Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi

Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi SKRIPSI

Oleh : Sumitomo Fajar Nugroho M 0104062

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini telah terjadi perubahan besar dalam kehidupan yaitu dalam perkembangan komputer dan teknologi komunikasi. Industri telekomunikasi telah berpindah dari analog ke digital yang disebabkan pesatnya perkembangan internet. Internet dapat membuat komunikasi ke seluruh penjuru dunia hanya dalam waktu sekejap. Dengan internet memungkinkan untuk mendapatkan data apapun dari seluruh dunia. Internet dapat digunakan untuk melakukan transaksi jual beli barang dari seluruh dunia.

Kecepatan perpindahan data dalam internet sangat ditentukan oleh besarnya bandwith dan data yang dipindahkan. Data yang dipindahkan di dalam internet biasanya berupa suatu halaman web. Dalam membuka sebuah halaman web, akan terbuka dengan sangat cepat jika ukuran halaman web tersebut sangat kecil. Ukuran besar kecilnya halaman web sangat ditentukan dengan isinya. Jika isinya hanya berupa teks saja tentu ukurannya sangat kecil. Jika isinya banyak terdapat gambar atau foto atau citra beresolusi tinggi, tentu ukuran halaman web menjadi besar.

Oleh karena itu citra beresolusi tinggi tersebut perlu diperkecil ukurannya agar halaman web menjadi kecil sehingga cepat dalam proses membukanya. Ukurannya tersebut dapat diperkecil dengan menggunakan salah satu bagian dari pengolahan citra yaitu pemampatan citra. Dengan pemampatan citra maka citra beresolusi tinggi dapat diperkecil ukurannya tanpa mengurangi kualitasnya. Menurut Sianipar dan Muliani (2003) karakteristik dari kebanyakan citra adalah korelasi yang erat antara satu piksel dengan piksel tetangganya.

Metode pemampatan yang digunakan adalah metode pemampatan kuantisasi. Menurut Munir (2004), setiap citra memiliki derajat keabuan. Metode pemampatan kuantisasi menggunakan derajat keabuan untuk memampatkan citra. Citra dimampatkan dengan cara mengurangi derajat keabuan citra.

Pemampatan suatu citra tidak selalu menghasilkan rasio pemampatan yang maksimal. Kadang kala menghasilkan citra yang sangat mampat dengan hasil yang minimal, tetapi kadang menghasilkan citra yang kurang mampat dengan hasil yang maksimal. Oleh karena itu akan dicari level pemampatan yang menghasilkan ukuran dan hasil yang memuaskan.

Setiap metode pemampatan pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Metode pemampatan kuantisasi akan dibandingkan dengan metode pemampatan Jpeg untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Pada metode jpeg menurut Acharya dan Tsai (2005) piksel yang berdekatan pada sebuah image berhubungan erat sehingga memungkinkan mengambil informasi tentang sebuah piksel dari nilai piksel tetangganya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. bagaimana memampatkan citra dengan ukuran yang minimal dan dengan derajat keabuan yang maksimal menggunakan metode pemampatan kuantisasi?

2. bagaimana hasil metode pemampatan kuantisasi dibandingkan metode pemampatan jpeg?

1.3 Batasan Masalah

Pada penulisan skripsi ini, masalah hanya terbatas pada obyek masukan berupa citra yang bertipe bmp dan berformat 24 bit.

1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah:

1. dapat memampatkan citra dengan ukuran yang minimal dan dengan derajat keabuan yang maksimal menggunakan metode pemampatan kuantisasi,

2. dapat membandingkan metode pemampatan kuantisasi dengan metode pemampatan jpeg.

1.5 Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. mengaplikasikan pengolahan citra khususnya tentang pemampatan citra dalam kehidupan nyata,

2. menambah wawasan mengenai pemampatan citra khususnya tentang metode pemampatan kuantisasi.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai citra, pengolahan citra, pemampatan citra, dan metode pemampatan kuantisasi.

2.1.1 Citra

Menurut Munir (2004), citra (image) adalah gambar pada bidang dwimarta (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dwimarta. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam.

Citra yang dimaksudkan dalam skripsi ini adalah “citra diam” (still images ). Menurut Munir (2004), citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak. Untuk selanjutnya, citra diam kita sebut citra saja. Citra bergerak (moving images) adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara beruntun (sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata kita sebagai gambar yang bergerak. Setiap citra di dalam rangkaian itu disebut frame. Gambar-gambar yang tampak pada film layar lebar atau televisi pada hakikatnya terdiri atas ratusan sampai ribuan frame.

Citra ada dua macam yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga ia mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner . Citra diskrit disebut juga citra digital. Komputer digital yang umum dipakai saat ini hanya dapat mengolah citra digital.

2.1.2 Citra Digital

Menurut Balza dan Firdausy (2005), setiap citra digital memiliki beberapa karakteristik, antara lain ukuran citra, resolusi, dan format nilainya. Umumnya citra digital berbentuk persegi panjang yang memiliki lebar dan tinggi tertentu. Ukuran ini biasanya dinyatakan dalam banyaknya titik atau piksel, sehingga ukuran citra selalu bernilai bulat.

Ukuran citra dapat juga dinyatakan secara fisik dalam satuan panjang (misalnya mm atau inchi). Dalam hal ini tentu saja harus ada hubungan antara ukuran titik penyusun citra dengan satuan panjang. Hal tersebut dinyatakan dengan resolusi yang merupakan ukuran banyaknya piksel untuk setiap satuan panjang. Biasanya satuan yang digunakan adalah dpi (dot per inchi). Makin besar resolusi makin banyak titik yang terkandung dalam citra dengan ukuran fisik yang sama. Hal ini memberikan efek penampakan citra menjadi semakin halus.

