Apakah Peran Matahari Bagi Perairan

1. Apakah Peran Matahari Bagi Perairan ?
2. Faktor yang mempengaruhi fotosintesi?
3. Faktor penentu produktivitas primer di perairan?

Jawaban :
1. Peran Cahaya Matahari Bagi Perairan
Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan.
Diperairan,
cahaya
berfungsi:
a. Memanasi air sehinggah terjadi perubahan suhu dan berat jenis dan
selanjutnya menimbulkan terjadinya percampuran massa dan kimia air.
Perubahan suhu juga mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai
habitat bagi suatu organisme akuatik, karena setiap organise akuatik
memiliki kisaran suhu minimum dan maksimum bagi kehidupannya.
b. Merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis algae dan tumbuhan
air.
Laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan
cahaya di dalam perairan. Menurut Heyman dan Lundgren (1988), laju
pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan bila
perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.

2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FOTOSINTESIS
A. Suhu : Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi
enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat
meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak
langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom
perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal
fitoplankton.
b. Cahaya : cahaya memiliki dua fungsi utama yaitu pertama memanasi
air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat jenis (densitas) yang
selanjutnya menyebabkan terjadinya percampuran massa dan kimia air,
dan yang kedua cahaya merupakan sumber energi bagi proses
fotosintesis alga dan tumbuhan air. Apabila penetrasi cahaya dalam
perairan semakin besar akan menyebabkan semakin besarnya daerah
berlangsungnya fotosintesis, sehingga kandungan oksigen terlarut masih
relatif tinggi pada lapisan air yang lebih dalam.
Beberaapa faktor yang berefek terhadap penerimaan jumlah cahaya
untuk dapat sampai ke dalam permukaan air adalah:

1. Ketinggian tempat (altitude).
2. Efek geografik : jumlah radiasi cahaya matahari dalam setahun

(kal/cm2/hari) berbeda secara geografis (latitude).
3. Efek musim : letak geografis, perbedaan musim dalam setahun è
perbedaan radiasi.
4. Efek diurnal : pagi atau sore – jarak matahari lebih jauh daripada
tengah hari, elevasi cahaya juga lebih rendah (semakin miring) sehingga
% cahaya yang dipantulkan semakin besar è intensitas cahaya rendah.
5. Efek lokal : morfologi perairan, arus
6. Konsentrasi karbon dioksida
c. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis) Jika kadar fotosintat seperti
karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat
bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang
3. FAKTOR PENENTU PRODUKTIVITAS PERAIRAN :
a. Cahaya Matahari: Cahaya matahari merupakan faktor utama yang
mempengaruhi pertumbuhan produktivitas primer, karena cahaya
matahari merupakan faktor penting untuk proses fotosintesis dalam
pembentukan produktivitas primer.
Cahaya merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi klorofil-a
di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup
banyak cahaya matahari untuk proses fotosintesa. Sedangkan di lapisan
yang lebih dalam, cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit

bahkan tidak ada sama sekali. Ini memungkinkan klorofil-a lebih banyak
terdapat pada bagian bawah lapisan permukaan tercampur atau pada
bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika dibandingkan dengan
bagian pertengahan atau bawah lapisan termoklin. Hal ini juga
dikemukakan oleh Matsuura et al. (1997) berdasarkan hasil pengamatan
di timur laut Lautan Hindia, dimana diperoleh bahwa sebaran konsentrasi
klorofil-a pada bagian atas lapisan permukaan tercampur sangat sedikit
dan mulai meningkat menuju bagian bawah dari lapisan permukaan
tercampur dan menurun secara drastis pada lapisan termoklin hingga
tidak ada klorofil-a lagi pada lapisan di bawah lapisan termoklin.
Fotosintesa fitoplankton menggunakan klorofil-a, c, dan satu jenis pigmen
tambahan seperti protein-fucoxanthin dan peridinin, yang secara lengkap
menggunakan semua cahaya dalam spektrum tampak. Pada panjang
gelombang 400 – 700 nm, cahaya yang diabsorbsi oleh pigmen
fitoplankton dapat dibagi dalam: cahaya dengan panjang gelombang lebih

dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh klorofil dan cahaya dengan panjang
gelombang kurang dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh pigmen-pigmen
pelengkap/tambahan (Levinton, 1982).
Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton,

maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan
berbeda pula. Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi
fotosintesa. Fujita (1970) dalam Parsons et al. (1984) mengklasifikasi alga
laut berdasarkan efisiensi fotosintesa oleh pigmen kedalam tipe klorofil-a
dan b untuk alga hijau dan euglenoid; tipe klorofil-a, c, dan caratenoid
untuk diatom, dinoflagelata, dan alga coklat; dan tipe klorofil-a dan
ficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru.

B. Suhu: Dalam hal ini suhu berperan penting untuk membantu
keragaman musim yang mengakibatkan menghilangnya termoklin dan
mendorong terjadinya turbulensi yang mendorong massa air yang di
bawah untuk membawa zat hara yang di bawah naik ke atas untuk
keperluan fotosintesis. Suhu juga mempengaruhi daya larut gas-gas yang
di perlukan untuk proses fotosintesis seperti CO2 dan O2. gas-gas ini akan
mudah terlarut dalam suhu yang tinggi, akibatnya fotosintesis
ditingkatkan pada suhu yang rendah.
Suhu secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
produktivitas primer di laut. Secara langsung suhu berperan dalam
mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesis. Tingginya
suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis, sedangkan secara

tidak langsung, suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom
perairan

yang

akibatnya

dapat

mempengaruhi

distribusi

vertical

fitoplankton.
Reaksi biokimia dalam sel fitoplankton umumnya dipengaruhi oleh suhu.
Peningkatan

suhu


terjadi

secara

eksponensial

sampai

pada

batas

maksimum. Peningkatan ini biasanya bervariasi untuk masing-masing
reaksi, yaitu antara 25-40oC. Kisaran suhu tersebut mempengaruhi laju
fotosintesis maksimal untuk kemunitas fitoplankton.
Dalam berperan sebagai faktor pendukung produktivitas
fitoplankton di laut, suhu

primer


perairan berinteraksi dengan faktor lainnya

seperti cahaya dan nutrient. Suhu lebih berperan sebagai kovarian
dengan factor lain daripada sebagai faktor bebas. Sebagai contoh,
plankton pada suhu rendah dapat mempertahankan konsentrasi pigmenpigmen fotosintesis, enzim-enzim dan karbon yang besar. Ini disebabkan

karena lebih efisiennya fitoplankton menggunakan cahaya pada suhu
rendah dan laju fotosintesis akan lebih tinggi bila sel-sel fitoplankton
dapat

menyesuaikan

dengan

kondisi

yang

ada.


Perubahan

penggandaan sel hanya pada suhu yang tinggi.

laju

Tingginya suhu

memudahkan terjadinya penyerapan nutrien oleh fitoplankton. Dalam
kondisi

konsentrasi

fosfat

sedang

di


dalam

kolom

perairan,

laju

fotosintesis maksimum akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi.
Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan
meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah
mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap
spesies fitoplankton selalu berdaptasi terhadap suatu kisaran suhu
tertentu.
C. Kecerahan dan Kekeruhan
Kedalaman secchi dapat digunakan sebagai estimator penetrasi cahaya pada
lokasi perairan yang mempunyai kedalaman rendah. Ketersediaan cahaya
diperhatikan

sebagai


kekeruhannya tinggi.

bagian

yang

penting

pada

lingkungan

yang

Adanya pasang surut menyebabkan tersuspensinya

kembali (resuspensi) sedimen sehingga dapat meningkatkan kekeruhan dan
berkurangnya kedalam zona eufotik pada daerah pesisir yang airnya
dangkal.

