Efek Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) Terhadap Terbentuknya Mikronukleus Pada Sel Darah Merah Mencit

(1)

EFEK PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

TERHADAP TERBENTUKNYA MIKRONUKLEUS

PADA SEL DARAH MERAH MENCIT

SKRIPSI

OLEH:

RISKA HANDAYANI RANGKUTI

NIM 071501013

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EFEK PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

TERHADAP TERBENTUKNYA MIKRONUKLEUS

PADA SEL DARAH MERAH MENCIT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RISKA HANDAYANI RANGKUTI

NIM 071501013

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

EFEK PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

TERHADAP TERBENTUKNYA MIKRONUKLEUS

PADA SEL DARAH MERAH MENCIT

OLEH:

RISKA HANDAYANI RANGKUTI

NIM 071501013

Dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: Desember 2012 Pembimbing I, Panitia Penguji

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 130 935 857 NIP 195301011983031004

Pembimbing II, Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. NIP 130 935 857

Poppy Anjelisa Z. Hsb., M.Si., Apt. Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 197506102005012003 NIP 195208241983031001

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004

Medan, Desember 2012 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Efek Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) Terhadap Terbentuknya Mikronukleus Pada Sel Darah Merah Mencit. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt.,dan Ibu Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.,Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., selaku penguji yang telah memberikan evaluasi dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda Bahruddin Rangkuti dan Ibunda Rukiah Nasution tercinta, serta abang-abang saya, Riswandi Syahroni Rangkuti, S.H., Abdul Alwi Hafiz Nasution, S.Pd., Ahmad Syafi’i Tanjung, S.H., kakak-kakak saya, Reski


(5)

Handayani Rangkuti, S.Pd., Risda Handayani Rangkuti, S.Pd., dan adik-adik saya, Abdi Syahroni Rangkuti, Muslimah Rangkuti, Mukrizal Syahroni Rangkuti, Dedek Hardadi Rangkuti, Anggi Natama Rangkuti, Septi Khairiah Rangkuti, Dinda Khairani Rangkuti, atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih khususnya kepada Kakanda Hafizon Nasution serta teman-teman saya, Wahyudin Sitorus, Hasfi Hafifah, Nurul Hidayah, atas doa dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu farmasi.

Medan, Desember 2012 Penulis,


(6)

EFEK PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT ( MSG ) TERHADAP TERBENTUKNYA MIKRONUKLEUS

PADA SEL DARAH MERAH MENCIT ABSTRAK

Monosodium glutamat, juga dikenal sebagai sodium glutamat atau MSG, merupaka dalam MSG memberi rasa umami atau rasa lezat dan gurih yang sama seperti glutamat dari makanan lain.Beberapa kali muncul kekhawatiran di media, terutama diwakili oleh Lembaga Konsumen, soal di pasaran ada berbagai produk makanan ringan dalam kemasan yang biasa dikonsumsi anak-anak, tidak mencantumkan kandungan MSG (vetsin). Kritik tersebut menyatakan, konsumsi MSG dalam jumlah tertentu mengancam kesehatan anak-anak. Menteri Kesehatan pun sudah memberi pernyataan yang meminta BPOM menarik produk makanan kemasan yang tidak mencantumkan kandungan MSG atau Seberapa jauhkah sebenarnya MSG membahayakan kesehatan manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek MSG membentuk mikronukleus pada sel darah merah sumsum tulang femur mencit.

Makanan yang diberikan kepada mencit adalah MSG yang dicampurkan ke dalam pelet. MSG yang telah dicampurkan ke dalam pelet diberikan dosis masing-masing kelompok mencit 3, 6 dan 9 g/hari, selama 14 hari berturut-turut, setelah itu mencit dibunuh untuk diambil sumsum tulang femur dan dibuat preparat apusan. Aktivitas mutagenik ditunjukkan oleh adanya peningkatan jumlah mikronukleus dalam setiap 200 sel eritrosit polikromatik pada preparat apusan sumsum tulang femur mencit.

Hasil analisis statistik secara signifikan terhadap kelompok kontrol (p<0,05) menunjukkan bahwa pemberian MSG mampu meningkatkan jumlah mikronukleus pada 200 sel eritrosit polikromatik yang terdapat pada apusan sumsum tulang femur mencit. Pemberian MSG dosis 9 gram menunjukkan jumlah mikronukleus yang lebih banyak dibandingkan dosis yang lain.


(7)

MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG) EFFECT TO THE MICRONUCLEUS FORMATION ONTHEMICE

REDBLOODCELLS ABSTRACT

Monosodiumglutamate, also knownassodiumglutamateorMSG, is asodium salt ofglutamicacid, which is one non-essential aminoacidmostabundantnaturally occurring. Glutamate inMSGgives a sense ofumamiorsavorytastedelicious andarejust asglutamatefromother foods. Some timesthere are fearsin themedia, mainlyrepresented by theConsumer Council, the matter in themarket there area variety ofsnackproductsin containers that arecommonly consumed bychildren,does not listMSG (MSG). Criticsstated, certainamounts of MSGconsumptionthreatens the health ofchildren.Health Ministerhad alreadygivena statement callingBPOMattractivepackagingof food productsthatdo not listMSGorMSGHow muchactualharm to human health. The purposeof this studywas todetermine the effects ofMSGform amicronucleusinred blood cellsof the femurbonemarrowof mice.

Foodgiven tomiceisthatMSGis added tothepellets. MSGhasgivenmixed intopelletseach dosegroupof mice3, 6and 9g/day, for 14consecutive days, after which the mice werekilled for theirfemurbonemarrowsmearsandmade preparations. Mutagenic activityshown bythe increasing number

ofmicronucleusinpolychromaticerythrocytesper200 cellsinthe bonemarrowsmearpreparationof the femurof mice.

The results ofthe statistical analysissignificantly tothe control group(p <0.05) showedthat administration ofMSGcan increased the number

ofmicronucleuspolychromaticerythrocytesat 200cellsfound inbonemarrowsmearsfemurof mice. Giving9gramdosesof MSGshows the number

ofmicronucleushigherdosesthanothers.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Hipotesis ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Kerangka Pikir Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Monosodium Glutamat (MSG) ... 8

2.2 Beberapa Penelitian Terhadap MSG ... 10

2.3 Siklus Pembelahan Sel ... 12


(9)

2.5 Gen ... 19

2.6 Mutasi ... 19

2.6.1 Mutagen ... 21

2.7 Uji Mikronukleus Secara In Vivo ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Alat-Alat ... 27

3.2 Bahan-Bahan ... 27

3.3 Hewan Percobaan ... 27

3.4 Pengujian Efek Mutagenik ... 28

3.4.1 Penyiapan hewan percobaan ... 28

3.4.2 Penentuan dosis MSG yang digunakan ... 28

3.4.3 Pembuatan amylum 5% ... 29

3.4.4 Penyiapan makanan hewan ... 29

3.4.5 Penyiapan larutan siklofosfamid (LS) 0,5% (b/v) .. 29

3.4.6 Pembuatan serum darah sapi (SDS) ... 30

3.4.7 Pengujian efek mutagenik pada mencit penelitian .... 30

3.4.8 Pembuatan preparat apusan sumsum tulang femur .. 31

3.4.9 Pengamatan apusan ... 31

3.4 Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Pengujian Efek Mutagenik ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40


(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN …... ... . 44


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Data penelitian jumlah mikronukleus pada mencit jantan

dan betina ... 36 4.2 Hasil analisis Post Hoc Tukey menggunakan SPSS 18 pada

mencit jantan ... 37 4.3 Hasil analisis Post Hoc Tukey menggunakan SPSS 18 pada


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 7

2.1 Rumus kimia MSG ... 10

2.2 Siklus pembelahan sel ... 12

2.3 Siklofosfamid ... 18

2.4 Pembentukan mikronukleus ... 24

4.1 Sel-sel yang tampak pada apusan sumsum tulang mencit ... 33

4.2 Grafik hasil pengukuran jumlah rerata mikronukleus pada 200 sel eritrosit polikromatik ... 36


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Gambar Monosodium Glutamat (MSG) yang dicampurkan

dengan pelet ... 44 2 Perhitungan dosis ... 45 3 Konversi perhitungan dosis dari mencit terhadap manusia ... 48 4 Konversi perhitungan makanan yang dimakan mencit

terhadap manusia ... 49 5 Bagan pembuatan makanan hewan berupa pelet yang

dicampurkan dengan MSG ... 50 6 Bagan pembuatan preparat/apusan sumsum tulang femur

Mencit ... 51 7 Alat-alat yang digunakan ... 52 8 Hewan percobaan ..……… 54

9 Tulang femur mencit dan apusan sumsum tulang femur.…... 55 10 Tabel jumlah mikronukleus pada masing-masing apusan

sumsum tulang femur mencit .……….. 56 11 Hasil analisis statistik menggunakan SPSS ...……….. 57


(14)

EFEK PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT ( MSG ) TERHADAP TERBENTUKNYA MIKRONUKLEUS

PADA SEL DARAH MERAH MENCIT ABSTRAK

Monosodium glutamat, juga dikenal sebagai sodium glutamat atau MSG, merupaka dalam MSG memberi rasa umami atau rasa lezat dan gurih yang sama seperti glutamat dari makanan lain.Beberapa kali muncul kekhawatiran di media, terutama diwakili oleh Lembaga Konsumen, soal di pasaran ada berbagai produk makanan ringan dalam kemasan yang biasa dikonsumsi anak-anak, tidak mencantumkan kandungan MSG (vetsin). Kritik tersebut menyatakan, konsumsi MSG dalam jumlah tertentu mengancam kesehatan anak-anak. Menteri Kesehatan pun sudah memberi pernyataan yang meminta BPOM menarik produk makanan kemasan yang tidak mencantumkan kandungan MSG atau Seberapa jauhkah sebenarnya MSG membahayakan kesehatan manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek MSG membentuk mikronukleus pada sel darah merah sumsum tulang femur mencit.

Makanan yang diberikan kepada mencit adalah MSG yang dicampurkan ke dalam pelet. MSG yang telah dicampurkan ke dalam pelet diberikan dosis masing-masing kelompok mencit 3, 6 dan 9 g/hari, selama 14 hari berturut-turut, setelah itu mencit dibunuh untuk diambil sumsum tulang femur dan dibuat preparat apusan. Aktivitas mutagenik ditunjukkan oleh adanya peningkatan jumlah mikronukleus dalam setiap 200 sel eritrosit polikromatik pada preparat apusan sumsum tulang femur mencit.

