Analisis wacana pada tayangan “Infotainment Silet “ di Rajawali Citra Televisi Indonesia

ANALISIS WACANA PADA TAYANGAN “ INFOTAINMENT SILET “ DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh EDY MULYONO C0202024

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 ANALISIS WACANA PADA TAYANGAN “INFOTAINMENT SILET” DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA

Disusun oleh

EDY MULYONO C0202024

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Prof. Dr. H. D. Edi Subroto NIP 19440927197081001

Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. NIP 196206101989031001

ANALISIS WACANA PADA TAYANGAN “INFOTAINMENT SILET” DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA

Disusun oleh

EDY MULYONO C0202024

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal

Jabatan

Nama

Tanda Tangan

Ketua Dra. Chattri. S. Widyastuti, M.Hum NIP 196412311994032005

...................... Sekretaris

Miftah Nugroho, S.S NIP 197707252005011002

...................... Penguji I

Prof. Dr. H. D. Edi Subroto NIP 19440927197081001

...................... Penguji II

Drs. F.X. Sawardi, M.Hum NIP 19610526199031003

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Soedarno, M.A. NIP 131472202

PERNYATAAN

Nama : Edy Mulyono

NIM : C0202024

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Analisis Wacana pada Tayangan “Infotainment Silet” di Rajawali Citra Televisi Indonesia adalah betul- betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 19 Januari 2010

Yang membuat pernyataan,

Edy Mulyono

MOTTO

Hidup memang tidak bisa memilih, tapi kita harus bisa menjalani apa yang diberikan oleh hidup, menjadikanya sebuah alasan untuk berjuang.

Seribu kali pun kita berbuat baik, orang tetap mencari keburukan kita. Maka kita balas dendam: meskipun seseorang berbuat buruk seribu kali, kita tetap bersemangat untuk menemukan kebaikannya.

(Emha Ainun Nadjib)

PERSEMBAHAN

Ayah (Ranto Wiyatmo) Bunda (Karyani) Kakakku (Isdwi Handayani) Keponakan kecilku (Istika Indah, Keysa)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah , segala puji syukur hanya kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat Alhamdulillah , segala puji syukur hanya kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari semua pihak. Penulis dengan setulus hati mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ini. Dalam kesempatan ini dengan setulus hati mengucapkan terima kasih kepada:

1 Drs. Soedarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.

2 Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia FSSR UNS sekaligus Pembimbing Akademik, yang telah memberikan kepercayaan dan kemudahan selama penyusunan skripsi.

3 Prof. Dr. H. D. Edi Subroto, selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran dengan sabar dalam penulisan skripsi ini, serta memberi motivasi dan nasihat kepada penulis.

4 Segenap dosen Jurusan Sastra Indonesia FSSR UNS yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

5 Staf Perpustakaan UNS dan Perpustakaan FSSR yang telah memberikan kelonggaran kepada penulis untuk membaca dan meminjam buku-buku referensi yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6 Danang dan Anung yang telah memberikan waktu untuk sekedar diskusi ilmu bahasa dengan penulis

7 Kawan-kawan di persewaan komputer “UNIX” ( Rahmanto, Amir, Toni, dan Danang), kawan-kawan Sastra Indonesia angkatan 2002 kalian keluarga kedua buatku.

8 Komunitas Musik dan Film FSSR sebuah kenangan tak terlupa

9 Kawan-kawan Prodi Tv Isi Surakarta, Galsari Film Production, Komunitas Movie Maker Solo, Karimanen Production, Maton Production , Wong Film, yang telah memberikan kesempatan penulis mendapatkan pengalaman dalam dunia film

10 Gang Oncom (Wira, Risti), Anak-anak Ponti da Jogja (Fadil, Reza, Wendi, Yosvi, Heru, Andi), Gang Gong (Ardi, Putra, Anang, Diki), Gang Konde (Lingga, May, Ardi, Alin, Depi’) makasih telah menemaniku menjadi kelelawar.

11 Kawan-kawan Be-One Indo Marcom, Idee Production, Red House Comunity , Quen Vanila, yang telah memberikan kesempatan penulis mendapatkan pengalaman kerja.

12 Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu oleh penulis dalam kesempatan ini.

Surakarta, 19 Januari 2010

Penulis

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM .......................................................................................... .. ....... i

DAFTAR BAGAN

Bagan Retorika Siaran Infotainment Silet di RCTI ................................................... 39 Bagan Analisis Hiponimi Satuan Lingual Selebriti ................................................. 64 Bagan Analisis Hiponimi Satuan Lingual Group Band ............................................ 64 Bagan Analisi Hiponimi Satuan Lingual Perasaan ................................................... 64

DAFTAR SINGKATAN dan LAMBANG

A. Daftar Singkatan

CHP : Closing House Program CHS

: Closing House Segmen HI : Hari Ibu

MTB

: Menyambut Tahun Baru

: Opening House Program

OHS

: Opening House Segmen

SYDAG : Sakit yang Diderita Artis Gugun Gondong TDJ

: Tragedi di Jakarta

Des

: Desember

B. Daftar Lambang

: Morfem Zero

( ) : Opsional atau sekadar pelengkap dan nomor urut data. ……

: Ada bagian kalimat yang dihilangkan.