Pada citra digital semua informasi tadi disimpan dalam bentuk angka, sedangkan penampilan angka tersebut biasanya dikaitkan dengan warna. Citra digital tersusun atas titik-titik yang biasanya berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar (pada beberapa sistem pencitraan, piksel-piksel penyusun citra ada pula yang berbentuk segienam) yang secara beraturan membentuk baris-baris dan kolom-kolom. Setiap titik memiliki koordinat sesuai dengan posisinya dalam citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yang dapat dimulai dari 0 dan 1 bergantung pada sistem yang digunakan (dalam delphi koordinat titik dalam citra dimulai dari 0). Setiap titik juga memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili titik tersebut. Pada Pada citra digital semua informasi tadi disimpan dalam bentuk angka, sedangkan penampilan angka tersebut biasanya dikaitkan dengan warna. Citra digital tersusun atas titik-titik yang biasanya berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar (pada beberapa sistem pencitraan, piksel-piksel penyusun citra ada pula yang berbentuk segienam) yang secara beraturan membentuk baris-baris dan kolom-kolom. Setiap titik memiliki koordinat sesuai dengan posisinya dalam citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yang dapat dimulai dari 0 dan 1 bergantung pada sistem yang digunakan (dalam delphi koordinat titik dalam citra dimulai dari 0). Setiap titik juga memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili titik tersebut. Pada

2.1.3 Pengolahan Citra

Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image processing ). Menurut Munir (2004), pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik.

Menurut Munir (2004), pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra (image compression).

Beberapa jenis operasi pengolahan citra menurut Munir (2004).

1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement). Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan.

2. Pemugaran citra (image restoration).

Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui.

3. Pemampatan citra (image compression). Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.

4. Segmentasi citra (image segmentation). Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu.

5. Pengorakan citra (image analysis). Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek.

6. Rekonstruksi citra (image reconstruction). Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi.

Beberapa jenis operasi pengolahan citra menurut Wijaya dan Prijono (2007).

1. Perbaikan citra (image restoration)

2. Peningkatan kualitas citra (image enhancement)

3. Registrasi citra (image registration)

4. Pemampatan data citra (image data compaction)

5. Pemilahan citra (image segmentation)

2.1.4 Pemampatan Citra

Menurut Munir (2004), pemampatan citra atau kompresi citra (image compression )

memori untuk memori untuk

1. Pemampatan citra (image compression). Pada proses ini, citra dalam representasi tidak mampat dikodekan dengan representasi yang meminimumkan kebutuhan memori. Citra yang sudah dimampatkan disimpan ke dalam arsip dengan format tertentu.

2. Penirmampatan citra (image decompression). Pada proses ini, citra yang sudah dimampatkan harus dapat dikembalikan lagi (decoding) menjadi representasi yang tidak mampat. Proses ini diperlukan jika citra tersebut ditampilkan ke layar atau disimpan ke dalam arsip dengan format tidak mampat.

Metode pemampatan citra dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar.

1. Metode lossless. Metode lossless selalu menghasilkan citra hasil penirmampatan yang tepat sama dengan citra semula, pixel per pixel. Tidak ada informasi yang hilang akibat pemampatan. Sayangnya nisbah (ratio) pemampatan citra metode lossless sangat rendah. Metode lossless cocok untuk memampatkan citra yang mengandung informasi penting yang tidak boleh rusak akibat pemampatan. Misalnya memampatkan gambar hasil diagnosa medis.

2. Metode lossy. Metode lossy menghasilkan citra hasil pemampatan yang hampir sama dengan citra semula. Ada informasi yang hilang akibat pemampatan, tetapi dapat ditolelir oleh persepsi mata. Mata tidak dapat membedakan perubahan kecil pada gambar. Metode pemampatan lossy menghasilkan nisbah pemampatan yang tinggi daripada metode lossless.

2.1.5 Kuantisasi

Menurut Gray dan Neuhoff (1998) kuantisasi mengubah analog ke digital. Kuantisasi dapat dikembangkan dan dicoba pada audio, citra dan video. Kuantisasi dalam pengolahan citra adalah salah satu teknik pemampatan lossy. Dalam skema pemampatan, pemampatan diperoleh dari membuang beberapa data dengan pemilahan. Kuantisasi adalah proses memetakan nilai kontinu ke dalam himpunan nilai diskrit atau bulat yang relatif kecil atau terbatas. Sebagai contoh membulatkan bilangan real dalam interval [0,100] ke bilangan bulat 0, 1, 2, …., 100. Dengan kata lain, kuantisasi dapat didefinisikan sebagai pemetaan sebuah interval kontinu terbatas I = [a,b], dengan sebuah nilai c, yang berada dalam interval tersebut. Sebagai contoh, membulatkan nilai terdekat dengan menggantikan interval [c-0.5, c+0.5) dengan nilai bilangan bulat c.

2.1.6 Metode Pemampatan Kuantisasi

Menurut Munir (2004), metode ini mengurangi jumlah derajat keabuan, yang tentu saja mengurangi jumlah bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra. Misalkan P adalah jumlah piksel dalam citra semula, akan dimampatkan menjadi n derajat keabuan. Algoritmanya adalah sebagai berikut.

1. Buat histogram citra semula (citra yang akan dimampatkan).

2. Identifikasi n buah kelompok di dalam histogram sedemikian sehingga setiap kelompok mempunyai kira-kira P/n buah piksel.

3. Nyatakan setiap kelompok dengan derajat keabuan 0 sampai n-1. Setiap piksel di dalam kelompok dikodekan kembali dengan nilai derajat keabuan yang baru.

