Kajian kuat tarik belah beton dan modulus runtuh beton ringan metakaolin berserat alumunium pasca bakar

OLEH Anak Agung Ngurah Setiawan NIM : I. 1107516 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Musibah kebakaran pada lingkungan kita sering terjadi terutama pada banggunan – banguna yang kurang memperhatikan faktor keamanan tentang kebakaran sehingga kerugian material maupun psikologi tidak dapat dihindari.

Api kebakaran yang tidak dikendalikan, akan berkembang menurut periode yaitu periode pertumbuhan (growth), periode kebakaran tetap (stedy combustion) dan periode menghilang (decay). Pada periode pertumbuhan suhu yang timbul masih rendah, jarang melebihi 250 0

C. Pada periode pembakaran tetap, suhu meningkat dengan cepat dan dapat mencapai suhu lebih dari 1000 0

C, tergantung pada jenis dan banyaknya bahan yang dapat terbakar. Pada suhu ruangan gedung yang

terbakar, suhu maksimum dapat dicapai adalah sekitar 1200 0 C.

Tingkat kebakaran pada suatu lokasi kebakaran berbeda dengan lokasi yang lainya. Karena banyak faktor yang menentukan dan biasanya lama kebakaran dan tingginya suhu api sangat menentukan kerusakan yang terjadi tingginya suhu dan lamanya kebakaran ini dipengaruhi oleh antara lain :

1. Kualitas serta jenis bahan struktur

2. Pengudaraan ruangan yang terbakar

3. Jenis dan jumlah bahan yang terbakar

4. Sistem struktur yang merupakan portal terbuka atau tertutup

5. Kondisi cuaca 6. Letak gedung yang dilihat dari kemudahan pencapaian mobil pemadam kebakaran

7. Sistem alarm dan pencegahan bahaya kebakaran sendiri Beton merupakan salah satu bahan kontruksi bangunan sipil yang sering digunakan dalam bidang teknik sipil selain kayu, dan baja. Beton mempunyai 7. Sistem alarm dan pencegahan bahaya kebakaran sendiri Beton merupakan salah satu bahan kontruksi bangunan sipil yang sering digunakan dalam bidang teknik sipil selain kayu, dan baja. Beton mempunyai

Disamping memiliki kelebihan diatas, kenyataanya beton sebagai bahan stuktur mempunyai kelemahan, kelemahan beton memiliki berat parameter kubiknya yang cukup besar sehingga membeikan kontibusi pembebenan yang cukup besar pula dan mempunyai kuat tarik yang rendah. Kuat tarik beton hanya sekitar 9%- 51% dari kuat desaknya (Dipohusodo,1999), selain itu beton memiliki sifat yang getas (brittle).

Karena kelemahan yang dimiliki oleh bahan kontruksi ini dicoba dengan membuat beton ringan. Neville (1987) berusaha medapatkan kualitas beton yang lebih baik dengan mempertimbangkan berat beton yang lebih rendah dari beton normal yaitu antara 300-1800 kg/m3, bahan pembuat beton rigan pada umumnya sama dengan pembuat beton normal pada umumnya. Agregat kasar yang menempati 60% dari seluruh komponen bahan pembuat beton ringan direduksi berat jenisnya dengan cara menggantinya dengan artificial light weight aggregate (ALWA) seperti bloated clay , dan crushed brick, atau fly ash coarsed aggregate yang diperoleh dengan pembuatan rotary kiln, batu tulis, sisa bara yang berbusa, dan batu apung (Ali, et.al, 1989).

Selain itu beton ringan dapat ditambah kekuatanya dengan menambah zat additive yang menghasilkan rongga setelah bercampur dengan semen atau menghilangkan aggregat halus dalam beton sehingga membentuk rongga didalam beton. Pada beberapa jenis beton ringan kombinasi cara-cara tersebut dapat dilakukan (Murdock and Brook,1991).Kekuatan beton ringan bisa mencapai 65 Mpa dengan menambah zat admixtures (Koyati etal, 1999)atau lebih. Dari Vincent (2003) yang melakukan penelitian dengan menguji campuran beton lightweight strength (55 MPa),Dir et.al(1984) dengan kuat desak maksimum yang di hasilkan sebesar 60 MPa pada umur satu tahun dan Mediyanto dkk (2004) menguji campuran beton Selain itu beton ringan dapat ditambah kekuatanya dengan menambah zat additive yang menghasilkan rongga setelah bercampur dengan semen atau menghilangkan aggregat halus dalam beton sehingga membentuk rongga didalam beton. Pada beberapa jenis beton ringan kombinasi cara-cara tersebut dapat dilakukan (Murdock and Brook,1991).Kekuatan beton ringan bisa mencapai 65 Mpa dengan menambah zat admixtures (Koyati etal, 1999)atau lebih. Dari Vincent (2003) yang melakukan penelitian dengan menguji campuran beton lightweight strength (55 MPa),Dir et.al(1984) dengan kuat desak maksimum yang di hasilkan sebesar 60 MPa pada umur satu tahun dan Mediyanto dkk (2004) menguji campuran beton

Beton merupakan bahan tahan api, bila terjadi kebakaran dan mencapai titik kritis pertama maka beton mengalami penurunan kekuatan yang di tandai dengan retak ,lepas. Pada bangunan yang megalami kebakaran menggunakan setuktur yang bahannya kebanyakan menggunakan beton dan pasca kebakaran bangunan seringkali tidak layak untuk dipakai

Dari kenyataan di atas , diperlukan studi yang menyeluruh terhadap perilaku beton ringan termasuk kuat tarik belah dan MOR (modulus of reptur) pasca bakar. Salah satu perubahan perilaku yang tidak dapat dinyatakan secara visual adanya pengaruh peningkatan temperatur terhadap perubahan kuat belah dan MOR beton ringan.

Sifat agregat ringan yang porous mengakibatkan tidak kompak, berat jenis agregat ringan lebih kecil dari berat jenis matrik beton ringannya, hal ini mengakibatkan modulus elastisitas agregat ringan juga lebih kecil dari pada matriknya, dan terakhir tingkat kekuatan agregat lebih kecil dari matriknya. Sebagai akibatnya, adalah beton ringan mempunyai kelemahan yang mendasar berkaitan dengan bahan penyusunnya yaitu agregat ringannya.

