PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU BIDAN PRAKTIK MANDIRI TERHADAP UPAYA KEWASPADAAN UNIVERSAL DI PROVINSI JAWA BARAT DAN KALIMANTAN TIMUR Knowledge, Attitudes, and Behavior of Private Midwifery Practice Regarding to Universal Precautions in West Java and Ea

  

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU BIDAN PRAKTIK MANDIRI

TERHADAP UPAYA KEWASPADAAN UNIVERSAL DI PROVINSI JAWA

BARAT DAN KALIMANTAN TIMUR

  

Knowledge, Attitudes, and Behavior of Private Midwifery Practice Regarding to

Universal Precautions in West Java and East Kalimantan Province

1 1 1 1 Sugiharti , Heny Lestary , Siti Masitoh

Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat

Email: [email protected]

  

Diterima: 25 September 2017; Direvisi: 13 Oktober 2017; Disetujui: 21 Desember 2017

ABSTRACT

Healthcare Associated Infection (HAIs) is one of the health problems in the world, including Indonesia.

  

HAIs have direct impacts as an economic burden which in principle, can be prevented if health service

facilities consistently implement the program of Prevent ion and Control of Infection (PCI). Universal

precaution is part of PCI efforts in health care facilities. This writing aims to determine k nowledge,

attitudes, and behavior of midwives related to universal precautions in the prevention of infection in an

independent midwife practice. The research was conducted in West Java and East Kalimantan provinces.

The research design was cross sectional with quantitative method. The sampling technique was purposive

sampling whereas the number of samples was determined based on the minimum sample size of 30 for the

correlational descriptive research, and the number of samples was 38 midwives. The results of this study

indicate that there was a discrepancy between k nowledge, attitude, and behavior of midwives towards the

application of universal precautions. In terms of behavior, there are some components of universal

precautions with very low percentages, such as using self-protective equipment completely when helping

with labor (10.5%), and disposing of sharps collectio n containers such as syringes into temporary shelters

just in time determined (18.4%). Need for capacity building to improve the ability of independent midwives

in the application of universal precautions.

  Keywor ds: Universal precautions, k nowledge, attitudes, behavior of midwives

ABSTRAK

Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infection (HAIs) merupakan salah

satu masalah kesehatan di berbagai dunia, termasuk Indonesia. HAIs berdampak langsung sebagai beban

ekonomi yang secara prinsip, dapat dicegah bila fasilitas pelayanan kesehatan secara konsisten

melaksanakan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Kewaspadaan universal (Universal

precaution) merupakan bagian dari upaya PPI di sarana pelayanan kesehatan. Pe nulisan ini berrtujuan

untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku bidan terkait kewaspadaan universal dalam pencegahan

infeksi di bidan praktik mandiri. Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Disain

penelitian adalah potong lintang dengan metode kuantitatif. Teknik pengambilan sampel dengan cara

sampling purposive sedangkan jumlah sampel ditentukan berdasarkan jumlah sampel minimal 30 untuk

penelitian deskriptif korelasional, dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 38 orang b idan. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa terdapat ketidak sesuaian antara pengetahuan, sikap, maupun perilaku bidan

terhadap penerapan kewaspadaan universal. Dalam hal perilaku, terdapat beberapa komponen kewaspadaan

universal dengan persentase sangat rendah, seperti menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap

ketika menolong persalinan (10,5%), dan membuang wadah penampungan sampah benda tajam seperti

jarum suntik ke tempat penampungan sementara tepat pada waktu yang sudah ditentukan (18,4%). Perlu

adanya capacity building untuk meningkatkan kemampuan bidan praktik mandiri dalam penerapan

kewaspadaan universal.

  Kata kunci: Kewaspadaan universal, pengetahuan, sikap, dan perilaku bidan

  Pengetahuan, sikap, dan perilaku...(Sugiharti, Heny L, Siti M ) PENDAHULUAN

  Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated

  Infection (HAIs) merupakan salah satu

  masalah kesehatan di berbagai dunia, termasuk Indonesia. Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda yang dibahas dalam forum Asian Pasific

  Economic Comitte (APEC) di Manila tahun

  2012 atau Global Health Security Agenda (GHSA). Hal ini menunjukkan bahwa HAIs berdampak langsung sebagai beban ekonomi yang secara prinsip, dapat dicegah bila fasilitas pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).

  Pelaksanaan PPI di fasilitas pelayanan kesehatan bertujuan untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan serta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar (kewaspadaan universal). (Kementerian Kesehatan, 2017)

  Sejak tahun 2010, kewaspadaan universal (Universal precaution) merupakan bagian dari upaya PPI di sarana pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2010). Kewaspadaan universal dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi penularan HIV, tetapi juga terhadap infeksi lain yang lebih mudah menular, seperti Hepatitis B dan Hepatitis C (Spiritia, 2006). Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal pelayanan kesehatan meliputi lima kegiatan pokok, yaitu: cuci tangan, pemakaian alat pelindung diri, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai, pengelolaan jarum dan alat tajam, serta pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan (Departemen Kesehatan RI, 2010).