Kekeruhan (turbidity) merupakan gambaran sifat optik air dari suatu perairan
yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang dipancarkan dan
diabsorpsi oleh partikel-partikel yang ada dalam air. Kekeruhan disebabkan
oleh bahan organik maupun anorganik tersuspensi dan terlarut. Dengan
adanya kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya ke dalam kolom perairan
selanjutnya akan menurunkan produktivitas

primer fitoplankton

pada

perairan.Cahaya dapat menjadi factor pembatas bagi fotosintesis ketika
konsentrasi partikel tersuspensi melebihi 50 mg/l. Peningkatan nilai turbiditas
pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13%50% produktivitas primer. Peningkatan turbiditas sebesar 5 NTU di danau
dan sungai dapat mengurangi produktivitas primer berturut-turut sebesar
75% dan 3%-13% (Erlina et al, 2007).
D.

Salinitas

Salinitas yang bervariasi adalah ciri paling khas dari daerah estuari. Salinitas
berubah setiap hari mengikuti
mengikuti musim.

pasang surut dan berubah secara drastic

Bagian estuary yang paling dekat ke sungai memiliki

salinitas yang paling rendah, namun pada musim panas, ketika aliran air dari
sungai lambat maka banyak air laut yang masuk ke bagian ini.
Sebagaimana, suhu, salinitas secara tidak langsung mempengaruhi
fitoplankton melalui pengaruh terhadap densitas air dan stabilitas kolom air.
Salinitas secara langsung mempengaruhi laju pembelahan sel fitoplankton,
juga keberadaan, distribusi dan produktivitas fitoplankton.

Salinitas dapat

mengubah karakter fotosintesis melalui perubahan sistem karbon dioksida
atau perubahan tekanan osmotic. Oleh karena itu fitoplankton hidup di
perairan estuary yang salinitasnya sangat bervariasi, organisme ini umumnya
akan mengalami fluktuasi tekanan osmotic yang sangat tinggi. Seiring
perubahan osmotic dan komposisi ion dalam sel, proses-proses selular
(seperti sintesis klorofil dan laju fotosintesis) dapat juga berubah.
E.
Nutrien
Istilah umum yang digunakan secara luas untuk bahan organik adalah
senyawa-senyawa yang disintesis secara biologi yang menghasilkan C, H,
biasanya O, sedikit Nitrogen (N) dan fosfor (P), dan trace elemen lain yang
penting untuk memelihara kehidupan tumbuhan.
lemak adalah tipe-tipe senyawa

Protein, karbohidrat dan

organik yang banyak di

dalam sistem

kehidupan. Masing-masing mengandung karbon, hidrogen

dan oksigen

dalam rasio yang bervariasi. Dapat ditambahkan, bahwa lemak sering
meliputi P, sedangkan protein mengandung N dan P (Basmi 1995). Suplai
unsur dan senyawa esensial

ke dalam suatu sistem perairan, khususnya

Nitrogen (N), Fosfat (P) dan Silikat (Si) sering dilihat sebagai factor pembatas
yang mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan populasi dan komunitas
fitoplankton. Dinamika populasi fitoplankton sangat ditentukan oleh nutrien
yang berperan sebagai faktor pembatas. Penggunaan nutrien sebagai faktor
pembatas dapat dibedakan sebagai:
1.
Nutrien sebagai faktor pembatas pertumbuhan populasi yang
dominan. Perubahan atau pertukaran populasi yang dominan terjadi di
bawah batas saturasi dari populasi dominan yang ada.

2.

