KORUPSI DAN MAKELAR KASUS DALAM KAJIAN M

SEJAR
HP
[Type your
AH
address] [Type
your phone
number]
[Type
PEMIK
your e-mail
address]
IRAN
EKON
OMI
ISLAM




DISUSUN
OLEH :

FITHRAH
KAMALIYAH

MAKALAH
KORUPSI DAN MAKELAR KASUS
DALAM KAJIAN MAQASHID SYARI’AH
(KONSEP PEMIKIRAN AL-GHAZALI DAN AL-MAQRIZI)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Tim Dosen Pengampu:
Dr. EUIS AMALIA, SAg.
CECEP MASKANUL HAKIM, MEc.
5r

Disusun oleh :
Fithrah Kamaliyah
NIM : 2113043300011

MAGISTER EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah

KORUPSI DAN MAKELAR KASUS
DALAM KAJIAN MAQASHID SYARI’AH
A. Pendahuluan
Diberbagai belahan dunia, kasus korupsi selalu menjadi sorotan yang lebih
dibandingkan dengan kasus pidana lainnya. Pandangan mengenai kasus korupsi
merupakan sesuatu yang amat buruk dan sebagai corengan keburukan terhadap suatu
negara. Bahkan korupsi dianggap sebagai penyakit yang akut dan susah untuk
dihilangkan apabila tindakan korupsi tersebut telah menjalar pada berbagai badan
pemerintahan sehingga mendarah daging.
Munculnya hasrat untuk melakukan tindak korupsi pada awalnya adalah adanya
sifat ketamakan seseorang terhadap harta. Mereka yang menganggap harta adalah
segalanya, dan harta tersebut akan makin banyak terkumpul apabila mereka telah mejadi
seorang penguasa di dalam sebuah lembaga khususnya lembaga yang kebanjiran uang.

Korupsi yang sangat menjadi permasalahan adalah apabila tindakan tersebut telah
menyentuh pada titik inti suatu negara, yaitu lembaga-lembaga perwakilan rakyat bahkan
yang paling mengancam adalah ketika pemimpinnya pun melakukan tindakan korupsi
tersebut.
Tindak pidana korupsi dalam bentuknya memiliki beberapa jenis. Salah satunya
adalah terbongkarnya praktik korupsi yang berbentuk makelar kasus (markus), yang
melibatkan pejabat negara dan oknum aparat penegak hukum. Korupsi yang seperti inilah
yang akan mencoreng kewibawaan suatu negara. Selama ini hukum di Indonesia hanya
bersikap teguh pada keadilan yang sifatnya prosedural bukan keadilan subtansial.
Artinya, negara Indonesia hanya mampu membuat perundang-undagan secara formalitas
saja, walaupun memang tujuannya adalah untuk menegakkan keadilan secara

2

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
menyeluruh, namun kenyataannya tidak ada yang tercapai bahkan adapula yang
diabaikan.
Keberadaan makelar kasus di Indonesia telah marak sejak zaman orde baru, yang
pada saat itu presiden Indonesia sendiri telah bertindak sebagai dalang korupsi terbesar
atas kekayaan negara. Kondisi yang sangat menyedihkan dikala itu, masyarakat seakan

dibungkam mulutnya dan dibutakan matanya sehingga kenyataan kasus tersebut seolah
tidak terdengar. Masyarakat yang sebenarnya telah tahu rahasia umum ini terkesan harus
memendam amarah dan melupakan masalah besar penegakkan hukum ini karena
kesulitan untuk fakta kejahatan luar biasa ini di lapangan, apa lagi untuk menyelesaikan.
Iklim korupsi oleh Soeharto (dan keluarganya) adalah perwujudan sistem politik
rejim Orde Baru yang hanya menguntungkan sekelompok orang saja. Menilik besarnya
harta rakyat yang telah dikumpulkan oleh Soeharto, jelaslah bagi banyak orang bahwa
Soeharto merupakan pengkhianat besar kepentingan rakyat Indonesia. Digugatnya harta
haram Soeharto dalam 7 yayasannya, merupakan langkah awal membongkar kebusukan
moral Soeharto (beserta keluarganya), yang selama puluhan tahun dibungkus segala
kemegahan. Penelanjangan kebusukan moral Suharto melalui pembongkaran korupsi
besar-besaran merupakan sejarah penting bagi bangsa ini.1
Peninggalan karakter pemimpin korup tersebut ternyata bukan lenyap, namun
pada tahun-tahun selanjutnya justru bertumbuhan kembali akar-akar koruptor di kalangan
eksekutif dan legislatif yang juga telah menjalar pada struktur pemerintahan dibawahnya
seperti gubernur dan bupati.Salah satu pelaku makelar kasus yang baru saja terjadi adalah
kasus yang dilakukan oleh Ahmad Fahanah (AF) yang menjadi perantara kasus korupsi
dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) suap impor daging dengan presiden PKS
Luthfi Hasan Ishaq(LHI) sebesar 38,709 milyar. 2 AF memanfaatkan dan juga
dimanfaatkan posisi sahabatnya, LHI dengan tujuan untuk mencari kekayaan yang

sebanyak-banyaknya. Uang yang ia peroleh dibelikan rumah, mobil, perhiasan, dll., baik
untuk dirinya maupun orang lain seperti Sefti Sanustika, Ayu Azhari, dan Vitalia Shesya.
Ia juga terbukti menerima duit dari pihak lain sebanyak Rp 35,408 miliar.Kasus lain
terkait makelar kasus yang sebelumnya terjadi adalah kasus makelar pajak yang
1

http://kelana-tambora.blogspot.com/2007/03/soeharto-pengkhianat-bangsa.html
(Diakses : 9 Jan 2014).
2
http://m.kompasiana.com/post/read/605449/1 (Diakses : 9 Jan 2014).
3