ABSTRAK

2010. Edy Mulyono. C 0202024. Analisis Wacana pada Tayangan Infotainment Silet di Rajawali Citra Televisi Indonesia . Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana karakteristik retorika yang digunakan pada program infotainment silet di RCTI.? (2) Aspek kohesi gramatikal apa saja yang dimanfaatkan untuk membangun keterpaduan wacana pada tayangan infotainment silet di RCTI? (3) Aspek kohesi leksikal apa saja Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana karakteristik retorika yang digunakan pada program infotainment silet di RCTI.? (2) Aspek kohesi gramatikal apa saja yang dimanfaatkan untuk membangun keterpaduan wacana pada tayangan infotainment silet di RCTI? (3) Aspek kohesi leksikal apa saja

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah; (1) Mendeskripsikan karakteristik retorika yang digunakan pada program infotainment silet di RCTI.? (2) Mendeskripsikan aspek kohesi gramatikal yang membangun keterpaduan wacana pada tayangan Infotainment Silet di RCTI; (3) Mendeskripsikan aspek kohesi leksikal yang membangun keterpaduan wacana pada tayangan Infotainment Silet di RCTI.

Metode yang akan digunakan untuk menganalisis keterpaduan wacana dalam program acara Infotainment Silet adalah metode distribusional.dengan teknik oposisi, teknik penggantian atau substitusi, dan teknik pelesapan atau delisi

Dari analisis dapat disimpulkan beberapa hal; (1) Retorika siaran Infotainment Silet terbagi atas tiga bagian, bagian pembuka disebut Opening Host Program (OHP); bagian isi setiap segmen informasi terbagi atas tiga bagian (Opening Hosh Segmen, isi, Closing Host Segmen); bagian penutup (Closing Host Program ) (2) Aspek-aspek kohesi gramatikal yang dimanfaatkan untuk membangun keterpaduan wacana pada tayangan infotainment silet di RCTI sebagai peranti pendukung kepaduan wacana adalah Pengacuan (referensi) dengan pengacuan pronomina III; Penyulihan (substitusi) meliputi substitusi nomina, substitusi frasal, substitusi klausal, substitusi dengan penyebutan ulang secara definit; Pelesapan (elipsis) meliputi pelesapan berupa kata, pelesapan frasa, dan pelesepan klausa; Perangkaian (konjungsi) meliputi konjungsi sebab-akibat, konjungsi pertentangan, konjungsi konsesif, konjungsi harapan (optatif), konjungsi syarat, konjungsi ketidakserasian, konjungsi cara, konjungsi misalan/contoh, konjungsi tegasan, konjungsi jelasan, konjungsi tujuan, konjungsi keragu-raguan (3) Aspek-aspek kohesi leksikal yang dimanfaatkan untuk membangun keterpaduan wacana pada tayangan infotainment silet sebagai peranti pendukung kepaduan wacana adalah sebagai berikut; Kohesi leksikal yang berupa repetisi (pengulangan), yang dapat dibedakan atas, repetisi epizeuksis, repetsisi anafora, dan repetisi mesodiplosis; Sinonimi yang dapat ditemukan antara lain sinonimi kata dengan kata, sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya, dan sinonimi frasa dengan frasa; Antonimi atau lawan kata yang ditemukan dalam tayangan infotainment silet, antara lain yaitu oposisi mutlak dan oposisi kutub, dan oposisi hubungan; Kolokasi atau sanding kata; Hiponimi atau hubungan atas-bawah

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemakaian bahasa dalam masyarakat meliputi berbagai bidang kehidupan, salah satunya dapat ditemukan dalam media elektronika televisi. Televisi sebagai salah satu alat komunikasi mempunyai sistem penyiaran gambar yang obyeknya Pemakaian bahasa dalam masyarakat meliputi berbagai bidang kehidupan, salah satunya dapat ditemukan dalam media elektronika televisi. Televisi sebagai salah satu alat komunikasi mempunyai sistem penyiaran gambar yang obyeknya

Onong Uchjana Efendi (1993:34) mengungkapkan bahwa televisi merupakan salah satu media komunikasi audio visual yang tidak pernah terlepas dari kebutuhan manusia. Sekarang ini televisi bukan lagi menjadi barang yang mewah, melainkan sudah menjadi kebutuhan yang primer. Manusia selalu membutuhkan, karena mengingat begitu pentingnya televisi dalam kehidupan manusia. Televisi digunakan sebagai hiburan dalam keluarga setelah melaksanakan aktivitas seharian.