Nutrien sebagai faktor pembatas terhadap laju potensial

produksi primer bersih. Perubahan populasi melebih batas populasi
dominan yang ada, ditentukan oleh perubahan spesies yang dominan.
3.
Nutrien sebagai faktor pembatas produksi ekosistem bersih,
populasi primer kotor melebihi total respirasi ekosistem. Perubahan
populasi ini berdampak pada meningkatknya kandungan organik bersih
atau hasil dari ekosistem.
Unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh fitoplankton merupakan factor
pembatas pada tawar fosfat lebih bersifat faktor pembatas bagi pertumbuhan
alga bila dibandingkan dengan unsur yang lain, sedangkan di perairan laut
ketiga unsur tersebut bersama-sama bersifat sebagai faktor pembatas
pertumbuhan

terutama

nitrogen.

Fosfat

dan

silikat

secara

potensial

merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton pada musim
dingin sedangkan nitrat bersifat sebagai faktor pembatas pada perairan
dengan salinitas yang lebih tinggi.

Pada perairan dengan tingkat salinitas

sedang, pertumbuhan fitoplankton tidak merespon terhadap penambahan N
atau P. Peningkatan biomassa secara drastic terjadi bila penambahan N dan
P dilakukan secara bersamaan.
Pertumbuhan dan reproduksi fitoplankton dipengaruhi oleh kandungan
nutrien di dalam badan perairan. Kebutuhan akan besarnya kandungan dan
jenis nutrien oleh fitoplankton sangat tergantung pada klas atau jenis
fitoplankton itu sendiri disamping jenis perairan dimana fitoplankton
tersebut hidup.
terhadap

Dengan demikian nitrogen secara signifikan berpengaruh

struktur

komunitas

fitoplankton.

Namun

demikian

laju

pertumbuhan fitoplankton akan tergantung pada ketersediaan nutrien yang
ada. Laju pertumbuhan fitoplankton akan sebanding dengan meningkatnya
konsentrasi nutrien hingga mencapai suatu konsentrasi yang saturasi.
Setelah keadaan ini, pertumbuhan fitoplankton tidak tergantung lagi pada
konsentrasi nutrien.
Nitrogen dibutuhkan untuk mensintesa protein. Nitrogen di laut terutama
berada dalam bentuk molekul-molekul nitrogen dan garam-garam anorganik
seperti nitrat, nitrit dan amonia dan beberapa senyawa nitrogen organik.
Pada umumnya nitrogen diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat
(NO3-N) dan ammonia (NH3-N). Fitoplankton lebih banyak menyerap NH3-N

dibandingkan dengan NO3-N karena lebih banyak dijumpai di perairan baik
dalam kondisi aerobik maupun anaerobik.

Selain itu penggunaan N-NO3

membutuhkan penambahan energi seperti adanya enzim nitrat reduktase.
Pada umumnya konsentrasi nitrogen di perairan laut berkisar 0,01-50 μg/l
untuk nitrat, 0,01-5 μg/l untuk nitrit dan 0,1-5 μg/l untuk amonia serta 0,2-2
μg/l untuk asam amino. Sedang untuk pertumbuhan optimal

fitoplankton

memerlukan kandungan nitrat berkisar 0,9-3,5 mg/l. Secara lebih khusus
kebutuhan minimum nitrat yang dapat diserap oleh diatom berkisar 0,0010,007 mg/l (Masitho, 2012).
Dalam

bentuk

fosfor,

fitoplankton

menggunakan

fosfat

(PO4)

untuk

pertumbuhannya. Fosfat mempengaruhi penyebaran fitoplankton khususnya
diatom. Fosfat menjadi faktor pembatas baik secara spasial maupun
temporal. Konsentrasi fosfor di perairan umum berkisar 0,001-0,005 mg/l.
Kandungan fosfat yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar
0,09-1,80 mg/l. Pada perairan yang memiliki konsentrasi fosfat yang rendah
(0,00-0,02 mg/l) akan didominasi oleh diatom, pada perairan dengan
konsentrasi

fosfat

sedang

(0,02-0,05

mg/l)

akan

dijumpai

jenis

Chlorophyceae yang berlimpah dan perairan yang memiliki konsentrasi
fosfat tinggi (>0,10 mg/l) maka jenis Cyanophyceae menjadi dominan
(Mashito,2012)

