ROBINSAR PARLINDUNGAN NIM : 23806002 Program Studi Magister Instrumentasi dan Kontrol
NARACOBA PADA STIMULASI AKUPUNTUR GI TESIS
Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh ROBINSAR PARLINDUNGAN NIM : 23806002
Program Studi Magister Instrumentasi dan Kontrol INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008
ANALISIS WAKTU-FREKUENSI (TFA) GELOMBANG EEG NARACOBA PADA STIMULASI AKUPUNTUR GI
Oleh ROBINSAR PARLINDUNGAN
NIM : 23806002
Program Studi Instrumentasi dan Kontrol
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui, Tim Pembimbing Tanggal, Nopember 2008
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Ir. Farida I. Muchtadi) (Dr. Suprijanto, ST. MT)
ABSTRAK ANALISIS WAKTU-FREKUENSI (TFA) GELOMBANG EEG NARACOBA PADA STIMULASI AKUPUNTUR GI
Oleh
Robinsar Parlindungan NIM : 238 06 002
Salah satu teknik untuk mengukur aktifitas listrik dari syaraf pusat adalah electroencephalogram (EEG). Karakteristik dari sinyal EEG berubah tiap saat tergantung pada rangsangan internal dan eksternal seseorang. Untuk keperluan kuantifikasi suatu efek dari rangsangan, sering kali diperlukan perekaman sinyal EEG untuk interval waktu dalam orde puluhan menit. Pada penelitian ini digunakan rangsangan eksternal yakni stimulasi akupuntur.
Perubahan sinyal EEG tiap saat mengakibatkan perubahan informasi yang terkandung didalamnya. Informasi dalam domain waktu dan frekuensi sangat diperlukan dalam bidang biomedik, sehingga perlu dilakukan estimasi parameter dengan teknik time-frequency analysis (TFA), teknik presentasi suatu parameter dalam domain waktu dan frekuensi.
Estimasi dilakukan dengan 2 metoda, pertama : kuantifikasi parameter statistik seperti mean, standar deviasi, skewness dan kurtosis dalam domain waktu untuk mengamati trend (kecenderungan) sinyal EEG akibat terapi akupuntur. Kedua : kuantifikasi daya sinyal EEG yang dinyatakan oleh parameter power spectral menggunakan teknik TFA untuk melihat respon transien sinyal EEG akibat efek akupuntur. Kedua metoda diamati atas durasi segmentasi 1 detik, 5 detik, 10 detik.
Pengukuran data dilakukan terhadap naracoba A dengan titik ukur P3, P4, Pz, F3, F4, Fz, C3, C4, Cz dan tiga naracoba yakni B, C dan D dengan titik ukur P3 dan P4. Hasil metoda statistik menunjukan kecenderungan penurunan mean, standar deviasi dan skewness pasca akupuntur. Hasil metoda TFA menunjukan adanya perubahan gelombang aktif EEG setelah akupuntur pada naracoba A dari delta menuju alpha, naracoba B dari gelombang delta menuju teta, naracoba C dari gelombang teta menuju delta sedangkan pada naracoba D dari gelombang delta menuju alpha. Perbandingan durasi segmentasi menunjukan bahwa untuk cacahan
1 detik hasil yang diperoleh kasar karena resolusi frekuensinya berkurang. Perlu sinkronisasi (trade-off) antara resolusi frekuensi dan waktu untuk mendapatkan hasil yang baik, pada penelitian ini diperoleh hasil yang baik pada durasi segmentasi 10 detik.
Kata kunci : EEG, Power Spectral, TFA, parameter statistik, durasi segmentasi.
ABSTRACT TIME-FREQUENCY ANALYSIS OF EEG SIGNALS IN GI ACUPUNCTURE STIMULATION
Oleh
Robinsar Parlindungan NIM : 238 06 002
One of the techniques to measure electric activity of cerebrum is called electroencephalogram (EEG). The characteristic of EEG signals changes depending on internal states of the subject and external stimulation over time. Actually, for quantification of effect stimulation, EEG signals were recorded for long time, it is commonly order tenth minutes. The thesis is using external stimulation that is GI acupuncture.
The changing of EEG signals causes information changed over time. The information both time and frequency are very important in biomedical. Therefore we need to estimate using time-frequency analysis (TFA), the technique to present parameter into time and frequency domain.
There are two methods of estimation. First, quantification statistical parameters to observe the trend of signal EEG from effect of acupuncture, such as: mean, standard deviation, skewness and kurtosis. Second, quantification power of signal EEG which represented by parameter of power spectral using TFA to observe dynamical distribution of active EEG as effect of the acupuncture. Both of the methods were observed in the time of 1 , 5 and 10 seconds.
The data of EEG were recorded with 4 volunteers according to 10-20 international system. The subject A was measured with 9 electrodes those are P3, P4, Pz, F3, F4, Fz, C3, C4, Cz, and 3 other subjects (B, C, D) with 2 electrodes those are P3, P4. The result of statistical method indicated that the mean, standard deviation, skewness for all subjects after given acupuncture stimulation tend to decrease while the other method (TFA method) indicated changing of active EEG. In volunteer A was changed from delta into alpha waves, B was from delta into teta,
C was from teta into delta, and D was from delta into alpha. Whereas, the comparison of time sampling indicated that the worst contour was obtained by the time sampling 1 second. It was necessary to trade-off between time and frequency resolution to get the best result. In this thesis, the best result presented here that the time sampling 10 seconds was the best.
Keywords : EEG, Power Spectral, TFA, Statistical Parameter, Time Sampling
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Direktur Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
Perpustakaan yang meminjam tesis ini untuk keperluan anggotanya harus mengisi nama dan tanda tangan peminjam dan tanggal pinjam.
Dipersembahkan kepada “Pribadi Agung” yang telah memberi anugrah dan kasih yang besar dalam hidupku.
KATA PENGANTAR
Penelitian ini memberikan pemahaman yang besar dalam hidup penulis. Studi tentang otak manusia yang terdiri dari milyaran neuron membuktikan adanya “Sang Khalik” yang mendesain manusia begitu sempurna.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Farida I. Muchtadi selaku pembimbing I dan Dr. Suprijanto, ST.,MT selaku pembimbing II yang telah memberikan saran, nasihat bahkan meluangkan waktu selama penelitian dan penulisan tesis ini.
Terima kasih juga kepada keluarga besar khususnya Ayah dan Mama yang telah memberikan dukungan doa, dana serta cinta kasih teladan hidup kepada penulis. Demikian juga untuk bang Tohom untuk dukungan finansial selama penulis menjalani studi S2, dan kak Deasy sekeluarga terima kasih untuk doa dan dukungannya.
Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada kekasihku Delila Situmeang yang memberikan spirit serta pengaruh positif dalam hidup penulis. Trimakasih sayang untuk pengorbanan waktu dan diskusi selama ini.
Terima kasih kepada Dr. Sutanto Hadisupadmo selaku dosen wali untuk saran, pendapat dan komentar selama studi di PINK ITB dan juga kepada seluruh Dosen Teknik Fisika yang memberikan materi kuliah selama studi S2 serta seluruh staf administrasi yang telah memberikan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2.