Hasil analisis statistik secara signifikan terhadap kelompok kontrol (p<0,05) menunjukkan bahwa pemberian MSG mampu meningkatkan jumlah mikronukleus pada 200 sel eritrosit polikromatik yang terdapat pada apusan sumsum tulang femur mencit. Pemberian MSG dosis 9 gram menunjukkan jumlah mikronukleus yang lebih banyak dibandingkan dosis yang lain.


(15)

MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG) EFFECT TO THE MICRONUCLEUS FORMATION ONTHEMICE

REDBLOODCELLS ABSTRACT

Monosodiumglutamate, also knownassodiumglutamateorMSG, is asodium salt ofglutamicacid, which is one non-essential aminoacidmostabundantnaturally occurring. Glutamate inMSGgives a sense ofumamiorsavorytastedelicious andarejust asglutamatefromother foods. Some timesthere are fearsin themedia, mainlyrepresented by theConsumer Council, the matter in themarket there area variety ofsnackproductsin containers that arecommonly consumed bychildren,does not listMSG (MSG). Criticsstated, certainamounts of MSGconsumptionthreatens the health ofchildren.Health Ministerhad alreadygivena statement callingBPOMattractivepackagingof food productsthatdo not listMSGorMSGHow muchactualharm to human health. The purposeof this studywas todetermine the effects ofMSGform amicronucleusinred blood cellsof the femurbonemarrowof mice.

Foodgiven tomiceisthatMSGis added tothepellets. MSGhasgivenmixed intopelletseach dosegroupof mice3, 6and 9g/day, for 14consecutive days, after which the mice werekilled for theirfemurbonemarrowsmearsandmade preparations. Mutagenic activityshown bythe increasing number

ofmicronucleusinpolychromaticerythrocytesper200 cellsinthe bonemarrowsmearpreparationof the femurof mice.

The results ofthe statistical analysissignificantly tothe control group(p <0.05) showedthat administration ofMSGcan increased the number

ofmicronucleuspolychromaticerythrocytesat 200cellsfound inbonemarrowsmearsfemurof mice. Giving9gramdosesof MSGshows the number

ofmicronucleushigherdosesthanothers.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

MSG adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dalam bentuk L-glutamic acid, karena penambahan MSG akan membuat rasa makanan menjadi lebih lezat. Masyarakat Indonesia rata-rata mengkonsumsi MSG sekitar 0,6 g/kgBB (Prawirohardjono, dkk., 2000).

MSG adalah asamaminoyang mempengaruhipadahampir setiapsistem utamadanorgandalam tubuh. Reseptor glutamatmemicutanggapanyang berbeda

danbisa lebihdirangsanguntuk menyebabkankematian seldanmasalahsistemiklainnya. Selama tiga puluhtahun, para

ilmuwandanpenelititelah menggunakanMSGdalam percobaanmereka untuksengajamenciptakanobesitasdanpra-diabetessubjek tes, memicuserangan epilepsi, membuatstroke iskemik, dan menghancurkanjaringansel divivodanin vitro. Jumlahpenelitianyang menggunakanMSGmenyebabkanefek negatifdalam tessubjekangkalebih dari seribu, diterbitkandalam berbagaimedis dan ilmiahjurnallebih dari selusinnegara yang berbeda (Gill, dkk., 2000).

MSG ditemukan pertama kali oleh Dr.Kikunae Ikeda seorang ahli kimia Jepang pada tahun 1909, mengisolasi asam glutamat tersebut dari rumput laut ‘kombu’ yang biasa digunakan dalam masakan Jepang, kemudian dia menemukan


(17)

rasa lezat dan gurih dari MSG yang berbeda dengan rasa yang pernah dikenalnya, oleh karena itu, dia menyebut rasa itu dengan sebutan ‘umami’ yang berasal dari

bahasa Jepang ’umai’ yang berarti enak dan lezat (Wakidi, 2012).

Kemajuan teknologi informasi membawa dampak terhadap perubahan gaya hidup masyarakat, termasuk perubahan pola konsumsi makanan yang lebih banyak mengkonsumsi jenis makanan cepat saji, makanan kemasan dan awetan yang belakangan ini semakin banyak dijual di pasar tradisional dan swalayan. Penggunaan bahan tambahan makan banyak sekali digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti senyawa L-asam glutamat yang digunakan dalam bentuk garamnya yaitu MSG. Berbagai merk dagang MSG telah dikenal di masyarakat secara luas seperti ajinomoto, vetsin, micin, sasa, miwon dan sebagainya (Maidawilis, 2010).

Dalam kehidupan sehari-hari, MSG banyak dipakai dalam makanan sebagai bahan penyedap masakan untuk merangsang selera makan. Penggunaan MSG dalam makanan biasanya dilakukan dalam jangka waktu pemakaian yang cukup lama dan MSG diperjual belikan secara bebas (Wakidi, 2012).

Beberapa kali muncul kekhawatiran di media, terutama diwakili oleh Lembaga Konsumen, soal di pasaran ada berbagai produk makanan ringan dalam kemasan yang biasa dikonsumsi anak-anak, tidak mencantumkan kandungan MSG (vetsin). Kritik tersebut menyatakan, konsumsi MSG dalam jumlah tertentu mengancam kesehatan anak-anak. Menteri Kesehatan pun sudah memberi pernyataan yang meminta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menarik produk makanan kemasan yang tidak mencantumkan kandungan MSG


(18)

atau seberapa jauhkah sebenarnya MSG membahayakan kesehatan manusia (Ardyanto, 2004).

Dari berbagai macam penelitian yang umumnya dilakukan pada hewan percobaan dalam periode neonatal atau infant dengan pemberian MSG dosis tinggi melalui penyuntikan, telah ditemukan beberapa bukti bahwa MSG dapat menyebabkan nekrosis pada neuronhipotalamus, nukleus arkuata hipotalamus, kemandulan pada jantan dan betina, berkurangnya berat hipofisis, anterior, adrenal, tiroid, uterus, ovarium, dan testis, kerusakan fungsi reproduksi, dan berkurangnya jumlah anak (Wakidi, 2012).

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2005, terhadap tikus yang pada makanannya ditambah MSG 10 g/kgBB/hari, setelah 45 hari memperlihatkan adanya disfungsi metabolik berupa peningkatan kadar glukosa darah, triasilgliserol, insulin dan leptin (Farombi dan Onyema, 2006).

Penelitian yang lain menunjukkan bahwa pada tikus neonatus yang dipajankan MSG terjadi gangguan perkembangan testis, sel sertoli dan sel leydig pada masa prapubertasnya. Ternyata selain menyebabkan gangguan pada aksis neuroendokrin sistem reproduksi MSG juga mengakibatkan stres oksidatif yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi (Franca, dkk., 2006).

Penelitian lain yang dilakukan Pizzi, dkk., (1977) pada anak mencit jantan dan betina yang baru dilahirkan dengan melakukan penyuntikan MSG secara subkutan dari hari ke-2 sampai hari ke-11, dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mg/kgBB, diperoleh hasil tanda-tanda infertilitas, misalnya berkurangnya berat testis.


(19)

Menurut Blaycock (1997), penulis buku Excitotoxins “The Taste That Kills”, MSG adalah excitotoxin yaitu zat kimia yang merangsang dan dapat mematikan sel-sel otak. Blaycock menyatakan bahwa MSG dapat memperburuk gangguan saraf degeneratif seperti (attention deficit disorder). MSG juga meningkatkan resiko dan kecepatan pertumbuhan sel-sel kanker. Ketika konsumsi glutamat ditingkatkan, kanker tumbuh dengan cepat, dan kemudian ketika glutamat diblokir, secara dramatis pertumbuhan kanker melambat. Para peneliti telah melakukan beberapa eksperimen di mana mereka menggunakan pemblokir glutamat yang dikombinasi dengan pengobatan konvensional, seperti kemoterapi, dan hasilnya sangat baik. Pemblokiran glutamat secara signifikan meningkatkan efektivitas obat-obat anti kanker.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan pengujian efek

mutagenik MSG secara in vivo pada mencit dengan terbentuknya mikronukleus. Sebagai mutagen digunakan siklofosfamid. Metode ini dilakukan karena prosesnya mudah dan

tidak memerlukan alat dan biaya yang terlalu mahal dan metode ini paling umum

digunakan oleh peneliti untuk melihat efek mutagenik suatu senyawa tertentu (Sitorus,

2012).

Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau pada kromosom. Mutasi dapat dikaitkan dengan timbulnya beragam kelainan, termasuk penyakit kanker. Selain dapat terjadi secara spontan, mutasi juga dapat diinduksi oleh berbagai faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor penginduksi mutasi dikenal sebagai mutagen. Salah satu indikator terjadinya mutasi adalah adanya mikronukleus. Mikronukleus merupakan hasil mutasi dari kromosom utuh yang patah dan kemudian tampak sebagai nukleus berukuran


(20)

kecil di dalam suatu sel. Mikronukleus mudah diamati pada sel polikromatik eritrosit. Jumlah sel eritrosit polikromatik bermikronukleus menunjukkan tingkat kerusakan genetik dalam sistem eritropoitik suatu makhluk hidup (Purwadiwarsa, dkk., 2000).

Uji mikronukleus dikembangkan oleh Schamid (1975) dan Heddle (1973),

merupakan suatu metode pemeriksaan yang secara luas digunakan untuk mendeteksi efek


(21)

1.2 Perumusan Masalah

Apakah MSG dapat membentuk mikronukleus pada sel darah merah sumsum tulang femur mencit?

1.3 Hipotesis

MSG membentuk mikronukleus pada sel darah merah sumsum tulang femur mencit.

1.4 Tujuan Penelitian

Mengetahui efek MSG membentuk mikronukleus pada sel darah merah sumsum tulang femur mencit.