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
dilakukan oleh staff muda bernama Gayus Tambunan. Pria muda inipun bersama
sejumlah oknum petinggi di perpajakan menyeludupkan dana pajak hingga senilai Rp 28
miliar.3Modus yang dilakukan gayus terhadap penggelapan pajak adalah dengan
melakukan transaksi yang direkayasa. Gayus menerima dana dengan tujuan untuk
membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi. Namun setelah
dicek, pemiliknya adalah Mr Son, warga Korea, tidak diketahui berada di mana. Uang
tersebut masuk ke rekening Gayus Tambunan tetapi ternyata Gayus tidak mengurus

pajaknya. Uang tersebut tidak digunakan oleh Gayus dan tidak dikembalikan kepada Mr.
Son sehingga hanya diam di rekening Gayus. Selain itu gayus juga menerima dana dari
Andi Kosasih sebesar 25 milyar, yang diakui untuk dana pembelian sebidang tanah,
namun kebenarannya tidak jelas.4
Kasus di atas adalah contoh dari segelintir tindakan makelar kasus yang telah
terungkap, masih ada kasus-kasus lainnya yang banyak terjadi, baik berupa penggelapan
dana negara, money loundring, maupun dana suap yang melibatkan orang lain sebagai
makelar dari kasus tersebut. Masyarakat Indonesia sudah terlanjur akrab dengan budaya
korupsi. Dengan sendirinya para aparat yang melakukan korupsi tersebut seperti biasanya
mengeluarkan izin, lisensi, fasilitas, dan rekomendasi yang menguntungkan pemberi
suap. Akhirnya, korupsi menjadi pola kerja rutin dan keseharian, karena adanya saling
menguntungkan bagi kelanggengan jabatan dan pembangunan itu sendiri. Betapa
menyakitkan, berbagai keluhan, sinyalmen, tuduhan, dan bahkan pembuktian tentang
betapa kronis dan meluasnya korupsi di Indonesia merupakan sesuatu yang nyata. Amat
sukar

membangun

argumentasi


yang

masuk

akal

dan

mendekati

kebenaran

membantahnya, apalagi sekedar menutupi segalanya. Karena itulah segala yang
menyangkut korupsi itu harus dicarikan jalan keluar dan pendekatan yang mengarah pada
pemberantasannya secara tuntas, sampai tidak pernah bangkit kembali.
Dalam pembahasan mengenai makelar kasus ini penulis ingin sedikit mencoba
untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi seputar korupsi dan makelar
kasus dengan mengacu pada konsep kemaslahatan dalam Islam yaitu mengenai konsep
Maqashid Syari’ah. Dalam konsep Maqashid Syari’ah yang digagas oleh Imam Al3


http://kabarindonesia.com/berita.php?
pil=20&jd=Republik+Markus&dn=20111210145145 (Diakses : 9 Jan 2014.
4
http://helda-blog.blogspot.com/2012/11/kasus-korupsi-gayus-tambunan.html
(Diakses : 9 Jan 2014).
4

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
Ghazalai menyatakan bahwa seorang muslim dalam segala urusan dunianya harus
mengutamakan 5 keselamatan agar tidak terjadi sesuatu yang dianggap dapat
menyengsarakan baik diri sendiri maupun orang lain. Maraknya korupsi dan makelar
kasus adalah bentuk pelanggaran terhadap konsep maqashid itu sendiri sehingga pada
akhirnya rakyat menjadi menderita dan negara mengalami kerugian besar. Untuk itu
pengkajian dan penerapan mengenai maqashid syari’ah ini sangat penting bagi seluruh
instansi pemerintahan agar terciptanya masyarakat yang sejahtera dunia dan akhirat.
Konsep mengenai kajian Maqashid Syari’ah akan lebih jelas dipaparkan oleh penulis
pada pembahasan selanjutnya, beserta berbagai pemikiran para tokoh ekonomi Islam
dalam menangani kasus korupsi dan makelar kasus tersebut.

B. Pembahasan

1. Pengertian Korupsi dan Makelar Kasus
Istilah korupsi telah memboming di berbagai penjuru dunia, istilah ini kian akrab
dan sering didengar dengan begitu maraknya praktek korupsi yang terjadi di berbagai
negara di dunia. Kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang berarti menyuap
dan corrumpere atau merusak.5 Pengertian korupsi juga telah termuat dalam Undangundang negara Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pada Pasal 1 Butir 3, sebagai
berikut :
”Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundangundangan yang mengatur tindak pidana korupsi.”6
Sedangkan yang tercantum dalam perundang-undangan Tindak Pidana Korupsi,
korupsi adalah suatu kegiatan yang mencakup tindakan:
a. Melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara
b. Menguntungkan

diri

sendiri

atau


orang

lain

atau

suatu

korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
Munawar Fuad Noer, Kiai di Republik Maling (Jakarta : Republika, 2005), hlm.1.
Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi : Pemberantasan dan Pencegahan
(Jakarta : Djambatan, 2004), hlm.5.
5
6

5


Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara7
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimuat pengertian korupsi sebagai berikut :
“”Penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan, dan sebagainya)
untuk keuntungan pribadi atau orang lain.”8
Sementara Makelar Kasus merupakan istilah yang terdiri dari dua kata, yaitu
“makelar” dan “kasus”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata makela berasal dari
bahasa Belanda yaitu makelaar yang berarti orang tersumpah atau badan hukum yang
bertindak sebagai pedagang atau penyedia jasa perantaraan. Juga biasa disebut
tussenhandelaar ”pedagang perantara” dalam arti yang lebih umum. Padanan makelaar
dalam bahasa Indonesia yang paling populer adalah pialang dan calo yang dianggap lebih
rendah derajatnya.9
Berdasarkan pengertian yang telah diungkapkan di atas, jelas bahwa tindak pidana
korupsi dan juga makelarnya merupaka tindakan pengkhianatan terhadap negara karena
menyelewengkan uang milik negara dan menyalah gunakan jabatan atau wewenang yang
tentunya sangat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Secara umum, istilah korupsi selama ini mengacu kepada berbagai tindakan gelap dan
tidak sah (illicit or illegal activities) untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau
kelompok. Tetapi dalam perkembangan lebih akhir, dari berbagai pengertian korupsi
terdapat penekanan, bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan
publik untuk keuntungan pribadi.
Menurut Imam Al-Maqrizi, korupsi dan administrasi yang buruk merupakan salah
satu penyebab inflasi yang merupakan kesalahan manusia. Al-Maqrizi menyatakan
bahwa pengangkatan para pejabat pemerintahan yang berdasarkan pemberian suap, dan
bukan kapabilitas, akan menempatkan orang-orang yang tidak mempunyai kredibilitas
pada berbagai jabatan penting dan terhormat, baik di kalangan legislatif, yudikatif,
maupun eksekutif. Merka rela menggadaikan seluruh harta miliknya sebagai kompensasi
7

Undang-undang Republik Indonesia No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, hlm.3.
8
Ibid.
9
Nur Chanifah, Makelar Kasus (Markus) dalam Perspektif Hukum Islam : Sebuah Upaya
Pencegahan Makelar Kasus (Malang: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, ____ ), hlm.3.
6