Terima kasih kepada Teman-teman PINK’06 (mas saeful, mas iqbal dan mbak neni), PINK’05 dan PINK’07 serta penghuni lab medik untuk persahabatan selama ini.
Penulis
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN Nama Pemakaian pertama kali pada halaman
EEG Electroencephalogram 1 TFA
Time Frequency Analysis
PSD Power Spectral
2 TCM Traditional Chineese Medicine 15 TIM Traditional Indonesia Medicine 16
ADC
Analog to Digital Converter
LAMBANG
Na 2+ Sodium
6 K + Potassium
6 Cl - Chlor
6 Ca 2+ Calcium
6 μ Rata-rata (Mean) 24
σ Standar Deviasi 25 S Skewness
25 K Kurtosis
25 Pxx Power Spectral 29 x(k) Sequence Data
30 w(k) Fungsi Window 30
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Otak merupakan organ vital pada manusia yang berfungsi untuk mengontrol keseluruhan aktifitas tubuh, oleh karena itu banyak penelitian berusaha untuk mengungkap keberadaan organ ini. Salah satu usaha dengan cara mengukur potensial atau aktifitas listrik yang dihasilkan otak dengan meletakan sejumlah elektroda sebagai sensor pada permukaan kepala (scalp). Instrumen yang digunakan dalam perekaman potensial listrik otak dikenal dengan istilah electroencephalogram (EEG). EEG sering digunakan dalam bidang kedokteran untuk mendiagnosa kelainan fungsi otak, seperti pada penderita epilepsi. EEG merupakan salah satu teknik pengukuran non-invasive karena dilakukan dengan
tidak merusak jaringan tubuh. [4,6]
Upaya untuk meneliti keberadaan otak dilakukan dengan cara kuantifikasi informasi yang terdapat pada sinyal hasil rekaman EEG. Beberapa penelitian melakukan kuantifikasi dalam interval waktu (analisis statistik) dan beberapa penelitian lain dalam domain frekuensi (analisis spektral) dengan memanfaatkan transformasi fourier. Pemanfaatan analisis statistik seperti variance, mean, skewness dan kurtosis bermanfaat terutama saat mengamati kecenderungan atau analisis distribusi suatu data, sedangkan analisis spektral sangat berguna untuk penentuan kandungan informasi suatu data (sinyal) dalam domain frekuensi. Analisis spektral dapat dipandang sebagai mathematical prism, menguraikan sinyal dalam domain frekuensi seperti prisma menguraikan cahaya kedalam
berbagai warna. [12]
Sinyal EEG memiliki karakteristik berubah tiap saat (nonstationer) bergantung pada rangsangan internal (aktifitas mental) dan eksternal (contohnya stimulasi akupuntur) yang mempengaruhi kerja otak. Karakteristik sinyal EEG tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan informasi selama pengukuran, baik informasi waktu maupun frekuensi. Dalam bidang biomedik, informasi waktu Sinyal EEG memiliki karakteristik berubah tiap saat (nonstationer) bergantung pada rangsangan internal (aktifitas mental) dan eksternal (contohnya stimulasi akupuntur) yang mempengaruhi kerja otak. Karakteristik sinyal EEG tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan informasi selama pengukuran, baik informasi waktu maupun frekuensi. Dalam bidang biomedik, informasi waktu
secara bersamaan. Teknik presentasi suatu parameter kedalam domain waktu dan frekuensi dikenal dengan istilah time-frequency analysis (TFA). Pengolahan sinyal menggunakan teknik TFA sangat bermanfaat untuk diaplikasikan pada sinyal yang pendek dan nonstationer, dimana spektrumnya berubah menurut
waktu (time-varying). [4]
Fokus penelitian ini adalah mengamati efek pengobatan tradisional pada sinyal EEG. Secara umum efek pengobatan tradisional terhadap kondisi tubuh selama ini cenderung berdasarkan kesaksian perorangan, tetapi bukti ilmiah tentang efek tersebut belum banyak terungkap. Berbagai upaya ilmiah telah dilakukan untuk mengamati efek pengobatan tradisional seperti akupuntur, acupressur,
aromaterapi, hipnoterapi dan lain sebagainya terhadap kondisi tubuh manusia [3,7] . Justifikasi ilmiah ini penting sehingga pengobatan tradisional dapat digabungkan
dengan pengobatan modern dan diharapkan suatu saat bisa diterapkan sebagai prosedur di Rumah Sakit.
Salah satu pengobatan tradisional yang cukup banyak digunakan adalah akupuntur. Akupuntur merupakan bagian dari pengobatan tradisional Cina yang telah berumur ribuan tahun dengan cara menusukan jarum pada bagian tubuh tertentu (acupoint) dengan tujuan untuk merangsang tubuh melakukan penyembuhan dengan mengaktifkan sistem syaraf, sistem imunitas, sistem sirkulasi darah dan menormalisasi aktifitas fisiologi seluruh tubuh. Hal ini dikenal
dengan istilah self healing [16] .
Akupuntur memberikan efek signifikan terhadap aktifitas otak seseorang telah diamati dengan cara melihat efek akupuntur terhadap kondisi dua naracoba, yakni
satu naracoba sehat dan satu naracoba dengan keluhan sakit kepala (migrain) [5] . Pada penelitian [5] , digunakan estimasi Power Spectral Density (PSD) yang
merupakan parameter distribusi daya suatu sinyal dalam domain frekuensi, dengan melakukan perata-rataan parameter PSD Pra dan Pasca akupuntur. Tetapi merupakan parameter distribusi daya suatu sinyal dalam domain frekuensi, dengan melakukan perata-rataan parameter PSD Pra dan Pasca akupuntur. Tetapi
domain waktu sangat penting.
Berdasarkan penjelasan diatas, pada penelitian ini dilakukan kuantifikasi efek stimulasi akupuntur pada sinyal EEG secara lebih detail sehingga diperoleh kandungan informasi dalam domain waktu dan frekuensi. Untuk mengamati detail efek tersebut dilakukan dengan cara mengestimasi parameter power spectral melalui pendekatan metoda periodogram welch menggunakan teknik TFA. Dengan menggunakan teknik TFA representasi dinamika distribusi power spectral dapat terlihat lebih baik dalam domain waktu dan frekuensi. Sehingga dari gambaran distribusi tersebut dapat diamati respon transien atau kondisi aktifitas otak seperti berada dalam keadaan rileks, mengantuk, tidur dan lain sebagainya. Kontribusi ini sangat bermanfaat untuk mempelajari hubungan akupuntur dengan otak manusia terkait penjalaran stimulus pada sistem syaraf dan dapat digunakan untuk kepentingan medik.
Disamping itu pada penelitian ini dilakukan pengamatan efek akupuntur dengan menggunakan analisis statistik terhadap sinyal EEG. Parameter statistik yang
digunakan adalah mean, standar deviasi, skewness dan kurtosis [2] . Parameter- parameter ini diaplikasikan sehingga diperoleh kecenderungan atas distribusi
sinyal EEG. Informasi sinyal EEG menggunakan analisis statistik dikarakterisasi dengan mengamati pengaruh parameter statistik Pra, Proses dan Pasca akupuntur.
