BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Earning Per Share (EPS), Price Earnings Ratio (PER), Return On Assets (ROA), Net Profit Margin (NPM),Debt To Equity Ratio (DER) terhadap harga saham perusaahan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Bank
Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit, dan atau bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, menurut Kashmir (undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 november tentang perbankan).
Menurut Kashmir (2002 : 24), “aktivitas perbankan yang utama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang biasa dikenal dalam dunia perbankan dengan istilah funding”. Menghimpun dana yang dimaksud adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Pembelian dana dari masyarakat dilakukan oleh bank dengan cara memasang berbagai strategi agar masyarakat dapat menanamkan dananya dalam bentuk simpanan. Beberapa jenis simpanan yang dapat dipilih oleh masyarakat seperti giro, tabungan, serifikat deposito, dan deposito berjangka.
2.1.2 Saham
Saham adalah surat bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka manfaat yang diperoleh berupa dividen, capital gain, dan manfaat non financial. Sedangkan kalau para pemodal membeli saham, berarti mereka (investor) membeli prospek perusahaan. Bila prospek perusahaan baik maka harga saham tersebut akan meningkat.
Menurut Robbert Ang (1997), “saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan”. Nilai suatu saham berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Par Value (Nilai Nominal)
2. Base Price (Harga Pasar)
3. Market Price (Harga Saham)
2.1.2.2 Harga Saham
Harga saham adalah harga per lembar saham yang berlaku di pasar modal. Menurut Darmadji & Fakhruddin (2006), “Harga saham di pasar modal terdiri atas tiga kategori, yaitu harga tertinggi (high price), harga terendah (low price) dan harga penutupan (close price)”. Harga tertinggi atau terendah merupakan harga yang paling tinggi atau paling rendah yang terjadi pada satu hari bursa. Harga penutupan merupakan harga yang terjadi terakhir pada saat akhir jam bursa. Berdasarkan ketiga kategori tersebut dapat dilihat bahwa perubahan harga saham yang terjadi, seperti masing-masing investor sering mempunyai persepsi yang berbeda, sehingga kerapkali salah dalam mengambil keputusan investasi. Dampaknya investor sering tergesa- gesa untuk menjual sahamnya tanpa terlebih dahulu memperhitungkan apakah saham tersebut memiliki prospek yang bagus atau tidak.
Penilaian harga saham dapat dilakukan melalui pendekatan fundamental dan teknikal. Pendekatan fundamental dengan cara memperhatikan faktor-faktor fundamental dari setiap perusahaan yang telah tercatat di bursa. Sedangkan pendekatan teknikal dilakukan melalui metode permalaan dengan memperhatikan grafik kecenderungan harga saham. Penilaian kewajaran harga kali dilakukan melalui pendekatan fundamental.
Pendekatan fundamental berititik-tolak dari pemikiran bahwa harga saham yang wajar ditentukan oleh ekspektasi atas dividen, pertumbuhan keuntungan modal dan tingkat bunga diskon di masa depan.
2.1.2.3 Jenis – Jenis Saham
Jenis saham terbagi atas 3 yaitu :
1. Saham Preferen
Menurut Jogiyanto (2000), “Saham preferen memiliki sifat gabungan (hybrid) antara obligasi (bond) dan saham biasa”. Seperti bond yang membayarkan bunga atas pinjaman, saham preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen. Seperti saham biasa, dalam hal likuidasi, klaim pemegang saham preferen di bawah klaim pemegang bond. Dibandingkan dengan saham biasa, saham preferen mempunyai beberapa hak, yaitu hak atas dividen tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu jika terjadi likuidasi. Oleh karena itu, saham preferen dianggap mempunyai karakteristik di tengah-tengah antara bond dan saham biasa.
Pemilik saham preferen mempunyai preferensi pendapatan. Jika dividen saham preferen tidak dibayarkan oleh dewan direksi, pembayaran dividen kepada pemegang saham biasa tidak diperkenankan.