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
untuk merai jabatan yang diinginkan serta kebutuhan sehari-hari sebagai pejabat. Kondisi
ini menurut Al-Maqrizi, selanjutnya sangat mempengaruhi moral dan efisiensi
administrasi sipil dan militer. Ketika berkuasa, para pejabat tersebut mulai
menyalahgunakan kekuasaan untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk memenuhi
kewajiban finansialnya maupun kemewahan hidup. Mereka berusaha mengumpulkan
harta

sebanyak-banyaknya

ketidakadilan

para

dengan

pejabat

tersebut

menghalalkan
telah

segala

membuat

cara.

kondisi

Merajalelanya
rakyat

semakin

memprihatinkan, sehingga mereka terpaksa meninggalkan kampung halaman dan
pekerjaannya. Akibatnya terjadi penurunan drastis jumlah penduduk dan tenaga kerja
serta hasil-hasil produksi yang sangat berimplikasi terhadap penurunan penerimaan pajak
dan pendapatan negara.10
Keadaan seperti yang diungkapkan oleh Imam Al-Maqrizi sesuai dengan keadaan
yang terjadi di Indonesia saat ini. Dimana terjadi kasus suap-menyuap yang digunakan
sebagai alat untuk memasuki atau mendapatkan sebuah jabatan yang memiliki
penghasilan yang tinggi. Seperti pada kasus suap yang terjadi dalam pemilihan deputi
gubernur senior BI pada tahun 2004, Miranda Gultom yang memberikan aliran dana dana
sebesar 9 Milyar yang ia transfer ke 19 anggota komisi IX DPR yang berasal dari Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Periode 1999-2004.11 Dengan adanya kasus ini
membuktikan bahwasannya pengangkatan suatu jabatan di Indonesia telah ternodai
karena pemilihan tersebut bukanlah dilihat dari faktor kapabilitas dan kredibilitas yang
dimiliki seseorang, akan tetapi karena adanya uang sogokan sehingga ia akhirnya terpilih
dan menduduki jabatan tersebut.
Dengan penerimaan tenaga kerja ataupun pejabat berdasarkan perolehan dana suap,
maka akan terjadi tindakan korup selanjutnya yakni penyalah gunaan jabatan bukan
untuk melaksanakan pekerjaan secara profesional tetapi untuk memperoleh kekayaan
yang sebanyak-banyaknya. Ternyata kasus korupsi ini jika diamati adalah proses yang
berantai sehingga pihak satu sama lain saling terkait untuk sama-sama memperoleh
keuntungan dari tindakan terlarang itu. Hal yang demikian serupa dengan yang telah
dikemukakan oleh Al-Maqrizi pada penjelasan sebelumnya.
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam : dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer (Depok : Gramata Publishing, 2010), hlm.269-270.
11
http://www.voaindonesia.com/content/jaksa-miranda-goeltom-terlibat-penyuapananggota-dpr/1444061.html (Diakses : 10 Jan 2014).
10

7

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
Menurut Al-Maqrizi juga bahwa tindakan korup pejabat tersbut akan terus menjalar
dalam sebuah pemerintahan. Beliau mengungkapkan bahwa kibat dominasi para pejabat
bermental korup dalam pemerintahan, mengakibatkan pengeluaran negara mengalami
peningkatan yang sangat drastis. Sebagai kompensasinya mereka menerapkan sitem
perpajakan yang menindas rakyat dengan memberlakukan berbagai pajak baru serta
menaikkan tingkat pajak yang telah ada. Hal ini sangat mempengaruhi kondisi para
petani yang merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat. Hal ini juga
mempengaruhi para pemilik tanah, mereka ingin selalu berada dalam kesenagan akan
melimpahkan beban pajak kepada para petani melalui peningkatan biaya sewa tanah.
Karena meraka tertarik dengan hasil pajak yang sangat menjanjikan, tekanan para pejabat
dan pemilik tanah terhadap para petani menjadi lebih besar dan intensif.12
Hal yang dikemukakan Al-Maqrizi mengenai menignkatnya pajak pun sesui dengan
keadaan di Indonesia. Sistem perpajakan di Indonesia tidak seperti negara-negara dengan
sistem perpajakannya dari era ke era semakin maju sehingga memenuhi unsur keadilan
dan pemerataan. Sistem perpajakan Indonesia dirancang dengan menomorsatukan
fungsibudgeter (anggaran), yakni untuk memenuhi target anggaran pendapatan negara,
padahal fungsi utama pajak adalah redistribusi pendapatan.Pengubahan titik berat fungsi
pajak ini didorong oleh ketimpangan dalam penerimaan pajak, terutama semasa
pemerintahan rezim Orde Baru, dan tidak lagi tergantungnya penerimaan Indonesia
kepada

minyak

dan

gas.Pemerintah

kemudian

mengenalkan reformasi

perpajakan nasional pada 31 Desember 1993. Reformasi itu dilakukan karena sebelum
masa itu penerimaan pajak rendah sekali.
Sebelum reformasi dikenalkan, total penerimaan pajak semasa 32 tahun pemerintahan
rezim Orde Baru pimpinan mantan presiden Soeharto, hanya Rp20 triliun. Tetapi, setelah
reformasi dikenallkan, jumlah penerimaanseketika melonjak. Bahkan pada masa
pemerintahan KH Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri angkanya menjadi
sekitar Rp1.000 triliun.
Namun, karena penerimaan dari pendapatan minyak dan gas tidak lagi menjadi yang
utama dalam Angkatan Pendapatan Belanda Negara (APBN), proporsi penerimaan pajak
pun menjadi 78 persen dari APBN.Fungsi APBN pun menjadi yang utama, padahal hal
12

Euis Amalia, Op.cit., hlm.270.
8

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
tersebut

berakibat

memaksa rakyat untuk memenuhi

target

APBN

tersebut.

