Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

(1)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (

Mus musculus

L.)

YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

SKRIPSI

UMMI KALSUM

080805052

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (

Mus musculus

L.)

YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

UMMI KALSUM

080805052

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E

TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

Kategori : SKRIPSI

Nama : UMMI KALSUM

Nomor Induk Mahasiswa : 080805052

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Januari 2013 Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Salomo Hutahaean M. Si. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed. NIP. 19651011 199501 1 001 NIP. 19660209 199203 1 003

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc. NIP. 19630123 199003 2 001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG

DIPAJANKANMONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2013

UMMI KALSUM 080805052


(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pengaruh Pemberian Vitamin C dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG). Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M. Biomed selaku Dosen Pembimbing I serta Dosen Penasehat Akademik dan Bapak Dr. Salomo Hutahaean M. Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Ibu Dra. Elimasni M.Si selaku Dosen Penguji II yang memberikan banyak masukan, bimbingan serta waktu demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurhasni Muluk selaku analis di Laboratorium dan Ibu Roslina Ginting serta Bapak Endra Raswin selaku Pegawai Administrasi Departemen Biologi FMIPA USU.

Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Tumiran Mislan dan Ibunda Elvi Zahara yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya kepada penulis. Kepada Kakanda Mira Vevi Anggraini, AMD. Com, Abangnda Handri Gunawan, ST dan Abul Aswad Hasibuan, Adinda Hendro Gunadi, serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya kepada penulis.

Penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat di Biologi Stambuk 2008 yang telah memberi motivasi kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak stambuk 2007 yang banyak memberikan masukan serta saran dan motivasi. Adik stambuk 2009, 2010, 2011 dan seluruh Mahasiswa Biologi FMIPA USU serta seluruh pihak yang terlibat di dalamnya yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Demikianlah skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Medan, Pebruari 2013


(6)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (

Mus musculus

L.)

YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh vitamin C dan E terhadap histologis testis mencit yang dipajankan MSG selama 30 hari. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan dan 5 ulangan. Mencit diberi 4 mg MSG secara oral (P1), 4 mg MSG + 0,26 mg vitamin C (P2), 4 mg MSG + 0,026 vitamin E (P3), dan 4 mg MSG + 0,26 mg vitamin C + 0,026 mg vitamin E (P4). Semua dosis berada di mg/g berat badan. Dua kelompok kontrol K- dan K+ diberi aquadest dan castrol oil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian MSG menyebabkan terjadinya penurunan (P<0,05) pada berat dan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik. Pemberian vitamin C pada mencit yang dipajankan MSG dapat memulihkan berat testis (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik (P>0,05). Pemberian vitamin E dapat meningkatkan berat dan volume testis serta jumlah sel spermatogenik (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan diameter tubulus seminiferus (P>0,05). Pemberian vitamin C dan E pada mencit yang dipajankan MSG dapat memulihkan berat dan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik (P<0,05).


(7)

EFFECTS OF VITAMIN C AND E ON HISTOLOGICAL TESTIS

OF MICE (

Mus musculus

L.) EXPOSED TO MONOSODIUM

GLUTAMAT (MSG)

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of vitamin C and E on testicular histology of mouse following exposure to monosodium glutamate (MSG) for 30 days. Experimental used Completely Randomized Design (CRD) consisting of 6 treatments and 5 replications. Mice were treated daily by oral gavage with 4 mg MSG (P1), 4 mg MSG + 0.26 mg vitamin C (P2), 4 mg MSG + 0.026 vitamin E (P3), and 4 mg MSG + 0.26 mg vitamin C + 0.026 mg vitamin E (P4). All dosis were in mg/g body weight. Two control groups K- and K+ received water and castrol oil respectively. The results showed that MSG decrease testis weight and testis volume (P<0,05), also decrease diameter of seminiferous tubule and the number of spermatogenic cells. Vitamin C recover testis weight (P<0,05), but cannot recover testis volume, diameter of seminiferous tubules and the number spermatogenic cells (P>0,05). Vitamin E increase the weight and volume of the testes and spermatogenic cell number (P<0,05), but unable to recover the diameter of the seminiferous tubules (P>0,05). Combination of vitamin C and E recover testicular weight and volume, seminiferous tubule diameter and the number of spermatogenic cells (P<0,05).


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Hipotesis Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monosodium Glutamat (MSG) 5

2.2 Efek MSG Terhadap Fungsi Reproduksi 6 2.3 Radikal Bebas dan Antioksidan 7 2.4 Vitamin C 8

2.5 Vitamin E 10

2.6 Testis 11

2.6.1 Fungsi Testis 11

2.6.2 Histologis Testis 11

2.6.3 Spermatogenesis 13

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15

3.2 Alat dan Bahan 15

3.3 Rancangan Percobaan 15

3.4 Prosedur Penelitian 16

3.4.1 Hewan Percobaan 16

3.4.2 Pembuatan Bahan Uji 17

3.4.3 Pembuatan Preparat Testis Mencit dengan Metode Parafin 17 3.4.4 Parameter Pengamatan 19 3.4.4.1 Berat Testis 19

3.4.4.2 Volume Testis 19

3.4.4.3 Diameter Tubulus Seminiferus 19 3.4.5.4 Jumlah Sel Spermatogenik 20


(9)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Berat Testis Mencit 21

4.2 Volume Testis Mencit 23

4.3 Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit 24

4.4 Jumlah Sel Spermatogenik 26

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 31

5.2 Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur kimia MSG 5

Gambar 2.2 Struktur kimia Vitamin C 9

Gambar 2.3 Struktur kimia Vitamin E 10

Gambar 2.4 Skema spermatogenesis 13

Gambar 4.1 Berat testis (g) masing-masing perlakuan. 21 Gambar 4.2 Volume testis (cm3) masing-masing perlakuan. 23 Gambar 4.3 Diameter tubulus seminiferus testis (µm) masing-masing 25

perlakuan.

Gambar 4.4 Penampang melintang tubulus seminiferus mencit 27 (Mus musculusL.) pewarnaan HE, perbesaran 400x.

Gambar 4.5 Jumlah sel spermatogenik/ tubulus seminiferus testis 28 mencit.


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Dokumentasi Gambar Pengukuran Diameter Tubulus 36

Seminiferus Testis Mencit

Lampiran B. Pembuatan Larutan MSG, Vitamin C dan E 37 Lampiran C. Pembuatan Preparat Histologis Testis 38 Lampiran D. Dokumentasi Penelitian 39 Lampiran E. Data dan Analisis Statistik Berat Testis Mencit 40 Lampiran F. Data dan Analisis Statistik Volume Testis Mencit 50 Lampiran G. Data dan Analisis Statistik Diameter Tubulus Seminiferus 53 Testis Mencit

Lampiran H. Data dan Analisis Statistik Jumlah Sel Spermatogenik Testis 56 Mencit


(12)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pengaruh Pemberian Vitamin C dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG). Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M. Biomed selaku Dosen Pembimbing I serta Dosen Penasehat Akademik dan Bapak Dr. Salomo Hutahaean M. Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Ibu Dra. Elimasni M.Si selaku Dosen Penguji II yang memberikan banyak masukan, bimbingan serta waktu demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurhasni Muluk selaku analis di Laboratorium dan Ibu Roslina Ginting serta Bapak Endra Raswin selaku Pegawai Administrasi Departemen Biologi FMIPA USU.

Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Tumiran Mislan dan Ibunda Elvi Zahara yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya kepada penulis. Kepada Kakanda Mira Vevi Anggraini, AMD. Com, Abangnda Handri Gunawan, ST dan Abul Aswad Hasibuan, Adinda Hendro Gunadi, serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya kepada penulis.

Penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat di Biologi Stambuk 2008 yang telah memberi motivasi kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak stambuk 2007 yang banyak memberikan masukan serta saran dan motivasi. Adik stambuk 2009, 2010, 2011 dan seluruh Mahasiswa Biologi FMIPA USU serta seluruh pihak yang terlibat di dalamnya yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Demikianlah skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Medan, Pebruari 2013


(13)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (

Mus musculus

L.)

YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh vitamin C dan E terhadap histologis testis mencit yang dipajankan MSG selama 30 hari. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan dan 5 ulangan. Mencit diberi 4 mg MSG secara oral (P1), 4 mg MSG + 0,26 mg vitamin C (P2), 4 mg MSG + 0,026 vitamin E (P3), dan 4 mg MSG + 0,26 mg vitamin C + 0,026 mg vitamin E (P4). Semua dosis berada di mg/g berat badan. Dua kelompok kontrol K- dan K+ diberi aquadest dan castrol oil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian MSG menyebabkan terjadinya penurunan (P<0,05) pada berat dan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik. Pemberian vitamin C pada mencit yang dipajankan MSG dapat memulihkan berat testis (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik (P>0,05). Pemberian vitamin E dapat meningkatkan berat dan volume testis serta jumlah sel spermatogenik (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan diameter tubulus seminiferus (P>0,05). Pemberian vitamin C dan E pada mencit yang dipajankan MSG dapat memulihkan berat dan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik (P<0,05).


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Monosodium glutamat (MSG) telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. Penggunaanya bukan hanya ibu-ibu rumah tangga tetapi juga industri makanan. Penambahan sedikit MSG ke dalam masakan, akan memberikan kelezatan yang setara dengan ekstrak daging sapi. Muncul efek tidak menyenangkan dari MSG setelah bertahun-tahun digunakan, yaitu berupa rasa kebas dan jantung berdebar-debar, mual, sakit kepala yang kemudian dikenal dengan “Chinese restaurant syndrome” (Sand, 2005).

Pada sistem reproduksi mencit, MSG dapat menyebabkan infertil akibat timbulnya keadaan stres oksidatif yang ditandai pembentukan radikal bebas dalam testis yang akan menurunkan kadar asam askorbat dalam testis sehingga menyebabkan berkurangnya berat testis, jumlah sperma dan peningkatan jumlah sperma abnormal (Megawati, 2008). Pada mencit betina dan jantan yang diberi MSG, terjadi penurunan berat kelenjar endokrin, yaitu pada kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, dan testis. Pada mencit betina yang diberi MSG terjadi kelambatan kanalisasi vagina dan mempunyai siklus estrus yang lebih panjang dari pada kontrol. Pada mencit jantan yang diberi MSG didapatkan tanda-tanda infertilitas, misalnya berkurangnya berat testis (Pizzi, 1977).

