Beton ringan dengan bahan tambah serat plastik dan serat nylon sebagai lapis perkuatan beton bertulang dengan frp plate

Beton ringan dengan bahan tambah serat plastik dan serat nylon sebagai lapis perkuatan beton bertulang dengan frp plate

Irda Kusuma

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2010

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan beton sebagai bahan bangunan telah lama dikenal. Salah satu alasan pemilihan penggunaan beton adalah karena beton mudah dibentuk sesuai keinginan dalam pelaksanaan, selain bahan–bahan dasar pembentuk beton itu sendiri mudah didapat, serta kelebihan beton yang paling menonjol adalah kuat desaknya yang tinggi, tetapi beton juga memiliki kuat tarik yang rendah. Beton juga dapat mengalami degradasi yang disebabkan oleh berbagai sebab, diantaranya serangan asam, korosi, gempa, kebakaran, susut dan beban yang berlebihan. sehingga dapat menyebabkan penurunan kemampuan struktur beton dalam memikul beban dan akan mengalami retak.

Untuk mengembalikan kemampuan beton dalam memikul beban layan, dapat dilakukan perkuatan dengan berbagai metode antara lain pembesaran tampang beton, pemasangan plat baja pada permukaan beton dan dapat juga dengan pemasangan FRP (Fiber Reinforced Plastic) pada permukaan beton di daerah tarik.

Pemasangan FRP (Fiber Reinforced Plastic) memiliki kelebihan, antara lain karena berbobot ringan, tahan terhadap korosi, kekuatan tarik serta modulus elastis yang tinggi. Akan tetapi material FRP juga memiliki kekurangan yaitu selain mahal juga sangat bergantung pada mutu beton. Material FRP tidak akan berfungsi maksimal biasanya diakibatkan oleh retakan–retakan awal yang terjadi terlebih dahulu pada beton.

Usaha peningkatan kinerja FRP agar maksimal dapat dilakukan dengan memberikan lapisan antara beton dengan FRP, sehingga retakan–retakan awal yang terjadi dapat dicegah.

Bahan lapis antara ini harus memiliki kriteria antara lain ringan dan memiliki kuat tarik yang tinggi. Material yang dapat dijadikan kandidat untuk maksud ini dapat berupa beton ringan berserat. Beton ringan berserat ini diperoleh dari campuran agregat ALWA (Artificial Ligth Weight coarse Aggregate) dan semen yang didalamnya akan diperkuat dengan serat plastik dan serat nylon serta bahan tambah lain seperti superplasticizer dan accelerator untuk memodifikasi campuran sehingga mudah dikerjakan dan cepat mengeras.

Balok adalah batang struktural yang dirancang untuk menahan beban-beban yang bekerja dalam arah tegak lurus terhadap sumbunya. Beban tersebut akan menyebabkan balok melentur sehingga akan terbentuk sejumlah gaya-gaya dalam. tegangan normal yang dihasilkan oleh lenturan berubah secara linier dengan jaraknya dari sumbu netral. Dalam keadaan kaku, tegangan adalah sebanding dengan regangan, dan menganggap regangan yang terjadi pada pertemuan balok dan lapisan antara sama. Meskipun regangan dalam kedua lapisan pada permukaan tersebut sama, tetapi tegangan yang lebih tinggi terjadi pada lapisan yang lebih kaku. Kekakuan suatu bahan diukur dengan elastisitasnya. Sehingga dengan adanya lapisan antara yang mempunyai kekuatan tarik dan kekakuan yang lebih besar diharapkan akan meningkatkan kinerja dari FRP. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba memodifikasi material untuk memperbaiki material beton yang digabungkan dengan material lain yang mempunyai kuat tarik besar juga kekakuan yang besar.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, secara rinci rumusan masalah dari penelitian adalah :

a. Pengaruh penambahan serat plastik dan serat nylon terhadap kuat tarik lentur pada beton ringan yang digunakan sebagai lapisan antara beton dengan FRP.

b. Pengaruh penambahan serat plastik dan serat nylon terhadap nilai kekakuan pada beton ringan yang digunakan sebagai lapisan antara beton dengan FRP.

1.3. Batasan Masalah

Untuk menyederhanakan pembahasan, maka pada penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut :

a. Semen yang digunakan semen tipe I.

b. Agregat kasar dan agregat halus yang digunakan adalah ALWA (Artificial Light Weight coarse Aggregate ). diproduksi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum Cilacap, Jawa Tengah.

c. Serat plastik dan serat nylon yang digunakan dengan variasi 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1% dari volume benda uji dengan aspek rasio 80.

d. Superplazticizer yang digunakan 1,4% dari berat semen

e. Benda uji berupa balok dengan dimensi 10x10x50 cm.

f. Pengujian dilakukan pada beton umur 28 hari.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari bahan lapisan antara untuk meningkatkan performance FRP yang memiliki kriteria ringan dan kuat tariknya tinggi.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangsih teoritis tentang bahan lapis antara untuk meningkatkan kinerja FRP sebagai bahan perkuatan beton.

1.5.2. Manfaat Praktis

Menjadi pedoman dalam pelaksanaan praktek FRP dengan memberikan lapis antara.

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Beton Ringan

Beton biasa merupakan bahan yang cukup berat, dengan berat 2400 kg/m 3 dan menghantarkan panas. Untuk mengurangi beban mati suatu struktur beton atau

mengurangi sifat penghantaran panasnya maka telah banyak dipakai beton ringan. Beton disebut ringan jika beratnya kurang dari 1800 kg/m 3 . Pada dasarnya, beton

ringan diperoleh dengan cara pemberian gelembung udara kedalam campuran betonnya. Oleh karena itu pembentukan beton ringan dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :

a. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen. Dengan demikian akan terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Bubuk aluminium ditambahkan ke dalam semen dan akan timbul gelembung- gelembung udara.

b. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung. Dengan demikian beton yang terjadipun akan lebih ringan daripada beton biasa.

c. Pembuatan beton dengan tanpa butir-butir halus. Dengan demikian beton ini disebut “beton non-pasir” dan hanya dibuat dari semen dan agregat kasar saja (dengan butir maksimum agregat kasar sebesar 20 mm). Beton demikian mempunyai pori-pori yang hampir seragam. Sebagai bahan batuan kasar yang dipakai antara lain : kerikil alami (batu apung “terak tungku tinggi”, tanah liat bakar).

2.2. Pengertian Balok Beton Bertulang

Balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban-beban dari slab lantai ke kolom. Balok merupakan salah satu struktur yang paling utama mendukung beban-beban luar serta berat sendiri.

