-norma sosial yang telah mapan

kemungkinan besar anak-anak mereka akan

dalam masyarakat. Sehingga menganggap

melakukan hal yang sama setelah mereka

perbuatan kekerasan dalam rumah tangga

menikah nanti. Hal ini disebabkan mereka

sebagai hal (perbuatan)

menganggap bahwa kekerasan merupakan hal

yang wajar dan

bersifat pribadi.
Definisi

dari

yang wajar atau mereka dianggap gagal bila
kekerasan

rumah

tidak mengulang pola kekerasan tersebut.

tangga, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal

Perasaan kesal dan marah terhadap orangtua

1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004

yang selama ini berusaha ditahan, akhirnya

tentang

akan muncul menjadi tindak kekerasan

Penghapusan

dalam

Kekerasan

dalam

Rumah Tangga adalah setiap perbuatan

terhadap isteri, suami atau anak-anak.

terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat

timbulnya

kesengsaraan,

Faktor eksternal yaitu faktor diluar diri

atau

si pelaku kekerasan. Mereka yang tidak

penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,

tergolong memiliki tingkah laku agresif dapat

dan / atau penelantaran rumah tangga

melakukan tindak kekerasan bila berhadapan

termasuk

ancaman

dengan situasi yang menimbulkan frustasi,

pebuatan,

pemaksaan,

untuk

melakukan

atau

perampasan

misalnya

kesulitan

ekonomi

yang

kemerdekaan secara melawan hukum dalam

berkepanjangan, penyelewengan suami atau

lingkup rumah tangga.

isteri, keterlibatan anak dalam kenakalan

Penyebab terjadinya kekerasan dalam

remaja atau penyalahgunaan obat terlarang

rumah tangga dapat digolongkan menjadi dua

dll. Faktor lingkungan lain seperti stereotype

faktor yaitu faktor internal dan faktor

bahwa laki-laki tokoh yang dominan, tegar

eksternal.

dan

kepribadian

Faktor

internal

sedang

perempuan

harus

bertindak pasif, lemah lembut dan mengalah.

menyebabkan ia mudah sekali melakukan

Hal ini menyebabkan banyaknya tindak

tindak kekerasan bila menghadapi situasi

kekerasan

yang menimbulkan kemarahan atau frustasi.

Kebanyakan isteri berusaha menyembunyikan

Kepribadian yang agresif biasanya dibentuk

masalah kekerasan dalam keluarganya karena

melalui interaksi dalam keluarga atau dengan

merasa malu pada lingkungan sosial dan tidak

lingkungan

ingin dianggap gagal dalam berumah tangga.

sosial

kekerasan

agresif,

yang

Tidaklah

pelaku

menyangkut

dimasa

mengherankan

kanak-kanak.

bila

kekerasan

biasanya bersifat turun-temurun, sebab anakADIWIDYA, Volume I Nomor 1 - November 2017

yang

Adanya

dilakukan

perubahan

oleh

pada

suami.

tingkat

pendidikan dan jenis pekerjaan yang dimiliki
115

oleh perempuan, khususnya di kota-kota besar

pendidikan terhadap anak, baik terhadap

juga menambah beban pada kaum laki-laki.

anak kandung maupun anak tiri atau anak

Kini banyak perempuan yang bekerja di luar

asuh.

rumah dan memiliki penghasilan sendiri yang

4. Masalah orangtua.

baik. Tidak jarang penghasilan isteri lebih

Orangtua yang selalu ikut campur

besar daripada penghasilan suami. Padahal

dalam rumah tangga anaknya, misalnya

secara normatif, laki-laki adalah kepala

dalam masalah keuangan, pendidikan

keluarga yang seharusnya memberi nafkah

anak atau pekerjaan seringkali memicu

kepada keluarga dan memiliki hak yang lebih

pertengkaran

dari pada isteri. Keadaan ini menimbulkan

kekerasan.

perasaan “tersaingi” dan tertekan pada kaum
laki-laki yang dapat menimbulkan tindak
kekerasan dalam rumah tangga.