Pemberian MSG dengan dosis 4 g/kg BB akan menimbulkan terjadinya stres oksidatif pada mencit yang ditandai dengan terbentuknya radikal bebas yang akan dilawan oleh tubuh mencit dengan cara meningkatkan aktivitas enzim glutathione reductase (GR), glutathione-S-transferase (GST), glutathione peroxidase (GPX) yang


(15)

berfungsi untuk meningkatkan produksi gluthation yang merupakan antioksidan (Siregar, 2009).

Antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Vitamin C dan E sebagai antioksidan dapat menghentikan reaksi berantai radikal bebas. Penelitian terhadap kualitas semen pada kelinci jantan yang diberikan vitamin C dan E menunjukkan penurunan produksi radikal bebas dan dapat memperbaiki kualitas cairan semen kelinci (Yousef, et al, 2003). Penelitian yang dilakukan Farombi (2006), untuk menguji efek antioksidan yaitu vitamin C dan E terhadap kerusakan oksidatif di hati, ginjal dan otak akibat pemaparan MSG menunjukkan bahwa antioksidan memiliki potensi untuk melawan stres oksidatif yang diakibatkan oleh MSG.

Vitamin C adalah antioksidan yang bekerja pada sitosol dan secara ekstrasel, sedangkan vitamin E adalah antioksidan yang bekerja pada membran sel dan memerlukan tekanan oksigen yang tinggi. Dengan mekanisme kerja yang berbeda tersebut, jika kedua vitamin ini digunakan diharapkan akan dapat menghambat aktivitas radikal bebas. Vitamin E akan menangkap radikal bebas, namun vitamin E kemudian berubah menjadi vitamin E radikal. Vitamin C dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat vitamin E radikal menjadi vitamin E bebas yang berfungsi kembali sebagai antioksidan. (Sulistyowati, 2006).

1. 2 Perumusan Masalah Penelitian

Efek toksik yang ditimbulkan oleh MSG adalah rusaknya nukleus arkuata hipotalamus yang berdampak pada penurunan GnRH, FSH dan LH. Menurunnya kadar FSH dan LH akan menyebabkan gangguan perkembangan testis. MSG dapat menimbulkan keadaan stres oksidatif yang ditandai dengan terbentuknya radikal bebas di dalam testis. Vitamin C dan E merupakan antioksidan yang dapat mencegah terjadinya keadaan stres oksidatif sehingga hal tersebut tidak terjadi. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian ”Pengaruh Pemberian Vitamin C dan


(16)

E terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui pengaruh pemberian MSG terhadap berat, volume, dan histologis testis mencit.

b. Mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap berat, volume, dan histologis testis mencit yang terpajan MSG.

c. Mengetahui pengaruh pemberian vitamin E terhadap berat, volume, dan histologis testis mencit yang terpajan MSG.

d. Mengetahui pengaruh pemberian vitamin C dan E terhadap berat, volume, dan histologis testis mencit yang terpajan MSG.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

a. Pemberian MSG dapat menurunkan berat, volume, dan histologis testis mencit. b. Pemberian vitamin C dapat memulihkan berat, volume, dan histologis testis

mencit yang terpajan MSG.

c. Pemberian vitamin E dapat memulihkan berat, volume, dan histologis testis mencit yang terpajan MSG.

d. Pemberian vitamin C dan vitamin E dapat memulihkan berat, volume, dan histologis testis mencit yang terpajan MSG.


(17)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Memberikan informasi kepada masyarakat dan pemerintah untuk memperhatikan penggunaan MSG dalam kehidupan sehari-hari.

b. Dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya akan dampak konsumsi MSG terhadap sistem reproduksi.

c. Dapat dijadikan referensi bahwa vitamin C dan E dapat menghalangi pengaruh negatif dari penggunaan MSG khususnya terhadap sistem reproduksi.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monosodium Glutamat (MSG)

Monosodium glutamat ditemukan oleh seorang ahli kimia Jepang, Ikeda Kikunae, pada tahun 1908. Ikeda menamakan rasa lezat dari MSG tersebut dengan sebutan “umami” yang dalam bahasa Jepang berarti enak, gurih atau lezat. Temuan Ikeda ini kemudian dipasarkan oleh Suzuki Chemical Company dengan merk dagang Ajinomoto. Rasa lezat yang ditimbulkannya pada makanan tidak dapat diciptakan oleh makanan lain, maka MSG mendapat julukan The sixth flavor dan menjadi sangat cepat populer di Jepang, Asia bahkan di Amerika dan Eropa (Sand, 2005).

Monosodium glutamat adalah bentuk garam dari asam glutamat. Asam glutamat adalah asam amino non-essensial yang menjadi bahan baku sintesis asam amino lain. Monosodium glutamat berbentuk tepung kristal putih yang bila dilarutkan ke dalam air atau saliva akan cepat berdisosiasi menjadi garam bebas dan glutamat (bentuk anion dari asam glutamat). Rumus kimia dari MSG adalah C5H8NNaO4 (Machrina, 2009).

Gambar 2.1 Struktur kimia MSG

Glutamat secara alamiah terdapat pada kebanyakan makanan seperti jamur, gandum, tomat, kacang tanah, kacang polong, daging dan sebagian besar produk susu. Asam amino glutamat dan glutamin diubah menjadi glutamat di dalam tubuh. Asam amino yang tadinya berikatan dengan protein makanan, perlahan-lahan dipecahkan


(19)

dan diabsorbsi. Proses ini menyebabkan glutamat dihasilkan secara bertahap, hanya glutamat dalam bentuk bebas yang dapat membangkitkan rasa lezat (Freeman, 2006). Pada MSG, glutamat tidak berikatan dengan protein, tetapi sudah dalam bentuk bebas. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa mengkonsumsi glutamat bebas akan meningkatkan kadar glutamat di dalam plasma darah secara signifikan (Machrina, 2009).

Diperkirakan seseorang dengan berat badan 70 kg setiap harinya dapat memperoleh asupan asam glutamat sekitar 28 g yang berasal dari makanan dan hasil pemecahan protein dalam usus. Pertukaran asam glutamat setiap harinya dalam tubuh sekitar 48 g. Jumlahnya dalam darah sedikit sekitar 20 mg karena kecepatannya mengalami ekstraksi dan penggunaan oleh beberapa jaringan termasuk otot dan hati (Megawati, 2008).

Glutamat merupakan suatu neurotransmitter yang penting untuk komunikasi antar neuron, glutamat yang berlebihan akan dipompakan kembali ke dalam sel glial sekitar neuron, dan jika sel terpapar glutamat berlebihan, maka sel tersebut akan mati. Glutamat membuka Ca2+channel neuron sehingga Ca2+dapat masuk ke dalam sel. Sejumlah reaksi kimia terjadi di dalam sel yang sering kali memicu pelepasan bahan-bahan kimia. Salah satu hasil dari reaksi kimia di neuron adalah asam arachidonat. Asam arachidonat kemudian bereaksi dengan 2 enzim yang berbeda, melepaskan radikal bebas seperti hydroxyl radical. Hydroxyl radical inilah yang dapat membunuh sel-sel otak (Freeman, 2006).

2.2 Efek MSG terhadap Fungsi Reproduksi

Mengkonsumsi glutamat bebas melalui sistem pencernaan dapat meningkatkan kadar glutamat di dalam plasma darah secara signifikan. Biasanya blood brain barrier akan mencegah kadar glutamat yang berlebihan terjadi di dalam otak. Jumlah glutamat yang sangat berlebih di dalam plasma, akan memudahkan glutamat melewati blood brain barrier. Efek MSG yang merugikan ádalah efek neurotoksik, yaitu terjadinya kerusakan nukleus arkuatus hipotalamus akibat pemaparan MSG (Lamperti, 1984).


(20)

Monosodium Glutamat menyebabkan ablasi nukleus akuarta dan nukleus ventromedialdi hipotalamus. Kedua area ini mengatur asupan makanan, perilaku seks dan fungsi reproduksi. Fungsi reproduksi, di mana terjadi gangguan hipotalamus-hipofisis-gonad aksis (Machrina, 2009).

Pemberian MSG 4 g/kg BB secara intraperitonial pada tikus yang baru lahir selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia prapubertas dan dewasa, pada usia prapubertas terjadi hiperleptinemia, hiperadiposit, dan peningkatan kadar kortikosteron, penurunan berat testis, jumlah sel sertoli dan sel leydig per testis, serta penurunan kadar Luteinizing Hormone (LH), Folicle Stimulating Hormone (FSH), Thyroid (T), dan Free T4 (FT4). Sementara pada saat dewasa memperlihatkan hiperleptimia yang lebih tinggi dan penurunan kadar FSH dan LH dan tidak nampak perubahan pada struktur testis (Franca, 2006).

Pada penelitian dengan menggunakan tikus jantan yang diberi MSG 4 g/kg BB secara intraperitonial selama 15 hari dan 30 hari memperlihatkan pengaruhnya berupa penurunan berat testis, jumlah sperma dan peningkatan jumlah sperma yang rusak atau abnormal (Nayanatara, 2008). Penelitian lain dilakukan pada anak mencit jantan dan betina yang baru dilahirkan dengan melakukan penyuntikan subkutan dari hari ke-2 sampai hari ke-11, dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mg/kg BB. Ternyata setelah dewasa, bila mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina yang diberi MSG, maka jumlah kehamilan dan jumlah anak berkurang secara bermakna pada mencit betina yang diberi MSG. Pada mencit betina dan mencit jantan yang diberi MSG, terjadi penurunan berat kelenjar endokrin, yaitu pada kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, dan testis (Sukawan, 2008).