Beton diperoleh dari pencampuran antara agregrat halus, agregrat kasar, semen dan air serta kadang-kadang dengan bahan tambah lainnya. Semen jika diaduk dengan dengan air akan terbentuk adukan pasta semen, sedangkan jika diaduk dengan air kemudian ditambah pasir maka akan menjadi mortar semen, dan jika ditambah dengan kerikil atau batu pecah sehingga mengeras maka disebut beton. Kekuatan, keawetan, dan sifat-sifat lain dari beton tergantung dari kualitas bahan dasar, perbandingan volume campuran, cara pelaksanaan, cara pemadatan, pemeliharaannya, serta adanya bahan tambahan (admixture). Bahan penyusun beton dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan aktif dan bahan pasif. Kelompok aktif yaitu semen dan air sedangkan yang pasif yaitu pasir dan kerikil (disebut agregrat halus dan agregrat kasar). Kelompok yang pasif disebut pengisi, sedangkan yang aktif disebut perekat/pengikat.

Beton bertulang adalah gabungan dari dua jenis bahan, yaitu beton polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tariknya rendah, dan batangan-batangan baja yang ditanamkan di dalam beton yang dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Beton bertulang memadukan dua jenis bahan, yaitu baja tulang dan beton yang dipakai bersamaan, dengan demikian prinsip- prinsip yang mengatur perencanaan struktur dari beton bertulang dalam beberapa hal berbeda dengan prinsip-prinsip yang menyangkut satu macam bahan saja.

2.3. Kekuatan Balok

Agar dapat menahan beban-beban yang ditopangnya, balok harus mempunyai kekuatan-kekuatan yang ditentukan besarnya pada waktu pra desain. Kekuatan beton dapat dilihat dari mutu beton itu sendiri. Kekuatan balok meliputi kekuatan lentur, geser, torsi, tarik, dan tekan. Balok yang memenuhi nilai minimum dari semua jenis kekuatan tersebut baru dapat dikatakan sebagai balok yang aman. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan beton antara lain:

a) Faktor air semen (FAS), hubungan faktor air semen dan kuat tekan beton secara umum adalah bahwa semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya. Hal ini karena jika faktor air semen semakin rendah maka beton semakin sulit dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen yang optimal yang menghasilkan kuat tekan yang maksimal.

b) Mutu semen Portland, mempengaruhi kekuatan rata-rata dan kuat batas beton.

c) Perbandingan adukan beton

d) Jenis dan bidang permukaan agregat

e) Umur beton

f) Perawatan (Curing)

g) Suhu (Istimawan Dipohusodo, 1999)

2.4. Kerusakan-Kerusakan Beton

a. Retak (Crack)

Retak pada beton biasanya dikarenakan proporsi campuran pada beton kurang baik. Retak merupakan kerusakan paling ringan yang terjadi pada beton. Keretakan dibedakan retak struktur dan non-struktur. Retak struktur umumnya terjadi pada elemen struktur konstruksi bangunan, sedangkan retak non-struktur terjadi pada dinding bata atau dinding non-beton lainnya. Pada retak non-struktur Retak pada beton biasanya dikarenakan proporsi campuran pada beton kurang baik. Retak merupakan kerusakan paling ringan yang terjadi pada beton. Keretakan dibedakan retak struktur dan non-struktur. Retak struktur umumnya terjadi pada elemen struktur konstruksi bangunan, sedangkan retak non-struktur terjadi pada dinding bata atau dinding non-beton lainnya. Pada retak non-struktur

b. Terlepasnya bagian beton (Spalling)

Spalling atau terlepasnya bagian beton merupakan jenis kerusakan beton yang sering terjadi pada bangunan beton dan biasanya kurang diperhatikan dalam pembuatan campurannya. Kerusakan ini terjadi karena campuran beton yang kurang homogen dan juga faktor umur beton. Oleh karena itu metode perbaikan pada kerusakan spalling, tergantung pada besar dan dalamnya spalling yang terjadi.

c. Aus

Aus merupakan jenis kerusakan beton yang sering terjadi pada bangunan. Kerusakan jenis ini biasanya kurang diperhatikan karena tingkat kerusakan yang sulit diprediksi. Kerusakan ini juga disebabkan karena umur beton yang sudah terlalu lama, kebakaran, reaksi kimia dan sebagainya.

d. Patah

Patah yang terjadi pada beton biasanya dikarenakan struktur beton yang tidak mampu untuk menahan beban. Kerusakan ini bisa terjadi karena pada saat pembuatan campuran beton (mix design) kurang diperhatikan proporsi yang digunakan. Sebelum pembuatan campuran beton harus menghitung beban-beban yang akan menimpa struktur beton tersebut agar patah pada beton tidak terjadi.

e. Keropos

Keropos merupakan jenis kerusakan yang disebabkan salah satunya karena umur beton yang terlalu lama. Kerusakan ini biasanya kurang diperhatikan karena kerusakan terjadi pada bagian bangunan yang sulit dijangkau. Misalnya pada Keropos merupakan jenis kerusakan yang disebabkan salah satunya karena umur beton yang terlalu lama. Kerusakan ini biasanya kurang diperhatikan karena kerusakan terjadi pada bagian bangunan yang sulit dijangkau. Misalnya pada

f. Delaminasi

Beton mengelupas sampai kelihatan tulangannya disebut delaminasi. Kerusakan ini bisa terjadi pada konstruksi bangunan dikarenakan banyak sebab, diantaranya kegagalan pada pembuatan campuran, reaksi kimia, kelebihan beban dan sebagainya. Oleh karena itu perlu diperhitungkan agar kerusakan ini tidak terjadi pada konstruksi bangunan.

2.5. Penyebab Kerusakan-Kerusakan pada Beton

a. Serangan Asam

Beton yang terbuat dari semen portland diketahui memperlihatkan hasil yang buruk saat bersentuhan dengan asam. Kurangnya ketahanan beton pada dasarnya sangat penting apabila bidang-bidang beton yang besar terkena tumpahan asam. Serangan asam sebagai sumber penyebab kerusakan beton yang paling umum dalam sistem pembuangan kotoran (limbah), proses industri dan air tanah. Larutan asam merupakan salah satu yang paling agresif terhadap beton.

b. Korosi

Beton secara alami terlindungi dari korosi oleh lapisan tipis akibat pasif alkalin dari bahan dasar semen. Akibat serangan agresif dari senyawa luar berinfitrasi maka beton dapat mengalami korosi. Bangunan beton yang di bangun disekitar pantai, dapat lebih cepat rusak akibat serangan garam chloride. Gas CO2 pun dapat masuk secara agresif melalui pori-pori beton dan bereaksi dengan Ca(OH)2 dan menghasilkan CaCO3 + H2O yang menyebabkan pH dari beton turun. Tiga hal mutlak, sehingga menjadikan korosi pada beton :

a) Rusak akibat chloride atau karbonasi.

b) Air sebagai elektrolit.

c) Oksigen.

c. Kelebihan Beban

Beton digunakan dalam konstruksi bangunan karena mampu menahan beban yang sesuai dengan kegunaannya. Beton yang dipakai juga sudah dirancang untuk menahan beban yang telah diperhitungkan. Kelebihan beban pada konstruksi bangunan dapat menyebabkan umur rencana bangunan berkurang, selain itu juga bisa menyebabkan bangunan tersebut retak dan bisa lebih fatal lagi akibatnya terjadi patah pada beton.