I.2 Permasalahan
Rangsangan eksternal seperti stimulasi akupuntur (akibat tusukan jarum) akan mempengaruhi kerja sistem syaraf. Pengaruh pada sistem syaraf dapat ditandai dengan perubahan parameter pada sinyal EEG. Untuk mengamati detail perubahan parameter sinyal EEG akibat akupuntur digunakan teknik TFA sehingga perubahan dalam domain waktu dan frekuensi dapat teramati. Permasalahan yang dihadapi adalah bahwa resolusi waktu dan frekuensi saling berkebalikan, artinya jika resolusi waktu meningkat maka resolusi frekuensi Rangsangan eksternal seperti stimulasi akupuntur (akibat tusukan jarum) akan mempengaruhi kerja sistem syaraf. Pengaruh pada sistem syaraf dapat ditandai dengan perubahan parameter pada sinyal EEG. Untuk mengamati detail perubahan parameter sinyal EEG akibat akupuntur digunakan teknik TFA sehingga perubahan dalam domain waktu dan frekuensi dapat teramati. Permasalahan yang dihadapi adalah bahwa resolusi waktu dan frekuensi saling berkebalikan, artinya jika resolusi waktu meningkat maka resolusi frekuensi
I.3 Tujuan
Mengamati efek stimulasi akupuntur pada sinyal EEG dengan menggunakan analisis statistik untuk mengamati trend atau kecenderungan distribusi sinyal EEG Pra, Proses dan Pasca akupuntur dan analisis spektral untuk mengamati dinamika distribusi power spectral menggunakan teknik TFA.
I.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup atau batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. [5] Data yang digunakan hasil dari penelitian dan .
2. Terapi akupuntur yang digunakan adalah akupuntur GI (Gunawan Ismail).
3. Konsep peletakan elektroda berdasarkan standar internasional 10-20.
4. Data yang dianalisa dibatasi hanya pada bagian otak yang berhubungan dengan akupuntur, yakni parietal, frontal dan central.
I.5 Sistematika Pembahasan
Penelitian tesis ini terdiri dari lima bab yang masing-masing berisi : Bab 1 Pendahuluan, berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan, ruang lingkup dan sistematika pembahasan. Bab 2 Electroencephalogram, berisi teori yang berhubungan dengan EEG, munculnya sinyal listrik tubuh dan konsep pengukuran EEG. Bab 3 Akupuntur, Sistem Syaraf dan Anatomi Otak, berisi teori tentang mekanisme kerja akupuntur, sistem syaraf dan anatomi otak manusia. Bab 4 Teknik Pengolahan Sinyal EEG, berisi penjelasan teknik pengolahan sinyal dan data pengukuran diperoleh. Bab 5 Hasil Pengolahan dan Pembahasan, berisi penjelasan hasil yang diperoleh dan analisa terhadap hasil pengolahan data. Bab 6 Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran- saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
BAB II ELECTROENCEPHALOGRAM
II.1 Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang teori dasar sistem electroencephalogram (EEG). Ada beberapa hal yang dibahas meliputi sejarah singkat munculnya pengukuran EEG, timbulnya sinyal listrik pada otak, tipe aktifitas EEG, standar peletakan elektroda dan gangguan perekaman sinyal EEG.
II.2 Sejarah EEG
EEG merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur sinyal listrik di otak. EEG ditemukan oleh Hans Berger tahun 1929 yang menunjukan terdapat perbedaan potensial akibat aktifitas korteks pada otak. Tetapi sebelum penemuan EEG, beberapa peneliti telah mengamati adanya aktifitas listrik pada jaringan syaraf seperti yang ditemukan oleh Galvani tahun 1791 dan Du Bois-Reymond awal 1800-an, bahkan Richard Carton melakukan studi pada kelinci dan monyet untuk mempelajari hubungan antara stimulasi sensor eksternal seperti cahaya
terhadap aktifitas listrik pada otak. [2,10]
II.2.1 Sinyal EEG
Sinyal EEG merupakan sinyal yang beramplitudo rendah, biasanya terukur dalam rentang (100 μV – 1 mV), sehingga sangat mudah sekali berafiliasi dengan noise. Besaran amplitudo yang dihasilkan sinyal listrik dari perekaman EEG sebenarnya berada pada orde mV, tetapi pada proses penjalaran sinyal listrik tersebut mengalami atenuasi akibat melewati berlapis-lapis membran dan tulang tengkorak yang cukup tebal, sehingga pada saat perekaman ordenya menjadi μV.
Kemunculan sinyal EEG berkaitan erat dengan aktifitas mental seseorang. Seseorang yang melakukan aktifitas seperti berpikir, berhitung, menulis bahkan tidur sekalipun pada bagian otak tertentu akan terstimulasi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Sinyal tersebut merepresentasikan aktifitas mental seseorang dan Kemunculan sinyal EEG berkaitan erat dengan aktifitas mental seseorang. Seseorang yang melakukan aktifitas seperti berpikir, berhitung, menulis bahkan tidur sekalipun pada bagian otak tertentu akan terstimulasi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Sinyal tersebut merepresentasikan aktifitas mental seseorang dan
Dalam prosedur rutin di rumah sakit, umumnya dilakukan perekaman sinyal EEG antara 20 – 40 menit. Selama waktu ini, terdapat beberapa perlakuan yang disebut “prosedur aktivasi” untuk membangkitkan aktifitas yang berbeda seperti stimulasi photic dengan kedipan cahaya, hyperventilation, penutupan mata dan tidur. Ketika prosedur rutin ini dilakukan, hasil rekaman akan menunjukan bahwa pasien dalam kondisi normal atau tidak.
II.2.2 Aktifitas Listrik pada Sistem Syaraf
Informasi dari seluruh sistem syaraf dikirimkan oleh sinyal listrik yang ditimbulkan oleh reaksi elektrokimia. Reaksi elektrokimia adalah reaksi kimia yang bisa menghasilkan arus listrik. Sel syaraf (neuron) dilingkupi oleh membran semi-permeable yang selektif dalam melewatkan ion. Ion-ion yang penting dalam
sistem syaraf adalah sodium (Na - ), potassium (K ), calcium (Ca ), chlor (Cl ) dan molekul-molekul protein yang bermuatan negatif. Ion-ion ini dapat berpindah
melalui membran semi-permeable sehingga mempengaruhi potensial listrik pada sel syaraf.
Pada saat sel syaraf istirahat, potensial bagian dalam membran sel adalah negatif relatif terhadap bagian luarnya. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem selective
ion channels + , sehingga pada saat istirahat ion-ion K lebih mudah menembus
membran dibandingkan ion-ion Cl + dan Na . Molekul-molekul yang bermuatan negatif tidak dapat melewati membran sehingga selalu berada didalam sel.