  Berdasarkan data WHO (2003), diantara 35 juta petugas kesehatan di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan 3 juta petugas kesehatan terinfeksi penyakit melalui darah dengan rincian 2 juta terinfeksi Hepatitis B, 900.000 terinfeksi Hepatitis C dan 170.000 terinfeksi HIV. Hal ini terjadi terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dimana lebih dari 90% petugas kesehatan terinfeksi penyakit tersebut. Di Asia Tenggara, terdapat kurang lebih 4 juta orang dengan HIV. Menurut laporan perkembangan HIV-AIDS WHO-SEARO 2011, sekitar 1,3 juta orang (37%) perempuan terinfeksi HIV (Pusat Data Kementerian Kesehatan, 2014). Indonesia merupakan negara ke-2 di Asia yang penderita Hepatitis B atau C paling banyak. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, studi dan uji saring darah donor PMI diperkirakan diantara 100 orang Indonesia, 10 diantaranya telah terinfeksi Hepatitis B atau C. Dalam hasil Riskesdas tersebut juga disebutkan bahwa diperkirakan terdapat 28 juta penduduk Indonesia terinfeksi Hepatitis B dan C (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan hasil studi Ditjen P2PL prevalensi HBsAg (sebagai indikasi terjadinya infeksi virus Hepatisis B), ibu hamil dengan HBsAg positif di DKI Jakarta sebesar 3,0% dan prevalensi HBsAg positif pada tenaga kesehatan sebesar 2,5% (Pusat Data Kementerian Kesehatan, 2014).

  Tingginya persentase penduduk yang terinfeksi virus penyakit menular dapat meningkatkan risiko tertularnya petugas kesehatan, baik melalui kontak kulit maupun cairan tubuh pasien. Hal ini terjadi ketika petugas melakukan perawatan, termasuk ketika menolong persalinan, seperti tertusuk jarum suntik yang terinfeksi, kontak dengan spesimen yang terinfeksi, dan lain-lain. Penelitian di Rumah Sakit Tanjungpinang tahun 2012, menunjukkan bahwa 80% petugas paramedis mengalami luka tusuk jarum suntik (Johan, 2012). Demikian juga penelitian di Puskesmas Tasikmalaya tahun 2008, sebanyak 31% perawat tertusuk jarum suntik, 18% perawat tergores pecahan ampul/ vial obat dan 51% perawat terkena cipratan darah/cairan tubuh pasien (Kusman, 2008).

  Sampai saat ini upaya penerapan kewaspadaan universal masih belum maksimal, berdasarkan hasil penelitian Nurjannah (2016), tentang gambaran kewaspadaan universal perawat di RSUD Ambarawa menunjukkan hanya 14% petugas kesehatan yang melaksanakan kewaspadaan universal dengan baik. Hal ini disebabkan karena masih banyak perawat yang pencapaian kewaspadaan universalnya kurang karena tindakan cepat yang dilakukan perawat dalam menangani pasien, mengakibatkan perawat lupa melakukan Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 3, Desember 2017 : 158 - 169

  tindakan kewaspadaan universal secara maksimal (Nurjananah, 2016). Berdasarkan Kementerian Kesehatan (2017) bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melaksanakan PPI dimana ruang lingkup fasilitas pelayanan kesehatan adalah rumah sakit, puskesmas, klinik dan praktik mandiri tenaga kesehatan. Pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan melalui penerapan salah satunya adalah prinsip kewaspadaan standar (kewaspadaan universal) dan berdasarkan transmisi, dimana prinsip kewaspadaan universal tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2017). Diantara petugas kesehatan, bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling berperan (87,8%) dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil dan penolong persalinan (68,8%) (Kementerian Kesehatan RI, 2013), sehingga mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi virus penyakit menular berbahaya seperti hepatisitis ataupun HIV-AIDS. Persalinan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh bidan yang berisiko tinggi untuk terinfeksi virus HIV dan Hepatitis karena berhubungan dengan berbagai cairan tubuh pasien seperti darah dan air ketuban (Spiritia, 2006). Risiko penularan biasanya terjadi karena kecelakaan akibat tertusuk jarum suntik bekas pakai secara tidak sengaja, pisau bedah, darah atau cairan lain pasien yang terkena luka terbuka petugas (Spiritia, 2014). Hal ini diperburuk dengan terutama jika petugas kesehatan tidak mengimplementasikan tindakan yang harus dilakukan dalam penerapan kewaspadaan universal, sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

BAHAN DAN CARA

  Berdasarkan permasalahan tersebut, pada tahun 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan sikap, dan perilaku bidan praktik mandiri terhadap upaya kewaspadaan universal di Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Hal ini penting untuk mengantisipasi meningkatnya risiko tertularnya bidan pada saat menolong persalinan ibu yang terinfeksi virus hepatitis ataupun HIV-AIDS, terutama di wilayah Jawa Barat dan Kalimantan Timur yang merupakan provinsi dengan proporsi pemanfaatan bidan dalam pemeriksaan kehamilan dan persalinan paling tinggi

