T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Pendekatan Inkuiri Tipe Inkuiri Terbimbing pada Siswa Kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor ota Salatiga Semester I Tahun Pelaj

9

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Hasil Belajar IPA
2.1.1 Hakikat IPA
Definisi tentang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sudah banyak
dikemukakan, antara lain menurut Purnell’s : Concise Dictionary of Science
(1983) dalam Winanto & Khristina (2014:2) yang menyatakan Ilmu
Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia yang luas yang didapatkan
dengan cara observasi dan eksperimen yang sistimatik, serta dijelaskan
dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori
dan hipotesis-hipotesis.
Pusat Kurikulum (2006:4), IPA berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dari dua
pendapat tentang IPA di atas dapat disimpulkan bahwa IPA pada hakikatnya
adalah ilmu untuk mencari tahu dan memahami alam semesta secara
sistematik melalui metode ilmiah seperti observasi dan ekserimen, serta

mengembangkan pemahaman ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang
berupa fakta, konsep, prinsip, dan hukum yang teruji kebenarannya. IPA
pada hakikatnya bukan hanya sekedar kumpulan pengetahuan berupa fakta,
hukum, konsep, prinsip, atupun teori melainkan suatu proses penemuan dan
pengembangan. Oleh karena itu untuk mendapatkan pengetahuan harus
melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah serta menuntut sikap
ilmiah.
2.1.2 Hakikat Pembelajaran IPA
Pembelajaran berasal dari kata belajar yang memiliki beberapa
pengertian berbeda menurut para ahli. Menurut Anita E. Wool Folk (dalam
Kartadinata, 2002:46) belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau
perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi karena
9

10

adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Menurut Gagne
(dalam Dahar, 1988) belajar merupakan proses yang memungkinkan
manusia mengubah tingkah laku secara permanen, sedemikian sehingga
perubahan yang sama tidak akan terjadi pada keadaan yang baru.

Menurut Gagne dan Brings (dalam Hawa, 2016:1-3) pembelajaran
“sebagai upaya orang yang tujuannya membantu orang belajar”. Pengertian
yang hampir sama dikemukakan oleh Corey (dalam Hawa, 2016:1-3) bahwa
pembelajaran adalah “suatu proses dimana lingkungan seseorang secara
sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi
khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu”. Sedangkan
menurut Depdikbud (dalam Hawa, 2016:1-3-1-4) pengertian pembelajaran
merujuk pada KBBI yang berarti pembelajaran adalah kata benda yang
diartikan sebagai ”proses, cara, menjadikan orang atau makluk hidup
belajar”. Kata ini berasal dari kata kerja belajar yang berarti ”berusaha untuk
memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan
yang disebabkan oleh pengalaman”.
Kesimpulan dari pengertian tentang belajar dan pembelajaran yang
diungkapkan para ahli di atas terdapat dan hubungan antara pengertian
belajar dan pembelajaran. Belajar merupakan proses perubahan perilaku
yang

dihasilkan

dari


interaksi

antara

seorang

individu

dengan

lingkungannya. Sedang pembelajaran adalah proses menciptakan lingkungan
tersebut secara segaja, sehingga seseorang tersebut dapat terlibat didalamnya
dan terjadi proses belajar yang menghasilkan respon-respon tertentu.
Hakikat pembelajaran IPA dapat dimaksudkan sebagai suatu proses
yang segaja dirancang dengan tujuan menciptakan suasana lingkungan
(kelas/sekolah) yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar IPA di
kelas/sekolah. Dalam proses penciptaan dan pengelolaan lingkungan
(kelas/sekolah) pembelajaran IPA di sekolah guru harus dapat memberikan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, teori, maupun prinsip-prinsip yang

terkandung dalam materi IPA tersebut melalui proses penemuan. Lebih dari
sekedar memberikan guru hendaknya juga harus dapat menanamkan sikap

