BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kepemimpinan, Disiplin Kerja Dan Iklim Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

  Trisninawati (2008), melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Komunikasi, Iklim Organisasi dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sumatera Selatan”. Penelitian ini menggunakan model analisis regresi linier berganda dengan tingkat populasi pegawai Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 384 orang. Sedangkan sampel diambil berdasarkan pada rumus Slovin dengan tingkat kesalahan 10% sehingga jumlah sampel sebanyak 80 orang. Dari hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa komunikasi, iklim organisasi dan kepemimpinan bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sumatera Selatan.

  Narmodo (2008), melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Motivasi Dan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat variabel motivasi dan disiplin kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa motivasi dan disiplin kerja secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri dan hasil uji t (secara parsial) terlihat masing-masing variabel motivasi dan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja pegawai.

  Wiyono (2010), melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Motivasi Dan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai CPP Network Di Magelang”.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi dan disiplin kerja terhadap prestasi kerja pegawai di CPP Network. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survei dimana populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai CPP Network yang berjumlah 60 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner dan untuk pengujian hipotesis digunakan analisis regresi linier berganda. Hasil uji f menyimpulkan bahwa motivasi dan disiplin kerja bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja. Sedangkan dari analisis uji t diperoleh kesimpulan bahwa disiplin kerja mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap prestasi kerja pegawai dibandingkan dengan motivasi.

  Lubis (2011), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batubara”. Penelitian ini menggunakan metode survei dimana keseluruhan responden sebanyak 38 orang. Analisis regresi linier berganda (multiple regression) dilaksanakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan SPSS. Dalam penelitian ini hipotesis yang menyatakan bahwa kepemimpinan dan iklim organisasi secara simultan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai dapat diterima. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel kepemimpinan dan iklim organisasi bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap prestasi kerja pegawai dan hanya variabel iklim organisasi yang berpengaruh secara positif terhadap prestasi kerja pegawai.

  Penelitian-penelitian terdahulu tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini, namun terdapat perbedaan terutama dalam hal lokasi penelitian, jumlah sampel, pengujian hipotesis dan variabel penelitian. Adapun keempat penelitian terdahulu diatas yang telah dipaparkan dapat dirangkum dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Judul Penelitian Variabel Yang Hasil Penelitian Peneliti Digunakan

  Trisninawati Pengaruh Variabel Dari hasil penelitian (2008) Komunikasi, Iklim Independen (x): menyimpulkan bahwa

  Organisasi Dan Komunikasi, variabel komunikasi, Kepemimpinan Iklim iklim organisasi dan Terhadap Kinerja Organisasi dan kepemimpinan bersama Pegawai Dinas Kepemimpinan. sama berpengaruh Pendidikan Variabel signifikan terhadap Nasional Provinsi Dependen (y): kinerja pegawai Dinas Sumatera Selatan. Kinerja Pendidikan Nasional

  Provinsi Sumatera Selatan. Narmodo Pengaruh Motivasi Variabel Hasil penelitian (2008) Dan Disiplin Kerja Independen (x): menunjukkan bahwa

  Terhadap Prestasi Motivasi dan secara simultan motivasi Kerja Pegawai Disiplin Kerja. dan disiplin kerja Badan Variabel mempunyai pengaruh Kepegawaian Dependen (y): yang signifikan terhadap Daerah Kabupaten Prestasi Kerja prestasi kerja. Sedangkan Wonogiri untuk uji parsial menunjukkan bahwa motivasi dan disiplin kerja bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja pegawai.

  Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  Wiyono Pengaruh Motivasi Variabel Hasil uji f menyimpulkan (2010) Dan Disiplin Kerja Independen bahwa motivasi dan

  Terhadap Prestasi (x): disiplin kerja bersama- Kerja Pegawai Motivasi dan sama memiliki pengaruh CPP Network Di Disiplin Kerja. yang signifikan terhadap Magelang. Variabel prestasi kerja. Sedangkan

  Dependen (y): dari analisis uji t diperoleh Prestasi Kerja kesimpulan bahwa disiplin kerja mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap prestasi kerja pegawai dibandingkan dengan motivasi.

  Lubis Pengaruh Variabel Hasil penelitian ini (2011) Kepemimpinan Independen menyimpulkan bahwa

  Dan Iklim (x): variabel kepemimpinan Organisasi Kepemimpinan dan iklim organisasi Terhadap Kinerja dan Iklim bersama-sama mempunyai Pegawai Dinas Organisasi. pengaruh terhadap kinerja Tenaga Kerja Variabel pegawai dan hanya Kabupaten Dependen (y): variabel iklim organisasi Batubara. Kinerja yang berpengaruh secara positif terhadap kinerja pegawai.

2.2. Teori Kepemimpinan

2.2.1. Pengertian Kepemimpinan

  Fungsi dan peran seorang pemimpin sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam banyak literatur dari berbagai hasil penelitian yang ada baik yang lama maupun kontemporer kepemimpinan didefenisikan dengan cara yang berbeda bergantung pada masing-masing sudut pandang seseorang.