Perlu diupayakan peningkatan kinerja agregat ringan agar dapat mengimbangi kinerja pasta semennya, tetapi tetap ringan. Pemakaian serat sebagai bahan tambahan pada beton ringan merupakan sebuah solusi sebuah fenomena bahwa beton ringan lebih getas dari beton normal, seperti dilaporkan Mediyanto dkk (2004), bahwa serat – serat dari almunium telah dapat meningkatkan kuat tekan, kuat belah, MOR dengan meningkat kualitas matriknya baik karena proses fiber Perlu diupayakan peningkatan kinerja agregat ringan agar dapat mengimbangi kinerja pasta semennya, tetapi tetap ringan. Pemakaian serat sebagai bahan tambahan pada beton ringan merupakan sebuah solusi sebuah fenomena bahwa beton ringan lebih getas dari beton normal, seperti dilaporkan Mediyanto dkk (2004), bahwa serat – serat dari almunium telah dapat meningkatkan kuat tekan, kuat belah, MOR dengan meningkat kualitas matriknya baik karena proses fiber

Banyaknya penggunaan beton dalam konstruksi membuat upaya penciptaan mutu yang baik, salah satu upaya tersebut dengan penambahan pozolan jenis metakaolin sebagai pengganti sebagian semen dan serat almunium pada beton dimaksudkan akan memperbaiki parameter – parameter mutu beton.

Metakaolin yang digunakan dalam campuran beton memberi konstribusi yang cukup signifikan, baik sifat fisik maupun durabilitasnya (sambowo, 2003). Hal ini terlihat dari kenaikan kuat tekan, modulus elastisitas dan modulus runtuh dari beton dimana metakaolin ditambahkan untuk menggantikan semen sampai kadar optimumnya. Metakaolin selain dapat meningkatkan kekuatan beton, memperkecil permeabilitas, dan meningkatkan kepadatan juga memiliki keunggulan atas pozolan yang lain. Ukuran partikel metakaolin lebih kecil dari semen tetapi lebih besar dari silica fume.

Beton ringan metakaolin dengan penambahan serat aluminium akan diperoleh kombinasi keunggulan, yakni beton yang kuat tekan, modulus elasitas, kuat tarik belah, MOR yang lebih tinggi. Beton ringan metakaolin dengan serat aluminium diharapkan memiliki sifat mekanis dan durabilitas yang meningkat. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui peningkatan yang terjadi pada saat pasca bakar dan setelah perawatan yang didasarkan pada sisa tegangan pada tiap zona penampang akibat temperatur yang dikenakanya dengan menggunakan data-data sifat fisik dan mekanik hasil eksperimen di laboratorium.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan seberapa besar penurunan kekuatan kuat belah dan MOR dari beton ringan

metakaolin berserat almunium akibat proses pembakaran.

1.3 Batasan Masalah

1. Kadar metakaolin 7,5 % dari berat semen.

2. Kadar almunium 0,75 % dari volume total campuran beton dengan panjang 50 mm, lebar 2 m.

3. Semen yang digunakan semen tipe I

0 0 4. Suhu yang digunakan dalam pembakaran 300 0 C, 400 C, 500 C, dan 500 0

C + curing

5. Benda uji untuk pengujian kuat belah berupa silinder dengan dimensi 150 mm x 300 mm. 6. Benda uji yang digunakan untuk uji MOR adalah balok dengan ukuran

panjang 400 mm, penampang 100 x 100 mm 2 .

7. Agregat kasar yang digunakan ALWA ( artificiall lightweight coarse agregat ) sebagai ganti batu pecah.

8. Adukan beton dianggap homogen dan penyebaran serat almunium dianggap merata.

9. Reaksi kimia tidak dibahas

1.4 Tujuan Penelitian

Secara singkat tujuan dari penelitian ini adalah : Mengevaluasi pengaruh suhu dan perawatan terhadap sifat fisik dan mekanik terutama kuat belah dan MOR dari beton ringan metakaolin dan berserat almunium pasca bakar dan setelah mendapat

1. Manfaat Teoritis

· Penambahan konstribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya teknologi beton dan struktur beton

· Mengetahui pengaruh penambahan

metakaolin dan serat almunium terhadap kuat desak dan MOR

2. Manfaat Praktis

· Memberi alternatif komposisi beton dengan bahan pengganti

semen, agregat, dan penambahan serat.

· Mengetahui efek dari pemakaian bahan pengganti sebagai semen

berupa metakaolin dan penambahan

Beton terdiri dari partikel – partikel agregat yang dilekatkan oleh pasta yang terbuat dari semen pozolan dan air, dan setelah beton segar dicorkan ia mengeras sebagai akibat reaksi – reaksi kimia. Eksotermis antara semen dan

air yang membentuk suatu bahan yang padat dan tahan lama (Ferguson, 1991 : 5).

Beton ringan pada dasarnya mempunyai campuran yang sama dengan beton normal pada umumny, namun agregat kasar menempati 60% dari keseluruhan komposisi direduksi berat jenisnya. Reduksi ini dilakukan dengan menggantikannya dengan artificiall light coarse aggregate (ALWA), semisal bloated clay, crushed brichs atau fly ash based coarsed agregat yang diperoleh dengan pembuatan rotary kiln (Ali, et.al, 1989)

Beton ringan juga dapat dilakukan dengan pencampuran aditif yang menghasilkan rongga udara. Setelah bercampur dengan semen atau menghilangkan agregat halus dalam beton sehingga membentuk rongga di dalam beton. Pada beberapa jenis beton ringan kombinsi cara – cara tersebut dapat dilakukan (Murdock and Brook, 1991)

Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air, dan sejumlah serat yang disebar secara random. Ide dasar beton

serat adalah menulangi beton dengan fiber yang disebarkan secara merata ke dalam adukan beton, dengan orientasi random sehingga dapat mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik baik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayashi, 1987).

Beton serat mempunyai kelebihan daripada beton tanpa serat dalam beberapa sifat strukturnya, antara lain keliatan (ductility), ketahanan terhadap beban kejut (impact resistance), kuat tarik dan kuat lentur (tensile and flexural strength ), kelelahan (fatigue life), kekuatan terhadap pengaruh susut (shrinkage), dan ketahanan terhadap keausan (abration) (Soroushian dan Bayashi, 1987).

Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5 dan 500 µm (mikro meter), dan panjang sekitar 25 mm sampai 100 mm. Bahan serat dapat berupa: serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami, bambu, ijuk), serat plastik (polypropylene), atau potongan kawat baja (Tjokrodimuljo, 1996).

Metakaolin adalah pozolan yang terbentuk dari pembakaran mineral kaolin

0 pada suhu kisaran 450 0 – 900

C dan metakaolin akan terbentuk secara

0 sempurna pada kisaran suhu 700 0 – 900

C (RMC Group, 1996)

Metakaolin menekan reaksi alkali – silica, seperti yang terjadi di brasil metakaolin mengurangi penetrasi klorida sehingga resiko terjadi korosi pada beton yang bersentuhan langsung dengan klorida berkurang. Karena efek keuntungan pada kualitas pasta semen metakaolin meningkatkan kuat tekan pada umur 28 hari, daya tahan terhadap abrasi juga meningkat dengan penggunaan metakaolin (Sabir, 2001)

Penambahan serat ke dalam beton akan meningkatkan kuat tarik beton yang pada umumnya sangat rendah. Pertambahan kuat tarik akan memperbaiki kinerja komposit beton serat dengan kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan beton konvesional (As’ad, 2008).

Lebih rinci, keuntungan penambahan serat pada beton adalah pertama, serat terdistribusi secara acak di dalam volume beton pada jarak yang relatif sangat Lebih rinci, keuntungan penambahan serat pada beton adalah pertama, serat terdistribusi secara acak di dalam volume beton pada jarak yang relatif sangat

peningkatan ketahanan pengelupasan (spalling) dan retak pada selimut beton akan membantu penghambatan korosi besi tulangan dari serangan kondisi lingkungan yang berpotensi korosi. Penggunaan serat sintetik akan meningkatkan ketahanan material beton terhadap bahaya api. Secara umum semua keuntungan tersebut akan berarti peningkatan ketahanan struktur bangunan (As’ad 2008).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Fire Resistance

Daya tahan terhadap api didefinisikan sebagai lamanya bahan bertahan terhadap kebakaran standar sebelum titik kritis akhir pertama dicapai. Sifat-sifat baja dan beton akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antaranya adalah suhu. Pada suhu yang sama pada suhu kebakaran, kekuatan dan modulus elasitas berkurang. Selain itu sifat beton pada suhu tinggi dipengaruhi juga (dalam batas tertentu) oleh agregat. Pengaruh agregat karbonat, agregat silikat dan agregat silikat ringan akan memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat-sifat beton dan tulanngan baja selama kebakaran atau pasca bakar (Gustaferro, 1987)

2.2.2 Beton Ringan

Menurut Kardiyono Tjokrodimulyo (1996), beton ringan adalah beton yang mempunyai berat jenis kurang dari 1800 kg/m3 karena pada dasarnya beton normal Menurut Kardiyono Tjokrodimulyo (1996), beton ringan adalah beton yang mempunyai berat jenis kurang dari 1800 kg/m3 karena pada dasarnya beton normal

Beton ringan dapat direduksi dengan kekuatan yang lebih besar dari 30 Mpa dan bahkan high performance dengan penambahan additive yang diperhitungkan. Murdock dan Brook menyebutkan bahkan penulangan beton ringan, sehingga selimut harus ditanbah ketebalanya 10 mm dari pada beton normal yang padat. Hal ini disebabkan beton ringan lebih mudah terkarbonasi dari pada beton biasa. Kekurangan beton ringan yang harus ditingkatkan adalah reduksi kuat tarik beton yang mencapai 30% terhadap beton normal, modulus elastisitas yang berkisar 0,5 -0,7 kali beton normal pada kuat desak yang sama, serta nilai deformasi, penyusutan dan perayapan yang lebih besar dari beton normal. Sehingga untuk memikul beban yang sama diperlukan tulangan tambahan (Murdock dan Brook, 1999; 394-395). Hal ini mengilhami penambahan serat aluminium dan metakaolin dalam penelitian ini karena dari penelitian sebelumnya dapat diprediksi bahwa metakaolin dan serat aluminium akan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap sifat-sifat beton ringan.

2.2.3. Beton Serat

Beton serat didefisinikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air dan sejumlah serat yang disebar secara random. Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random untuk mecegah retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun pembebanan (Sorousian dan bayasi, 1987). Dengan penambahan serat pada beton ringan diharapkan penambahan tulangan untuk memikul beban yang sama padasuatu konstruksi yang dipikul oleh beton normal dapat tergantikan (oleh serat tersebut).

Teori penulangan dalam mekanika retak berdasarkan pada kekuatan dari serat mencakup :

1. Menitik beratkan lekatan dan penjangkaran

2. Memerlukan serat yang kuat dan kaku

3. Retak sepanjang serat

4. Banyaknya kerusakan matrik Zollo (1997) menyatakan bahwa penggunaan serat pada beton bertulang dapat meningkatkan penyerapan energi, daktilitas, mengendalikan retak, meningkatkan sifat defornasi. Serat untuk campuran beton dengan bahan fabrikasi (bahan yang diproduksi bukan untuk difungsikan sebagai serat) terbukti dapat difungsikan sebagai pengganti bahan serat untuk beton, sebagai contoh penggunaan kawat bendrat seperti penelitian yang dilakukan Suhendro (1991). Dalam penelitian ini dipilih serat aluminium. Dengan merujuk dari penelitian sebelumnya tentang penggunaan serat plastik (Alsayed 1998, dan Wibowo, 2002), diharapkan mendapatkan perkuatan beton yang lebih baik sehingga memunculkan jenis beton serat tipe baru, yang berkualitas tinggi, dapat diprabikasi secara mudah dan yang tidak kalah penting berbahan baku murah dan mudah didapat.

Pemakaian serat sebagai bahan tambah pada beton ringan merupakan sebuah solusi atas penomena bahwa beton ringan lebih getas dari pada beton normal, seperti dilaporkan oleh Medyanto dkk, (2004) berdasarkan penelitian tersebut, serat

aluminium dapat meningkatkan kuat tekan, modulus elasitas, Kuat tarik-belah, MOR dan peningkatan kualitas matriknya baik karena proses fiber bridging, dowel aktion, dan aksi kompositnya. Secara rinci penelitin ini menyimpulkan bahwa dari benda uji silinder dan balok beton bertulang adalah beton ringan yang diberi serat aluminium dapat mencapai kuat tekan 33,12 Mpa, Peningkatan berturut-turut; kuat tarik belah MOR kapasitas momen, daktilitas, dan beban retak pertama karena penambahan aluminium adalah sebesar 16,2%, 22,7%, 21,00%, 72,40%, dan 55,60%.

