APLIKASI 1 METHYLCYCLOPROPENE 1 MCP DAN

Mira Suprayatmi 1), Purwiyatno Hariyadi 2), Rokhani Hasbullah 3),
Nuri Andarwulan 4) dan Bram Kusbiantoro 5)
1)
2)., 4)
3)

#
5)

$

! "
! "
%

Kematangan buah&buahan klimaterik perlu dikendalikan agar mutu buah ketika dikonsumsi tetap dalam
keadaan prima. Salah satu gas yang dapat memblok reseptor etilen dalam proses pematangan adalah &
'" ("(
(1&MCP). Penelitian ini bertujuan untuk mengendalikan tingkat kematangan pisang
ambon melalui penerapan & '" ("(
(1&MCP) dan atau etilen pada suhu ruang (20–25 oC).

Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penundaan perubahan&perubahan fisiologis buah pisang ambon
akibat pengaruh 1&MCP. Pemberian etilen (100 ppm) mempercepat kematangan buah dimana indeks
kematangan 6 tercapai pada hari ke&10 penyimpanan. Pemberian etilen dan kemudian 1&MCP (0.5 / l/l)
mampu menunda kematangan hingga 18 hari, namun mengalami penurunan kualitas. Sedangkan pemberian
1&MCP dan kemudian etilen mampu menunda kematangan hingga 35 hari dengan mutu yang masih dapat
diterima konsumen, demikian juga pada pemberian 1&MCP tanpa pemberian etilen. Penggunaan 1&MCP
cukup potensial dalam memperpanjang masa simpan buah pada suhu ruang pada pisang yang dipanen pada
tingkat kematangan yang optimal.
: &

'" ("(

(1&MCP), etilen, pisang ambon, kematangan

The maturity of climacteric fruits require to be controlled to have the best eating quality. One of applicable
gas to block the ethylene receptor which can prolong maturation is 1&methylcyclopropene (1&MCP). This
research aims to study the maturation time and change of banana quality after the application of 1&
methylcyclopropene (1&MCP) and or ethylene in room temperature (20&25 oC). The result indicates that
physiological change of ambon banana was postponed during maturation due to the application of 1&MCP.
Banana treated with ethylene (100 ppm) showed the fastest maturation, reached the maturity index of 6

after 10 days storage. When ethylene is applied before 1&MCP (0.5 / l/l), the maturity reached after 18
depository days, the same duration as control treatment. At this phase the eating was decrease, as indicated
by less aroma, less sweetness, softer texture and having water. In contrast, when ethylene was applied after
treatment of 1&MCP, its maturity delayed until 35 depository days. This result is equal to banana which is
treated by 1&MCP only. The result indicated that 1&MCP is potential enough to delay maturation of ambon
banana in room temperature with acceptable eating quality. Thereby, it is possible to harvest banana at
optimal maturity.
!"#$ : &

'" ("(

( 1&MCP), ethylene, ambon banana, maturity.

Selama pasca panen pisang mengalami beberapa perubahan fisiko kimia yang
mempengaruhi kualitas. Perubahan&perubahan yang terjadi antara lain pada warna kulit, susut
bobot, kekerasan,
%
, kadar gula dan total asam (Mitcham
., 1996).
Perubahan&perubahan tersebut akibat adanya proses&proses fisikokimia yang terjadi selama proses