  Istilah kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang berarti bimbing atau tuntun sedangkan dari kata ira lahiriah berarti seseorang yang memiliki kemampuan memimpin artinya kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya (Wirawan, 2003).

  Ivancevich (2000) mendefinisikan kepemimpinan sebagai ability to

  influence through communication the activities of others, individually or as group to ward the accomplishment of worth while meaningful and challenging goals .

  Sedangkan, Terry (2003) mendefinisikan kepemimpinan sebagai the relationship

  

in which one person (the leader) influence others to work together willingly on

related tasks to attain goals desired by the leader and group .

  Dari dua teori kepemimpinan tersebut, dapat dikatakan bahwa hakekat kepemimpinan sebenarnya terletak dari cara bagaimana seorang pemimpin mampu mempengaruhi bawahannya dalam mencapai suatu tujuan. Dalam bukunya Laws of Leadership, Maxwell (2001) mengatakan bahwa inti dari kepemimpinan adalah pengaruh, tidak lebih tidak kurang.

  Menurut Handoko (2001) mengemukakan kepimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya agar bersedia untuk bekerjasama dalam usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2003).

  Hoyt dalam bukunya Aspect of Modern Public Administration menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia serta kemampuan untuk membimbing seseorang. Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung kepada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan, bahkan kiranya dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan (Siagian, 2002).

  Yasin (2001) mengemukakan bahwa keberhasilan kegiatan usaha pengembangan organisasi sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan atau pengelolanya dan komitmen pimpinan puncak organisasi untuk investasi energi yang diperlukan maupun usaha pribadi pimpinan.

  Dalam teori kepemimpinan, pengaruh seorang pemimpin dapat bersumber dari kekuasaan yang dimilikinya. Menurut French dan Raven seperti dikutip oleh Ivancevich (2000) terdapat empat sumber kekuasan seorang pemimpin yaitu (1) memaksa (coersive), (2) imbalan (reward), (3) sah (legitimate), (4) ahli (expert) dan (5) referensi (referent).

  Dalam kehidupan modern yang berubah serba cepat akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran pimpinan sebagai pemimpin sangatlah penting dalam mengantisipasi setiap tuntutan perubahan. Organisasi sebagai sebuah sistem yang terbuka, sebagai sistem sosial dan sebagai agen perubahan, tidak hanya harus peka terhadap perubahan saja akan tetapi harus mampu untuk mengantisipasi dengan cepat berbagai perkembangan yang akan terjadi dalam kurun waktu tertentu.

  Organisasi dalam batas-batas tertentu dapat pula dianggap sebagai sebuah masyarakat yang mana di dalamnya terjadi interaksi secara intelektual, sosial maupun emosional. Berbagai interaksi yang terjadi di dalam masyarakat organisasi sudah tentu dapat mempengaruhi pencapaian tujuan suatu organisasi.

2.2.2 Ciri Kepemimpinan

  Menurut Sheila Murray (Hamzah, 2008), terdapat sebelas ciri dari seorang kepemimpinan dalam perubahan yang terencana yakni:

1. Memiliki misi 2.

  Seorang pemikir yang besar 3. Seorang pemimpin mempunyai ciri seorang master pengubah yang menciptakan masa depan yaitu mengantisipasi kebutuhan dan perubahan produktif yang memimpin 4. Memiliki sifat peka terhadap masalah yang dihadapi sehari-hari 5. Pemimpin mengambil resiko 6. Seorang pemimpin adalah seorang pengambil keputusan 7. Seorang pemimpin menggunakan kekuasaannya secara bijaksana 8. Seorang pemimpin berkomunikasi efektif 9. Seorang pemimpin adalah pembangun tim 10.

  Pemimpin bersifat berani 11. Seorang pemimpin mempunyai komitmen

2.2.3. Prinsip Dasar Kepemimpinan

  Stephen (2002) menyatakan bahwasannya terdapat karakteristik dari seorang pemimpin sebagai berikut:

1. Seorang yang belajar seumur hidup.

  Tidak hanya melalui pendidikan secara formal tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi dan mendengar. Memiliki pengalaman yang baik maupun buruk sebagai sumber belajar.

  2. Berorientasi pada pelayanan.

  Seorang pimpinan tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberikan pelayanan, pimpinan seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.

  3. Membawa energi yang positif.

  Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik maka seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi yang tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti: a.

  Percaya pada orang lain. Seorang pimpinan harus dapat mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya sehingga mereka dapat mempertahankan pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.

  b.

  Keseimbangan dalam kehidupan artinya seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya dan berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri.

  c.

  Sinergi artinya bekerja secara kelompok dan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

  d.

  Latihan mengembangkan diri sendiri yakni seorang pemimpin harus dapat memperbaharui dirinya sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi.

  Jadi, dia tidak hanya berorientasi hanya pada proses saja.