d. Gempa

Pada umumnya setelah terjadinya gempa bumi dengan skala yang cukup besar, akan mengakibatkan kerusakan struktur maupun non-struktur pada bangunan yang terbuat dari konstruksi beton. Bentuk dan tingkat kerusakan yang terjadi mulai dari yang ringan sampai berat. Dengan adanya tuntutan bahwa bangunan yang mengalami kerusakan harus sudah dapat secepatnya difungsikan kembali, maka perlu adanya penanganan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi, baik dengan melakukan perbaikan ataupun perkuatan. Seringkali dengan terbatasnya waktu, maka perbaikan atau perkuatan yang dilakukan tidak memperhatikan beberapa kaidah yang berkaitan dengan kapasitas struktur dan prosedur pelaksanaan serta kontrol kualitas.

e. Kebakaran

Kebakaran merupakan salah satu penyebab kerusakan yang sangat merugikan sekali dalam konstuksi bangunan. Bentuk dan tingkat kerusakannya pun sangat berat. Konstruksi bangunan yang mengalami kebakaran sangat sulit penanganannya dalam perbaikan, karena bangunan yang mengalami kebakaran biasanya sudah tidak layak pakai lagi sebelum bangunan tersebut dianalisa kekuatan dan ketahanan dalam menahan beban. Oleh karena itu, bahan-bahan yang akan dipakai dalam perbaikan perlu diperhatikan dalam kontrol kualitas untuk kekuatan dan ketahanan dalam menahan beban.

f. Susut

Suatu bangunan yang baik dan aman harus memperhitungkan semua parameter yang bisa mempengaruhi kondisi bangunan tersebut. Begitu juga dengan penyusutan, harus diperhitungkan secara teliti. Walaupun perkembangan penyusutan sangat lambat, tetapi jika diabaikan maka dalam jangka waktu lama akan menyebabkan deformasi. Efek lain yang bisa ditimbulkan oleh penyusutan adalah terjadinya keretakan pada dinding atau pada beton, karena beton menjadi sangat lemah dalam menahan peningkatan tegangan pori pada beton.

Untuk mengurangi susut pada konstruksi bangunan dapat dikurangi dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a) Jumlah air dalam campuran beton seminimal mungkin.

b) Merawat beton sebaik mungkin.

c) Menuangkan beton dalam beberapa bagian kecil, tidak sekaligus, sehingga memberi kesempatan pada terjadinya susut sebelum bagian berikutnya dituangkan.

d) Menggunakan sambungan konstruksi untuk mengontrol retak.

e) Menggunakan tulangan susut.

f) Menggunakan agregat yang tepat dan tidak berpori.

2.6. Perkuatan Balok pada Struktur Eksisting

Banyaknya jenis kerusakan–kerusakan yang terjadi pada beton berupa retak (crack), terlepasnya bagian beton (spalling), aus, patah, keropos, dan delaminasi yang disebabkan baik serangan asam, korosi, kelebihan beban, gempa kebakaran, dan susut, menyebabkan kemampuan layan suatu struktur akan menurun baik pada umur awal maupun pada umur rencana suatu struktur. Alasan perlunya dilakukan perkuatan pada struktur balok eksisting adalah adanya penyebab kerusakan beton itu sendiri.

Ada beberapa metode perkuatan balok yang dapat diterapkan pada struktur eksisting antara lain dengan mengupas selimut betonnya kemudian dilakukan pengecoran kembali bagian yang dikupas tersebut, memperluas penampang atau dengan melapisi bagian luarnya dengan baja maupun dengan bahan komposit non- logam (fiber reinforced plastics). Pada balok yang retak akibat gempa, kebakaran atau korosi, pengecoran kembali merupakan pilihan yang tepat untuk memgembalikan luas tampang. Setelah itu dapat ditindak lanjuti dengan perkuatan menggunakan bahan lain contohnya FRP untuk membentuk struktur komposit. Sedangkan pada balok yang akan difungsikan untuk menerima beban lebih, penambahan dengan FRP atau baja merupakan alternatif yang tepat.

2.6.1. Perkuatan dengan Carbon Fiber Reinforced Plastics (CFRP)

Perkuatan struktur beton bertulang dengan menggunakan Carbon Fiber Reinforced Plastics (CFRP) cocok untuk meningkatkan kekuatan lentur dan geser dan sangatlah populer diantara para ahli dan teknisi dalam hal teknik pengaplikasiannya. Material ini direkatkan dengan lem pada permukaan tegangan dan badan balok untuk meningkatkan kekuatan lentur dan geser. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkuatan lentur dengan Carbon Fiber Strips dan perkuatan geser dengan CFRP-wrapping dapat meningkatkan kuat lentur ultimit dan kuat geser sebesar 75,6%, keruntuhan tarik telah diselidiki dan mekanisme lepasnya CFRP dari permukaan beton. (Tesis, Edy Purwanto, 2002).

Ada dua macam CFRP yang dapat digunakan untuk perkuatan balok yaitu jenis wrapping dan plat. Penggunaan carbon fiber reinforced plastic-wrapping (CFRP- Wrapping ) yang dipadukan dengan resin epoxy sebagai bahan struktur bertulang sangat menarik perhatian karena kekuatan yang tinggi, berat yang ringan, kecepatan dan kemudahan dalam pelaksanaan di lapangan, ketahanan yang tinggi terhadap korosi, dan kemudahan dalam fabrikasi. Sejak pertama kali pengaplikasian teknologi fiber wrapping pada cerobong beton di Jepang (Katsumata dan yagi, 1990) telah banyak dilakukan penelitian tentang teknik Ada dua macam CFRP yang dapat digunakan untuk perkuatan balok yaitu jenis wrapping dan plat. Penggunaan carbon fiber reinforced plastic-wrapping (CFRP- Wrapping ) yang dipadukan dengan resin epoxy sebagai bahan struktur bertulang sangat menarik perhatian karena kekuatan yang tinggi, berat yang ringan, kecepatan dan kemudahan dalam pelaksanaan di lapangan, ketahanan yang tinggi terhadap korosi, dan kemudahan dalam fabrikasi. Sejak pertama kali pengaplikasian teknologi fiber wrapping pada cerobong beton di Jepang (Katsumata dan yagi, 1990) telah banyak dilakukan penelitian tentang teknik

CFRP jenis plat merupakan jenis CFRP yang berbentuk lembaran menyerupai papan. Fungsi dan kegunaannya sama dengan plat baja yang telah banyak digunakan sebelumnya dengan kekuatan yang meningkat beberapa kali. CFRP jenis plate banyak digunakan untuk melapisi balok dan plat karena lebih praktis, cukup direkatkan pada sisi bagian bawah dari balok atau plat.