2.1.7 Pemampatan Kuantisasi dengan Menggunakan Delphi 7

Menurut Fadlisyah dkk. (2008), di dalam Delphi 7, memampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi telah terdapat sintaks yang mendukungnya. Pemampatan tersebut telah include di dalam Delphi 7 sehingga hanya dengan menuliskannya bisa langsung didapatkan hasilnya. Sintaks tersebut adalah dengan menuliskan pf…bit. Pada titik-titik bisa diisi dengan angka yang dikehendaki yang didukung oleh Delphi 7. Misalnya pada skripsi ini saya Menurut Fadlisyah dkk. (2008), di dalam Delphi 7, memampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi telah terdapat sintaks yang mendukungnya. Pemampatan tersebut telah include di dalam Delphi 7 sehingga hanya dengan menuliskannya bisa langsung didapatkan hasilnya. Sintaks tersebut adalah dengan menuliskan pf…bit. Pada titik-titik bisa diisi dengan angka yang dikehendaki yang didukung oleh Delphi 7. Misalnya pada skripsi ini saya

2.2. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang masalah dan mengacu pada tinjauan pustaka di atas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran yang memungkinkan sebagai tuntunan untuk memecahkan masalah penulisan skripsi.

Citra dimampatkan dengan menggunakan aplikasi pemampatan citra yang telah dibuat sesuai algoritma metode pemampatan kuantisasi dengan menggunakan bahasa pemrograman Delphi 7. Mencari nilai level pemampatan yang menghasilkan citra yang memiliki ukuran yang minimal dan dengan derajat keabuan yang maksimal. Selanjutnya membandingkan citra hasil pemampatan yang memiliki ukuran yang minimal dan dengan derajat keabuan yang maksimal dari metode pemampatan kuantisasi dengan metode pemampatan jpeg.

BAB II LANDASAN TEORI

2.3. Tinjauan Pustaka

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai citra, pengolahan citra, pemampatan citra, dan metode pemampatan kuantisasi.

2.1.8 Citra

Menurut Munir (2004), citra (image) adalah gambar pada bidang dwimarta (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dwimarta. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam.

Citra yang dimaksudkan dalam skripsi ini adalah “citra diam” (still images ). Menurut Munir (2004), citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak. Untuk selanjutnya, citra diam kita sebut citra saja. Citra bergerak (moving images) adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara beruntun (sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata kita sebagai gambar yang bergerak. Setiap citra di dalam rangkaian itu disebut frame. Gambar-gambar yang tampak pada film layar lebar atau televisi pada hakikatnya terdiri atas ratusan sampai ribuan frame.

Citra ada dua macam yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga ia mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner . Citra diskrit disebut juga citra digital. Komputer digital yang umum dipakai saat ini hanya dapat mengolah citra digital.

2.1.9 Citra Digital

Menurut Balza dan Firdausy (2005), setiap citra digital memiliki beberapa karakteristik, antara lain ukuran citra, resolusi, dan format nilainya. Umumnya citra digital berbentuk persegi panjang yang memiliki lebar dan tinggi tertentu. Ukuran ini biasanya dinyatakan dalam banyaknya titik atau piksel, sehingga ukuran citra selalu bernilai bulat.

Ukuran citra dapat juga dinyatakan secara fisik dalam satuan panjang (misalnya mm atau inchi). Dalam hal ini tentu saja harus ada hubungan antara ukuran titik penyusun citra dengan satuan panjang. Hal tersebut dinyatakan dengan resolusi yang merupakan ukuran banyaknya piksel untuk setiap satuan panjang. Biasanya satuan yang digunakan adalah dpi (dot per inchi). Makin besar resolusi makin banyak titik yang terkandung dalam citra dengan ukuran fisik yang sama. Hal ini memberikan efek penampakan citra menjadi semakin halus.

Pada citra digital semua informasi tadi disimpan dalam bentuk angka, sedangkan penampilan angka tersebut biasanya dikaitkan dengan warna. Citra Pada citra digital semua informasi tadi disimpan dalam bentuk angka, sedangkan penampilan angka tersebut biasanya dikaitkan dengan warna. Citra

2.1.10 Pengolahan Citra

Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image processing ). Menurut Munir (2004), pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik.

Menurut Munir (2004), pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra (image compression).

Beberapa jenis operasi pengolahan citra menurut Munir (2004).

1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement). Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan.

2. Pemugaran citra (image restoration). Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui.

3. Pemampatan citra (image compression). Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.

4. Segmentasi citra (image segmentation). Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu.

5. Pengorakan citra (image analysis). Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek.

6. Rekonstruksi citra (image reconstruction). Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi.

Beberapa jenis operasi pengolahan citra menurut Wijaya dan Prijono (2007).

6. Perbaikan citra (image restoration)

7. Peningkatan kualitas citra (image enhancement)

8. Registrasi citra (image registration)

9. Pemampatan data citra (image data compaction)

10. Pemilahan citra (image segmentation)

2.1.11 Pemampatan Citra

Menurut Munir (2004), pemampatan citra atau kompresi citra (image compression )

memori untuk merepresentasikan citra digital. Prinsip umum yang digunakan pada proses pemampatan citra adalah mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit daripada representasi citra semula. Ada dua proses utama dalam persoalan pemampatan citra.

1. Pemampatan citra (image compression). Pada proses ini, citra dalam representasi tidak mampat dikodekan dengan representasi yang meminimumkan kebutuhan memori. Citra yang sudah dimampatkan disimpan ke dalam arsip dengan format tertentu.

2. Penirmampatan citra (image decompression). Pada proses ini, citra yang sudah dimampatkan harus dapat dikembalikan lagi (decoding) menjadi representasi yang tidak mampat. Proses ini diperlukan jika citra tersebut ditampilkan ke layar atau disimpan ke dalam arsip dengan format tidak mampat.

Metode pemampatan citra dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar.