pematangan. Adanya ketidakseragaman umur panen kadang menjadi kendala keseragaman
kematangan. Untuk menyeragamkan kematangan tersebut, dipacu dengan oleh etilen (Satuhu,
2004). Akan tetapi setelah pisang dipacu kematangannya, umur simpannya menjadi lebih
pendek. Di sisi lain pisang termasuk buah klimaterik dimana perubahan&perubahan fisikokimia
akan terjadi dengan cepat pada fase klimaterik. Masa simpan pisang yang telah mencapai fase
klimaterik relatif singkat. Mengatasi masalah tersebut maka diperlukan teknik pengendalian
masa simpan dengan menghambat perubahan fisikokimia yang terjadi.
Salah satu teknologi pasca panen beberapa komoditi hortikultura yang kini sudah mulai
diterapkan di beberapa negara adalah penggunaan 1&metilcyclopropena (1&MCP).
Beberapa
penelitian terakhir menyatakan bahwa 1&MCP mempunyai pengaruh menghambat kerja etilen
dari berbagai buah diantaranya; strawberi, apel, pisang
', buah pir, nenas, alpukat,
tomat (Blankenship dan Dole, 2003 ), sayur dan rempah daun Asia (Thomson
, 2003) dan
kini di USA tengah berlangsung penelitian yang intensif antar instansi terkait (2003&2008)
terhadap komoditi apel (Seems, 2003).
Penemuan 1&MCP ini dilatarbelakangi penelitian yang dilakukan oleh Sisler dan
Blankenships (1996). Sementara 1&MCP adalah suatu senyawa volatil (C4 H6 ) turunan
("(

yaitu suatu ("( (
) (Sisler and Serek, 1997), yang memiliki kemampuan
memblokir etilen untuk mengirim sinyal&sinyal pematangan. Kemampuannya 1&MCP berikatan
dengan reseptor 10 kali lebih besar dari etilen. Di sisi lain 1&MCP dapat aktif pada konsentrasi
rendah (rata&rata 100&1000 nl/l atau ppb). Dalam profil toksikologi yang dikemukakan
*
(
+ (",* + dalam 40 CFR. Aturan ini disahkan dalam FFDCA ( '
( +( , . (
/01
/023 yang diamandemenkan oleh FQPA
( ' 4
"
(
+(
% ($
0/& 50). dinyatakan bahwa 1&MCP termasuk
yang rendah toksisitasnya bahkan tidak toksik, tidak mutagenik, tidak memiliki efek pada
jaringan, tidak menimbulkan iritasi (**
)(

), sehingga EPA menyimpulkan 1&MCP
sebagai senyawa non&toksik yang tidak berbahaya dan aman termasuk bagi bayi atau anak&anak.
Pada penelitian terdahulu, aplikasi 1&MCP umumnya dilakukan pada penyimpanan
dengan suhu dingin. Hal ini kurang sesuai dengan kondisi di Indonesia saat ini. Petani di
Indonesia belum banyak menggunakan penyimpanan dengan suhu dingin pada pascapanen buah
karena fasilitas pendingin masih relatif mahal. Menurut Jiang
(1999), 1&MCP dapat pula
diaplikasikan pada suhu ruang (20&25 oC ).
Penelitian yang dilakukan bertujuan mengkaji aplikasi 1&MCP dan etilen pada buah
pisang ambon untuk mengendalikan tingkat kematangan pada suhu ruang (20–25 oC).

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah buah pisang ambon dari petani
pengumpul di daerah Ciawi Bogor. Bahan utama lain yang digunakan adalah 1&MCP yang
diperoleh Rohm and Haas Co. Netherland dengan nama dagang SmartFreshTM serta bahan kimia
lain sebagai pereaksi pada beberapa analisa kimia.
Alat yang digunakan yaitu, chamber gelas kedap udara berukuran 75 x33x 30 cm3 yang
dilengkapi pula blower
untuk perlakuan 1&MCP dan
etilen, Sun Rheometer !&