Plat carbodur merupakan CFRP jenis plat yang diproduksi oleh PT. Sika Nusantara Keuntungan dari penggunaan plat CarboDur untuk perkuatan pada beton bertulang diantaranya ringan, tipis, mudah dibawa dan terdapat dalam berbagai panjang. Plat carbodur mempunyai kekuatan tarik yang sangat besar. Kekuatan tarik tersebut dapat dilihat dari diagram perbandingan tegangan- regangan antara CFRP dan baja.

CarboDur Tipe S (2800 MPa)

Steel (400 MPa)

Gambar 2.2 Diagram Karakteristik Material CFRP dan Baja

Akan tetapi perkuatan dengan CFRP masih belum maksimal dikarenakan terjadi kerusakan awal pada beton, baik berupa retak , spalling, dan sebagainya yang akan menyebabkan berkurangnya kemampuan layan suatu struktur sehingga perlu diberikan lapisan antara yang ringan dan berserat sebagai perbaikan sekaligus penambahan perkuatan guna menghindari kerusakan–kerusakan tersebut pada saat pemasangan CFRP. Adapun bahan lapis antara ini harus memilki kriteria ringan Akan tetapi perkuatan dengan CFRP masih belum maksimal dikarenakan terjadi kerusakan awal pada beton, baik berupa retak , spalling, dan sebagainya yang akan menyebabkan berkurangnya kemampuan layan suatu struktur sehingga perlu diberikan lapisan antara yang ringan dan berserat sebagai perbaikan sekaligus penambahan perkuatan guna menghindari kerusakan–kerusakan tersebut pada saat pemasangan CFRP. Adapun bahan lapis antara ini harus memilki kriteria ringan

2.6.2. Lapisan Antara

Lapisan antara yang ringan dan berserat sebagai perbaikan sekaligus penambahan perkuatan guna menghindari kerusakan–kerusakan awal tersebut pada saat pemasangan CFRP. Syarat material harus mempunyai daya lekat yang kuat, modulus elastisitas yang mampu menahan overstressing, tidak mengurangi kekuatan beton, tidak susut, permeabilitas tinggi, dapat menahan air. Material lapisan antara dalam penelitian ini berupa beton ringan yaitu campuran antara semen portland atau bahan pengikat hidrolis, agregat halus, dan air yang diberi tambahan serat–serat untuk mendapatkan peningkatan mutu. Fungsi bahan tambahan serat–serat adalah agar distribusi tegangan keseluruh bagian dari campuran beton dapat lebih baik.

Penambahan penampang pada balok juga akan menambah kekuatan tegangan– regangan suatu balok yang dikenal oleh hukum hooke dimana tegangan–regangan akan berbanding lurus. Dalam suatu irisan suatu balok, tegangan normal yang dihasilkan oleh lenturan berubah secara linier dengan jarak sumbu netral. Bahwa tegangan–tegangan tersebut bekerja tegak lurus terhadap irisan balok. Tegangan– tegangan ini adalah hasil perpanjangan atau penyusutan aksial dari berbagai serabut dalam balok.

Dimana : P = gaya (N)

2 A = Luas (m )

= Tegangan (N/m )

Untuk agregat halus, sesuai dengan tujuan penelitian ini, kami menggunakan ALWA yang diproduksi oleh badan penelitian dan pengembangan Pekerjaan Umum Cilacap, Jawa Tengah. Agregat buatan ini dibuat dari partikel lempung yang dapat berkembang (expand clay). Lempung dipecah menjadi partikel– partikel kecil diameter 5 mm – 20 mm, kemudian dikeringkan dan dibakar 5 – 10 menit dalam tungku pembakaran yang dapat berputar (rotary klin), dengan suhu mencapai 1150°C – 1250°C. pada pemakaian ALWA untuk bangunan, keuntungan yang akan diperoleh antara lain:

a. Penghematan biaya konstruksi transport produksi, karena berat jenis rendah.

b. Pekerjaan scaffolding dan concrete placement lebih murah. Pengaruh daya sekat panas lebih baik pada penggunaan Air Conditioning, sehingga hemat energi.

2.6.3. Serat

Serat adalah susunan benang halus yang dapat diperoleh daari hewan, mineral atau bahan sintesis. Serat yang ada di pasaran mempunyai diameter antara 0,004 mm sampai 0,2 mm. Penggolongan serat dapat menurut asalnya, struktur kimia, atau keduanya. Mereka dapat dipintal menjadi benang atau tali dan serat yang mempunyai kekuatan tinggi dapat digunakan untuk perkuatan bahan komposit. (Encarta Ensiklopedia, 1997).

Serat dapat digambarkan sebagai agregat dengan penyimpangan yang ekstrim pada bentuknya yang bulat halus dan panjang. Serat yang dicampur dalam adukan beton akan mengandung dan menyikat ke sekitar partikel agregat dan sangat mengurangi workability pada saat adukan menjadi lebih kohesif tetapi mengurangi kecendrungan Segregasi (pemisahan butiran). (Ghambir, M. L., 1986).

Penggunaan serat sebagai bahan tambah dalam beton harus memperhatikan beberapa faktor dibawah ini yaitu :

1. Jenis serat

2. Aspek ratio serat

3. Prosentase serat (Sudarmoko, 1990 dalam Harjono, 2001)

2.6.3.1. Serat Plastik

Serat plastik yang digunakan dalam penelitian ini adalah senar plastik yang umumnya dipakai oleh para nelayan untuk memancing. Adapun sifat dari material ini tidak kaku dan tidak mudah putus juga tahan terhadap korosi.

2.6.3.2. Serat Nylon

Serat nylon yang digunakan dalam penelitian ini adalah nylon yang biasa digunakan oleh para penjahit sepatu. Nylon umumnya mempunyai tingkat keuletan (toughness), ketahanan terhadap kelelahan dan abrasi (fatique and abration resistance ), kekuatan dan daya tahan (strength and durability) baha- bahan kimia seperti minyak, bahan pelarut alkali. Tetapi nylon tidak tahan terhadap asam karena apabila nylon bereaksi dengan asam akan terhidrolisa. Nylon banyak diproduksi dalam bentuk serabut halus, serat benang, bahan perekat dan bahan pelapis.

2.7. Kuat Tarik Lentur Beton

Beban–beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi (vertikal) maupun beban–beban lain seperti beban angin (horizontal) atau juga beban karena susut dan beban karena perubahan suhu, menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur. Lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar.

Apabila suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi lentur didalam Apabila suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi lentur didalam

Untuk memperhitungkan kemampuan dan kapasitas dukung komponen struktur beton terlentur (balok, pelat, dinding dan sebagainya), sifat utama bahwa bahan beton kurang mampu menahan tegangan tarik akan menjadi dasar pertimbangan. Tegangan–tegangan lentur merupakan hasil dari momen lentur luar. tegangan ini hampir selalu menentukan geometris penampang beton bertulang. Proses desain yang mencakup pemilihan dan analisa penampang biasanya dimulai dengan pemenuhan persyaratan terhadap lentur, kecuali untuk komponen struktur yang khusus seperti pondasi.