1. Metode lossless. Metode lossless selalu menghasilkan citra hasil penirmampatan yang tepat sama dengan citra semula, pixel per pixel. Tidak ada informasi yang hilang akibat pemampatan. Sayangnya nisbah (ratio) pemampatan citra metode lossless sangat rendah. Metode lossless cocok untuk memampatkan citra yang mengandung informasi penting yang tidak boleh rusak akibat pemampatan. Misalnya memampatkan gambar hasil diagnosa medis.

2. Metode lossy.

Metode lossy menghasilkan citra hasil pemampatan yang hampir sama dengan citra semula. Ada informasi yang hilang akibat pemampatan, tetapi dapat ditolelir oleh persepsi mata. Mata tidak dapat membedakan perubahan kecil pada gambar. Metode pemampatan lossy menghasilkan nisbah pemampatan yang tinggi daripada metode lossless.

2.1.12 Kuantisasi

Menurut Gray dan Neuhoff (1998) kuantisasi mengubah analog ke digital. Kuantisasi dapat dikembangkan dan dicoba pada audio, citra dan video. Kuantisasi dalam pengolahan citra adalah salah satu teknik pemampatan lossy. Dalam skema pemampatan, pemampatan diperoleh dari membuang beberapa data dengan pemilahan. Kuantisasi adalah proses memetakan nilai kontinu ke dalam himpunan nilai diskrit atau bulat yang relatif kecil atau terbatas. Sebagai contoh membulatkan bilangan real dalam interval [0,100] ke bilangan bulat 0, 1, 2, …., 100. Dengan kata lain, kuantisasi dapat didefinisikan sebagai pemetaan sebuah interval kontinu terbatas I = [a,b], dengan sebuah nilai c, yang berada dalam interval tersebut. Sebagai contoh, membulatkan nilai terdekat dengan menggantikan interval [c-0.5, c+0.5) dengan nilai bilangan bulat c.

2.1.13 Metode Pemampatan Kuantisasi

Menurut Munir (2004), metode ini mengurangi jumlah derajat keabuan, yang tentu saja mengurangi jumlah bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra. Misalkan P adalah jumlah piksel dalam citra semula, akan dimampatkan menjadi n derajat keabuan. Algoritmanya adalah sebagai berikut.

1. Buat histogram citra semula (citra yang akan dimampatkan).

2. Identifikasi n buah kelompok di dalam histogram sedemikian sehingga setiap kelompok mempunyai kira-kira P/n buah piksel.

3. Nyatakan setiap kelompok dengan derajat keabuan 0 sampai n-1. Setiap piksel di dalam kelompok dikodekan kembali dengan nilai derajat keabuan yang baru.

2.1.14 Pemampatan Kuantisasi dengan Menggunakan Delphi 7

Menurut Fadlisyah dkk. (2008), di dalam Delphi 7, memampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi telah terdapat sintaks yang mendukungnya. Pemampatan tersebut telah include di dalam Delphi 7 sehingga hanya dengan menuliskannya bisa langsung didapatkan hasilnya. Sintaks tersebut adalah dengan menuliskan pf…bit. Pada titik-titik bisa diisi dengan angka yang dikehendaki yang didukung oleh Delphi 7. Misalnya pada skripsi ini saya menggunakan pf4bit pada level 1, pf8bit pada level 2, pf15bit pada level 3. Setelah pemampatan langsung diperoleh hasil pemampatan berupa citra dengan ukuran berbeda.

2.4. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang masalah dan mengacu pada tinjauan pustaka di atas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran yang memungkinkan sebagai tuntunan untuk memecahkan masalah penulisan skripsi.

Citra dimampatkan dengan menggunakan aplikasi pemampatan citra yang telah dibuat sesuai algoritma metode pemampatan kuantisasi dengan menggunakan bahasa pemrograman Delphi 7. Mencari nilai level pemampatan yang menghasilkan citra yang memiliki ukuran yang minimal dan dengan derajat keabuan yang maksimal. Selanjutnya membandingkan citra hasil pemampatan yang memiliki ukuran yang minimal dan dengan derajat keabuan yang maksimal dari metode pemampatan kuantisasi dengan metode pemampatan jpeg.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Nisbah Pemampatan

Nisbah pemampatan adalah besarnya rasio pemampatan terhadap citra yang ditunjukkan dalam bentuk persentase. Semakin besar persentase berarti menunjukkan semakin besarnya rasio pemampatan. Rasio pemampatan berbanding terbalik dengan kualitas citra. Semakin tinggi rasio pemampatan Nisbah pemampatan adalah besarnya rasio pemampatan terhadap citra yang ditunjukkan dalam bentuk persentase. Semakin besar persentase berarti menunjukkan semakin besarnya rasio pemampatan. Rasio pemampatan berbanding terbalik dengan kualitas citra. Semakin tinggi rasio pemampatan

Ukuran citra hasil pemampatan Nisbah Pemampatan = 100 % - ( x 100 % )

Ukuran citra semula

4.2. Derajat Keabuan

Citra pada setiap pikselnya terdapat nilai tingkat hitam putihnya antara 0 sampai 255. Terdapat sejumlah piksel yang memiliki nilai tingkat hitam putih yang sama. Nilai-nilai yang ada antara 0 sampai 255 disebut derajat keabuan. Jika semua nilai antara 0 sampai 255 ada pada piksel-piksel citra berarti citra tersebut memiliki derajat keabuan 256.

4.3. Citra Uji

Citra uji adalah citra yang akan dimampatkan menggunakan aplikasi yang dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Delphi 7. Semua citra uji bertipe bmp dan berformat 24 bit. Citra uji dipilih berdasarkan besarnya ukuran piksel dan ukuran file. Ukuran file dan piksel dipilih dari ukuran kecil hingga ukuran besar agar setiap tingkat ukuran file dan piksel terwakili oleh satu file citra. Dipilih lima citra uji dengan berbagai ukuran file dan piksel yang berbeda- beda. Diharapkan dari diambilnya citra dengan berbagai ukuran dari kecil ke besar dapat memberikan hasil yang beragam. Diharapkan setiap citra yang dipilih dapat mewakili ukuran file dan piksel dari citra yang memiliki ukuran file dan piksel yang hampir sama. Citra uji yang dipilih adalah sebagai berikut.