600 7 89 +7 00 untuk mengukur kekerasan, Chromameter Minolta CR&300 nilai warna,
total padatan terlarut dengan refraktometer 0&60 % TSS, total asam dengan titrasi dan indeks
kematangan berdasarkan indeks warna Ditjen BP2HP, Dep. Pertanian (2003).
Persiapan 1& MCP dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung volume ruang yang
digunakan untuk ekspose 1&MCP serta berat pisang yang akan diberi perlakuan. Serbuk 1&MCP
3.3 % (gas yang enkapsulasi dengan α&cyclodekstrin, Rohm and Hass Co.) ditimbang sesuai
dengan kadar gas 1&MCP yang akan diekspose dalam volume ruang tertentu serta volume pisang
yang akan terkena kontak 1&MCP. Kemudian serbuk 1&MCP terenkapsulasi dimasukkan ke
dalam sebuah vial (botol kecil), ditambahkan 2&5 ml air (ratio 4:1 thd berat 1&MCP) untuk
melarutkan α&cyclodekstrin dan membebaskan gas 1&MCP. Botol ditempatkan di tengah kotak
kaca ((' % ) berukuran 75 x33x 30 cm3 yang dilengkapi pula blower untuk mensirkulasi gas.
Pada saat kontak air dengan serbuk 1&MCP, (' % segera ditutup rapat dengan bantuan wax
(lilin) kemudian disimpan di suhu 20 oC, selama 24 jam. Untuk menjaga agar tidak terjadi
respirasi anaerob, pengisian pisang harus disesuaikan dengan volume kotak yaitu
memperhitungkan laju kecepatan pembentukan CO2 maksimum dari literatur. Kandungan CO2
selama penyimpanan diperkirakan tidak lebih dari 5&7%.
Pada penelitian ini konsentrasi 1&MCP yang digunakan adalah 0.5 /l/l yang merupakan
konsentrasi optimum dari tahap sebelummya. Perlakuan terdiri dari : (1) Pisang yang diekspose
1&MCP 0.5 /l/l selama 24 jam% 1 hari kemudian diberi etilen 100 ppm dan diperam selama 24
jam, (2) Pisang hanya diekspose 1&MCP 0.5 /l/l selama 24 jam, (3) Pisang diberi etilen 100 ppm

diperam selama 24 jam, 1 hari kemudian diekspose 1&MCP 0.5 /l/l selama 24 jam% (4) Pisang
hanya diberi perlakuan etilen 100 ppm, diperam selama 24 jam dan (5) sebagai kontrol tanpa
diberi perlakuan apa pun, pisang dibiarkan matang dengan sendirinya. Semua pisang disimpan
pada suhu 20&25 oC. Rancangan percobaan pada periode penyimpanan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan dua ulangan untuk masing&masing perlakuan.
Pengamatan yang dilakukan pada tahap dua adalah perubahan mutu pada tiap indeks
kematangan yaitu : warna kulit pisang dengan chromameter, susut bobot dengan neraca, kadar air
dengan oven, kekerasan dengan Rheometer, total padatan terlarut dengan refraktrometer, total
asam, total gula pereduksi dan kadar pati dengan titrasi. Pengamatan&pengamatan tersebut
dilakukan selama penyimpanan dengan selang waktu berdasarkan perubahan indeks kematangan
(warna). Pengamatan lain pada saat pisang mencapai indeks kematangan 6, adalah pengujian
organoleptik pisang dengan atribut mutu warna, rasa manis, aroma khas pisang dan kekerasan.
Data pengujian fisik dan kimia dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan Uji beda Duncan
menggunakan program SAS vers 8.1. Uji organoleptik dengan uji&t.

# & ' ()
Pemberian 1&MCP dikombinasikan dengan pemberian etilen menunjukkan perubahan&
perubahan sifat fisik dan kimia yang berbeda pada tingkat kematangan yang sama. Perbedaan ini
diduga akibat perbedaan kecepatan metabolisme dan reaksi&reaksi perubahan yang terjadi pada
sel buah pisang. Hasil pengamatan beberapa paremeter fisik yang dilakukan, ditunjukkan dalam

bentuk grafik pada Gambar 1 di bawah ini. Susut bobot dan kadar air umumnya meningkat
dengan bertambahnya umur simpan. Sedangkan kekerasan dan nilai warna menurun seiring
bertambahnya umur simpan.

(
!
(
!
!
(

"

"!'!

(

(

(


!
!
!