Pengujian kuat tarik secara langsung dan sulit dilakukan, terdapat dua cara pengujian yang dapat dilakukan untuk mengetahui kuat tarik beton. yang pertama dengan pengujian tarik belah. Yang kedua adalah mendapatkan kuat tarik dalam keadaan lentur, menguraikan secara terperinci bagaiman membuat dan merawat benda uji untuk pengujian lentur serta menganalisa yang biasa disebut kuat tarik lentur. Untuk batang yang mengalami lentur, dipakai dalam desain adalah modulus rupture , bukan tarik belahnya. Untuk mengetahui kekuatan lentur beton harus dilakukan percobaan yang dapat menggambarkan terjadinya lentur tarik saja didalam balok beton. Hal ini sering disebut dengan lentur murni. Lenturan murni adalah suatu lenturan yang berhubungan dengan lenturan sebuah balok dibawah Pengujian kuat tarik secara langsung dan sulit dilakukan, terdapat dua cara pengujian yang dapat dilakukan untuk mengetahui kuat tarik beton. yang pertama dengan pengujian tarik belah. Yang kedua adalah mendapatkan kuat tarik dalam keadaan lentur, menguraikan secara terperinci bagaiman membuat dan merawat benda uji untuk pengujian lentur serta menganalisa yang biasa disebut kuat tarik lentur. Untuk batang yang mengalami lentur, dipakai dalam desain adalah modulus rupture , bukan tarik belahnya. Untuk mengetahui kekuatan lentur beton harus dilakukan percobaan yang dapat menggambarkan terjadinya lentur tarik saja didalam balok beton. Hal ini sering disebut dengan lentur murni. Lenturan murni adalah suatu lenturan yang berhubungan dengan lenturan sebuah balok dibawah

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Tinjauan Umum

Dalam suatu penelitian agar tujuan yang diharapkan tercapai, maka dilaksanakan dalam suatu metode. Metode penelitian merupakan langkah-langkah penelitian suatu masalah, kasus, gejala atau fenomena tertentu dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen di laboratorium. Metode ekperimen adalah suatu penelitian yang mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam suatu kondisi yang terkontrol.

Penelitian ini terdiri atas variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (denpendent variable). Variabel bebas berupa penambahan serat plastik dan serat nylon, terhadap volume beton ringan , sedangkan variabel terikat berupa kuat tarik dan kekakuan lapisan antara. Faktor-faktor lain seperti susunan gradasi agregrat, proporsi campuran bahan, perawatan, dan yang lain di anggap sebagai variabel yang tidak berpengaruh.

Pemecahan masalah pada penelitian ini dengan menggunakan cara statistik, yaitu dengan urutan kegiatan dalam memperoleh data sampai data itu berguna sebagai dasar pembuatan keputusan diantaranya melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan cara pengambilan keputusan secara umum berdasarkan hasil penelitian.

3.2. Tahap-Tahap Pengujian Di Laboratorium

Sebagai penelitian ilmiah, penelitian ini dilaksanakan dalam sistematika dengan urutan yang jelas dan teratur agar hasil yang didapat baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian ini dibagi beberapa tahapan, yaitu :

a. Tahap I Disebut tahap persiapan, Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.

b. Tahap II Disebut tahap uji bahan. Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap bahan penyusun lapisan antara yang meliputi semen, kerikil ALWA dan pasir ALWA sebagai agregat halus. Dari pengujian-pengujian ini dapat diketahui apakah bahan yang akan digunakan untuk penelitian tersebut memenuhi syarat atau tidak. Pengujian untuk masing-masing bahan antara lain :

1) Semen Uji vicat yaitu untuk mengetahui waktu pengikatan awal.

2) Kerikil ALWA

a) Specific gravity bertujuan untk mengetahui berat jenis kerikil ALWA serta daya serap kerikil ALWA terhadap air.

b) Abrasi bertujuan untuk menentukan prosentase keausan agregat kasar.

c) Gradasi bertujuan untuk mengetahui susunan diameter butiran kerikil dan prosentase modulus kehalusan butir (menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan dalam suatu agregat).

3) Pasir ALWA

a) Kadar lumpur bertujuan untuk mengetahui kadar lumpur dalam pasir ALWA.

b) Kadar organik bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan zat organik dalam pasir ALWA.

c) Gradasi bertujuan untuk mengetahui susunan diameter butiran pasir dan prosentase modulus kehalusan butir (menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan butir dalam suatu agregat).

d) Specific gravity bertujuan untuk mengetahui berat jenis pasir serta daya serap pasir terhadap air.

4) Serat plastik dan Serat nylon

a) Specific gravity bertujuan mengetahui berat jenis dari serat plastik dan serat nylon.

b) aspek rasio (l/d) bertujuan untuk menentukan perbandingan panjang dan diameter yang mempengaruhi kekuatan beton serat dan work ability- nya.

c. Tahap III Disebut tahap pembuatan mix design. Dalam tahap ini dilakukan perencanan pembuatan beton ringan dengan metode ACI 211.2-98. Setelah rancangan campuran beton ringan didapatkan, selanjutnya dilakukan percobaan terhadap rancangan (trial mix design) agar diketahui apakah rancangan yang telah dibuat bisa dikerjakan atau tidak. Jika trial mix design berhasil, maka data mix design tersebut dapat digunakan dalam perhitungan perencanaan pembuatan benda uji.

d. Tahap IV Disebut tahap pembuatan benda uji. Pada tahap ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut :

1) Penetapan campuran lapisan antara dan pembuatan adukan lapisan antara.

2) Pengecoran ke dalam cetakan.

3) Pelepasan benda uji dari cetakan.

e. Tahap V Disebut tahap perawatan benda uji, Perawatan dengan menutupi karung goni dalam keadaan basah setelah itu di biarkan di udara terbuka sampai umur 28 hari.

f. Tahap VI Disebut tahap pengujian benda uji. Pada tahap ini di lakukan pengujian kuat tarik lentur. Pengujian kuat tarik lentur ini dilakukan terhadap benda uji yang telah berumur 28 hari.

g. Tahap VII Disebut tahap analisa data dan pembahasan. Pada tahap ini dilakukan analisa data dengan menggunakan metode statistik untuk mendapatkan hubungan antara varibel-variabel yang diteliti.

h. Tahap VIII Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan berdasarkan data yang telah dianalisis yang berhubungan langsung dengan tujuan penelitian. Untuk lebih jelasnya, tahapan dalam penelitian ini disajikan secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.1. sebagai berikut :

Mulai

Persiapan

Semen Agregat

1. Air Kasar

Agregat

1.Serat Plastik

halus

2.Serat Nylon

2. Pengeras

3. superplastizer

Tahap I

Uji Bahan : Uji Bahan :

Uji Bahan :

Uji Bahan :

Vicat Specific Gravity

Kadar Lumpur

Specific Gravity

Gradasi

Kadar Organik

Gradasi

Abrasi

Specific Gravity Gradasi

Tahap II

Pembuatan Benda Uji :

1. Rancang campuran (mix design)

2. Pembuatan adukan

3. Pembuatan benda uji

Tahap III

Perawatan benda uji ditutupi karung goni dalam keadaan basah

Tahap IV

Pengujian benda uji (umur 28 hari)

Tahap V

Analisa data dan Pembahasan

Tahap VI Tahap VII

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Tahap Penelitian

3.3. Benda Uji

Benda uji yang akan digunakan pada penelitian ini berupa prisma beton dengan ukuran 100 mm x 100 mm x 500 mm. Pengujian benda uji dilakukan pada umur

28 hari. Proporsi campuran benda uji dapat dilihat pada Table 3. 1.