yang

berakhir

dengan

5. Masalah saudara.
Campur

tangan

saudara

dalam

kehidupan rumah tangga, perselingkuhan

Selain hal-hal tersebut di atas, tindak

antara suami dengan keluarga isteri,

kekerasan dapat juga terjadi karena adanya

menyebabkan terjadinya jurang pemisah

beberapa faktor yaitu :

antara suami dan isteri yang pada

1. Masalah keuangan.

akhirnya akan menimbulkan ketegangan

Gaji

yang tidak

memenuhi
setiap

kebutuhan

bulan,

cukup
rumah

sering

untuk

dan pertengkaran.

tangga

6. Masalah sopan santun.

menimbulkan

Suami

dan isteri

berasal

dari

pertengkaran, apalagi bila pencari nafkah

keluarga dengan latar belakang yang

utama adalah suami. Pertengkaran dapat

berbeda. Untuk itu perlu ada upaya saling

juga timbul ketika suami kehilangan

menyesuaikan

pekerjaan,

kebiasaan-kebiasaan yang dibawa dari

yang

seringkali

berakibat

terjadinya tindak kekerasan.

terutama

dengan

keluarga masing-masing. Antara suami

2. Cemburu.

isteri harus saling menghormati dan

Kecemburuan
merupakan

salah

dapat
satu

juga

pengertian, bila tidak hal ini akan

penyebab

memicu kesalahpahaman, pertengkaran

timbulnya kesalahpahaman, perselisihan
bahkan kekerasan.

satu

dan kekerasan.
7. Masalah masa lalu.

3. Masalah anak.
Salah

diri

Sebelum menikah, antara calon
pemicu

terjadinya

suami isteri harus saling terbuka, masing-

perselisihan antara suami isteri adalah

masing

masalah

dapat

Keterbukaan ini merupakan upaya untuk

meruncing kalau terjadi perbedaan pola

mencegah salah satu pihak mengetahui

116

anak.

Perselisihan

menceritakan

masa

lalunya.

ADIWIDYA, Volume I Nomor 1 - November 2017

riwayat masa lalu pasangan dari orang

pertengkaran yang dapat diikuti dengan

lain. Pertengkaran yang dipicu adanya

kekerasan.

cerita masa lalu masing-masing pihak
berpotensi

mendorong

terjadinya

perselisihan dan kekerasan.

penyesuaian

didahului

oleh

saling

karenanya
diri

serta

kekerasan

mencaci,

mengungkit-ungkit

Suami isteri ibarat dua kutub yang
oleh

selalu

misalnya

8. Masalah salah paham.

berbeda,

Pada umumnya tindak kekerasan fisik

masa

verbal

mengumpat,
lalu

atau

mengeluarkan kata-kata yang menyinggung

usaha

perasaan salah satu pihak.

saling

Kekerasan

terhadap

perempuan

menghormati pendapat masing-masing

mempunyai ciri-ciri bahwa tindakan tersebut :

pihak perlu dipelihara. Hal ini agar tidak

1. dapat berupa fisik maupun non fisik

terjadi

kesalahpahaman

menimbulkan

yang

pertengkaran

akan
dan

kekerasan.

2. dapat dilakukan secara aktif maupun
pasif (tidak berbuat)

9. Masalah tidak memasak.

3. dikehendaki oleh pelaku

Kadang ada suami yang hanya mau
makan

(Psikis)

masakan

buatan

isterinya,

sehingga bila isteri tidak bias masak akan

4. ada akibat / kemungkinan akibat yang
merugikan

pada

korban

dan

tidak

dikehendaki oleh korban.

marah. Sikap suami yang demikian

Menurut Pasal 2 Deklarasi PBB

menunjukkan sikap dominan. Karena saat

tentang Penghapusan Kekerasan terhadap

ini isteri tidak hanya dituntut di ranah

Perempuan, kekerasan terhadap perempuan

domestik tetapi juga sudah memasuki

adalah

ranah publik. Isteri yang merasa tertekan

perbedaan kelamin yang berakibat atau

dengan

mungkin

sikap

akibatnya

ini

timbul

akan

melawan,

pertengkaran

yang

dapat mendorong terjadinya kekerasan.
10. Suami mau menang sendiri.