(

"
%

(
!

%

&%

!

!

!

!
!

"

"

*

&

+

)

" #

&$


&

+

&

%

$%

%

Gambar 1

Hubungan umur simpan dan beberapa sifat fisik (A) susut bobot, (B) kekerasan,
(C) kadar air, (D) nilai warna dari pisang yang diberi 1&MCP dan atau Etilen pada
kondisi suhu 20 &25 oC.

Umur simpan pisang yang terpanjang dalam penelitian ini adalah pisang yang diberi 1&
MCP segera setelah lepas panen yaitu 35 hari. Sedangkan pisang yang diberi 1&MCP dan 1 hari
kemudian diberi etilen, umur simpannya hingga mencapai indeks kematangan 6 juga dalam
waktu 35 hari. Susut bobot pisang yang diberi kedua perlakuan tersebut berbeda. Pisang yang
diberi etilen setelah 1 hari sebelumnya ekspose 1&MCP menunjukkan susut bobot tertinggi
(Gambar 1 A). Hal ini kemungkinan akibat percepatan pematangan yang terjadi karena etilen
eksogenus yang ditambahkan. Kemudian terjadi pemblokiran terhadap aktifitas reseptor etilen
oleh 1&MCP. Setelah pengaruh 1&MCP berkurang, metabolisme pematangan melaju cepat.
Tampak pada Gambar 1, susut bobot terjadi kenaikan cukup tajam setelah hari ke 27 (indeks
kematangan 4). Pada kondisi tersebut kadar air terlihat menurun (Gambar 1 B), walaupun pada
akhir pengamatan yaitu indeks kematangan 6, kadar air tidak berbeda. Hal ini karena sebagian air
di kulit mengalami tranpirasi di udara, sebagian lainnya masuk ke dalam daging buah (Dadzie
and Orchard, 1997). Walaupun terjadi susut bobot akibat transpirasi, tetapi dalam pulp buah ada
peningkatan kadar air.
Hasil pengujian statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p0.05) kadar patinya.

-

%

#

" #

,!

$

,

! !

! !

!
!

!
!

%

"

"
$($
! !
(
(

!
!
"

(

/

$

,

" #

.

%

!
!
!

(
(
(
(

"
(

Gambar 2

Hubungan umur simpan dan beberapa sifat kimia (A) total padatan terlarut, (B)
kadar gula, (C) kadar pati dan (D) total asam dari pisang yang diberikan beberapa
tahap perlakuan 1&MCP dan atau etilen pada suhu 20 &25 oC

Total asam berfluktuasi pada semua taraf perlakuan. Sampai dengan hari ke 8, total asam
keempat taraf perlakuan tidak beda nyata (p>0.05), kecuali pisang yang yang mendapat
perlakuan etilen saja yang sudah meningkat dengan cepat (Gambar 2D). Peningkatan total asam
pisang yang diberi perlakuan etilen kemudian diekspose 1&MCP, sama dengan pisang kontrol
yang terjadi mulai hari ke 13 dan puncaknya pada hari ke 15& sampai 17. Pisang yang diberi
perlakuan 1&MCP diawal, tampak kenaikan total asamnya lambat, baru pada hari ke 22 naik, lalu
turun sampai total asam yang rendah, naik lagi setelah hari ke 27, hingga akhirnya total asam
mencapai 3.8%. Sedangkan yang diberi etilen setelah 1&MCP, sampai hari ke 25 lebih rendah
kadar patinya, setelah itu turun di hari ke 27 dan selanjutnya melaju tinggi pada hari ke 30 dan
turun kembali di akhir pengamatan menyamai pisang yang hanya diberi 1&MCP saja. Hal ini
kemungkinan pengaruh 1&MCP yang menghambat jalur&jalur metabolisme, akan tetapi ketika
pengaruh 1&MCP kurang, etilen eksogenus bekerja pada reseptor&reseptor baru yang memacu
pematangan pisang, misalnya proses respirasi. Siklus kreb yang dilewati menghasilkan sejumlah
asam&asam organik. Sebagian ada yang digunakan juga untuk menghasilkan asetil coA.
Sementara pisang yang hanya diberi perlakuan 1&MCP, respirasi berjalan lambat, asam&asam
organik yang dihasilkan relatif konstan dan dapat dipertahankan sampai batas umur simpannya.
Pisang dari perlakuan kontrol jika dibandingkan dengan yang diberi etilen dulu kemudian
1&MCP pada indeks kematangan 6 (hari ke&18), menunjukkan susut bobot yang lebih tinggi,
kekerasan yang hampir sama, kadar air lebih rendah dan perubahan warna menjadi kuningnya