2.2.4. Gaya Kepemimpinan

  Menurut Thoha (2003), gaya kepemimpinan merupakan suatu norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba untuk mempengaruhi orang lain. Sedangkan Winardi (2004) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu bentuk pendekatan yang digunakan untuk memahami suksesnya suatu kepemimpinan dalam hubungan dimana kita memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut.

  Rivai (2004) mengemukakan ada tiga macam gaya kepemimpinan yang dapat mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi dapat tercapai yakni:

  1. Gaya Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan otoriter disebut juga sebagai kepemimpinan direktif atau diktator. Dimana pemimpin memberikan instruksi kepada bawahan, menjelaskan apa yang harus dikerjakan dan selanjutnya karyawan menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh atasan. Gaya kepemimpinan ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan di dalam organisasi ini.

  2. Gaya Kepemimpinan Demokratis Gaya kepemimpinan ini ditandai oleh adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang bersifat kooperatif. Dalam gaya kepemimpinan ini, adanya bentuk kerjasama antara atasan dengan bawahan dimana dibawah kepemimpinan yang berbentuk demokratis tersebut bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.

  3. Gaya Kepemimpinan Bebas Gaya kepemimpinan ini memberikan kekuasaan secara penuh kepada bawahan, struktur organisasi bersifat longgar serta pemimpin bersifat pasif. Peran utama pimpinan dalam gaya kepemimpinan bebas ini hanyalah menyediakan materi pendukung dan berpartisipasi jika diminta oleh bawahan.

2.3. Teori Disiplin Kerja

  Disiplin menjadi faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Oleh karena itu, pegawai merupakan motor penggerak utama di dalam suatu organisasi. Menurut Heidjrachman dan Husnan (2000) menyatakan bahwa disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah.

  Menurut Wursanto (2000) mengemukakan bahwa disiplin adalah suatu ketaatan karyawan terhadap suatu aturan atau ketentuan yang berlaku dalam organisasi atas dasar adanya suatu kesadaran atau keinsyafan bukan adanya unsur paksaan. Kemudian, menurut Fathoni (2006) disiplin ialah kesadaran dan kesediaan pegawai mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin adalah sikap kesediaan dari pegawai yang timbul dari kesadaran diri sendiri untuk mematuhi dan mentaati peraturan-peratuan yang berlaku di dalam organisasi (Singodimedjo, 2000). Dimana disiplin pegawai yang baik akan mempercepat tujuan organisasi sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan organisasi.

  Kedisiplinan merupakan suatu tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi dimana dalam hal ini yang dimaksud adalah pelatihan yang mengarah pada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik lagi (Davis, 2000). Disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peratuan yang berlaku dalam organisasi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas bahwa adanya kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil.

  Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan organisasi. Disiplin yang terbaik adalah jelas disiplin diri karena sebagian besar pegawai memahami yang diharapkan dari dirinya di pekerjaan dan biasanya pegawai diberikan kepercayaan untuk menjalankan pekerjaannya secara efektif.

  Menurut Handoko (2001) disiplin merupakan suatu kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan yaitu preventif dan korektif. Dalam pelaksanaan disiplin, untuk memperoleh hasil seperti yang diharapkan maka pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan pedoman tertentu sebagai landasan pelaksanaan tugas organisasi. Sedangkan, menurut Sinungan (2003) menyatakan bahwa disiplin adalah sebagai sikap mental yang tercermin perbuatan atau tingkah laku pegawai, kelompok dan masyarakat berupa ketaatan (obedience) terhadap peraturan atau ditetapkan pemerintah, norma dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu.

  Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri pegawai terhadap peraturan dan ketetapan yang dimiliki oleh organisasi. Dalam arti, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam organisasi itu diabaikan maka pegawai tentu mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, jika pegawai patuh terhadap ketetapan organisasi maka hal ini menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik (Siagian, 2002).

  Dari beberapa pengertian sebelumnya, terutama ditinjau dari perspektif organisasi maka disiplin dapat dirumuskan sebagai ketaatan setiap anggota organisasi terhadap semua aturan yang berlaku di dalam organisasi tersebut yang terwujud melalui sikap, perilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak ada perselisihan serta keadaan baik-baik lainnya. Pada dasarnya, tujuan semua disiplin adalah agar pegawai dapat bertingkah laku sesuai dengan yang disetujui oleh organisasi dan melakukan penyesuaian sosial dengan baik yang mematuhi semua peraturan, melakukan tindakan korektif dan efektif dalam bekerja.

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

  Disiplin adalah bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan organisasi. Disiplin yang terbaik adalah jelas disiplin diri karena sebagian besar pegawai memahami apa yang diharapkan dari dirinya dipekerjaan dan biasanya pegawai diberi kepercayaan untuk menjalankan pekerjaannya secara efektif.

  Menurut Hasibuan (2002) menyatakan bahwa disiplin yang tinggi dari pegawai akan memungkinkan tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Untuk dapat menegakkan disiplin yang tinggi maka pimpinan organisasi harus melihat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya disiplin pegawai yaitu: tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, pengawasan melekat, sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan.