Pengubahan artikulasi fungsi ini dinilai Drs. Sudibyo, MM sebagai pakar perpajakan
Universitas Airlangga, secara teoritis tidak adil bagi pembayar pajak, karena pembayar
pajak dipaksa mencapai target angka Rp1.000 triliun.Padahal pajak tidak mengenal
target. Menurutnya prinsip pajak itu adil proporsional sesuai daya pikul pembayar pajak.
Seseorang berpenghasilan besar, maka besar pula kewajiban pajaknya, sebaliknya
sesseorang berpenghasilan kecil maka kecil pula kewajiban pajaknya.
Menurut Sudibyo, situasi demikian membuat unsur keadilan terkesampingkan,
sementara di sisi lain kondisi ini ikut memciicu rendahnya rasio pajak (tax ratio)
Indonesia.Dan tax ratio yang rendah ini membuat Indonesia menjadi surga bagi
penyelundup pajak.13

2. Faktor Pemicu Tumbuhnya Budaya Korupsi dan Makelar Kasus
di Indonesia
Korupsi merupakan penyakit sosial yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan
merusak tahanan hidup bernegara. Korupsi di Indonesia sudah tergolong extra ordinary
crime karena telah merusk, tidak saja keuangan negara dan potensi ekonomi negara,
tetapi juga telah meluluhlantakan pilar-pilar sosio budaya, moral, politik dan tatanan
hukum dan keamanan nasional.
Untuk dapat mengatasi permasalah yang ini, kita harus selami dahulu apa yang
menjadi sebab utama dari tindakan korupsi tersebut. Seperti seorang dokter, sebelum
memberi terapi (pengobatan) kepada pasiennya, beliau harus mengetahui terlebih dahulu
apa diagnosa penyakitnya. Diagnosa yang tepat membuat terapi yang dilakukan berhasil.
Berdasarkan sumber pustaka yang penulis kutip, terdapat delapan Faktor Pemicu
Tumbuhnya Budaya Korupsi di Indonesia, diantaranya yaitu :
a. Sistem penyelenggaraan negara yang keliru
Sebagai negara yang baru merdeka atau negara yang baru berkembang,
seharusnya prioritas pembangunan adalah pada bidang pendidikan. Akan tetapi,
yang terjadi di Indonesia adalah selama puluhan tahun, mulai dari orde lama, orde
13

http://www.antaranews.com/berita/397452/pajak-penghasilan-yang-tinggi-untukkeadilan (Diakses : 10 Jan 2014).
9

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
baru sampai orde reformasi ini, pembangunan hanya difokuskandi bidang
perekonomian. Padahal setiap negara yang baru merdeka, terbatas dalam memiliki
SDM, uang, managment dan teknologi. Konsekuensinya, penduduk di Indonesia
lemah akan SDM yang berkualitas dan prfesional dalam bekerja, sehingga
orientasinya hanya untuk mendapatkan pendapatan dengan jabatan yang mereka
peroleh, sedangkan hasil kerjanya tidak profesional dan tidak berkualitas.
b. Kompensasi PNS yang rendah
Negara yang baru merdeka seperti Indonesia di masalalu hingga saat ini, tidak
memiliki uang yang cukup untuk membayar kompensasi yang tinggi kepada
pegawainya. Dengan faktor tersebut dan prioritas hanya pada pembangunan di
bidang ekonomi, sehingga secara fisik dan kultural melahirkan pola
konsumerisme. Sehingga sekitar 90% PNS melakukan KKN. Baik berupa
melakukan suap menyuap, melakukan pungutan liar, maupun mark up kecilkecilan demi menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran pribadi maupun
keluarga.
c. Pejabat yang serakah
Pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh sistem pembangunan seperti di
atas mendorong pejabat untuk memperkaya dirinya secara instant. Lahirlah sikap
serakah dimana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya, melakukan
mark up proyek-proyek pembangunan, bahkan berbisnin dengan pengusaha, baik
dalam bentuk menjadi komisaris maupun sebagai salah seorang share holder dari
perusahaan tertentu.
d. Law eforcement tidak berjalan
Disebabkan para pejabat yang serakah dan PNS yang melakukan KKN
dikarenakan gaji yang tidak mencukupi, maka dapat dikatakan penegakan hukum
tidak berjalan hampir di seluruh lini kehidupan, baik instansi pemerintahan
maupun di lembaga kemasyarakatan karena segala sesuatu diukur dengan uang.
Lahirlah kebiasaan plesetan kata-kata seperti KUHP (Kasih Uang Habis Perkara)
dan Ketuhanan Yang Maha Esa (Keuangan yang maha kuasa).
e. Hukuman yang ringan terhadap koruptor

10

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
Disebabkan law enforcement tidak berjalan di mana aparat penegak hukum bisa
dibayar, mulai dari polisi, jaksa, hakim dan pengacara, dan hukuman dengan
hanya mengembalikan harta korupsi sebagian, maka hukuman yang dijatuhkan
kepada para koruptor sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi
koruptor. Bahakn tidak menimbulkan rasa takut dalam masyarakat sehingga
pejabat dan pengusaha tetap melakukan proses KKN.
f. Pengawasan yang tidak efektif
Dalam sistem manajemen yang modern selalu ada instrumen yang disebut
internal control yang bersifat in built dalam setiap unit kerja, sehingga sekecil
apapun penyimpangan akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula
dilakukan perbaikan. Internal control dalam pemerintahan Indonesia tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, dikarenakan pejabat atau pegawai terkait
melakukan tindak KKN.
g. Tidak ada keteladanan pemimpin
Ketika resesi ekonomi (1997), keadaan perekonomian Indonesia sedikit lebih
baik, namun sayangnya di Indonesia setelah masa itu tidak ada pemimpin yang
bisa dijadikan teladan, maka bukan saja perekonomian negara yang belum
recovery bahkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara semakin mendekati
jurang kehancuran.
h. Budaya masyarakat yang kondusif KKN
Di negara agraris seperti di Indonesia, masyarakat cenderung patrenalistic.
Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan sehari-hari,
seperti mengurus KTP, SIM, STNK, PBB, SPP, pendaftaran anak ke sekolah atau
universitas, melamar kerja, dan lain sebagainya, sehingga budaya seperti ini
seperti telah menjalar ke berbagai lapisan masyarakat dan sulit untuk
dihilangkan.14

3. Pengkajian Konsep Maqashid Syari’ah terhadap Tindakan
Korupsi dan Makelar Kasus

Abu Fida’ Abdur Rafi, Terapi Penyakit Korupsi
(Penyucian Jiwa) (Jakarta : Republika, 2006), hlm.xii-xv.
14

11

: dengan Tazkiyatun Nafs

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
Tujuan utama disyari’atkannya Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat
manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini sejalan dengan misi Islam secara
keseluruhan yakni sebagai Rahmatan lil ‘alamiin. Imam Asy-Syatibi dalam alMuwafaqat15 menegaskan :