  (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

  Penelitian dilakukan pada tahun 2016 dengan disain cross sectional. Lokasi penelitian adalah di kabupaten/kota dengan jumlah praktik bidan yang paling banyak dimanfaatkan ibu hamil untuk pemeriksaan kehamilan dan persalinan, yaitu Kota Bandung dan Kab. Karawang Provinsi Jawa Barat; Kota Samarinda dan Kab. Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. (Kementerian Kesehatan RI, 2013) . Populasi penelitian ini adalah bidan praktik mandiri di kabupaten/kota terpilih. Sampel adalah bidan praktik mandiri yang dipilih berdasarkan lama beroperasi, yaitu minimal selama 3 tahun. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan jumlah sampel minimal, yaitu 38 bidan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara

  sampling purposive . Data yang dikumpulkan

  meliputi pengetahuan, sikap dan perilaku bidan praktek mandiri terhadap penyakit infeksi dan berbagai hal terkait dengan tindakan dalam penerapan upaya kewaspadaan universal seperti mencuci tangan, dekontaminasi alat yang telah tercemar cairan tubuh, dan tentang penggunaan alat pelindung diri, penanganan dan pembuangan limbah (jarum suntik dan alat kesehatan tajam sekali pakai); yang diperoleh melalui wawancara terhadap responden. Pertanyaan pengetahuan dan sikap terkait kewaspadaan universal terdiri dari 12 pertanyaan, dan perilaku terdiri dari 15 pertanyaan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi. Data yang diperoleh, dianalisis secara deskriptif yaitu dengan melakukan penilaian dan mengkategorikan variabel berdasarkan pengetahuan, sikap dan perilaku hasil wawancara menggunakan Skala Likert. Responden dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku baik, jika nilai jawabannya lebih besar dari nilai rerata jawaban responden untuk pengetahuan baik nilai rata-rata > 73,48, sikap baik nilai rata-rata > 86,67 dan perilaku baik nilai rata-rata > 66,67% . Pengetahuan, sikap, dan perilaku...(Sugiharti, Heny L, Siti M ) HASIL

  Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa pengetahuan responden terkait pengertian penyakit infeksi dan penularannya maupun tindakan kewaspadaan dini cukup bervariasi. Persentase responden yang memahami pengertian infeksius hanya 52%, bahkan responden yang mengetahui jenis komponen terjadinya penularan penyakit, hanya 42,1%; akan tetapi persentase responden terhadap pengertian tentang HIV- AIDS sedikit lebih tinggi, yaitu 68,4% (Tabel 1). Untuk pengetahuan bidan terhadap beberapa tindakan kewaspadaan universal, hanya sekitar 60% bidan yang mengetahui prinsip mencuci tangan dan kapan waktu mencuci tangan dengan benar; bahkan yang mengetahui urutan mencuci tangan dengan benar hanya 26,3%. Untuk penanganan peralatan dengan benar, tidak lebih dari 81%. Untuk pengetahuan manfaat penggunaan alat pelindung diri (APD), yang paling banyak diketahui responden adalah tujuan pemakaian alat perlindungan diri kaca mata/pelindung wajah (97,4%). Untuk penggunaan penutup kepala dan jenis bahan baju kerja untuk melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh pasien, tidak lebih dari 85% responden yang mengetahuinya (Tabel 1).

  Tabel 1. Persentase responden dengan pengetahuan benar terhadap penyakit dan penerapan kewaspadaan universal di Jawa Barat dan Kalimantan Timur, 2016 Pengetahuan n %

  Pengertian infeksius 20 52,6

  Jenis komponen terjadinya penularan penyakit 16 42,1 Pengertian tentang HIV-AIDS

  26 68,4 Prinsip mencuci tangan

  23 60,5 Kapan waktu yang tepat untuk cuci tangan 19 50,0 Urutan mencuci tangan

  10 26,3 Tujuan tindakan dekontaminasi alat bekas pakai 19 50,0 Cara melakukan dekontaminasi alat

  31 81,6 Cara melakukan sterilisasi alat pertolongan persalinan 22 57,9 Lama merebus atau mengukus alat/instrumen 26 68,4 Larutan kimia yang dapat digunakan untuk melakukan disinfeksi tingkat tinggi

  28 73,7 Tujuan pemakaian alat perlindungan diri penutup kepala 32 84,2 Tujuan pemakaian alat perlindungan diri kaca mata/pelindung wajah 37 97,4 Jenis bahan baju kerja yang digunakan untuk melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh pasien

  29 76,3 Tabel 2 menggambarkan persentase pengetahuan terkait kewaspadaan universal berdasarkan karakteristik responden. Persentase responden dengan pengetahuan baik dilihat berdasarkan nilai di atas nilai rata-rata 73,48. Apabila dibandingkan, diantara kelompok umur, persentase responden dengan pengetahuan baik pada kelompok responden dengan umur lebih atau sama dengan 35 tahun (85,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan yang berumur kurang dari 35 tahun (14,3%). Demikian juga persentase responden dengan pengetahuan baik, pada kelompok responden dengan lama bekerja lebih besar lebih atau sama dengan 10 tahun (85,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan yang berumur kurang dari 10 tahun (14,3%). Persentase responden dengan pengetahuan baik pada kelompok responden pendidikan kebibadanan D3 (66,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan yang berpendidikan D4 (33,3%). Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 3, Desember 2017 : 158 - 169

  Tabel 2. Persentase responden dengan pengetahuan benar terhadap penerapan kewaspadaan universal berdasarkan karakteristik di Jawa Barat dan Kalimantan Timur, 2016

  38 100,0

  2 5,3

  6 Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun dapat mencegah kemungkinan tertular penyakit infeksi.