  Dessler (2000), “discipline is a procedure that corrects or punishes a

  subordinate because a rule or procedure has been violated ”. Disiplin adalah suatu

  sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya, apabila anggota organisasi yang bersangkutan melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepada pegawai.

  Perilaku disiplin pegawai merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena itu, pembentukan disiplin menurut Mangkunegara (2006) dapat dilakukan melalui dua cara yakni:

  a) Disiplin preventif ialah suatu upaya untuk mendorong pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh organisasi.

  Disiplin preventif merupakan suatu sistem yang ada di dalam organisasi, jika sistem organisasi baik maka diharapkan akan lebih mudah dalam menegakkan disiplin kerja. Dengan cara preventif pegawai dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan organisasi. Pimpinan organisasi mempunyai tanggung jawab dalam membangun iklim organisasi dengan disiplin preventif. Begitu pula dengan pegawai harus dan wajib mengetahui dan memahami semua pedoman kerja serta peraturan yang ada di dalam organisasi tersebut.

  Adapun hal-hal yang termasuk dalam kategori disiplin preventif adalah ketepatan waktu, tanggung jawab terhadap fasilitas kantor, ketaatan terhadap peraturan yang berlaku, etika serta motivasi kerja aparat/pegawai. b) Disiplin korektif ialah suatu upaya yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-atuaran dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Pada disiplin korektif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi tersebut adalah untuk memperbaiki pegawai yang melanggar, memelihara peraturan yang berlaku dan memberikan pelajaran kepada pelanggar. Disiplin korektif memerlukan perhatian khusus dan prosedur yang seharusnya.

  Kedisiplinan dalam suatu organisasi dapat ditegakkan bilamana sebagian besar dari peraturan-peraturan ditaati oleh pegawai yang ada di dalam organisasi tersebut. Menegakkan kedisiplinan sangat penting bagi suatu organsisi, sebab dengan disiplin dapat diharapkan berbagai pekerjaan akan berjalan seefektif dan seefisien mungkin. Disiplin yang baik mencerminkan rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

2.3.3. Jenis Disiplin Kerja

  Menurut Terry (Winardi, 2004) jenis disiplin terbagi dalam dua jenis yaitu: 1. Self Inposed Dicipline yaitu tindakan disiplin yang timbul dari diri sendiri atas dasar kerelaan, kesadaran dan bukan timbul atas dasar paksaan. Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan merasa telah menjadi bagian dari organisasi sehingga orang tersebut akan tergugah hatinya untuk sadar dan secara sukarela memenuhi segala peraturan yang berlaku.

  2. Command Dicipline yaitu tindakan disiplin yang timbul karena paksaan, perintah dan hukuman serta kekuasaan. Jadi, disiplin ini bukan timbul karena perasaan ikhlas dan kesadaran akan tetapi timbul karena adanya paksaan/ancaman dari orang lain.

2.3.4. Sifat Disiplin Kerja

  Menurut Hasibuan (2009), disiplin kerja pegawai dapat dikatakan baik apabila memenuhi syarat antara lain: a.

  Para pegawai datang ke kantor tertib, tepat waktu dan teratur maka disiplin diharapkan oleh organisasi.

  b.

  Berpakaian rapi. Berpakaian rapi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin kerja pegawai karena dengan berpakaian rapi suasana kerja akan terasa nyaman dan rasa percaya diri dalam bekerja akan tinggi sehingga produktivitas kerja pegawai juga akan meningkat.

  c.

  Mampu menggunakan perlengkapan kantor dengan hati-hati. Sikap hati-hati dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki sikap disiplin kerja yang baik karena apabila tidak hati-hati dalam menggunakan perlengkapan kantor maka hal tersebut menunjukkan bahwa disiplin kerja seseorang itu kurang baik.

  Oleh karena itu, dalam menggerakkan perlengkapan kantor harus hati-hati sehingga produktivitas kerja juga berjalan dengan lancar.

  d.

  Mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh organisasi. Dengan mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh organisasi maka dapat menunjukkan bahwa pegawai memiliki disiplin kerja yang baik. Oleh karena itu, dengan mematuhi segala peraturan yang berlaku di dalam organisasi baik secara tertulis maupun tidak tertulis maka akan berpengaruh terhadap disiplin kerja seseorang sehingga produktivitas kerja yang dihasilkan juga tinggi. e.

  Memiliki tanggung jawab yang tinggi dimana tanggung jawab sangat berpengaruh besar terhadap disiplin kerja. Dengan bertanggung jawab terhadap setiap tugas yang diberikan maka hal tersebut menunjukkan bahwa pegawai tersebut memiliki disiplin kerja yang tinggi sehingga diharapkan produktivitas kerjanya juga akan baik.

2.4. Teori Iklim Organisasi

  Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kali dipakai oleh Kurt Lewin dengan menggunakan istilah iklim psikologi (psychological climate).