2.3 Radikal Bebas dan Antioksidan

Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul lain. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan lain.


(21)

Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit tersebut menjadi nyata. Tubuh manusia, sebenarnya dapat menghasilkan antioksidan tetapi jumlahnya sering sekali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh (Tuminah, 2000).

Antioksidan merupakan senyawa dalam kadar rendah mampu menghambat oksidasi molekul target sehingga dapat melawan atau menetralisir radikal bebas. Dikenal ada tiga kelompok antioksidan, yaitu antioksidan enzimatik, antioksidan pemutus rantai dan antioksidan logam transisi terikat protein. Yang termasuk antioksidan enzimatik adalah superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), gluthathion peroksidase (GPx), gluthathion reduktase (GR) dan seruloplasmin. Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan radikal bebas dalam sel. Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima atau memberi elektron dari atau ke radikal bebas, sehingga membentuk senyawa baru stabil, misal vitamin E dan vitamin C. Antioksidan logam transisi terikat protein bekerja mengikat ion logam mencegah radikal bebas (Sudaryanti, 1999).

Apabila ada ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan akan terjadi suatu keadaan yang disebut dengan stres oksidatif. Stres oksidatif adalah keadaan dimana tingkat kelompok oksigen reaktif (ROS) yang toksik melebihi pertahanan antioksidan endogen. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas yang akan bereaksi dengan lemak, protein, dan asam nukleat seluler sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu (Arief, 2006).

2.4 Vitamin C

Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas (Almatsier, 2009). Bentuk utama dari asam askorbat adalah L-ascorbic dan dehydroascorbic acid. Kebanyakan spesies mamalia dapat mensintesis asam askorbat kecuali manusia dan primata lainnya, marmut dan kelelawar. Hal ini disebabkan karena mereka tidak


(22)

memiliki enzim gulonolakton oksidase yang sebenarnya sangat penting dalam mensintesis prekursor asam askorbat. Vitamin C merupakan donor elektron dan juga merupakan reducing agent. Asam askorbat mendonorkan dua elektron dari dua ikatan antara karbon kedua dan ketiga dari 6 molekul karbon (Luck, 1995).

Gambar 2.2 Struktur kimia vitamin C

Vitamin C banyak dijumpai di dalam buah-buahan dan sayuran segar seperti jeruk, lemon, semangka, strawberry, mangga, nenas, sayuran yang berwarna hijau, tomat, brokoli dan kembang kol. Fungsi vitamin C di dalam tubuh berhubungan dengan sifat alamiahnya sebagai antioksidan. Meskipun mekanismenya yang tepat belum diketahui, tetapi tampaknya vitamin C berperan serta di dalam banyak proses metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan tubuh. Vitamin C adalah bahan yang kuat kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi (Almatsier, 2009).

Vitamin C memiliki tiga aksi biologis dalam kaitannya untuk mempertahankan fungsi reproduksi, masing-masing tergantung pada perannya sebagai agen pereduksi yang diperlukan untuk proses biosintesis kolagen, hormon steroid, dan hormon peptida. Vitamin C memberikan efek baik kepada integritas dari struktur tubular maupun terhadap fungsi sperma. Defisiensi vitamin C telah lama dihubungkan dengan jumlah sperma yang rendah dan peningkatan jumlah sperma yang abnormal. Pada beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa asupan vitamin C dapat memperbaiki kualitas sperma. Efek yang menguntungkan dari vitamin C ini adalah hasil dari pemecahan radikal bebas yang sering timbul akibat polusi lingkungan dan metabolisme seluler yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif dari DNA (Luck, 1995).


(23)

2.5 Vitamin E

Vitamin E (Tocopherol), adalah vitamin yang larut baik dalam lemak yang melindungi tubuh dari radikal bebas. Vitamin E juga berfungsi mencegah penyakit hati, mengurangi kelelahan, membantu memperlambat penuaan karena oksidasi, mensuplai oksigen ke darah sampai dengan ke seluruh organ tubuh. Vitamin E juga menguatkan dinding pembuluh kapiler darah dan mencegah kerusakan sel darah merah akibat racun. Vitamin ini juga membantu mencegah sterilitas dan destrofi otot. Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang terdiri dari campuran substansi tokoferol dan tokotrietinol, pada manusia a-tokoferol merupakan vitamin E yang paling penting untuk aktifitas biologis tubuh (Frei, 1994).

Gambar 2.3 Struktur kimia vitamin E

Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (O-H) pada struktur cincin ke radikal bebas. Bila menerima hidrogen, radikal bebas menjadi tidak reaktif. Pembentukan radikal bebas terjadi dalam tubuh pada proses metabolisme aerobik normal pada waktu oksigen secara bertahap direduksi menjadi air. Radikal bebas yang dapat merusak itu juga diperoleh tubuh dari benda-benda polusi, ozon, dan asap rokok (Almatsier, 2009).

Penelitian terhadap kualitas semen pada kelinci jantan yang diberikan vitamin E dan minuman suplemen dapat mengurangi produksi radikal bebas dan dapat memperbaiki kualitas cairan semen kelinci. Vitamin E sedikit jumlahnya pada cairan semen laki-laki infertil. Vitamin E meningkatkan jumlah sperma pada laki-laki infertil dengan dosis antara 200-1000 mg/hari. Penelitian terhadap testis tikus yang diberi cadmium (Cd) dengan memberikan vitamin E dengan dosis 100 mg/kg berat badan meningkatkan jumlah sperma, menurunkan persentase sperma abnormal, dan meningkatkan aktifitas enzim antioksidan (Agarwal et al., 2005).


(24)

2.6 Testis

Testis adalah gonad jantan. Testis terbentuk selama gestasi sebagai respon terhadap sintesis androgen oleh mudigah jantan. Androgen primer adalah testosteron, pada manusia sintesisnya di mulai pada usia kehamilan 8 minggu. Selama masa gestasi dini, testis janin terletak di dalam rongga abdomen. Pada usia gestasi sekitar 6 bulan, testis turun dari rongga abdomen melalui kanalis inguinalis ke dalam kantong eksternal, yang disebut skrotum. Pembuluh-pembuluh darah, saraf, dan corda penunjang juga ikut turun dari rongga abdomen secara bersamaan. Setelah turun, lubang kanalis bagian abdomen tertutup. Skrotum terletak di sebelah dorsal penis, dan karena letaknya di luar, suhunya lebih rendah dari pada tubuh. Hal ini memberikan kondisi optimum bagi spermatogenesis, atau pembentuk sperma (Corwin, 2008).

2.6.1 Fungsi Testis

Testis berfungsi menghasilkan sperma dan mengeluarkan testosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri dari tubulus seminiferus yang di dalamnya berlangsung proses spermatogenesis. Sel Leydig atau sel interstitial yang terletak di jaringan ikat antara tubulus-tubulus seminiferus inilah yang mengeluarkan testosteron. Setelah disekresikan oleh testis, kurang lebih 97% dari testosteron berikatan lemah dengan plasma albumin atau berikatan kuat dengan beta globulin yang disebut hormon seks binding globulin dan akan bersirkulasi di dalam darah selama 30 menit sampai satu jam. Pada saat itu testosteron ditransfer ke jaringan atau didegradasikan menjadi produk yang tidak aktif yang kemudian dieksresikan (Sherwood, 2004).

2.6.2 Histologis Testis

Tubulus seminiferus mengandung banyak sel epitel germinativum yang berukuran kecil sampai sedang yang dinamakan spermatogonia, yang terletak dalam dua sampai tiga lapisan sepanjang pinggir luar epitel tubulus. Sel-sel ini terus mengalami proliferasi untuk melengkapi mereka kembali, dan sebagian dari mereka


(25)

berdiferensiasi melalui stadium-stadium definitif perkembangan untuk membentuk sperma (Guyton, 1990).

Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran basalis yang dikelililngi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan peritubular yang mengandung serat-serat jaringan ikat, sel-sel fibroblas dan sel otot polos yang disebut dengan sel mioid. Kontraksi sel mioid ini dapat mengubah diameter tubulus seminiferus dan membantu pergerakan spermatozoa. Setiap tubulus ini dilapisi oleh epitel berlapis majemuk. Pada manusia garis tengah dari tubulus seminiferus lebih kurang 150-250 μm dan panjangnya 30-70 cm. Panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250 m (Juncqueira, 1995).

Tubulus seminiferus merupakan tubulus yang bermuara di suatu saluran rate testis. Irisan tubulus seminiferus memperlihatkan adanya epitel germinal, terdiri dari dua macam sel yaitu sel spermatogenik dan sel non spermatogenik. Epitel germinal terdiri dari spermatogonium, spermatosit dan spermatid. Sel spermatogenik terdiri dari 6-8 lapis sel yang berada pada membran basalis. Sel spermatogenik adalah derivat gamet terdiri dari spermatogonia, spermatosit, spermatid dan spermatozoa. Sel nonspermatogenik disebut dengan sel sertoli terletak berseling dengan sel spermatogenik, puncak mencapai lumen tubulus tingginya setebal epitel germinal. Epitel germinal ini disebut dengan epitel seminiferus yang dikelilingi jaringan fibrosa konektivus yang tipis. Sel sertoli merupakan sel non spermatogenik yang berperan memberikan dukungan dan nutrisi dalam perkembangan spermatozoa (Yatim, 1990).

Tubulus seminiferus mengandung jaringan interstisial. Jaringan interstisial disebut dengan sel leydig yang berukuran besar. Sel leydig merupakan sel yang memberikan gambaran mencolok untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya berkelompok memadat pada daerah segitiga yang terbentuk oleh susunan-susunan tubulus seminiferus. Sel-sel tersebut besar dengan sitoplasma sering bervakuola secara mikroskopis. Inti selnya mengandung butir-butir kromatin kasar dan anak inti yang jelas. Umumnya pula dijumpai sel yang memiliki dua inti. Sitoplasma sel banyak dengan benda-benda inklusi seperti titik lipid, dan pada manusia juga mengandung


(26)

kristaloid berbentuk batang. Celah di antara tubulus seminiferus dalam testis diisi kumpulan jaringan ikat, saraf, pembuluh darah dan limfe (Junqueira, 1995).