2.2.4. Bahan Penyusun Beton Ringan Berserat Aluminium

Beton ringan berserat aluminium merupakan campuran antara semen portland atau semen hodrolik yang lain, agregat halus, agregat ringan, serat aluminium dan air,

dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat. Dalam penelitian ini, agregat ringan yang dipakai adalah ALWA (Artificial Light Weight coarse Aggregat). Bahan penyusun beton ringan dalam penelitian ini menggunakan agregat ringan berpori yang mempunyai apparent specific grafity rendah di bawah 2,6 seperti tanah liat yang dibakar dan batu apung.

2.2.5. Semen Portland

Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klingker yang terutama yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidolis dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI 1982). Semen ini memiliki sifat adhesive maupun kohesif sehingga mampu merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang rapat dan dapat mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat. Sifat- sifat dari semen yang paling penting adalah mengenai kehalusan butir, waktu ikat awal, panas hidrasi, dan berat jenis semen.

Bahan dasar pembentuk semen portland terdiri dari bahan-bahan yang mengandung kapur, silika, alumina, dan oksida besi. Susunan kimia pada semen portland dapat dilihat pada Tabel 2.1. :

Tabel 2.1. Susunan Unsur Semen Portland Oksida

Persen (%)

Kapur (CaO)

60-65

Silika (SiO2)

17-25

Alumina (Al2O3)

3-8

Besi (FeO2)

0,5-6

Magnesia (MgO)

0,5-4

Sulfur (SO3)

1-2

Soda / potash (Na2O+K2O)

0,5-1

(sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo,1995)

Semen portland dibuat dengan cara menggiling campuran batu kapur, tanah liat / pozzolan dan pasir silika serta pasir besi secara bersama-sama dengan suatu perbandingan tertentu. Kemudian gilingan mentah tersebut dimasukkan kedalam tungku putar dengan panas pembakaran hingga suhu 1300-1450 oC. Setelah dibakar dalam tungku bakar kemudian didinginkan dan terbentuklah klingker. Klingker kemudian ditambahkan gypsum (CaSO4) dan kemudian digiling lagi sehingga menghasilkan semen portland yang berupa bubuk halus yang lolos ayakan 75 mikron ( Soemardi, 1999 ). Semen portland diklasifikasikan dalam lima jenis seperti tercantum pada Tabel 2.2

Tabel 2.2. Jenis-jenis Semen Portland Jenis semen

Karakteristik Umum

Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan Jenis I

persyaratan khusus seperti yang diisyaratkan pada jenis yang lain. Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan

Jenis II ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan Jenis III

persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi. Semen Portland yang dalam penggunaannya menurut panas

Jenis IV hidrasi rendah.

Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut Jenis V

persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.

(sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo,1995)

Dalam penelitian ini akan digunakan semen portland jenis I, karena semen type ini tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.

2.2.6. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk semen hidraulik atau adukan. Fungsinya sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari total volume beton, sehingga kualitas agregat akan sangat mempengaruhi kualitas beton. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda utuh homogen dan rapat. Menurut jenisnya, agregat dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

a. Agregat halus (pasir alami dan buatan), berukuran 0.15 mm hingga 5 mm

b. Agregat kasar (kerikil dan batu pecah), berukuran 5 mm hingga 40 mm Agregat halus maupun agregat kasar berasal dari sumber yang sama, yaitu dari batuan magma pijar yang membeku dan akhirnya membentuk batuan beku dan batuan sedimen. Batuan tersebut mengalami gradasi atau pelapukan menjadi batu pasir. Secara mineralogi penyusun utama dari agregat beton berasal dari numerik kwarsa (SiO2) dan mineral feldspar (jenis paglioclase).

a. Agregat Halus

Agregat halus dalam beton adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh pemecah batu. Agregat halus berperan penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian workability, kekuatan dan keawetan beton, oleh karena itu pemakaian pasir sebagai pembentuk beton harus dipilih secara selektif. Menurut SK SNI 03-2002 bahwa agregat halus dalam beton merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir sebesar 5,0 mm. Batasan susunan butir (gradasi) menurut ASTM C 33-97 tertera pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Batasan Gradasi Agregat Halus Menurut ASTM C.33-97 Ukuran saringan (mm) Prosentase lolos saringan 9,5

(sumber : ASTM C 33-97)

Syarat-syarat agregat sesuai standar PBI 1971/NI-2 Pasal 3.3, adalah sebagai berikut :

1) Agegat halus atau pasir harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir- butir agregat halus harus bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari atau hujan.

2) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5% (ditentukan terhadap berat kering) maka agregat halus harus dicuci.

3) Agregat halus tidak boleh mengandung zat organik yang terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder (dengan larutan NaOH 3%)

4) Agregat halus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam dan melewati ayakan

sebesar 4,75 mm. -Sisa di atas ayakan 4 mm harus minimum 2% berat. -Sisa di atas ayakan 1 mm harus minimum 10% berat. -Sisa di atas ayakan 0.25 mm harus berkisar 80%-95% berat.

5) Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua mutu beton, kecuali dengan petunjuk lembaga lembaga pemeriksaan bahan yang diakui.

Beberapa pemeriksaan untuk mendapatkan kondisi agregat halus yang memenuhi standar antara lain: 1)Pemeriksaan kadar lumpur sesuai dengan standar ASTM C–117–80 dengan kadar

lumpur maksimum 5%.