(22)

1.5Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian terdapat pada Gambar 1.1:

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter →→____

Pembanding, Pelet 10 g/hari+ Siklofosfamid 50 mg/kg BB

Pelet 7 g/hari+ MSG 3 g/hari

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Pelet 4 g/hari+

MSG 6 g/hari

Pelet 1 g/hari+ MSG 9 g/hari

Sel yang bermikronukleus

Jumlah mikronukleus Sel tidak

bermikronukleus Kontrol normal


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Monosodium Glutamat (MSG)

MSG adalah garamnatriumglutamat, zat aditifpada makananyangmeningkatkan cita rasa makanan yang ada dalammakanan kemasantanpamunculpadalabel.Hal inibisamenyebabkan masyarakat mengkonsumsiMSGdalam konsentrasi tinggi karena tidak ada dicantumkan kadar MSG dalam makanan kemasan (Ismail, 2012).

MSG kemudian menjadi bahan penambah rasa yang dipakai di seluruh dunia dan menjadi bahan penambah rasa yang banyak dipakai di Asia Tenggara. MSG banyak digunakan pada masakan Cina dan Asia Tenggara yang dikenal dengan nama ajinomoto, sasa, vetsin, dan miwon (Wakidi, 2012).

Asam glutamat adalah asam amino yang terdapat paling banyak dalam cairan otak dan sumsum tulang belakang, dan bekerja sebagai neurotransmitter. Asam glutamat merupakan komponen dari asam folat dan GTF (faktor toleransi glukosa) dan merupakan precursor dari GABA (gamma-amino butyric acid). Dalam usus, glutamat dirombak menjadi citrulin dan arginin, suatu regulator penting dari sistem imun. Dengan demikian, glutamat adalah esensial pula bagi baiknya fungsi usus dan pemeliharaan barrier mukosanya. Penggunaannya terutama sebagai garam natrium (MSG) untuk memperkuat rasa dalam makanan. Sebagai suplemen pada keadaan stress untuk memperbaiki kondisi lambung-usus dan sistem imun, juga guna memperbaiki fungsi otak. Efek sampingnya pada


(24)

dosis tinggi berupa sakit kepala, mual, muka menjadi merah, dan perasaan panas yang disebut sindroma restoran cina (Tan dan Rahardja, 2002).

Asam glutamat (asam bebas dari MSG) adalah unsur pokok dari protein yang terdapat pada bermacam-macam sayuran, daging, seafood, dan air susu ibu. Asam glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Asam glutamat terdiri dari 5 atom karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya berkaitan dengan NH2 yang menjadi ciri pada asam amino. Struktur kimia MSG sebenarnya tidak banyak berbeda dengan asam glutamat, hanya pada salah satu gugus karboksil yang mengandung hidrogen diganti dengan natrium. Gugus karboksil setelah diionisasi dapat mengaktifkan stimulasi rasa pada alat pengecap.

Rumus kimia dari MSG seperti yang terlihat pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) Sumber (Wakidi, 2012).

2.2 Beberapa Penelitian Terhadap MSG

Kadar asam glutamat dalam darah manusia mulai meningkat setelah konsumsi MSG 30 mg/kgBB/hari, yang berarti sudah mulai melampaui kemampuan metabolisme tubuh. Bila masih dalam batas terkendali, peningkatan kadar ini akan menurun kembali ke kadar normal atau seperti kadar semula dalam 3 jam, berarti rata-rata dalam sehari dibatasi penambahan maksimal 2,5-3,5 g


(25)

MSG (BB 50-70 kg), dan tidak boleh dalam dosis tinggi sekaligus. Sementara, satu sendok teh rata-rata berisi 4-6 g MSG (Maidawilis, 2010).

Efek MSGpadapalatabilitasdariduamakananeksperimentaldiselidiki pada36pria dan wanitasehat. MSGmeningkatkanperingkatpalatabilitas, denganoptimum pada0,6%. Mingguantesasupanbebasmenunjukkanbahwa subjekmakananeksperimentaldenganMSG0,6% ditambahmakansemakin lebihdan lebih cepat, menunjukkanpalatabilitasmeningkatdengan paparanberulang. Asupan MSGdifasilitasibeberapatapi tidak semuamakanantarget,dan efek positif(meningkatkalsium danasupan magnesium) atauefek negatif(asupan lemak meningkat) pada nutrisi. Hal inidisimpulkanMSGyang dapat bertindaksebagai peningkatpalatabilitasdalam konteksdiet. Hal ini dapatmemfasilitasijangka panjangasupandi keduaorangmuda dantuatetapi harusdimanfaatkandengan hati-hatisehinggameningkatkangizi (Bellisle, dkk., 1991).

Menurut Fahim, dkk., (1999) MSG menyebabkan penurunan kandungan histamin yang berarti dalam sistem saraf pusat. MSG menyebabkan kerusakan pada otak. MSG menyebabkan terjadinya obesitas dan gangguan pertumbuhan serta perkembangan tubuh pada tikus neonatal. Selain itu beberapa peneliti lain mengatakan bahwa MSG dapat menyebabkan gangguan endokrinal melalui mekanisme hipotalamus-hipofisis (Maidawilis, 2010).

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nizamuddin, (1993) dilaporkan bahwa pengaruh pemberian MSG peroral terhadap spermatogenesis dan kesuburan tikus jantan dewasa, dosis 2400, 4800 dan 9600 mg/kgBB/hari selama 49 hari, menimbulkan efek pengurangan diameter tubulus semniferus dan


(26)

menyebabkan gangguan spermatogenesis sesuai dengan besarnya dosis MSG yang diberikan.

Penelitian lain dilakukan pada anak mencit jantan dan betina yang baru dilahirkan dengan melakukan penyuntikan subkutan dari hari ke-2 sampai hari ke-11, dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mg/kgBB. Ternyata setelah dewasa, bila mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina yang diberi MSG, maka jumlah kehamilan dan jumlah anak berkurang secara bermakna pada mencit betina yang diberi MSG. Pada mencit betina dan mencit jantan yang diberi MSG, terjadi pengurangan berat kelenjar endokrin, yaitu pada kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, dan testis. Setelah dewasa, pada mencit betina yang diberi MSG terjadi kelambatan kanalisasi vagina dan mempunyai siklus estrus yang lebih panjang daripada kontrol. Setelah dewasa, pada mencit jantan yang diberi MSG didapatkan tanda-tanda fertilitas menurun, misalnya berkurangnya berat testis, hipofisis, dan underscended testis (Maidawilis, 2010).

Pada penelitian dengan menggunakan tikus jantan yang diberi MSG selama 15 hari (pajanan jangka pendek) dan 30 hari (pajanan jangka panjang). Pada penelitian ini disimpulkan bahwa salah satu mekanisme yang mungkin terjadi akibat dari efek toksik yang ditimbulkan oleh MSG pada sistem reproduksi mencit jantan adalah dengan cara menurunkan kadar asam askorbat testis (Nayanatara, dkk., 2008).

Pemberian MSG 4 g/kgBB secara intraperitonial pada tikus yang baru lahir selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia prapubertas dan dewasa ternyata menyebabkan terjadinya hiperleptinemia, hiperadiposit, dan peningkatan kadar kortikosteron, penurunan berat testis, jumlah sel sertoli dan sel leydig per


(27)

testis, serta penurunan kadar luteinizing hormon (LH), folicle stimulating hormone (FSH), thyroid (T), dan free T4 (FT4) (Miskowiak, dkk., 1993).

2.3Siklus Pembelahan Sel

Kegiatan yang terjadi dari satu pembelahan sel ke pembelahan berikutnya disebut siklus sel atau daur sel. Siklus sel dapat dilihat pada gambar 2.2:

Gambar 2.2 Siklus Pembelahan Sel

Siklus sel mencakup dua fase yaitu interfase dan fase mitosis atau fase pembelahan.

a. Interfase

Interfase terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap G1, S dan G2. G1 dimana terjadi aktivitas biosintesa yang tinggi. Tahap interfase sebenarnya kurang tepat bila disebut tahapan istirahat. Pada tahap ini meskipun kelihatannya sel tidak menunjukkan aktivitas, sebenarnya sel melakukan berbagai proses metabolisme. i. Fase S

Tahapan utama interfase adalah fase S karena pada tahapan ini terjadi replikasi DNA yang penting dalam proses pewarisan sifat. Antara tahap S (sintesis) dan M (mitosis) diperantarai oleh tahap G (gap) yang terdiri atas G1 dan G2.


(28)

Sel mengalami pertumbuhan dan persiapan pembelahan. Selain replikasi DNA serta pertumbuhan dan persiapan pembelahan, pada interfase juga terjadi proses penggandaan organel. Waktu yang dibutuhkan satu kali siklus bermacam-macam, tergantung jenis selnya. Lama G1 30-40% dari waktu daur. Tahap S yaitu merupakan tahap replikasi dan transkripsi DNA, dengan demikian sel anak mengandung bahan genetis yang sama dengan sel induk. Lamanya juga 30-40% dari waktu satu daur.

iii. Fase G2

Merupakan tahap persiapan diri sel untuk membelah. Nukleus masih nyata dibungkus membran inti mengandung satu atau lebih nukleolus. Dua sentrosom muncul di luar inti, terbentuk selama awal interfase melalui proses replikasi dari sentrosom tunggal. Kromosom telah menduplikasi (selama fase S) tetapi dalam keadaan ini tidak dapat dibedakan sendiri-sendiri, karena masih dalam bentuk serabut kromatin yang terkemas longgar. Pada periode ini semua bahan sitoplasma dan organel menjadi rangkap dua, lamanya 10-20% dari waktu daur. b. Mitosis

Fase mitosis terdiri dari profase, prometafase, metafase, anafase dan telofase.

Tahapan pembelahan inti ini masing-masing tidak sama waktunya. Fase mitosis atau fase

pembelahan, terdiri dari kariokinesis atau pembelahan nukleus dan sitokinesis atau

pembelahan sitoplasma.

i. Profase

Profase dimulai dengan memendeknya benang-benang kromatin dan terjadi penebalan yang kemudian menjadi kromosom.Tiap benang kromosom akan menggandakan diri membentuk kromatid. Dinding inti mulai menghilang.


