BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monosodium Glutamat (MSG)

  Monosodium glutamat (MSG) digunakan secara luas sebagai penambah rasa. L-

  

glutamic acid adalah komponen asam amino pada MSG. Rata-rata konsumsi MSG

  pada Negara industri diperkirakan berkisar dari 0,3-1 g per hari. Akan tetapi penggunaannya dapat lebih banyak lagi, tergantung pada isi kandungan MSG dalam makanan dan pilihan rasa seseorang (Geha et al., 2000). Perbedaan persepsi terhadap rasa antara setiap orang adalah umum, yaitu disebabkan antara lain oleh usia, jenis kelamin, dan pada perokok berat maka akan memberikan respon yang buruk (Zuhra, 2006). MSG digunakan sebagai penyedap masakan untuk merangsang selera makan. Namun pemberian MSG pada makanan yang terlalu banyak menyebabkan rasa tidak enak pada makanan tersebut (Simanjuntak, 2010).

  Asam glutamat pertama diisolasi pada tahun 1866 dan garamnya (garam Na) ditemukan tahun 1909 oleh ahli kimia Jepang “Ikeda”. Namun demikian, produksi secara komersial baru dilakukan pada tahun 1954. MSG dihasilkan dari protein gandum, jagung, dan kedelai serta dipasarkan dalam bentuk kristal murni berwarna putih dengan merek dagang ajinamoto, sasa, miwon, maggie, royco, dan lain sebagainya. Glutamat terdiri dari bentuk D- dan L- serta bentuk campuran rasemat. Bentuk L- merupakan isomer yang terdapat secara alami dan mempunyai sifat sebagai pembangkit cita rasa. Bentuk D- tidak memiliki sifat sebagai pembangkit cita rasa (Zuhra, 2006). Jenis makanan yang mengandung banyak protein yaitu diantaranya seperti ASI, susu sapi, keju, dan daging mengandung banyak glutamat, sedangkan sebagian besar sayuran sedikit mengandung glutamat. Sayuran atau buah tertentu mengandung banyak glutamat bebas seperti jamur, tomat, dan kacang polong (Santoso, 1989). Berikut struktur kimia MSG : O O

  NaO OH NH

  2 Gambar 2.1 Struktur Kimia MSG

2.1.1 Metabolisme MSG

  Metabolisme asam amino non esensial, termasuk glutamat, menyebar luas di dalam jaringan tubuh. Telah dilaporkan bahwa 57% dari asam amino yang diabsorbsi dikonversikan menjadi urea melalui hepar, 6% menjadi plasma protein, 23% absorbsi asam amino melalui sirkulasi umum sebagai asam amino, dan sisanya 14% tidak dilaporkan dan diduga disimpan sementara di dalam hepar sebagai protein hepar/ enzim. Menurut The Glutamate Association dari Amerika Serikat, Juli 1976, protein yang dimakan sehari-hari mengandung 20-25% glutamat (Sukawan, 2008).

  Tubuh manusia terdiri dari 14-17% protein dan dari jumlah ini seperlimanya merupakan glutamat. Diperkirakan seorang dewasa yang berat badannya 70 kg rata- rata mengandung 2 kg glutamat dalam protein tubuhnya. Glutamat bebas juga terdapat dalam sistem saluran pencernaan, darah, organ, dan jaringan lain dalam tubuh yang berbeda-beda. Kadar glutamat bebas dalam otak 100 kali kadar glutamat dalam darah. Jumlah glutamat bebas yang beredar yang diperlukan untuk keperluan tubuh berkisar 10 g. Total body turnover dalam metabolisme inter-media air diperkirakan 5-10 g/ jam (Santoso, 1989).

  Glutamat yang diserap kemudian ditransaminasikan dengan piruvat ke bentuk alanin. Alanin dari hasil transaminasi dari piruvat, oleh asam amino dikarboksilat, menghasilkan aketoglutarat atau oksaloasetat . Proses ini mengakibatkan berkurangnya jumlah asam amino dikarboksilat yang dilepas ke dalam darah portal. Glutamat dan asam aspartat dari metabolisme mukose dibawa melalui vena portal ke hepar. Sebagian glutamat dan aspartat dikonversikan oleh usus dan hepar ke bentuk glukosa dan laktat, kemudian dialirkan ke dalam perifer (Sukawan, 2008).