‫وضللوم اا اللشرضعة إلا وضعت للماللح الخلق باطلقا‬
Artinya : “Telah diketahui bahwa hukum Islam itu disyari’atkan untuk mewujudkan
kemaslahatan makhluq secara mutlak.”
Konsep kemaslahatan ini telah digagas oleh dua orang Imam besar, yaitu Imam AlGhazali dan Imam Asy-Syatibi. Kemaslahatan menurut Imam Al-Ghazali Maslahat
secara terminologis diartikan sebagai ‫جلب اللنفضضضعة ا دفضضع اللحضضضشرة‬yakni menarik/
mewujudkan kemanfaatan atau menyingkirkan/menghindari kemuhdaratan. Kemudian
dijelaskan secara jelas lagi oleh Imam Al-Ghazali definisi maslahah dalam arti
terminologis syar’i yaitu: memelihara dan mewujudkan tujuan hukum Islam (maqaashid
syari’ah)

yang berupa memelihara agama, jiwa, akal budi, keturunan, dan harta

kekayaan.16
Mengenai konsep Maqaashid Syari’ah Prof. Dr. Whabah Zuhaily menjelaskan bahwa
maqashid syari’ah merupakan tujuan syari’ah, serta rahasia-rahasia yang diletakkan oleh
syar’i (Allah) pada semua ketentuan-Nya.17Untuk tercapainya kemaslahatan atau
kesejahteraan hidup baik di dunia dan di akhirat, seseorang harus menjaga 5 point penting
dari Maqaashid Syari’ah (sebagaimana yang dijelaskan pula oleh Imam Al-Ghazali)
yaitu:
a. Hifdzu Diin (Memelihara Agama)
Agama di sini maksudnya adalah sekumpulan akidah, ibadah, hukum, dan undangundang yang dibuat oleh Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya
dan juga mengatur hubungan antar manusia. Untuk menjaga dan memelihara
kebutuhan agama ini dari ancaman musuh maka Allah mensyariatkan hukum berjihad
Nur Kholis, Jurnal : Antisipasi Hukum Islam dalam Menjawab Problematika
Kontemporer, dikutip dari Al-Muwafaqat fi Usul Al-Ahkam Imam Asy-Syatibi (Al-Mawarid
Edisi X, 2003), hlm.6.
16
Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Al-Mustasyfa min ‘Ilm al-Ushul: Tahqiq wa
Ta’liq Muhammad Sulaiman al-Asyqar Juz 1 (Beirut: Mu’assasat al-Risalah, 1417 H/1997M),
hlm.416-417.
17
Wahbah Zuhaily, Maqashid Syari’ah dalam Bidang Ekonomi dan Keuangan Islam
(Jakarta: Forum Riset Ekonomi Syari’ah II, 2013), hlm.4.
15

12

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
untuk memerangi orang yang menghalangi dakwah agama. Untuk menjaga agama ini
Allah juga mensyariatkan shalat dan melarang murtad dan syirik. Jika ketentuan ini
diabaikan, maka akan terancamlah eksistensi agama tersebut, dan Allah menyuruh
memerangi orang yang murtad dan musyrik.
b. Hifdzu Nafs (Memelihara Jiwa)
Untuk memelihara jiwa ini Allah mewajibkan berusaha untuk mendapatkan
kebutuhan makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Tanpa kebutuhan
tersebut maka akan terancamlah jiwa manusia. Allah juga akan mengancam dengan
hukuman qishash (hukum bunuh) atau diyat (denda) bagi siapa saja yang
menghilangkan jiwa. Begitu juga Allah melarang menceburkan diri ke jurang
kebinasaan (bunuh diri).
c. Hifdzu ‘Aql (Memelihara Akal)
Untuk menjaga dan memelihara akal ini Allah mengharuskan manusia mengkonsumsi
makanan yang baik dan halal serta mempertinggi kualitas akal dengan menuntut ilmu.
Sebaliknya, Allah mengharamkan minuman keras yang memabukkan. Kalau larangan
ini diabaikan, maka akan terancam eksistensi akal. Di samping itu, ditetapkan adanya
ancaman (hukuman dera 40 kali) bagi orang yang meminum minuman keras.
d. Hifdzu Nasl (Memelihara Keturunan)
Untuk memelihara keturunan Allah mensyariatkan pernikahan dan sebaliknya
mengharamkan perzinaan. Orang yang mengabaikan ketentuan ini, akan terancam
eksistensi keturunannya. Bahkan kalau larangan perzinaan ini dilanggar, maka Allah
mengancam dengan hukuman rajam atau hukuman cambuk seratus kali.
e. Hifdzu Maal (Memelihara Harta)
Untuk memelihara harta ini disyariatkanlah tata cara pemilikan harta, misalnya
dengan muamalah, perdagangan, dan kerja sama. Di samping itu, Allah
mengharamkan mencuri atau merampas hak milik orang lain dengan cara yang tidak
benar. Jika larangan mencuri diabaikan, maka pelakunya akan diancam dengan
hukuman potong tangan.18
18

Ibid.
13

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
Imam Al-Ghazali juga mengkategorisasi maslahat berdasarkan segi kekuatan
subtansinya (‫)قلّتها في ذاتها‬, dimana maslahat itu dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Maslahat level al-dharurat (Kebutuhan primer)
b. Maslahat level al-Hajat (Kebutuhan sekunder)
c. Maslahat level al-Tahsinat/al-Tazyinat (Kebutuhan tersier)
Pemeliharaan terhadap Maqaashid Syari’ah menempati kedudukan level al-darurat
yang merupakan level tertinggi dari maslahat. Kelima tujuan syari’ah yang digagas oleh
Imam Al-Ghazali disempurnakan lagi oleh imam Syihab al-Din Al-Qarafi, dengan
menambahkan satu tujuan dasar lagi, yaitu memelihara kehormatan diri (Hifdzul ‘Arid).19
Dalam lingkup perekonomian kajian mengena Maqashid Syari’ah lebih tertuju pada
pemeliharaan terhadap harta seseorang (Hifdzu Maal). Dalam rangka memelihara harta,
Syari’ah mengharamkan segala bentuk pencurian, penipuan, pengkhianatan, riba,
memakan harta orang lain dengan cara bathil serta mewajibkan jaminan terhadap harta
yang dirusak dan memberi sanksi pada pelakunya. 20 Sebagaimana Firman Allah SWT
dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 188 :



“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
Firman Allah Q.S. Al-Maidah ayat 38 :



“laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Kekayaan dan usaha mencari kekayaan itu sendiri, dalam Islam, bukan lah yang
tercela.yang terpenting, menurut Islam, adalah bagaimana manusia memperoleh dan

Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya dengan Perundang-undangan Khusus
di Indonesia (Jakarta: Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010), hlm.53.
20
Ibid.
19