500 mm

m 0m 10 100 mm

Gambar 3.2. Sketsa Benda Uji untuk Pengujian Kuat lentur.

Tabel 3.1.Proporsi campuran benda uji

Kode Benda Uji Proporsi Campuran Jumlah benda uji

BRN1–0%

3 buah BRN2–0%

Perbandingan semen : Kerikil ALWA:

pasir ALWA ; 1 : 1,07 : 1,3

BRN3–0%

Superplasicizer 1,4% Pengeras 5% Fas 0,47

BRPL1–0.25%

3 buah BRPL2–0.25%

Perbandingan semen : Kerikil ALWA:

pasir ALWA ; 1 : 1,07 : 1,3

BRPL3–0.25%

Serat plastik 0.25% Superplasicizer 1.4% Pengeras 5% Fas 0,47

BRPL1–0.5%

3 buah BRPL2–0.5%

Perbandingan semen : Kerikil ALWA:

pasir ALWA ; 1 : 1,07 : 1,3

BRPL3–0.5%

Serat plastik 0.5% Superplasicizer 1.4% Pengeras 5% Fas 0,47

Tabel 3.1. (lanjutan) proporsi campuran benda uji BRPL1–0.75%

3 buah BRPL2–0.75%

Perbandingan semen : Kerikil ALWA:

pasir ALWA ; 1 : 1,07 : 1,3

BRPL3–0.75%

Serat plastik 0.75% Superplasicizer 1.4% Pengeras 5% Fas 0,47

BRPL1–1%

3 buah BRPL2–1%

Perbandingan semen : Kerikil ALWA:

pasir ALWA ; 1 : 1,07 : 1,3

BRPL3–1%

Serat plastik 1% Superplasicizer 1.4% Pengeras 5%

Fas 0,47

BRNY1–0.25%

3 buah BRNY2–0.25%

Perbandingan semen : Kerikil ALWA:

pasir ALWA ; 1 : 1,07 : 1,3

BRNY3–0.25%

Serat nylon 0.25% Superplasicizer 1.4% Pengeras 5%

Fas 0,47

BRNY1–0.5%

3 buah BRNY2–0.5%

Perbandingan semen : Kerikil ALWA:

pasir ALWA ; 1 : 1,07 : 1,3

BRNY3–0.5%

Serat nylon 0.5% Superplasicizer 1.4% Pengeras 5% Fas 0,47

BRNY1–0.75%

3 buah BRNY2–0.75%

Perbandingan semen : Kerikil ALWA:

pasir ALWA ; 1 : 1,07 : 1,3

BRNY3–0.75%

Serat nylon 0.75% Superplasicizer 1.4% Pengeras 5% Fas 0,47

Tabel 3.1. (lanjutan) proporsi campuran benda uji BRNY1–1%

3 buah BRNY2–1%

Perbandingan semen : Kerikil ALWA:

pasir ALWA ; 1 : 1,07 : 1,3

BRNY3–1%

Serat nylon 1% Superplasicizer 1.4% Pengeras 5% Fas 0,47

Jumlah

27 buah

3.4. Alat-Alat yang Digunakan

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Struktur Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta, sehingga menggunakan alat-alat yang terdapat pada laboratorium tersebut. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Timbangan

a) Timbangan Digital.

b) Timbangan “Bascule” merk DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,1 kg.

b. Cetakan benda uji Cetakan benda uji yang digunakan adalah bentuk prisma beton dengan ukuran 100 mm x 100 mm x 500 mm.

c. Alat bantu

a) Cetok semen, digunakan untuk memasukkan campuran beton ringan berserat ke cetakan.

b) Gelas ukur kapasitas 1000 ml, digunakan untuk menakar air yang akan dipakai dalam campuran beton ringan berserat.

c) Ember untuk tempat air dan sisa adukan.

d. Ayakan dan mesin penggetar ayakan Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk “Controls” Italy dengan bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan d. Ayakan dan mesin penggetar ayakan Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk “Controls” Italy dengan bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan

e. Alat untuk pengujian menggunakan alat uji lentur.

3.5. Prosedur Pengujian Kuat Tarik Lentur

Pengujian ini dilakukan berdasarkan British Standard, yaitu metode pengujian kuat lentur (modulus of rupture) mortar dengan bentang terbagi dua akibat adanya tumpuan yang bekerja pada tiap jarak 1/3 bentang (Third Point Loading).

Adapun langkah-langkah pengujian modulus of rupture dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Benda uji yang akan diuji, diambil dari tempat perawatan kemudian diukur dimensinya.

2. Mesin uji diatur jarak perletakannya yaitu 300 mm dan benda uji diletakkan pada tumpuan.

3. Meletakkan sebuah alat pembagi beban berupa plat baja yang mempunyai dua buah roda dengan jarak antar as roda alat pembagi beban 100 mm.

4. Mesin dijalankan secara elektrik dengan peningkatan beban konstan.

5. Pembebanan dilakukan hingga benda uji patah dan dicatat besarnya beban tertinggi yang telah mematahkan benda uji.

6. Menghitung besarnya modulus of rupture benda uji dengan rumus :

f ' t = Kuat tarik lentur (MPa) P = Beban maksimum pada balok benda uji (N)

L = Panjang Bentang (mm)

b = Lebar balok benda uji (mm)

h = Tinggi balok benda uji (mm)

Gambar 3.3 . Sketsa Alat Pengujian Kuat Tarik Lentur

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian

Analisa hasil pengujian agregat halus dan agregat kasar serta hasil perencanaan mix design disajikan dalam Lampiran A. Sedangkan hasil pengujian kuat tarik lentur disajikan dalam Lampiran B.

4.2. Pengujian Kuat Tarik Lentur Beton Ringan

Benda uji yang digunakan pada pengujian kuat tarik lentur beton ringan (modulus of rupture ) adalah balok prisma ukuran 100x100x500 mm sebanyak 27 buah. Pengujian dilakukan pada umur benda uji 28 hari. Setelah benda uji diletakkan pada alat flexural creep frame dan siap untuk dilakukan pengujian maka mulai dilakukan pembebanan dan di catat nilai lendutan pada manometer lendutan.