setiap

perbuatan

berakibat

berdasarkan

kesengsaraan

dan

penderitaan perempuan secara fisik, seksual
atau psikologis, termasuk ancaman tindakan
tertentu,

pemaksaan

atau

perampasan

Suami yang merasa “lebih” dalam

kemerdekaan secara sewenang-wenang baik

segala hal dibandingkan dengan isteri,

yang terjadi di depan umum atau dalam

akan menginginkan segala kehendaknya

kehidupan

menjadi

“undang-undang”,

terhadap anak adalah setiap perbuatan yang

dimana semua orang yang tinggal dalam

ditujukan terhadap anak yang berakibat

rumah harus tunduk kepadanya. Bila

kesengsaraan dan penderitaan fisik maupun

terjadi

semacam

perlawanan

dari

isteri

pribadi.

1

Sedang kekerasan

atau

penghuni lainnya, maka akan timbul
ADIWIDYA, Volume I Nomor 1 - November 2017

117

psikis, baik yang terjadi di depan umum

segera kepada korban yang melapor. Dengan

maupun dalam kehidupan pribadi.

demikian dapat dikatakan bahwa ketentuan ini

Mengingat Undang-undang PKDRT

merupakan terobosan hukum yang sangat

merupakan hukum publik yang di dalamnya

penting bagi upaya penegakan hak asasi

terdapat ancaman pidana penjara atau denda

manusia, khususnya perlindungan terhadap

bagi yang melanggarnya, maka masyarakat

mereka yang selama ini dirugikan dalam

sebaiknya mengetahui apa itu kekerasan

sebuah tatanan keluarga atau rumah tangga.

dalam rumah tangga (KDRT).

Terobosan hukum lain yang juga

Di Indonesia, secara legal formal

penting dan dimuat dalam Undang-undang

ketentaun ini mulai diberlakukan sejak tahun

PKDRT adalah identifikasi aktor-aktor yang

2004. Tujuan Undang-undang Penghapusan

memiliki potensi terlibat dalam kekerasan.

KDRT ini adalah sebagai upaya, ikhtiar bagi

Pada

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

disebutkan bahwa lingkup rumah tangga

Dengan adanya ketentuan ini berarti negara

meliputi :

bisa berupaya mencegah terjadinya kekerasan

a. Suami, isteri dan anak;

dalam

pelaku

b. Orang-orang yang memiliki hubungan

dan

keluarga sebagaimana yang dimaksud

rumah tangga,

kekerasan

dalam

menindak

rumah

tangga

Pasal

2

Undang-undang

PKDRT

melindungi korbannya. Sesuatu hal yang

pada huruf

sebelumnya

karena

perkawinan, persusuan, pengasuhan dan

dianggap sebagai persoalan internal keluarga

perwalian yang menetap dalam rumah

seseorang. Hal ini karena secara tegas

tangga;

tidak

bisa

terjadi,

a karena hubungan darah,

dirumuskan dalam undang-undang, dimana

c. Orang-orang yang bekerja membantu dan

tindakan kekerasan fisik, psikologis, seksual

menetap dalam rumah tangga tersebut

dan penelantaran rumah tangga (penelantaran

sehingga dipandang sebagai anggota

ekonomi) yang dilakukan dalam lingkup

keluarga.

rumah tangga merupakan tindak pidana.

Identifikasi

kekerasan

terhadap

Tindakan-tindakan tersebut mungkin biasa

pekerja rumah tangga sebagai kekerasan

dan bisa terjadi antara pihak suami terhadap

domestik sempat mengundang kontroversi

isteri dan sebaliknya, ataupun orang tua

karena ada yang berpendapat bahwa kasus

terhadap anaknya.

tersebut hendaknya dilihat dalam kerangka

Undang-undang

KDRT

ini

selain

relasi pekerjaan (antara pekerja dengan

mengatur tentang perbuatan yang bersifat

majikan).

melawan

juga

undang PKDRT mengisi jurang perlindungan

mengatur tentang hukum acaranya, kewajiban

hukum, karena sampai saat ini undang-

negara

undang

118

hukum,

dalam

sanksi

memberikan

pidana,

perlindungan

Meskipun

perburuhan

demikian,

di

Undang-

Indonesia

tidak

ADIWIDYA, Volume I Nomor 1 - November 2017

mencakup pekerja rumah tangga. Dengan
demikian
tangga

korban kekerasan dalam rumah
adalah

orang

yang

a. Perlindungan
kepolisian,

dari

pihak

keluarga,

kejaksaan,

pengadilan,

mengalami

advokat, lembaga sosial, atau pihak

kekerasan dan / atau ancaman kekerasan

lainnya maupun atas penetapan perintah

dalam lingkup rumah tangga.