  Menurut Tagiuri dan Litwin pada Wirawan (2007) menjelaskan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi yang mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat suatu organisasi.

  Iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai sehingga mempunyai pengaruh secara langsung pada kinerja anggota organisasi tersebut (Wirawan, 2007).

  Davis (2000) mengemukakan pengertian iklim organisasi menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia di dalam suatu organisasi dimana tempat mereka melaksanakan pekerjaannya. Iklim organisasi merupakan sebuah konsep yang menggambarkan suasana internal di lingkungan organisasi yang dirasakan oleh anggotanya selama beraktivitas dalam rangka tercapainya tujuan organisasi. Mereka memandang iklim organisasi sebagai suatu kepribadian sebuah organisasi yang membedakannya dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi tersebut.

  Jadi dapat disimpulkan bahwasannya iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik suatu organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi dari masing-masing anggota yang ada di dalam organisasi tersebut dalam memandang organisasinya.

2.4.2. Dimensi Iklim Organisasi

  Karakteristik atau dimensi iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi dari para pelaku kerja untuk berperilaku tertentu. Menurut Wirawan (2007), terdapat enam dimensi dalam suatu iklim organisasi ialah: 1.

  Struktur Struktur merefleksikan perasaan bahwa pegawai diorganisasi dengan baik dan memiliki definisi yang jelas mengenai peran dan tanggung jawabnya masing- masing.

  2. Standar Mengukur perasaan tekanan untuk memperbaiki derajat kebanggan yang dimiliki pegawai dalam melakukan pekerjaannya dengan baik. Hal ini meliputi kondisi kerja yang dialami oleh pegawai di dalam organisasi.

  3. Tanggung Jawab Merefleksikan perasaan pegawai bahwa mereka menjadi pimpinan bagi dirinya sendiri. Hal ini meliputi akan sikap kemandirian pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan.

  4. Pengakuan Berhubungan dengan perasaan pegawai diberi imbalan yang layak dan sesuai dengan pekerjaan yang telah diselesaikan meliputi imbalan atau upah yang diterima oleh pegawai setelah menyelesaikan pekerjaan.

  5. Dukungan Merefleksikan perasaan pegawai mengenai kepercayaan dan saling mendukung diantara sesama kelompok kerja sehingga hubungan yang terjalin antar rekan kerja akan berjalan dengan baik.

  6. Komitmen Merefleksikan perasaan kebanggan dan komitmen sebagai anggota organisasi dimana meliputi pemahaman pegawai akan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi.

  Sugiyono (2001) menyatakan bahwa ada 7 (tujuh) hal yang dapat diukur di dalam iklim organisasi yaitu: a.

  Otonomi dan fleksibilitas artinya pegawai diberikan kewenangan untuk mengambil keputusan atau langkah dalam rangka menyelesaikan pekerjaan dan tidak kaku dalam menjalankan peraturan.

  b.

  Meletakkan kepercayaan dan terbuka artinya pegawai diberikan sistem kepercayaan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan kebebasan dalam membicarakan hal-hal yang menyangkut masalah pekerjaan kepada rekan kerja maupun pimpinan.

  c.

  Simpati dan memberikan dukungan artinya pegawai mendapatkan perhatian atas masalah yang dihadapi dalam menyelesaikan pekerjaan kepada rekan kerja maupun kepada pimpinan. d.

  Jujur dan menghargai pimpinan artinya melaksanakan tugasnya dengan memenuhi perjanjian kerja yang telah disepakati dan menghargai kemampuan yang dimiliki oleh setiap pegawai.

  e.

  Kejelasan tujuan artinya tujuan pekerjaan yang dikerjakan oleh pegawai telah didefinisikan (diuraikan) dengan jelas dan tepat.

  f.

  Pekerjaan yang beresiko artinya pegawai diberikan dorongan untuk tidak merasa takut mempunyai pendapat yang berbeda dengan atasan dalam menerapkan metode kerja yang dianggap tidak efisien.

  g.

  Pertumbuhan kepribadian artinya pegawai diberikan kesempatan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam menunjang pelaksanaan tugas.

2.4.3. Faktor Iklim Organisasi

  Iklim kerja yang positif dapat terjadi dengan terjalinnya hubungan yang baik dan harmonis antara pimpinan dengan seluruh pegawainya. Menurut Steers (2005) bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi iklim organisasi adalah: a.

  Struktur tugas b. Imbalan dan hukuman yang diberikan c. Sentralisasi keputusan d. Tekanan pada prestasi e. Keamanan dan resiko pelaksanaan tugas f. Sifat keterbukaan dan ketertutupan individu g.

  Status dalam organisasi h. Pengakuan dan umpan balik i.