2.6.3 Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks yang meliputi pembelahan mitosis yang memproduksi sejumlah besar sel, pembelahan meiosis untuk menghasilkan keturunan dengan jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom induknya (haploid), dan diferensiasi sel spermatid menjadi spermatozoa (Guyton, 1990).

Gambar 2.4 Skema spermatogenesis

Spermatogenesis berlangsung di epitel germinal, terbagi dalam tiga tahap yaitu spermatositogenesis, meiosis, dan spermiogenesis. Tahap spermatositogenesis adalah proses perkembangan spermatogonium menjadi spermatosit. Pada tahap meiosis terjadi dua sub tahap yaitu meiosis I dan meiosis II, merupakan proses perkembangan spermatosit menjadi spermatid. Tahap spermiogenesis merupakan proses transformasi yaitu perubahan bentuk dan komposisi spermatid yang bundar menjadi bentuk cebong yang memiliki kepala, leher, dan ekor yang dapat bergerak. Spermatogenesis terjadi secara berkala pada tubulus seminiferus dan membentuk suatu siklus disebut siklus epitelium seminiferus (Yatim, 1990).


(27)

Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia primitif berkumpul tepat di tepi membran basal dari sel epitel germinativum, disebut spermatogonia tipe A, membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang sedikit lebih berdiferensiasi yaitu spermatogonia tipe B. Pada tahap ini spermatogonia bermigrasi ke arah sentral di antara sel-sel Sertoli (Guyton 1990).

Pada tahap meiosis, setiap spermatogonium dimodifikasi secara bertahap dan membesar untuk membentuk suatu spermatosit primer yang besar. Setiap spermatosit terbagi dua menjadi spermatosit sekunder. Pembagian ini disebut sebagai pembagian meiosis pertama. Pada tahap awal pembagian meiosis ini, semua DNA di dalam 46 kromosom bereplikasi. Masing-masing 46 kromosom menjadi dua kromatid yang tetap berikatan bersama pada sentromer, kedua kromatid memiliki gen duplikat dari kromosom tersebut. Spermatosit pertama terbagi menjadi dua spermatosit sekunder, yang setiap pasang kromosom berpindah sehingga ke-23 kromosom yang masing-masing memiliki dua kromatid, menuju ke salah satu spermatosit sekunder sementara 23 kromosom yang lain menuju ke spermatosit sekunder yang lain. Pembagian meiosis kedua terjadi dimana kedua kromatid dari setiap 23 kromosom berpisah pada sentromer, membentuk dua pasang 23 kromosom, satu pasang dibawa ke spermatid yang pertama dan satu pasang yang lain dibawa ke spermatid yang kedua (Guyton 1990).

Proses selanjutnya adalah spermiogenesis, yang mencakup pembentukan akrosom, pemadatan dan pemanjangan inti, pembentukan flagelum, dan pengurangan sebagian besar sitoplasmanya. Hasil akhirnya adalah spermatozoa matang, yang kemudian dilepaskan ke dalam lumen tubulus sminiferus (Junqueira dan Caneiro 1995).


(28)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kandang pemeliharaan mencit dan Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2011 s/d Juni 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang hewan percobaan, timbangan, jarum gavage, bak bedah, dissecting set, mikrotom, oven, cover glass, object glass, beaker glass, erlenmeyer, plat parafin, chumber, counter, mikroskop dan program

komputer Axiovision 4.0.

Bahan yang digunakan adalah mencit jantan (Mus musculus L.) strain DDW, MSG murni, vitamin C dan E produksi Sigma Chemical Co., castrol oil produksi PT. Bratako, pakan ternak no.CP 551, sekam, aquadest, alkohol, larutan bouin, larutan NaCl 0,9%, pewarna Hematoxylin dan Eosin, canada balsam, xylol, parafin, kertas milimeter, dan holder.

3.3 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebanyak 30 ekor mencit jantan (Mus musculus L.) dibagi atas 6 perlakuan dan setiap


(29)

perlakuan terdiri dari 5 ekor mencit jantan. Penentuan jumlah ulangan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk setiap perlakuan ditentukan berdasarkan rumus frederer (Chairul et al., 1992) yaitu:

(t-1) (n-1) ≥ 15 dimana : t adalah jumlah perlakuan

n adalah jumlah ulangan

Tabel 3.1 Kelompok perlakuan

Perlakuan Castrol Oil MSG Vitamin C Vitamin E (0,3 ml) (4 mg/gBB) (0,26 mg/gBB) (0,026 mg/gBB)

K- - - - - K+

P1 - - - P2 - √ √

P3 √ √ - √

P4 √ √ √ √

Keterangan:

√ = Diberikan - = Tidak diberikan BB = Berat badan

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Hewan Percobaan

Hewan uji yang digunakan Mus musculusL. jantan yang berusia 8-12 minggu dengan berat badan rata-rata 25 g. Dibagi dalam perlakuan dan kontrol. Mencit diberi makan dan minum secara ad-libitum. Kandang mencit dijaga kebersihannya dan diberi sirkulasi udara yang baik. Penanganan hewan percobaan sesuai dengan persyaratan kode etik yang berlaku. Perlakuan terhadap hewan coba berpedoman pada prinsip-prinsip penelitian kesehatan yang menggunakan hewan secara etis, prosedur dan standar yang dibuktikan dengan Ethical Clearance dan Komite Etik Penelitian Hewan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.


(30)

3.4.2 Pembuatan Bahan Uji

Dosis pemberian MSG adalah 4 mg/g BB mencit (Simanjuntak, 2010). Untuk mencit yang beratnya 25 g, dosis yang digunakan adalah 100 mg/ekor. Pembuatan larutan MSG dilakukan dengan melarutkan serbuk MSG sebanyak 100 mg ke dalam 0,2 ml aquadest. Dosis pemberian vitamin C adalah 0,26 mg/g BB (Simanjuntak, 2010). Untuk mencit yang beratnya 25 g, dosis yang digunakan adalah 6,5 mg/ekor. Pembuatan larutan vitamin C dilakukan dengan melarutkan serbuk vitamin C sebanyak 6,5 mg ke dalam 0,2 ml aquadest. Dosis pemberian vitamin E sebanyak 0,026 mg/g BB (Anggraini, 2006). Untuk mencit yang beratnya 25 g, dosis yang digunakan adalah 0,65 mg/ekor. Pembuatan larutan vitamin E dilakukan dengan cara melarutkan vitamin E sebanyak 0,026 mg ke dalam 0,3 ml castrol oil.

3.4.3 Pembuatan Preparat Testis Mencit Jantan dengan Metode Parafin

Pembuatan sediaan histologis testis mencit dimulai dengan membunuh mencit secara dislokasi leher. Selanjutnya mencit dibedah, diambil organ testis dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9%, lalu difiksasi dengan menggunakan larutan bouin selama 1 malam. Setelah organ testis difiksasi, dilakukan pencucian (washing) dengan menggunakan alkohol 70% yang bertujuan untuk menghilangkan larutan fiksasi dari jaringan. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan cara merendam organ testis berturut-turut ke dalam alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96%, dan alkohol absolut. Botol yang berisi testis tersebut digoyang-goyangkan terus menerus (shaker) dengan menggunakan tangan agar proses dehidrasinya lebih cepat. Lalu dilakukan penjernihan (clearing) dengan cara merendam organ testis ke dalam xylol murni selama 1 malam.

Tahap selanjutnya adalah infiltrasi dengan cara merendam organ testis berturut-turut ke dalam xylol:parafin dengan perbandingan 3:1, 1:1, 1:3 dan berakhir di parafin murni masing-masing selama 1 jam. Proses infiltrasi ini dilakukan di dalam oven dengan suhu 56oC. Selanjutnya dilakukan proses penanaman organ dalam prafin, sebelum melangkah ke proses ini yang harus disiapkan adalah mencairkan parafin,


(31)

membuat kotak-kotak dari karton atau kalender bekas untuk tempat penanaman, menyiapkan lampu spiritus, menyediakan pinset kecil, dan menyediakan label. Setelah semuanya telah siap, proses penanaman organ (embedding) dimulai dengan menuangkan parafin cair kedalam kotak-kotak karton, selanjutnya ambil organ testis dengan cepat dari parafin murni dengan menggunakan pinset kecil lalu dimasukkan ke dalam kotak yang telah berisi parafin cair tadi, biarkan hingga parafin menjadi keras sampai terbentuk blok-blok parafin.

Pada tahap selanjutnya, dilakukan pemotongan blok parafin yang telah ditempelkan pada holder kemudian dipasang pada mikrotom, lalu mikrotom diputar sampai blok parafin yang berisi organ tadi terpotong menjadi pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6 µm. Hasil pemotongan yang berbentuk pita diletakkan pada objek glass, lalu dicelupkan ke dalam air dingin (air biasa) kemudian ke dalam air panas. Lalu diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk melekatkan pita parafin ke objek glass. Sediaan dimasukkan ke dalam xylol selama ± 15 menit untuk deparafinisasi, selanjutnya sediaan didealkoholisasi. Proses dealkoholisasi dimulai dari alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 70%, alkohol 60%, alkohol 50% dan alkohol 30%. Sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringanginkan.

Tahap selanjutnya adalah pewarnaan. Objek glass yang telah berisi irisan jaringan tadi dimasukkan ke dalam larutan pewarna Hematoxilin Erlich selama 3-7 menit, dicuci dengan air mengalir ± 10 menit, dimasukkan ke dalam alkohol 30%, 50%, dimasukkan ke dalam larutan pewarna Eosin 0,5% dalam alkohol 70% selama 1-3 menit, preparat dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 60%, 70%, 80%, 90%, 96%, dan alkohol absolut, dikeringkan dengan kertas pengisap. Selanjutnya, preparat dimasukkan ke xylol. Sediaan ditetesi dengan Canada balsam kemudian ditutup dengan cover glass. Setelah itu diberi label dan diamati di bawah mikroskop.