perlindungan dari pengadilan ;

Bentuk kekerasan dalam rumah tangga
yang diatur dalam Undang-undang PKDRT
adalah :

kesehatan

sakit, jatuh sakit atau luka berat;

rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya
kemampuan

seksual,

secara

khusus

berkaitan

dengan kerahasiaan korban;

yang

bantuan hukum;
e. Pelayanan bimbingan rohani.

untuk

bertindak, rasa tidak berdaya dll;
c. Kekerasan

dengan

d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan

b. Kekerasan psikis, yang mengakibatkan

hilangnya

sesuai

kebutuhan medis;
c. Penanganan

a. Kekerasan fisik yang mengakibatkan rasa

diri,

b. Pelayanan

Selain itu korban kekerasan dalam
rumah tangga juga berhak untuk mendapatkan

berupa

pelayanan demi pemulihan korban dari tenaga

pemaksaan seksual dengan cara tidak

kesehatan,

wajar, baik untuk suami maupun untuk

pendamping dan / atau pembimbing rohani.

orang lain untuk tujuan komersial, atau
tujuan tertentu;

dalam lingkup rumah tangganya, yang
menurut

hukum

diwajibkan

atasnya.

setiap

ketergantungan

relawan

Dalam Undang-undang PKDRT juga

a. Merumuskan

kebijakan

penghapusan

kekerasan dalam rumah tangga;
b. Menyelenggarakan

komunikasi,

informasi dan edukasi tentang kekerasan

Selain itu penelantaran juga berlaku
bagi

sosial,

diatur mengenai kewajiban pemerintah yaitu :

d. Penelantaran rumah tangga yang terjadi

mana

pekerja

orang

yang

ekonomi

mengakibatkan
dengan

cara

membatasi dan / atau melarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah,

dalam rumah tangga;
c. Menyelenggarakan

sosialisasi

dan

advokasi tentang kekerasan dalam rumah
tangga;
d. Menyelenggarakan

pendidikan

dan

jender

isu

sehingga korban berada di bawah kendali

pelatihan

orang tersebut.

kekerasan dalam rumah tangga serta

Bagi korban kekerasan dalam rumah
tangga

undang-undang

telah

mengatur

sensitif

menetapkan

standard

dan

akreditasi

pelayanan yang sensitif jender.

mengenai hak-hak yang dapat dituntut kepada

Undang-undang

Penghapusan

pelaku kekerasan dalam rumah tangga antara

Kekerasan dalam Rumah Tangga

lain :

tahun

ADIWIDYA, Volume I Nomor 1 - November 2017

dan

2004

juga

mengatur

No 23
kewajiban
119

masyarakat,

dimana

mendengar,

melihat

setiap

orang

paling

banyak

45

juta,

bila

tidak

mengetahui

menimbulkan penyakit atau halangan untuk

terjadinya kekerasan dalam rumah tangga

bekerja paling lama 4 bulan penjara atau

wajib melakukan upaya antara lain :

denda paling banyak 5 juta.

a. Mencegah

atau

yang

kekerasan

dalam

rumah

tangga;

Sanksi

pidana

terhadap

pelaku

kekerasan psikis paling lama 3 tahun penjara

b. Memberikan

perlindungan

kepada

korban;

atau denda paling banyak 9 juta, bila tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk

c. Memberikan pertolongan darurat;

bekerja paling lama 4 bulan atau denda paling

d. Mengajukan

banyak 3 juta.

permohonan

penetapan

perlindungan.