Disamping selective ion channels, terdapat juga sistem pemompaan yang
menyebabkan tiga buah ion Na + keluar dari sel syaraf untuk setiap 2 buah ion K yang masuk. Ketika semua gaya sudah seimbang, timbul beda potensial antara menyebabkan tiga buah ion Na + keluar dari sel syaraf untuk setiap 2 buah ion K yang masuk. Ketika semua gaya sudah seimbang, timbul beda potensial antara
Gambar II.1. Kondisi Potensial Membran Sel Syaraf.
Ketika terjadi stimulasi pada sel syaraf (neuron), misalkan akibat stimulasi akupuntur, akan menyebabkan timbulnya perubahan sementara potensial membran lokal yang disebut graded potential. Timbulnya graded potential ini mungkin saja diikuti timbulnya potensial aksi (action potential) berupa ledakan impuls listrik yang menjalar sepanjang permukaan sel syaraf yang dipicu oleh depolarizing current . Ketika depolarisasi mencapai -55mV (kondisi threshold), sel syaraf akan melepaskan sebuah potensial aksi. Jika threshold potential tidak tercapai maka tidak ada potensial aksi yang dilepaskan. Karena itu kondisi sel syaraf hanya ada dua jenis, tidak mencapai threshold potential atau berada dalam kondisi bekerja optimal.
II.3 [2,12,16] Konsep Dasar Pengukuran Sinyal EEG Sinyal EEG diukur dengan menempatkan sejumlah elektroda pada kulit kepala.
Sebelum elektroda ditempatkan terlebih dahulu dilapisi dengan pasta konduksi yang bertujuan untuk mengurangi atenuasi sinyal. Disamping cara diatas terdapat Sebelum elektroda ditempatkan terlebih dahulu dilapisi dengan pasta konduksi yang bertujuan untuk mengurangi atenuasi sinyal. Disamping cara diatas terdapat
A. Elektroda Permukaan
B. Needle Elektroda
Gambar II.2. Jenis Elektroda
Keberhasilan pengukuran sinyal EEG salah satunya ditentukan oleh pemilihan elektroda. Elektroda merupakan alat untuk menangkap sinyal listrik dari hasil elektrokimia didalam tubuh. Umumnya elektroda terbuat dari bahan metal berkonduktivitas tinggi, dalam pengukuran EEG biasanya digunakan Ag/AgCl.
Berdasarkan sifatnya, elektroda bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu active electrode dan passive electrode. Active electrode adalah elektroda yang memiliki pre-amplifier didalamnya. Dengan adanya pre-amplifier, impedansi yang besar dari kulit kering (beberapa M Ω) dapat diatasi karena pre-amplifier yang digunakan memiliki spesifikasi impedansi input yang tinggi. Passive electrode adalah elektroda biasa tanpa pre-amplifier didalamnya. Dalam penggunaannya, dibutuhkan impedansi yang rendah antara permukaan elektroda dan kulit. Oleh karena itu perlu diberikan persiapan khusus pada permukaan yang saling bersentuhan antara kulit dan elektroda, seperti pengikisan epidermis dan pemberian gel.
Penurunan keseimbangan kimia pada hubungan logam dan gel elektrolit menimbulkan suatu nilai potensial polarisasi yang berubah terhadap temperatur, Penurunan keseimbangan kimia pada hubungan logam dan gel elektrolit menimbulkan suatu nilai potensial polarisasi yang berubah terhadap temperatur,
oleh senyawa ionik perak (Ag - ) dengan anion (Cl ) yang sesuai, yaitu senyawa AgCl. Material AgCl ini kecil kelarutannya dalam air, sehingga cenderung stabil.
Karena sifatnya yang non-polarizable, elektroda Ag/AgCl memiliki noise elektrik yang lebih rendah dibandingkan elektroda Ag murni tanpa lapisan AgCl. Jenis elektroda ini banyak digunakan untuk perekaman EEG karena ringan (0,25 g), diameternya kecil (<10 mm), dan memiliki keandalan serta ketahanan yang baik. Komponen DC dihilangkan dengan penguatan komponen AC ketika digunakan sepasang elektroda.
Gambar II.3. Antarmuka elektroda-elektrolit
Prinsip dasar cara kerja elektroda adalah reaksi redoks yang terjadi pada bidang batas elektroda dan elektrolit. Dari Gambar II.3 dapat dilihat bahwa arus bergerak dari elektroda ke elektrolit, yaitu berlawanan dengan arah elektron. Reaksi kimia yang terjadi pada elektroda Ag/AgCl dapat digambarkan dengan persamaan di bawah ini:
(II-1) + − Ag ↔ Ag + e
Ag − + Cl ↔ AgCl (II-2)
Persamaan (II-1) adalah reaksi oksidasi metal perak pada permukaan elekroda sehingga menghasilkan ion perak pada larutan di antarmuka (interface).
Persamaan (II-2) adalah reaksi yang terjadi segera setelah pembentukan ion Ag + yang kemudian bergabung dengan ion Cl - di larutan sehingga membentuk
senyawa ionik AgCl. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kelarutan AgCl di dalam air rendah, sehingga sebagian besar AgCl keluar dari larutan dan terdeposisi membentuk lapisan AgCl.
Dari persamaan reaksi redoks untuk elektroda Ag/AgCl, dapat diturunkan persamaan Nernst untuk menentukan half-cell potential untuk elektroda Ag/AgCl seperti pada Persamaan (II-3).
0 RT ⎡ K s ⎤
E = E Ag + ln ⎢
a − (II-3) ⎢ ⎣ Cl ⎦ ⎥ Konstanta K s adalah hasil kelarutan (solubility product), yaitu laju persipitasi
nF
sampai menjadi larutan. Dalam kondisi setimbang, aktifitas ionik dari ion-ion Ag + dan Cl - harus sesuai dengan Persamaan (II-4) berikut ini:
a Cl − × a Ag + = K s (II-4)
Untuk elektroda Ag/AgCl, aktifitas ion Cl - sangat besar dan tidak terkait dengan oksidasi dari Ag yang disebabkan oleh arus yang mengalir melalui elektroda.
Harga half-cell potential elektroda ini cenderung stabil didalam larutan elektrolit
yang mengandung Cl - sebagai anion yang mendominasi, sehingga aktifitas Cl tetap stabil. Pada aplikasi biologis, konsentrasi ion Cl - cukup tinggi sedangkan aktifitas ion Ag + harus sangat rendah. Elektroda Ag/AgCl banyak digunakan
untuk pengukuran pada bidang kedokteran karena elektroda ini relatif stabil didalam sistem biologis.