2.2 Radikal Bebas dan Antioksidan

  2.2.1 Radikal Bebas

  Pada metabolisme yang normal, tubuh menghasilkan partikel berenergi tinggi dalam jumlah kecil yang dikenal sebagai radikal bebas. Radikal bebas dan sejenisnya diproduksi dalam sistem biologis pada pertahanan anti mikroba, melalui aksi monooksigenase yang berfungsi ganda, oleh berbagai enzim oksidatif seperti xanthine

  oxidase , dan autooksidasi dengan mediator bahan logam berat atau quinines. Pada

  konsentrasi tinggi radikal bebas dan bahan sejenisnya berbahaya bagi mahluk hidup dan merusak semua bagian pokok sel. Radikal bebas juga mengganggu produksi normal DNA, dan merusak lipid pada membran sel. Radikal bebas juga ditemukan pada lingkungan sekitar kita. Ada berbagai sumber dari peningkatan radikal bebas, termasuk logam tertentu (seperti besi), asap rokok, polusi udara, obat-obat tertentu, racun, highly processed foods dan bahan tambahan makanan, sinar ultraviolet, dan radiasi. Meskipun bukti masih belum didapatkan, produksi yang berlebihan dan menyimpang dari kelompok radikal pada inflamasi, metabolisme bahan kimia eksogen, atau melalui autooksidasi berperan dalam terjadinya penyakit pada manusia (Arief, 2003).

  2.2.2 Antioksidan

  Secara sederhana antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang mampu menghambat dan mencegah terjadinya oksidasi. Antioksidan memiliki kemampuan dalam memberikan elektron, mengikat, dan mengakhiri reaksi berantai radikal bebas yang mematikan. Antioksidan yang dipakai kemudian didaur ulang oleh antioksidan lain untuk mencegahnya menjadi radikal bebas (bagi dirinya sendiri) atau tetap dalam bentuk tersebut tetapi dengan struktur yang tidak dapat merusak molekul lainnya (Rohdiana, 2008). Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif Buah dan sayur mengandung antioksidan tinggi. Antioksidan ini mampu mengubah sel-sel tubuh menjadi pelindung untuk melawan radikal bebas penyebab berbagai penyakit. Radikal bebas yang tidak terkontrol bisa menyebabkan kerusakan sel-sel ( Jati, 2008).

  Stres oksidatif (oxidative stress) adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum yaitu kurangnya antioksidan dan kelebihan produksi radikal bebas. Beberapa bentuk antioksidan antara lain vitamin, mineral, dan fitokimia (Iswara, 2009).

  Menurut Pratimasari (2009), berdasarkan mekanismenya antioksidan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu: a. Antioksidan Primer

  Antioksidan primer mengikuti mekanisme pemutusan rantai reaksi radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang radikal, produk yang dihasilkan lebih stabil dari produk inisial. Contoh antioksidan ini adalah flavonoid, tokoferol, senyawa thiol, yang dapat memutus rantai reaksi propagasi dengan menyumbang elektron pada peroksi radikal dalam asam lemak.

  b. Antioksidan Sekunder Antioksidan ini dapat menghilangkan penginisiasi oksigen maupun nitrogen radikal atau bereaksi dengan komponen atau enzim yang menginisiasi reaksi radikal antara lain dengan menghambat enzim pengoksidasi dan menginisiasi enzim pereduksi atau mereduksi oksigen tanpa membentuk spesies radikal yang reaktif. Contoh antioksidan sekunder yaitu sulfit, vitamin C, betakaroten, asam urat, billirubin, dan albumin.

2.2.3 Metabolisme Antioksidan Dalam Hepar

  Hepar adalah organ utama untuk membersihkan zat-zat toksin yang berasal dari bakteri maupun zat kimia. Untuk melakukan detoksifikasi dari bahan berbahaya tersebut, hepar mengandung antioksidan dengan berat molekul rendah dan enzim yang merusak kelompok oksigen reaktif (ROS) yaitu glutation tereduksi (GSH), vitamin C, vitamin E, superoksid dismutase (SOD), glutation peroksidase, dan katalase (Arief, 2003).

2.3 Asam Askorbat (Vitamin C)

  Vitamin C memiliki struktur sangat mirip dengan glukosa, pada sebagian besar mamalia vitamin C berasal dari glukosa Vitamin C terdapat dalam bentuk asam . askorbat maupun dehidroaskorbat (Sulistyowati, 2006) Vitamin C mudah diabsorpsi . secara aktif dan mungkin pula secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Rata-rata absorpsi adalah 90% untuk konsumsi di antara 20 dan 120 mg sehari. Konsumsi tinggi sampai 12 g (sebagai pil) hanya diabsorpsi sebanyak 16%. Vitamin C kemudian dibawa kesemua jaringan (Almatsier, 2009).

