PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL SEBA

PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI PREDIKTOR
KUALITAS HIDUP PADA IBU DARI ANAK DOWN SYNDROME
DI SUKABUMI

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH
RISA NURHAYATI
NIM 130811606747

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
2017

LEMBAR PERSETUJUAN

Artikel penelitian oleh Risa Nurhayati ini
telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing.

Malang, 22 Juni 2017

Pembimbing I,

Dr. Tutut Chusniyah, M.Si
NIP. 19640602 199802 2 001

Malang, 22 Juni 2017
Pembimbing II,

Diantini Ida Viatrie, S.Psi., M.Si
NIP 19671231 199803 2 006

PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI PREDIKTOR
KUALITAS HIDUP PADA IBU DARI ANAK DOWN SYNDROME
DI SUKABUMI
RISA NURHAYATI
Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang
E-mail: risanurhayati@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerimaan diri dan
dukungan sosial sebagai prediktor kualitas hidup pada ibu dari anak down

syndrome di Sukabumi. penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan rancangan deskriptif dan prediktif. Subjek penelitian adalah ibu
yang memiliki anak down syndrome dan berstatus sebagai ibu kandung
yang berada di Sukabumi. Instrumen yang digunakan berupa skala
penerimaan diri, skala dukungan sosial, dan skala kualitas hidup. Analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis
regresi linear ganda. Berdasarkan hasil analisis diperoleh enam kesimpulan
bahwa sebagian besar ibu dari anak down syndrome (1) memiliki kualitas
hidup yang tinggi (2) memiliki penerimaan diri yang tinggi (3) memiliki
dukungan sosial yang tinggi (4) penerimaan diri sebagai prediktor kualitas
hidup pada ibu dari anak down syndrome (5) dukungan sosial sebagai
prediktor kualitas hidup pada ibu dari anak down syndrome (6) penerimaan
diri dan dukungan sosial sebagai prediktor kualitas hidup pada ibu dari
anak down syndrome.
Kata kunci: penerimaan diri, dukungan sosial, kualitas hidup dan ibu dari
anak down syndrome
Abstract
The purpose of this research are to know wether self-acceptance and social
support as a predictor of quality of life in mother of down syndrome
children in Sukabumi. This research uses quantitative approach with

descriptive and predictive design. The subjects were mothers who have
children with down syndrome and status as biological mother in
Sukabumi. Instrument used in the form of self acceptance scale, social
support scale and quality of life scale. The analysis in this research is
descriptive analysis and multiple linear regression analysis. Based on the
results obtained by the analysis of six conclusions that mostly mothers of
down syndrome children (1) have a high quality of life (2) have high self
acceptance (3) have high social support (4) self acceptance as a predictor
of quality of life in mothers of down syndrome (5) social support as a
predictor of quality of life in mothers of down syndrome (6) self
acceptance and social support as a predictor of quality of life in mothers of
down syndrome.
Key word: self acceptance, social support, quality of life, mothers of
down syndrome children

Anak merupakan anugerah istimewa yang diberikan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Namun tidak sedikit dari mereka yang terlahir dengan kondisi kurang
beruntung atau memiliki gangguan dalam proses kehidupannya. Gangguan yang
terjadi pada masa kanak-kanak sebagian besar menghambat perkembangan
potensi-potensinya. Salah satu gangguan yang sering terjadi pada anak yaitu down

syndrome. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh anak down syndrome
menjadi tantangan tersendiri bagi seorang ibu yang mengurusnya. Dalam
kehidupan sehari-hari ibu berperan sebagai seorang caregiver bagi anak down
syndrome, caregiver adalah seseorang yang membantu orang lain yang
memerlukan bantuan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari (Khan dkk, 2015).
Sebagai caregiver dari anak down syndrome beban yang dialami oleh ibu semakin
berat, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Abbasi dkk (2016) bahwa ibu
dari anak gangguan perkembangan mengalami tingkat stres yang tinggi, masalah
kesehatan, hilangnya rasa tanggung jawab, kerusakan dalam fungsi fisik, dan
kelelahan. Hal tersebut menjadikan kualitas hidup dari seorang ibu menjadi
rendah.
Adapun pengertian dari kualitas hidup adalah kualitas yang dirasakan dari
kehidupan sehari-hari individu yang meliputi penilaian kesejahteraan atau
ketiadaan, hal tersebut mencakup semua aspek emosional, sosial, dan fisik
individu (Khan dkk, 2015). WHOQOL-BREF (1998), individu yang memiliki
kualitas hidup yang tinggi akan memiliki, (1) kesehatan mental yang baik; (2)
keadaan psikologis yang baik seperti perasaan positif, harga diri, citra diri,
memori dan konsentrasi yang baik, dapat belajar dan berpikir dengan baik; (3)
hubungan sosial yang baik; dan juga (4) kondisi lingkungan yang baik. Dan begitu
sebaliknya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang menurut
Brown dkk (1996) antara lain faktor lingkungan dan faktor pribadi. Salah satu
faktor dalam faktor pribadi adalah faktor psikologis yang meliputi kebiasaan,
kognisi, emosi, persepsi, dan pengalaman yang merupakan karakteristik individu
untuk menyesuaikan diri dengan dunianya. Sedangkan Edwards (2002)
menyatakan komponen pendukung kualitas hidup meliputi komponen kognitif
yang merupakan evaluasi kognitif terhadap keseluruhan kualitas hidup seperti