(32)

3.4.4 Parameter Pengamatan 3.4.4.1 Berat Testis

Penentuan berat testis dilakukan dengan cara menimbang testis bagian kiri dan kanan mencit dengan timbangan digital yang mempunyai akurasi 0,01 g. Berat kedua testis dirata-ratakan dan menjadi berat rata-rata testis masing-masing mencit.

3.4.4.2 Volume Testis

Untuk menentukan volume testis, diukur panjang dan lebar testis dengan menggunakan kertas milimeter. Volume testis dihitung mengikuti Sheti dan Chaturvedi (1991) dengan menggunakan rumus:

4

TV =

ח

.a.b²

3

Keterangan:

TV = Volume testis (cm³) a = Panjang testis b = Lebar testis ח = 3,14

3.4.4.3 Diameter Tubulus Seminiferus

Pengukuran dilakukan pada tubulus seminiferus yang berbentuk bulat, atau mendekati bulat. Dilakukan pengamatan untuk masing-masing potongan testis. Pengukuran diameter tubulus seminiferus dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 dan beserta program komputer Axiovision 4.0. Diameter tubulus seminiferus diukur secara menyilang dari sisi yang berseberangan dan dirata-ratakan, masing-masing tiga kali ulangan. Pengukuran tersebut dilakukan pada masing-masing preparat testis kanan dan kiri. (Amir, 1992).


(33)

3.4.4.4 Jumlah Sel Spermatogenik

Perhitungan dilakukan terhadap jumlah sel pada setiap tahapan spermatogenesis (spermatogonium, spermatosit primer, dan spermatid) pada tubulus seminiferus testis. Penghitungan sel spermatogenik dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 beserta program komputer Axiovision 4.0. Penghitungan jumlah sel spermatogenik dilakukan pada masing-masing preparat testis kanan dan kiri (Amir, 1992).

3.5 Analisis Statistik

Data yang diperoleh dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel independen) dengan bantuan program statistik komputer yaitu program SPSS release 13. Urutan uji diawali dengan uji normalitas, uji homogenitas. Jika p>0,05 maka dilanjutkan dengan uji sidik ragam (ANOVA) satu arah untuk data dengan pengamatan berulang (lebih dari 2 kali) atau lebih dari 2 perlakuan dan jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc-Bonferroni taraf 5%. Tetapi jika uji normalitas dan homogenitas p<0,05 maka dilanjutkan transformasi dan jika transformasi p>0,05 maka dilanjutkan uji ANOVA, tetapi jika p<0,05 maka dilakukan uji non parametrik Kruskal-Wallis dan jika p<0,05 dilakukan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan masing-masing perlakuan.


(34)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Berat Testis Mencit

Hasil pengamatan berat testis mencit dapat dilihat pada Gambar 1. Berat testis mencit pada K- adalah 0,136 g dan pada K+ adalah 0,138 g. Pada P1 berat testis mengalami penurunan yaitu sebesar 28,57%. Pemberian vitamin C, vitamin E serta kombinasi vitamin C dan E pada mencit yang dipajankan MSG (P2, P3 dan P4) menunjukkan peningkatan berat testis mencit yang sama yaitu sebesar 28,57%.

Gambar 4.1 Berat testis masing-masing perlakuan. Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05). Keterangan: K-= tidak diberikan apapun, K+= diberi castrol oil 0,3 ml, P1= diberi MSG 4 mg/g BB, P2= diberi MSG 4 mg/g BB & vitamin C 0,26 mg/g BB, P3= diberi MSG 4 mg/g BB & vitamin E 0,026 mg/g BB, dan P4= diberi MSG 4 mg/g BB, vitamin C 0,26 mg/g BB, dan vitamin E 0,026 mg/g BB.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa berat testis terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara P1 dengan K-, K+, P2, P3, dan P4. Hal ini menunjukkan bahwa


(35)

pemberian MSG dapat menurunkan berat testis mencit, dan pemberian vitamin C, vitamin E, serta kombinasi vitamin C dan E dapat memulihkan berat testis mencit yang telah terpajan oleh MSG. Penurunan berat testis ini mungkin dikarenakan MSG dapat meyebabkan terjadinya penurunan aktifitas sel-sel spermatogenik yang merupakan komponen penyusun berat testis. Gangguan yang terjadi terus menerus mempengaruhi aktifitas spermatogenik. Ketidakmampuan sel-sel germinal untuk menghasilkan bakal sel spermatosit tentunya menyebabkan pengurangan jumlah sel spermatogenik. Reduksi jumlah sel spermatosit yang berlangsung lama dapat menyebakan penurunan berat testis yang signifikan.

Menurut Burger et al., (1976), testis tersusun dari sel-sel epitel seminiferus, sel-sel interstisial jaringan peritubular, pembuluh darah dan pembuluh limfa. Sel- sel penyusun testis ini menentukan berat testis dan sangat dipengaruhi oleh androgen terutama testosteron. Nalbandov (1990) menyebutkan bahwa komponen jaringan intertubuler testis yang paling penting adalah sel Leydig. Sel ini merupakan sumber hormon seks jantan yaitu androgen. Bagian yang paling sensitif terhadap testosteron adalah sel-sel epitel seminiferus. Amir (1992) menyatakan bahwa turunnya berat testis erat hubungannya dengan hilangnya beberapa tingkat perkembangan sel germinal dari tubulus seminiferus, kemungkinan berhubungan dengan mengecilnya diameter tubulus seminiferus.

Menurut Elpiana (2011), pemberian MSG menyebabkan penurunan berat testis mencit. MSG yang berlebihan akan merusak nukleus arkuata di hipotalamus sehingga mengakibatkan penurunan sekresi GnRH (Gonadotropin Relising Hormon). GnRH akan mempengaruhi hipofisis anterior dalam mensekresi hormon-hormon gonadotropin yaitu FSH dan LH. Penurunan LH menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan sel leydig terganggu, sedangkan penurunan FSH menyebabkan proses spermatogenesis terganggu sehingga berat testis akan menurun.

Pemberian vitamin C, vitamin E serta kombinasi vitamin C dan E dapat memulihkan berat testis mencit yang dipajankan MSG. Hal ini dikarenakan vitamin C dan E berperan sebagai antioksidan. Menurut Iswara (2009), antioksidan merupakan


(36)

substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan olehnya.

4.2 Volume Testis

Hasil pengamatan volume testis mencit dapat dilihat pada Gambar 2. Volume testis mencit pada K- adalah 114,49 cm3 dan pada K+ adalah 114,63 cm3. Volume testis mencit pada P1 mengalami penurunan sebesar 32,41%. Pada P2, P3, dan P4 mengalami peningkatan volume testis mencit masing-masing sebesar 19,83%, 32,83%, dan 31,95%.

Gambar 4.2 Volume testis (cm3) masing-masing perlakuan. Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa volume testis terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antara P1 dengan K-, K+, P3, dan P4, tetapi volume testis tidak terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara P1 dengan P2. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian MSG dapat menurunkan volume testis mencit. Kesimpulan sementara bahwa reduksi jumlah sel spermatogenik tubulus seminiferus berlangsung terus menerus berpengaruh signifikan terhadap volume testis. Pemberian MSG menyebabkan gangguan proses spermatogenesis sehingga jumlah sel spermatogenik akan berkurang, dengan berkurangnya jumlah lapisan sel spermatogenik maka


(37)

ketebalan dinding tubulus seminiferus akan berkurang (menipis), sehingga diameter tubuli seminiferi juga akan menjadi lebih kecil. Penyusutan diameter tubulus seminiferus akan menyebabkan penurunan volume testis.

Menurut Kuswahyuni (2008), volume normal testis berhubungan dengan kualitas semen yang dipengaruhi oleh libido seksual pejantan. Adanya perangsangan yang berulang dengan selang waktu antar rangsangan yang masih dekat, dapat meningkatkan hormon gonadotropin yang akan menginduksi hormon testosteron untuk spermatogenesis yang optimum. Dikatakan pula oleh Hafez (1980), volume semen merupakan cairan yang berasal dari kelenjar aksesori yang produksinya dirangsang oleh hormon testosteron. Perangsangan yang relatif sama menyebabkan produksi semen tidak berbeda nyata yang berkaitan dengan volume testis.

Pemberian vitamin C tidak dapat memulihkan volume testis mencit yang telah terpajan oleh MSG. Hal ini mungkin disebabkan oleh dosis vitamin C yang diberikan belum efektif dalam memulihkan volume testis. Menurut Sinuraya (2011), vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi yang tinggi. Pemberian vitamin E, dan kombinasi vitamin C dan E mampu memulihkan volume testis yang telah terpajan oleh MSG. Menurut penelitian yang telah dilakukan Iswara (2009), vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E dalam mempertahankan jumlah spermatozoa dengan menangkap radikal bebas dari allethrin dalam obat nyamuk, vitamin E meyumbangkan satu elektronnya kepada radikal yang kemudian berubah menjadi vitamin E radikal dan selanjutnya akan distabilkan oleh vitamin C. Vitamin C yang bersifat radikal selanjutnya akan berubah menjadi stabil kembali oleh enzim antioksidan di dalam tubuh.

4.3 Diameter Tubulus Seminiferus

Hasil pengamatan diameter tubulus seminiferus dapat dilihat pada Gambar 3. Diameter tubulus seminiferus pada K- dan K+ adalah 4100,4 µm dan 4129,82 µm. Pada P1 diameter tubulus seminiferus mengalami penurunan sebesar 18%. Diameter


(38)

tubulus seminiferus pada P2, P3, dan P4 terjadi pemulihan masing-masing sebesar 10,59%, 14,08%, dan 18,16%.

Gambar 4.3 Diameter tubulus seminiferus testis (µm) masing-masing perlakuan.

Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa diameter tubulus seminiferus testis mencit pada P1 berbeda nyata (P<0,05) dengan K(-), K(+), dan P4. Diameter tubulus seminiferus testis mencit pada P1 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kelompok P2 dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian MSG dapat menurunkan diameter tubulus seminiferus testis mencit. Menurunnya diameter tubulus seminiferus ini diduga karena kadar hormon FSH terganggu sehingga tidak dapat mempertahankan ukuran diameter tubulus seminiferus. Menurut Nelsen (1992), diameter tubulus seminiferus ditentukan oleh kerjasama antara follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kerjasama ini ditentukan oleh adanya FSH, sebab tanpa FSH maka LH tidak dapat mempertahankan keadaan normal ukuran diameter tubulus seminiferus, sehingga tubulus tersebut akan mengecil.

Menurut Elpiana (2011), MSG yang berlebihan menyebabkan penurunan sekresi hormon-hormon gonadotropin yaitu FSH dan LH. Menurut Purwoko (2010), penurunan GnRH menyebabkan turunnya hormon LH dan FSH, kemudian disusul dengan penurunan testosteron. Penurunan testosteron ini menyebabkan turunnya


(39)

libido seksual, spermatogenesis dan diameter tubulus seminiferus. Menurut penelitian Das dan Ghosh (2010), pemberian MSG pada tikus menunjukkan mengecilnya diameter tubulus seminiferus dibandingkan dengan kontrol.

Pemberian vitamin C dan vitamin E secara tunggal kurang mampu menunjukkan pengaruh yang besar dalam memulihkan diameter tubulus seminiferus testis mencit yang dipajan MSG. Pemberian vitamin C dan E secara bersamaan mampu memulihkan diameter tubulus seminiferus testis mencit yang dipajan MSG. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin C dan E secara bersamaan berfungsi lebih baik dalam menangkal radikal bebas yang ditimbulkan MSG sehingga dapat meningkatkan diameter tubulus seminiferus testis mencit.

4.4 Jumlah Sel Spermatogenik

Gambaran sel spermatogenik testis mencit hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Jumlah spermatogonium pada K- dan K+ adalah 36 dan 39 sel. Pada P1 jumlah spermatogonium mengalami penurunan sebesar 27,78%. Pada P2 tidak menunjukkan pemulihan jumlah spermatogonium. Pada P3 dan P4 menunjukkan adanya pemulihan jumlah spermatogonium masing-masing sebesar 30,56% dan 63,89%. Jumlah spermatosit primer pada K- dan K+ adalah 30 dan 33 sel. Jumlah spermatosit primer pada P1 mengalami penurunan sebesar 33,33%. Pada P2, P3, dan P4 mengalami pemulihan masing-masing sebesar 10%, 63,33%, dan 56,67%. Jumlah spermatid pada K- dan K+ adalah 102 dan 104 sel. Pada P1 jumlah spermatid mengalami penurunan sebesar 58,82%. Pada P2, P3, dan P4 jumlah spermatid mengalami pemulihan masing-masing sebesar 58,82%, 50,99%, dan 53,92% .


(40)

Gambar 4.4 Penampang melintang tubulus seminiferus mencit (Mus musculus L.) pewarnaan HE, perbesaran 400x. Keterangan; K(-)= Kontrol Negatif, K(+)= Kontrol Positif, P1= MSG, P2= MSG & Vitamin C, P3= MSG & Vitamin E, P4= MSG & Vitamin C & Vitamin E, Spermatogonium, B= Spermatosit Primer, C= Spermatid.


(41)

Gambar 4.5 Jumlah sel spermatogenik/ tubulus seminiferus testis mencit. Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa jumlah spermatogonium pada P1 tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan jumlah spermatogonium pada K-, K+, P1, P2, dan P3 tetapi berbeda nyata dengan P4. Jumlah spermatosit primer dan spermatid pada P1 tidak berbeda nyata dengan P2 tetapi berbeda nyata dengan K-, K+, P3, dan P4. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian MSG dengan dosis 4 mg/g BB dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis yang ditandai dengan menurunnya jumlah spermatosit primer dan spermatid.

Menurut Sudatri (2011), MSG menyebabkan terjadinya gangguan spermatogenesis melalui pretestikular dan testikular. Mekanisme pretestikuler menghambat spermatogenesis melalui poros hipotalamus, hipofisis dan testis. LH yang menurun dalam serum akan mereduksi testosteron intratestikuler yang diikuti oleh penurunan FSH sehingga produksi sperma terhambat. Gangguan spermatogenesis melalui mekanisme testikuler bersifat sitotoksik. MSG menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang berlebih dan menimbukan stress oksidatif.

Pemberian MSG tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap jumlah spermatogonium. Hal ini mungkin disebabkan karena sel spermatogonium memiliki


(42)

daya tahan yang paling tinggi terhadap faktor luar dari pada sel spermatogenik yang lainnya. Jumlah spermatosit primer mengalami penurunan akibat pemajanan MSG. Hal ini mungkin disebabkan karena menurunnya hormon testosteron. Menurut Elpiana (2011), pemberian MSG dapat menyebabkan penurunan hormon FSH dan LH yang kemudian disusul oleh menurunnya testosteron.

Testosteron diperlukan untuk memulai proses meiosis sel spermatosit. Menurut Soehadi (1979), testosteron berperan pada pembelahan profase meiosis pertama tahap diakinesis, yaitu pada saat dimulainya pembelahan metaphase. Penurunan jumlah spermatosit primer ini didukung juga oleh pernyataan Everitt dan Johnson (1990), spermatosit sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan cenderung mengalami kerusakan setelah profase meiosis pertama khususnya pada tahap pakiten, yaitu pada saat terjadinya pindah silang antara kromosom yang homolog. Bila spermatosit mengalami kerusakan maka akan mengalami degenerasi dan difagositosis oleh sel Sertoli sehingga jumlah spermatosit menjadi berkurang. Penurunan jumlah spermatosit menyebabkan jumlah spermatid juga menurun karena spermatosit yang mengalami meiosis kedua menjadi spermatid menurun. Menurut Tajudin (1986), hambatan pada satu tahapan spermatogenesis akan berpengaruh terhadap tahapan berikutnya.

Pemberian vitamin C secara tunggal tidak mampu memulihkan jumlah sel spermatogenik pada mencit yang terpajan MSG. Hal ini mungkin disebabkan karena dosis dari vitamin C yang belum optimal dalam memulihkan jumlah sel spermatogenik. Vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi yang tinggi. Pada penelitian terhadap efek vitamin C terhadap jumlah dan motilitas spermatozoa mencit yang dipapari MSG, menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dengan dosis 0,2 mg/g BB tidak mampu memulihkan jumlah dan motilitas spermatozoa mencit yang dipajankan MSG (Suparni, 2009).

Pemberian vitamin E secara tunggal mampu meningkatkan jumlah sel spermatogenik. Hal ini mungkin disebabkan karena vitamin E merupakan antioksidan alami yang mampu menekan peroksidasi lipid pada membran sel sehingga akan melindungi membran sel dari kerusakan. MSG dapat menyebabkan keadaan stress


(43)

oksidatif yang ditandai dengan pembentukan radikal bebas di dalam testis. Saat terdapat radikal bebas, lipid peroksida meningkat karena adanya reaksi antara lipid dengan radikal bebas. Peroksidasi lipid dari membran sel tersebut mengakibatkan peningkatan fluiditas membran sel, dan gangguan permeabilitas membran sel. Menurut Astuti (2009), vitamin E berperan dalam memperlambat berlangsungnya reaksi peroksidasi lipid karena mampu menangkap radikal bebas dan memutus berantai proses peroksidasi lipid di dalam membran sel. Aksi vitamin E adalah dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas yang dibutuhkan untuk menstabilkan sebuah elektron yang tidak berpasangan akibat pembentukan radikal bebas. Hal ini menyebabkan terbentuknya radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak, serta menghentikan reaksi rantai propagasi yang bersifat merusak pada proses peroksidasi lipid.

Pemberian kombinasi vitamin C dan E pada penelitian ini menunjukkan adanya pemulihan jumlah sel spermatogenik testis mencit yang telah dipajankan MSG. Hal ini disebabkan karena adanya kerja sama yang sinergis dari vitamin C dan E. Vitamin E merupakan antioksidan yang bekerja pada membran sel yangmemerlukan tekanan oksigen yang tinggi, sedangkan vitamin C bekerja pada sitosol dan secara ekstrasel. Dengan mekanisme kerja yang berbeda, jika kedua vitamin ini digunakan bersamaan akan memberikan efek yang optimal dalam menghadapi aktifitas radikal bebas.Menurut Iswara (2009), Vitamin C bersama-sama dengan vitamin E dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat vitamin E radikal yang terbentuk pada proses pemutusan reaksi radikal bebas oleh vitamin E menjadi vitamin E bebas yang berfungsi kembali sebagai antioksidan. Asam askorbat dengan cepat mengelimasi oksigen radikal dan mencegah proses oksidasi.


(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

a. Monosodium glutamat dapat menurunkan berat testis, volume testis, diameter tubulus seminiferus, dan jumlah sel spermatogenik testis mencit.

b. Vitamin C tidak dapat memulihkan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik tetapi dapat memulihkan berat testis mencit yang terpajan MSG.

c. Vitamin E tidak dapat memulihkan diameter tubulus seminiferus tetapi dapat memulihkan berat testis, volume testis, serta jumlah sel spermatogenik testis mencit yang terpajan MSG.

d. Kombinasi vitamin C dan E dapat memulihkan berat testis, volume testis, diameter tubulus seminiferus, dan jumlah sel spermatogenik testis mencit yang terpajan MSG.

5.2 Saran

Adanya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh vitamin C dan E pada mencit yang dipajankan MSG terhadap kualitas dan kuantitas sperma serta kandungan hormon mencit misalnya FSH, LH, ataupun testosteron.


(45)

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, A., Prabakaran, S.A. & Said, T. M. 2005. Prevention of oxidative stress injury to sperm. Andrology Journal (26):654-60.

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 175-185.

Amir, Erni. 1992. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Biji Pepaya Gandul (Carica papaya L.

Terhadap Sel-Sel Spermatogenik Mencit dan Jumlah Anak Hasil Perkawinannya.