lebih lambat. Artinya kerja etilen sudah lebih dahulu memacu perubahan&perubahan sifat fisik
menuju pematangan, sehingga penghambatan oleh 1&MCP kurang efektif. Umur simpan pisang
dari perlakuan kontrol sama dengan yang diberi etilen kemudian 1&MCP.
Umur simpan yang terendah adalah pisang yang diekspose etilen saja seperti halnya
pisang komersil di pasar tradisional, hanya bertahan sekitar 10&11 hari pada kondisi suhu 20&25
o
C. Meskipun susut bobotnya terendah, diakhir penyimpanan yaitu pada hari ke 10, kadar airnya
rendah mirip dengan kontrol. Warna dan kekerasannya mirip dengan perlakuan lain pada indeks
kematangan 6. Demikian pula halnya kadar gula dan total padatan terlarut, Akan tetapi total
asam cukup tinggi dibandingkan perlakuan lain. Artinya perlakuan pematangan dengan etilen
(pemeraman) masih menghasilkan pisang dengan kandungan asam yang lebih tinggi
dibandingkan pisang yang matang alami (kontrol) maupun yang diberi perlakuan 1&MCP. Hal ini
akan berpengaruh terhadap rasa asam pisang yang dihasilkan dengan proses pemeraman.
++ ,
-

#+

"- ,

#' $ ,

)

+

*&"

+

& #

#-

$

Pengujian organoleptik dilakukan pada pisang yang mencapai indeks kematangan 6,
karena secara komersial pada tahap ini pisang dibeli konsumen. Sebagai pembanding digunakan
pisang dengan kematangan sama dari pasar tradisional. Hasil pengolahan data dengan uji t
terhadap mutu hedonik warna pisang, rasa manis pisang, aroma pisang dan kekerasan pisang
dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1

Hasil Uji Organoleptik Pisang pada Indeks kematangan 6 dengan umur simpan yang
berbeda yang disimpan pada suhu 20&25 oC

Perlakuan
**

Umur
Simpan
(hari)

Warna*

A

35

5.41 ± 1.22

B

35

4.48 ± 1.25

C

18

4.67 ± 1.52

D
K

Rasa*
a
b

4.93 ± 1.38

Aroma pisang*
a

4.33 ± 1.52

a

Tekstur*

4.22 ± 1.12 a

5.19 ± 1.08

a

4.70 ± 1.32

a

3.89 ± 1.15 a b

b

3.70 ± 1.64

b

3.52 ± 1.19

b

3.30 ± 1.32

b

10

5.22 ± 1.01 a b

4.11 ± 1.19

b

4.63 ± 1.33

a

4.33 ± 0.96

a

18

2.19 ± 0.48

c

3.70 ± 1.35

b

3.63 ± 1.47 a b

4.26 ± 0.98

a

Ket: * huruf kecil yang sama menyatakan tidak beda nyata (p>0.05) pada atribut mutu tertentu
** (A) Pemberian 1&MCP kemudian etilen; (B) Pemberian 1&MCP saja; (C) pemberian etilen kemudian 1&MCP;
(D) pemberian etilen saja dan (K) kontrol, dibiarkan matang alami.

Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pada warna kulit pisang yang berbeda dengan
lainnya adalah pisang yang dibiarkan matang alami (K), menunjukkan nilai rata&rata respon
paling rendah. Secara visual warna kulit pisang pada perlakuan tersebut adalah kuning. Hal ini
kemungkinan ketidakseragaman kematangan, penampakan warna secara keseluruhan, nilai
kecerahan dan intensitas warna menjadi faktor yang dinilai panelis juga secara visual.
Sementara penilaian warna tertinggi pada pisang dengan perlakuan 1&MCP lebih dulu
kemudian etilen (A). Secara fisik, pada perlakuan dengan 1&MCP terjadi perubahan warna
kuning yang lambat, tetapi pada indeks kematangan 6 yaitu hari ke 32&35 menunjukkan warna
yang paling kuning cerah dan masih ada sedikit warna hijau diujung pisang.

./

&

+
$ ) *
+ $ +
* # *,
Pada penelitian tahap dua dilakukan beberapa pengaplikasian 1&MCP dan etilen
dibandingkan kontrol. Etilen adalah hormon pemacu proses pematangan, sedangkan 1&MCP
adalah zat yang dapat menunda terjadinya pematangan. Kerja yang antagonis dari kedua zat
tersebut menyebabkan perlu diketahui tahap penerapan 1& MCP yang optimum. Perlakuan yang
diberikan pada pisang adalah untuk melihat ditahap mana sebaiknya 1&MCP diberikan, terkait
dengan umur simpan, indeks kematangan serta perubahan&perubahan fisik dan kimia yang
mengikutinya.

$

!
!
!

"

Gambar 3 Hubungan umur simpan dan indeks kematangan pisang pada beberapa perlakuan 1&
MCP dan etilen pada suhu 20 &25 oC
Dari kelima perlakuan tersebut ternyata menunjukkan umur simpan yang berbeda
(Gambar 3). Pisang yang mendapat perlakuan 1&MCP lebih dulu setelah panen, menunjukkan
umur simpan paling panjang untuk mencapai indeks kematangan 6 yaitu 35 hari. Demikian
halnya penggunaan etilen setelah 1&MCP, tidak menunjukkan perbedaan terhadap umur simpan
untuk mencapai indeks kematangan yang sama yaitu 35 hari. Selanjutnya perlakuan kontrol,
yang dibiarkan matang alami, untuk mencapai tingkat kematangan 6 menunjukkan umur simpan
yang hampir sama dengan perlakuan etilen lebih dulu, kemudian diekspose 1&MCP yaitu sekitar
17&18 hari. Umur simpan yang terpendek adalah perlakuan etilen saja tanpa penambahan 1&MCP
yaitu sekitar 9&10 hari.
Jika diamati Gambar 3 di atas, pisang yang mendapat perlakuan etilen kemudian 1&MCP
mempunyai umur simpan yang tidak berbeda jauh dengan pisang kontrol yaitu yang dibiarkan
matang dengan sendirinya yaitu 17&18 hari. Akan tetapi jika pisang diberi 1&MCP diawal yaitu
baru panen, umur simpannya sampai 35 hari. Artinya terjadi penundaan kematangan akibat
pemberian 1&MCP diawal sekitar 17 hari atau memperpanjang umur simpan dua kali lipatnya.
Pengaruh 1&MCP pada pisang yang dikombinasi dengan etilen, tampak jika dibandingkan
antara pisang yang diberi etilen hanya 10 hari, kemudian pisang yang diberi etilen kemudian 1&
MCP dapat ditunda kematangannya sekitar 7&8 hari. Jika dibandingkan dengan pisang yang
diberikan 1&MCP kemudian etilen, umur simpannya menjadi 35 hari, berarti menunda
kematangan sekitar 25 hari.