(29)

Kromosom-kromosom akan menempatkan diri di bidang tengah sel. iii. Anafase

Kedua buah kromatid memisahkan diri dan bergerak menuju ke kutub sel yang berlawanan. Tiap kromatid hasil pembelahan itu memliki sifat keturunan yang sama. Mulai saat ini kromatid-kromatid itu menjadi kromosom baru.

iv. Telofase

Di tiap kutub sel terbentuk pasangan kromosom yang identik. Serabut gelendong inti lenyap dan dinding inti terbentuk lagi, kemudian plasma sel terbagi menjadi dua bagian.

Secara fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh sistem keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila pada individu terjadi apoptosis yang berlebihan, maka individu tersebut akan mengalami kemunduran fungsi dari suatu sistem organ yang dapat menimbulkan suatu penyakit. Demikian juga bila terjadi proliferasi sel secara berlebihan, maka akan terjadi massa tumor (Sudiana, 2008).

Pada awalnya, kematian sel dikenal melalui nekrosis dan onkosis. Namun setelah berkembangnya biologi molekuler, kematian sel dapat diidentifikasi lebih mendalam, yaitu melalui apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik (kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA). Apoptosis ini dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut:

a. Apotosis fisiologis

Apoptosis fisiologis, yaitu kematian sel yang diprogram. Proses kematian sel ini sangat erat kaitannya dengan suatu enzim yang dikenal dengan telomerase. Pada sel embrional enzim ini mengalami aktivasi, sedangkan pada sel somatik enzim


(30)

ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel yang bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas.

Telomer yang terletak pada ujung kromosom merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam melindungi kromosom. Pada sel normal, telomer ini akan mengalami pemendekan pada waktu sel melakukan pembelahan diri. Bila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu sebagai akibat dari pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya, akan terjadi fragmentasi kromosom dan akhirnya sel mengalami apotosis secara fisiologis. Namun pada sel ganas, pemendekan telomer sampai level kritis tidak akan terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivitas dari enzim ribonukleoprotein (telomerase) secara terus-menerus, dimana enzim ini sangat berperan dalam sistesis telomeric DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan pada pembentukan telomer dapat dibentuk secara terus-menerus dan keberadaan ukuran telomere pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Pada sel normal, aktivitas telomerase waktunya terbatas, tetapi pada sel kanker enzim ini sangat aktif, sehingga terjadi pemblokiran proses pemendekan telomere pada waktu pembelahan diri.

b. Apotosis patologis

Apoptosis patologis yaitu kematian sel karena adanya suatu rangsangan. Proses kematian sel ini dapat melalui beberapa jalur, antara lain sebagai berikut:

i. Aktivitas p-53

Terjadinya apoptosis yang dipicu oleh aktivitas p-53 karena sel yang bersangkutan memiliki gen yang cacat. Kecacatan gen dalam suatu sel dapat dipicu oleh banyak faktor, anatara lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus. Gen yang cacat dapat memicu ativitas beberpa enzim seperti PKC dan CPK-K2, dimana kedua enzim ini memicu aktivitas p-53. p-53 merupakan faktor transkripsi


(31)

terhadap pembentukan p-21. Peningkatan p-21 yang disintesis akan menekan semua CDK (cyclin dependent kinase), dimana siklus pembelahan sel sangat tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin.

Apabila terjadi peningkatan p-21, maka semua CDK akan ditekan. Dengan terjadinya penekanan semua CDK pada fase siklus sel, maka siklus sel akan berhenti. Saat siklus sel berhenti, p-53 akan memicu aktivitas BAX di mana protein BAX ini akan menekan aktivitas BCL-2 pada membran mitokondria, sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran dari mitokondria. Perubahan ini mengakibatkan terjadi pelepasan C ke sitosol. Di sitosol, cytokrom-C akan mengaktivasi Apaf-1 yang selanjutnya akan mengaktivasi kaskade kaspase dan kaspase yang aktif ini akan mengaktifkan DNA-se. Kemudian DNA-se yang aktif akan menembus membrane inti dan merusak DNA, sehingga DNA sel yang bersangkutan rusak (fragmentasi) dan akhirnya sel akan mengalami kematian (apoptosis).

ii. Jalur sitotoksik

Terjadinya apoptosis melalui jalur sitotoksik ini dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen yang cacat. Dengan adanya kecacatan gen ini, maka sel akan mengekspresikan protein asing. Protein asing yang dihasilkan dapat bersifat imunogenik, sehingga memicu terjadinya proses pembentukan antibodi. Antibodi yang terbentuk dapat menempel pada permukaan sel tertentu, hal ini terjadi karena ada beberapa sel yang pada membrannya memiliki FC receptor dari antibodi, antara lain sel killer.

Adanya ikatan sel killer tersebut akan melepaskan suatu enzim yang disebut sitotoksin. Sitotoksin yang dilepas oleh sel killer tersebut mengandung perforin


(32)

dan granzyme. Perforin dapat memperforasi membran sel yang memiliki gen cacat, kemudian granzyme dimasukkan ke dalam sel cacat tersebut. Granzyme tersebut akan mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif ini mengaktivasi DNA-se, DNA-se inilah yang merusak DNA yang berada dalam inti, sehingga sel mengalami kematian/apoptosis (Sudiana, 2008).

2.4Siklofosfamida

Siklofosfamid sebagai agen alkilasi bekerja lewat timbulnya efek sitotoksik melalui pemindahan gugus alkilnya ke berbagai unsur sel. Alkilasi DNA di dalam nukleus merupakan interaksi utama yang menyebabkan kematian sel. Tempat alkilasi utama di dalam DNA adalah posisi N7 guanin. Sistem sitokrom P450

mixed function axidase mikrosoma hati mengubah siklofosfamid menjadi 4-hidroksisiklofosfamid yang seimbang dengan aldofosfamid. Metabolit-metabolit

aktif ini dibawa aliran darah ke jaringan tumor dan jaringan sehat, dimana pemecahan nonenzimatik dari aldofosfamid menjadi bentuk sitotoksik fosforamid

mustard dan akrolein. Hati terlindung oleh adanya pembentukan 4-ketosiklofosfamid dan karboksifosfamid, metabolit inaktif yang terbentuk

secara enzimatik (Salmon dan Sartorelli, 1998).


(33)

Gambar 2.3Siklofosfamida Deskripsi:

a. Nama dan Struktur kimia: 2-[Bis(2-kloroetil)amino]tetrahidro-2H-1,3,2-oksazafosforin 2-oksida monohidrat [6055-19-2].

b.Sifat fisikokimia: Serbuk hablur, putih, pada penghabluran terbentuk molekul air. Larut dalam air dan dalam etanol.

c. Sediaan : Siklofosfamid tersedia dalam bentuk kristal 100, 200, 500 mg dan 1,2 gram untuk suntikan, dan tablet 25 dan 50 mg untuk pemberian per oral. d. Mekanisme kerja: Siklofosfamid merupakan obat yang dalam tubuh mengalami

konversi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi 4-hidroksisiklofosfamid dan aldofosfamid yang merupakan obat aktif. Aldofosfamid selanjutnya mengalami perubahan non enzimatik menjadi fosforamid dan akrolein. Efek siklofosfamid dipengaruhi oleh penghambat atau perangsang enzim metabolismenya. Sebaliknya, siklofosfamid sendiri merupakan perangsang enzim mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi aktivitas obat lain (Depkes, 1995).

2.5Gen

Secara struktur, gen merupakan unit dasar dari materi hereditas yang terdapat dalam kromosom. Secara molekuler gen merupakan seluruh rangkaian asam inti yang dibutuhkan untuk pembentukan suatu produk gen fungsional (ribonucleic acid (RNA) maupun polipeptida). Gen memiliki fungsi tertentu pada sel, diantaranya disebut dengan proto-onkogen, berfungsi untuk mengatur


(34)

pembelahan, pertumbuhan, dan mengatur komunikasi satu sel dengan sel lainnya, serta mengatur apoptosis. Selain itu ada gen yang berfungsi untuk menghambat proliferasi sel dengan cara menghambat progresi dan diferensiasi sel yang disebut dengan tumor supresor gen (Macdonald, dkk., 2004).

2.6 Mutasi

Mutasi merupakan perubahan materi genetik yang berupa gen atau kromosom dari suatu individu dan diwariskan ke generasi berikutnya. Mutasi yang terjadi pada sel-sel gamet (sel kelamin) akan bersifat menurun, tetapi jika mutasi tersebut terjadi pada sel-sel somatik (sel tubuh) maka perubahan itu hanya terjadi pada individu tersebut dan tidak bersifat menurun. Secara garis besar, terdapat dua macam mutasi, yaitu mutasi yang mempengaruhi gen dan mutasi yang mempengaruhi keseluruhan kromosom. Mutasi gen pada tingkat nukleotida disebut mutasi titik, mutasi pada tingkat kromosom disebut mutasi besar (Karmana, 2008).

Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau pada kromosom. Mutasi dapat dikaitkan dengan timbulnya beragam kelainan, termasuk penyakit kanker. Selain dapat terjadi secara spontan, mutasi juga dapat diinduksi oleh berbagai faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor penginduksi mutasi dikenal sebagai mutagen (Purwadiwarsa, 2000).


(35)

Mutasi pada salah satu atau kedua gen tersebut dapat menyebabkan ketidakstabilan gen dan akan menyebabkan terjadinya gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan sel (Macdonald, dkk., 2004).

Mutasi merupakan perubahan turun temurun pada materi genetik yang menimbulkan berbagai bentuk kelainan gen. Secara garis besar terdapat dua tipe mutasi yaitu yang mempengaruhi gen dan seluruh kromosom (menyebabkan kerusakan kromosom). Mutasi dapat terjadi secara spontan maupun melalui induksi. Mutasi sebenarnya terjadi pada sel secara terus menerus, namun frekuensinya sangat rendah dalam kondisi normal, dan banyak mutasi yang berbahaya namun beberapa tidak menyebabkan pengaruh apa-apa pada sel. Kesalahan pada saat replikasi gen pada molekul deoxyribonucleic acid (DNA) dapat menyebabkan terjadinya insersi (penyisipan), delesi (penghapusan), dan substitusi (penggantian) satu atau lebih basa akan menimbulkan mutasi (Sitorus, 2012).

b. Mutasi kromosom

Kromosom merupakan suatu badan yang didalamnya mengandung banyak gen. Kromosom dapat mengalami mutasi karena adanya perubahan struktur atau susunan dan jumlah kromosom. Mutasi ini disebut juga dengan mutasi besar (gross mutation) karena susunan kromosom mengandung banyak gen, sehingga jika terjadi mutasi pada kromosom akan menimbulkan perubahan fenotipe yang lebih besar.