Dari Tabel 4.1. dapat dibuat diagram hubungan kuat tarik lentur dengan benda uji disajikan pada Gambar 4.1. dan Gambar 4.2.

Tabel 4.1. Hasil pengujian kuat tarik lentur benda uji MOR

kode benda beban

Prosentas rata'' uji

beban

MOR

(kgf/cm²)

(kg)

(MPa)

e (%) (MPa)

BRN1–0%

3.39 BRN2–0%

3.82 3.82 0 BRN3–0%

4.24 BRPL1– 0.25%

4.41 BRPL2–

3.82 4.15 BRPL3– 0.25%

4.24 BRPL1– 0.5%

4.66 BRPL2–

4.24 4.38 BRPL3– 0.5%

4.24 BRPL1– 0.75%

4.66 BRPL2–

4.24 4.66 BRPL3– 0.75%

5.09 BRPL1–1%

5.34 BRPL2–1%

5.34 4.97 30.37 BRPL3–1%

4.24 BRNY1– 0.25%

4.66 BRNY2–

5.09 4.66 BRNY3– 0.25%

4.24 BRNY1– 0.5%

4.24 BRNY2–

4.24 4.10 BRNY3– 0.5%

3.82 BRNY1– 0.75%

3.82 BRNY2–

4.66 4.24 BRNY3–

DIAGRAM KUAT LENTUR RATA-RATA SERAT PLASTIK DENGAN BENDA UJI ) R

( k M i ti a il 30 s y = 30,22x

BENDA UJI

Gambar 4.1. Grafik pengaruh serat plastik terhadap kenaikan nilai MOR rata-rata dengan benda uji Dari hasil Gambar 4.1. didapat persamaan regresi y = 30.22x sehingga dengan persamaan tersebut bisa dihitung pengaruh serat plastik terhadap kenaikan nilai MOR benda uji. Misalkan kadar serat plastik 0.6% didapat nilai kenaikan MORnya dibandingkan dengan nilai MOR BRN-0% adalah y = 30.22(0.6) = 18.13%.

DIAGRAM KUAT LENTUR RATA-RATA SERAT NYLON DENGAN BENDA UJI

20 y = -829.6x 4 + 1837 3 - 1311x 2 la + 314.8x P n

BENDA UJI

BRNY-0.75% BRNY-1%

Gambar 4.2. Grafik pengaruh serat nylon terhadap kenaikan nilai MOR rata-rata dengan benda uji

4 3 Dari Gambar 4.2. didapat persamaan regresi y = -829.6x 2 + 1837x – 1311x + 314.8x sehingga dengan persamaan tersebut bisa dihitung pengaruh serat nylon

terhadap kenaikan nilai MOR benda uji. Misalkan kadar serat plastik 0.6% didapat nilai kenaikan MORnya dibandingkan dengan nilai MOR BRN-0% adalah y = -

4.3. Hasil Perhitungan Momen dengan Lendutan

Dari data masing-masing campuran benda uji yang diperoleh pada saat pengujian kuat tarik lentur, ditabulasikan dalam Tabel 4.2.a. sampai Tabel 4.2.i. sehingga didapat grafik momen dengan lendutan yang tersajikan sebagai berikut :

Tabel 4.2.a. Hasil perhitungan momen dan lendutan pada BRN-0%

Benda uji BRN1-0%

momen (kg/cm²)

PP

(Nmm) lendutan 10 282.6

Benda uji BRN2-0%

Benda uji BRN3-0%

GRAFIK MOMEN DENGAN LENDUTAN BRN-0%

e n 5000

lendutan (mm)

BRN1-0%

BRN2-0%

BRN3-0%

Gambar 4.3.a. Grafik hubungan momen dengan lendutan BRN-0%

Tabel 4.2.b. Hasil perhitungan momen dan lendutan pada BRPL-0.25%

Benda uji BRPL1-0.25%

momen (kg/cm²)

PP

(Nmm) lendutan 10 282.6

Benda uji BRPL2-0.25%

Benda uji BRPL3-0.25%

GRAFIK MOMEN DENGAN LENDUTAN BRPL-0.25%

e n 4000

lendutan (mm)

BRPL1-0.25%

BRPL2-0.25%

BRPL3-0.25%

Gambar 4.3.b. Grafik hubungan momen dengan lendutan BRPL-0.25%

Tabel 4.2.c. Hasil perhitungan momen dan lendutan pada BRPL-0.5%

Benda uji BRPL1-0.5%

momen (kg/cm²)

(Nmm) lendutan 10 282.6

Benda uji BRPL2-0.5%

Benda uji BRPL3-0.5%

GRAFIK MOMEN DENGAN LENDUTAN BRPL-0.5%

e n 5000

lendutan (mm)

BRPL1-0.5%

BRPL2-0.5%

BRPL3-0.5%

Gambar 4.3.c. Grafik hubungan momen dengan lendutan BRPL-0.5%

Tabel 4.2.d. Hasil perhitungan momen dan lendutan pada BRPL-0.75%

Benda uji BRPL1-0.75%

momen (kg/cm²)

(Nmm) lendutan 10 282.6

Benda uji BRPL2-0.75%

Benda uji BRPL3-0.75%

GRAFIK MOMEN DENGAN LENDUTAN BRPL-0.75%

m 7000

(N 6000 e n 5000

lendutan (mm)

BRPL1-0.75%

BRPL2-0.75%

BRPL3-0.75%

Gambar 4.3.d. Grafik hubungan momen dengan lendutan BRPL-0.75%

Tabel 4.2.e. Hasil perhitungan momen dan lendutan pada BRPL-1%

Benda uji BRPL1-1%

momen (kg/cm²)

(Nmm) lendutan 10 282.6

Benda uji BRPL2-1%

Benda uji BRPL2-1%

GRAFIK MOMEN DENGAN LENDUTAN BRPL -1%

m 7000

e n( 6000 om 5000 m 4000

lendutan (mm)

BRPL1-1%

BRPL2-1%

BRPL3-1%

Gambar 4.3.e. Grafik hubungan momen dengan lendutan BRPL-1%

Tabel 4.2.f. Hasil perhitungan momen dan lendutan pada BRNY-0.25%

Benda uji BRNY1-0.25%

momen (kg/cm²)

(Nmm) lendutan 10 282.6

Benda uji BRNY1-0.25%

Benda uji BRNY1-0.25%

GRAFIK MOMEN DENGAN LENDUTAN BRNY -0.25%

m 7000

(N 6000 e n 5000

lendutan (mm)

BRNY1-0.25%

BRNY2-0.25%

BRNY3-0.25%

Gambar 4.3.f. Grafik hubungan momen dengan lendutan BRNY-0.25%

Tabel 4.2.g. Hasil perhitungan momen dan lendutan pada BRNY-0.5%

Benda uji BRNY1-0.5%

momen (kg/cm²)