10

11

ilmiah melalui pendekatan dan model pembelajaran yang digunakannya.
Sehingga, pembelajaran lebih bermakna karena siswa melalui proses tertentu
untuk mendapatkan suatu produk IPA.
2.1.3 Hasil Belajar
Terdapat beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan hasil
belajar, antara lain hasil belajar menurut Suprijono (2011:5) adalah polapola

perbuatan,

keterampilan.

nilai-nilai,


Sudjana

pengertian,

(2016:3)

sikap-sikap,

berpendapat

hasil

apresiasi
belajar

dan

adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Menurut Bloom dalam Wardani, Slameto dan
Winanto (2012:107) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan hasil belajar
merupakan perubahan perbuatan, sikap atau kemampuan seseorang setelah
menggalami proses belajar, yang mencakup kemampuan kognitif, afektif
dan psikomotrik.
Hasil belajar peserta didik dapat dilihat dari nilai yang diperoleh
siswa setelah dilakukan proses penilaian oleh guru dan atau pihak-pihak lain
yang bersangkutan. Berdasarkan Permendiknas No. 20 Tahun 2007
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Permendikbud No. 66
Tahun 2013 Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Lebih dari sekedar mengukur pencapaian hasil belajar, penilaian
menurut Stifflebeam dalam Wardani, Slameto dan Winanto (2012:50)
mengatakan

penilaian

(evaluasi)


merupakan

proses

penggambaran,

pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil
keputusan dalam menetukan alternative keputusan. Menurut Tyler dikutip
oleh Mardapi, D. dalam Wardani, Slameto dan Winanto (2012: 72) penilaian
atau evaluasi merupakan proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan
telah tercapai. Artinya, penilaian atau evaluasi merupakan proses untuk
memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara
11

12

membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriterian tertentu.
Kriteria pembanding tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran
atau ditetapkan setelah proses pengukuran. Kriteria ini dapat berupa:

a. PAP/PAK: Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah
ditetapkan sebelum proses pengukuran dan bersifat mutlak. Contohnya:
Kriteria ketuntasan minimal (KKM) atau batas keberhasilan, kemampuan
rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain.
b. PAN/PAR: Kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran
dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif, dan
bertujuan untuk mengetahui posisi seseorang dalam kelompok.
Penilaian

merupakan

proses

pengumpulan,

pengolahan,

pengambaran dan pemberian informasi tentang hasil belajar peserta didik
yang telah dibandingkan dengan kriteria tertentu untuk menentukan
alternative putusan yang berkaitan dengan peserta didik tersebut. Secara

sederhana penilaian juga dapat diartikan sebagai penentuan keputusan
lulus/tidaknya seorang peserta didik.
Hasil belajar yang berupa penilaian tersebut harus mengukur semua
penguasaan bidang/materi dan aspek perilaku yang dapat diperoleh melalui:
penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan,
ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian
tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian
sekolah/madrasah (Permendikbud No. 66 Tahun 2013). Penilaian yang
dilakukan harus dapat mengukur semua derajat pencapaian kompetensi hasil
belajar yang dikehendaki dalam stadar proses yang terbagi kedalam tiga
ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
1. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari pengetahuan atau ingatan, pemahaman atau aplikasi, analisi, sintesis
dan evaluasi.
2. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari peerimaan
jawaban atau reaksi dan penilaian.

12

13


3. Ranah Psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar berupa keterampilan
dan kemampuan bertindak.
Dalam melakukan semua proses penilaian terdapat teknik penilaian
yang dapat digunakan guru untuk menilai hasil belajar peserta didik, yakni
teknik tes dan non tes:
1. Teknik Tes
Menurut Suryanto Adi (dalam Wardani, Slameto dan Winanto,
2012:70) menyatakan bahwa tes adalah seperangkat pertanyaan atau
tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau
sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Teknik tes sendiri terdiri dari berbagai jenis antara lain:
a. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dikerjakan atau
dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis. Tes tetulis
lebih sesuai untuk mengukur indikator kognitif. Jenis tes tertulis secara
umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
-


Tes Objektif, ada yang pilihan ganda, jawaban singkat atau isian,
benar salah, dan bentuk menjodohkan.