Menurut Karmana, (2008) mutasi kromosom terdiri atas dua macam, yaitu: i. Mutasi karena perubahan jumlah kromosom


(36)

Mutasi yang terjadi karena perubahan jumlah kromosom disebut ploidi yang macamnya sebagai berikut:

- Euploidi, mutasi yang melibatkan pengurangan atau penambahan dalam perangkat kromosom.

- Aneuploid, mutasi yang melibatkan perubahan pada seluruh genom, tetapi terjadi pada salah satu kromosom dari genom.

ii. Mutasi struktur kromosom

Perubahan struktur kromosom mengakibatkan kerusakan bentuk kromosom yang disebut aberasi.

2.6.1 Mutagen

Mutagen dapat menimbulkan kerusakan DNA sel, seperti sel telur atau sperma manusia yang dapat menurunkan kesuburan, aborsi spontan, cacat lahir, dan penyakit keturunan, selain itu mutagen juga dapat menyebabkan tumor baik pada hewan maupun manusia (Macdonald, dkk., 2004).

Mutagen yaitu agen yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi dalam sel. Mutagen tersebut dapat berupa fisika, kimia, radiasi-pengion, sinar uv dan obat-obatan.Mutagen yang pertama kali ditemukan yaitu gas mustard yang dikenal sebagai agen pengalkilasi. Beberapa tahun yang lalu, hampir seluruh mutagen kuat diketahui sebagai karsinogen yang dapat menyebabkan kanker (Sitorus, 2012).

Macam-macam penyebab mutasi dapat dibedakan sebagai berikut: a. Mutasi alami (spontan)

Mutasi alami adalah perubahan yang terjadi secara alamiah atau dengan sendirinya, diduga faktor penyebabnya adalah panas, radiasi sinar kosmis, sinar


(37)

ultraviolet matahari, radiasi dan ionisasi internal mikroorganisme serta kesalahan DNA dalam metabolisme.

b. Mutasi buatan

Mutasi buatan adalah mutasi yang disebabkan oleh usaha manusia, antara lain: i. Faktor fisika (radiasi)

- Agen mutagenik dari faktor fisika berupa radiasi.

- Radiasi yang bersifat mutagenik antara lain berasal dari sinar ultraviolet, sinar gamma, sinar-X, dan sinar-sinar lain yang mempunyai daya ionisasi. - Radiasi yang sering digunakan untuk kegiatan mutasi buatan untuk proyek

bibit unggul biasanya menggunakan Radi Isotop.

- Radiasi yang dipancarkan oleh bahan yang bersifat radioaktif misalnya Uranium, polonium, dan lain-lain.

-Suatu zat radioaktif dapat berubah secara spontan menjadi zat lain yang mengeluarkan radiasi.

- Sinar tampak gelombang radio dan panas dari matahari atau api, juga membentuk radiasi, tapi tidak merusak.

ii. Faktor kimia - Analog basa

Senyawa yang termasuk golongan ini adalah yang memiliki struktur molekul sangat

mirip dengan yang dimiliki basa yang lazimnya terdapat pada DNA.

- Agen pengubah basa

Senyawa-senyawa yang tergolong agen pengubah basa adalah mutagen yang secara

langsung mengubah struktur maupun sifat kimia basa.


(38)

Mutagen kimia berupa agen interkalasi bekerja dengan cara melakukan insersi

antara basa-basa berdekatan dengan pada satu atau dua untaian DNA. Jika agen

interkalasi melakukan insersi antara pasangan basa yang berdekatan pada DNA

template maka suatu basa tambahan dapat diinsersikan pada untaian DNA baru

berpasangan dengan agen interkalasi.

iii.Faktor biologi

Mutasi yang disebabkan oleh bahan biologi atau makhluk hidup terutama mikroorganisme, yaitu: virus, bakteri dan penyisipan DNA. Virus dan bakteri diduga dapat menyebabkan terjadinya mutasi. Tidak kurang dari 20 macam virus dapat menimbulkan kerusakan kromosom. Bagian dari virus yang mampu mengadakan mutasi adalah asam nukleatnya, yaitu DNA (Indranatan, 2012).

2.7 Uji Mikronukleus Secara In Vivo

Mikronukleus atau jamaknya mikronuklei adalah anak inti sel berbentuk bulat kecil yang berada di sekitar sitoplasma sel limfosit dan mempunyai ukuran kurang lebih 1/5 bagian dari inti sel induknya (limfosit). Para peneliti menganggap bahwa terbentuknya mikronuklei ini berasal dari fragmen asentrik atau kromosom yang tertinggal pada waktu sel melakukan mitosis sebagai hasil kerusakan atau cacat pada benang kromosom, sehingga mikronukleus ini mulai terbentuk pada stadium telofase.


(39)

Gambar 2.4 Pembentukan Mikronukleus

Sumber (Durling, 2008).

Mikronukleus adalah fragmen kromosom atau kromosom utuh yang tertinggal dalam sitoplasma selama mitosis. Pada beberapa spesies, kita dapat mengukur pembentukan mikronukleus darah perifer secara spontan (Batista, dkk., 2006).

Salah satu indikator terjadinya mutasi adalah adanya mikronukleus. Mikronukleus merupakan hasil mutasi dari kromosom utuh yang patah dan kemudian tampak sebagai nukleus berukuran kecil di dalam suatu sel. Mikronukleus mudah diamati pada sel polikromatik eritrosit. Jumlah sel eritrosit polikromatik bermikronukleus menunjukkan tingkat kerusakan genetik dalam sistem eritropoitik suatu makhluk hidup (Purwadiwarsa, 2000).

Uji mikronukleus secara in vivo adalah satu metode yang penting untuk menilai sifat genotoksisitas suatu senyawa. Uji mikronukleus secara invivo sebagian besar dilakukan pada tikus. Sel eritrosit adalah salah satu jenis sel yang paling cocok untuk dilakukan pengukuran pada penginduksian mikronukleus karena kurangnya inti utama sel tersebut. Inti utamanya diekstruksi selama pematangan eritroblast (Durling, 2008).

Uji mikronukleus digunakan untuk mendeteksi kerusakan kromosom atau gangguan

proses mitosis sel eritroblast yang disebabkan oleh suatu senyawa penginduksi tertentu.

Sampel yang dianalisa adalah sel darah merah pada sumsum tulang dan atau sel darah

perifer hewan, biasanya hewan pengerat (Sitorus, 1997).

Metode mikronukleus digunakan sebagai indikator untuk kerusakan kromosom.


(40)

(persentase 90-100%), sedangkan sel dengan 2-3 mikronukleus (persentase 0-10%).

Metode mikronukleus mudah dipelajari dan waktu yang diperlukan untuk mengamatinya

singkat(Lusianti, dkk., 1996).

Pada mikronukleus, umumnya digunakan sumsum tulang hewan pengerat, karena:

a. Hewan pengerat sering digunakan sebagai model untuk respon biologis manusia. Ukuran tubuh yang kecil memudahkan dalam penanganan, sehingga sering digunakan dalam percobaan in vivo.

b. Sumsum tulang mudah diambil, kemudian dihapuskan di slide dan diwarnai. Tidak ada kultur jaringan, dan slide dapat segera diamati. Di sumsum tulang juga banyak ditemukan eritrosit sehingga mempermudah pengamatan dan meningkatkan keakuratan.

c. Pembentukan eritrosit di sumsum tulang berlangsung terus-menerus, dan sensitif terhadap efek dari mutagen (Tardiff, 1994).


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel, penyiapan

hewan uji, dan pengolahan data. Data dianalisis secara ANOVA (analisis variansi) dan

dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey menggunakan program SPSS (statistical product and service solution) versi 18.

3.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, neraca kasar (ohaus), neraca digital (vibra), stopwatch, mortir dan stamfer, neraca hewan (presica), spuit ukuran 1 ml, alat bedah (wells spencer), mikroskop (boeco, BM-180, halogen lamp), sentrifugator (dynamica, velocity 18R), politube, mikrotube, kamera digitalMDCE-5A.

3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah MSG, makanan hewan berupa pelet, metanol, larutan giemsa, minyak emersi, NaCl 0,9%, serum darah sapi (SDS) dan siklofosfamid (Cyclovid®, Novell).

3.3 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan dan betina berumur 2-3 bulan dengan berat badan 18-30 g sebanyak 30 ekor. Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu mencit dipelihara selama kurang lebih satu minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan lingkungannya.


(42)

Pengujian efek mutagenik meliputi penyiapan hewan penelitian, penyiapan makanan hewan, penyiapan larutan siklofosfamid (LS), penyiapan serum darah sapi (SDS), pengujian pada mencit, pembuatan preparat apusan sumsum tulang femur dan pengamatan apusan pada mikroskop.

3.4.1 Penyiapan hewan percobaan

Hewan yang digunakan adalah mencit dengan berat 18-30 g sebanyak 30 ekor dibagi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 ekor mencit.

Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama kurang lebih satu minggu untuk menyesuaikan lingkungan, mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan makanannya.

3.4.2 Penentuan dosis MSG yang digunakan LD50 MSG = 16.600 mg

= 16.6 g

Untuk dosis yang digunakan pada mencit adalah 1/6 dari LD50, yaitu: 1/6 x 16,6 g = 2,76 g ≈ 3 g

Setelah didapat 1/6 dari LD50 yaitu 3 g, kemudian di beri dosis kelipatan menjadi 3 g, 6 g, dan 9 g (Wikipedia, 2012).

3.4.3 Pembuatan amylum 5%

Amylum sebanyak 5 g dicampurkan pada lumpang yang berisi air panas, aduk homogen sampai terbentuk massa yang jernih, kemudian tambahkan aquadest sampai dengan 100 ml.


