LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM DAN MIKROENKAPSULASI

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
PRAKTIKUM KE-IX
PERSIAPAN BAHAN BAKU UNTUK PROSES MIKROENKAPSULASI
MINYAK SAWIT MERAH
(Praktikum Mata Kuliah Refinery dan Pengolahan Turunan Minyak Sawit)

Disusun Oleh:
Kelompok 6 TIP 4B
Doni Alfait

B1316020

Herni Rezkiyah

B1316034

Kamaluddin

B1316038

Maida Hayati


B1316050

Norhalimah

B1316069

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI TANAH LAUT
PELAIHARI
2018

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kebutuhan dunia terhadap minyak dan lemak nabati mengalami peningkatan

setiap tahun. Minyak sawit merupakan salah satu minyak nabati utama yang

digunakan di seluruh dunia sebagai minyak dan lemak pangan. Minyak sawit
memiliki pigmen alami yang berwarna merah. Selama ini pada proses pengolahan,
warna merah dalam minyak sawit selalu dihilangkan. Penyebab warna merah
tersebut adalah pigmen karotenoid yang sebagian besar terdiri dari beta-karoten.
Karotenoid mempunyai aktivitas yang penting bagi kesehatan. Komponen ini
memiliki banyak kegunaan bagi kesehatan manusia selain di antaranya komponen
vitamin,

senyawa

antikanker,

mencegah

penuaan

dini

dan


penyakit

kardiovaskuler. Karotenoid mempunyai sifat yang sensitif terhadap beberapa
kondisi pengolahan minyak makan secara konvensional yaitu pengolahan suhu
tinggi maupun oksidasi.
Proses mikroenkapsulasi adalah salah satu alternatif yang mampu melindungi
karotenoid dari kondisi lingkungan. Mikroenkapsulasi merupakan suatu teknik
pencampuran bahan atau campuran bahan dengan bahan lain. Bahan yang disalut
dapat berupa cairan, padat maupun gas yang dapat disebut sebagi bahan inti atau
bahan aktif, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai penyalut disebut sebagai
dinding atau bahan pembawa.
1.2.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu membuat

dan memahami persiapan bahan bahan baku untuk proses mikrokapsulasi minyak
sawit merah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis. Jacq) merupakan tanaman

monokotil (berkeping satu) yang termasuk famili Palmae. Nama genus Elaeis
berasal dari bahasa Yunani Elaion yang berarti minyak, sedangkan guienensis
berasal dari kata guines, yaitu nama tempat dimana seorang bernama Jacquin
menemukan tanaman sawit pertama kali di pantai Guines di Afrika Selatan pada
tahun 1973 (Ketaren, 2005).
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis
dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22oC – 32oC. Daerah
penanaman kelapa sawit di Indonesia adalah daerah Jawa Barat (Lebak dan
Tangerang), Lampung, Riau, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan,
Kalimantan dan Aceh. Negara penghasil kelapa sawit selain Indonesia adalah
Malaysia, Amerika Tengah dan Nigeria (Ketaren, 2005).
Buah sawit umumnya merniliki panjang 2 hingga 5 m dan berat 3 hingga 30
gram, berwama ungu hitam pada saat muda, kemudian menjadi berwama kuning
rnerah pada saat tua dan matang (Muchtadi 1992). Daging buah berwama putih

kuning ketika masih muda dan berwama jingga setelah matang (Ketaren 2005).
Menurut Pasaribu (2004) buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah
(mesokarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu
lapisan luar atau kulit buah yang disebut perikarp, lapisan sebelah dalam disebut
mesokarp atau pulp, dan lapisan paling dalam disebut endokarp. Inti kelapa sawit
terdiri dari lapisan biji (testa), endosperm, dan embrio. Mesokarp mengandung
kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar
44%, dan endokarp tidak mengandung minyak.
2.2.