1. Citra Bliss

Gambar 4.1. Citra Bliss

Citra Bliss merupakan citra terkecil dengan ukuran file 202.554 bytes dan ukuran piksel 300 x 225. Citra ini mewakili citra ukuran kecil yaitu citra yang berada pada ukuran di sekitar 200 kb.

2. Citra Kabut

Gambar 4.2. Citra Kabut

Citra Kabut merupakan citra terkecil kedua setelah citra Bliss. Citra ini memiliki ukuran file 921.654 bytes dan ukuran piksel 640 x 480. Citra ini mewakili citra ukuran file di sekitar 900 kb.

3. Citra Milan Citra Milan merupakan citra pertengahan diantara lima citra yang dipilih. Citra ini memiliki ukuran file 2.239.542 bytes dan ukuran piksel 1024 x 729. Citra ini mewakili citra ukuran file di sekitar 2 mb.

Gambar 4.3. Citra Milan

4. Citra Img1

Gambar 4.4. Citra Img1

Citra Img1 memiliki ukuran file 8.294.454 bytes dan ukuran piksel 1920 x 1440. Citra ini mewakili citra yang memiliki ukuran di sekitar 8 mb.

5. Citra Candi

Gambar 4.5. Citra Candi

Citra Candi merupakan citra yang terbesar diantara citra uji yang dipilih. Citra ini memiliki ukuran file dan ukuran piksel yang terbesar. Citra ini memiliki Citra Candi merupakan citra yang terbesar diantara citra uji yang dipilih. Citra ini memiliki ukuran file dan ukuran piksel yang terbesar. Citra ini memiliki

Tabel 4.1. Citra uji

Citra Ukuran file (bytes) Ukuran piksel Bliss

1920 x 1440 Candi 15.116.598

2592 x 1944

4.4. Algoritma Metode Pemampatan Kuantisasi

Kuantisasi secara garis besar adalah mengubah nilai kontinu ke nilai diskrit. Di dalam pemampatan citra, kuantisasi mengubah nilai intensitas citra awal yang telah dibuat dalam suatu interval ke satu nilai pada setiap interval. Algoritma yang digunakan untuk memampatkan citra adalah sebagai berikut.

1. Mengambil citra yang akan dimampatkan.

2. Membaca setiap piksel dalam citra tersebut.

3. Membuat histogram intensitas red green blue.

4. Mengelompokkan intensitas piksel-piksel.

a. Level 1 dibagi 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 64 nilai.

b. Level 2 dibagi 16 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 16 nilai.

c. Level 3 dibagi 32 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 8 nilai.

5. Menentukan nilai intensitas baru pada setiap kelompok

a. Level 1 dimulai dari 0 kemudian pada setiap kelompok berikutnya naik 85 nilai sampai nilai terakhir 255.

b. Level 2 dimulai dari 0 kemudian pada setiap kelompok berikutnya naik 17 nilai sampai nilai terakhir 255.

c. Level 3 dimulai dari 0 kemudian naik dengan urutan 8, 8, 8, 9. Kenaikan

8, 8, 8, 9 diulang terus sampai nilai terakhir 255.

6. Nilai intensitas baru tersebut dituliskan kembali ke dalam citra sehingga diperoleh citra baru yang lebih mampat.

4.5. Aplikasi Pemampatan Citra

Gambar 4.6. Tampilan awal aplikasi pemampatan citra. Aplikasi pemampatan citra ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Delphi 7. Kode program dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada tampilan awal seperti terlihat pada Gambar 4.6, hanya satu tombol saja yang dapat diakses yaitu tombol ambil citra, karena pada awalnya memang kita harus mengambil suatu citra yang berformat bmp yang akan kita mampatkan dengan menggunakan aplikasi pemampatan citra ini.

Setelah mengambil citra yang akan dimampatkan maka tombol pemampatan menjadi dapat diakses untuk melakukan pemampatan. Citra akan muncul pada kotak Citra Sebelum Pemampatan seperti tampak pada Gambar 4.7. Dan juga akan muncul ukuran file dalam bytes dan derajat keabuan citra.

Terdapat dua pilihan mode ketika memampatkan citra yaitu mode manual dan mode otomatis. Mode manual memampatkan citra secara manual, yaitu mengubah nilai intensitas citra dengan cara menentukan sendiri nilai intensitas barunya. Sedangkan untuk mode otomatis, citra akan termampatkan secara otomatis tanpa menentukan nilai intensitas baru citra. Mode otomatis ini Terdapat dua pilihan mode ketika memampatkan citra yaitu mode manual dan mode otomatis. Mode manual memampatkan citra secara manual, yaitu mengubah nilai intensitas citra dengan cara menentukan sendiri nilai intensitas barunya. Sedangkan untuk mode otomatis, citra akan termampatkan secara otomatis tanpa menentukan nilai intensitas baru citra. Mode otomatis ini

7 . Setelah mengambil citra, mode secara otomatis akan terpilih ke mode otomatis.

Gambar 4.7. Tampilan aplikasi pemampatan citra setelah mengambil citra.