F.
Jenis Fitoplankton
Fitoplankton merupakan mikroorganisme air yang mampu melakukan
fotosintesis. Fitoplankton terdiri dari berbagai macam spesies yang memiliki
metabolisme berbeda-beda tiap spesies. Secara taksonomi fitoplankton
terdiri dari 10 filum alga baik yang prokariotik (Cyanophyceae dan
Chlorophyceae) maupun eukariotik (Bacillariophyceae dan Chrysophyceae).
Terdapat

13

kelas

Cyanophyceae

dari

(alga

fitoplankton

biru

hijau),

yang

terdapat

Rhodophyceae

di

laut,

(alga

yaitu

merah),

Bacillariophyceae (Diatom), Cryptophyceae (Cryptomonads), Dinophyceae
(Dinoflagellata),
Haptophyceae

Crysophyceae
atau

(Crysomonads,

Silicoflagellat),
Prymnesiophyceae

(Coccolithophorids,Prymnesiomonads),Raphidiophyceae(Choromonadea),
Xanthophyceae (alga kuning hijau), Eustigmatophyceae, Euglenophyceae
(Euglenoids), Prasinophyceae (Prasinomonads), dan Chlorophyceae (alga
hijau). Tetapi hanya 4 kelas saja yaitu Bacillariophyceae, Cryptophyceae,
Dinophyceae, dan Haptophyceae yang memegang peranan penting dalam
total standing stok fitoplankton di laut.
Akan tetapi kelompok fitoplankton yang mempunyai kelimpahan tertinggi di
ekosistem laut adalah dari kelas diatom. Selain itu pula terdapat beberapa
kelompok lain dari fitoplankton yang kadang-kadang melimpah , tetapi
mereka diwakili oleh jenis yang sangat sedikit.

Jenis tersebut meliputi

Cyanophyta (cyanobacteria, seperti contoh jenis-jenis dengan ukuran sel
yang sangat kecil dari Synechococcus atau berkas-berkas besar dari
filamen Oscillatoria (Trichodesmium).
G. DO

Disolved oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan.
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem
perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebahagian besar
organisme air. Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan
maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu yaitu sebesar 14,16 mg/l O2.
Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan
peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya
suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut semakin
tinggi.
Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui
kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Pengaruh
oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi.
Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman.
Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh
aktifitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. nilai DO yang berkisar
antara 5,45-7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai oksigen
terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l.

DAFTAR PUSTAKA




Levinton, J. S., 1982. Marine Ecology. Printice – Hall inc.
o Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asean
Waters, NAGA Rep. 2. Scripps Inst. of Oceanography La jolla, Calif.
o

Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan),
Edisi kelima Jilid 3. Penerbit Erlangga. Jakarta.

o

Lukas R., and E. Lindstrom, 1991. The Mixed Layer of the Western
Equatorial Pacific Ocean. J. Geophys. Res., 96: 3343 – 3357

o

McPhaden, and S. P. Hayes, 1991. On the Variability of Winds, Sea
Surface Temperature, and Surface Layer Heat Content in the Western
Wquatorial Pacific. J. Geosphys. Res. 96: 3331 – 3342.

Erlina, Antik.2007. Kualitas Perairan Di Sekitar Bbpbap Jepara Ditinjau Dari
Aspek Produktivitas Primer Sebagai Landasan Operasional Pengembangan
Budidaya Udang Dan Ikan. Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan Universitas



Diponogoro: Semarang
Masitho, Imas. 2012. Produktivitas Primer Dan Struktur Komunitas Perifiton
Pada Berbagai Substrat Buatan Di Sungai Kromong Pacet Mojokerto. Program

Studi S-1 Biologi Departemen Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas
Airlangga: Surabaya