Untuk menyeragamkan pematangan, maka setelah penundaan dengan pemberian 1&MCP
dengan konsentrasi 0.5 /l/l selama 24 jam, dapat diikuti dengan pemberian etilen konsentrasi
100 ppm dan diperam 24 jam pada penyimpanan suhu 20&25 oC, RH 80&85 %. Teknik ini dapat
memperpanjang umur simpan menjadi 35 hari sementara pada kontrol hanya 18 hari. Teknik
pemberian 1&MCP ini pula menghasilkan pisang ambon dengan warna kulit paling kuning cerah,
rasa yang manis, aroma khas pisang cukup kuat dan belum terlalu lunak.
Secara komersial penggunaan 1&MCP untuk memperpanjang umur simpan pisang ambon,
memungkinkan untuk diterapkan pada tingkat petani atau pedagang pengumpul sehingga pisang
dapat dipanen pada umur panen yang tepat (optimal) walaupun harus dilakukan pendistribusian.
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan yaitu : (1) tidak memerlukan tambahan
ruang karena ruang pemeraman dapat digunakan untuk ekspose 1&MCP, hanya perlu
penjadwalan dalam pelaksanaannya, (2) suhu perlakuan dan penyimpanan dapat dilakukan pada
suhu ruang dan (3) penggunaannya relatif mudah dan dalam jumlah atau konsentrasi yang sangat
sedikit.
Agar 1&MCP dapat diterapkan secara efektif maka perlu diteliti optimasi penggunaan 1&
MCP pada umur panen yang tidak seragam serta pengaruh jenis pemeraman, sehingga dapat
dilakukan pengendalian tingkat kematangan.

Terima kasih penulis sampaikan pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat
yang telah membantu mendanai proyek penelitian ini melalui Proyek Pengkajian Teknologi
Pertanian Partisipatif Jawa Barat, 2004 serta Ir. Andi Arnida Massusungan yang telah mendukung
ketersediaan 1&MCP.
(

Able, A.J., Wong. L.S., Prasad, A., O’Hare, T.J., 2002. The effects of 1&methylcyclopropene on
the shelf&life of minimally processed leafy Asian vegetables. Postharvest Biol.
Technol..
Blankenship. Sylvia M., Dole, J.M., 2003. 1&Methylcyclopropene (revieuw). Postharvest
Biology and Technology 28 : 1 – 25.
Dadzie, B.K and Orchard. J.E. 1997. Routine Post&Harvest Screening of Banana/ Plantain
Hybrids:Criteria and Methods. : +
(' (
0/ International Plant
Genetic Resources Institute, Rome, Italy.
Golding JB, Shearer D, McGlasson WB, Wyllie SG. 1999. Relationships between respiration,
ethylene, and aroma production in ripening banana. : J Agric Food Chem. 1999
Apr;47(4):1646&51.
Jiang, Y., Joyce, D.C., Macnish, A.J. 1999. Extension of the shelf life of banana fruit by 1&
methylcyclopropene in combination with polyethylene bag. Postharvest Biology and
Technology 16 : 187 – 193.

Mitcham, B. Cantwell, M. and Kader, A. 1996. Methods for Determining Quality of Fresh
Commodities. Perishables Handling Newsletter Issue No: 85.
Satuhu, S. dan A. Supriyadi. 2004. Pisang : Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Seem, R.C (Adm. Advs.). 2003. Postharvest Biology of Fruit. Multistate Research Project.
National Information Management and Support System. New York.
Sisler, E.C. and Blankenship, S.M. 1996. Methods of counteracting an ethylene response in
plants. U.S. Patent Number 5,518,988.
Sisler, E.C. and Serek, M., 1997. Inhibitors of ethylene responses in plants at the receptor level:
recent developments. Physiol. Plant. 100 : 577&/582.
Thomson, G., Winkler, S. and Wilkinson, I. 2003. Threatment of Asian vegetables and Herbs
with 1&MCP. Rural Indst. Reseach and Developt. Co. Publication No.02/153. RIRDC
Projc. Report. No. DAV&189A. Kingston.