  Kompetensi dan fleksibilitas dalam hubungan pencapaian tujuan organisasi secara fleksibel dan kreatif

2.5. Teori Prestasi Kerja

2.5.1. Pengertian Prestasi Kerja

  Istilah prestasi kerja berasal dari bahasa inggris yaitu kata achieve yang berarti mencapai dan dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai pencapaian (Ruky, tujuannya. Dalam konteks pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), prestasi kerja seorang pegawai dalam sebuah organisasi sangatlah dibutuhkan dalam mencapai prestasi kerja bagi pegawai itu sendiri dan juga untuk keberhasilan bagi suatu organisasi. Prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar, target/sasaran dan kriteria yang telah ditentukan terlebih dulu dan disepakati bersama.

  Menurut Bernardin dan Russel (2006) mendefinisikan prestasi kerja sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu. Sedangkan menurut Dharma (2000) prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang.

  Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kemudian Hasibuan (2002) mengemukakan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

  Sutrisno (2009) mengemukakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Menurut Sastrohadiwiryo (2003) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

  Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwasannya prestasi kerja pegawai merupakan hasil yang dicapai oleh pegawai dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang diberikan kepadanya baik secara kualitas maupun kuantitas melalui prosedur yang berfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya standar pelaksanaan. Untuk mencapai prestasi kerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah Sumber Daya Manusia (SDM), walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan rapi tetapi apabila pegawai yang melaksanakan tidak berkualitas dan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut akan sia-sia.

  Setiap organisasi selalu dilakukan penilaian prestasi kerja pegawai untuk mengetahui kinerja kayawan selama periode waktu tertentu, apakah terjadi peningkatan prestasi kerja atau bahkan sebaliknya. Jika dari hasil penelitian tersebut diperoleh data bahwa terjadi penurunan prestasi kerja pegawai, maka manajemen perlu untuk mencari tahu faktor penyebabnya.

2.5.2. Faktor Prestasi Kerja

  Prestasi kerja yang dicapai oleh pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi. Dalam mencapai prestasi kerja yang tinggi beberapa faktor yang mempengaruhi menjadi pemicu apakah prestasi kerja pegawai tinggi atau rendah. Menurut Mathis dan Jackson (2000) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja seperti kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan dengan organisasi.

  Menurut Anoraga (2004) menyatakan faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja pegawai yaitu motivasi, pendidikan, disiplin kerja, keterampilan, sikap, etika kerja, kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan sistem kerja, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen serta kesempatan dalam berprestasi. Prestasi kerja yang optimal selain didorong oleh motivasi seseorang dan tingkat kemampuan yang memadai juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan yang diberikan serta lingkungan yang bersifat kondusif. Artinya meskipun seseorang bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat/kendala.

  Menurut Supriadi (2001) berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi kerja yakni: a.

  Kualitas kerja meliputi akurasi ketelitian, kerapian dalam melaksanakan tugas dan kecakapan dalam melakukan pekerjaan.

  b.

  Kuantitas kerja meliputi output dan target kerja dalam kuantitas kerja.

  c.

  Kemampuan belajar meliputi kemampuan pegawai dinilai mengenai sesuatu hal yang berhubungan dengan tugas dan prosedur kerja, penggunaan alat kerja maupun teknis atas pekerjaannya. d.

  Penyesuaian pekerjaan merupakan indikator penilaian kerja yang ditinjau dari kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas diluar pekerjaan maupun kecepatan berpikir dan bertindak dalam bekerja.

  e.

  Kerjasama/hubungan kerja meliputi penilaian yang didasarkan atas sikap pegawai terhadap sesama rekan kerja dan sikap pegawai terhadap atasan.

  f.

  Tanggung jawab dan inisiatif kerja dilaksanakan jika pegawai mempunyai ide dan berani mengemukakan dan dapat mempertanggungjawabkan setiap pekerjaan yang dilakukan.

  g.

  Disiplin dimana penilaian yang didasarkan atas ketaatan pegawai terhadap peraturan yang telah ditentukan baik dalam disiplin waktu maupun disiplin kerja.

2.5.3. Penilaian Prestasi Kerja

  Pada dasarnya penilaian prestasi kerja pegawai merupakan penilaian yang sistematik terhadap penampilan kerja pegawai dan terhadap potensi pegawai dalam upaya untuk pengembangan diri. Dengan pelaksanaan penilaian prestasi pegawai secara objektif akan menimbulkan suasana kerja yang sehat dan saling menghargai antar bidang bagian pekerjaan. Penilaian prestasi kerja adalah suatu proses melalui mana organisasi dapat mengevaluasi dan menilai prestasi kerja pegawai. Apabila penilaian prestasi kerja dilaksanakan dengan baik dan benar maka dapat meningkatkan loyalitas organisasional dari para pegawai tersebut.

  Menurut Sinamora (2004) terdapat tiga hal yang dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja yaitu tingkat kedisiplinan, tingkat kemampuan serta perilaku yang bersifat inovatif dan spontan.

  Sedangkan Werther dan Davis (2003) agar penilaian prestasi kerja dapat dilakukan secara objektif diperlukan batasan dalam sistem penilaian yakni: a.

  Performance ialah keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan b. Competency ialah kemahiran pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan c. Job behavior ialah kesediaan untuk menampilkan perilaku dalam usaha untuk mendukung peningkatan prestasi kerja d.