Tombol pemampatan terbagi menjadi tiga level. Ini dikarenakan citra ketika dimampatkan bisa dihasilkan citra hasil pemampatan yang berbeda-beda tergantung level pemampatan yang digunakan. Level pemampatan citra bisa sangat mampat bisa juga kurang mampat dan tentu juga menghasilkan citra hasil pemampatan yang berbeda-beda. Jika suatu citra dimampatkan sangat mampat sekali tentu hasil citra yang diperoleh juga jelek. Tapi sebaliknya jika diperoleh citra hasil yang sangat baik maka rasio atau nisbah pemampatannya sangat rendah. Maka akan dibahas dalam skripsi ini mendapatkan citra yang baik tapi juga mampat.

4.6. Derajat Keabuan Citra Uji Sebelum Pemampatan

Citra uji sebelum pemampatan atau citra asli memiliki kualitas yang sangat bagus karena citra masih asli atau belum mengalami perubahan apapun. Terlihat pada Tabel 4.2. derajat keabuan citra asli dari citra uji memiliki derajat keabuan yang tinggi yaitu mendekati atau berada pada nilai 256. Hanya citra Bliss dan Img1 yang memiliki derajat keabuan agak jauh dari 256. Tetapi nilai 248 dan 249 dalam skala 256 termasuk tinggi. Jadi derajat keabuan dapat digunakan untuk menentukan kualitas suatu citra.

Tabel 4.2. Derajat keabuan citra uji sebelum pemampatan.

Citra

Derajat Keabuan

Bliss

248 Kabut 256 Milan 256 Img1

249 Candi 255

4.7. Cara Kerja Program

Untuk mengetahui cara kerja program akan diambil citra uji Bliss. Agar dapat dimampatkan secara manual maka citra uji Bliss diperkecil ukurannya menjadi 10 x 13 dengan menggunakan software ACD See Pro. Diperoleh nilai red, green dan blue pada setiap piksel sebagai berikut. Red

78 93 98 72 58 69 111 159 89 36 54 163 160

92 83 70 88 80 55 52 90 80 32 26 46 68 113 119 135 113 95 79 87 80 52 91 129 49 95

139 136 163 137 110 104 154 157 120 160 218 172 103 162 155 138 131 135 126 117 127 170 160 168 184 178

140 136 128 116 109 100 93 85 91 101 118 127 123

86 92 98 103 104 107 109 105 98 91 80 70 66

38 43 46 52 56 60 64 73 81 84 88 86 81

46 50 52 53 54 56 55 54 51 48 46 44 43

51 51 52 52 52 52 53 53 53 51 50 49 51

10 9 9 8 10 11 12 11 12 13 12 13 14 Histogram citra sebelum pemampatan bisa dilihat pada Lampiran 1. Citra yang telah diperkecil ukurannya ini kemudian dimampatkan. Pemampatan dilakukan dengan membagi histogram menjadi 32 bagian yang sama, sehingga tiap kelompok mempunyai 8 piksel. Kemudian tiap kelompok dikodekan dengan nilai intensitas baru. Intensitas baru dimulai dari 0 kemudian naik 8, 8, 8 dan 9. Kenaikan 8, 8, 8 dan 9 diulang terus sampai mencapai pada intensitas 255. Pengkodean intensitas baru untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Lampiran 2.

Citra setelah dimampatkan memiliki intensitas baru. Intensitas baru pada setiap pikselnya setelah dimampatkan menjadi sebagai berikut. Red

Green 140 148 148 123 115 123 148 181 132 90 107 189 189 148 140 132 140 132 115 107 132 123 99 90 107 123 165 165 173 156 148 132 140 132 115 140 165 115 140 189 181 198 181 156 156 181 189 156 189 231 198 148 198 198 181 165 165 156 148 156 189 189 198 206 206 181 173 165 148 140 132 123 115 115 115 132 140 140

4.8. Pemampatan Terhadap Citra Uji

4.8.1. Citra Uji Bliss

Pemampatan dilakukan terhadap citra Bliss yang merupakan citra terkecil. Pemampatan dilakukan secara urut dari citra berukuran kecil lebih dahulu ke citra berukuran besar. Citra hasil pemampatan pada level 1 seperti terlihat pada Gambar 4.8. terlihat cukup jelek dan terdapat banyak noise atau gangguan dalam citra. Sedangkan pada level 2 Gambar 4.9. hasil pemampatan terlihat lebih bagus daripada level 1, noisenya telah berkurang hanya terlihat sedikit yang berarti masih terlihat ada noisenya. Citra hasil pemampatan pada level 3 Gambar 4.10. terlihat sangat bagus mendekati gambar aslinya.

Gambar 4.8. Citra hasil pemampatan Bliss pada level 1.

Gambar 4.9. Citra hasil pemampatan Bliss pada level 2.

Gambar 4.10. Citra hasil pemampatan Bliss pada level 3.

Tabel 4.3. Hasil pemampatan pada citra Bliss.

Level

Persentase Derajat Nisbah Pemampatan Pemampatan Keabuan Keabuan ( % )

Citra Bliss memiliki derajat keabuan sebelum pemampatan terendah dibandingkan citra lainnya yaitu sebesar 248. Mungkin karena citra Bliss merupakan citra dengan ukuran terkecil sehingga kemungkinan untuk mendapatkan derajat keabuan yang maksimal seperti citra lainnya juga kecil. Dilihat dari Tabel 4.3, derajat keabuan pada level 3 memiliki derajat keabuan tertinggi sedangkan nisbah pemampatannya terendah. Perbandingan penurunan Citra Bliss memiliki derajat keabuan sebelum pemampatan terendah dibandingkan citra lainnya yaitu sebesar 248. Mungkin karena citra Bliss merupakan citra dengan ukuran terkecil sehingga kemungkinan untuk mendapatkan derajat keabuan yang maksimal seperti citra lainnya juga kecil. Dilihat dari Tabel 4.3, derajat keabuan pada level 3 memiliki derajat keabuan tertinggi sedangkan nisbah pemampatannya terendah. Perbandingan penurunan

4.8.2. Citra Uji Kabut

Gambar 4.11. Citra hasil pemampatan Kabut pada level 1.