Minyak Sawit
Minyak sawit berasal dari ekstraksi buah tanaman kelapa sawit. Kelapa sawit

terdiri dari 80% bagian perikrap (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp
dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis minyak yang
berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut dengan minyak

inti sawit dan minyak dari sabut (mesokrap) sawit disebut minyak sawit (Ketaren,
2005).
Perbedaan antara minyak sawit dan minyak inti sawit adalah adanya pigmen

karotenoid pada minyak sawit sehingga berwarna kuning merah. Komposisi
karotenoid yang terdeteksi pada minyak ssawit terdiri dari α-, β-, γ-, karoten dan
xantofil, sedangkan minyak inti sawit tidak mengandung karotenoid. Perbedaan
lain adalah pada kandungan asam lemaknya. Pada minyak inti sawit terdapat asam
lemak kaproat, asam lemak kaprilat dan asam lemak laurat, sedangkan pada
minyak sawit ketiga asam lemak tersebut tidak terdapat (Murdiati 1992). Pada
suhu di atas 60ºC minyak sawit mencair, sebaliknya minyak inti sawit bersifat cair
pada suhu kamar. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah
rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam kedua minyak tersebut.
Minyak sawit memiliki dua komponen asam lemak yang terbesar yaitu asam
palmitat dan asam oleat. Asam lemak palmitat merupakan asam lemak jenuh
rantai panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang tinggi, yaitu 64ºC,
sehingga pada suhu ruang minyak sawit berbentuk semi padat (Belitz dan Grosh,
1999). Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih
tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat
merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan rantai C18 dan
memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam
palmitat yaitu 14ºC (Ketaren, 2005).
2.3.


Minyak Sawit Merah
Minyak sawit merah merupakan hasil ekstraksi serabut daging (mesokarp)

buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guienensis JACQ) yang biasanya disebut
minyak sawit mentah atau kasar (Crude Palm Oil, CPO) dan dalam pengolahan
selanjutnya warna merah tetap dipertahankan. Secara umum, proses produksi
minyak sawit merah prinsipnya sama dengan proses produksi minyak sawit
komersial (minyak goreng).
Satu hal yang membedakan adalah pada proses produksi minyak sawit merah
ini tidak ada tahapan bleaching (pemucatan) sehingga minyak masih tetap
berwarna merah. Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, minyak sawit merah
memiliki aktivitas provitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Karakter ini

membuat minyak sawit merah sangat baik dipandang dari segi nutrisi (Jatmika
dan Guritno, 1996).
2.4.

Mikrokapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah suatu teknologi pembungkusan padatan, cairan atau


gas, dengan suatu dinding atau lapisan tipis sehinga dapat menghambat
volatilisasi dan melindungi dari kerusakan kimia. Mikroenkapsulasi memberikan
perlindungan terhadap reaksi degradasi, mencegah kehilangan flavor dan aroma,
mengubah bentuk cair ke padatan sehingga mudah diaplikasikan dan dapat
memperpanjang umur simpan (Pegg dan Shahidi, 2007).
Dalam industri pangan, mikroenkapsulasi bertujuan untuk untuk melindungi
inti dari dedgradasi dengan mengurangi reaksi inti dengan lingkungan luar,
mengurangi evaporasi atau laju transfer inti ke lingkungan luar, modifikasi
karakteristik bahan asal dan memudahkan penggunaan bahan (Pegg dan Shahidi,
2007). Mikroenkapsulasi juga bertujuan memberikan perlindungan terhadap zat
sebelum dan pada saat diolah atau digunakan sehingga interaksi fisik dan kimia
karena pengaruh lingkungan tidak terjadi serta dapat mengkonversi bentuk dari
zat cair menjadi zat padat sehingga penangannya menjadi lebih mudah. Matriks
pelindung (skin) mampu melindungi inti (core) dari berbagai faktor yang
menyebabkan kerusakan selama penyimpanan (Vandeagar, 1974).
Hasil mikroenkapsulasi disebut mikroenkapsulat. Pada mikroenkapsulat
dengan ukuran dibawah 5 μm akan terjadi gerak Brown yang kuat sehingga
mikroenkapsulat akan sulit dikumpulkan. Struktur dan ukuran mikroenkapsulat
tergantung dari teknik pembuatannya, jenis bahan inti, dan polimer yang
digunakan (Vandeagar,1974).