14

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
mempergunakan kekayaannya itu. Al-Qur’an memberikan nilai tertinggi kepada
kekayaan dengan sebutan “Kelimpahan dari Allah” (Fadlullah) Q.S. Al-Maidah ayat 54:

....
“......Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah
Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.”
Islam dengan kelengkapan hukumnya diturunkan untuk kemaslahatan manusia.
Diantara kemaslahatan pokok yang hendak diwujudkan dengan pensyari’atan hukum
tersebut adalah pemeliharaan harta dari pemindahan harta hak milik yang tidak sejalan
dengan hukum dan dari pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Larangan
mencuri, merampas, mencopet, menipu dan lain sebagainya adalah wujud sikap tegas
Islam dalam memelihara harta dari cara pemilikan yang tidak sah.21
Korupsi dan makelarnya adalah salah satu bentuk pemindahan hak milik yang dinilai
tidak sah. Dalam konteks proteksi pemilikan harta dalam islam, korupsi dapat dipandang
sebagai berikut :22
Pertama, perbuatan curang dan penipuan yang secara langsung merugikan keuangan
negara. Allah memperhatikan agar kecurangan dan penipuan itu dihindari karena pada
hari kiamat dan akan diberikan balasan yang setimpal, sebagaimana firman-Nya (Q.S. Ali
Imran :161)



“Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.
Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari
kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri
akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal,
sedang mereka tidak dianiaya.”
Kedua, korupsi dan makelarnya adalah bentuk penyalahgunaan jabatan untuk
memperkaya diri, dan karenanya, adalah pengkhianatan atas amanat dari masyarakat.
Mengkhianati amanat adalah perbuatan terlarang dan bernilai dosa. Sebagaimana firman
Allah : (Q.S. Al-Anfal :27)



21
22

Anwar Fuad Noeh, Op.cit., hlm.44.
Ibid., hlm.44-47.
15

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
Ayat diatas merupakan salah satu bukti bahwasannya pengkhianatan amanat,
termasuk korupsi dan makelarnya adalah perbuatan terlaknat. ‘amanat’ masih seakar
dengan kata ‘iman’ dan ‘aman’. Dalam bahasa Inggris mendekati kata credo, credit, dan
credibility. Semua kata itu, menurut Komaruddin Hidayat, terkait dengan sikap seseorang
yang menyuruh kepercayaan untuk memperoleh keamanan serta kualitas orang yang
dipercaya.
Ketiga,

korupsi dan makelar kasus adalah perbuatan lalim (penganiayaan).

Kekayaan negara sesungguhnya diperoleh dari masyarakat, termasuk masyarakat miskin
yang memperoleh hartanya dengan jerih payah. Oleh sebab itu, amatlah lalim seorang
pejabat yang memperkaya diri dengan harta negara. Allah menggolongkan mereka ke
dalam golongan yang celaka besar, sebagai mana firman-Nya (Q.S. Az-Zukhruf : 65)



“Maka berselisihlah golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka, lalu
kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim Yakni siksaan hari yang pedih
(kiamat).”
Keempat, korupsi dan makelar kasus termasuk didalamnya tindakan penyuapan,
yakni pemberian sesuatu kepada pejabat negara agar ia memperoleh fasilitas atau jabatan
tertentu di negara. Nabi bersabda, “Allah melaknat orang yang menyuap dan yang
menerima suap.” (H.R. Ahmad bin Hanbal).
Dalam konsep Maqashid Syari’ah seseorang harus dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya secara seimbang antara kebutuhan dunia dan akhirat, tidak berlebihan, serta
mencapai maslahah. Imam Asy-Syatibi telah menggambarkan mengenai konsep antara
wants dan needs. Dalam framework Islami, seluruh hasrat manusia tidak bisa dijadikan
sebagai needs. Hanya hasrat yang memiliki maslahah atau manfaat di dunia dan di akhirat
yang bisa dijadikan sebagai needs.23 Korupsi dan makelar kasus adalah pengeksploitasian
yang terlalu berlebihann terhadap hasrat atau wants seseorang. Sebuah konsep pemikiran
23

Euis Amalia, Op.cit., hlm.258.
16

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
yang salah bahwa hasrat seseorang harus seluruhnya dipenuhi, padahal hasrat itu sendiri
harus dapat dibatasi dengan melihat adanya maslahah dan menghindari adanya mahdarat
dan kemubadziran.
Kemaslahatan yang menjadi tujuan utama dari konsep maqaashid syari’ah adalah
kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Bagaimana seseorang
memperoleh kekayaan dengan dengan cara yang benar sehingga menyelamatkan dirinya
di dunia dan di akhirat, serta bagaimana seseorang mengalokasikan kekayaan mereka dua
jenis pengeluaran, yaitu pengeluaran di jalan Allah yang secara eksplisit tidak
memberikan keuntungan duniawi dan pengeluaran yang ditujukan untuk memperoleh
keuntungan duniawi secara langsung, dengan pemenuhan yang seimbang.24

4. Solusi Memberantas Korupsi dan Makelar Kasus Menurut Islam
Tindak pidana korupsi merupakan fenomena hukum yang sudah meluas di
masyarakat Indonesia terutama dalam lembaga pemerintahan. Selalu ditemukanya kasus
korupsi dalam lembaga

kepemerintahan merupakan keresahan yang harus segera

ditangani dan diberantas karena hal tersebut telah merugikan seluruh masyarakat
Indonesia. Karena dalam kenyataannya adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan
kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya
krisis di berbagai bidang. Untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu
semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai
kemaslahatan masyarakat.25
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana
tidak saja pada kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa
dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga
juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat,
dan karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan
biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa. Begitu pun dalam
pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, dituntut cara-cara yang luar
biasa. Penegakan hukum yang selama ini berjalan di Indonesia dalam memberantas kasus
Ibid., hlm.259.
Theodorus M. Tuanakotta, Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak
Pidana Korupsi (Jakarta : Salemba Empat, 2009), hlm.103.
24
25

17

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
korupsi dan juga makelarnya dianggap masih belum dapat memberikan efek jera bagi
para pelakunya dan belum pula dapat memberikan kemaslahatan yang cukup untuk
melindungi harta kekayaan negara. Dalam hal ini penulis ingin memberikan suatu solusi
dalam memberantas korupsi dengan menerapkan sanksi pidana berdasarkan hukum
Islam.
Dalam perspektif hukum Islam, tindak pidana korupsi dapat diidentifikasikan dengan
merujuk kepada masalah al-ghuluul dan akl suht yang dikecam dan dilarang keras, baik
oleh Al-Qur’an maupun Hadits.26 Sebagaimana yang terdapat pada Q.S. Al-Maidah ayat
62 :



62. Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera
membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya Amat buruk apa
yang mereka telah kerjakan itu.
Dan dalam surat Ali Imran ayat 161 :



161. tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.
Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari
kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri
akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal,
sedang mereka tidak dianiaya.
Ayat di atas mengandung pesan hukum bahwa al-ghuluul itu hukumnya haram,
sedangkan pada ayat sebelumnya (Q.S Al-Maidah ayat 62) mengandung pesan bahwa
akl suht haram hukumnya dan hal ini ditunjukkan dengan penggunaan klausa
“pencelaan” (‫)لبئس وا كاإلا رضلللا‬. Kualifikasi al-ghuluul dalam Hadits Abu Dawud yang
menyatakan :

(‫ فلا أخذ بضد ذلك فهل غللل )ر اه أبل دا د‬,‫ون استضللناه على علل فشزقناه رزقا‬27

A.S Burhan, Korupsi di Negeri Kaum Beragama Ikhtiar Membangun Fiqh AntiKorupsi (Jakarta : P3M dan Kemitraan Partnership, 2004), hlm.139.
27
Sulaiman ibn Al-‘As’asy Al-Sijistani (Abu Dawud), Sunan Abi Dawud Juz ke-9
(Maktabah Syamilah), hlm.59.
26

18

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
“Barang siapa yang kami angkat sebagai pegawai untuk suatu tugas pekerjaan,
kemudian kami berikan kepadanya gaji, maka apa yang ia ambil di luar itu merupakan
ghuluul (korupsi). (H.R. Abu Dawud).
Hadits Abu Dawud ini mengandung pesan hukum bahwa keuntungan yang
diperoleh pegawai pemerintah yang menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku
merupakan ghuluul dan al-ghuluul itu haram hukumnya.28 Berdasarkan teks Al-Qur’an
dan Hadits di atas, al-ghuluul pada intinya berkenaan dengan dua hal, yaitu berlaku
khiyanat dan merugikan pihak lain.29
Jika melihat kepada hukum pidana Islam,yang memiliki tiga bentuk, yaitu :
a. Jarimah hudud, yakni hukum pidana yang jenis dan ancaman sanksinya tegas
terdapat dalam nash.
b. Jarimah Ta’zir, yakni hukum pidana yang belum ditentukan jenis dan sanksinya
di dalam nash.
c. Qishash, yakni hukum pidana yang berkaitan dengan pembunuhan.30
Perbuatan korupsi dan markus berdasarkan ketiga bentuk hukum pidana Islam,
termasuk dalam jarimah ta’zir, karena tindak pidana tersebut jenis dan hukumannya
belum ditentukan dalam nash. Untuk menindak dan memberikan sanksi pada para
pelakunya, diserahkan kepada peran hakim dalam bentuk putusan pengadilan atau peran
pemerintah dalam membuat perundang-undangan, tentunya dengan tetap mengacu
kepada maqashid al-syari’ah sehingga dapat melindungi kemaslahatan seluruh
masyarakat dan memberi pelajaran bagi orang lain untuk tidak melakukannya.Penerapan
hukuman ta’zir dalam sejarah peradilan Islam sebagaimana diungkapkan oleh
Abdul Qadir Audah, ahli pidana Islam Mesir, dibagi menjadi dua bentuk, yaitu

ta’zir terhadap perbuatan maksiat dan ta’zir terhadap pelanggaran ke Pentingan
umum.31

Abu Thayyib Muhammad Syams Al-Haqq Al-Azim Abadi, ‘Aun Al-Ma’bud Syarh
Sunan Abu Dawud, Juz ke-6, hlm/149.
29
Kajian Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Kajian Fikih Antikorupsi
Perspektif Ulama Muhammadiyah (Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban, 2006),
hlm.59.
30
Nur Chanifah, Op.cit., hlm.6.
31
Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer
(Jakarta: Gema Insani Perss, 2003), hlm.22.
28

19

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
Penetapan hukum yang tegas dan istiqomah sangat ditekankan agar tindak pidana
korupsi ini benar-benar dapat diberantas. Korupsi dan markus dianalogkan dengan
mengambil harta negara atau rakyat secara illegal, maka korupsi dan markus ini
lebih dari sekedar mencuri. Karena dengan perbuatan korupsi dan markus ini,
stabilitas dan kemaslahatan umum menjadi terganggu, dan keadilan tidak dapat
ditegakkan. Perbuatan markus lebih dapat dianalogkan kepada perbuatan melawan
penguasa atau menentang kepentingan umum. Karena yang dirugikan dari
perbuatan tersebut bukan hanya individu seperti pencurian dan pembunuhan,
melainkan individu dan seluruh anggota masyarakat. Sehingga, jikapun perbuatan
markus dihukumi dengan ta’zir, tentunya hukumannya akan lebih berat dari
hukuman pencurian yang hanya merugikan kepentingan individu saja.

Dalam perspektif hukum pidana Islam, sejauh dalam kriminalisasi ta’zir, pidana
mati memang dimungkinkan untuk ditetapkan atau dijatuhkan bagi tindak pidana tertentu
yang sangat dahsyat efek destruksinya bagi negara. Sebagian ulama mendukung pendapat
bahwa hukuman mati adalah suatu sanksi yang setimpal apabila tindak pidana tersebut
memiliki dampak destruktif yang sangat besar bagi negara dan tindakan tersebut telah
dilakukan berulangkali.32
Sebagai mana telah kita ketahui bahwasannya tindak pidana korupsi dan makelar
kasus merupakan salah satu bentuk kriminalitas yang sangat dahsyat destruktifnya bagi
perekonomian negara. Tindak pidana korupsi dan makelar kasus menimbulkan dampak
yang dapat menghancurkan perekonomian baik mikro maupun makro. Pada tatanan
perekonomian mikro, dampak yang ditimbulkan adalah (a) semakin menurunnya kualitas
taraf hidup rakyat, (b) semakin sulitnya upaya masyarakat memperoleh pemerataan
pendapatan ekonomi, (c) semakin tingginya pola pengeluaran masyarakat, (d) semakin
buruknya tingkat kesehatan masyarakat, (e) semakin menurunnya kinerja sektor-sektor
produksi, distribusi dan industri. Sedangkan dalam tataran perekonomian makro, korupsi
melahirkan dampak-dampak yang hebat, yakni (a) semakin merosotnya pertumbuhan
ekonomi nasional, (b) semakin tingginya tingkat inflasi, (c) semakin merosotnya nilai
tukar mata uang Rupiah, (d) semakin rendahnya kinerja perbankan nasional.33
32

hlm.76.