  31 81,6

  5 Kegiatan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan merupakan tindakan kewaspadaan universal.

  33 86,8

  4 Kewaspadaan universal tidak hanya dilakukan pada pasien yang sudah terdiagnosa HIV-AIDS dan Hepatitis.

  37 97,4

  3 Penerapan kewaspadaan universal penting dilakukan pada saat menolong persalinan.

  2 Kewaspadaan universal harus diterapkan untuk mencegah penularan penyakit infeksi.

  Karakteristik Bidan Pengetahuan

  38 100,0

  1 SOP/Kebijakan tertulis penting untuk penerapan kewaspadaan universal.

  Tabel 3. Persentase responden dengan sikap positif terhadap penerapan kewaspadaan universal di Jawa Barat dan Kalimantan Timur, 2016 No Sikap n %

  Tabel 3 menggambarkan responden yang bersikap positif (setuju) terhadap pernyataan terkait kewaspadaan universal. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa sikap responden terkait penerapan kewaspadaan universal cukup bervariasi. Seluruh responden bersikap positif (setuju) bahwa SOP/kebijakan tertulis penting untuk penerapan kewaspadaan universal, dan kewaspadaan universal harus diterapkan untuk mencegah penularan penyakit infeksi, pemakaian APD dapat mencegah kontak darah dan cairan infeksius, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai penting untuk mencegah kemungkinan tertular penyakit infeksi dan dekontaminasi alat kesehatan bekas pakai perlu dilakukan untuk mencegah kemungkinan tertular penyakit infeksi. Terdapat sikap negatif (tidak mendukung) terhadap penerapan kewaspadaan universal dengan persentase cukup tinggi, yaitu hanya 5% responden bersikap positif (setuju) terhadap pernyataan bahwa mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun dapat mencegah kemungkinan tertular penyakit infeksi, dan terdapat 68,4% setuju terhadap pernyataan bahwa penggunaan APD secara lengkap pada saat menolong persalinan dapat mengurangi kenyamanan bidan (Tabel 3).

  Tingkat pendidikan D3 Kebidanan 14 (66,7%) 12 (70,6%) D4 Kebidanan 7 (33,3%) 5 (29,4%)

  Lama bekerja < 10 tahun 3 (14,3%) 4 (23,5%) ≥ 10 tahun 18 (85,7%) 13 (76,5%)

  < 35 tahun 3 (14,3%) 2 (11,8%) ≥ 35 tahun 18 (85,7%) 15 (88,2%)

  Baik n (%) Kurang n (%) Umur

  7 Pemakaian APD dapat mencegah kontak darah dan cairan infeksius 38 100,0

  Pengetahuan, sikap, dan perilaku...(Sugiharti, Heny L, Siti M )

  Lanjutan Tabel 3. Persentase responden dengan sikap positif ….

  No Sikap n %

  8 Penggunaan APD perlu dilakukan untuk tindakan pertolongan persalinan 31 81,6

  9 Penggunaan APD secara lengkap pada saat menolong persalinan tidak mengurangi kenyamanan bidan 26 68,4

  10 Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai penting untuk mencegah kemungkinan tertular penyakit infeksi 38 100,0

  11 Dekontaminasi alat kesehatan bekas pakai perlu dilakukan untuk mencegah kemungkinan tertular penyakit infeksi 38 100,0

  12 Pengelolaan limbah dan sampah medis harus menggunakan APD 36 94,7

  Persentase responden dengan sikap baik dilihat berdasarkan nilai diatas nilai rata- rata 86,67. Berdasarkan umur, persentase responden dengan umur lebih besar atau sama dengan 35 tahun yang bersikap positif terhadap penerapan kewaspadaan universal lebih tinggi (90,9%) dibandingkan dengan responden yang berumur kurang dari 35 tahun (9,1%). Demikian juga dengan lama bekerja, persentase responden dengan lama kerja sama dengan atau lebih dari 10 tahun yang bersikap baik (positif) terhadap penerapan kewaspadaan universal lebih tinggi (86,4%) dibandingkan dengan reponden dengan lama kerja kurang dari 10 tahun (13,6%). Untuk tingkat pendidikan, persentase responden dengan pendidikan D3 kebidanan yang bersikap baik (positif) terhadap penerapan kewaspadaan universal lebih tinggi (63,6%), dibandingkan dengan responden tingkat pendidikan D4 kebidanan (36,4%) (Tabel 4).

  Tabel 4. Persentase responden dengan sikap benar terhadap penerapan kewaspadaan universal berdasarkan karakteristik di Jawa Barat dan Kalimantan Timur, 2016

  Karakteristik Bidan Sikap Baik n (%) Kurang n (%) Umur

  

< 35 tahun 2 (9,1%) 3 (18,8%)

≥ 35 tahun 20 (90,9%) 13 (81,2%) Lama bekerja

  

< 10 tahun 3 (13,6%) 4 (25,0%)

≥ 10 tahun 19 (86,4%) 12 (75,0%) Tingkat pendidikan

  

D3 Kebidanan 14 (63,6%) 12 (75,0%)

D4 Kebidanan 8 (36,4%) 4 (25,0%)