-

Tes Uraian, yang terbagi atas tes uraian objektif (penskoran dapat
dilakukan secara objektif) dan tes uraian non-objektif atau subjektif
(penskoran sulit dilakukan secara objektif)

b. Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaanya dilakukan dengan
mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dengan
peserta didik dengan tujuan untuk melakukan pengukuran atau
menentukan skor. Tes lisan sering digunakan mengukur daya serap
serap peserta didik pada ranah kognitif.
c. Tes Tindakan/Perbuatan
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan
dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan

13

14

dengan perbuatan atau unjuk kerja. Penilaian tes perbuatan dilakukan
sejak peserta didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampai
dengan hasil yang dicapai. Tes perbuatan ini lebih sesuai untuk
indikator psikomotorik. Bentuk format penilaian dapat disesuaikan
menurut keperluanya, untuk mengukur tes perbuatan yang bersifat
individual sebaiknya menggunkan format pengukuran individual.
2. Teknik Nontes
Teknik nontes merupakan berisi pertanyaan atau peryataan yang
tidak memiliki jawaban benar atau salah, instrument non tes dapat
berbentuk questioner, inventori (daftar pertanyaan), angket, catatan
anekdot, daftar cek, skala penilaian, rubrik dll.
Wardani, Slameto dan Winanto (2012: 73) mengemukakan
bahawa teknik nontes sangat penting dalam mengases peserta didik pada
ranah afektif dan psikomotorik, berbeda dengan teknik tes yang lebih
menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik nontes,
beberapa diantaranya seperti unjuk kerja (performance), penugasan
(proyek), tugas individu, tugas kelompok, laporan, ujian praktik dan
portofolio.
2.2 Pendekatan Inkuri
2.2.1 Pengertian Pendekatan Inkuri
Pendekatan menurut T. Raka Joni (1991:4) menunjukan cara umum
dalam memandang permasalahan atau objek kajian sehingga bedampak.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian pendekatan
dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya
mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran
dengan cakupan teoretis tertentu.
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan
sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan
ilmiah yang diajukan. Menurut Webster’s Collegiate Dictionary (dalam

14

15

Winanto & Kristina, 2014:41) kata inkuiri (inquiry) berarti pertanyaan atau
penyelidikan. Piaget memberikan definisi pendekatan inkuiri sebagai:
pendidikan yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan
eksperimen sendiri, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari sendiri
jawaban atas pertanyaan yang mereka ajukan. (Winanto & Kristina,
2014:41). Menurut Gulo dalam Trianto (2009:116) inkuiri berarti suatu
rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri. Selain itu inkuiri tidak hanya mengembangkan
kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada termasuk
pengembangan emosional, keterampilan inkuri merupakan suatu proses yang
bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulan
data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
Amri & Ahmadi (2010: 65) pendekatan inkuri merupakan proses
yang meliputi kegiatan-kegiatan observasi, merumuskan pertanyaan atau
masalah yang relevan, mengevalusi buku atau sumber lain secara kritis,
merencanakan penyelidikan (investigasi) atau eksperimen, melaksanakan
penyelidikan dan atau ekperimen, pengumpulan dan analisis data serta
pengambilan keputusan. Pendekatan inkuiri berdasarkan pendapat para ahli
diatas adalah suatu pendekatan yang menekankan pada proses pembelajaran
untuk memperoleh dan mendapatkan informasi melalui proses penemuan
menggunakan metode observasi dan atau eksperimen untuk mencari
jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau masalah yang
telah diungkapkan sebelumnya dengan menggunakan kemampuan berpikir
sistematis, kritis, logis dan analitis dengan menerapkan langkah-langkah
keterampilan inkuiri.
2.2.2

Pengertian Pendekatan Inkuri Terbimbing
Bonnsterrer dalam Amri & Ahmadi (2010:87) membedakan inkuri
menjadi lima tingkat atau macam yaitu: (1) Praktikum (traditional hand-on),
(2) Sains terstruktur (structured science experience), (3) Inkuri terbimbing
15