II.3.1 [6,14] Sta andar Pele takan EEG G
Penempata an elektrod da merupak kan faktor yang turut t menentuk kan keberha asilan perekaman n sinyal EE EG. Untuk itu dikelua arkan suatu u metoda st tandar pele etakan elektroda
EEG oleh In nternational l Federa tion of Societes of Electroenc cephalogram my yang dikenal de engan istil lah sistem 10-20, se eperti ditunjukan n pada Gam mbar II.4. Disebut dem mikian kare ena diturun nkan berdas arkan pengukura an 10% dan n 20% rela atif terhada ap empat (4 4) pembagi ian kulit ke epala. Keempat t titik untuk m menunjukan n pembagian n kulit kepa ala itu adala ah :
1. Ba atang hidung g (nasion)
2. Be enjolan pada a belakang k kepala tepat t diatas lehe er (inion)
3. Tit tik prenauri icular (leku ukan diatas t tulang pipi tepat didep an telinga) k kiri.
4. Tit tik prenauri icular kana n.
Titik F b berarti Fron ntal , Fp b berarti prefr frontal (atau u frontopo lar ), P b berarti parietal , T T berarti tem mporal , sed dangkan C b berarti cent tral dan O b berarti occi ipital . Elektroda sepanjang garis tengah h tidak mem miliki nomo or tetapi han nya diberi n notasi z (misalny ya Fz, Pz, da an Cz dipun ncak).
Gambar II
I.4. Standar Internation nal Peletakan n Elektroda a 10-20
Terdapat d dua tipe per rekaman yan ng menyata akan hubung gan antar ele ektroda, yak kni :
1. Me etoda Unipo olar, penguk kuran beda potensial a antara elektr roda tertentu u dan ele ektroda refe erensi yang b biasanya di pasang dite elinga.
2. Me etoda Bipo olar, penguk kuran beda potensial antara dua a elektroda yang dit tempatkan d di kepala.
II.3.2 Gangguan Perekaman EEG
Pada perekaman EEG dikenal istilah artefak. Artefak adalah potensial listrik yang terekam di dalam EEG tetapi bukan berasal dari jaringan otak. Artefak bisa disebabkan oleh aktifitas psikologis yang berasal dari pasien, adanya inteferensi dari jaringan jala-jala listrik. Artefak sangat tidak diinginkan dalam perekaman EEG sebab dapat meniru atau mengaburkan gelombang asli sinyal otak.
Berikut beberapa hal yang sering menjadi artefak pada perekaman EEG :
1. Kedipan mata dan gerakan mata lainnya; mata bersifat dipol (100 mV lebih elektropositif dibandingkan dengan retina), jadi jika pasien berkedip akan menambah derajat kepositifan dari elektroda prefrontal Fp1 dan Fp2. Selanjutnya membuat F3 dan F4 menjadi lebih negatif.
2. Aktifitas otot; artefak karena gerakan otot biasanya mudah untuk dikenali dengan bentuk dan penanggulangannya. Umumnya terjadi karena gerakan rahang, kertakan gigi, menggigil, dan gerakan lainnya yang melibatkan gerakan otot muka.
3. Elektrokardiogram; tegangan yang dibangkitkan dalam jantung dapat terekam dalam EEG.
4. Interferensi listrik; muncul berupa noise 50/60 Hz berasal dari jaringan daya dan peralatan elektronik.
5. Elektroda; muncul akibat perubahan sifat dari elektroda yang dipakai. Misalnya elektroda yang dipakai sudah lama sehingga resistansinya berubah.
II.3.3 Tipe Aktifitas EEG
Aktifitas otak dapat direpresentasikan ke dalam domain frekuensi. Perekaman sinyal EEG umumnya diambil pada rentang frekuensi antara 0 – 30 Hz, tetapi pada kasus tertentu dapat saja diambil frekuensi diatas 30 Hz untuk mengamati gelombang gamma. Rentang frekuensi sinyal EEG dibagi ke dalam lima bagian seperti terlihat pada Tabel II.1.
Gelombang
Kondisi objek Jenis Bentuk
Tidur nyeyak Tidur ringan, Stres
Theta 4-8 Hz emosional
Alpha
Relaks, Mata tertutup Beta
8-13 Hz
Aktifitas, Berpikir Gamma
13-30 Hz
>30 Hz
Proses gabungan
Tabel II.1. Tipe-tipe gelombang EEG
Gelombang Delta , berfrekuensi rendah (0-4 Hz) biasanya muncul pada saat seseorang tidur nyenyak dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi kondisi pathologic seseorang, seperti terjadi luka/infeksi, kanker, tumor, epilepsi dll.
Gelombang Theta , memiliki frekuensi 4-8 Hz dan muncul saat seseorang tidur ringan atau dalam keadaan senang. Beberapa riset terbaru menghubungkan gelombang ini seperti gerakan mata cepat saat tidur (rapid eye movement sleep) dan hipnosis.
Gelombang Alpha , memiliki frekuensi 8-13 Hz dan muncul pada saat seseorang rileks dan mata tertutup. Gelombang ini sering digunakan untuk melihat normal atau abnormalnya suatu fungsi otak. Jika seseorang dalam keadaan rileks dan mata tertutup kemudian diminta untuk melakukan aktifitas kognitif seperti menyelesaikan problem aritmatika maka gelombang alpha akan hilang atau disebut alpha blocking.
Gelombang Beta , memiliki frekuensi 13-30 Hz dan muncul pada saat seseorang aktifitas atau dalam keadaan berpikir. Gelombang Gamma, berfrekuensi >30 Hz berkaitan dengan aktifitas otak untuk mengintegrasikan bermacam rangsangan.
BAB III AKUPUNTUR, SISTEM SYARAF DAN ANATOMI OTAK
III.1 Akupuntur
Akupuntur berasal dari bahasa latin yaitu acus yang berarti jarum dan pungere yang berarti tusukan. Akupuntur merupakan suatu teknik pengobatan dengan menggunakan jarum yang ditusukan ke dalam tubuh sebagai alat terapi kesehatan. Akupuntur diperkirakan berasal dari Cina dan merupakan bagian dari pengobatan
tradisional Cina (TCM). [3,5,16]
Berdasarkan penelitian arkeolog, diperkirakan akupuntur telah digunakan sebagai alat terapi kira-kira 5000 tahun yang lalu di Cina maupun daratan Asia lainnya, hal ini didasari dengan ditemukannya batu yang ditajamkan sebagai alat terapi yang disebut Bian Shi. Pada perkembangannya, para praktisi akupuntur kuno mengembangkan konsep dan sistem akupuntur dengan teliti. Konsep ini mencerminkan kepercayaan religius, kesehatan dan tradisi sosial kultural masyarakat setempat pada tiap zaman.
Dewasa ini terapi akupuntur telah berkembang di tiap-tiap negara dan mulai digabungkan dengan pengobatan modern. Perkembangan terapi akupuntur ini ditiap-tiap negara memiliki perbedaan masing-masing, walaupun pada dasarnya prinsip kerja dan teknik pelaksanaannya tetap sama, yang berbeda hanya pada
letak dan jumlah titik-titik akupuntur. [16]
III.2 Titik Akupuntur ( Acupoints )
Efisiensi terapi akupuntur tergantung pada pemilihan titik-titik efektif akupuntur. Sebagian besar titik akupuntur berhubungan dengan struktur anatomi utama dari sistem syaraf periperal. Titik-titik ini terletak dekat dengan sel-sel syaraf dan pembuluh darah utama yang juga dikelilingi oleh sel-sel syaraf yang lebih kecil.