Perkembangan pertelevisian di Indonesia sangat pesat, televisi-televisi swasta bermunculan melengkapi dan memperkaya TV yang sudah ada. Tercatat lebih dari

17 TV yang ada di Indonesia adalah TVRI, RCTI, SCTV, TPI, AN-TV, Indosiar, Trans-TV, Lativi, TV-7, TV Global, dan Metro TV ditambah TV-TV lokal seperti Bandung TV, STV, Padjadjaran TV, TATV Solo, Jogja TV dan sebagainya. Fenomena ini tentu saja menggembirakan karena idealnya masyarakat Indonesia memiliki banyak alternatif dalam memilih suguhan program acara televisi.

Program acara televisi di Indonesia pada umumnya diproduksi oleh stasiun televisi yang bersangkutan. Stasiun televisi dapat memilih program menarik dan memiliki nilai jual kepada pemasang iklan, perusahaan produksi acara televisi dapat meraih keuntungan dari produksinya. Namun realitasnya, yang terjadi adalah stasiun- 1 stasiun TV di Indonesia terjebak pada selera pasar karena tema acara yang disajikan hampir semua saluran TV tidak lagi beragam tetapi seragam. Hal ini terjadi hampir pada seluruh format acara TV baik itu berita kriminal dan bedah kasus, tayangan misteri, dangdut, sinetron, telenovela, serial drama Asia, infotainment, dan lain-lain.

Infotainment merupakan salah satu program televisi yang menjadi salah satu sajian wajib televisi Indonesia. Program acara infotainment adalah program acara televisi yang menggabungkan antara berita atau informasi dan hiburan. Program acara infotainment mengemas berita dengan penyampaian bahasa yang satai karena sifatnya lebih digunakan sebagai hiburan saja.

Terdapat banyak program acara televisi swasta yang bertajuk infotainment setiap hari (Expose, Insert, Kroscek, SMS, Cek dan Ricek, Showbiz On Location, Kiss, Bibir Plus, Portal, Was Was, Betis, Silet, dan sebagainya). Infotainment pada saat ini mencoba bermain dengan kata-kata yang bersifat sastra dalam penyajiannya, terkadang bahasa yang digunakan dibuat sedemikian dramatis dan manis.

Silet merupakan salah satu program infotainment yang mempunyai gaya bahasa yang khas. Silet merupakan program infotainment yang disiarkan oleh RCTI setiap hari pada pukul 11.00 sampai 12.00 WIB. Silet adalah program infotainment yang diproduksi oleh production house yang bernama Indigo Production. Pengambilan nama Silet menurut Indigo Production mempunyai makna metaforis bahwa infotainment silet mampu membahas dunia selebritis setajam pisau silet. Dengan reputasinya, Silet selalu berhasil membuat selebritis angkat bicara tentang persoalan yang tengah mereka hadapi, bahkan tidak jarang sampai menguraikan air mata.

Program acara infotainment silet sangat diminati oleh masyarakat dibanding dengan program acara sejenis, terbukti dengan didapatkannya rating tertinggi dalam penganugrahan Panasonic Award. Dilihat dari segi retorika yang digunakan, program acara Infotainment Silet berbeda dengan acara sejenis, terutama dilihat dari bagian pembukaan (Opening) dan penutupan (Clossing).

Infotainment silet merupakan salah satu program siaran berita, walaupun kemasannya lebih santai dan juga berita yang disampaikan kebanyakan seputar dunia selebriti. Siaran infotainment termasuk salah satu bentuk retorika, yakni pembaca berita dalam infotainment menyiarkan informasi-informasi yang diperlukan oleh masyarakat. Setiap program infotainment mempunyai karakter berbeda dalam retorikanya, begitu pula dalam program infotainment silet.. Secara garis besar, retorika siaran infotainment silet terdiri atas bagian pembuka, bagian isi, dan bagian penutup. Ciri pembeda retorika dalam infotainment silet dibanding dengan infotainment yang lain adalah tuturan dalam bagian pembuka (Opening Host Program) dan bagian penutup acara (Closing Host Program) serta gambaran bumper yang ditayangkan.

Wacana dalam program acara infotainment silet termasuk dalam ragam lisan yang berupa wacana bersifat monolog. Wacana tersebut merupakan wacana komunikasi satu arah yang dilakukan seorang pembawa acara ataupun pembaca berita dengan tanpa audience nyata. Audience yang ada merupakan audience bayangan atau imagined audience, yaitu para pemirsa yang mengikuti siaran program infotainment melalui sarana siaran televisi. Dengan bentuk kegiatan semacam ini jelas tidak terjadi komunikasi kebahasaan antara pembawa acara ataupun pembaca berita dengan pemirsanya. Wacana monolog semacam ini yang membuat menarik untuk diteliti, karena para audience akan menyerap dan menerka wacana yang disampaikan satu sama lain akan berbeda.