(Nmm) lendutan 10 282.6

Benda uji BRNY2-0.5%

Benda uji BRNY3-0.5%

GRAFIK MOMEN DENGAN LENDUTAN BRNY 0.5%

n e 5000

lendutan (mm)

BRNY1-0.5%

BRNY2-0.5%

BRNY3-0.5%

Gambar 4.3.g. Grafik hubungan momen dengan lendutan BRNY-0.5%

Tabel 4.2.h. Hasil perhitungan momen dan lendutan pada BRNY-0.75%

Benda uji BRNY1-0.75%

momen (kg/cm²)

(Nmm) lendutan 10 282.6

Benda uji BRNY2-0.75%

Benda uji BRNY3-0.75%

GRAFIK MOMEN DENGAN LENDUTAN BRNY 0.75%

lendutan (mm)

BRNY1-0.75%

BRNY2-0.75%

BRNY3-0.75%

Gambar 4.3.h. Grafik hubungan momen dengan lendutan BRNY-0.75%

Tabel 4.2.i. Hasil perhitungan momen dan lendutan pada BRNY-1%

Benda uji BRNY1-1%

momen (kg/cm²)

(Nmm) lendutan 10 282.6

Benda uji BRNY2-1%

Benda uji BRNY3-1%

GRAFIK MOMEN DENGAN LENDUTAN BRNY 1%

lendutan (mm)

BRNY1-1%

BRNY2-1%

BRNY3-1%

Gambar 4.3.i. Grafik hubungan momen dengan lendutan BRNY-1%

Dari Gambar 4.3.a, sampai Gambar 4.3.i, terlihat selain Gambar 4.3.b. bahwa secara umum hubungan peningkatan kenaikan momen dan lendutan cenderung linier secara sebanding yang terjadi pada kondisi awal lendutan antara 20% sampai 53% rata-rata sebelum runtuh, namun pada pada kondisi diatas 53% sampai saat runtuh kenaikan momen yang tinggi tidak diikuti kenaikan lendutan yang tinggi.

Dari data masing-masing campuran benda uji yang diperoleh pada saat pengujian kuat tarik lentur,maka dapat dihitung nilai momen rata-rata pada beberapa kondisi yang hasilnya ditabulasikan dalam Tabel 4.3. sebagai berikut :

Tabel 4.3. Hasil pengujian momen dan lendutan rata-rata pada beberapa kondisi

lendutan Momen saat

Saat

M/Δ saat

Saat

Lendutan M/Δ Benda uji

Momen saat

M/Δ saat

saat runtuh saat saat runtuh

rata-rata runtuh runtuh rata-rata

(mm) rata-rata rata-rata (mm)

runtuh rata-

runtuh

runtuh rata-

runtuh rata-

rata (Nmm)

rata (Nmm)

BENDA UJI

M/ Δ saat runtuh Gambar.4.4. Grafik kekakuan benda uji dengan kadar serat plastik

M/ Δ saat lendutan 20% sebelum runtuh

M/ Δ saat lendutan 53% sebelum runtuh

BENDA UJI

M/ Δ saat lendutan 20% sebelum runtuh

M/ Δ saat lendutan 53% sebelum runtuh

M/ Δ pada saat runtuh

Gambar.4.5. Grafik kekakuan benda uji dengan kadar serat nylon

Dari teori elastisitas, kekakuan balok EI sebanding dengan M/Δ. Dengan demikian nilai perbandingan M/Δ ini dapat digunakan untuk membandingkan sifat material satu dengan yang lainnya dalam resistensinya melawan lendutan saat menerima beban lentur. Dari Tabel 4.3, didapat Gambar 4.4, dan Gambar.4.5, dimana terlihat pada kondisi 20% awal saat sebelum runtuh bahwa kekakuannya yang terbesar terjadi pada campuran BRN-0% dan BRNY-0.75%. Demikian juga kondisi 53% saat sebelum runtuh untuk nilai kekakuannya terbesar masih terjadi pada campuran BRN-0% dan BRNY-0.75%. Namun pada kondisi saat runtuh nilai kekakuannya terbesar terjadi pada BRPL-0.75% dan BRNY-1%. Hal ini berarti bahwa material BRPL-0.25%, BRPL-0.5%, BRPL-0.75%, BRPL-1% dan BRNY-0.25%, BRNY-0.5%, BRNY-0.75%, BRNY-1% akan mengalami lendutan yang besar bila dibandingkan campuran BRN-0% akan terjadi lendutan yang kecil pada tingkat pembebanan yang sama.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari seluruh pengujian, analisa data, dan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaruh penambahan serat plastik terhadap kenaikan prosentase kuat tarik lentur dapat dinyatakan dalam persamaan y = 30.22x, dimana y dan x masing- masing menunjukkan nilai prosentase kenaikan kuat tarik lentur dan kadar serat plastik. Sedangkan pengaruh penambahan serat nylon terhadap kenaikan prosentase kuat tarik lentur dapat dinyatakan juga dalam persamaan y = -

4 3 829.6x 2 + 1837x – 1311x + 314.8x. dimana y dan x masing-masing menunjukkan nilai prosentase kenaikkan kuat tarik lentur dan kadar serat

nylon.

2. Benda uji yang mempunyai kekakuan terbesar pada saat runtuh dengan penambahan kadar serat plastik adalah BRPL-0.75% sedangkan dengan penambahan kadar serat nylon adalah BRNY-1%.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diberikan saran-saran yang akan berguna pada masa mendatang, saran-saran yang diberikan sebagai berikut :

1. Perlu penelitian lebih lanjut tentang penambahan rasio antara serat plastik, serat nylon antara 1% sampai 10% agar bisa didapat kekuatan dan karakteristik yang optimal.

2. Sebagaimana tujuan awal bahwa penelitian ini untuk membuat material lapis antara, maka peniliti menyarankan agar lebih memilih bahan tambah serat plastik dari pada serat nylon.

3. DAFTAR PUSTAKA

5. Popov, E.P., 1984, Mekanika Teknik, edisi kedua, Erlangga, Jakarta

7. Gambhir, M.L., 1986, Concrete Technology, McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

9. Neville, Adam M. and J.J. Brooks, 1987, Concrete Technology, John Wiley & Sons Inc., New York.

11. Nawy, E. G., 1990, Beton Bertulang, PT Eresco, Bandung

13. Sudarmoko, Pengaruh Penambahan Serat pada Sifat Struktural Beton Serat, Media Teknik, No. 1 Tahun XV April 1993, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

15. Tjokrodimulyo, K., 1996, Teknologi Beton, Nafiri, Yogyakarta

17. Anonim, 1998, Standard Practice for Selecting Proportions for Structural Lightweight Concrete (ACI 211.2-98) , United State of America.