2)Pemeriksaan specific gravity dan absorbsi air pada pasir sesuai dengan standar ASTM C-128–79. 3)Pemeriksaan analisa saringan sesuai dengan standar ASTM C–33–97.

b. Agraegat Kasar

Pada penelitian ini digunakan agregat kasar berupa ALWA yang diproduksi oleh Badan Peneliti dan Pengembangan Pekerjaan Umum Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia. Agregat ringan buatan ini dibuat dari partikel lempung yang dapat mengembang (expanded clay). Supranggono (1991), dalam Ahmad Khaerun (2004) berpendapat bahwa penggunaan ALWA pada konstruksi bangunan dapat diperoleh beberapa keuntungan, antara lain: 1)Dapat menghemat biaya konstruksi, karena berat jenisnya rendah. 2)Pekerjaan scaffolding dan concrete placement lebih murah dan ekonomis. 3)Bangunan atau konstruksi dengan bentang yang panjang dapat dibuat dengan biaya

yang lebih murah. 4)Biaya transport dan pembuatan elemen pracetak murah dan lebih mudah. 5)Pengaruh daya sekat panas lebih baik pada penggunaan air conditioning sehingga

hemat energi.

2.2.7. Air

Air merupakan bahan dasar penyusun beton yang paling penting dan paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan meyebabkan terjadinya pengikatan antara pasta semen dengan agregat, sedangkan fungsi lain sebagai bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Secara umum air yang dapat digunakan dalam campuran adukan beton adalah air yang apabila dipakai akan menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90 % dari beton yang memakai air suling. Sedangkan saat beton mengeras air digunakan untuk curing (perawatan). Syarat air yang bisa digunakan dalam beton adalah air yang memenuhi syarat sebagai air minum, sedangkan air yang mengandung zat kimia, garam, asam tidak diperbolehkan karena akan mengurangi kekuatan beton dan merubah sifat-sifat beton.

Contoh air yang mengandung zat kimia adalah air laut dan air buangan industry. Air laut pada umumnya mengandung garam, sodium kloroda, magnesium sulfat. Air buangan industri biasanya juga mengandung asam atau alkali. Zat-zat tersebut dapat mengurangi kekuatan beton hingga 20 %. Oleh karena itu kedua jenis air tersebut sebaiknya tidak digunakan untuk campuran adukan beton. Agar tetap dalam kondisi basah, beton perlu ditutup dengan kain goni basah atau

direndam dalam air selama periode waktu tertentu (± 14 hari) sehingga penguapan yang berlebihan dapat dicegah. Apabila terjadi penguapan yang berlebihan, maka air yang diperlukan untuk proses hidrasi berkurang dan hal ini akan mengurangi kekuatan beton. Penguapan juga dapat menyebabkan terjadinya retak akibat adanya tegangan tarik akibat penyusutan. Dengan demikian perawatan yang baik terhadap beton akan memperbaiki beberapa segi dari kualitasnya.

2.2.8. Serat Aluminium

Pada penelitian ini menggunakan bahan tambah berupa serat aluminium. Berdasarkan penelitian beton ringan berserat aluminium oleh Mediyanto, 2003 beberapa sifat dan perilaku beton dapat diperbaiki setelah penambahan serat adalah:

a. Kekuatan terhadap beban kejut (impact).

b. Sifat daktilitas beton.

c. Ketahanan terhadap keausan (abrasion).

d. Kekuatan geser beton. Keunggulan inilah yang dijadikan dasar dalam pemilihan serat aluminium sebagai bahan tambah beton ringan struktural selain dikarenakan serat aluminium memiliki unit densitas yang lebih rendah dari serat baja. Karakteristik serat aluminium yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ukuran panjang 50 mm, lebar 2 mm, berat jenis sekitar 2,12 t/m3, dengan variasi prosentase campuran maksimal 0,75% dari volume adukan beton.

2.2.9. Superplasticizer (Sika Viscocrete 5)

Penelitian ini menggunakan bahan tambah (superplasticizer) yaitu Sika Viscocrete 5. Sika Viscocrete 5 merupakan superplasticizer untuk beton dan mortar, digunakan untuk menghasilkan beton tingkat flowability yang tinggi. Sika Viscocrete 5 antara lain digunakan pada beton mutu tinggi (High Performance Concrete), beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete), beton massa (Mass Concrete), dan beton yang menuntut workability time lebih lama karena perjalanan jauh. Adapun spesifikasi (technical data) dari Sika Viscocrete 5 dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4. Technical Data Sika Viscocrete 5

Basis Aqueous solution of modified polycarboxylate Appearance

Turbin Liquid

Storage/Shelf Life In upened, undamage original container, protected from direct sunlight ang frost at temperature between +5 0 C and

C, shelf life is at least 15 mouths from date production Packaging

+35 o

Non returnable 180 Kg drums. Supply in containers or tanktrucks possible on demand

(Sumber: PT. SIKA NUSA PRATAMA) Pengaruh Temperatur Tinggi pada Beton Kebakaran hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combusuble material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilka panas. Panas pada pembakaran ini diteruskan pada beton dengan berbagai macam mekanisme yaitu : Secara radiasi, pancaran panas diterima oleh permukaan beton hingga permukaan beton menjadi panas, Pancaran panas akan sangat potensi jika suhu sumber panas terlalu tinggi. Panas konveksi, selama pembakaran terjadi tiupan angin /udara melewati sumber panas. Udara ini bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton hingga beton

menjadi panas. Bila tiupan angin menjadi kencang maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi makin banyak. Setelah permukaan beton meneriama panas atau kalor, mengakibatkan suhu permukaan beton lebih tinggi dibanding suhu bagian dalam beton. Adanya beda suhu di dalam masa beton mengakibatkan terjadi perambatan panas secara konduksi (penghantaran) Tingakat kebakaran pada suatu lokasi kebakaran berbeda dengan lokasi yang lainya. Karena banyak faktor yang menentukan dan biasanya lama kebakaran dan tingginya suhu api sangat menentukan kerusakan yang terjadi tingginya suhu dan lamanya kebakaran ini dipengaruhi oleh :

a.Kualitas serta jenis bahan struktur b.Pengudaraan ruangan yang terbakar c.Jenis dan jumlah bahan yang terbakar d.Sistem struktur yang merupakan portal terbuka atau tertutup e.Kondisi cuaca

f.Letak gedung yang dilihat dari kemudahan pencapaian mobil pemadam kebakaran g.Sistem alaram dan pencegahan bahaya kebakaran sendiri Api kebakaran yang tidak dikendalikan, akan berkembang menurut periode yaitu periode pertumbuhan (growth), periode kebakaran tetap (stedy combustion) dam periode menghilang (decay). Pada periode pertumbuhan suhu yang timbul masih rendah, jarang melebihi 250 0

C. Pada periode pembakaran tetap, suhu meningkat dengan cepat dan dapat mencapai suhu lebih dari 1000 0

C, tergantung pada jenis dan banyaknya bahan yang dapat terbakar. Pada suhu ruangan gedung yang terbakar, suhu maksimum dapat dicapai adalah sekitar 1200 0

C sedangkan suhu rata-rata dalam

0 ruangan tersebut adalah 800 0 C – 900 C.