(43)

3.4.4 Penyiapan makanan hewan Formula pembuatan makanan mencit:

MSG 3 g 6 g 9 g

Amylum 0,1% 0,1% 0,1% Nipagin 0,1 g 0,1 g 0,1 g Pelet ad 10 g ad 10 g ad 10 g

Pembuatan makanan hewan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

MSG digerus ke dalam lumpang, ditambahkan nipagin 0,1 g dan amylum. Amylum yang diambil adalah 0,1% yaitu sebanyak 2 ml dari pembuatan amylum 5%, lalu digerus sampai homogen, kemudian ditambahkan pelet sampai dengan 10 g, gerus sampai homogen, lalu cetak menjadi pelet baru yang mengandung MSG.

3.4.5 Penyiapan larutan siklofosfamid (LS) 0,5% (b/v)

Pembuatan LSdilakukan dengan cara sebagai berikut: ditimbang sebanyak 25 mg siklofosfamid (serbuk) kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 5 ml, ditambahkan larutan fisiologis [NaCl 0,9% (b/v)] sampai batas tanda.

3.4.6 Pembuatan serum darah sapi (SDS)

Serum diperoleh dari darah sapi segar. Darah ditampung langsung menggunakan vakum tube saat penyembelihan hewan. Vakum tube ditutup dan didiamkan lebih kurang 30 menit, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit. Diambil cairan yang berwarna bening kekuning-kuningan (bagian atas) yang merupakan serumnya.


(44)

Pengujian efek mutagenik dilakukan dengan cara uji mikronukleus dengan modifikasi.Hewan penelitian dikelompokkan menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor hewan percobaan. Kelompok tersebut adalah:

- Kelompok I : Kontrol normal, diberikan pelet secara per oral l0 g/hari, selama

14 hari.

- Kelompok II : Perlakuan, diberikan pelet 7 g/hari yang dicampurkan dengan

MSG 3 g/hari selama 14 hari.

- Kelompok III : Perlakuan, diberikan pelet 4 g/hari yang dicampurkan dengan

MSG 6 g/hari selama 14 hari.

- Kelompok IV : Perlakuan, diberikan pelet 1 g/hari yang dicampurkan dengan

MSG 9 g/hari selama 14 hari.

- - Kelompok V : Pembanding, diberikan pelet 10 g/hari selama 14 hari,

dan pada hari ke-15 di induksi dengan LS 50 mg/kgBB secara

i.p.

- Setelah 30 jam pemberian siklofosfamid, semua mencit penelitian dibunuh dengan

cara dislokasi leher dan diambil sumsum tulang femurnya dengan cara diaspirasi

menggunakan spuit yang berisi SDS sebanyak 0,3 ml dan ditampung di dalam mikrotube

(Khrisna dan Hayashi, 2000; Purwadiwarsa, dkk., 2000; Khumphant, dkk., 2002).

3.4.8 Pembuatan preparat apusan sumsum tulang femur

Campuran sumsum tulang dan SDS dalam mikrotub diputar (disintrifuge) dengan kecepatan 1200 rpm selama 5 menit, kemudian supernatannya dibuang. Endapannya disuspensikan kembali dengan dua tetes SDS, kemudian satu tetes suspensi sel diambil dan diletakkan ke atas objek glass, dengan menggunakan objek glass yang lain, sel dihapuskan menjadi preparat apusan. Kemudian slide dikeringkan, difiksasi dengan metanol selama 10 menit. Kemudian diberikan pewarna giemsa dibiarkan 30 menit, dibuang zat warna dengan dibilas dengan air


(45)

yang mengalir kemudian apusan dikeringkan (Khrisna dan Hayashi, 2000; Sofyan, 2005).

3.4.9 Pengamatan apusan

Data pengamatan masing-masing hewan harus dipresentasikan dalam bentuk tabel. Jumlah eritrosit polikromatik bermikronukleus maupun tidak bermikronukleus dihitung paling tidak sebanyak 200 sel (EPA, 1998). Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10×100 dengan bantuan minyak immersi (Khrisna dan Hayashi, 2000).

3.5 Analisis Data

Data hasil penellitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 18. Data hasil

penelitian ditentukan homogenitas dan normalitasnya untuk menentukan analisis statistik

yang digunakan. Data dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA satu arah dengan nilai

signifikansi, p<0,05 dianggap signifikan. Kemudian dilakukan uji lanjutan Post Hoc

Tukey untuk mengetahui melihat perbedaan jumlah rata-rata kritis mikronukleus antar


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Efek Mutagenik

Gambar pengamatan sel pada apusan sumsum tulang femur mencit pada mikroskop cahaya dengan pewarna giemsa dan perbesaran 400x dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.

A B

C D

Gambar 4.1 Sel-sel yang diamati pada apusan sumsum tulang femur mencit Keterangan gambar:

A : Sel eritrosit polikromatik bermikronukleus (MSG 3 g) B : Sel eritrosit polikromatik bermikronukleus (MSG 6 g) C : Sel eritrosit polikromatik bermikronukleus (MSG 9 g) D : Sel eritrosit polikromatik tidak bermikronukleus

Secara teoritis mikronukleus merupakan kromatin sitoplasmik yang tampak sebagai inti kecil terbentuk dari patahan kromosom yang diasingkan dari inti (nukleus) pada tahap anafase pembelahan sel. Setelah mencapai tahap


(47)

telofase, elemen sentris menjadi inti sel anak, sedang fragmen kromosom yang tertinggal tetap berada pada sitoplasma membentuk inti kecil yang disebut mironukleus. Zat asing bersifat mutagen seperti MSG, berpengaruh pada proses pembelahan sel. Kanker berawal dari kelainan gen yaitu pada kromosom. Terjadinya kerusakan kromosom yang mengarah ke kanker, dapat termanifestasikan sebagai terbentuknya mikronukleus (Sumpena, dkk., 2009). Jadi terbentuknya mikronukleus setelah pemberian MSG menandakan bahwa MSG mutagenik. Pada penelitian ini sumsum diambil dari tulang femur atas pertimbangan bentuk tulang femur lurus dan ukurannya relatif besar, sehingga pengambilan sumsum lebih mudah. Struktur mikronukleus yang teramati di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali tampak sebagai bintik hitam berbentuk bulat atau hampir lonjong, terletak eksentrik atau agak perifer pada sel polychromatic erythrocyte (PCE). Pengamatan mikronukleus pada preparat dilakukan dengan mikroskop dengan pembesaran 400 kali. Pada sumsum tulang terdapat berbagai variasi tipe sel yang dapat digunakan untuk penghitungan mikronukleus. Untuk mengurangi jumlah variabel pengganggu yang dapat mempengaruhi pengamatan, maka pemeriksaan mikronukleus hanya dilakukan pada satu tipe sel yaitu hanya pada sel PCE. Keuntungannya adalah sel PCE pada preparat mudah dikenali dari warnanya yang relatif kontras dibandingkan sel lain. Sel PCE merupakan sel eritrosit muda yang baru mengalami mitosis dan sintesis deoxyribonucleic acid (DNA), mengandung banyak ribosom serta memiliki inti. Selain warnanya relatif kontras, ukurannya relatif besar dan penyebarannya terbatas dibandingkan dengan sel lain maupun sel eritrosit dewasa atau sel eritrosit normokromatik (NCE). Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengamati


(48)

struktur mikronukleus pada sel PCE selanjutnya disebut micronucleus polychromatic erythrocyte (MNPCE) dan menghitungnya untuk tiap 200 sel PCE. Nilai frekuensi MNPCE yang cukup tinggi setelah pemberian MSG menunjukkan bahwa mutagenisitas MSG cukup tinggi. Hingga saat ini belum ada ketentuan nilai batas ambang frekuensi MNPCE. Akan tetapi mengingat terjadinya kanker melewati proses yang panjang dan dapat berawal dari setitik kelainan, maka kenaikan frekuensi MNPCE sekecil apapun perlu disikapi.

Sel eritrosit adalah salah satu jenis sel yang paling cocok untuk dilakukan pengukuran pada penginduksian mikronukleus, karena hilangnya inti utama sel tersebut selama pematangan eritroblas, selain itu, pada sumsum eritrosit dibentuk terus-menerus dari eritroblas (Durling, 2008).

Jumlah mikronukleus sel-sel eritosit polikromatik pada kelompok pembanding (diinduksi siklofosfamid) dan kelompok perlakuan yang diberikan MSG 9 g pada mencit jantan dan betina memberikan hasil yang paling banyak dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya.

Siklofosfamid merupakan salah satu agen kemoterapi yang bersifat sitotoksik yang akan bekerja langsung pada ribosanucleic acid (RNA) atau DNA, dan menyebabkan terjadinya peristiwa pengikatan silang (cross-linking) pada DNA, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya patahan kromosom dan dapat terlihat sebagai mikronukleus (Santella, 2002; Purwadiwarsa, 2000).


(49)

Tabel 4.1 Jumlah rata-rata mikronukleus ±SD pada masing-masing apusan sumsum tulang femur mencit.

Jumlah mikronukleus

Mencit

Kelompok Perlakuan Jantan Betina

I Pelet 10 g 0 ± 0 0 ± 0 II MSG 3 g 176,67 ± 3,51 156,33 ± 7,02 III MSG 6 g 190,33 ± 6,81 183 ± 11,14 IV MSG 9 g 247,67 ± 33,32 221,33 ± 19,73 V Pelet, di induksi 263,33 ± 7,51 234,33 ± 4,51

Dengan siklofos- Famid. i.p. 50 mg/ kgBB (i.p. dosis tunggal).

Untuk lebih jelas, dapat dilihat grafik pada Gambar 4.2 dibawah ini.

Gambar 4.2 Grafik hasil pengukuran jumlah rata-rata mikronukleus pada 200 sel eritrosit polikromatik

Pada Gambar 4.2 dapat dilihat jumlah mikronukleus mencit jantan dan betina pada sel eritrosit polikromatik kelompok pembanding tidak jauh berbeda dengan

0 100 200 300 jum la h m ik ro nuk le us Perlakuan

Perlakuan Vs Jumlah Mikronukleus

Mencit Jantan Mencit Betina


(50)

jumlah mikronukleus pada sel eritrosit polikromatik kelompok pemberian MSG dosis 9 g.

Tabel 4.2Hasil analisis Post Hoc Tukey menggunakan SPSS 18 Mencit Jantan.

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Kontrol normal 3 .00

MSG 3 g 3 176.67

MSG 6 g 3 190.33

MSG 9 g 3 247.67

Pembanding 3 263.33

Sig. 1.000 .818 .738

Tabel 4.3Hasil analisis Post Hoc Tukey menggunakan SPSS 18 Mencit Betina.