Titik akupuntur sering juga disebut titik picu, hal ini didasari oleh kemampuan titik ini untuk memicu ketidaknyamanan fisik sebagai reaksi dari sensitifitas syaraf pada titik picu. Meskipun hampir 70% titik akupuntur merupakan titik picu, namun titik picu dan titik akupuntur sebenarnya tidak sama. Titik picu tidak hanya terletak di otot kerangka tubuh namun juga pada struktur jaringan lunak seperti
tendon. [9]
Efek akupuntur tidak akan ada bila syaraf sensorik dikenai pembiusan lokal, pembedahan, terkena benda bertemperatur rendah seperti es dan terluka. Ini menunjukan bahwa syaraf sensorik merupakan bagian vital komponen anatomik dari titik akupuntur.
III.3 [3] Akupuntur Gunawan Ismail (GI) Akupuntur GI merupakan terapi dan pengobatan yang dirintis dan dikembangkan
oleh Gunawan Ismail dengan memadukan pengobatan tradisional Cina (TCM) dengan pengobatan tradisional Indonesia (TIM). Titik akupuntur GI jauh lebih sederhana dibandingkan dengan titik akupuntur Cina, terlihat pada Gambar III.1, sehingga bisa dipelajari oleh masyarakat umum dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Dasar dari titik akupuntur GI adalah titik 2 – 3 – 2. Penetrasi dengan jarum akupuntur pada titik-titik dasar ini bisa meningkatkan sistem imunitas dari tubuh. Titik- titik dasar ini terdiri dari 2 pada leher sebelah kanan dan kiri (Tien Ie), 3 pada perut kiri dan kanan (Tien Su) dan tengah (Kuan Yu), 2 pada kaki sebelah
kanan dan kiri (Tsu San Lie). [4] • Titik Tien Su dan Kuan Yu (perut) berfungsi untuk mengaktifkan sistem
imunitas tubuh dengan meningkatkan nilai konduktivitas dari saraf. Titik ini merupakan sistem homeostatis utama.
• Titik Tsu San Lie (kaki) merupakan titik yang sangat efektif menuju saraf premix dan organ-organ yang berbentuk diafragma.
• Titik Tien Ie (leher) merupakan titik yang berhubungan dengan sistem 12 kranial pusat saraf .
Gambar III.1. Akupuntur GI Vs Akupuntur TCM
III.4 [16] Mekanisme Kerja Akupuntur Semua jenis terapi akupuntur umumnya menggunakan jarum yang digunakan
untuk melukai jaringan lunak pada tubuh. Teknik penusukan ini bertujuan untuk membangun suatu mekanisme homeostasis dan meningkatkan self healing (penyembuhan sendiri oleh tubuh). Homeostasis adalah suatu konsep yang mengacu pada suatu kondisi mempertahankan kondisi fisik dan kimia yang relatif konstan dalam lingkungan internal. Proses ini terdiri dari dua bagian, yaitu pusat dan periferal.
Pada bagian pusat, ketika proses terapi akupuntur dilakukan, luka akibat penusukan akan merangsang bagian pada otak yang bertugas mengaktifkan sistem pertahanan tubuh seperti saraf, endokrin, sistem imunitas dan sistem sirkulasi darah serta menormalisasi aktifitas fisiologi seluruh tubuh. Pada bagian periferal, luka akibat terapi akan menjadi trigger reaksi fisiologi tubuh di sekitar daerah
penusukan dalam meningkatkan kembali sensitivitas tubuh dan memperbaiki jaringan yang rusak.
Akupuntur merupakan terapi fisiologi yang mengkoordinasikan otak dan syaraf periferal sehingga terapi ini tidak mengobati secara khusus suatu penyakit, namun menyembuhkan tubuh sebagai satu kesatuan sistem. Sebagai terapi fisiologi, efektifitas akupuntur bergantung pada kemampuan dari suatu penyakit untuk bisa disembuhkan dan nilai potensial self healing yang berbeda-beda dari tiap pasien. Suatu penyakit yang identik bisa saja sembuh dengan terapi akupuntur pada pasien tertentu tapi sulit disembuhkan pada pasien yang lain.
Mekanisme terapi akupuntur bermula dari tusukan jarum yang akan menstimulasi dan mengaktifkan reseptor pada dendrit yang terletak pada kulit, otot dan jaringan lunak lainnya. Impuls yang tercipta dari stimulasi dikirim dari badan sel menuju neuron lainnya atau otot melalui akson. Ilustrasi ini ditunjukan oleh Gambar III.2.
Gambar III.2. Sel syaraf
Jika stimulasi memiliki potensial dibawah -55mV (threshold) maka tidak akan membangkitkan sinyal yang masuk menuju otak, tetapi ketika stimulasi bernilai diatas nilai ambang maka akan membangkitkan sinyal listrik transien yang dikenal dengan potensial aksi yang akan menyebar sepajang akson menuju sambungan akson dan akan melewatkan sinyal menuju sel syaraf lainnya melalui struktur khusus yang dinamakan sinapsis dan akhirnya akan sampai diotak. Di otak, sinyal Jika stimulasi memiliki potensial dibawah -55mV (threshold) maka tidak akan membangkitkan sinyal yang masuk menuju otak, tetapi ketika stimulasi bernilai diatas nilai ambang maka akan membangkitkan sinyal listrik transien yang dikenal dengan potensial aksi yang akan menyebar sepajang akson menuju sambungan akson dan akan melewatkan sinyal menuju sel syaraf lainnya melalui struktur khusus yang dinamakan sinapsis dan akhirnya akan sampai diotak. Di otak, sinyal
Gambar III.3. Mekanisme Kerja Akupuntur terhadap Sistem Syaraf
Apabila homeostasis terganggu maka titik akupuntur yang bersesuaian akan aktif, hal ini ditandai penurunan ambang tekanan mekanis dan resistensi listrik. Proses penyembuhan penyakit dilakukan dengan mengembalikan keseimbangan homeostasis. Hal ini dapat terlihat dari fenomena fasilitasi atau dikenal dengan prinsip dominan of excitation dari Ukhtomsky. Apabila ada beberapa eksistasi maka eksitasi yang dominan yang akan direalisasi oleh sistem tubuh. Jadi apabila pusat A dominan, rangsangan yang seharusnya ke pusat C “membelok” ke pusat
A dan yang terjadi adalah reaksi A. Bila ditinjau dari mekanismenya, bahwa akupuntur hanya bersifat merangsang (stimulant) dan yang bekerja mengembalikan keseimbangan homeostasis adalah sistem tubuh sendiri, sedangkan rasa sakit yang timbul akibat adanya gangguan adalah usaha tubuh untuk mengatasi gangguan tapi tidak mencapai ambang batas (threshold), dengan bantuan stimulasi jarum akupuntur ambang batas dapat dicapai.