  Potency ialah kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan

2.5.4. Tujuan Penilaian Prestasi Kerja

  Hasibuan (2003) menyatakan tujuan daripada penilaian prestasi kerja adalah untuk mengetahui apakah pegawai telah bekerja sesuai dengan standar- standar yang telah ditentukan sebelumnya atau tidak. Penilaian prestasi kerja sangatlah bermanfaat untuk berbagai kepentingan seperti berikut ini:

  1. Sebagai bahan pertimbangan keputusan dalam pemberian imbalan artinya keputusan tentang siapa yang berhak menerima berbagai imbalan yang didasarkan pada hasil penilaian atas prestasi kerja pegawai yang bersangkutan.

  2. Untuk kepentingan mutasi pegawai dimana prestasi kerja seseorang di masa lalu merupakan dasar bagi pengambilan keputusan mutasi seseorang di masa depan demi pengembangan diri.

  3. Guna menyusun program pendidikan dan pelatihan artinya sebagai proses untuk mengembangkan potensi diri pegawai yang belum sepenuhnya digali dan yang terungkap melalui sistem penilaian prestasi kerja.

  4. Membantu para pegawai dalam menentukan rencana karirnya dan dengan bantuan bagian kepegawaian dalam menyusutkan program pengembangan karir yang paling tepat, dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan kepentingan dari organisasi itu sendiri.

  2.5.5. Faktor Penilaian Prestasi Kerja

  Menurut Mangkunegara (2007) terdapat faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja adalah:

  1. Faktor motivasi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

  2. Faktor kemampuan Secara psikologis, kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Artinya, pegawai yang memiliki IQ yang tinggi dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan memiliki keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah untuk mencapai prestasi kerja yang diharapkan.

  2.5.6. Syarat-Syarat Penilaian Prestasi Kerja

  Penilaian prestasi kerja dapat berhasil sesuai dengan sasaran yang diharapkan apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu dari suatu sistem penilaian prestasi kerja. Menurut Cascio (2003) persyaratan tersebut adalah: 1.

  Relevance artinya syarat ini menegaskan bahwa suatu sistem penilaian prestasi kerja hanya mengukur pada hal-hal yang berhubungan atau yang berkaitan langsung dengan pekerjaan/jabatan tertentu.

  2. Acceptability artinya suatu sistem penilaian prestasi kerja harus dapat diterima dan dimengerti dengan baik oleh penilai maupun pegawai yang dinilai.

  3. Reliability artinya suatu sistem penilaian prestasi kerja harus dapat dipercaya serta mempunyai alat ukur yang handal, konsisten dan stabil.

  4. Sensitivity artinya suatu sistem penilaian prestasi kerja harus memiliki kepekaan untuk membedakan pegawai yang efektif dengan pegawai yang tidak efektif.

  5. Practically artinya suatu sistem penilaian prestasi kerja harus bersifat praktis dan mudah untuk dilaksanakan, tidak berbelit-belit secara administrasi ataupun interpretasi serta tidak memerlukan biaya yang relatif besar.

2.6. Kerangka Konseptual

  Berhasil tidaknya suatu organisasi sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan dalam meningkatkan prestasi kerja para bawahannya. Ungkapan yang menyatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan merupakan ungkapan yang mendudukkan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang terpenting. Faktor kepemimpinan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi pegawai karena kepemimpinan yang efektif akan mampu memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha dalam proses pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi.

  Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2003). Pemimpin yang mampu bekerjasama dengan para pegawai adalah pemimpin yang ingin tujuan organisasi tercapai dengan maksimal yaitu dengan adanya prestasi-prestasi yang dapat mengharumkan nama organisasi secara umum dan secara khusus menunjukkan kualitas dari kepemimpinan tersebut.

  Peran dari kepemimpinan dalam suatu organisasi diharapkan memiliki kemampuan dalam mempengaruhi, mengarahkan serta berkomunikasi dengan baik bagi para bawahannya. Adapun indikator dalam pengukuran kepemimpinan adalah penetapan keputusan oleh pimpinan, kebijakan pimpinan, berani mengambil resiko, berani membuat perubahan, dorongan berprestasi dari pimpinan serta pengawasan perilaku pegawai.

  Disiplin kerja adalah tindakan dari manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi. Hal ini berupa pelatihan yang mengarah pada upaya membenarkan dan melibatkan berbagai pengetahuan- pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai tersebut untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik (Davis, 2000).

  Disiplin yang baik dari pegawai akan menunjukan bahwa suatu organisasi dapat memelihara dan menjaga loyalitas maupun kualitas pegawainya. Selain itu, dengan mengetahui disiplin pegawai maka nilai prestasi dari setiap pegawai akan dapat diketahui. Hal tersebut dikarenakan disiplin dan prestasi kerja pegawai memiliki keterhubungan sesuai dengan penjelasan Leiden (2001) mengemukakan bahwa dengan ditegakannya disiplin maka dapat mengatasi masalah prestasi yang buruk dan memperkuat pengaruh perilaku kerja pegawai dalam kelompok atau organisasi.