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Kontrol normal 3 .00

MSG 3 g 3 156.33

MSG 6 g 3 183.00

MSG 9 g 3 221.33

Pembanding 3 234.33

Sig. 1.000 .076 .599

Berdasarkan grafik yang terdapat pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa peningkatan jumlah mikronukleus sel eritrosit polikromatik bertambah seiring dengan meningkatnya dosis MSG yang diberikan. Pemberian MSG dosis 9 g/hari pada mencit jantan memberikan efek peningkatan jumlah mikronukleus yang paling kuat (jumlahnya 278) dan pada mencit betina juga memberikan efek peningkatan jumlah mikronukleus yang paling kuat (jumlahnya 244),ditunjukkan dalam Tabel 4.2 dan Tabel 4.3, bahwa kelompok pembanding dan pemberian MSG 9 g/hari terdapat dalam satu kolom yang sama, sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik jumlah mikronukleusnya dengan


(51)

kelompok pembanding (jumlahnya 271) pada mencit jantan dan kelompok pembanding (jumlahnya 239) pada mencit betina.

Berdasarkan hasil uji analisis ditunjukkan bahwa MSG berpotensi sebagai mutagenik, karena pemberian MSG pada dosis 3 g, 6 g, dan 9 g, mampu meningkatkan jumlah mikronukleus secara signifikan dibanding dengan kontrol normal dan peningkatan jumlah mikronukleus tersebut bisa mendekati jumlah mikronukleus pada kelompok pembanding.

Pengujian efek mutagenik pada penelitian ini dilakukan secara in vivo pada mencit jantan dan betina dengan metode uji mikronukleus menggunakan siklofosfamid (50 mg/kgBB) yang diberikan secara intraperitonial sebagai penginduksi mutagenik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap mencit, MSG dengan dosis 3 g, 6 g dan 9 g menyebabkan mutagenik dan aktivitas mutagenik ditunjukkan oleh adanya peningkatan jumlah mikronukleus dalam setiap 200 sel eritrosit polikromatik pada preparat apusan sumsum tulang femur mencit, dimana dapat dilihat dengan terbentuknya mikronukleus yang merupakan salah satu indikator terjadinya mutasi. Tetapi jumlah mikronukleus yang paling banyak terbentuk adalah MSG dengan dosis 9 g/hari dengan jumlah 278 pada mencit jantan dan 244 pada mencit betina. Dari hasil pengamatan rata-rata mencit mengkonsumsi makanan 0,9 g/hari dari 10 g/hari makanan yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa mencit mengkonsumsi MSG sekitar 1 g/hari. Dari hasil tersebut, faktor konversi dari dosis mencit dengan berat 20 g terhadap manusia dengan berat badan 70 kg adalah 387,9 maka dosis kepada manusia yang memberikan efek yang sama yaitu 387,9 g/hari. Masyarakat Indonesia rata-rata mengkonsumsi


(52)

MSG sekitar 0,6 g/kgBB (Prawirohardjono, dkk., 2000). Dari hasil tesebut, jika perharinya manusia dengan berat 70 kg mengkonsumsi 42 g/hari, maka pada hari ke-9 akan menimbulkan terjadinya mutasi dengan terbentuknya mikronukleus yang merupakan gejala-gejala penyebab kanker pada manusia.


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: MSG dengan dosis 3 g, 6 g dan 9 g pada mencit jantan dan

betina menyebabkan terbentuknya mikronukleus pada sel darah merah sumsum tulang femur mencit. Hasil analisis statistik secara signifikan terhadap kelompok kontrol (p<0,05) menunjukkan bahwa pemberian MSG meningkatkan jumlah mikronukleus pada 200 sel eritrosit polikromatik yang terdapat pada apusan sumsum tulang femur mencit. Pemberian MSG dosis 9 g menunjukkan jumlah mikronukleus yang lebih banyak dibandingkan dosis yang lain (jumlahnya 278) pada mencit jantan, dan (jumlahnya 244) pada mencit betina.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efek MSG terhadap organ lain seperti hati, ginjal dan otak.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Ardyanto, T.D. (2004). MSG dan Kesehatan: Sejarah, Efek dan Kontroversinya. Kesehatan. 16(1): 1.

Batista G.C.M., Corona, R.J.R., Gomez, M.B.C., Zamora, P.A.L., Ramos, I.M.L., dan Zuniga, G.G.M. (2006). Micronucleated Erythrocytes In Relation to Maternal Pathology. Enero-Marzo. 17(1): 12.

Bellisle, F., Monneuse, M.O., Chabert, M., Larue, A.C., Lanteaume, M.T., dan Louis, S.J. (1991). Monosodium Glutamate As a Palatability Enhancer in the European Diet. Physiol Behav. 49(5):869-73.

Blaylock, R. (1997). Excitotoxins – The Taste That Kills. Albuquerque: NM. Health Press NA. Halaman 1-2.

Depkes. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 266.

Durling, L. (2008). The Effect on Chromosomal Stability of Some Dietary Constituents.Dissertation.Uppsala: Uppsala Universited.

EPA. (1998). Health Effects Test Guidelines OPPTS 870.5395 Mammalian Erythrocyte Micronucleus Test. Washington: Government Printing Office. Halaman 6.

Farombi, E.O., dan Onyema, O.O. (2006). Monosodium Glutamat-Induced Oxidative Damage and Genotoxicity in the Rat: Modulatory Role of Vitamin C, Vitamin E and Quercetin. Human & Experimental Toxicology. 25(5):251-259.

Franca, L.R., Suescun, M.O., Miranda, J.R., Giovambattista, A., Perello, M., Spinedi, E., dan Calandra, R.S. (2006). Testis Structure and Function in a Nongenetic Hyperadipose Rat Model at Prepubertal and Adult Ages. Endocrinology. 147(3): 1556-1663.

Franco, E.L., dan Rohan, T.E. (2002). Cancer Precursors: Epidemiology, Detection, and Prevention. New York: Springer. Halaman 23.

Indranatan, R. (2012). Pengertian Mutasi dan Sebab-Sebab Mutasi. Diakses 25 Juli

Ismail, N.H. (2012). Assessment of DNA Damage In Testes From Young Wistar Male Rat Treated With Monosodium Glutamate. Life Science Journal. 9(1): 1.

Karmana, O. (2008). Biologi. Editor: Andri Nurdiansyah. Cetakan I. Bandung: Gravindo Media Pratama. Halaman 147-154.


(55)

Krishna, G., dan Makoto, H. (2000). In Vivo Rodent Micronucleus Assay: Protocol, Conduct and Data Interpretation. Mutation Res. 455(1-2): 155-166.

Lusianti, Y., Indrawati, I., Wa’id, A., dan Lubis, M. (1996). Studi Awal Mikronukleus Pada Sel Limfosit Perifer. Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan. 0854-4085.

Macdonald, F., Ford, C.H.J., dan Casson, A.G. (2004). Molecular Biology of Cancer. Edisi II. London: Garland Science/BIOS Scientific Publishers. Halaman 1.

Maidawilis. (2010). Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamat Terhadap Kadar Follicle Stimulating Hormon Dan Luteinizing Hormon Mencit (Mus Musculus) Betina Strain Jepang.Tesis. Padang: Universitas Andalas. Miller, R.C. (1973). The Micronucleus Test As An In Vivo Cytogenetic Method.

Environmental Health Perspectives. 6(1): 167-170.

Miskowiak, B., Limanowski, A., dan Partyka, M. (1993). Effect of Perinatal Administration of Monosodium Glutamat (MSG) on the Reproductive System of Male Rat. Endocrynol Pol. 44(4): 497-505.

Nayanatara, A.K., Vinodini, N.A., Damodar, G., Ahemed, B., Ramaswamy, C.R., Shabarianth., dan Rames, B.M. (2008). Role of Ascorbic Acid in Monosodium Glutamat Mediated Effect on Testicular Weight, Sperm Morphology and Sperm Count, in Rat Testis. Journal of Chinese Clinical Medicine. 3(1): 1-5.

Nizzamuddin. (1993). Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamat PeroralTerhadap Spermatogenesis dan Kesuburan Tikus Putih Jantan Dewasa Stain LMR. Tesis. Jakarta: Program Studi Biomedik Universitas Indonesia.

Pizzi, W.J., Barnhart, J.E., dan Fanslow, D.J. (1977). Monosodium Glutamat Administration to the Newborn Reduces Reproductive Ability in Female and Male Mice. Science. 196(4288): 452-454.

Prawirohardjono, W., Dwiprahasto, I., Indwiani, A., Hadiwandowo, S., Kristin, E., Muhammad, M., dan Michael, F.K. (2000). The Administration to Indonesians of Monosodium L-glutamat In Indonesian Foods: An Assessment of Adverse Reactions In a Randomized. Journal Of Nutrition. 130(4): 1074-1076.


(56)

(Schima wallichii Kort.).Skripsi. Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.

Ruddon, R.W. (2007). Cancer Biology. Edisi IV. New York: Oxford University Press Inc. Halaman 62, 82, 92, 493.

Saleh J., dan Ahmad, K. (2010). Clastogenic Studies on Tandaha Dam Water In Asser.J. Black Sea/ Mediterranean Environment. 16(1): 33.

Salmon, S.E., dan Alan, C.S. (1998). Kemoterapi kanker. Dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik. Editor Bertram G.Katzung. Edisi IV. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Halaman 860-861, 865.

Santella, R.M. (2002). Mechanisms and Biological Markers of Carcinogenesis. Dalam: Cancer Precursors. Editor: Eduardo L. Franco dan Thomas E. Rohan. Berlin: Springer-Verlag. Halaman 7.

Sitorus, W. (2012). Uji Antimutagenik Ekstrak Etanol Bunga Jantan Tumbuhan Pepaya (Carica papaya L.) Pada Mencit Jantan Yang di Induksi Siklofosfamid. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Sudiana, K. (2008). Biologi Molekuler Kanker. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 45-50.