III.4.1 Sistem Syaraf
Sistem syaraf manusia secara anatomi dibagi menjadi sistem syaraf pusat dan sistem syaraf periperal. Sistem syaraf pusat merupakan bagian terbesar dari sistem syaraf yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, yang berfungsi Sistem syaraf manusia secara anatomi dibagi menjadi sistem syaraf pusat dan sistem syaraf periperal. Sistem syaraf pusat merupakan bagian terbesar dari sistem syaraf yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, yang berfungsi
Sistem saraf periferal merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat. Jarum akupuntur secara langsung akan merangsang dan mengaktifkan sistem saraf periperal untuk mencapai hasil pengobatan yang diinginkan. Sistem saraf periferal terdiri atas saraf kranial (12 pasang) yang berasal dari otak dan saraf spinal (33 pasang) yang berasal dari sumsum tulang belakang. Sistem saraf periferal mempunyai bagian lain yang dinamakan ganglion yang merupakan kelompok sel saraf di luar sumsum tulang belakang. Serabut saraf periferal tersebar di seluruh bagian tubuh kecuali kuku dan rambut, karena itu kuku dan rambut tidak bisa merasakan sakit. Fungsi dari sistem saraf periferal antara lain sebagai saraf sensorik, saraf motorik dan saraf ganglion simpatik.
III.4.2 Sistem Syaraf secara Fungsional
Sistem saraf secara fungsional terbagi atas saraf sensorik (afferen) dan motorik (efferen). Saraf sensorik membawa informasi dari reseptor jaringan dan organ periferal. Reseptor berfungsi sebagai sensor yang mendeteksi perubahan lingkungan dalam tubuh dan merespon kehadiran rangsangan spesifik. Reseptor disusun oleh dendrit, dari dendrit sel tunggal sampai organ kompleks.
Saraf motorik membawa perintah motorik dari sistem saraf pusat menuju jaringan otot dan kelenjar. Saraf motorik terbagi atas sistem saraf somatik (sadar) dan otonom (tak sadar). Sistem saraf somatik berfungsi mengontrol kontraksi dan gerakan sadar pada otot skeletal. Sedangkan sistem saraf otonom berfungsi mengontrol aktifitas yang tidak disadari seperti kelenjar, otot polos dan jantung. Sistem saraf ini terbagi lagi menjadi sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Kedua sistem syaraf ini bekerja berkebalikan. Sebagai contoh, saraf simpatik mempercepat detak jantung sedangkan saraf parasimpatik justru memperlambat kerjanya. Terapi akupuntur menormalisasi aktifitas saraf simpatik dan Saraf motorik membawa perintah motorik dari sistem saraf pusat menuju jaringan otot dan kelenjar. Saraf motorik terbagi atas sistem saraf somatik (sadar) dan otonom (tak sadar). Sistem saraf somatik berfungsi mengontrol kontraksi dan gerakan sadar pada otot skeletal. Sedangkan sistem saraf otonom berfungsi mengontrol aktifitas yang tidak disadari seperti kelenjar, otot polos dan jantung. Sistem saraf ini terbagi lagi menjadi sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Kedua sistem syaraf ini bekerja berkebalikan. Sebagai contoh, saraf simpatik mempercepat detak jantung sedangkan saraf parasimpatik justru memperlambat kerjanya. Terapi akupuntur menormalisasi aktifitas saraf simpatik dan
akupuntur. [1]
III.4.3 Anatomi Otak
Otak merupakan bagian dari sistem syaraf pusat, yang merupakan bagian tubuh yang penting dan kompleks. Otak manusia memiliki massa sekitar 1500 gram berupa cairan dan massa efektifnya sekitar 50 gram. Otak mempunyai kira-kira 100 milyar sel-sel neuron. Satu sel neuron bisa berhubungan dengan 10000 sel neuron lainnya. Impuls syaraf yang berupa sinyal listrik diteruskan melalui akson dan diterima oleh badan sel neuron (soma) tetangganya. Dendrit meneruskan impuls syaraf ke akson. Tiap-tiap neuron memiliki satu akson yang merupakan bagian neuron dari kabel yang digunakan untuk berhubungan dengan neuron yang lain.
Gambar III.4. Anatomi Otak
Berdasarkan fungsinya, sel neuron dapat dibedakan menjadi empat macam, yakni neuron sensorik yang berfungsi menghantarkan rangsangan, neuron motorik yang berfungsi menghantarkan impuls syaraf motorik, neuron konektor yang Berdasarkan fungsinya, sel neuron dapat dibedakan menjadi empat macam, yakni neuron sensorik yang berfungsi menghantarkan rangsangan, neuron motorik yang berfungsi menghantarkan impuls syaraf motorik, neuron konektor yang
Untuk melindungi fungsi dari organ otak, suatu sistem pengaman khusus digunakan, dimana terdiri dari tiga lapis membran dan tulang tengkorak yang kuat. Tiga lapis membran tersebut adalah membran durameter, membran arachnoid dan piameter. Durameter merupakan lapisan luar yang pejal, liat, keras dan fleksibel. Arachnoid merupakan lapisan tengah yang lembut dan berongga. Piameter merupakan lapisan terdalam yang hampir menyentuh otak dan penuh dengan liku-liku pada permukaannya. Otak terdiri dari beberapa bagian berikut seperti terlihat pada Gambar III.4, yaitu :
1. Brain Stem, adalah bagian otak yang digunakan untuk stasiun relay. Fungsinya untuk mengendalikan fungsi refleks dan fungsi otomatik seperti gerak jantung, tekanan darah dan juga mengendalikan tidur. Dibagi atas 3 bagian :
• Medulla, berfungsi mengatur denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. • Pons, merupakan pusat pernafasan yang bekerja dengan medulla.
• Midbrain, merupakan pusat refleks visual, pendengaran dan keseimbangan.
2. Cerebellum, digunakan untuk menggabungkan informasi posisi dan gerakan dari vestibular untuk koordinat gerakan dan keseimbangan.
3. Diencephalon, berfungsi sebagai pusat sistem otomatis, dibagi atas 3 bagian:
• Thalamus, berfungsi sebagai mediasi dalam sensasi, aktifitas motor dan memori. • Hypothalamus, berfungsi sebagai pusat kontrol otonom, regulasi temperatur, regulasi keseimbangan cairan tubuh dan respon emosi.
• Epithalamus, berfungsi dalam mendukung kerja dari thalamus dan hypothalamus .
4. Cerebrum, berfungsi untuk menerima informasi dari semua organ perasaan dan kontrol fungsi motorik. Cerebrum terdiri dari fungsi yang berhubungan dengan fungsi otak yang lebih tinggi seperti : bahasa, fungsi kognitif, memori dan respon emosi. Cerebrum merupakan bagian terbesar otak yang dipisahkan menjadi hemisphere kanan (mengotrol bagian kiri tubuh) dan hemisphere kiri (mengontrol bagian kanan tubuh). Masing- masing hemisphere dibagi atas 5 lobe (bagian), yakni :
• Frontal lobe, berfungsi untuk mengontrol kemampuan berbicara dan menulis, membuat perencanaan dan melakukan gerakan. Bagian ini
berfungsi sebagai korteks motorik utama. • Parietal lobe, berfungsi untuk menerima dan mengintegrasikan sensasi seperti nyeri, sentuhan, temperatur, ukuran dan sebagainya. • Temporal lobe, berfungsi untuk mengontrol kemampuan atau pengertian akan suara dan kata-kata yang terdengar. • Occipital lobe, dilibatkan dalam pemahaman rangsangan visual dan
arti tulisan. • Central lobe, merupakan bagian tengah yang mendapat pengaruh dari bagian-bagian lainnya. Bagian ini berfungsi mengontrol motoric area
seperti bergerak dan berbicara. Selain itu juga berfungsi menerima rangsangan dari sensoric area seperti melihat, mendengar dan menyentuh.