Kalimat-kalimat yang membangun wacana dalam program acara infotainment silet di setiap segmen berita memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan itu membawa konsekuensi terjadinya hubungan bentuk dan makna antar Kalimat-kalimat yang membangun wacana dalam program acara infotainment silet di setiap segmen berita memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan itu membawa konsekuensi terjadinya hubungan bentuk dan makna antar

Keterkaitan kalimat pada setiap segmen program infotainment silet membentuk satu wacana yang utuh. Setiap segmen berita berupa paparan panjang dalam bentuk lisan dengan bahasa tak resmi. Bentuk paparan secara lisan terkadang sulit untuk membentuk satu wacana yang padu, tapi dalam infotainment silet, setiap paparan dikembangkan dan dijelaskan secara padu pada tiap segmennya.

Berdasarkan uraian di atas penulis memberi judul penelitian ini, sesuai dengan objek dan bahan penelitian yaitu Analisi Wacana Pada Tayangan

Infotainment Silet di Rajawali Citra Televisi Indonesia.

B. Pembatasan Masalah

Penelitian ini berusaha mengkaji masalah karateristik retorika serta aspek- aspek yang membangun keterpaduan wacana pada program acara infotainment silet di RCTI yang meliputi aspek kohesi leksikal dan gramatikal.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan pembatasan masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah karakteristik retorika yang digunakan pada program infotainment silet di RCTI.?

2. Aspek kohesi gramatikal apa saja yang dimanfaatkan untuk membangun keutuhan wacana pada program acara infotainment Silet di RCTI?

3. Aspek kohesi leksikal apa saja yang dimanfaatkan untuk membangun keutuhan wacana pada program acara infotainment Silet di RCTI?

D. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini meliputi dua hal sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan karakteristik retorika yang digunakan dalam infotainment silet di RCTI.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan aspek kohesi gramatikal apa saja yang dimanfaatkan untuk membangun keutuhan wacana tuturan pada program acara infotainment silet di RCTI.

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan aspek kohesi leksikal apa saja yang dimanfaatkan untuk membangun keutuhan wacana tuturan pada program acara infotainment silet di RCTI.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis. Di bawah ini akan diuraikan setiap manfaat yang dimaksud sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis merupakan manfaat yang berkenaan dengan pengembangan

ilmu, dan dalam hal ini ilmu linguistik atau kebahasaan. Hasil penelitian ini diharapkan berguna dalam pengembangan ilmu bahasa, terutama di bidang wacana. Hasil penelitian ini akan memperkuat suatu anggapan bahwa keterpaduan wacana merupakan unsur penting dari keterbacaan wacana. Selain itu, dapat memperkaya perkembangan ilmu dan pengetahuan mengenai model analisis wacana atas salah satu bentuk wacana yang terdapat dalam media jurnalistik audio visual khususnya program infotainment.

2. Manfaat Praktis Manfaat praktisnya adalah hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi

pemahaman wacana secara utuh, terutama memahami makna berita audio – visual pada program acara infotainment silet di RCTI. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau rujukan untuk penelitian sejenis selanjutnya.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian masalah dalam suatu penelitian, karena cara kerja penelitian lebih terarah, runtut, dan jelas. Penulisan yang sistematis banyak membantu pembaca dalam memahami hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut.

Bab I pendahuluan. Bab ini menguraikan secara terperinci latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II landasan teori dan kerangka pikir. Bab ini berisi teori-teori yang secara langsung berhubungan dengan masalah yang hendak diteliti dan dikaji sebagai landasan atau acuan dalam penelitian ini. Dalam bab ini juga dijelaskan kerangka pikir yang digunakan untuk mengkaji dan memahami masalah yang sedang yang diteliti.

Bab III metode penelitian. Bab ini menguraikan jenis penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data.

Bab IV analisis data. Bab ini berisi analisis terhadap data-data yang menjadi objek penelitian. Analisis data ini berupa telaah karakteristik retorika dalam infotainment silet serta telaah kohesi gramatikal dan kohesi leksikal wacana pada program acara infotainment silet yang tayang di televisi RCTI. Di sini diuraikan tentang karakteristik retorika pada tayangan program infotainment silet yang meliputi tuturan pembukaan (opening), tuturan isi, tuturan penutup (closing). Mekanisme alat kohesi gramatikal yang meliputi pengacuan (reference), substitusi/penyulihan (substitution) , pelesapan (elipsis), serta perangkai (konjungsi) dan alat kohesi leksikal yang berupa pengulangan (repetition), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), ekuivalensi (kesepadanan).