Disertasi Doktor. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Anggraini, D. 2006. Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Motilitas Spermatozoa Mencit Jantan Strain Balb/c yang Diberi Paparan Asap Rokok. S. Ked. Skripsi. Semarang: Universitas Dipenogoro.

Arief, S. 2006. Radikal Bebas. Surabaya: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RS. Dr. Sutomo.

Astuti, S. 2008. Pengaruh pemberian tepung kedelai kaya isoflavon, seng (Zn) dan vitamin E terhadap kadar hormon testosteron serum dan jumlah sel spermatogenik pada tubuli seminiferi testis tikus jantan. JITV13(4).

Burger, H. D. 1976. Human Cemen and Fertility Regulation in Men. St. Louis: Mosby.

Chairul, H. M. & Daryati, Y. 1992. Pengaruh Estrak Kencur (Kaemferia galanga L.) Terhadap Kehamilan Mencit Puith (Mus musuculus L.). Seminal Nasional Indonesia V. Pokjanas. Bandung: Universitas Padjajaran.

Corwin, E. J. 2008. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. hlm. 765-766.

Das, R.S., S.K. Ghos. 2010. Long term effects of monosodium glutamate on spermatogenesis following neonatal exposurein albino mice a histological study. Journal of Medichal Nepal12(3):149-153.

Elpiana. 2011. Pengaruh Monosodium Glutamat Terhadap Kadar Hormon Testosteron dan Berat Testis pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). M. Biomed. Tesis. Padang: Universitas Andalas.


(47)

Farombi, E. & Onyema, O. (2006) Monosodium glutamate-induced oxidative damage and genotoxicity in the rat : modulatory role of vitamin C, vitamin E and quercetin. Human & Experimental Toxicology (25):251-259.

Franca, L., Suescun, M., Miranda, J., Giovambattista, A., Perello, M., Spinedi, E 2006. Testis structure and function in a nongenetic hyperadipose rat model at prapubertal and adult ages. Journal Endocrinology147(3):1556-63.

Freeman, M. 2006. Reconsidering the effects of monosodium glutamat: a literature review. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners (18): 482-486.

Frei. 1994. Reactive oxygen species and antioxidant vitamins: mechanisms of action. American Journal Medicine. Excerpta Medica Inc.

Guyton, A. C. 1990. Fisiologi Manusia Mekanisme Penyakit. Edisi Ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. hlm. 730.

Hafez, E. S. E. 1980. Reproductin in Farm Animals. Philadelphia: Lea and Febiger.

Iswara, A. 2009. Pengaruh Pemberian Antioksidan Vitamin C dan E Terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Putih Terpapar Allethrin. Sarjana Biologi. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Juncqueira, C., Carneiro, J. & Kelley, R. O. 1995. Histologi dasar. Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. hlm. 419-530.

Kuswahyuni, I. S. 2008. Lingkar skrotum, volume testis, volume semen dan konsentrasi sperma pada beberapa sapi potong. Agromedia. 26(1):24.

Lamperti, A. 1984. The ffect of neonatally-administered monosodium glutamate on the reproductive system of adult hamster. Biology of Reproduction(14). Luck, R. M. 1995. Ascorbic acid and fertility. Journal Biol Repro(52):262-266. Machrina, Y. 2009. Pengaruh Monosodium Glutamat Terhadap Perkembangan

Folikel dan Siklus Estrus Mencit Betina. M. Biomed Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Megawati, E. R. 2008. Penurunan Jumlah Sperma Hewan Coba Akibat Pajanan Monosodium Glutamate. Medan: Universitas Sumatera Utara. hlm. 8.

Nalbandov, A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Cetakan Pertama. Jakarta: AgroMedia Pustaka

Nayanatara A, Vinodini N, Damodar G, Ahamed B, Ramaswamy C, Shabarinath. 2009. Role of ascorbic acid in monosodium glutamate mediated effect on testicular weight, sperm morphology and sperm count, in rat testis. Journal of Chinese Clinical medicine (3):1-5.


(48)

Nelsen, O. E. 1953. Comparative Embryology of the Vertebrates. Toronto: The Blakiston Co. hlm. 933.

Pizzi, W. Barnhart, J. E. & Fanslow, D. J. 1977. Monosodium glutamate administration to the newborn reduces reproductive ability of female and male mice. Journal Sciences (196):452-454.

Purwoko, Y. 2010. Pengaruh pemberian ekstrak Eurycoma longifolia terhadap diameter tubulus seminiferus mencit balb/c jantan yang dibuat stress dengan stressor renjatan listrik. Media Medika Muda(4):48.

Sand, J. 2005. A short history of MSG good science, bad science and taste cultures. The Journal of Culture (2):38-48.

Sethi, S & Chaturvedi, C, M. 2010. Temporal phase relation of circadian neural oscillations as the basis of testicular maturation in mice: a test of a coincidence model. Journal Biosci 35(4):3.

Sheerwood, L. 2004. The Reproductive System in Human Physiology From Cell to System. Fifth Edition. California: Tomson Brook/cole. hlm. 757.

Simanjuntak, L. 2010. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Gambaran Histologis Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dpapari Monosodium Glutamate. M. Biomed. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sinuraya, A. K. 2011. Pengaruh Ekstrak Daun Katuk Sebagai Hepatoprotektor Terhadap Kerusakan histologis Hepar Tikus Putih yang Dipapari Parasetamol. Skripsi. Surakarta: Universitass Sebelass Maret.

Siregar, H. J. 2009. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sel Lydig Dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang Dipapari MSG. M. Biomed Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sudaryanti, E. 1999. Aspek Penanganan Radikal bebas Melalui Antioksidan.Medan: Universitas Sumatera Utara. hlm. 6-8.

Sudatri, W., Sukmaningsih, A., Ermayanti, M. Wiratmini, I. 2011. Gangguan spermatogenesis setelah pemberian monosodium glutamat pada mencit (Mus musculus L.). Jurnal Biologi 15(2):49-52.

Suhadi, K. 1996. Spesies Oksigen reaktif dan kualitas spermatozoa. Medika(10):174-177 Sukawan, U. Y. 2008. Efek toksik monosodium glutamat (MSG) pada binatang

percobaan. Jurnal Kesehatan (3):306-314.

Suparni. 2009. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sperma dan Morfologi Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang dipaparkan Monosodium Glutamat (MSG). M. Biomed. Tesis. Medan: Universitas Sumatra Utara.


(49)

Sulistyowati, Y. 2006. Pengaruh pemberian Likopen Terhadap Status Antioksidan (Vitamin C, Vitamin E dan Gluthation Peroksidase) Tikus (Rattus norvegicus Galur Sprague Dawley) Hiperkolesterolemik. M. Biomed Tesis. Semarang: Universitas Dipenogoro.

Tajudin, M. 1986. Cara Keluarga Berencana Untuk Pria. Dalam: Symposium Proses Reproduksi, Kesuburan dan Seks Pria dalam Perkawinan. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tuminah, S. 2000. Radikal bebas dan antioksidan kaitannya dengan nutrisi dan penyakit kronis. Cermin Dunia Kedokteran(128):49-51.

Yatim, W. 1990. Histologi. Edisi Pertama. Bandung: Penerbit Tarsito.

Yousef, M. I., Abdallah, G. A. & Kamel, K. I. (2003). Effect of ascorbic acid and Vitamin E supplementation on semen quality and biochemical parameters of male rabbits. Anim Reprod Sc. (76):99-111.


(50)

Lampiran A. Dokumentasi Gambar Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit

Penampang melintang tubulus seminiferus testis setelah pemberian vitamin C dan E pada mencit yang dipajankan monosodium glutamat (MSG), pewarnaan HE, Perbesaran 400x, (Konversi 20:1).


(51)

Lampiran B. Pembuatan Larutan MSG, Vitamin C dan E

Ditimbang sebanyak 100 mg Dimasukkan ke dalam beaker glass Ditambahkan aquadest sebanyak 0,2 ml Diaduk dengan menggunakan spatula

Ditimbang sebanyak 6,5 mg

Dimasukkan ke dalam beaker glass Ditambahkan aquadest sebanyak 0,2 ml Diaduk dengan menggunakan spatula

Diambil sebanyak0,65 mg

Dilarutkan dengan minyak jarak “Oleum Riccini” 0,3 ml Serbuk MSG

Larutan MSG

Serbuk Vitamin C

Larutan Vitamin C

Vitamin E


(52)

Lampiran C. Pembuatan Preparat Histologis Testis

Dibilas dengan NaCl 0,9%

Difiksasi dalam BOUIN selama 1 malam Washing dalam alkohol 70%

Dehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat mulai 70%, 80%, 96%, dan 100%

Clearing dalam xylol Infiltrasi

Embedding (penanaman) organ dalam cetakan kemudian dituangkan parafin murni, dibiarkan hingga didapatkan blok parafin

Cutting (pemotongan) menggunakan mikrotom sehingga didapatkan pita-pita parafin

Attaching (penempelan) pita parafin pada objek glass Deparafinasi dengan mencelupkan objek dalam xylol

Dealkoholisasi dalam alkohol menurun dari 100%, 96%, 80%, hingga 70%

Pewarnaan dengan mencelupkan dalam Hematoxilin selama 3-7 menit kemudian dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya dicelupkan dalam alkohol 70%, lalu dicelupkan dalam Eosin

selama 1-3 menit.