Pemegang saham preferen juga biasanya mempunyai preferensi di atas pemegang saham biasa dalam likuidasi aktiva (jika perusahaan bangkrut), walaupaun mereka harus menunggu sampai pembayaran kepada semua kreditur. Jumlah yang dituntut oleh pemegang saham preferen dalam likuidasi adalah sama dengan nilai nominal dari saham preferen.
Saham preferen seringkali diterbitkan oleh perusahaan publik, oleh perusahaan yang melakukan transaksi merger atau oleh perusahaan yang merugi dan membutuhkan tambahan pembiayaan. Perusahaan publik menerbitkan saham preferen untuk meningkatkan “pengaruh keuangan” sambil meningkatkan ekuitas dan menghindari resiko yang tinggi berkaitan dengan pembiayaan pinjaman. Saham preferen digunakan dalam merger agar pemegang saham yang diperoleh perusahaan mendapat jaminan pendapatan tetap, ketika sahamnya ditukarkan menghasilkan keuntungan pajak tertentu. Sebagai perusahaan yang merugi untuk mendapatkan tambahan dana. Perusahaan dapat lebih mudah menjual saham preferen daripada saham biasa sebab pemegang saham preferen kedudukannya lebih tinggi daripada saham biasa dan karenanya kurang berisiko daripada saham biasa. Maka dari itu, perusahaan biasanya tidak menerbitkan saham preferen dalam jumlah banyak.
Saham preferen umumnya dapat ditarik yang berarti penerbit dapat menghentikan saham yang beredar dalam periode waktu tertentu pada harga tertentu. Opsi beli umumnya tidak dapat dilaksanakan sampai beberapa tahun lewat sejak penerbitan saham. Harga beli secara normal ditetapkan di atas harga penerbitan awal tetapi mungkin menurun sesuai dengan jadwal yang ditentukan lebih dulu. Dengan membuat saham preferen dapat melengkapi penerbit dengan metode yang membawa komitmen pada pembayaran tetap dari penerbitan saham preferen menjadi berakhir.
Keistimewaan yang dimiliki oleh pemegang saham preferen salah satunya yaitu memperbolehkan pemegang saham preferen menukarkan setiap lembar sahamnya menjadi sejumlah lembar saham biasa. saham berubah sesuai dengan formula tertentu.
Keuntungan Saham Preferen:
1. Fleksibel. Karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk tetap pada posisi menunda tanpa mengambil resiko untuk memaksakan jika usaha sedang lesu, yaitu dengan tidak membagikan bunga atau dividen.
2. Dapat digunakan dalam restrukturisasi perusahaan,
merger , pembelian saham perusahaan dengan pembayaran melalui hutang baru dan divestasi.
Kerugian Saham Preferen: 1. Adanya prioritas terhadap pemegang saham preferen.
Pemegang saham preferen diberi keistimewaan daripada pemegang saham biasa yaitu hasil yang dibagikan berupa pendapatan dan kekayaan, adanya saham preferen membahayakan pengembalian terhadap pemegang saham biasa. Jika perusahaan membayar pengembalian terhadap pemegang saham preferen dan pendapatan sesudah pajak berubah- ubah, maka kemampuan membayar dividen untuk
2. Pembiayaan saham preferen umumnya lebih tinggi dari pembiayaan dengan utang. Alasannya karena tidak seperti pembayaran bunga untuk pemegang obligasi, pembayaran dividen untuk pemegang saham preferen tidak dijamin. Sebab pemegang saham preferen bersedia menerima tambahan risiko pembelian saham preferen daripada utang jangka panjang, mereka harus mendapat penggantian dengan pengembalian yang lebih tinggi.