2.2.10. Kuat Belah Beton Ringan

Nilai kuat desak dan nilai tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha perbaikan mutu kekuatan desak hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Suatu perkiraan kasar nilai kuat tarik beton normal hanya berkisar antara 9%-15% dari desaknya.Suatu nilai pendekatan umumnya dilakukan dengan menggunakan modulus of rupture yang dikenal kuat lentur yaitu tegangan tarik beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos sebagai pengukur kuat tarik sesuai teori elasitas. Kuat tarik beton juga ditentukan melalui pengujian split Cylinder yaitu pembelahan silinder-silinder oleh suatu desakan kearah diameternya untuk mendapatkan besaran kuat tarik belah, umumnya memberikan hasil yang lebih baik dan mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya (Dipohusodo, 1999).

Pengujian kuat belah beton menggunakan benda uji silinder 15 cm dan tinggi 30 cm, diletakkan arah memanjang di atas alat penguji kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbalah jadi dua bagian dari ujung ke ujung.

Penganbilan data beban maksimum yang diberikan ( P ) pada sisi silinder beton ( π.D.L) diambil pada saat terjadi pembebanan maksimum yang diberikan ( P ), kekuatan belah dapat dihitung berdasarkan :

P fst =

A ð .D.L

A=

2P fst = ð .D.L

Dimana : fst = kuat tarik belah beton (N/mm 2 )

P = beban maksimum yang diberikan ( N )

D = diameter silinder (mm)

L = panjang silinder (mm)

PP

Silinder Bet on

D= 150 m m

D150m m

L= 30m m

Gambar 2.1. Pengujian kuat tarik belah

2.2.11. MODULUS OF RUPTURE

Modulus of rupture diukur dengan menguji balok polos berpenampang bujur sangkar

10 x 10 x 40cm dan di bebani di titik-titik sepertiga bentang hingga gagal (ASTM C-

78) modulus of rupture mempunyai nilai yang lebih tinggi disbanding kuat belah.

ACI menetapkan nilai 7,5 f , c untuk modulus of rupture beton normal. Beton ringan pada umumnya mempunyai kuat tarik lebih rendah disbanding dengan beton normal (Nawy,2001)

Modulus of rupture merupakan kuat tarik maksimum yang secara teoritis dicapai pada serat bagian bawah dari sebuah balok benda uji (Neville, 1997). Nilai dari modulus of rupture bergantung poada dimensi balok uji dan susunan beban. Untuk memeroleh nilai modulus of rupture digunakan metode third poit loading.

Metode ini menghasilkan momen yang konstan antara titik beban hingga sepertiga dari titik bentang balok ditentukan sebagai tegangan maksimum dimana pada bagian tersebut retakan terjadi. Benda uji berupa balok dengan ukuran 10 x10 x 40 cm.

Pengujian dilakukan pada umur 28 hari. Balok dibebani pada salah satu sisi dimana beban diletakkan simetris diatas benda uji. Balok diuji dengan pertambahan kecepatan dalam pemberian tegangan pada serat bagian bawah yaitu antar 0,02 dan 0,1 Mpa/s (2,9 dan 1,45 psi/s) Kecepatan pembarian tegangan yang lebuih rendah diterapkan untuk beton yang kekuatanya rendah dan kecepatan yang tinggi untuk beton yang berkekuatn tinggi.

Pengujian ini dengan standart C-78, yaitu pengujian kuat tarik lentur dengan beban berbagi dua yang bekerja pada suatu penampang balok dengan titik yang menjadi 3 bagian daerah, separti terlihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Pembebanan benda uji lentur

Secara sederhana pembebanan di atas dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 diagram bidang geser dan bidang momen

Besar momen yang dapat mematahkan benda uji adalah akibat beban maksimum dari mesin pembebanan dengan mengabaikan berat sendiri dan gravitasi dari benda uji. Besarnya tegangan modulus of rupture (MOR) dihitung dengan persamaan berikut :

Momen maksimum = 1Px L

Dengan :

P = beban maksimum

L = Panjang beban

Secara umum nilai modulus of rupture dapat dihitung dengan persamaan dibawah

2 Px L PL 3 = MOR = 1 bh 2 bh 2

Dimana :

MOR = modulus of rupture (Mpa)

P = Beban maksimum pada balok benda uji (N)

Lb = Panjang bentang balok (mm)

b = Lebar balok benda uji (mm)

h = Tinggi balok benda uji (mm)

Pada pengujian kuat lentur berdasarkan ASTM C-78 akan terjadi 3 macam tipe kemungkinan patah pada balok benda uji sebagai berikut :

a. Patah pada 1 bentang bagian tengah

Gambar 2.4 Letak patah balok tipe 1

Pada keadaan ini balok uji patah pada bagian tengah (antara B dan C ) dan patahnya diakibatkam oleh momen yang paling maksimum. Besarnya modulus of rupture dapat dihitung berdasarkan persamaan dibawah :

MOR = modulus of rupture (Mpa)

P = Beban maksimum pada balok benda uji (N)

Lp = Panjang bentang balok (mm)

b = Lebar balok benda uji (mm)

h = Tinggi balok benda uji (mm)

b. Patah pada bentang antara A-B atau C-D

Gambar 2.5 Letak patah balok tipe 2

Apabila balok patah pada bentang A-B atau C-D dengan jarak letak patah tidak lebih dari 5% panjang bentang, kondisi ini masih dapat diperhitungkan dan balok uji dapat Apabila balok patah pada bentang A-B atau C-D dengan jarak letak patah tidak lebih dari 5% panjang bentang, kondisi ini masih dapat diperhitungkan dan balok uji dapat

1 ax P

MOR = M = 2 = 3aP 2 W 2 1 bh bh

MOR = modulus of rupture (Mpa)

P= Beban maksimum pada balok benda uji (N)

A = Jarak rata-rata letak patah dari perletakan (mm)

Lb = Panjang bentang balok (mm)

b = Lebar balok benda uji (mm)

h = Tinggi balok benda uji (mm)

c. Patah pada bentang antara A-B atau C-D

Gambar 2.6 Letak patah balok tipe 3

Apabila balok patah pada bentang A-B atau C-D dengan jarak letak patah dari B atau C lebih besar dari 5% panjang bentang. Maka kondisi ini tidak dapat diperhitungkan kembali dan benda uji tidak dapat dipakai.