16

(guided inqury), (4) Inkuri siswa mandiri (student directed inquiry) dan (5)
Penelitian siswa (student research)
Pendeketan inkuiri tipe inkuiri terbimbing merupakan kegiatan inkuri
dalam hal menentukan topik, pertanyaan atau masalah dikemukakan oleh
guru atau bersumber dari buku teks, kemudian siswa bekerja untuk
merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan
secara mandiri atau kelompok dibawah bimbingan intensif guru. Dalam
inkuri terbimbing kegiatan belajar harus dikelola dengan baik oleh guru,
untuk peserta didik usia SD guru membimbing penuh langkah demi langkah
menuju kesimpulan. Selain itu dipilih pendekatan inkuiri terbimbing ini
karena berdasarkan tingkat perkembangan kognitif peserta didik usia
sekolah dasar yang masih dalam tahap operasional konkrit, tipe inkuri
terbimbinglah yang cocok digunakan untuk menerapakan pembelajaran IPA
di sekolah dasar. Pendekatan inkuiri terbimbing, selama proses pembelajaran
dalam menerapkan langkah-langkah inkuiri siswa dibimbing penuh oleh
guru. Guru menuntun siswa untuk menemukan jawaban dari pertanyaan atau
permasalahan

yang

telah

dikemukakan

dengan

melakukan

proses

pengamatan.
Penerapan inkuiri ditempuh dengan menerapakan lima langkah
dalam kegiatan pembelajaran menurut Eggen & Kauchack (dalam Amri &
Ahmadi, 2010:95) yaitu: (1) Merumuskan pertanyaan atau masalah, (2)
Merumuskan hipotesis, (3) Mengumpulkan data, (4) Menguji hipotesis, (5)
Membuat kesimpulan.
Menurut Trianto, 2009:114 langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah
sebagai berikut:
1. Merumuskan Masalah
2. Mengamati atau melakukan observasi
3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan,
bagan, tabel dan karya lainnya dan
4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman
sekelas, guru atau audience yang lain.

16

17

Sedangkan menurut Klusan dan Stone (dalam Winanto & Khristina,
2014:41) pendekatan inkuri memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Menggunakan keterampilan-keterampilan proses IPA.
2. Tidak ada keharusan untuk menyelesaikan unit tertentu.
3. Jawaban-jawaban yang dicari tidak diketahui lebih dulu, dan tidak ada di
dalam buku pelajaran. Buku-buku petunjuk yang dipilih berisi
pertanyaan-pertanyaan dan sasaran untuk menentukan jawaban, bukan
memberi jawaban
4. Murid-murid bersemangat sekali untuk menentukan jawaban atas
pertanyaanpertanyaan mereka sendiri
5. Proses pembelajaran berpusat pada pertanyaan-pertanyaan ”mengapa”
dan ”bagaimana kita mengetahui”, serta ”betulkah kesimpulan kita ini”.
6. Suatu masalah ditemukan lalu dipersempit hingga terlihat kemungkinan
masalah itu dapat dipecahkan oleh murid.
7. Hipotesis dirumuskan oleh murid-murid.
8. Murid-murid mengusulkan cara-cara pengumpulan data, melakukan
eksperimen, mengadakan pengamatan, membaca dan menggunakan
sumber-sumber lain.
9. Semua usul ini dinilai bersama, bisa ditentukan pula asumsi-asumsi,
keterlibatanketerlibatan dari kesukaran-kesukaran.
10. Murid-murid melakukan penelitian, secara individu atau kelompok,
untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis.
11. Murid-murid mengolah data dan mereka sampai kepada kesimpulan
sementara, juga diusahakan untuk memberikan penjelasan-penjelasan
secara ilmiah.
Pendapat

tentang

langkah-langkah

kegiatan

inkuiri

yang

dikemukakan oleh beberapa para ahli di atas, dalam penelitian ini akan
digunakan langkah-langkah kegiatan inkuiri menurut Eggen & Kauchack
dalam Amri & Ahmadi (2010:95) karena kegiatan-kegiatan yang ada tidak
terlalu banyak dan terinci dengan