BAB III
METODE
3.1.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 4 Mei 2018 pukul 08.00 sampai

dengan selesai yang bertempat di Laboratorium Bio energi dan Bio Proses,
Politeknik Negeri Tanah Laut.
3.2.

Alat dan Bahan

3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan adalah gelas beaker, hot plate, Erlenmeyer,
batang pengaduk, buret, aluminium foil, cawan petri, cawan porselin, gelas
ukur, pipet tetes, oven, neraca analitik, penjepit.
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah, CMC, NaOH, Aquades, minyak

sawit merah, indikator PP, methanol.
3.3.

Prosedur Kerja
1. Penentuan FFA
a. Dibuat larutan NaOH 0,4 N sebagai penitrasi
b. Ditimbang sampel sebanyak 2 gram minyak sawit merah
c. Ditambahkan methanol 90% sebanyak 50 ml
d. Dipanaskan hingga mendidih
e. Ditetesi indikator PP sebanyak 5 tetes
f. Ditirasi dengan larutan NaOH sampai berwarna merah muda
g. Dihitung kadar FFA
2. Analisis Kadar Air Bahan Penyalut
a. Ditimbang cawan kosong yang telah di oven
b. Ditsmbahkan CMC sebanyak 5 gram
c. Dioven selama 6 jam dengan suhu 105ᵒC
d. Ditimbang cawan dan sampel yang telah dioven tersebut
e. Dihitung kadar airnya

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.

Hasil Praktikum
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, maka didapat hasil sebagai

berikut ini:
Tabel 1. Hasil pengamatan minyak sawit merah dan CMC
No

Bahan Baku

1

Minyak sawit

4.2.

merah
2
CMC
Pembahasan

Proses Mikrokapsulasi
FFA sebelum
FFA sesudah
10,11 %
-

-

Kadar air
10,4%

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan serta hasil yang didapat dalam
praktikum, maka ada beberapa hal yang dapat dibahas pada laporan ini. Pada data
didapatkan ada dua bahan yang dipakai yaitu minyak sawit merah dan CMC.
Minyak sawit merah adalah sebagai bahan utama pada proses mikrokapsulasi ini.
Sedangkan CMC dipakai sebagai penyalut nantinya.
Minyak sawit merah menunjukkan angka persentase FFA menaik daripada
sebelumnya yaitu 10,11%. Angka yang sangat tinggi ini dikarenakan minyak
sawit merah telah didiamkan selama beberapa malam. FFA atau asam lemak
bebas akan meningkatkan persentase asamnya dikarenakan kegiatan enzim lipase
yang terus berlanjut.
Kemudian ada perlakuan untuk persiapan bahan penyalut yang akan dipakai
pada proses mikrokapsulasi. Pada persiapan ini dilakukan penimbangan cawan
porselin kosong terlebih dulu yang sudah dinetralisir. Setelah sudah ditimbang,
kemudian ditimbang kembali bersama bahan penyalut, yaitu CMC. Hal ini
dilakukan agar mempermudah perhitungan pada saat menghitung kadar air.

BAB V
PENUTUP
5.1.

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan

bahwa sebelum melakukan mikrokapsulasi minyak sawit merah, dilakukan
persiapan bahan penyalut terlebih dahulu.
5.2.

Saran
Saran yang dapat kami sampaikan adalah agar pada saat melakukan titrasi,

dilakukan dengan teliti dan cermat agar tidak terjadi kesalahan serta didapatkan
data yang benar berdasarkan prosedur.

DAFTAR PUSTAKA
Ayustaningwarno. F. 2012. Proses Pengolahan Dan Aplikasi Minyak Sawit Merah
Pada Industri Pangan Vitasphere, Volume II, Agustus 2012, hal. 1-11
ISSN: 2085-7683. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Diponegoro
Muchtadi TR. 1992. Karakterisasi Komponen Intrinsik Utama Buah Sawit (Elais
guineensis, Jacq) Dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak
dan Pemanfaatan Provitamin A. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Novia . S. 2009. Skripsi Stabilitas Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Hasil
Pengeringan Lapis Tipis Selama Penyimpanan. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ketaren. S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. Universitas Indonesia
Press.