Mounting yaitu menutup preparat dengan gelas penutup yang sebelumnya diberi Canada balsam


(53)

Lampiran D. Dokumentasi Penelitian

Vitamin E Castrol Oil

Kandang Mencit Jarum Gavage

Pemberian Perlakuan Pengambilan Organ


(54)

LAMPIRAN E. Data dan Analisis Statistik Berat Testis Mencit

Rataan Berat Testis setelah Pemberian Vitamin C dan E pada mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

Perlakuan Ulangan x ± SD

1 2 3 4 5

K- 0,13 0,14 0,13 0,14 0,14 0,14 ± 0,01

K+ 0,14 0,13 0,13 0,15 0,14 0,14 ± 0,01

P1 0,09 0,08 0,11 0,11 0,09 0,10 ± 0,01

P2 0,14 0,13 0,15 0,12 0,14 0,14 ± 0,01

P3 0,13 0,14 0,15 0,14 0,14 0,14 ± 0,01

P4 0,15 0,12 0,13 0,14 0,15 0,14 ± 0,01

Hasil Uji Statistik Berat Testis Mencit

Tests of Normality

kelomp ok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

berat_testis k- .367 5 .026 .684 5 .006

k+ .231 5 .200* .881 5 .314

p1 .273 5 .200* .852 5 .201

p2 .237 5 .200* .961 5 .814

p3 .300 5 .161 .883 5 .325

p4 .221 5 .200* .902 5 .421

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

berat_testis Based on Mean 2.486 5 24 .060

Based on Median .898 5 24 .498

Based on Median and with adjusted df

.898 5 16.777 .505


(55)

Kruskal-Wallis Test

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank

berat_testis k- 5 16.40

k+ 5 18.00

p1 5 3.00

p2 5 17.10

p3 5 19.80

p4 5 18.70

Total 30

Test Statisticsa,b

berat_testis

Chi-Square 13.449

df 5

Asymp. Sig. .020

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis k- 5 5.20 26.00

k+ 5 5.80 29.00


(56)

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U 11.000

Wilcoxon W 26.000

Z -.346

Asymp. Sig. (2-tailed) .729

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis k- 5 8.00 40.00

p1 5 3.00 15.00

Total 10

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.668

Asymp. Sig. (2-tailed) .008

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis k- 5 5.40 27.00

p2 5 5.60 28.00


(57)

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U 12.000

Wilcoxon W 27.000

Z -.113

Asymp. Sig. (2-tailed) .910

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis k- 5 4.70 23.50

p3 5 6.30 31.50

Total 10

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U 8.500

Wilcoxon W 23.500

Z -.956

Asymp. Sig. (2-tailed) .339

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis k- 5 5.10 25.50

p4 5 5.90 29.50


(58)

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U 10.500

Wilcoxon W 25.500

Z -.438

Asymp. Sig. (2-tailed) .661

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis k+ 5 8.00 40.00

p1 5 3.00 15.00

Total 10

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.643

Asymp. Sig. (2-tailed) .008

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis k+ 5 5.70 28.50

p2 5 5.30 26.50


(59)

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U 11.500

Wilcoxon W 26.500

Z -.219

Asymp. Sig. (2-tailed) .827

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis k+ 5 5.10 25.50

p3 5 5.90 29.50

Total 10

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U 10.500

Wilcoxon W 25.500

Z -.454

Asymp. Sig. (2-tailed) .650

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis k+ 5 5.40 27.00

p4 5 5.60 28.00


(60)

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U 12.000

Wilcoxon W 27.000

Z -.108

Asymp. Sig. (2-tailed) .914

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis p1 5 3.00 15.00

p2 5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.635

Asymp. Sig. (2-tailed) .008

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis p1 5 3.00 15.00

p3 5 8.00 40.00


(61)

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.660

Asymp. Sig. (2-tailed) .008

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis p1 5 3.00 15.00

p4 5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.635

Asymp. Sig. (2-tailed) .008

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis p2 5 5.00 25.00

p3 5 6.00 30.00


(62)

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U 10.000

Wilcoxon W 25.000

Z -.561

Asymp. Sig. (2-tailed) .575

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis p2 5 5.20 26.00

p4 5 5.80 29.00

Total 10

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U 11.000

Wilcoxon W 26.000

Z -.323

Asymp. Sig. (2-tailed) .746

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok

Ranks

kelomp

ok N Mean Rank Sum of Ranks

berat_testis p3 5 5.60 28.00

p4 5 5.40 27.00


(63)

Test Statisticsb

berat_testis

Mann-Whitney U 12.000

Wilcoxon W 27.000

Z -.110

Asymp. Sig. (2-tailed) .913

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.


(1)

Tests of Normality

kelom pok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. spermatosit_primer k- .235 5 .200* .939 5 .661

k+ .193 5 .200* .959 5 .799

p1 .294 5 .181 .825 5 .127

p2 .253 5 .200* .954 5 .769

p3 .140 5 .200* .994 5 .993

p4 .230 5 .200* .941 5 .672

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene

Statistic df1 df2 Sig. spermatosit_primer Based on Mean 1.008 5 24 .434

Based on Median .854 5 24 .526

Based on Median and with adjusted df

.854 5 21.252 .528

Based on trimmed mean 1.029 5 24 .423

ANOVA spermatosit_primer

Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 1899.067 5 379.813 6.400 .001 Within Groups 1424.400 24 59.350


(2)

Multiple Comparisons spermatosit_primer Bonferroni (I) kelomp ok (J) kelomp ok Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound k- k+ 1.00000 4.87237 1.000 -14.8760 16.8760

p1 19.00000* 4.87237 .010 3.1240 34.8760

p2 15.40000 4.87237 .063 -.4760 31.2760

p3 -.20000 4.87237 1.000 -16.0760 15.6760 p4 1.20000 4.87237 1.000 -14.6760 17.0760 k+ k- -1.00000 4.87237 1.000 -16.8760 14.8760 p1 18.00000* 4.87237 .017 2.1240 33.8760 p2 14.40000 4.87237 .103 -1.4760 30.2760 p3 -1.20000 4.87237 1.000 -17.0760 14.6760 p4 .20000 4.87237 1.000 -15.6760 16.0760 p1 k- -19.00000* 4.87237 .010 -34.8760 -3.1240 k+ -18.00000* 4.87237 .017 -33.8760 -2.1240 p2 -3.60000 4.87237 1.000 -19.4760 12.2760 p3 -19.20000* 4.87237 .009 -35.0760 -3.3240 p4 -17.80000* 4.87237 .019 -33.6760 -1.9240

p2 k- -15.40000 4.87237 .063 -31.2760 .4760

k+ -14.40000 4.87237 .103 -30.2760 1.4760 p1 3.60000 4.87237 1.000 -12.2760 19.4760 p3 -15.60000 4.87237 .057 -31.4760 .2760 p4 -14.20000 4.87237 .114 -30.0760 1.6760

p3 k- .20000 4.87237 1.000 -15.6760 16.0760

k+ 1.20000 4.87237 1.000 -14.6760 17.0760 p1 19.20000* 4.87237 .009 3.3240 35.0760

p2 15.60000 4.87237 .057 -.2760 31.4760

p4 1.40000 4.87237 1.000 -14.4760 17.2760 p4 k- -1.20000 4.87237 1.000 -17.0760 14.6760 k+ -.20000 4.87237 1.000 -16.0760 15.6760 p1 17.80000* 4.87237 .019 1.9240 33.6760


(3)

p2 14.20000 4.87237 .114 -1.6760 30.0760 p3 -1.40000 4.87237 1.000 -17.2760 14.4760 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Tests of Normality

kelomp ok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

spermatid k- .214 5 .200* .915 5 .496

k+ .175 5 .200* .974 5 .902

p1 .170 5 .200* .962 5 .822

p2 .215 5 .200* .896 5 .391

p3 .261 5 .200* .867 5 .254

p4 .197 5 .200* .962 5 .825

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

spermatid Based on Mean 2.168 5 24 .092

Based on Median 1.578 5 24 .204

Based on Median and with adjusted df

1.578 5 14.940 .226

Based on trimmed mean 2.188 5 24 .089

ANOVA Spermatid

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 17849.900 5 3569.980 9.545 .000 Within Groups 8976.800 24 374.033


(4)

Multiple Comparisons Spermatid Bonferroni (I) kelomp ok (J) kelomp ok Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound k- k+ -2.00000 13.27705 1.000 -45.2617 41.2617

p1 59.20000* 13.27705 .002 15.9383 102.4617 p2 56.00000* 13.27705 .005 12.7383 99.2617 p3 7.80000 13.27705 1.000 -35.4617 51.0617 p4 5.00000 13.27705 1.000 -38.2617 48.2617 k+ k- 2.00000 13.27705 1.000 -41.2617 45.2617 p1 61.20000* 13.27705 .002 17.9383 104.4617 p2 58.00000* 13.27705 .003 14.7383 101.2617 p3 9.80000 13.27705 1.000 -33.4617 53.0617 p4 7.00000 13.27705 1.000 -36.2617 50.2617 p1 k- -59.20000* 13.27705 .002 -102.4617 -15.9383 k+ -61.20000* 13.27705 .002 -104.4617 -17.9383 p2 -3.20000 13.27705 1.000 -46.4617 40.0617 p3 -51.40000* 13.27705 .011 -94.6617 -8.1383 p4 -54.20000* 13.27705 .006 -97.4617 -10.9383 p2 k- -56.00000* 13.27705 .005 -99.2617 -12.7383 k+ -58.00000* 13.27705 .003 -101.2617 -14.7383 p1 3.20000 13.27705 1.000 -40.0617 46.4617 p3 -48.20000* 13.27705 .020 -91.4617 -4.9383 p4 -51.00000* 13.27705 .012 -94.2617 -7.7383 p3 k- -7.80000 13.27705 1.000 -51.0617 35.4617 k+ -9.80000 13.27705 1.000 -53.0617 33.4617 p1 51.40000* 13.27705 .011 8.1383 94.6617 p2 48.20000* 13.27705 .020 4.9383 91.4617 p4 -2.80000 13.27705 1.000 -46.0617 40.4617 p4 k- -5.00000 13.27705 1.000 -48.2617 38.2617 k+ -7.00000 13.27705 1.000 -50.2617 36.2617 p1 54.20000* 13.27705 .006 10.9383 97.4617


(5)

p2 51.00000 13.27705 .012 7.7383 94.2617 p3 2.80000 13.27705 1.000 -40.4617 46.0617 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

3 83 66

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit(Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

6 49 63

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

0 0 6

b. Pembuatan Vitamin C - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit(Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 15

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) SKRIPSI ZULFIANI 080805010

0 0 13

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 11

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) SKRIPSI

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 10

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) SKRIPSI UMMI KALSUM 080805052

0 0 11