jelas sehingga, mudah untuk

dilaksanakan. Selain itu, dipilihnya langkah kegiatan inkuri menurut Eggen

17

18

& Kauchak karena peneliti lebih memahami dibandingkan dengan pendapat
ahli yang satunya.
2.2.3 Pentingnya Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Inkuri sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang mengutamaan
proses penemuan dalam kegiatan pembelajaran untuk memperoleh suatu
pengetahuan memiliki tujuan yang bermanfaat untuk mempentuk karakter
peserta didik. Tujuan utama pembelajaran berbasis inkuiri menurut National
Research Council (dalam Amri & Ahmadi, 2010:91) adalah (1)
mengembangkan konsep sains; (2) mengembangkan keterampilan ilmiah
siswa sehingga mampu bekerja seperti layaknya para ilmuwan; (3)
membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan.
Proses inkuri memberikan kesempatan kepada siswa untuk memiliki
pengalaman belajar yang nyata dan aktif, siswa dilatih untuk memecahakan
masalah sekaligus mengampil keputusan atau simpulan terhadap masalah
tersebut secara langsung. Selain itu, pembelajaran berbasis inkuri
memungkinkan siswa untuk belajar sistem karena ketika siswa melakukan
suatu penyelidikan atau eksperimen terjadi integrasi dari berbagai disipin
ilmu yang melibatkan matematika, bahasa, ilmu sosial, seni atau teknik. Dan
juga dalam pembelajaran inkuiri siswa dituntut bertangung jawab penuh
terhadap proses belajarnya, karena peran guru hanya sebagai pemberi
bimbingan. Guru harus dapat menyesuaikan diri dengan kegiatan yang
dilakukan siswa sehingga tidak mengangu proses belajar siswa.
2.3 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang hampir mirip pernah dilakukan oleh Siti Rohmiati
pada tahun 2009 dengan judul Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan
Pendekatan Inkuiri Kelas VI SD Negeri Nonokerto Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kendal. Hasil penelitian menunjukan pembelajaran IPA dengan

menggunkan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA dari
siklus I sampai siklus III dengan rata-rata sebagai berikut 40%, 63% dan
77%.

18

19

Penelitian lain yang juga hampir serupa pernah dilakukan oleh Asih
Setyaningsih pada tahun 2010 dengan judul Peningkatan Hasil Belajar IPA
dengan Menggunakan Pendekatan Inkuri pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2
Nyilir Kecamatan Kendal Kabupaten Kendal. Hasil penelitian menunjukan

bahwa pembelajaran IPA melalui metode inkuiri dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Nyilir dengan rata-rata nilai siklus I
6,49, rata-rata nilai siklus II 7,25 dan rata-rata siklus III 7,75.
Hasil kajian terhadap penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan
sebelumnya, pendekatan pembelajaran inkuiri dapat mengatasi masalah
pembelajaran khususnya IPA. Penerapan pendekatan inkuiri dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, dengan acuan yang sudah didapat dan
melihat permasalah dilapangan, maka dilakukan penelitian tidakan kelas
yang hampir serupa dan sesuai dengan karakteristik anak SD. Menerapkan
pendekatan inkuiri tipe inkuiri terbimbing pada proses pembelajaran.
Meskipun hampir sama penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya, jika dalam penelitian sebelumnya belum menghadirkan benda
nyata di dalam kelas, maka dalam penelitian kali ini diberikan benda nyata
berupa daun dan gambar bunga kepada masing-masing untuk memperoleh
suatu pengetahuan dengan melakukan pengamatan terhadap benda nyata
tersebut secara langsung.
Relevansi penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Hasil
Belajar Ilmu Pengetahuan Alam dengan Pendekatan Inkuri Tipe Inkuiri
Terbimbing pada Siswa Kelas IV SD Negeri Siderejolor 07 Kota Salatiga
Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017” ini dengan penelitian sebelumnya
selain pada variabel bebasnya yaitu hasil belajar IPA siswa kelas IV,
penelitian sebelumnya juga dijadikan sebagai penguatan bahwa pendekatan
inkuiri dapat meningkatakan hasil belajar siswa terutama pada mata
pelajaran IPA.