Gambar 4.12. Citra hasil pemampatan Kabut pada level 2.

Gambar 4.13. Citra hasil pemampatan Kabut pada level 3.

Pada citra Kabut dilihat sekilas ketiga foto pada Gambar 4.11., Gambar

4.12. dan Gambar 4.13. memberikan hasil yang sama seperti pada citra Bliss yaitu pada level 1 terlihat jelek, level 2 terdapat sedikit noise dan level 3 tidak terlihat adanya noise.

Tabel 4.4. Hasil pemampatan pada citra Kabut.

Level

Persentase Derajat Nisbah Pemampatan Pemampatan Keabuan Keabuan ( % )

Dilihat dari hasil pemampatan pada citra Kabut Tabel 4.4. derajat keabuan pada level 3 sangat tinggi hampir mendekati sempurna yaitu hanya terpaut 2 nilai dari derajat keabuan tertinggi yaitu 256. Berarti derajat keabuannya hanya berkurang 0,78 % tetapi nisbah pemampatannya berkurang 33 %. Dibandingkan dengan citra Bliss pada level 3 mempunyai nilai nisbah pemampatan yang sama yaitu 33 % tetapi derajat keabuannya jauh lebih tinggi citra Kabut yaitu 196 pada citra Bliss dan 254 pada citra Kabut.

4.8.3. Citra Uji Milan

Gambar 4.14. Citra hasil pemampatan Milan pada level 1.

Gambar 4.15. Citra hasil pemampatan Milan pada level 2.

Gambar 4.16. Citra hasil pemampatan Milan pada level 3.

Tabel 4.5. Hasil pemampatan pada citra Milan.

Level

Persentase Derajat Nisbah Pemampatan Pemampatan Keabuan

Dari Tabel 4.5 citra uji Milan memiliki nilai derajat keabuan yang tertinggi pada masing-masing level yaitu pada level 1 sebesar 83 tertinggi diantara citra uji lainnya dengan nisbah pemampatan yang sama sebesar 83 %, citra hasil pemampatan bisa dilihat pada Gambar 4.14. Pada level 2 sebesar 124 hampir mendekati 128 separuh nilai derajat keabuan tertinggi dengan nisbah pemampatan yang sama sebesar 66 %, citranya pada Gambar 4.15. Sedangkan pada level 3 Dari Tabel 4.5 citra uji Milan memiliki nilai derajat keabuan yang tertinggi pada masing-masing level yaitu pada level 1 sebesar 83 tertinggi diantara citra uji lainnya dengan nisbah pemampatan yang sama sebesar 83 %, citra hasil pemampatan bisa dilihat pada Gambar 4.14. Pada level 2 sebesar 124 hampir mendekati 128 separuh nilai derajat keabuan tertinggi dengan nisbah pemampatan yang sama sebesar 66 %, citranya pada Gambar 4.15. Sedangkan pada level 3

4.8.4. Citra Uji Img1

Gambar 4.17. Citra hasil pemampatan Img1 pada level 1.

Gambar 4.18. Citra hasil pemampatan Img1 pada level 2.

Gambar 4.19. Citra hasil pemampatan Img1 pada level 3.

Tabel 4.6. Hasil pemampatan pada citra Img1.

Level Derajat Persentase Derajat Nisbah Pemampatan Pemampatan Keabuan

Citra Img1 memiliki derajat keabuan yang paling rendah diantara citra uji lainnya pada masing-masing level seperti terlihat pada Tabel 4.6. Tetapi nisbah pemampatannya sama pada masing-masing level. Citra Img1 memiliki derajat keabuan yang sangat rendah karena merupakan citra hitam putih. Gambar hasil pemampatan bisa dilihat pada Gambar 4.17, Gambar 4.18 dan Gambar 4.19.

4.8.5. Citra Uji Candi

Gambar 4.20. Citra hasil pemampatan Candi pada level 1.

Gambar 4.21. Citra hasil pemampatan Candi pada level 2.

Gambar 4.22. Citra hasil pemampatan Candi pada level 3.

Pada citra Candi level 2, Gambar 4.21, terlihat paling bagus dibandingkan citra level 2 pada citra uji lainnya. Noisenya terlihat paling sedikit diantara citra uji level 2 lainnya. Tetapi citra terbaiknya tetap citra level 3, Gambar 4.22, hanya terlihat sedikit perbedaan. Sedangkan pada level 1, Gambar 4.20 sama seperti citra lainnya. Derajat keabuan citra Candi level 3 pada Tabel 4.7 sebesar 254 atau hanya turun satu nilai dari derajat keabuan citra sebelum pemampatan yaitu 255.

Tabel 4.7. Hasil pemampatan pada citra Candi.

Level

Persentase Derajat Nisbah Pemampatan Pemampatan Keabuan Keabuan ( % )

Semua hasil pemampatan pada semua citra uji menghasilkan nisbah pemampatan yang sama pada masing-masing level yaitu sebesar 83 % pada level

1, 66 % pada level 2 dan 33 % pada level 3. Ini berarti besarnya rasio pemampatan sama pada semua citra uji pada masing-masing level, karena alokasi bit pada masing-masing level juga sama . Tetapi menghasilkan derajat keabuan yang berbeda-beda pada semua citra uji.

4.9. Metode Pemampatan Jpeg

Metode pemampatan kuantisasi yang menghasilkan pemampatan yang terbaik akan dibandingkan dengan metode pemampatan jpeg. Metode pemampatan jpeg merupakan standar pemampatan citra saat ini. Metode pemampatan jpeg merupakan metode pemampatan lossy. Menurut Smith (2003), Metode pemampatan jpeg menggunakan Discrete Cosine Transform dalam memampatkan citra. Sedangkan metode pemampatan kuantisasi menggunakan Red Green Blue atau derajat keabuan dalam memampatkan citra. Citra uji yang akan digunakan untuk dibandingkan dengan metode pemampatan jpeg adalah citra hasil pemampatan metode pemampatan kuantisasi yang terbaik yaitu citra Milan.