Apabila kebakaran yang tidak dikendalikan akan berkembang menurut tiga periode Yaitu periode pertumbuhan (growth), periode pembakaran tetap (steady combustion) dan periode menghilang (decay). Pada periode pertumbuahan suhu yang timbul masih rendah, jarang melebihi 250 0

C. Pada periode pembakaran tetap, suhu meningkat dengan cepat dan dapat mencapai suhu lebih dari 1000 0

C, tergantung pada jenis dan banyaknya bahan yang dapat terbakar. Pada suatu ruangan gedung terbakar, suhu maksimum yang dapat dicapai adalah sekitar 1200 0

C, sedangkan suhu rata-rata dalam

0 ruangan tersebut adalah 800 0 C-900

C, periode menghilang dimulai jika seluruh bahan sudah mulai terurai secara kimiawi.

Menurut Al-Mutairi dan Al-Saleh, 1997 (dalam Raharjo, 2002), beton dalam lingkungan beban temperature yang sangat tinggi akan mengalami hal-hal sebagai berikut :

a. Kuat desak akan sangat berkurang pada temperature di atas 300 0 C. b. Kekuatan tarik akan langsung berkurang dan akan berangsur-angsur

berkurang dengan semakin meningkatnya temperature panas. c. Warna beton akan berubah sejalan dengan perubahan temperature, yang mana

perubahan warna ini sangat tergantung dari jenis agregat. d. Perbadaan sifat termal antar semen dan agregat menimbulkan tegangan geser

internal.

e. Perubahan panas dalam inti beton yang terpanaskan mengakibatkan kerusakan pada kohesi antara agregat dan semen dalam bentuk retakan yang kemudian diikuti dengan fenomena disintegrasi struktur beton.

f. Pelepasan elemen beton (spalling). g. Pelepasan peledakan (explosive spalling) dalam 30menit pertama eksposur

pada panas yang berlebihan.

h. Pengelupasan (sloughing-off) yang merupakan pemisahan bertahap yang tidak membahayakan yang terjadi pada balok dan kolom pada tempertur rendah.

i. Retakan beton yang terbagi dalam retakan ringan atau retak rambut dan retak lebar atau besar.

j. Pada temperature sampai 300 0

C beton akan mengalami pengurangan

kandungan air yang mengakibatkan pengurangan sedikit tertahap kemampuan menahan desak.

k. Pada temperature diatas 600 0

C beton menjadi warna putih keabu-abuan, sedangkan di atas 900 0

C warna beton menjadi lebih buram. Dalam kondisi

kedua tempertur tersebut beton telah menjadi lemah dan rapuh (brittle). l. Perilaku beton pada tempertur yang tinggi dalam hal-hal tertentu tergantung pada jenis agregat yang dikandung. Jenis beton ringan akan mengalami kerusakan akibat panas api yang tinggi, berupa pelemahan permukaan beton.

Secara umum beton merupakan material bangunan yang memiliki ketahanan terhadap api/panas yang lebih baik disbanding dengan jenis material yang lain, seperti kayu atau baja. Selain keunggulan tersebut beton juga relative lebih mudah untuk diperbaiki karena kehilangan kekuatan beton akibat dehidrasi dapat terbatas pada lapisan permukaan.

2.2.12. Sifat - Sifat Beton pada Temperatur Tinggi

Sifat dari bahan beton pada temperatur tinggi dipengaruhi oleh jenis agregat yang digunakan pada campuran beton. Beberapa agregat yang digunakan pada campuran beton dapat mengalami perubahan sifat kimiawi pada temperature yang tinggi

Dari pengalaman penglihatan dapat juga diperkirakan suhu yang pernah dialami oleh beton. Warna beton yang terbakar dapat menunjukkan tingkat kebakaran.

Perubahan warna permukaan beton yang dipanaskan dipengaruhi temperatur karena kandungan logam. Hubungan antar suhu, warna dan kondisi beton disajikan dalam table 2.9

Tabel 2.5 Hubungan antar suhu warna da kondisi beton terbakar Suhu

Warna

Kondisi beton

0 0 0 C – 300 C Normal Tidak mengalami penurunan kekuatan

0 300 0 C – 600 C Merah jambu Mengalami penurunan kekuatan

0 600 0 C – 900 C Putih keabu-abuan Tidak mempunyai kekuatan lagi

>900 0 C Kuning muda Tidak mempunyai kekuatan lagi

(Sumber : Nugraha 1989)

Perubahan warna dapat memberikan perkiraan suhu bakar, dan kekuatan beton residu. Perubahan warna beton dari abu-abu tua (normal) ke merah muda-merah bata bila 0 terbakar pada suhu 300 0 C – 600

C, beton mengalami penurunan kekuatan 0-50%.

0 Warna abu-abu terjadi pada beton pasca bakar 600 0 C – 900 C dan sisa kekuatan 50- 15% (Neville, 1977 -440).

Dari penelitian Maholtra (1982), disebutkan ada tiga sifat beton yang terpenting dalam berhubunga dengan meningkatanya tempertur yaitu sifat fisik, mekanik dan termal.

a. Sifat fisik Akibat pertama dari pemanasan beton adalah menguapnya air ke permukaan melalui saluran-saluran kapiler, jika tempertur beton lebih dari 100 0

C. Hilangnya kelembaban akan akan meyebabkan kepadatan beton sedikit berkurang tetapi hal ini dapat diabaikan .

Beton akan mengalami retak atau kehilangan kekuatan bila dipanasi sampai suhu 250 0

C, karena senyawa C-S-H terhidrasi pada suhu tinggi serta tidak ada kesesuaian antara perubahn volume agregat dan pasta semen. Perbedaan koefisien C, karena senyawa C-S-H terhidrasi pada suhu tinggi serta tidak ada kesesuaian antara perubahn volume agregat dan pasta semen. Perbedaan koefisien