2. Saham biasa
Menurut Jogianyo (2000), “Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu jenis saham saja, saham ini biasanya dalam bentuk saham biasa (common stock)”. Pemegang saham ini adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. Pemegang saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual, sebab mereka hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan aktiva telah terpenuhi. Karena itu, pemegang saham biasa mengharapkan kompensasi seperti dividen yang menguntungkan dan terakhir laba perusahaan dapat berbentuk : 1) Kepemilikan saham pribadi (privately owned stock), semua saham biasa dari perusahaan yang dimiliki secara pribadi / individual. 2) Kepemilikan saham tertutup (closely owned stock), semua saham biasa dari perusahaan yang dimiliki sebuah grup kecil investor seperti keluarga. 3) Kepemilikan saham publik (publicy owned stock), saham biasa perusahaan yang telah dimiliki oleh publik. Kepemilikannya bisa oleh sebuah grup besar yang tidak ada hubungan antar individu dan (atau) suatu lembaga investasi.
Walaupun para pemegang saham biasa ini selalu mendapatkan prioritas terakhir, namun mereka memiliki keistimewaan, yaitu Hak Suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pemilik saham biasa tidak mempunyai jaminan dari penerimaan dalam bentuk dividen setiap periodenya maupun pada saat likuidasi, tetapi satu hal mereka dijamin bahwa mereka tidak akan kehilangan atas apa yang mereka investasikan dalam perusahaan. pengembalian yang tidak terbatas melalui dividen dan melalui penilaian saham miliknya. Dengan kata lain, walaupun tidak ada jaminan, kemungkinan imbalan untuk risiko modal risiko (risk capital) dapat dipertimbangkan.
Di samping penjualan saham biasa yang baru melalui penawaran “hak”, banyak perusahaan menjual saham biasa baru melalui beberapa jenis dari opsi saham atau rencana pembelian saham. Opsi saham pada umumnya ditujukan bagi manajemen dan mengijinkan untuk membeli sejumlah saham biasa perusahaan dengan harga khusus untuk suatu periode tertentu. Menurut Ridwan & Inge (2002), “Rencana pembelian saham merupakan tunjangan tambahan yang kadang- kadang ditawarkan kepada perusahaan karyawan yang mengijinkan mereka untuk membeli saham perusahaan dengan potongan atau dengan dasar biaya yang dikeluarkan”. Penerbitan saham biasa baru sama seperti obligasi dapat dijual ke publik melalui bankir investasi. Tentu saja penjualan saham diatur oleh BAPEPAM.
Keuntungan Saham Biasa: laba tidak bayar dividen).
2. Saham biasa tidak mempunyai jatuh tempo.
3. Karena saham biasa memberikan perlindungan terhadap kerugian kreditur, maka penjualan saham biasa meningkatkan kepercayaan orang kepada perusahaan.
4. Saham biasa kadang-kadang dapat dijual lebih mudah dari hutang karena : a. Memberikan pendapatan yang lebih dari saham prioritas / hutang.
b. Menunjukkan pemilikan atas perusahaan.
Kerugian saham biasa: 1. Penjualan saham biasa memperluas hak suara.
2. Saham biasa memberi hak kepada pemegangnya untuk mendapatkan bagian atas penghasilan perusahaan.
3. Biaya pertanggungan dan distribusi saham biasa lebih besar dari saham prioritas/hutang. Biaya penerbitan sekuritas untuk menjual saham biasa selalu lebih tinggi, karena: a. Biaya penelitian investasi saham biasa selalu lebih hutang yang sebanding.
b. Saham mempunyai risiko lebih besar yang berarti kepemilikannya harus didiversivikasikan, pembelinya harus lebih banyak daripada hutang.
4. Jika penerbitan saham baru lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan, biaya rata-rata modal akan lebih tinggi dari biaya yang dibutuhkan.
5. Dividen saham biasa tidak dapat dianggap sebagai biaya karena tidak bisa dikurangkan dalam perhitungan pendapatan perusahaan.
6. Pembiayaan dengan saham biasa merupakan sinyal negatif (negative signal) di mana peserta pasar merasa bahwa penjualan saham biasa oleh perusahaan mencerminkan kepercayaan manajemen bahwa saham dinilai lebih tinggi (overvalued), sehingga hasilnya menurunkan harga saham.
3. Saham Treasury
(treasury stock) adalah saham milik perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk tidak dipensiunkan tetapi disimpan sebagai treasuri”.
2.1.3 Analisis Rasio Keuangan
Menurut Munawir (2000:54), “Rasio adalah alat yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansial”. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tert entu dengan jumlah yang lain”. Rasio sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam aritmathical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansial. Rasio keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan hubungan antara berbagai macam akun (accounts) dari laporan keuangan yang mencerminkan keadaan keuangan serta hasil operasional perusahaan
Menurut Robert Ang (1997), rasio keuangan dapat tujuan yang ingin dicapai, yaitu: 1) Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)
Rasio ini menyatakan kemampuan perusahaan jangka pendek untuk memenuhi obligasi (kewajiban) yang jatuh tempo. Rasio likuiditas ini t erdiri dari: current ratio (rasio lancar), quick ratio, dan net working capital.
2) Rasio Aktivitas (Activity Ratios) Rasio ini menunjukkan kemampuan serta efisiensi perusahaan didalam memanfaatkan harta-harta yang dimilikinya. Rasio aktivitas ini terdiri dari : total asset
turnover, fixed asset turnover, accounts receivable turnover, inventory turnover, average collection period (day’s sales inaccounts receivable) dan day’s sales in inventory.
3) Rasio Rentabilitas/Profitabilitas (Profitability Ratios) Rasio ini menunjukkan keberhasilan perusahaan didalam menghasilkan keuntungan. Rasio rentabilitas ini terdiri dari: gross profit margin, net profit margin,
operating return on assets, return on assets, return on equity , dan operating ratio.
4) Rasio Solvabi litas (Solvency Ratios) Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini juga disebut leverage ratios, karena merupakan rasio pengungkit yaitu menggunakan uang pinjaman (debt) untuk memperoleh keuntungan. Ras io leverage ini terdiri dari:
debt ratio, debt to equity ratio, long -term debt to equity ratio, long –term debt to capitalization ratio, times interest earned, cash flow interest coverage, cash flow to net income, dan cash return on sales.
5) Rasio Pasar (Market Ratios) Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan yang diungkapkan dalam basis per saham.
Rasio pasar ini terdiri dari: dividend yield, dividend per
share, earning per share, dividend payout ratio, price earning ratio, book value per share, dan price to book value.
(PER), Return On Asset (ROA), Net Profit Margin (NPM) dan
Debt To Equity Ratio (DER)2.1.4.1 Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS) merupakan ukuran
penting yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Earning Per Share (EPS) adalah keuntungan perusahaan yang bisa dibagikan kepada pemegang saham. Tapi dalam prakteknya, tidak semua keuntungan ini dapat dibagikan, ada sebagian yang ditahan sebagai laba ditahan.
Menurut Ang (1997), “Earning Per Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan”.
Biasanya rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tiap lembar saham dapat menghasilkan keuntungan untuk pemiliknya. Earning per share dirumuskan dengan perbandingan antara laba siap bagi dengan total lembar saham sebagaimana tercantum dalam laporan keuangan per Desember atau Earning Per Share juga dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi para pemilik Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006), EPS dapat dirumuskan sebagai berikut:
ℎ =
ℎ ℎ Dan jika perusahaan tersebut terdapat saham preferen maka rumusnya sedikit berbeda, yaitu:
ℎ − ℎ =
ℎ ℎ Kemampuan sebuah perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dalam per lembar saham merupakan indikator fundamental keuangan perusahaan yang nantinya menjadi acuan para investor dalam memilih saham. Oleh karena penilaian yang akurat dan cermat bisa meminimalkan resiko sekaligus membantu investor dalam meraih keuntungan. Ekspektasi pendapatan yang akan diperoleh return tertinggi pada umunya memiliki pendapatan yang lebih besar daripada yang diperkirakan, sedangkan saham dengan return terendah memiliki pendapatan di bawah perkiraan. Harga saham cenderung mengantisipasi dengan cepat pengumumn pendapatan (earning) dengan bergerak tepat sebelum pengunguman dilakukan. Jadi earning per
share memiliki hubungan positif dengan harga saham,
sehingga apabila jumlah earning per share meningkat maka harga saham akan naik begitu juga tingkat pengembalian investasi, dan sebaliknya.
H1 = EPS berpengaruh positif terhadap harga saham
2.1.4.2 Price Earnings Ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) merupakan rasio antara
harga saham dengan pendapatan setiap lembar saham, dan merupakan indikator perkembangan atau pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang (prospects of the
firm ). Semakin tinggi rasio PER, semakin tinggi
pertumbuhan laba yang diharapkan oleh pemodal. menurut
Husnan dan Pudjiastuti (2004) rasio PER dapat
ℎ
=
ℎ
Menurut Sartono (1996), “Rasio ini dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui kepercayaan pasar terhadap prospek pertumbuhan perusahaan”, rasio ini menunjukkan seberapa besar investor bersedia membeli saham yang tercermin dari kelipatan earning yang dihasilkan oleh perusahaan. suatu perusahaan yang memiliki PER yang tinggi, berarti perusahaan tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi hal ini menunjukan bahwa pasar mengharapkan pertumbuhan laba dimasa mendatang, sebaliknya perusahaan dengan PER rendah akan mempunyai tingkat pertumbuhan yang rendah, semakin rendah PER suatu saham maka semakin baik atau murah harga untuk diinvestasikan. PER menjadi rendah nilainya bisa karena harga saham cendrung semakin menurun atau karena meningkatnya laba bersih perusahaan. Jadi, semakin rendah nilai PER maka semkin murah saham tersebut untuk dibeli dan semakin baik pula kinerja perlembar saham dalam menghasilkan laba bersih perusahaan, semakin baik investor untuk membeli saham tersebut.
Kesediaan investor untuk menerima kenaikan PER sangat bergantung kepada prospek perusahaan. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan tinggi biasanya mempunyai tingkat PER yang tinggi pula, sebaliknya perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan rendah biasanya memiliki tingkat PER yang rendah pula. Price
earning ratio memiliki hubungan positif dengan harga
saham, sehingga jika price earning ratio meningkat maka harga saham juga akan semakin besar, begitu juga tingkat pengembalian investasi saham, dan sebaliknya.
H2 = PER berpengaruh positif terhadap harga saham
2.1.4.3 Return On Asset (ROA)
Menurut Mardiyanto (2009: 196), “ROA adalah rasio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas investasi”.
Menurut Dendawijaya (2003: 120) Return On dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan”.
Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset.
Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196), “ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva”. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor, karena tingkat pengembalian akan semakin besar.
Hal ini juga akan berdampak bahwa harga saham dari perusahaan tersebut di Pasar Modal juga akan semakin meningkat sehingga ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan.
Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196), “angka ROA dapat dikatakan baik apabila > 2%”. Return On Assets menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan, rata) kekayaan perusahaan. tingkat pengembalian aktiva (ROA) dapat diukur dengan formula sebagai berikut:
ℎ × 100%
= Tinggi rendahnya Return On Asset tergantung pada pengelolaan asset perusahaan oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan. Semakin tinggi ROA semakin efisien operasional perusahaan dan sebaliknya, rendahnya ROA dapat disebabkan oleh banyaknya asset perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan terlalu banyak, kelebihan uang kertas, aktiva tetap beroperasi dibawah normal dan lain-lain.
Indikator ROA merupakan salah satu indikator keuangan yang sering digunakan dalam menilai kinerja perusahaan. Semakin besar ROA, maka kinerja perusahaan tersebut semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Konsekuensinya, ROA yang meningkat, akan meningkatkan return saham. ROA mempunyai
H3 = ROA berpengaruh positif terhadap harga saham
2.1.4.4 Net Profit Margin (NPM)
Menurut Alexandri (2008: 200), “Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak”.