Bab V penutup. Bab ini berupa simpulan yang berisi pernyataan singkat hasil penelitian dan pembahasan. Selain itu, dalam bab ini disertakan beberapa saran yang relevan dalam penelitian ini.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

Landasan Teori

1. Pengertian Wacana

Istilah “wacana” diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis Indonesia sebagai padanan (terjemahan) dari istilah bahasa Inggris discourse (Dede Oetomo, 1993:3). Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin discursus (lari kesana kemari) atau (lari bolak-balik). Kata ini diturunkan dari dis (dan atau dalam arah yang berbeda) dan currere (lari). Jadi discursus berarti “lari dari arah yang berbeda”. Makna istilah tersebut berkembang lebih jauh sehingga kemudian memiliki arti sebagai “pertemuan antarbagian yang membentuk satu kepaduan” (Mulyana, 2005:4).

Di dalam buku Pengajaran Wacana, Tarigan (1987: 27) memberikan definisi sebagai berikut, “wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau kluasa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.”. Pemahaman bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang terlengkap dan merupakan satuan tertinggi dalam hierarki gramatikal, adalah pemahaman yang berasal dari pernyataan, wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Fatimah Djajasudarma, 1994: 3).

Harimurti Kridalaksana mengatakan bahwa “wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa 9 amanat yang lengkap” (2001:231).

Tampaknya pada definisi tersebut, hal yang dipentingkan di dalam wacana yang dikemukakan oleh Harimurti Kridalaksana adalah keutuhan atau kelengkapan maknanya. Adapun konkretnya dapat berupa apa saja (kata, kalimat, paragraf, atau sebuah karangan yang utuh) yang penting makna, isi, dan amanatnya lengkap (Sumarlam, et. al, 2003:5).

Samsuri (1987: 2) berpendapat bahwa, “wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan”. Lebih lanjut lagi Samsuri (1987: 2) menjelaskan bahwasanya wacana mungkin bersifat transaksional, jika yang dipentingkan ialah isi komunikasi itu, tetapi mungkin bersifat interaksional, jika merupakan komunikasi timbal balik. Di dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi ke-3) dinyatakan bahwa, “wacana ialah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat itu (Hasan Alwi, et.al, 2003: 41).

Wacana merupakan kelas kata benda (nomina) yang mempunyai arti sebagai berikut. 1.) Komunikasi verbal; percakapan;

2.) Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan; 3.) Satuan bahasa yang terlengkap, yang direalisasikan dalam bentuk karangan

atau laporan yang utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah; 4.) Kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis; kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasrkan akal sehat; 5.) Pertukaran ide secara verbal (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 1264).

Soenjono Dardjowidjojo (1986:93) memberikan pengertian wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan Soenjono Dardjowidjojo (1986:93) memberikan pengertian wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan

2. Jenis-jenis Wacana

Tarigan (1987:51) mengemukakan, jenis wacana dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, yaitu: (1) berdasarkan tertulis atau tidaknya, wacana dapat diklasifikasikan atas wacana tulis dan wacana lisan, (2) berdasarkan langsung atau tidaknya pengungkapan wacana, wacana diklasifikasikan atas wacana langsung dan tidak langsung, (3) berdasarkan cara membeberkan atau cara menuturkannya, wacana diklasifikasikan atas wacana pembeberan dan wacana penuturan, (4) berdasarkan bentuknya, wacana diklasifikasikan atas wacana prosa, wacana puisi, dan wacana drama.

Fatimah T. Djajasudarma membagi jenis wacana dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Berdasarkan realitasnya, dapat diklasifikasikan atas wacana verbal dan nonverbal. Berdasarkan media komunikasinya, dapat diklasifikasikan atas wacana lisan dan wacana tulis. Dari segi pemaparannya dapat diklasifikasikan atas wacana yang disebut naratif, Fatimah T. Djajasudarma membagi jenis wacana dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Berdasarkan realitasnya, dapat diklasifikasikan atas wacana verbal dan nonverbal. Berdasarkan media komunikasinya, dapat diklasifikasikan atas wacana lisan dan wacana tulis. Dari segi pemaparannya dapat diklasifikasikan atas wacana yang disebut naratif,

Sumarlam (et.al, 2005: 16) berpendapat bahwa, berdasarkan media yang digunakannya wacana dapat dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Berikut paparan ringkas mengenai wacana tulis dan wacana lisan.

a. Wacana Tulis Wacana tulis artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis (Sumarlam, et.al, 2005: 16). Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa harus membacanya. Di dalam wacana tulis terjadi komunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca.

b. Wacana Lisan Wacana lisan berarti wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan (Sumarlam, et.al. 2005: 16). Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka sang penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Di dalam wacana lisan terjadi komunikasi langsung antara pembicara dengan pendengar. Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan antara

wacana monolog dan wacana dialog (Sumarlam, et,al, 2005: 17).

a. Wacana Dialog (Dialogue Discourse).