Hasil penelitian

kenaikan temperature mengakibatkan penurunan kuat desak beton. Pada beton dengan agregat alami 0 terjadi kenaikan kuat desak pada temperature 200 0 C- 300

C, tetapi kuat desak pada temperature 400 0

C tidak lebih dari 90% dari kuat desak normalnya dan kuat tekan pada tempertur 700 0

C tidak lebih dari 30% kuat tekan normalnya. Penurunan drastis juga akan terjadi pada tegangan lenturnya. Beton dengan

agregat alami sangat lentur pada temperatur 400 0 C tidak lebih dari 30% tegangan lentur normal.

c. Sifat termal Thermal ceductivity adalah keadaan kondisi beton dalam kondisi kering. Thermal ceductivity beton ditentukan oleh factor-faktor antar jenis agregat porositas beton dan kadar kelembaban. Peningkatan suhu beton menyebabkan keluarnya air yang terkandung di dalam pori-pori beton. Indikator secara fisis pasca baker (pasca reaksi kebakaran) akan memberikan cirri bahwa beton tersebut sangat porous. Hal ini disebabkan keluarnya air-air kristal dari fasa mineral untuk kebakaran yang hebat diperkirakan mempunyai suhu permukaan beton yang tinggi dan fenomena ini memungkinkan terjadinya reaksi dekomposisi dari massa semen dan hidrasi sangat besar.

3. 1. Tinjauan Umum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Metode ini dapat dilakukan di dalam ataupun di luar laboratorium. Dalam penelitian ini akan dilakukan di dalam laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan suatu pengujian terhadap berapa sempel dan model elemen struktur terhadap kuat belah dan MOR pada beton ringan berserat aluminium.

3. 2. Benda Uji

Tabel 3.1. Jumlah dan ukuran penampang balok uji untuk kuat belah

Panjang Penampang Volume serat

3 (uji tarik belah) tanpa pembakaran Alumunium 0 3 (uji tarik belah) pembakaran 300 C

Dan 0 3 (uji tarik belah) pembakaran 400 C 7,5% 0 3 (uji tarik belah) pembakaran 500 C

Metakaolin 0 3 (uji tarik belah) pembakaran 500 C

+ curing

Tabel 3.2. Jumlah dan ukuran penampang balok uji MOR

Panjang

Penampang Volume serat

kode balok 2 Jumlah

3 (MOR) tanpa pembakaran Alumunium 0 3 (MOR) pembakaran 300 C

Dan 0 3 (MOR) pembakaran 400 C 7,5% 0 3 (MOR) pembakaran 500 C

Metakaolin 0 3 (MOR) pembakaran 500 C + curing

3. 3. Alat-alat yang digunakan

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Struktur Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta, sehingga menggunakan alat-alat yang terdapat pada laboratorium tersebut. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

1. Timbangan

a. Timbangan Digital. b. Timbangan “Bascule” merk DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,1 kg.

2. Alat bantu

a. Cetok semen, digunakan untuk memasukkan campuran repair mortar ke cetakan.

b. Gelas ukur kapasitas 1000 ml, digunakan untuk menakar air yang akan dipakai dalam campuran repair mortar.

c. Ember untuk tempat air dan sisa adukan.

3. Termometer Termometer digunakan untuk mengukur suhu disekitar benda uji selama pengamatan dilakukan.

4. Mannometer Manometer digunakan untuk mengukur kelembaban benda uji selama pengaman dilakukan.

5. Ayakan dan mesin penggetar ayakan

Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk “Controls” Italy dengan bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan yang tersedia adalah 75 mm, 50 mm, 38.1 mm, 25 mm, 19 mm, 12.5 mm, 9.5 mm, 4.75 mm, 2.36 mm,1.18 mm, 0.85 mm, 0.30 mm, 0.15 dan pan.

6. Conical mould Conical mould dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 20 cm, tinggi 30 cm lengkap dengan tongkat baja yang ujungnya ditumpulkan dengan ukuran panjang 60 cm, diameter 16 mm digunakan untuk menguji agregat halus sudah dalam keadaan SSD atau belum.

7. Kerucut Abrams Kerucut abrams dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm, diameter bawah

20 cm, tinggi 30 cm lengkap dengan tongkat baja penusuk dengan ukuran panjang 60 cm, diameter 16 mm digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton.

3. 4. Tahap dan Prosedur Penelitian

Sebagai penelitian ilmiah, penelitian ini dilaksanakan dalam sistematika dengan urutan yang jelas dan teratur agar hasil yang didapat baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian ini dibagi beberapa tahapan, yaitu :

1. Tahap I ( Tahap Persiapan ) Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.

2. Tahap II ( Uji Bahan ) Tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat kasar, agregat halus, serat almunium, metakaolin, semen, dan air yang akan digunakan. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui sifat dan kataristik bahan tersebut. Selain itu juga untuk mengetahui apakah bahan uji tersebut memenuhi syarat atau tidak

3. Tahap III ( Tahap Pembuatan Benda Uji ) Pada tahap ini dilaksanakan pekerjaan sebagai berikut :

a. Penetapan campuran adukan beton ringan dan beton ringan berserat.

b. Pembuatan adukan beton ringan dan beton ringan berserat..

c. Pemeriksaan nilai slump.

d. Pembuatan benda uji.

4. Tahap IV ( Tahap Perawatan Benda Uji / Curing ) Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada

tahap III. Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji mulai hari pertama pembuatan benda uji selama 24 jam.

5. Tahap V ( Tahap Pengujian ) Pada tahap ini langsung diadakan pengujian kuat tarik belah dan MOR terhadap sebagian benda pada suhu kamar 25 0

C setelah beton mencapai umur

0 0 0 28 hari dan sebagian di bakar pada suhu 300 0 , 400 , 500 dan 500 +curing. setelah pembakaran selesai langsung diadakan pengujian kuat tarik belah dan

MOR pada sample yang terbakar.

6. Tahap VI ( Analisa Data )

Pada tahap ini data yang diperoleh dari hasil pengujian lalu dianalisis untuk mendapatkan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.

7. Tahap VII ( Kesimpulan ) Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan berdasarkan data yang telah dianalisis yang berhubungan langsung dengan tujuan penelitian.

Tahap-tahap penelitian ini dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir sebagai berikut :

Persiapan

Tahap I

Semen Metakaolin

Serat

Agregat

Agregat Air

almunium

Halus