Gambar 2.3 Struktur Vitamin C

  Vitamin C (L-Ascorbic acid) merupakan senyawa alami yang bersifat antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas namun bukan bersifat enzimatis. Senyawa ini umumnya hanya dapat disintesis oleh tanaman. Manusia tidak mampu mensintesis senyawa ini. Ketidakmampuan ini menyebabkan manusia umumnya menderita penyakit yang disebut hipoaskorbemia dan dalam keadaan parah akan timbul skorbut yang fatal. Kepentingan senyawa ini bagi manusia salah satunya berdasarkan kemampuannya mengikat zat-zat radikal seperti superoksida, radikal hidroksil dan juga bereaksi langsung dengan peroksida. Oleh karena itu vitamin C dapat mencegah berbagai radikal bebas bersifat toksik yang menyebabkan oksidasi. Banyak penelitian yang telah dilakukan bahwa vitamin C sangat bermanfaat bagi pencegahan dan pengobatan penyakit antara lain menurunkan tekanan darah dan kolestrol, mencegah terjadinya resiko serangan jantung, dan bekerja sebagai antioksidan (Fauzi, 2008).

2.4 Tokoferol (Vitamin E)

  Pada tahun 1922 ditemukan suatu zat larut lemak yang dapat mencegah keguguran dan sterilitas pada tikus. Pada tahun 1936 diisolasi dari minyak kecambah gandum dan dinamakan tokoferol, berasal dari bahasa Yunani dari kata tokos yang berarti kelainan dan pherein berarti menyebabkan. Sekarang dikenal beberapa bentuk tokoferol dan istilah vitamin E biasa digunakan untuk menyatakan setiap campuran tokoferol yang aktif secara biologis. Vitamin E murni tidak berbau dan tidak berwarna, sedangkan vitamin E sintetik yang dijual secara komersial biasanya berwarna kuning muda hingga kecoklatan. Vitamin E larut dalam lemak dan dalam sebagian besar pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air (Almatsier, 2009).

Gambar 2.4 Struktur Vitamin E

  Vitamin E berada di dalam lapisan fosfolipid membran sel dan berfungsi melindungi asam lemak jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari oksidasi radikal bebas. Vitamin E memutuskan rantai peroksida lipid yang banyak muncul karena adanya reaksi antara lipid dan radikal bebas dengan cara menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak (Hariyatmi, 2004).

  Tokoferol sebagai antioksidan dapat bereaksi dengan ROS dan radikal bebas lain. Pada proses ini tokoferol berperan sebagai radikal bebas yang tidak reaktif sehingga akan berikatan dengan elektron bebas dari radikal bebas reaktif lain. Perlakuan pemaparan asap rokok secara kronik dan vitamin E menunjukkan hasil kadar MDA serum lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan kronik saja

  (hanya diberi paparan asap rokok kronik). Keberadaan antioksidan nonenzimatik seperti vitamin E diperlukan untuk dapat mengatasi stress oksidatif dalam tubuh. Vitamin E terutama tokoferol adalah antioksidan yang sangat aktif dalam mencegah peroksidasi lipid dengan menangkap peroksil lipid. Tokoferol akan mentransfer atom hidrogen (dengan elektron tunggalnya) (Quratul’ainy, 2006).

2.5 Hepar

  Hepar adalah organ parenkim yang berukuran terbesar dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme tubuh. Hepar memiliki banyak fungsi antara lain untuk menyimpan dan menyaring darah, membentuk protein plasma seperti albumin, menghasilkan cairan empedu, sebagai tempat penyimpanan vitamin A dan zat besi serta mampu mendetoksikasi berbagai obat dan toksik menjadi inaktif atau larut air (Guyton, 1997) Hepar melakukan banyak fungsi penting berbeda-beda dan . bergantung pada sistem aliran darahnya yang unik dan sel-selnya yang sangat khusus. Ketika hepar rusak, maka semua sistem terpengaruh (Corwin, 2008).

  Hepar merupakan perantara antara sistem pencernaan dan darah. Hepar adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar, kecuali kulit, dengan berat lebih kurang 1,5 kg. Hepar terletak di rongga perut di bawah diafragma. Kebanyakan darahnya (70-80%) datang dari vena porta; sebagian kecil dipasok oleh arteri hepatika. Seluruh materi yang diserap melalui usus tiba di hepar melalui vena porta, kecuali lipid kompleks, yang terutama diangkut melalui pembuluh limfe. Posisi hepar dalam sistem sirkulasi adalah optimal untuk menampung, mengubah dan mengumpulkan metabolit serta menetralisir dan mengeluarkan substansi toksik. Pengeluaran ini terjadi melalui empedu, suatu sekret eksokrin dari hepar, yang penting untuk pencernaan lipid (Junquiera et al., 1997).