Sanksi

pidana

terhadap

pelaku

Dalam hal kejahatan kekerasan psikis

kekerasan seksual paling lama 12 tahun

dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang

penjara atau denda paling banyak 36 juta, bila

terjadi di dalam relasi antara suami-isteri,

menimbulkan penyakit paling singkat 5 tahun

maka yang berlaku adalah delik aduan.

dan paling lama 20 tahun penjara atau denda

Artinya

antara 25 juta sampai dengan 500 juta rupiah.

korban

sendiri

yang

harus

melaporkan kekerasan dalam rumah tangga
yang dialaminya kepada pihak kepolisian.
Korban

kekerasan

dalam

rumah

tangga dapat memberikan kuasa kepada

Sanksi

pidana

terhadap

pelaku

penelantaran rumah tangga paling lama 3
tahun penjara atau denda paling banyak 15
juta.

keluarga atau advokat / pengacara untuk
melaporkan KDRT ke kepolisian. Jika yang

PENUTUP

menjadi korban adalah seorang anak, laporan
dapat

dilakukan oleh

orang tua, wali,

pengasuh atau anak yang bersangkutan.
Sanksi

terhadap

undang

No

Penghapusan

23

tahun

Kekerasan

2004

tentang

dalam

Rumah

pelaku

Tangga jelas menunjukkan upaya untuk

kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam

meningkatkan harkat dan martabat kaum

Bab VIII mulai Pasal 44 s/d Pasal 53 UU

perempuan, melalui penghormatan terhadap

PKDRT. Sanksi pidana terhadap kekerasan

hak asasinya, adanya kesetaraan gender, tidak

fisik paling lama 5 tahun penjara atau denda

adanya diskriminasi di segala bidang serta

paling banyak 15 juta, bila mengakibatkan

upaya memberikan perlindungan bagi korban

korban jatuh sakit atau luka berat paling lama

tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini

10 tahun penjara atau denda paling banyak 30

sangat bermanfaat bagi kaum perempuan

juta, bila mengakibatkan korban meninggal

yang selama ini sering menjadi korban

paling lama 15 tahun penjara atau denda

kekerasan

120

pidana

Asas dan tujuan dibentuknya Undang-

dalam

rumah

tangga,

dalam

ADIWIDYA, Volume I Nomor 1 - November 2017

kedudukannya baik sebagai seorang isteri

melakukan kekerasan dalam rumah tangga.

maupun

Sehingga kekerasan dalam rumah tangga

kedudukan

perempuan

sebagai

anggota masyarakat.

dapat dicegah

Sosialisasi Undang-undang No. 23

dan mengurangi adanya

korban kekerasan dalam rumah tangga.

tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam

Rumah

Tangga

dalam

upaya

pencegahan tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga perlu dilakukan secara terusmenerus dengan berbagai cara, misalnya
dengan penyuluhan dan sosialisasi Undangundang

tentang

dalam

Penghapusan

kekerasan

tangga

secara

rumah

berkesinambungan, memberikan kesadaran
dan keberanian kepada masyarakat yang
mengalami atau menjadi korban serta yang
mengetahui telah terjadi kekerasan dalam
rumah tangga untuk melaporkan peristiwa
kekerasan dalam rumah tangga tersebut
kepada

aparat

penegak

hukum

untuk

ditindaklanjuti.
Setelah

menerima

laporan

DAFTAR PUSTAKA
Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek
Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti.
Moerti Hadiati Soeroso, 2010, Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, Jakarta, Sinar
Grafika.
Muladi dan Barda Nawawi A, 1984, TeoriTeori dan Kebijakan Pidana, Bandung :
Alumni.
Satjipto Rahardjo, 1983, Hukum
Perubahan Sosial, Bandung : Alumni.

dan

Shanty Dellyana, 1988, Wanita dan Anakanak di Mata Hukum, Yogyakarta : Liberty.
UU No 23 Th 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga.

dan

pengaduan dari korban dan atau masyarakat,
maka menjadi tugas aparat penegak hukum
untuk menindaklanjutinya dengan melakukan
penyidikan, penuntutan dan menghukum
pelaku kekerasan dalam rumah tangga apabila
terdapat cukup bukti dan hakim yakin bahwa
terdakwalah yang telah melakukan kekerasan
dalam rumah tangga.
Tindakan

aparat

penegak

hukum

dalam menjatuhkan hukuman, dalam hal ini
penting untuk membuat jera pelaku kekerasan
dalam

rumah

masyarakat

pada

tangga

khususnya

umumnya

agar

dan
tidak

ADIWIDYA, Volume I Nomor 1 - November 2017

121