19

20

2.4 Kerangka Pikir
Hasil Observasi/pengamatan:
Guru
dalam
melakukan
proses
pembelajaran belum menggunkan model
pembelajaran yang inovatif,
- Belum sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran
- Belum sesuai dengan karakteristik
siswa SD.

Siswa menemukan pengetahuan secara
langsung melalui proses pengamatan
sehingga dapat berpikir secara:
- Sistematis
- Kritis
- Logis, dan
- Analitis

Dalam proses
pembelajaran siswa:
- Bosan
- pasif

Hasil belajar siswa rendah
terutama
pada
mata
pelajaran IPA.

Proses
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan inkuiri tipe
inkuri terbimbing.

Hasil belajar IPA meningkat
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pikir

Berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran tergantung pada
bagaimana cara guru menyampaikan suatu proses pembelajaran tersebut.
Pembelajaran yang lebih menekankan kepada pemerolehan pengetahuan
membuat pembelajaran kurang bermakna karena siswa hanya memperoleh
pengetahuan tanpa tahu dari mana pengetahuan tersebut berasal, sehingga
pembelajaran lebih mengarah kepada menghafal dan mengingat pegetahuan
saja. Hal tersebut berdampak pada hasil belajar peserta didik yang yang masih
rendah terutama dalam mempelajari materi memahami hubungan antara
struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya.
20

21

Hal ini yang menjadi alasan perlu adanya upaya untuk membantu
siswa mempelajari materi memahami hubungan antara struktur bagian
tumbuhan dengan fungsinya dengan baik dan benar. Penerapan pendekatan
inkuri terbimbing mendorong siswa untuk terlibat aktif secara langsung
selama proses pembelajaran mulai sejak perencanaan, baik dalam pemilihan
topik pembelajaran, bahan serta cara mengamati sampai pada penarikan
kesimpulan di bawah bimbingan intesif guru.. Penerapan pembelajaran inkuiri
terbimbing dengan mengamati langsung objek kajian membuat siswa dapat
berpikir secara sistematis, kritis, logis dan analitis.
Penggunaan pendekatan inkuri terbimbing seperti yang telah
disebutkan sebelumnya dimulai dengan penentuan topik.

Kemudian

menentukan rumusan masalah atau pertanyaan yang akan dijadikan sebagai
dasar proses pengamatan. Setelah ditentukan pertanyaan atau masalah, siswa
dibimbing untuk melakukan pengamatan atau observasi dan menuliskan
hasilnya pada tabel yang telah disediakan. Pada akhir kegiatan siswa diminta
untuk presentasi atau menyajikan hasil pengamatannya didepan kelas secara
bergantian, sehingga bisa saling bertukar pikiran, gagasan serta informasi, dan
pada akhir pembelajaran guru bersama siswa membuat kesimpulan bersamasama berdasarkan jawaban-jawaban siswa.
Kegiatan

pembelajaran

dengan

menerapakan

langkah-langkah

pembelajaran inkuri terbimbing seperti sudah dijelaskan diatas sesuai dengan
kajian teori dan penelitian yang relevan dapat meningkatkan hasil belajar IPA
siswa kelas IV SD Negeri Sidorejolor 07 semester I tahun ajaran 2016/2017
sampai pada indikator kerja yang telah ditetapkan yaitu 80%.
2.5 Hipotesis Tindakan
Hasil dari kajian teori serta kerangka berpikir di atas maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah penerapan pendekatan inkuri tipe inkuiri
terbimbing diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV SDN
Sidorejolor 07 semester 1 Tahun Ajaran 2016/2017 pada materi memahami
hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya.

21

Dokumen yang terkait

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24