2.5.1 Struktur Hepar

  Hepar terbungkus oleh sebuah kapsul fibroelastik yang disebut kapsul Glisson dan secara makroskopik dipisahkan menjadi lobus kiri dan kanan. Kapsul Glisson berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Kedua lobus hepar tersusun oleh unit-unit yang lebih kecil disebut lobulus. Lobulus terdiri atas sel-sel hepar (hepatosit), yang menyatu dalam suatu lempeng. Hepatosit dianggap sebagai unit fungsional hepar. Sel- sel hepar dapat melakukan pembelahan sel dan mudah diproduksi kembali saat dibutuhkan untuk mengganti jaringan yang rusak (Corwin, 2008).

2.5.1.1 Lobulus Hepar

  Setiap lobus tersusun atas lobulus-lobulus berbentuk segienam yang merupakan unit fungsional hepar. Lobulus hepar tersusun atas lempeng hepatosit berbentuk silindris yang merupakan jajaran dari sel-sel hepar. Pada setiap ujung dari sudut segienam lobulus disebut portal triad, karena ditempat tersebut merupakan tempat berkumpulnya tiga saluran yaitu cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan saluran empedu (Tarwoto et al., 2009).

  Komponen struktural utama dari hepar ialah sel hepar atau hepatosit (Yun.

  

hepar , hati, + kytos). Sel epitel ini berkelompok membentuk lempeng-lempeng yang

  saling berhubungan. Pada sajian mikroskop cahaya, tampak adanya satuan-satuan struktural yang disebut lobulus hepar klasik. Lobulus hepar di bentuk oleh massa jaringan berbentuk 0,7x2 mm. Pada hewan tertentu (misalnya babi), lobulus ini dipisah-pisahkan oleh selapis jaringan ikat. Hal ini tidak terjadi pada manusia yang lobulusnya saling berkontak, sehingga sukar ditetapkan batas-batas antar lobuli. Tetapi pada beberapa daerah lobulus ini dibatasi oleh jaringan ikat yang mengandung duktus biliaris, pembuluh limfe, saraf, dan pembuluh darah. Celah portal terdapat pada sudut lobulus dan dihuni oleh triad portal. Hepar manusia memiliki 3-6 triad portal per lobules (Junquiera et al., 1997).

  Hepar Mencit (Mus musculus L.) memiliki empat lobus utama yang saling berhubungan satu sama lain dan dan dapat tampak keseluruhannya pada bagian dorsal. Keempat lobus tersebut dapat dibedakan yakni : sebuah lobus median, dua lobus lateral (kiri dan kanan), dan satu lobus caudal yang terbagi setengah di bagian dorsal dan setengah lainnya dibagian ventral (Coveli ,1972 dalam Anggraini, 2006).

2.5.1.2 Hepatosit

  Sel-sel hepar adalah polyhedral, dengan 6 atau lebih permukaan, dan garis tengah lebih kurang 20-30 µm. Pada preparat histologist yang diwarnai dengan hematoksilin dan eosin, sitoplasma bersifat eosinofilik, terutama karena banyaknya mitokondria dan sejumlah retikulum endoplasma licin. Hepatosit yang terletak pada jarak-jarak berbeda dari triad portal memperlihatkan struktural, histokimia, dan biokimia yang bervariasi. Permukaan setiap sel hepar berkontak dengan dinding sinusoid, melalui celah Disse, dan dengan permukaan hepatosit lain. Tempat 2 hepatosit saling bertemu terbentuk celah tubular diantaranya yang dikenal sebagai kanalikuli biliaris ikat (Junquiera et al., 1997).

Gambar 2.5 Histologis Lobus Hepar yang Menunjukkan Letak Vena sentralis,

  Hepatosit, dan Sinusoid

2.5.2 Fungsi Hepar

  Menurut Syaifuddin (2000), fungsi hepar yaitu sebagai berikut:

  1. Fungsi metabolis. Memetabolisme asimilasi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan produksi energi. Seluruh monosakarida akan diubah menjadi glukosa dan pengaturan glukosa dalam darah ini terjadi di hepar. Pembentukan asam lemak dan lipid dan pembentukan fosfolipid terjadi di hepar. Metabolisme protein, perubahan asam amino yang satu menjadi yang lain, pembentukan albumin, dan globulin juga terjadi di hepar.

  2. Fungsi ekskretori. Produksi empedu dilakukan oleh sel hepar (bilirubin, kolestrol, dan garam empedu). Ke dalam empedu juga diekskresikan zat yang berasal dari luar tubuh seperti logam-logam berat, bermacam zat warna, dan lain-lain.