  Dari tabel 5 terlihat perilaku terkait penerapan kewaspadaan universal cukup bervariasi. Lebih dari 90% responden berperilaku benar, menyarankan pasien melakukan pemeriksaan laboratorium, mencuci tangan di wastafel dengan air mengalir, mencuci tangan dengan sabun dan melakukan 7 langkah mencuci tangan. Akan tetapi dalam hal perilaku menggunakan larutan klorin 0,5 persen untuk merendam alat-alat bekas pakai menolong persalinan, membuang wadah penampungan sampah benda tajam seperti jarum suntik ke tempat penampungan sementara, memusnahkan sampah medis dan bekas jarum persentasenya sangat rendah, dan mengelola limbah dengan baik; persentasenya sangat rendah; yaitu di bawah 50%). Bahkan tidak

  Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 3, Desember 2017 : 158 - 169

  7 Menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap ketika menolong persalinan 4 10,5

  14 Memusnahkan sampah medis dan bekas jarum suntik 17 44,7

  13 Membuang wadah penampungan sampah benda tajam seperti jarum suntik ke tempat penampungan sementara tepat pada waktu yang sudah ditentukan 7 18,4

  12 Jarum suntik bekas pakai dibuang ke safety box 25 65,8

  11 Menggunakan larutan klorin 0,5 persen untuk merendam alat-alat bekas pakai menolong persalinan 18 47,4

  10 Melakukan urutan proses penatalaksanaan peralatan kesehatan bekas pakai setelah menolong persalinan : dekontaminasi, pencucian, sterilisasi, penyimpanan 28 73,7

  9 Menangani limbah medis dengan menggunakan sarung tangan tebal 27 71,1

  8 Menggunakan sarung tangan ketika mengangkat implan 23 60,5

  6 Melakukan 7 langkah mencuci tangan 37 97,4

  lebih dari 20% responden yang perilaku benar dalam menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan lengkap ketika menolong persalinan dan membuang wadah penampungan sampah benda tajam seperti jarum suntik ke tempat penampungan sementara tepat pada waktu yang sudah ditentukan (Tabel 5). Kriteria menggunakan alat pelindung diri lengkap saat menolong persalinan adalah jika bidan menggunakan sarung tangan, masker, celemek, topi, dan sepatu boots. Sedangkan yang dimaksud dengan membuang wadah penampungan sementara sampah benda tajam atau safety box adalah jika wadah tersebut sudah terisi ¾ penuh.

  5 Mencuci tangan dengan sabun 37 97,4

  4 Mencuci tangan di wastafel dengan air mengalir 36 94,7

  3 Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan 31 81,6

  24 63,2

  2 Menyarankan pasien melakukan pemeriksaan Hb dan Urine

  1 Menyarankan pasien melakukan pemeriksaan laboratorium 35 92,1

  Tabel 5. Persentase responden menurut perilaku benar penerapan kewaspadaan universal di Jawa Barat dan Kalimantan Timur, 2016 No Perilaku n %

  15 Mengelola limbah cair dengan baik 15 39,5 Tabel 6 menggambarkan persentase perilaku terkait kewaspadaan universal berdasarkan karakteristik bidan. Persentase perilaku benar (positif) dilihat berdasarkan nilai di atas nilai rata-rata proporsi jawaban responden 66,67%. Berdasarkan umur, persentase responden dengan umur lebih besar atau sama dengan 35 tahun yang berperilaku benar terhadap penerapan kewaspadaan universal lebih tinggi (91,3%) dibandingkan dengan reponden yang berumur kurang dari 35 tahun (8,7%). Demikian juga dengan lama bekerja, persentase responden dengan lama kerja sama dengan atau lebih dari 10 tahun yang berperilaku benar terhadap penerapan kewaspadaan universal lebih tinggi (87,0%) dibandingkan dengan reponden dengan lama kerja kurang dari 10 tahun (13,0%). Untuk tingkat pendidikan, persentase responden dengan pendidikan D3 kebidanan yang berperilaku benar terhadap penerapan kewaspadaan universal kebih tinggi (65,2%), dibandingkan dengan responden tingkat pendidikan D4 kebidanan (34,8%).

  Pengetahuan, sikap, dan perilaku...(Sugiharti, Heny L, Siti M )

  Tabel 6. Persentase responden dengan perilaku terhadap penerapan kewaspadaan universal berdasarkan karakteristik di Jawa Barat dan Kalimantan Timur, 2016

  Karakteristik Bidan Perilaku Benar Kurang

  Umur < 35 tahun 2 (8,7%) 3 (20%) ≥ 35 tahun 21 (91,3%) 12 (80,0%)

  Lama bekerja < 10 tahun 3 (13,0%) 4 (26,7%) ≥ 10 tahun 20 (87,0%) 11 (73,3%)

  Tingkat pendidikan D3 Kebidanan 15 (65,2%) 11 (73,3%) D4 Kebidanan 8 (34,8%) 4 (26,7%)

  PEMBAHASAN

  Kewaspadaan standar (kewaspadaan universal) perlu diterapkan karena akan sulit untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi atau tidak, petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan standar secara utuh dalam hubungan dengan semua pasien (Spiritia, 2014). Penerapan kewaspadaan universal diharapkan dapat menurunkan risiko penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Penerapan ini harus rutin dilaksanakan terhadap semuua pasien dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan (FPK) (WHO, 2008). Penerapan kewaspadaan universal harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan melalui penerapan salah satunya adalah prinsip kewaspadaan standar (kewaspadaan universal). Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal pelayanan kesehatan meliputi lima kegiatan pokok, yaitu: cuci tangan, pemakaian alat pelindung diri, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai, pengelolaan jarum dan alat tajam, serta pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan (Departemen Kesehatan RI, 2010).