Sumpena, Y., Sofyan, R., dan Rusilawati, R. (2009). Uji Mutagenisitas Benzo(α)piren Dengan Metode Mikronukleus Pada Sumsum Tulang Mencit Albino (Mus musculus). Cermin Dunia Kedokteran. 36(1): 35. Tan,H.T., dan Rahardja, K. ( 2002). Obat-Obat Penting. Edisi V. Jakarta: PT

Gramedia. Halaman 840.

Tardiff, G., Lohman, M., dan Wogan, G. (1994). Methods to Assess DNA Damage and Repair: Interspecies Comparison. California: John Wiley and Son Ltd. Halaman 99-100.

Wakidi, R.F. (2012). Efek Protektif Vitamin C dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang di Pajan Dengan Monosodium Glutamat. Tesis. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(57)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Monosodium Glutamat (MSG) yang dicampurkan dengan pelet. a.MSG 3 gram

b. MSG 6 gram


(58)

Lampiran 2. Perhitungan dosis

1) Perhitungan dosis pemakaian Pelet yang digunakan:

 Kontrol Normal

Dosis pelet yang diberikan = 10 g/hari

Perlakuan yang dilakukan adalah 14 hari pada 6 ekor mencit.

Maka,pelet yang digunakan adalah = 10 g/hari x 14 hari x 6 ekor mencit = 840 g

 Pembanding

Dosis pelet yang diberikan = 10 g/hari

Perlakuan yang dilakukan adalah 14 hari pada 6 ekor mencit.

Maka,pelet yang digunakan adalah = 10 g/hari x 14 hari x 6 ekor mencit = 840 g

 MSG 3 g

Dosis pelet yang digunakan = 7 g/hari

Perlakuan yang dilakukan adalah 14 hari pada 6 ekor mencit.

Maka,pelet yang digunakan adalah = 7 g/hari x 14 hari x 6 ekor mencit = 588 g


(59)

Lampiran 2. (lanjutan)  MSG 6 g

Dosis pelet yang digunakan = 4 g/hari

Perlakuan yang dilakukan adalah 14 hari pada 6 ekor mencit.

Maka,pelet yang digunakan adalah = 4 g/hari x 14 hari x 6 ekor mencit = 336 g

 MSG 9 g

Dosis pelet yang digunakan = 1 g/hari

Perlakuan yang dilakukan adalah 14 hari pada 6 ekor mencit.

Maka,pelet yang digunakan adalah = 1 g/hari x 14 hari x 6 ekor mencit = 84 g

2) Perhitungan dosis pemakaian MSG yang digunakan:

 MSG 3 g

Dosis MSG yang digunakan = 3 g/hari

Perlakuan yang dilakukan adalah 14 hari pada 6 ekor mencit.

Maka,pelet yang digunakan adalah = 3 g/hari x 14 hari x 6 ekor mencit = 252 g


(60)

Lampiran 2. (lanjutan)  MSG 6 g

Dosis MSG yang digunakan = 6 g/hari

Perlakuan yang dilakukan adalah 14 hari pada 6 ekor mencit.

Maka,pelet yang digunakan adalah = 6 g/hari x 14 hari x 6 ekor mencit = 504 g

 MSG 9 g

Dosis MSG yang digunakan = 9 g/hari

Perlakuan yang dilakukan adalah 14 hari pada 6 ekor mencit.

Maka,pelet yang digunakan adalah = 9 g/hari x 14 hari x 6 ekor mencit = 756 g


(61)

Lampiran 3. Konversi perhitungan dosis dari mencit terhadap manusia Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,5 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,5 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg 1,0 0,14 0,08 0,04 0,016 0,008 0,0026 7,0 1,0 0,57 0,25 0,11 0,06 0,018 12,25 1,74 1,0 0,44 0,19 0,10 0,031 27,8 3,9 2,25 1,0 0,42 0,22 0,07 64,1 9,2 5,2 2,4 1,0 0,52 0,16 124,2 17,8 10,2 4,5 1,9 1,0 0,32 387,9 56,0 31,5 14,2 6,1 3,1 1,0 (Donatus, 1996)

Dosis pemberian MSG tertinggi yang menyebabkan mutagenik pada mencit yaitu 9 g/kg BB.

Maka, berat MSG yang diberikan untuk mencit dengan berat 20 g yaitu : Berat MSG pada mencit = 20 g__ x 9 g = 0,18 g

1000 g

Faktor konversi dari dosis pada mencit berat 20 g terhadap manusia dengan berat 70 kg adalah 0,18 g, maka dosis yang harus diberikan kepada manusia untuk memberikan efek yang sama yaitu:


(62)

Lampiran 4. Konversi perhitungan makanan yang dimakan mencit terhadap manusia.

Contoh dosis MSG yang bersifat mutagenik = 9 g Dosis makanan yang diberikan = 10 g

Rata-rata makanan yang dimakan mencit = 0,9 g

Maka, MSG yang terdapat dalam 0,9 g makanan adalah = 0,9 g x 10 g

9 g

= 1 g

Di konversikan pada manusia dengan BB= 70 kg,maka: 1 g x 387,9 = 387,9 g

Masyarakat Indonesia rata-rata mengkonsumsi MSG sekitar 0,6 g/kgBB (Prawirohardjono, dkk., 2000).

BB= 70 kg

Maka, manusia mengkonsumsi MSG= 0,6 g/kg x 70 kg

= 42 g

Apabila manusia mengkonsumsi MSG sekitar 42 g/hari, maka manusia akan menimbulkan mutagenik dengan terbentuknya mikronukleus yang merupakan gejala-gejala penyebab kanker pada manusia adalah:

387,9 g = 9 hari. 42 g/hari

Jadi, manusia dengan BB 70 kg akan menimbulkan genotoksisitas dengan terbentuknya mikronukleus yang merupaan gejala-gejala kanker adalah pada hari ke-9.


(63)

Lampiran 5. Bagan pembuatan makanan hewan berupa pelet yang dicampurkan dengan MSG.

Dicampurkan pada lumpang yang berisi air panas Digerus homogen sampai terbentuk massa yang

jernih

Ditambahkan aquadest sampai dengan 100 ml Digerus homogen sampai terbentuk massa yang

jernih

Digerus sampai homogen Ditambahkan 0,1 g nipagin Di tambahkan amylum

Digerus kembali sampai homogen Ditambahkan pelet sampai dengan 10 g Digerus sampai homogen

Dicetak menjadi pelet baru MSG

Pelet baru Amylum


(64)

Lampiran 6. Bagan pembuatan preparat/ apusan sumsum tulang femur mencit

Dibunuh dengan cara dislokasi leher

Diambil salah satu tulang femurnya, dan dipotong pada bagian pangkal dan ujungnya

Pada salah satu ujung tulang femur, tusukkan jarum syringe yang telah diisi dengan 0,3 ml serum darah sapi lalu disempritkan isi sumsum tulang dan ditampung dalam mikrotube

Disentrifuge dengan kecepatan 1.200 rpm selama 5 menit

Dibuang bagian supernatan

Diambil dengan mikropipet

Ditaruh pada salah satu ujung sisi objek glas, dan dioleskan hingga menyebar menggunakan objek glas lain

Dibiarkan hingga kering (kira-kira 2 menit)

Difiksasi menggunakan metanol absolut selama 10 menit

Diwarnai dengan Giemsa-Metanol (20% v/v) selama 30 menit

Dicuci dengan air yang mengalir

Dikeringkan pada suhu kamar satu malam Mencit

Endapan sel untuk dibuat apusan

Apusan sumsum tulang femur mencit


(65)

Lampiran 7. Alat-alat yang digunakan a. Mikroskop

b.Dynamica, Velocity 18R Refrigerated Centrifuge


(66)

c. Spuit

d. Gunting bedah dan pinset


(67)

Lampiran 8. Hewan percobaan

a.Mencit


(68)

Lampiran 9. Tulang femur mencit dan apusan sumsum fulang femur a. Pengambilan tulang femur mencit

Lampiran 8. Tulang femur mencit dan apusan sumsum fulang femur


(69)

Lampiran 10. Tabel jumlah rata-rata mikronukleus ±SD pada masing-masing apusan sumsum tulang femur mencit


(70)

Lampiran 11. Hasil analisis statistik menggunakan SPSS 18

a. Uji ANOVA 1.Mencit jantan

Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

Between Groups

131832.933 4 32958.233 134.487 .000 Within Groups 2450.667 10 245.067

Total 134283.600 14

2.Mencit betina

Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

Between Groups

106274.000 4 26568.500 227.860 .000 Within Groups 1166.000 10 116.600

Total 107440.000 14

b.Tukey HSDa 1.Mencit jantan

perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

1 3 .00

3 3 176.67

4 3 190.33

5 3 247.67

2 3 263.33

Sig. 1.000 .818 .738

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.


(71)

Lampiran 11.(Lanjutan) 2.Mencit betina

Tukey HSDa perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

di m en si on 1

1 3 .00

3 3 156.33

4 3 183.00

5 3 221.33

2 3 234.33

Sig. 1.000 .076 .599

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(1)

c. Spuit

d. Gunting bedah dan pinset


(2)

Lampiran 8. Hewan percobaan a.Mencit


(3)

Lampiran 9. Tulang femur mencit dan apusan sumsum fulang femur

a. Pengambilan tulang femur mencit

Lampiran 8. Tulang femur mencit dan apusan sumsum fulang femur


(4)

Lampiran 10. Tabel jumlah rata-rata mikronukleus ±SD pada masing-masing apusan sumsum tulang femur mencit


(5)

Lampiran 11. Hasil analisis statistik menggunakan SPSS 18

a. Uji ANOVA

1.Mencit jantan

Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

Between Groups

131832.933 4 32958.233 134.487 .000 Within Groups 2450.667 10 245.067

Total 134283.600 14

2.Mencit betina

Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

Between Groups

106274.000 4 26568.500 227.860 .000 Within Groups 1166.000 10 116.600

Total 107440.000 14

b.Tukey HSDa 1.Mencit jantan

perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

1 3 .00

3 3 176.67

4 3 190.33

5 3 247.67

2 3 263.33

Sig. 1.000 .818 .738

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.


(6)

Lampiran 11.(Lanjutan)

2.Mencit betina Tukey HSDa

perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

di m en si on 1

1 3 .00

3 3 156.33

4 3 183.00

5 3 221.33

2 3 234.33

Sig. 1.000 .076 .599

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.