  3. Fungsi pertahanan tubuh. Detoksikasi racun siap untuk dikeluarkan dan tubuh melakukan fagositosis terhadap benda asing dan langsung membentuk antibodi.

  Bila hepar rusak maka berbagai racun akan meracuni tubuh.

  4. Pengaturan dalam peredaran darah. Hepar berperan membentuk darah serta heparin di hepar dan juga berfungsi mengalirkan darah ke jantung. Di dalam hepar sel darah merah akan rusak karena adanya sel-sel sistem retikulo endothelium (RES). Perusakan ini juga terjadi dalam limpa dan sumsum tulang.

  5. Hepar membentuk asam empedu. Dari kolesterol terbentuk pigmen-pigmen empedu, terutama dari hasil perusakan hemoglobin.

  2.5.3 Kelainan Hepar Karena Obat dan Bahan Toksik

  Hepar berfungsi sebagai alat detoksifikasi terhadap berbagai bahan yang dicerna oleh usus termasuk obat-obatan dan bahan toksik lainnya. Pemberian obat-obatan yang berlebihan dan bahan toksik yang dimakan tanpa disadari dapat menimbulkan kelainan patologik parenkim hepar seperti nekrosis berat, hepatitis kronik ataupun sirosis hepatitis (Tambunan, 1994). Pada umumnya senyawa kimia yang digunakan hepar untuk mengonjugasikan obat dan toksin larut lemak, misalnya protein plasma, disintesis oleh hepar. Pada hepar yang kurang berfungsi baik suplai senyawa-senyawa tersebut menjadi tidak kuat (Corwin, 2008). Kerusakan hepar karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis zat kimia yang terlibat, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut (Amalina, 2009).

  2.5.4 Jenis-Jenis Kerusakan Hepar

  Hepar berfungsi untuk menampung, mengubah, menimbun metabolit, menetralisasi, dan mengeluarkan substansi toksik (Junqueira et al.,1997). Toksikan dapat menyebabkan berbagai efek toksik pada berbagai organel dalam sel hepar sehingga dapat mengakibatkan berbagai jenis kerusakan seperti berikut ini.

  a. Degenerasi

  Menurut (Tambunan, 1994), degenerasi lemak atau perlemakan hepar merupakan degenerasi yang paling sering ditemukan. Sitoplasma membengak, berisi lemak dan inti terdesak ke pinggir. Pada degenerasi lemak dapat terjadi perubahan sekunder yaitu atrofi ataupun nekrosis hepatosit. Degenerasi hidropik yaitu satu atau kelompok hepatosit yang membengkak, siptoplasma jernih berbentuk balon dan kadang-kadang disebut degenerasi balon. Kelainan ini ada hubungannya dengan gangguan fungsi hepar dan kemungkinan sifatnya reversibel.

  b. Nekrosis

  Nekrosis hepar adalah kematian hepatosit. Pada umumnya nekrosis merupakan kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dilaporkan menyebabkan nekrosis hepar. Nekrosis hepar merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena sel hepar mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang luar biasa (Lu, 1994).

2.5.5 Regenerasi Hepar

  Meskipun merupakan organ yang sel-selnya diperbarui secara lambat, hepar memiliki kemampuan regenerasi yang luar biasa. Hilangnya jaringan hepar akibat tindakan bedah atau oleh kerja substansi toksik memicu mekanisme yang merangsang sel-sel hepar membelah, sampai masa jaringan aslinya pulih kembali. Pada tikus, hepar dapat memulihkan kehilangan sampai 75% beratnya dalam waktu 1 bulan. Pada manusia, kemampuan ini berkurang. Jaringan hepar yang diregenerasi umumnya serupa dengan jaringan yang hilang. Namun bila kerusakan itu terjadi terus menerus, maka terbentuk banyak jaringan ikat bersama regenerasi sel hepar (Junquiera et al, 1997).

Dokumen yang terkait

Efek Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) Terhadap Terbentuknya Mikronukleus Pada Sel Darah Merah Mencit

3 47 71

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 46 78

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

3 83 66

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit(Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

6 49 63

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Gambaran Histologis Hati Mencit (Mus- Musculus L) Yang Dipapari Monosodium Glutamate

2 55 69

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sperma Dan Morfologi Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus, L.) Yang Dipaparkan Monosodium Dlutamate (MSG)

4 35 78

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Monosodium Glutamat (MSG) - Efek Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) Terhadap Terbentuknya Mikronukleus Pada Sel Darah Merah Mencit

0 1 18

b. Pembuatan Vitamin C - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit(Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) 2.1.1 Penemuan MSG - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit(Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 11

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 15