  Berdasarkan 14 komponen pertanyaan pengetahuan terkait kewaspadaan universal, yang paling banyak diketahui responden adalah pemakaian APD kaca mata/pelindung wajah maupun penutup kepala. Pengetahuan responden terhadap penggunaan APD tersebut, belum sesuai dengan sikap dan perilakunya; dimana pada sikap hanya 68,4% responden yang setuju penggunaan APD secara lengkap pada saat menolong persalinan tidak mengurangi kenyamanan bidan dan pada perilaku seluruh responden setuju pemakaian APD dapat mencegah kontak darah dan cairan infeksius bahkan hanya 10,5% yang berperilaku menggunakan APD ketika melakukan pertolongan persalinan.

  Dari 14 komponen pertanyaan pengetahuan ini terdapat 2 pertanyaan yang menjawab benar hanya di bawah 50% yaitu pertanyaan urutan mencuci tangan dan jenis komponen terjadinya penularan penyakit. Urutan mencuci tangan hanya 26,3% yang menjawab benar. Kondisi ini cukup berisiko terhadap penularan, karena walaupun responden pada umumnya mengetahui manfaat penggunaan APD, tetapi jika diantara mereka terdapat yang tidak mengetahui urutan mencuci tangan; kemungkinan besar tidak diikuti perilakunya. Hasil ini sesuai dengan penelitian (Sholikhah Heny, 2005) di Rumah Sakit Islam Malang yang menunjukkan bahwa prosedur pencucian tangan yang dilakukan oleh perawat dan pekarya belum sesuai dengan prosedur standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan maupun WHO. Demikian juga dengan penelitian Fauzia; dkk (2014) yang menunjukkan bahwa hampir semua pelaksanaan langkah cuci tangan yang sesuai dengan prosedur operasional standar (yaitu air mengalir dengan menggunakan sabun dan digosok-gosokan selama 15

  • – 20 detik) rata-rata masih tergolong rendah yaitu berkisar antara 36%-42%. Dalam hal sikap responden terhadap mencuci tangan,
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 3, Desember 2017 : 158 - 169

  persentase yang setuju mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan bukan merupakan tindakan kewaspadaan universal cukup tinggi dan yang setuju mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun dapat mencegah kemungkinan tertular penyakit infeksi. Sikap responden tersebut kurang tepat, mengingat mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan air mengalir dan sabun dapat mencegah penularan (yang merupakan kewaspadaan universal). Dilihat dari perilakunya, belum seluruh responden mencuci tangan sebelum/sesudah melakukan tindakan, mencuci tangan di wastafel dengan air mengalir dan menggunakan sabun, serta melakukan 7 langkah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air mengalir dan sabun dapat memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit (Pusat Data Kementerian Kesehatan, 2014).

  Untuk pengetahuan jenis komponen penularan penyakit yang menjawab benar hanya 42,1%, hal tersebut kemungkinan disebabkan usia dari responden yang sebagian besar ≥ 35 tahun dimana usia tersebut masuk ke dalam usia dewasa pertengahan (40-60 tahun). Berdasarkan umur, persentase responden yang mempunyai pengetahuan benar terhadap kewaspadaan universal pada kelompok responden yang lebih tua persentasenya lebih tinggi. Hal ini kemungkinan karena pada kelompok responden yang berumur lebih tua mempunyai pengalaman bekerja lebih lama. Hal ini didukung oleh hasil pengolahan data yang menunjukkan bahwa persentase responden dengan pengetahuan benar pada kelompok responden dengan pengalaman bekerja lebih 10 tahun lebih tinggi dibanding yang dengan responden dengan pengalaman bekerja kurang dari 10 tahun. Menurut Darmojo (2009) sistem syaraf pusat dan otonom, berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10% pada penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun (Darmojo, 2009). Dengan bertambahnya umur manusia, secara generatif berdampak pada perubahan tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga perasaan, kognitif, sosial dan seksual. Perubahan kognitif terjadi pada perubahan daya ingat (memori),

  IQ, kemampuan belajar, kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan kinerja (Azizah, 2010).

  Dilihat dari sikap responden terhadap terhadap adanya SOP/kebijakan tertulis penerapan kewaspadaan universal, dan kewaspadaan universal harus diterapkan untuk mencegah penularan penyakit infeksi, serta penerapan kewaspadaan universal penting dilakukan pada saat menolong persalinan, hampir seluruh responden setuju (bersikap positif) (Tabel 2). Akan tetapi persentase responden yang bersikap kurang tepat terhadap penerapan kewaspadaan universal hanya dilakukan pada pasien yang sudah terdiagnosa HIV-AIDS dan Hepatitis; juga cukup tinggi (86,8%); karena penyakit menular tidak hanya dua penyakit tersebut. Apabila dilihat dari pengetahuannya (Tabel 1), ketidaksesuaian ini kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh pengetahuan (pemahaman) responden terhadap penyakit menular, dimana tidak lebih dari 52,6% yang mengetahui pengertian penyakit dan terjadinya penularan penyakit.