Tabel 4.8. Perbandingan metode kuantisasi dengan metode jpeg berdasarkan ukuran file. Metode pemampatan Ukuran (bytes) Nisbah pemampatan ( % ) Kuantisasi

Pengamatan dilakukan terhadap ukuran file dan nisbah pemampatan yang dihasilkan dari masing-masing metode pemampatan. Dari Tabel 4.8. menunjukkan bahwa metode pemampatan jpeg lebih unggul dari pada metode pemampatan kuantisasi. Pengujian terhadap citra Milan menunjukkan bahwa pemampatan citra menggunakan metode pemampatan kuantisasi belum bisa menggantikan metode pemampatan jpeg sebagai standar pemampatan saat ini. Dilihat dari nisbah pemampatan yang dihasilkan, pemampatan citra menggunakan metode pemampatan kuantisasi masih berada di bawah metode pemampatan jpeg.

Metode pemampatan kuantisasi memang kalah dibandingkan metode jpeg dalam hal besarnya ukuran file, tetapi dalam hal kecepatan proses pemampatan metode kuantisasi lebih unggul dibandingkan metode jpeg seperti terlihat dalam Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Perbandingan metode kuantisasi dengan metode jpeg berdasarkan kecepatan proses pemampatan. Metode Jpeg

Metode Kuantisasi (seconds) Citra Uji

Level 3 Bliss

Pada Tabel 4.9. terlihat bahwa metode pemampatan kuantisasi lebih unggul dibandingkan metode jpeg dalam hal kecepatan proses pemampatan. Pada citra Bliss yaitu citra yang memiliki ukuran yang paling kecil telah terlihat perbedaannya, seiring dengan bertambahnya ukuran citra maka semakin lama proses pemampatannya. Metode kuantisasi pada level 1 yaitu level yang memiliki kecepatan paling lambat lebih cepat setengahnya dibandingkan dengan metode jpeg. Sedangkan pada level pemampatan terbaik pada metode pemampatan kuantisasi yaitu level 3 memiliki kecepatan yang lebih baik dari metode jpeg. Jika dilihat pada citra Candi metode jpeg jauh tertinggal dibandingkan pemampatan terbaik pada metode kuantisasi yaitu level 3. Dapat dilihat dari Tabel 4.9. bahwa semakin besar ukuran file, metode jpeg dibandingkan dengan metode kuantisasi level 3 maka metode jpeg akan semakin jauh tertinggal.

Selain unggul dalam hal kecepatan proses pemampatan, metode pemampatan kuantisasi juga unggul dalam hal selisih piksel (rgb) antara citra asli dengan citra hasil pemampatan. Selisih piksel disini menunjukkan perubahan yang terjadi dari citra asli menjadi citra hasil pemampatan dilihat dari intensitas setiap piksel yang ada. Semakin kecil selisih pikselnya maka citra hasil pemampatan Selain unggul dalam hal kecepatan proses pemampatan, metode pemampatan kuantisasi juga unggul dalam hal selisih piksel (rgb) antara citra asli dengan citra hasil pemampatan. Selisih piksel disini menunjukkan perubahan yang terjadi dari citra asli menjadi citra hasil pemampatan dilihat dari intensitas setiap piksel yang ada. Semakin kecil selisih pikselnya maka citra hasil pemampatan

Tabel 4.10. Perbandingan metode kuantisasi dengan metode jpeg berdasarkan selisih piksel antara citra asli dengan citra hasil pemampatan.

Metode Kuantisasi Citra

Metode Jpeg

Level 3 Bliss

Level 1 Level 2

Dari Tabel 4.10. di atas terlihat metode pemampatan kuantisasi lebih unggul dibandingkan dengan metode jpeg. Pada level 3 semua citra hasil pemampatan metode pemampatan kuantisasi lebih unggul dibandingkan metode jpeg. Semakin besar ukuran gambar metode pemampatan kuantisasi semakin terlihat unggul dibandingkan metode jpeg. Dimulai dari citra terkecil ukurannya yaitu citra Bliss metode pemampatan kuantisasi hanya unggul pada level 3 saja, tetapi semakin besar ukurannya metode pemampatan kuantisasi semakin mendominasi, yaitu dimulai dari citra Kabut yang mulai unggul pada 2 level yaitu level 2 dan 3, hal yang sama terjadi pada citra Milan yang juga unggul pada level

2 dan 3, sedangkan pada citra Img1 dan citra Candi metode pemampatan kuantisasi unggul pada semua level. Jadi meskipun metode pemampatan kuantisasi kalah dalam hal ukuran file tetapi metode pemampatan kuantisasi unggul dalam hal kecepatan proses pemampatan dan juga citra hasil pemampatan.

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Diperoleh hasil pemampatan citra dengan ukuran yang minimal dan derajat keabuan yang maksimal dengan metode pemampatan kuantisasi pada level 3.

2. Metode pemampatan jpeg lebih baik dibandingkan metode pemampatan kuantisasi berdasarkan pada ukuran file, metode pemampatan kuantisasi lebih baik dibandingkan metode jpeg berdasarkan pada kecepatan proses pemampatan dan kualitas citra hasil pemampatan yang diketahui dengan cara dihitung selisih piksel antara citra asli dan citra hasil pemampatan.

5.2. Saran

Dalam skripsi ini penulis membahas pemampatan citra yang menghasilkan citra yang mampat dan juga berderajat keabuan tinggi dengan metode pemampatan kuantisasi. Untuk pembahasan selanjutnya dapat digunakan metode pemampatan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA