PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM KASUS PELAN

PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM KASUS
PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN
(STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN)

JURNAL ILMIAH
Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara

OLEH:
Ferdian Ade Cecar Tarigan
NIM: 080200162
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM KASUS PELANGGARAN LALU
LINTAS DI MEDAN

(STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN)

JURNAL ILMIAH
Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara
OLEH:

FERDIAN ADE CECAR TARIGAN
NIM: 080200162
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, S.H.,M.H.
NIP : 195703261986011001

Dosen Editorial


Dr.Mahmud Mulyadi, S.H.,M.Hum
NIP : 1974040120021001

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

ABSTRAKSI
*

Prof. Dr. Suwarto, S.H.,M.H.
**
Dr. Marlina, SH.,M.Hum.
***
Ferdian Ade Cecar Tarigan

Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk
melakukan aktifitasnya. Transpotasi harus digunakan sesuai dengan
peruntukannya dan pengoperasiannya harus sesuai dengan aturan-aturan yang

telah ditentukan, namun dalam kenyataannya masih sering ditemui masyarakat
yang menggunakan transportasi tidak berdasarkan pada peraturan yang berlaku.
Mengatasi hal tersebut pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang ini
menjadi dasar penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas. Ketentuan mengenai
penerapan denda terhadap setiap pelanggar lalu lintas secara jelas telah diatur
dalam undang-undang tersebut. Permasalahan yang diambil dari penulisan skripsi
ini adalah bagaimana pandangan hukum pidana terhadap penerapan pidana denda
pada pelanggaran lalu lintas, bagaimana penerapan pidana denda dalam
pelanggaran pidana lalu lintas di Medan serta bagaimana analisa putusan tilang di
Medan terhadap penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas.
Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode
yuridis normatif guna memperleh data primer dan data sekunder yang dimana data
sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Selain
metode yuridis normatif sebagai data penunjang juga dilakukan wawancara
dengan informan dari Pengadilan Negeri Medan, Kejaksaan Negeri Medan,
Kepolisian Resort Kota Medan dan beberapa pelanggar lalu lintas.
Berdasarkan hasil penelitian, penerapan pidana denda terhadap
pelanggaran lalu lintas diatur dalam ketentuan pidana Pasal 273 sampai Pasal 315
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Pengadilan Negeri Medan telah

menetapkan besarnya denda tilang yang harus dibayar pelanggar yang melanggar
ketentuan sesuai dengan koordinasi antara Pengadilan, Kejaksaan dan Kepolisian
yang membuat suatu tabel tilang. Besarnya denda tilang tersebut didasarkan oleh
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Kota Medan. Penerapan denda tilang
ternyata belum efektif untuk mencegah dan mengendalikan pelanggaran lalu
lintas, hal ini ditunjukkan dari angka pelanggaran lalu lintas di Kota Medan yang
masih tinggi. Kurang efektifnya tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan undang-undang tersebut. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jumlah denda tilang yang ada di Kota Medan masih dalam
kategori rendah. Hal ini yang menyebabkan tidak adanya efek jera, akan tetapi
efektifitas dari penerapan sanksi denda terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas
bukan melihat besarnya denda yang dijatuhi kepada si pelanggar akan tetapi perlu
adanya suatu kebijakan yang menyeluruh baik dalam bidang legislatif, yudikatif
dan ekseku
*

Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
***
Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**

i

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pidana denda merupakan salah satu bagian dari pidana pokok yang
ditentukan dalam pasal 10 KUHP yang digunakan sebagai pidana alternatif atau
pidana tunggal dalam Buku II dan Buku III KUHP, dalam perjalanannya
dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, antara lain menurunnya nilai mata
uang yang mengakibatkan keengganan penegak hukum untuk menerapkan pidana
denda. Selain itu, pidana penjara masih di nomor satukan dalam penetapan dan
penjatuhan pidana dalam kaitannya dengan tujuan pemidanaan, terutama
tercapainya efek jera bagi pelaku dan tercapainya pencegahan umum.1
Efektivitas pidana denda masih jauh dari tujuan pemidanaan karena pidana

denda belumlah mempunyai fungsi dan peran yang optimal. Fungsi dan peran
pidana denda belum optimal karena para penegak hukum masih cenderung untuk
memilih pidana penjara ataupun kurungan daripada pidana denda. Kondisi ini
dikarenakan juga peraturan perundang-undangan yang ada kurang memberikan
dorongan dilaksanakannya penjatuhan pidana denda sebagai pengganti atau
alternatif pidana penjara atau kurungan. Sebaliknya, faktor kemampuan
masyarakat juga menyebabkan belum berfungsinya pidana denda jika suatu
undang-undang memberikan ancaman pidana denda yang relatif tinggi. Pidana
denda yang ditentukan sebagai ancaman kumulatif akan mengakibatkan peran dan
fungsi pidana denda sebagai pidana alternatif ataupun pidana tunggal belum
mempunyai tempat yang wajar dan memadai dalam kerangka tujuan pemidanaan,
1

Suhariyono AR, Pembaruan Pidana Denda Indonesia (Jakarta, Papas Sinar
Sinanti, 2012) hal.9.

2

terutama untuk tindak pidana yang diancam pidana penjara jangka pendek dan
tindak pidana yang bermotifkan atau terkait dengan harta benda atau kekayaan.2

Pelaku dalam pidana denda seharusnya membayar sendiri pidana denda
yang dijatuhkan, walaupun dengan pemaksaan oleh pihak yang berwenang, dalam
hal ini jaksa penuntut umum melakukan penyitaan (sementara). Pidana denda
dapat dijadikan salah satu pemasukan negara sebagai penghasilan negara bukan
pajak (PNBP). Pola pidana denda harus ditetapkan dan dilaksanakan secara
konsisten dengan mendasarkan pada kepentingan hukum seseorang atau
masyarakat yang dilindungi. Penentuan pola pidana yang telah ditetapkan perlu
dijadikan dasar untuk melakukan pengharmonisasian peraturan perundangundangan, baik peraturan yang telah dibentuk maupun peraturan yang akan atau
sedang dibentuk.3
Pidana denda adalah pemberian sejumlah uang tertentu sebagai ganti
kerugian atas pelanggaran yang dilakukan. Salah satu bentuk tindak pidana yang
dikenakan dengan pidana denda adalah tindak pidana terhadap pelanggaran lalu
lintas. Delik-delik yang terdapat dalam perkara pelanggaran lalu lintas hanya
bersifat ringan sehingga hakim lebih cederung menjatuhkan pidana denda kepada
setiap pelanggar lalu lintas.4
Di Indonesia pengaturan tentang lalu lintas dan angkutan jalan secara
nasional diatur di dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini menjadi dasar

2


Ibid, hal.10.
Ibid.
4
Niniek Suparni,Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan
(Jakarta:Sinar Grafik,2007) hal.24.
3

3

pedoman dalam penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas. Ketentuan mengenai
pidana denda terhadap setiap pelanggaran lalu-lintas secara jelas telah diatur
dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tersebut..
Pelaksanaan

penerapan

pidana

denda


berpedoman kepada tabel denda tilang dari

di

masing-masing

daerah

hasil koordinasi antara Ketua

Pengadilan Negeri, Kepala Kepolisian dan Kepala Kejaksaan Negeri setempat.
Penetapan tabel denda ini didasarkan dengan pertimbangan kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat setempat, dengan demikian tabel pidana denda dari masingmasing daerah akan bervariasi besar anggaran dananya. Dasar hukum berlakunya
penetapan tabel denda tilang tersebut adalah berdasarkan SEMA nomor 4 tahun
1993. Mahkamah Agung bersama dengan Menteri Kehakiman, Jaksa Agung dan
Kepala Kepolisian Republik Indonesia tertanggal 19 Juni 1993 telah
mengeluarkan kesepakatan tentang “Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran
Lalu Lintas Jalan Tertentu” yang terutama dimaknai sebagai kesepakatan bersama
dalam menentukan besarnya pidana denda yang harus dibayar oleh pelanggar lalu

lintas dengan memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 1993
tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu
Lintas Jalan Tertentu hingga saat ini SEMA tersebut masih menjadi acuan dalam
pembuatan kesepakatan di tingkat daerah untuk menentukan besarnya pidana
denda yang harus dibayarkan oleh para pelanggar lalu lintas.5

5

2012.

Wawancara dengan Agustinus P, di Kejaksaan Negeri Medan pada tanggal 3 Oktober

4

SEMA Nomor 4 Tahun 1993 kemudian diimplementasikan oleh Ketua
Pengadilan Negeri dengan melakukan kesepakatan bersama Kepala Kejaksaan
Negeri dan Kepala Kepolisian Resort/ Kota Besar untuk menentukan kisaran
besaranya pidana denda yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat setempat.

Kesepakatan Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri dan
Kepala Kepolisian Resort/ Kota Besar pada umumnya dituangkan dalam bentuk
tertulis sebagai pedoman bagi polisi di jalan yang melakukan penindakan bagi
para pelanggar lalu lintas dan bagi Hakim dalam memutuskan besarnya pidana
denda yang harus dibayar oleh pelanggar untuk disetorkan kepada negara melalui
jaksa selaku eksekutor negara.
Pengadilan Negeri Medan telah

menyikapi hal tersebut dan telah

melakukan kesepakatan secara lisan antara Ketua Pengadilan Negeri Medan,
Kepala Kejaksaan Negeri Medan dan Kepala Kepolisian Medan yang kemudian
oleh Ketua Pengadilan dituangkan dalam suatu tabel jenis pelanggaran dan
besarnya pidana denda yang kemudian menjadi acuan bagi Hakim dalam
memutuskan besarnya pidana denda yang harus dibayarkan kepada negara oleh
pelanggar.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, timbul rasa tertarik untuk menuangkan
tulisan ini dalam bentuk skripsi yang berjudul “PENERAPAN PIDANA
DENDA DALAM HUKUM PIDANA (STUDI PELANGGARAN LALU
LINTAS DI MEDAN)”

5

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas maka
perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan hukum pidana terhadap penerapan pidana denda
pada pelanggaran lalu-lintas ?
2. Bagaimana penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu-lintas di
Medan ?
3. Bagaimana analisa penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu-lintas
dalam putusan tilang di Medan ?
II. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Untuk menyelesaikan skripsi ini, menggunakan penelitian hukum adalah
yuridis normatif. Maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis
normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidahkaidah atau norma-norma dalam hukum positif mengenai pengaturan penerapan
pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas.
B. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu :
Berbagai dokumen peraturan perundang-undangan yang tertulis yang ada
dalam dan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam kerangka hukum
nasional Indonesia yakni Undang-undang Nomor Pasal-Pasal dalam KUHP,

6

KUHAP, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu :
Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat
digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada.
Semua dokumen yang dapat menjadi sumber informasi mengenai pidana
denda dan pelanggaran lalu lintas, seperti hasil seminar atau makalah dari
pakar hukum, Koran, majalah, dan juga sumber-sumber lain yakni internet
yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder atau dengan kata lain
bahan hukum tambahan seperti kamus bahasa Indonesia
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Library Research,
yaitu penelitian kepustakaan seperti melakukan inventarisasi terhadap peraturan
perundang-undangan, dokumen serta literatur yang berkaitan dengan persoalan
yang dikaji dan Field Research, yaitu penelitian lapangan, yang dilakukan melalui
wawancara terhadap beberapa informan.
D. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif yaitu mengambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi
pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan
dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan

7

kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidahkaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban
atas permasalahan yang dirumuskan.
III. HASIL PENELITIAN
A. PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA
DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS
1.

Kerangka Teoritik Pidana Denda dalam Hukum Pidana
Pidana denda merupakan salah satu jenis dari pidana pokok dalam hukum

pidana Indonesia yang merupakan bentuk pidana tertua dan lebih tua dari pidana
penjara dan setua pidana mati. Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban
bagi seorang yang telah melanggar larangan dalam rangka mengembalikan
keseimbangan hukum atau menebus kesalahan dengan pembayaran sejumlah uang
tertentu. Pidana denda tersebut diancam sebagai alternatif dengan pidana
kurungan terhadap hamper semua pelanggaran yang ditentukan dalam buku III
KUHP dan Undang-undang diluar KUHP. Ranah pidana denda hanya dapat
disejajarkan atau disamaratakan dengan ancaman pidana untuk kejahatan ringan,
kejahatan karena kealpaan, pelanggaran, atau pidana penjara jangka pendek
lainnya. Ukuran atau kesamarataan pidana denda sebagai alternatif atau sebagai
pengganti penjara atau kurungan, dalam perkembangannya, masih fluktuatif.
Dapat dilihat dari perkembangan pembentukan Undang-undang diluar KUHP.6
2.

Pengaturan Pidana Denda dalam KUHP
Kedudukan dan pola pidana denda dalam hukum pidana positif indonesia

bertolak dari ketentuan pasal 10 KUHP, yang menyatakan bahwa:
6

Suhariyono, Op.cit, hal.40.

8

1. Pidana pokok, terdiri dari:
a. pidana mati
b. pidana penjara
c. pidana kurungan
d. pidana denda
e. pidana tutupan (yang di tambahkan berdasarkan Undang-Undang No. 20
1946).
2. Pidana tambahan, terdiri atas:
a. pencabutan hak-hak tertentu
b. perampasan barang-barang tertentu
c. pengumuman keputusan hakim.
Berdasarkan urutan pidana pokok tersebut, terkesan bahwa pidana denda
adalah pidana pokok yang paling ringan. Walaupun tidak ada ketentuan yang
dengan tegas menyatakan demikian. Akan tetapi melihat urutan yang terdapat
pada Pasal 10 KUHP pidana denda menjadi pidana paling ringan.
Mulai Pasal 104 sampai Pasal 488 untuk kejahatan (buku II) perumusan
pidananya adalah pidana penjara tunggal, pidana penjara dengan alternatif denda,
pidana kurungan tunggal, pidana kurungan dengan alternatif denda, dan pidana
denda yang diancamkan secara tunggal. Pidana denda yang digunakan sebagai
pidana alternatif atau pidana tunggal dalam buku II dan buku III KUHP.
3.

Pidana Denda Dalam Sistem Pemidanaan Pelanggaran Lalu Lintas
Pelanggaran lalu lintas adalah pelanggaraan terhadap Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2009 yang menggantikan Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

9

Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang lalu lintas terbaru tersebut
menerapkan sanksi pidana yang lebih berat bagi si pelanggar.
Pada setiap daerah mempunyai ukuran sendiri mengenai jumlah
maksimum dan minimum denda yang akan diterapkan. Hal ini sesuai dengan
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1993 yang menyebutkan:
“Dalam hal menentukan maksimum uang titipan untuk pelanggaran yang
bersifat ringan, sedang, dan berat, Ketua Pengadilan Negeri agar
memperharikan secara teliti keadan sosial dan ekonomi di wilayah
hukumnya masing-masing.”
Sesuai dengan Surat Edaran diatas, dapat dipahami bahwa penjatuhan atau
pemberian pidana denda bagi pelanggar digantungkan pada keadaaan dan
kemampuan pada masyarakat setempat. Surat edaran tersebut tidak mengikat,
namun ketentuan yang ada didalamnya secara umum dipatuhi oleh Pengadilan
Negeri,

dengan

alasan

untuk

mengurangi

keanekaragaman

(disparitas)

pemidanaan denda.7
B. PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN LALU
LINTAS DI MEDAN
1.

Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan
Transportasi

harus

digunakan

sesuai

dengan

peruntukannya

dan

pengoperasiannya harus sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan,
namun dalam kenyataannya masih sering ditemui masyarakat yang menggunakan
transportasi tidak berdasarkan pada aturan perundang- undangan yang berlaku.
Para pengguna transportasi khususnya remaja masih banyak melalaikan
pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan baik yang
7

Suhariyono, Op.cit, hal.215.

10

terdapat dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) maupun yang ada
pada UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pelanggaran-pelanggaran itu dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja dan oleh
orang dewasa maupun oleh para remaja.
Pakar Sosiolog Kota Medan,Muhammad Iqbal, berpendapat bahwa gejala itu terjadi
diakibatkan tiga faktor yakni, perilaku manusia (personal) itu sendiri, situasi sosial (lingkungan)
dan sikap adaptif terhadap penyimpangan/pelanggaran atas perilaku tersebut. Pelanggaran bisa
dilakukan oleh siapa saja (masyarakat), karena di dalam diri seseorang memiliki perilaku untuk
melakukan penyimpangan.8
Menurut Benny, SH., Polantas Medan, menyatakan bahwa hal yang harus
diperhatikan oleh pengguna jalan raya adalah keselamatan diri dan keselamatan
sekitarnya. Tindakan kepolisian untuk melakukan razia bukan semata-mata agar
masyarakat menggunakan helm, menyalakan lampu untuk kepentingan polisi,
akan tetapi untuk menjamin keselamatan masyarakat dalam berkendara. Apabila
sipelanggar tidak mematuhi peraturan lalu lintas bukan hanya merugikan dirinya
sendiri tetapi juga merugikan orang yang disekitarnya.9
Perlu diketahui mengapa di Medan tingkat kesadaran akan mamatuhi
peraturan lalu lintas masih tergolong rendah. Berikut beberapa hal penyebab
rendahnya kesadaran akan mematuhi peraturan lalu lintas dari penelitian yang
dilakukan yakni:
1. Minimnya pengetahuan mengenai peraturan dan rambu lalu lintas

8

http://www.scribd.com/doc/97889873/Pelanggaran-Lalu-Lintas-Di-Kota-Medan
.
Diakses tanggal 7 November 2012.
9
wawancara dengan Benny, Polantas Medan di Polres Medan pada tanggal 30 Oktober
2012.

11

2. Dari kecil sudah terbiasa melihat orang melanggar lalu lintas atau bahkan
orang tuanya sendiri
3. Hanya patuh ketika ada polisi yang patroli atau melewati pos polisi
4. Memutar balikkan ungkapan
5. Tidak memikirkan keselamatan diri atau orang lain
6. Melanggar dengan berbagai alasan
7. Bisa "damai di tempat" dengan petugas agar tidak terjadi tilang.
Melihat hal tersebut diatas, Kapoldasu meminta kepada seluruh aparat Satlantas
Polresta Medan untuk tidak lagi melakukan pembiaran terhadap warga yang melanggar
peraturan lalu lintas. Disamping itu juga, Kapoldasu menghimbau masyarakat untuk

tuidak menitipkan uang tilang kepada petugas. Seluruh pelaku pelanggaran lalu
lintas akan disidang. Untuk itu pihaknya akan berkoordinasi dengan Pengadilan
Negeri menjatuhkan denda maksimal guna memberikan efek jera terhadap
pelanggar lalu-lintas.10
2.

Keberadaan dan Pelaksanaan Pidana Denda dalam Penerapan Sanksi
terhadap Pelanggaran Lalu Lintas di Medan
Pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tertentu sebagaimana diatur

dalam Pasal 212 KUHAP, khusus untuk wilayah kota Medan, Pengadilan tinggi
Medan telah menetapkan besarnya denda tilang yang harus dibayar oleh pengguna
jalan yang melanggar ketentuan sesuai dengan Kordinasi antara Pengadilan,
Kejaksaan dan kepolisian. Setelah berlakunya Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu dan Angkutan Jalan diberikan
alternatif pemberian sanksi pidana terhadap pelanggar lalu lintas yaitu pidana
10

2012.

Wawancara dengan Benny Polantas Medan di Polres Medan pada tanggal 30 Oktober

12

kurungan atau pidana denda, namun dalam penerapannya besarnya jumlah denda
yang dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran lalu lintas di kota Medan belum
berpedoman kepada besarnya jumlah denda yang termuat dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan tersebut
melainkan masih berpedoman pada tabel denda tilang yang dibuat oleh Ketua
Pengadilan Negeri Medan, Kepala Kejaksaan Negeri Medan serta Kepala
Kepolisian Resort Medan pada tangaal 4 Februari 200911
Berdasarkan hasil wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Medan
yang menyatakan bahwa tabel denda tilang tersebut menjadi acuan atau pedoman
bagi hakim dalam menerapkan pidana denda bagi pelanggar lalu lintas. Penerapan
pidana denda ini tidak boleh melebihi dari besarnya jumlah denda yang terdapat
dalam tabel denda tilang yang ada di kota Medan ini dan sanksi yang lebih sering
digunakan adalah sanksi denda karena sanksi denda merupakan alternatif dari
sanksi kurungan. Penerapan pidana denda ini merupakan suatu sistem imbalan dan
penderitaan, yang akibatnya adalah suatu dukungan efektif untuk mematuhi
kaedah-kaedah.
Penerapan peraturan pidana dalam situasi konkrit, hakim harus
mempunyai kebebasan:12
1. Memilih beratnya pidana yang bergerak dari minimum ke maksimum dalam
perumusan delik yang bersangkutan.
2. Memilih pidana pokok yang mana yang patut dijatuhkan apakah pidana mati,
pidana penjara, pidana kurungan ataukah pidana denda, sesuai dengan

11

Wawancara dengan Amrizal Fahmy, jaksa tilang Kejaksaan Negeri Medan pada tanggal
7 November 2012.
12
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita
1993. hal.53.

13

pertimbangan berat ringannya perbuatan yang dilakukan. Tentu ada ketentuan
yang tidak memberi alternatif kepada hakim mengenai macam pidana ini.
Sebenarnya sebelum hakim tiba pada pemilihan seperti tersebut pada butir
1 dan butir 2, ia dapat memilih apakah yang menjatuhkan pidana pokok dan
tambahan ataukah ia menjatuhkan pidana bersyarat saja, manakala ia memandang
lebih bermanfaat bagi masyarakat dan terpidana jika ia menjatuhkan pidana
bersyarat saja. Hal ini akan leibih nyata jika Rancangan KUHP Nasional telah
menjelma dengan pidana pengawasan sebagai alternatif pidana penjara.
Ada tiga cara pembayaran denda dalam pelanggaran lalu lintas di kota Medan,
yaitu:13
a. Denda titipan, pelanggar dapat menitipkan dendanya kepada yang
mempunyai kuasa untuk itu (kepolisian) dengan alasan si pelanggar ingin
melanjutkan perjalanan dan tidak dapat mengikuti persidangan maka
pelanggar menitipkan denda tersebut kepada petugas yang mempunyai
kuasa supaya tidak ada jaminan yang disita petugas. Kemudian petugas itu
yang menyampaikan atau menyetorkan denda itu ke Pengadilan Negeri
dengan menunjukkan berkas tilang titipan tersebut.
b. Setoran langsung, pelanggar dapat membayar dan menyetornya langsung
ke bank BRI di jalan putri hijau dengan menunjukkan surat tilangnya dan
menyimpan bukti pembayarannya untuk mengambil jaminan atau barang
yang disita oleh petugas.
c. Hadir dalam persidangan, pelanggar mengikuti persidangan yang telah
ditentukan waktunya oleh petugas kepolisian di dalam surat tilangnya dan
membayar langsung dendanya di Pengadilan sesuai dengan putusan yang
telah ditentukan hakim.
Sejak berlakunya tabel denda tilang yang dibuat oleh Ketua Pengadilan
Negeri Medan, Kepala Kejaksaan Negeri Medan serta Kepala Kepolisian Resort
Medan pada tanggal 4 Februari 2009 telah dilakukan sosialisasi baik yang
dilakukan oleh pihak pengadilan, pihak kejaksaan dan kepolisian.
13

Wawancara dengan Baslin Sinaga, Hakim Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 24
Oktober 2012.

14

3. Efektifitas Penerapan Pidana Denda dalam Pelanggaran Lalu Lintas
di Medan
Suatu pemidanaan dikatakan efektif apabila tujuan yang ingin dicapai
dengan adanya pemidanaan itu tercapai.14 Adapun tujuan pemidanaan adalah:15
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum
demi pengayoman masyarakat
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadikannya orang yang baik dan berguna
3. Menyelesai konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbanagn, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
4. Mebebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Selanjutnya diutarakan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan untuk
menderitakan dan tidak diperkenankan martabat manusia.
Menurut hasil riset yang telah dilakukan, efektifitas pidana denda masih
jauh dari tujuan pemidanaan. Pidana denda juga bisa dipandang sebagai alternatif
pidana pencabutan kemerdekaan. Sebagai sarana dalam politik kriminal, pidana
ini tidak kalah efektifnya dari pidana pencabutan kemerdekaan. Berdasarkan
pemikiran ini maka pada dasarnya sedapat mungkin denda itu harus dibayar oleh
terpidana dan untuk pembayaran itu ditetapkan tenggang waktu. Kalau keadaan
mengizinkan, denda yang tidak dibayar itu dapat dikembalikan dari kekayaan atau
pendapatan terpidana sebagai gantinya. Pengganti itu tidak mungkin, maka pidana
penjara pengganti dikerjakan kepadanya. Ketentuan agar terpidana sedapat
mungkin membayar dendanya harus diartikan bahwa kepadanya diberi
kesempatan oleh hakim untuk mengangsur dendanya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak kepolisian resort kota Medan,
menyatakan bahwa tabel denda tilang yang telah dibuat tersebut masih belum
14
15

Niniek Suparmi, Op.cit, hal.59.
Ibid.

15

memberikan efek jera bagi pelanggar lalu lintas karena rendahnya jumlah denda
tilang yang berlaku di kota Medan. Menurut beliau, jumlah denda menurut tabel
denda tilang yang sudah ada tersebut sebenarnya bisa memberikan efek jera bagi
pelanggar apabila denda dalam tabel tersebut diterapkan sebagai denda minimum
yang artinya jumlah yang terdapat dalam tabel tersebut menjadi denda minimum
yang harus dibayarkan, namun hakim disini cenderung menjatuhkan denda
dibawah dari ketentuan yang ada pada tabel tersebut.
Menurut ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 30 KUHP, tidak
ada ketentuan batas waktu yang pasti kapan denda itu harus dibayar. Disamping
itu tidak ada pula ketentuan mengenai tindakan-tindakan lain yang dapat
menjamin agar terpidana dapat dipaksa untuk membayar dendanya misalnya
dengan jalan merampas atau menyita harta benda atau kekayaan terpidana.
C. ANALISA PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN
LALU LINTAS DALAM PUTUSAN TILANG DI MEDAN
1.

Putusan Register Nomor 63457 Pengadilan Negeri Medan
Kasus Pelanggaran Lalu Lintas Putusan Register Nomor 63457 Pengadilan

Negeri Medan mungkin hanya sebagian kecil dari kasus-kasus Pelanggaran Lalu
Lintas yang terjadi di lingkungan masyarakat dengan melihat banyaknya
Pelanggaran Lalu Lintas yang terjadi. Pelanggaran lalu lintas oleh terdakwa
Ratiman yaitu melanggar pasal 288 (2) UULAJ Yo 211, 212 PP 44 tahun 1993.
Dalam kasus pelanggaran lalu lintas yang terjadi yang dilakukan terdakwa
Ratiman. Pelaku pelanggaran lalu lintas ini merupakan manusia sebagai subjek
hukum pidana yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pelanggaran
lalu lintas yang dilakukan oleh terdakwa adalah tindak pidana yang dilakukan

16

dengan tertangkap tangan dengan artian penyidikan pelanggaran lalu lintas
dimulai dengan pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan dalam hal adanya
pelanggaran yang dilakukan oleh Ratiman. Dalam pemeriksaan terdakwa secara
tertangkap tangan tidak dapat menunjukan Surat Izin Mengemudi yang sah
kepada petugas, sehingga petugas menahan atau menyita Surat Tanda Nomor
Kendaraan (STNK) truk tersebut. Pengendara truk diwajibkan memiliki Surat Izin
Mengemudi yang termasuk kedalam golongan SIM BII (Pasal 211 ayat 2 PP
nomor 44 tahun 1993). Terdakwa sebagai pelaku harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya dengan membayar denda sebesar Rp 200.000 sesuai dengan
ketentuan Pasal 288 (2) UULAJ.
Melihat dari tabel denda tilang yang ada di Kota Medan untuk jenis
kendaraan truk yang tidak dapat menunjukkan SIM sesuai dengan ketentuan
dikenakan denda sebesar Rp 350.000,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi
perbedaan ketentuan denda yang terdapat antara UULAJ dengan tabel denda
tilang yang ada di kota Medan. Putusan hakim dalam pelanggaran ini tidak
mengacu pada tabel denda tilang tersebut melainkan mengacu pada UULAJ.
Mengingat kekuasaan kehakiman yang mandiri dan tidak ada kewajiban bagi
hakim untuk harus menjatuhi jumlah dendanya sesuai dengan tabel denda tilang
tersebut. Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.16
2.

Putusan Register Nomor 68225 Pengadilan Negeri Medan

16

Wawancara dengan Baslin Sinaga, Hakim Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 24
Oktober 2012

17

Pelanggaran yang dilakukan terdakwa adalah pelanggaran lalu lintas Pasal
288 (2) UULAJ Yo.211, 212 PP 44 Tahun 1993 dan melanggar Pasal 290 dan 291
(1) (2) UULAJ Yo.70 PP 43 tahun 1993 yang dirumuskan dalam Undang-undang
22 tahun 2009. Dalam kasus pelanggaran lalu lintas yang terjadi yang dilakukan
terdakwa Faisal. Pelaku pelanggaran lalu lintas ini merupakan manusia sebagai
subjek hukum pidana yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh terdakwa adalah tindak pidana yang
dilakukan dengan tertangkap tangan dengan artian penyidikan pelanggaran lalu
lintas dimulai dengan pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan dalam hal adanya
pelanggaran yang dilakukan oleh Faisal. Dalam pemeriksaan terdakwa secara
tertangkap tangan tidak dapat menunjukan Surat Izin Mengemudi yang sah
kepada petugas dan tidak mengenakan helm yang berstandar Nasional. sehingga
petugas menahan atau menyita Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sepeda
motor tersebut. Pengendara sepeda motor diwajibkan memiliki Surat Izin
Mengemudi yang termasuk kedalam golongan SIM C (Pasal 211 ayat 2 PP nomor
44 tahun 1993)
Terdakwa sebagai pelaku harus mempertanggung jawabkan perbuatannya
dengan membayar denda sebesar Rp 100.000 sesuai dengan ketentuan Pasal 288
(2) UULAJ. Melihat dari tabel denda tilang yang ada di Kota Medan untuk jenis
kendaraan roda dua atau sepeda motor yang tidak dapat menunjukkan SIM sesuai
dengan ketentuan dikenakan denda sebesar Rp 100.000,-. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan mengacu pada tabel

18

denda tilang tersebut karena jumlah denda yang dijatuhkan hakim sesuai dengan
jumlah denda yang ada pada tabel denda tilang yang ada di kota Medan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian penulisan skripsi ini, dapat diambil kesimpulan
yaitu sebagai berikut:
1. Menurut pandangan hukum pidana, penerapan pidana denda dalam
pelanggaran lalu lintas diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.
Pidana denda masuk dalam kategori pidana pokok (sesuai Pasal 10 KUHP)
sebagai urutan terakhir atau keempat, sesudah pidana mati, pidana penjara dan
pidana kurungan. Pidana denda diatur dalam Pasal 30-31 KUHP dan bukan
dimaksudkan sekedar untuk tujuan-tujuan ekonomis misalnya untuk sekedar
menambah pemasukan keuangan negara, melainkan harus dikaitkan dengan
tujuan-tujuan pemidanaan. Pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas diatur
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 14
Tahun 1992 karena sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan
linkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan saat ini, sehingga perlu diganti dengan dengan undang-undang yang baru.
Ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 273 sampai Pasal 315 memuat denda
yang lebih tinggi dari undang-undang yang sebelumnya.
2. Penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas di kota Medan seperti
yang telah kita ketahui bersama, Pengadilan Negeri Medan telah menetapkan

19

besarnya denda tilang yang harus dibayar oleh pengguna jalan yang melanggar
ketentuan sesuai dengan Kordinasi antara Pengadilan, Kejaksaan dan
kepolisian. Besarnya denda tersebut ditentukan oleh kategori jenis pelanggaran
(ringan, sedang dan berat) dan jenis kendaraan yang melanggar yaitu bermotor
roda dua, roda empat, mobil penumpang umum, pick up, bus/truk dan truk
gandeng. Hal ini dibuat atas keluarnya SEMA Nomor 4 Tahun 1993 yang
berisi agar masing-masing daerah membuat standar besarnya jumlah denda atas
pelanggaran lalu lintas dengan melihat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
daerah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian juga menyatakan bahwa besarnya
jumlah denda tilang yang ada di kota Medan masih dikategorikan rendah. Hal
ini yang menyebabkan tidak efektifnya penerapan pidana denda serta penerpan
pidana denda tersebut tidak mengakibatkan efek jera. Ini ditunjukkan dari
angka pelanggaran lalu lintas yang tinggi setiap bulannya. Terdapat tiga cara
pembayaran denda dalam pelanggaran lalu lintas di kota Medan, yaitu: denda
titipan yang merupakan denda yang dapat dititipkan kepada petugas yang
mempunyai kuasa, denda setoran langsung yang merupakan denda yang
dibayar langsung oleh pelanggar ke bank BRI jalan putri hijau yang ditunjuk
sebagai bank yang resmi tempat pembayaran denda tilang di kota Medan serta
menghadiri persidangan yang merupakan cara yang seharusnya diikuti oleh
pelanggar.
3. Analisis penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas dapat dilihat
dari berbagai vonis hakim yang dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran lalu
lintas seperti kasus yang ada, tampak jelas bahwa masih ada ketimpangan

20

dalam menentukan jumlah denda. Mulai dari jumlah denda yang diputus
jumlahnya dibawah tabel denda tilang, jumlah dendanya sama dengan tabel
denda tilang bahkan jumlah dendanya lebih dari yang ditentukan dalam tabel
denda tilang. Tampak jelas hakim dalam menjatuhkan putusan mandiri dan
tidak ada kewajiban bagi hakim untuk harus mematuhi jumlah denda sesuai
dengan tabel denda tilan tersebut. Tabel denda tilang tersebut digunakan untuk
menghindari terjadinya perbedaan (disparitas) yang beraneka ragam dalam
menentukan jumlah denda tilang tersebut. Hukum itu harus memberikab rasa
keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi masyarakat.
B. Saran
1. Agar kedepannya, pemerintah melalukan sosialisasi yang cukup terhadap
Undang-Undang ini serta perlu pengawasan dan pemberian sanksi yang tegas
kepada oknum petugas yang selalu memanfaatkan peluang melakukan damai
dengan pelanggar lalu lintas untuk kepentingan pribadinya.
2. Saat ini jaksa selaku eksekutor hanya menunggu apabila ada pelanggar yang
tidak mau

membayar denda. Ini dikarenakan tingginya pelanggar di kota

Medan, namun kedepan perlu diadakannya koordinasi dengan pihak kepolisian
dalam hal pelanggar dalam batas waktu yang ditentukan tidak memenuhi
kewajibannya menyetorkan uang denda maka SIM yang bersangkutan akan
diblokir (dibatalkan) dan begitu juga dengan STNK dapat tidak diterbitkan
untuk tahun berikutnya.
3. Agar kedepannya hakim perlu adanya memberikan sanksi pidana tehadap
orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas dengan menjatuhkan ancaman

21

pidana denda maksimal serta tabel denda tilang yang sudah ada tersebut perlu
ditinjau kembali oleh pihak Pengadilan, Kejaksaan dan Kepolisian karena
jumlah denda dalam tabel tersebut terlalu rendah jika dibandingkan dengan
denda yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 agar
diperbaharui lagi supaya kedepannya lebih menimbulkan efek jera.

22

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Hamzah, Andi, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya
Paramita 1993.
Suhariyono AR, Pembaruan Pidana Denda Indonesia Jakarta: Papas Sinar
Sinanti, 2012
Suparni, Niniek, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan
Jakarta:Sinar Grafik, 2007

Homepage Internet
http://www.scribd.com/doc/97889873/Pelanggaran-Lalu-Lintas-Di-Kota-Medan

Wawancara
Wawancara dengan Baslin Sinaga, Hakim Pengadilan Negeri Medan pada tanggal
24 Oktober 2012.
Wawancara dengan Amrizal Fahmy, jaksa tilang Kejaksaan Negeri Medan pada
tanggal 7 November 2012.
Wawancara dengan Agustinus P, di Kejaksaan Negeri Medan pada tanggal 3
Oktober 2012.
Wawancara dengan Benny, Polantas Medan di Polres Medan pada tanggal 30
Oktober 2012.