  Berdasarkan hasil dari perilaku responden, pemakaian APD secara lengkap dan membuang wadah bekas jarum suntik yang menjawab benar hanya sedikit. Sesuai dengan penelitian Yuniari (2011), bahwa penggunaan APD secara lengkap yang menjawab benar hanya 20,93%. Demikian juga penelitian Ariyani NW (2011), dimana responden yang menggunakan APD hanya 19%. Alat pelindung diri yang dimaksud adalah sarung tangan, masker, kacamata, topi, apron dan pelindung kaki. Masih kurangnya pemakaian APD pada saat bidan menolong persalinan, kemungkinan disebabkan ketidaknyamanan dalam pemakaian APD. Belum semua bidan nyaman dalam pemakaian APD ketika menolong persalinan. Hal ini sesuai dengan penelitian Yuniari (2011) sebanyak 37,2% responden mempunyai sikap negatif terhadap APD dimana responden merasa tidak nyaman Untuk pertanyaan perilaku waktu membuang wadah bekas jarum suntik hanya 18,4% yang menjawab benar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sangini Punia dkk (2014) menyatakan hampir 18% tenaga kesehatan di Pengetahuan, sikap, dan perilaku...(Sugiharti, Heny L, Siti M )

  rumah sakit mengaku tidak menempatkan jarum bekas pakai dalam wadah benda tajam yang sudah disediakan. Hal ini menurut Yuniari (2011) kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan tentang pembuangan sampah benda tajam, bahwa rendahnya perilaku pembuangan wadah bekas jarum suntik karena rendahnya pengetahuan tentang pembuangan sampah benda tajam.

  Berdasarkan karakteristik umur, persentase bidan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku baik paling banyak adalah bidan umur lebih atau sama dengan 35 tahun. Bidan dengan usia lebih tua kemungkinan telah lebih dalam mempraktekkan dan lebih sering mendapatkan pelatihan untuk penerapan kewaspadaan universal, sehingga pengetahuan dan perilaku terhadap hal tersebut lebih baik dibandingkan dengan bidan yang lebih muda (kurang dari 35 tahun). Hasil ini sesuai dengan penelitian di RSUP Manado bahwa perawat dengan usia lebih dari 35 tahun lebih baik dalam penerapan kewaspadaan universalnya. Umur yang semakin bertambah umumnya lebih bertanggungjawab dan lebih teliti dibandingkan dengan umur yang lebih muda, hal ini terjadi karena semakin bertambah umur bertambah pula pengalaman yang dimiliki (Runtu, 2013).

  Untuk tingkat pendidikan, persentase bidan dengan pengetahuan baik paling banyak adalah bidan dengan tingkat pendidikan D3 Kebidanan (65,2%). Demikian juga dengan sikap baik dan perilaku baik terkait kewaspadaan universal paling banyak bidan dengan tingkat pendidikan D3 Kebidanan. Hal ini kemungkinan karena pendidikan D3 biasanya lebih banyak praktek, sehingga para bidan tersebut lebih terlatih dan lebih memahami penerapan kewaspadaan universal. Apabila dibandingkan dengan penelitian Nawangsari; dkk (2009) di Kabupaten Jombang, Jawa Timur yang menunjukkan bahwa bidan dengan pendidikan yang tinggi (95%) akan tetap memiliki pengetahuan asuhan persalinan normal (APN) esensial yang baik setelah lepas pelatihan.

  Berdasarkan lama bekerja, persentase bidan dengan pengetahuan baik paling banyak adalah bidan yang lama bekerjanya lebih atau sama degan 10 tahun. Demikian juga dengan sikap baik dan perilaku baik terkait kewaspadaan universal paling banyak bidan dengan lama bekerja ≥ 10 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nawangsari; dkk (2009), bahwa bidan dengan umur yang lebih matang dan masa kerja yang lama, dipercaya (95%) mempunyai sikap yang baik dalam pelaksanaan pertolongan persalinan normal setelah lepas pelatihan APN. Menurut Nawangsari; dkk (2009) dengan tingkat pendidikan sebagian besar D3 Kebidanan dan masa kerja lebih dari 10 tahun, secara deskriptif data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki cukup syarat untuk diasumsikan telah memiliki kemampuan yang layak dalam menjalankan peranannya di lapangan. Masa kerja menjadi identik dengan pengalaman kerja yang juga ikut menentukan perilaku seseorang. Semakin lama masa kerja, kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaannya (G. Runtu, 2013).

  Menurut Askarian; et al (2007) penelitian di Iran menunjukkan bahwa lebih dari 80% dari semua praktisi medis tidak menerima pendidikan kewaspadaan standar sebelumnya, dan lebih dari 80% bersedia dilatih kembali. Hasil penelitian Asakarian, et.al., juga menggambarkan hal sama, bahwa praktik kewaspadaan standar bukanlah perilaku yang dapat segera diadopsi. Program pelatihan khusus mungkin harus menargetkan praktisi medis yang baru lulus untuk penerimaan praktik yang sesuai dan memungkinkan mereka mengadopsi dan mematuhi kewaspadaan standar lebih baik. Sementara untuk mereka yang lebih tua mungkin memerlukan pelatihan yang lebih intensif dan terus menerus. Demikian juga hasil kajian tentang kewaspadaan universal oleh Gammon (2005) menunjukkan bahwa secara global, pengetahuan tentang kewaspadaan universal tidak memadai dan kepatuhan rendah. Studi dari berbagai negara telah menunjukkan bahwa strategi intervensi khusus, seperti pendidikan, berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan kewaspadaan universal.