Akupuntur akan banyak berpengaruh pada bagian frontal, parietal dan central lobe . Hal ini dikarenakan akupuntur merupakan bentuk stimulasi yang berupa sentuhan dan tekanan. Rangsangan ini yang akan mempengaruhi otak dan bagian tubuh lainnya dalam proses normalisasi homeostasis dan self healing.
BAB IV TEKNIK PENGOLAHAN SINYAL EEG
IV.1 [13] Pengolahan Sinyal Pengolahan sinyal merupakan suatu usaha untuk mengukur atau mengetahui
informasi yang terkandung didalam sinyal. Pada penelitian ini digunakan teknik pengolahan sinyal menggunakan perangkat lunak (software), artinya keseluruhan data (sinyal) diolah menggunakan komputer.
Oleh karena menggunakan komputer, maka sinyal yang diolah merupakan sinyal digital yang diperoleh dari digitasi sinyal kontinu. Sinyal digital ini diperoleh dari suatu perangkat yaitu Analog to Digital Converter (ADC), merupakan suatu perangkat yang mengkonversi sinyal kontinu menjadi sinyal digital. Pada
Gambar IV.1 ditunjukan contoh sinyal kontinu, diskrit dan digital.
(A) Sinyal Kontinu, (B) & (C) Sinyal Diskrit (D) Sinyal Digital
Gambar IV.1. Jenis Sinyal
Untuk mengolah sinyal EEG sehingga diperoleh informasi, maka pada penelitian ini digunakan dua metoda yakni : pertama, Estimasi parameter menggunakan Untuk mengolah sinyal EEG sehingga diperoleh informasi, maka pada penelitian ini digunakan dua metoda yakni : pertama, Estimasi parameter menggunakan
IV.2 [2,11,12,15] Analisis Statistik Sinyal EEG (raw signal) umumnya direkam dalam domain waktu, sehingga
diperoleh plotting antara amplitudo ( μV) terhadap waktu (t) seperti ditunjukan pada Gambar IV.2. Untuk mendapatkan informasi dari sinyal yang merupakan sekumpulan data diplot dalam domain waktu cara sederhana dengan menggunakan analisis statistik. Dengan estimasi parameter statistik diperoleh analisis dan interpretasi dari sejumlah data sinyal EEG.
Gambar IV.2. Sinyal EEG (raw signal)
Berikut adalah parameter-parameter statistik yang umumnya digunakan untuk analisa sinyal EEG :
1. Rata-rata (mean) merupakan ukuran tendensi sentral yang didefinisikan sebagai nilai rata-rata dari suatu distribusi. Dinyatakan oleh persamaan berikut:
∑ (IV-1)
Dimana :
μ = rata-rata (mean)
= Penjumlahan data yang dimulai dari i = 1 sampai
ke-N N = Banyaknya data
2. Standar deviasi merupakan ukuran sebaran (dispersi) suatu distribusi. Jika suatu distribusi flat atau rata maka nilai standar deviasinya kecil sedangkan jika suatu distribusi berfluktuasi maka nilai standar deviasinya besar. Standar deviasi dirumuskan oleh persamaan berikut:
∑ (IV-2)
Dimana :
σ = standar deviasi
∑ = Penjumlahan dari kuadrat selisih data ke-i
dengan rata-rata N = Banyaknya data
3. Skewness merupakan ukuran penyimpangan (kemiringan) dari kesimetrisan distribusi normal atau gaussian. Jika distribusinya simetris maka skewness bernilai nol dan sebaliknya bernilai tidak nol jika tidak simetris terhadap baseline , positif jika ekor ke kanan dan negatif jika ekor ke kiri (lihat Gambar IV.3), dirumuskan oleh persamaan berikut :
∑ (IV-3)
4. Kurtosis : merupakan ukuran yang menyatakan kepuncakan (peakedness) atau kedataran (flatness) suatu distribusi. Jika nilai kurtosis positif atau lebih besar dari distribusi normal berarti merupakan distribusi leptokurtic, atau sederhananya lebih berpuncak dibanding distribusi normal. Jika kurtosis bernilai nol disebut distribusi mesokurtic dan jika negatif disebut distribusi 4. Kurtosis : merupakan ukuran yang menyatakan kepuncakan (peakedness) atau kedataran (flatness) suatu distribusi. Jika nilai kurtosis positif atau lebih besar dari distribusi normal berarti merupakan distribusi leptokurtic, atau sederhananya lebih berpuncak dibanding distribusi normal. Jika kurtosis bernilai nol disebut distribusi mesokurtic dan jika negatif disebut distribusi
(IV-4) ∑
Parameter-parameter diatas digunakan pada penelitian ini untuk menganalisa distribusi amplitudo dari sinyal EEG yang terekam. Rata-rata (mean) dan standar deviasi umumnya digunakan untuk mengkarakterisasi distribusi amplitudo yang terdistribusi Gaussian, sedangkan skewness dan kurtosis bernilai nol dalam distribusi Gaussian sehingga parameter ini sering digunakan untuk
mengkarakterisasi distribusi amplitudo yang tidak terdistribusi Gaussian. [9]
Potensial EEG (positif dan negatif) umumnya berorde μV, sehingga jika dilakukan analisis dalam rentang waktu yang panjang nilai rata-rata (mean) akan
berada pada nilai yang kecil. Setiap perubahan nilai mean menyatakan perubahan potensial atau pergeseran penguatan (amplifier drift). Nilai standar deviasi menunjukan ukuran dispersi dari suatu distribusi amplitudo EEG. Contohnya jika distribusi amplitudo EEG dianalisis pada seseorang yang awalnya berada dalam keadaan sadar sampai kemudian tertidur, nilai range amplitudo makin menurun
seiring perubahan keadaan menuju tidur. [2]
Gambar IV.3. Parameter Skewness
Gambar IV.4. Parameter Kurtosis
Skewness sebagai ukuran kemiringan kesimetrisan distribusi Gaussian, umumnya digunakan dalam analisis sinyal EEG untuk melihat munculnya monophasic events (kejadian dimana seseorang tidur sesaat), sedangkan kurtosis sering dimanfaatkan untuk melihat kehadiran transient spikes (loncatan impuls syaraf sementara) seperti pada saat ditusuknya jarum akupuntur. Gambar IV.5, merupakan contoh dari pemanfaatan parameter statistik dalam mengamati waktu
injeksi morphine sulfate. [9]
Gambar IV.5. Distribusi parameter statistik selama 3 jam perekaman EEG, (inj) merupakan waktu injeksi morphine sulfate [9] .
IV.3 [2,4,13] Analisis Time-Frequency (TFA) Seperti disebutkan pada Bab I.1, bahwa informasi waktu dan frekuensi sangat