Wacana dialog yaitu wacana percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. Wacana dialog ini bersifat dua arah, dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan dalam komunikasi tersebut sehingga disebut komunikasi interaktif (interactive comunication) (Sumarlam, et.al, 2005: 17).

b. Wacana Monolog (Monologue Discourse) Wacana monolog artinya wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Wacana monolog ini sifatnya searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif (non-interactive comunication) (Sumarlam, et.al, 2005: 17). Berdasarkan tujuan berkomunikasi, wacana dapat dibedakan menjadi wacana

deskripsi, eksposisis, argumentasi, persuasi, dan narasi. Setiap jenis wacana tersebut memiliki karakteristik tersendiri. Namun, kenyataannya, kelima jenis wacana itu tidak mungkin dipisahkan secara murni. Misalnya, mungkin dalam wacana eksposisi terdapat bentuk deskripsi. (Abdul Rani. Dkk, 2006: 37)

a. Wacana deskripsi Wacana deskripsi merupakan jenis wacana yang ditujukan kepada penerima pesan agar dapat membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal. Aspek kejiwaan yang mencerna wacana tersebut adalah emosi. Hanya melalui emosi, seseorang dapat membentuk citra atau imajinasi tentang sesuatu.

b. Wacana eksposisi

Wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima (pembaca) agar yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep – konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi, diperlukan proses berfikir.

c. Wacana argumentasi Wacana argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang berdasarkan pertimbangan logis maupun emosional

d. Wacana persuasi Wacana persuasi merupakan wacana yang betujuan mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan tindakan sesuatu yang diharapkan penuturnya. Untuk mempengaruhi tersebut, biasanya, digunakan segala upaya yang memungkinkan mitra tutur terpengaruh

e. Wacana narasi Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerit. Dalam narasi terdapat unsur-unsur cerita yang penting misalnya unsur waktu, pelaku, dan peristiwa. Dalamwacana narasi harus ada unsur waktu, bahkan unsur pergeseran waktu itu sangat penting. Unsur pelaku atau tokoh merupakan pokok yang dibicarakan, sedangkan unsur peristiwa adalah hal-hal yang dialami oleh sang pelaku.

3. Aspek Gramatikal dalam Analisis Wacana

Sejalan dengan pandangan bahwa bahasa terdiri atas bentuk (form) dan makna (meaning), maka hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi (cohesion) dan hubungan semantis atau makna yang disebut koherensi (coherence). Dengan demikian, wacana yang padu adalah wacana yang apabila dilihat dari segi hubungan bentuk atau struktur lahir bersifat kohesif, dan dilihat dari segi hubungan makna atau struktur batinnya bersifat koheren (Sumarlam, et. al, 2003:23). Selanjutnya berkenaan dengan masalah kohesi, Halliday dan Hasan (1976:6, dalam Sumarlam 2003:23) membagi kohesi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal (grammatical cohesion) dan kohesi leksikal (lexical cohesion). Dalam analisis wacana, segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal wacana, sedangkan segi makna atau struktur batin wacana disebut aspek leksikal wacana.

Secara lebih rinci, aspek gramatikal wacana meliputi: (a) pengacuan (reference), (b) penyulihan (substitution), (c) pelesapan (ellipsis), (d) konjungsi (conjunction) (Sumarlam, et. al, 2003:23). Berikut penjelasan keempat aspek gramatikal tersebut dan disertai dengan contoh-contoh dalam analisis wacana

a. Referensi (pengacuan) Referensi atau pengacuan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual yang lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam, et. al, 2003:23). Lebih lanjut, Samsuri (1987/1988:57) mengemukakan, bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, bahwa referensi ialah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara untuk mengacu ke hal-hal yang dibicarakannya itu. Kedua, jika dalam semantik formal sesuatu yang dirujuk itu a. Referensi (pengacuan) Referensi atau pengacuan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual yang lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam, et. al, 2003:23). Lebih lanjut, Samsuri (1987/1988:57) mengemukakan, bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, bahwa referensi ialah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara untuk mengacu ke hal-hal yang dibicarakannya itu. Kedua, jika dalam semantik formal sesuatu yang dirujuk itu

Hal akhir yang melibatkan pengertian ‘mengenai referen yang dimaksud oleh pembicara’, yang sangat penting dalam mempertimbangkan tiap penafsiran ungkapan acuan dalam wacana. Samsuri berpendapat “biarpun terdapat kenyataan bahwa dalam beberapa analisis diajukan gagasan, bahwa ungkapan tertentu mempunyai referensi yang unik dan bebas, secara umum dapat dinyatakan, bahwa, apapun bentuk ungkapan acuan itu, fungsi referensinya tentu bergantung pada maksud pembicara pada waktu pemakaiannya itu” (1987/1988:57).

Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis: pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana itu, dan pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana (Sumarlam, et. al, 2003:23).

Pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pengacuan anaforis (anaphoric reference) dan pengacuan kataforis (cataphoric reference). Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan Pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pengacuan anaforis (anaphoric reference) dan pengacuan kataforis (cataphoric reference). Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan

1. Pengacuan Persona Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak. Pronomina persona I tunggal, II tunggal, dan III tunggal ada yang berupa bentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang terikat (morfem terikat). Selanjutnya yang berupa bentuk terikat ada yang melekat di sebelah kiri (lekat kiri) dan ada yang melekat di sebelah kanan (lekat kanan). Dengan demikian satuan lingual aku, kamu, dan dia, misalnya, masing-masing merupakan pronomina persona I, II, dan III tunggal bentuk bebas. Adapun bentuk terikatnya adalah ku- (misalnya pada kutulis), kau- (pada kautulis) masing- masing adalah bentuk terikat lekat kiri; atau –ku (misalnya pada istriku, - mu (pada istrimu), dan –nya (pada istrinya) yang masing-masing merupakan bentuk terikat lekat kanan (Sumarlam, et. al, 2003:24-25).

2. Pengacuan Demonstratif

Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini (seperti: kini dan sekarang), lampau (seperti: kemarin dan dulu), akan datang (seperti: besok dan yang akan datang ), dan waktu netral (seperti: pagi dan siang). Sementara itu, pronomina demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu ), jauh dengan pembicara (sana), dan menunjuk tempat secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta) (Sumarlam, et.al, 2003:26).

3. Pengacuan Komparatif Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk atau wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan (Sumarlam, et.al, 2003:27).

b. Penyulihan (Substitusi) Penyulihan atau substitusi ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda atau menjelaskan struktur tertentu (Harimurti Kridalaksana, 2001:100). Proses substitusi merupakan hubungan b. Penyulihan (Substitusi) Penyulihan atau substitusi ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda atau menjelaskan struktur tertentu (Harimurti Kridalaksana, 2001:100). Proses substitusi merupakan hubungan

1. Substitusi Nominal Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang berkategori nomina

2. Substitusi Verbal Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba.

3. Substitusi Frasal Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa.

4. Substitusi Klausal Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa.

c. Pelesapan (Elipsis) Pelesapan atau elipsis adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Elipsis juga merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau c. Pelesapan (Elipsis) Pelesapan atau elipsis adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Elipsis juga merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau

d. Perangkaian (Konjungsi) Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah disjungtif (Sumarlam, et.al, 2005: 32).

Dilihat dari segi maknanya pun, perangkaian unsur dalam wacana mempunyai bermacam-macam makna. Makna perangkaian beserta konjungsi yang dapat dikemukakan di sini antara lain sebagai berikut:

1.) Sebab-akibat : sebab, karena, maka, makanya 2.) Pertentangan : tetapi, namun 3.) Kelebihan (eksesif) : malah 4.) Perkecualian (ekseptif) : kecuali 5.) Konsesif : walaupun, meskipun

6.) Tujuan : agar, supaya 7.) Penambahan (aditif) : dan, juga, serta 8.) Pilihan (alternatif) : atau, apa 9.) Harapan (optatif) : moga-moga, semoga 10.) Urutan (sekuensial) : lalu, terus, kemudian 11.) Perlawanan : sebaliknya 12.) Waktu : setelah, sesudah, usai, selesai 13.) Syarat : apabila, jika (demikian) 14.) Cara : dengan (cara) begitu 15.) Makna lainnya : (yang ditemukan dalam tuturan)

4. Aspek Leksikal dalam Analisis Wacana

Kepaduan wacana selain didukung oleh aspek gramatikal atau kohesi gramatikal juga didukung oleh aspek leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis. Dalam hal ini, untuk menghasilkan wacana yang padu pembicara atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana (Sumarlam, et. al, 2005: 35).

Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu (a) repetisi (pengulangan), (b) sinonimi (padan kata), (c) antonimi (lawan kata), (d) kolokasi (sanding kata), (e) hiponimi (hubungan atas-bawah), (f) ekuivalensi (kesepadanan). Keenam cara untuk mencapai kepaduan wacana melalui aspek Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu (a) repetisi (pengulangan), (b) sinonimi (padan kata), (c) antonimi (lawan kata), (d) kolokasi (sanding kata), (e) hiponimi (hubungan atas-bawah), (f) ekuivalensi (kesepadanan). Keenam cara untuk mencapai kepaduan wacana melalui aspek

a. Repetisi (Pengulangan) Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, apanalepsis, dan anadiplosis (lihat Gorys Keraf, 2000: 127-128).

1) Repetisi Epizeuksis Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata/frasa) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut.