  Dengan adanya kesadaran yang tinggi dari para pegawai melalui tindakan disiplin diri baik itu dari segi waktu maupun ketepatan dalam menyelesaikan pekerjaan, hendaknya akan memberikan suatu kesempatan yang besar bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Hal ini juga tidak akan lepas dari pengaruh sosok kepemimpinan dalam suatu organisasi, apabila pemimpin dapat memberikan dukungan dan bijaksana dalam memberikan penghargaan terhadap pegawai maka pegawai juga akan memiliki sikap tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan pekerjaannya sehingga dapat meningkatkan prestasi kerja secara kooperatif bagi pegawai maupun organisasi itu sendiri. Adapun indikator dalam pengukuran disiplin kerja adalah ketepatan waktu masuk dinas, ketepatan waktu keluar dinas, kepatuhan terhadap tata tertib, kepatuhan terhadap atasan, absensi serta bersedia melaksanakan tugas dari atasan.

  Iklim organisasi merupakan hal yang juga perlu mendapat perhatian yang khusus dari seorang pemimpin karena faktor tersebut ikut mempengaruhi pola pikir dan watak dari para personil organisasi tersebut. Iklim organisasi adalah persepsi dari para anggota organisasi (individual maupun kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin dimana hal inilah yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan prestasi dari organisasi tersebut.

  Dalam iklim organisasi pimpinan akan terdorong untuk terlibat dalam perkembangan pekerja, menjalin hubungan pekerjaan yang positif, menciptakan situasi dan kondisi perubahan, perkembangan organisasi secara berkelanjutan serta mendorong kepemimpinan untuk berkembang.

  Pengaruh iklim organisasi terhadap perilaku anggota organisasi dapat bersifat positif maupun negatif misalkan ruang kerja yang tidak kondusif, hubungan atasan dan sesama rekan kerja tidak sehat, birokrasi yang bersifat kaku, tidak adanya pengawasan dari pimpinan serta tidak adanya dukungan maupun arahan yang baik dari atasan. Adapun indikator dalam pengukuran iklim organisasi adalah lingkungan kerja organisasi, hubungan atasan dengan bawahan, hubungan dengan sesama rekan kerja serta fasilitas yang disediakan oleh organisasi.

  Begitu juga halnya dengan keberhasilan suatu organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuannya sangat dipengaruhi oleh prestasi kerja dari para anggotanya. Dengan kata lain keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya juga merupakan suatu prestasi kerja bagi organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi kerja pegawai juga merupakan prestasi bagi organisasi itu sendiri. Rivai (2004) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.

  Adapun indikator dalam pengukuran prestasi kerja adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, tanggung jawab serta kerjasama dengan sesama rekan kerja.

  Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa jika ingin prestasi kerja pegawai baik maka hendaknya harus memiliki pemimpin yang mempunyai jiwa kepemimpinan, bijaksana dan dapat memberikan dukungan dalam usaha untuk mendorong peningkatan prestasi kerja pegawai sehingga akan timbul tanggung jawab pada diri pegawai tersebut.

  Berdasarkan teori yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disusun sebuah kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut: 1 Kepemimpinan (X )

  Prestasi Kerja (Y)

  2 Disiplin Kerja (X ) 3 Iklim Organisasi (X ) Sumber: Hasibuan (2003), Davis (2000), Rivai (2004) dan Leiden (2001)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.7. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah:

  1. Kepemimpinan, disiplin kerja dan iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja pegawai pada Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan.

  2. Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja pegawai pada Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan.

  3. Disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja pegawai pada Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan.

  4. Iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja pegawai pada Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepemimpinan, Disiplin Kerja Dan Iklim Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan

4 83 194

Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Disiplin Kerja, Dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Kabupaten Serdang Bedagai

1 33 125

Pengaruh Disiplin Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Kecamatan Di Medan Denai

3 40 147

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Kerja 2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja - Pengaruh Pengawasan Dan Disiplin Terhadap Prestasi Karyawan Pada Pt. Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Iklim Organisasi II.1.1 Pengertian Iklim Organisasi - Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Semangat Kerja Pegawai Pada Kantor Kecamatan Medan Selayang

0 2 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 2.1 Prestasi Kerja 2.1. 1 Pengertian Prestasi Kerja - Pengaruh Motivasi Dan Stres Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Bidang Bagi Hasil Dinas Pendapatan Kota Madya Medan

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pemberian Kompensasi Dan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Dosen Pada STMIK Kristen Immanuel Indonesia

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Disiplin Kerja 2.1.1.1. Pengertian dan Jenis-jenis Disiplin Kerja - Pengaruh Disiplin Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Samosir

0 1 21

Pengaruh Kepemimpinan, Disiplin Kerja Dan Iklim Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan

0 0 41

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kepemimpinan, Disiplin Kerja Dan Iklim Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan

0 0 30