Menurut Bastian dan Suhardjono (2006: 299), “Net
Profit Margin adalah perbandingan antara laba bersih
dengan penjualan”. Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak. Menurut Sulistyanto (tanpa tahun: 7) angka NPM dapat dikatakan baik apabila > 5 %.
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ℎ
× 100% =
Dengan semakin meningkatnya keuntungan (laba bersih setelah pajak) akan mencerminkan bagian laba dalam bentuk capital gain maupun dividend gain yang diterima oleh pemegang saham semakin besar. Dengan demikian para investor atau calon investor lain akan tertarik untuk menanamkan dananya ke dalam perusahaan tersebut.
Berdasarkan konsep tersebut maka NPM berpengaruh positif terhadap saham. NPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap saham.
2.1.4.5 Debt To Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio merupakan indikator struktur
modal dan risiko finansial, yang merupakan perbandingan antara hutang dan modal sendiri. Menurut Purwanto dan Haryanto (2004), “Bertambah besarnya Debt to Equity
Ratio suatu perusahaan menunjukkan risiko distribusi laba
usaha perusahaan akan semakin besar terserap untuk melunasi kewajiban perusahaan”.
Debt to Equity Ratio adalah rasio yang
menunjukkan persentase penyedia dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya.
Secara matematis Debt to Equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut : =
Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur
seluruh hutang-hutangnya baik jangka panjang maupun jangka pendek dengan dana yang berasal dari total modal dibandingkan besarnya hutang. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya. semakin tinggi DER menunjukan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan juga semakin berat, tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham dalam bentuk deviden. Sehingga investor kurang tertarik terhadap perusahaan yang memiliki nilai DER yang tinggi yang mengakibatkan turunnya penawaran investor dan turunnya harga saham perusahaan tersebut.
H5 = DER berpengaruh negatif terhadap Harga saham
2.2 Penelitian Terdahulu Ringkasan tinjauan penelitian terdahulu : Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Lenny Kielsan 2010
Harga Saham Secara simultan, semua variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Secara parsial, semua variabel yang diteliti tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Dependen:
DER, NPM, ROA, dan ROE .
Independen:
Harga Saham Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
to Equity Ratio, Net Profit margin, Return on Asset, dan Return on Equity terhadap
Pengaruh Debt
Juventus 2008
Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Leverage terhadap Harga Saham Perbankan di Bursa Efek Jakarta
Dependen:
ROA, ROE, DER, dan BETA.
Independen:
Pengaruh Rasio Profitabilitas, Rasio Solvabilitas, dan Risiko Sistematis terhadap Harga Saham Properti di Bursa Efek Jakarta
Secara simultan, ROE, DER, dan DAR berpengaruh terhadap harga saham. Secara parsial, hanya rasio ROE dan DAR yang memiliki pengaruh positif terhadap harga saham. Efendi 2009
Dependen: Harga Saham.
ROA, ROE, DER, dan DAR.
Independen:
Harga Saham Secara parsial, ROA, DER, dan BETA mempunyai pengaruh positif terhadap harga saham.
2.3 Kerangka Konseptual
2 Net Profit Margin (NPM)
3 H1 H2 H3 H4 H5 H6
X
5 Return On Asset (ROA)
X
4 Debt to Equity Rasio (DER)
X
Berdasarkan uraian diatas kerangka yang menjadi dasar penelitian ini adalah sebagai berikut : Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
1 Price Earnings Ratio (PER)
X
Earning Per share (EPS)
Saham (Y)
Dengan demikian, hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang Harga
Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena.
Pengaruh EPS, PER, ROA, NPM dan DER terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
X perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan
2.4 Pengembangan Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1 Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap harga saham perusahaan perbankan.
H2 Price Earning Ratio (PER) berpengaruh positif terhadap harga saham perusahaan perbankan.
H3 Return On Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap harga saham perusahaan perbankan.
H4 Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap harga saham perusahaan perbankan.
H5 Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan perbankan.
H6 Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), Return On
Asset ( ROA), Net Profit Margin (NPM) dan Debt to Equity Ratio
(DER) secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga saham perusahaan perbankan.