  Universal Precautions Di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandous Manado’, JUIPERDO, 2(1 M aret 2013).

  Yogyakarta: Graha Ilmu. Darmojo (2009) Adolescence Perkembangan Remaja.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat ketidak sesuaian antara pengetahuan, sikap, maupun perilaku bidan terhadap penerapan kewaspadaan universal. Untuk pengetahuan, persentase paling tinggi adalah responden dalam pemakaian alat pelindung diri kaca mata/pelindung wajah (97,4%) dan paling rendah adalah urutan mencuci tangan (26,3%). Untuk sikap, seluruh responden (100%) setuju dengan adanya SOP/Kebijakan tertulis, penerapan kewaspadaan universal dalam mencegah penuaran penyakit, dan penggunaan APD; tetapi perentase responden yang setuju mencuci tangan dengan air mengalir sangat rendah (5,3%). Dalam hal perilaku, terdapat beberapa komponen kewaspadaan universal dengan persentase sangat rendah, seperti menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap ketika menolong persalinan (10,5%), dan membuang wadah penampungan sampah benda tajam seperti jarum suntik ke tempat penampungan sementara tepat pada waktu yang sudah ditentukan (18,4%).

  Gammon, J. dkk (2005) ‘Universal precautions A review of knowledge, compliance and strategies to improve practice’, Sage Journals, 10(5), pp. 529

  Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 3, Desember 2017 : 158 - 169 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Fauzia; dkk (2014) ‘Penerapan Hand Hygiene Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit, Jurnal Kedokteran Brawijaya’, Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(Suplemen No. 1). G.Runtu, L. (2013) ‘Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Perawat Dalam Penerapan

  Jakarta: Erlangga. Departemen Kesehatan RI (2010) Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di

  Azizah, L. M . (2010) Keperawatan Lanjut Usia.

  • –547. Johan, I. (2012) Tesis : Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Jarum Suntik Pada Paramedis Di Rumkital dr. M idiyanto S – Tanjungpinang. Fakultas Kesehatan M asyarakat UI.

  Askarian; et al (2007) ‘Knowledge, attitude, and practices related to standard precautions of surgeons and physicians in university - affiliated hospitals of Shiraz, Iran’, Elsevier, 11(issue 3 M ay 2007), pp. 213 –219.

  Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Litbangkes yang telah memberi ijin penggunaan data penelitian ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada tim peneliti, para informan penelitian dan semua pihak yang membantu penelitian ini yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.

  Perlu adanya capacity building untuk meningkatkan kemampuan bidan praktik mandiri dalam penerapan kewaspadaan universal baik oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan setempat ataupun Organisasi Profesi khususnya Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

  Saran

  Kementerian Kesehatan (2017) Permenkes No 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Indonesia. Kementerian Kesehatan RI (2013) Riskesdas 2013 Dalam Angka. Jakarta: Badan Litbang

  Kesehatan. Kusman, I. (2008) Laporan Akhir Penelitian Peneliti M uda Universitas Padjajaran

   : Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Pelaksanaan Prosedur Kewaspadaan Universal Perawat Dalam Pencegahan Penularan HIV-AIDS Di Puskesmas Tasikmalaya. Bandung. Nawangsari; dkk (2009) ‘Hubungan penguasaan kompetensi Asuhan Persalinan Normal

  (APN) dengan pengetahuan dan sikap bidan dalam pelaksanaan pertolongan persalinan normal di Kabupaten Jombang, Jawa Timur’, M ajalah Obstetri Ginekologi Indonesia, 33(No 1 Januari 2009). Pusat Data Kementerian Kesehatan (2014) Infodatin Situasi dan Analisis Hepatitis. Jakarta:

UCAPAN TERIMAKASIH

  Kementerian Kesehatan RI. Runtu, L. G. (2013) ‘Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Perawat Dalam Penerapan

  Universal Precautions Di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandous Manado’, JUIPERDO, 2(1 M aret).

  Sangini Punia; Suma Nair; Ranjitha S. Shetty (2014) ‘Health Care Workers and Standard Precautions: Perceptions and Determinants of Compliance in the Emergency and Trauma Triage of a Tertiary Care Hospital in South India’, International Scholarly Research Notices. Sholikhah Heny, A. A. (2005) ‘Studi Kasus di RS Islam Malang Unisma’, Buletin Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

  Sistem Kesehatan, 8(1 Juni). Pengetahuan, sikap, dan perilaku...(Sugiharti, Heny L, Siti M ) Spiritia (2006) Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Yuniari (2011) Skripsi : Faktor Faktor Yang

  Universal. Berhubungan Dengan Perilaku Penerapan Kewaspadaan Universal Pada Pertolongan Spiritia (2014) ‘Profilaksis Pasca Pajanan’, Yayasan Spiritia. Persalinan Oleh Bidan Di Puskesmas

WHO (2003) Health Care Worker Safety. Wilayah Kerja Dinas Kesehatan kabupaten

WHO (2008) Penerapan Kewaspadaan Standar di Badung Provinsi Bali, Tahun 2011. Fakultas

Pelayanan Kesehatan. Kesehatan M asyarakat, Universitas

  Indonesia.