2) Repetisi Tautotes Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual (kata/frasa) beberapa kali dalam sebuah konstruksi.

3) Repetisi Anafora Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Pengulangan pada tiap baris biasanya terjadi dalam puisi, sedangkan pengulangan pada tiap kalimat terdapat dalam prosa.

4) Repetisi Epistrofa Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut.

5) Repetisi Simploke

Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut

6) Repetisi Mesodiplosis Repetisi mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut.

7) Repetisi Epanalepsis Repetisi epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual, yang kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu merupakan pengulangan kata atau frasa pertama.

8) Repetisi Anadiplosis Repetisi anadiplosis ialah pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris atau kalimat berikutnya.

b. Sinonimi (padan kata) Sinonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Abdul Chaer, 1994: 85). Sinonim merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana. Sinonim berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana (Sumarlam, et. al, 2005: 39).

Sinonimi berdasarkan wujud satuan lingualnya dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) kata dengan kata (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4) frasa Sinonimi berdasarkan wujud satuan lingualnya dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) kata dengan kata (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4) frasa

c. Antonimi (lawan kata) Antonimi dapat diartikan sebagai nama untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja (Sumarlam, et.al, 2005: 40).

Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu (dalam Sumarlam, et. al, 2005: 40-43):

1) Oposisi mutlak Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak

2) Oposisi Kutub Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi. Artinya, terdapat tingkatan makna pada kata-kata tersebut.

3) Oposisi Hubungan Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi. Karena oposisi ini bersifat saling melengkapi, maka kata yang satu dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata yang lain menjadi oposisinya, atau kehadiran kata yang satu disebabkan oleh adanya kata yang lain.

4) Oposisi Hierarkial Oposisi hierarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan. Satuan lingual yang beroposisi hierarkial pada umumnya kata-kata 4) Oposisi Hierarkial Oposisi hierarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan. Satuan lingual yang beroposisi hierarkial pada umumnya kata-kata

5) Oposisi Majemuk Oposisi majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata (lebih dari dua). Perbedaan antara oposisi majemuk dengan kutub terletak pada ada tidaknya gradasi yang dibuktikan dengan dimungkinkannya bersanding dengan kata agak, lebih, dan sangat pada oposisi kutub, dan tidak pada oposisi majemuk. Adapun perbedaan dengan opososi hierarkial adalah, pada oposisi hierarkial terdapat makna yang menyatakan jenjang atau tingkatan yang secara realitas tingkatan yang lebih tinggi atau lebih besar selalu mengasumsikan adanya tingkatan yang lebih rendah atau lebih kecil.

d. Kolokasi (sanding kata) Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan.

e. Hiponimi (hubungan atas-bawah) Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut “hipernim” atau “superordinat”.

f. Ekuivalensi (kesepadanan). Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan hubungan kesepadanan, misalnya hubungan makna belajar, mengajar, pelajar, f. Ekuivalensi (kesepadanan). Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan hubungan kesepadanan, misalnya hubungan makna belajar, mengajar, pelajar,

Demikianlah, aspek leksikal yang secara semantis dapat mendukung terciptanya wacana yang kohesif dan koheren. James (dalam Tarigan, 1987: 97) mengemukakan bahwa, suatu bentuk teks atau wacana dikatakan bersifat kohesif apabila terdapat kesesuaian antara bentuk bahasa (language form) dengan konteksnya (situasi internal bahasa). Untuk dapat memahami kekohesifan itu, diperlukan pengetahuan dan penguasaan kaidah-kaidah kebahasaan, wawasan realitas, dan proses penalaran.

Pada kondisi tertentu, unsur-unsur kohesi menjadi kontributor penting bagi terbentuknya wacana yang koheren. Namun demikian perlu disadari bahwa unsur- unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang utuh dan koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren (Hasan Alwi, et, al, 2003:322). Dengan kata lain, struktur wacana dapat dibangun tanpa menggunakan alat-alat kohesi. Namun idealnya, wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syarat kohesi sekaligus koherensi.

5. Retorika

Dori Wuwur Hendrikus (2006:14) menjelaskan pengertian retorika. Menurutnya, yang menjadi titik tolak retorika adalah berbicara, berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya memberikan informasi atau motivasi.

Retorika adalah seni bertutur dalam situasi tertentu yang bertujuan untuk mempersuasi orang lain agar dapat merubah sikap, perilaku, dan pemikirannya. Retorika banyak digunakan baik dalam keperluan wacana lisan maupun untuk wacana tulis.

Retorika Untuk keperluan wacana tulis, misalnya dalam suatu media surat kabar, wartawan biasa menggunakan bahasa retoris yang berupa penggunaan aspek- aspek retorika dalam setiap tulisannya, sehingga mampu menimbulkan daya persuasi atas apa yang disampaikan lewat bahasa tulis.