Muhammad ‘Ali ibn Sinan, Al-Janib Al-Ta’ziriy fi Jarimat Al-Zina (_____, 1982 M),

Muljatno Sindhudarmoko dkk, Ekonomi Korupsi (Jakarta: Pustaka Quantum,
2001), hlm.32.
33

20

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
Penerapan sanksi berupa hukuman mati bagi para pelaku koruptor menjadi
hukuman yang sepantasnya diberikan bagi para pelaku yang telah menghancurkan
negaranya sendiri dan tentunya akan memberikan efek menakutkan bagi yang berniat
untuk melakukan korupsi. Penerapan akan perundang-undangan yang telah ada di
Indonesia memang sangat lemah sehingga budaya korupsi terus bermunculan, oleh
karena itu penerapan suatu perndang-undangan akan semakin kuat apabila hal tersebut
didukung oleh para penegak hukum yang tegas, taat, ketat dan istiqomah. Karena tanpa
hal tersebut sangatlah sulit mematikan benih-benih koruptor di negeri ini dan
perekonomian akan terus menerus mengalami kemerosotan dan kehancuran.

C. Penutup
1. Kesimpulan
Kasus korupsi dan makelar kasus merupakan suatu bentuk tindak kriminal kerah
putih yang mengerogoti harta kekayaan negara sehingga menimbulkan dampak yang
serius terhadap perekonomian baik secara mikro bahkan secara makro. Dalam kajian
maqashid syari’ah tindakan korupsi merupakan bentuk penyalahgunaan terhadap harta
negara, menimbulkan mafsadat sehingga ketercapaian akan perlindungan harta (hifdz
maal) gagal. Pelanggaran terhadap Maqshid syari’ah dalam kajian kemaslahatan oleh
Imam Al-Ghazali akan menimbulkan kerusalan dalam kehidupan manusia di dunia dan
akhirat secara keseluruhan. Dengan demikian kerusakan terhadap bagian dari pemenuhan
Maqashid Syari’ah adalah sangat harus dapat dicegah.
Negara Indonesia merupakan negara hukum yang menjadikan perundang-undangan
sebagai alat kontrol terhadap stabilitas negara dalam berbagai aspek. Indonesia memang
telah berusaha untuk mencegah dan memberantas korupsi melalui perundang-undangan
yang telah dibentuknya yakni dengan adanya perundang-undangan atas Tindak Pidana
Korupsi. Upaya tersebut sejalan dengan ketentuan hukum Islam mengenai korupsi itu
sendiri, bahwa korupsi menurut hukum Islam tergolong pada jarimah ta’zir yang
sanksinya memang belum terdapat dalam nash namun hakim dan pemerintah
berkewajiban untuk membuat dan menegakkan perundang-undangan tersebut agar dapat
melindungi harta kekayaan negaranya.

21

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
Untuk itu diperlukanlah para penegak hukum yang tegas, taat, ketat dan istiqomah,
untuk berjihad meberantas korupsi hingga terwujudlah negara dengan masyarakat yang
damai, makmur dan sejahtera tak hanya di kehidupan dunia namun juga dalam kehidupan
di akhirat kelak, dengan kata lain akan terciptanya baldatun thayyibatun wa rabbun
ghafur.

2. Saran
Pencegahan korupsi dan makelar kasus dilakukan tak cukup dengan hanya
pendekatan hukum, tapi harus dilakukan melalui pendekatan kultural, yaitu perubahan
mindset masyarakat secara keseluruhan. Menginternalisasikan sikap hidup anti korupsi
dan makelar kasus melalui pernyataan dan perilaku tiap akan memulai pelajaran bagi
anak-anak TK, SD, SMP, dan SMA. Memperbanyak kantin-kantin kejujuran di sekolahsekolah. Memperbanyak poster-poster dan iklan-iklan yang mendukung pemberantasan
makelar kasus. Mensosialisasikan pandangan dan pemikiran-pemikiran yang mengkritisi
kultur-kultur yang salah, namun sudah mengakar di tengah masyarakat, seperti melalui
dialog peradaban dalam rangka membangun basis peradaban baru yang agamis.

22

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah

DAFTAR PUSTAKA
‘Ali ibn Sinan, Muhammad. Al-Janib Al-Ta’ziriy fi Jarimat Al-Zina. _____, 1982
M.
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam : dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer.Depok : Gramata Publishing, 2010.
Asmawi.Teori Maslahat dan Relevansinya dengan Perundang-undangan Khusus
di Indonesia. Jakarta: Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010.
Budi

Utomo,

Setiawan.

Fiqih

Aktual

Jawaban

Tuntas

Masalah

Kontemporer.Jakarta: Gema Insani Perss, 2003.
Burhan, A.S. Korupsi di Negeri Kaum Beragama Ikhtiar Membangun Fiqh AntiKorupsi.Jakarta : P3M dan Kemitraan Partnership, 2004.
Chanifah, Nur.Makelar Kasus (Markus) dalam Perspektif Hukum Islam : Sebuah
Upaya Pencegahan Makelar Kasus.Malang: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
____ .
Fida’ Abdur Rafi, Abu.Terapi Penyakit Korupsi

: dengan Tazkiyatun Nafs

(Penyucian Jiwa) Jakarta : Republika, 2006.
Fuad Noer, Munawar.Kiai di Republik Maling. Jakarta : Republika, 2005.
http://helda-blog.blogspot.com/2012/11/kasus-korupsi-gayus-tambunan.html
(Diakses : 9 Jan 2014).
http://kabarindonesia.com/berita.php?
pil=20&jd=Republik+Markus&dn=20111210145145 (Diakses : 9 Jan 2014).

23

Makelar Kasus dalam Kajian Maqashid Syari’ah
http://kelana-tambora.blogspot.com/2007/03/soeharto-pengkhianat-bangsa.html
(Diakses : 9 Jan 2014).
http://m.kompasiana.com/post/read/605449/1 (Diakses : 9 Jan 2014).
http://www.antaranews.com/berita/397452/pajak-penghasilan-yang-tinggi-untukkeadilan (Diakses : 10 Jan 2014).
http://www.voaindonesia.com/content/jaksa-miranda-goeltom-terlibat-penyuapananggota-dpr/1444061.html (Diakses : 10 Jan 2014).
Ibn Al-‘As’asy Al-Sijistani, Sulaiman (Abu Dawud), Sunan Abi Dawud Juz ke-9