keluarga, teman, lingkungan, dan diri. Serta komponen afektif yang merupakan
pengalaman individu dari perasaan positif, emosi negatif, dan adanya emotional
support seperti kesejahteraan sosial berupa hubungan, dukungan, dan keterlibatan
masyarakat.
Berdasarkan penelitian Edwards (2002) diatas, menunjukkan bahwa diri
(dalam konteks ini merujuk pada penerimaan diri) dan dukungan sosial diduga
menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Menurut Sheerer (1948)
penerimaan diri adalah suatu penilaian diri dan keadaan secara ojektif, mampu
menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Penerimaan ibu terhadap
seorang anak merupakan refleksi dari penerimaan dirinya (Maslow dalam Hjelle
dan Ziegler, 1992). Menurut Wijayanti (2015) ibu yang memiliki penerimaan diri
yang baik maka akan dengan mudah menerima kekurangan anaknya, begitu pula

sebaliknya. Pendapat tersebut didukung oleh Buss (dalam Wijayanti, 2015) bahwa
individu dengan penerimaan diri yang baik menunjukkan sikap menyayangi diri
sendiri dan juga lebih memungkinkan untuk dapat menyayangi orang lain,
sedangkan individu yang penerimaan dirinya rendah maka cenderung membenci
dirinya sendiri dan lebih memungkinkan untuk membenci orang lain. Individu
yang memiliki penerimaan diri yang baik akan memiliki konsep diri yang stabil
sehingga mampu memahami diri sendiri dan memiliki keyakinan diri yang baik
disertai rasa aman untuk mengembangkan diri sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidupnya secara keseluruhan (Friedman, 2010).
Selanjutnya, yang mempengaruhi kualitas hidup adalah dukungan sosial
menurut Cutrona dan Russell (1987) adalah serangkaian tingkah laku
interpersonal dari para anggota kelompok sosial yang bertujuan untuk membantu
individu didalam kelompok tersebut agar dapat melewati peristiwa dan kondisi
yang tidak menyenangkan. Selain itu Broadhead

(1983) menyatakan bahwa

dukungan sosial merupakan sebuah proses yang memiliki efek positif

bagi


individu yang tengah menghadapi suatu stresor. Dukungan tersebut dapat
diperoleh dari lingkungan di mana ia tinggal namun dukungan sosial yang paling
penting adalah dari pasangan, orang tua, dan keluarga (Sarafino & Smith, 2014).
Seorang ibu yang memiliki anak down syndrome membutuhkan dukungan
sosial yang baik dari lingkungannya agar memiliki kualitas hidup yang tinggi. Hal

tersebut didukung oleh Angermeyer dkk (2002) yang menyatakan bahwa apabila
dukungan sosial berkurang maka kualitas hidup seseorang akan menurun.
Selanjutnya Marzuki dkk (2015) menyatakan bahwa individu yang menghadapi
stres dan kurang mendapat dukungan sosial cenderung memiliki kesejahteraan
psikologis yang rendah namun individu yang stres tetapi menerima dukungan
sosial yang baik memiliki kecenderungan untuk mendapatkan kesejahteraan
psikologis yang lebih baik. Dukungan sosial dianggap sebagai pengirim informasi
yang membuat orang merasa merawat dan mencintai, dihormati dan merasa
bahwa mereka adalah bagian dari anggota masyarakat yang membentuk tanggung
jawab kolektif. Dukungan sosial dapat mengurangi dampak negatif terhadap
peningkatan kualitas hidup.
Penerimaan diri dan dukungan sosial diduga memiliki kaitan yang erat
dengan kualitas hidup, sebagaimana yang dinyatakan oleh Edwards (2002) bahwa

dukungan dan diri merupakan komponen pendukung yang membentuk kualitas
hidup. Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis untuk
individu (Marzuki dkk, 2015) sehingga kualitas hidup seorang ibu dari anak down
syndrome dapat meningkat. Dukungan sosial yang didapat akan mempengaruhi
penerimaan diri seorang ibu dari anak down syndrome, hal ini didukung oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Reza (2013) bahwa semakin tinggi dukungan
sosial maka semakin tinggi pula penerimaan dirinya. Ketika dukungan sosial dan
penerimaan diri tinggi maka kualitas hidup seseorang juga akan tinggi.

METODE
Jenis penelitian ini adalah deskriptif prediktif. Populasi yang digunakan
adalah ibu dari anak down syndrome yang ada di Sukabumi. Subjek penelitian
berjumlah 94 orang dengan perincian 30 subjek untuk try out dan 64 subjek untuk
pengambilan data. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling yaitu responden yang terpilih sesuai dengan kriteria.
Adapun kriteria tersebut adalah ibu kandung, tidak mengikuti paguyuban dan
tinggal di Sukabumi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tiga
instrumen yaitu: 1) skala penerimaan diri dari Berger yang terdiri dari 36 aitem.
Berdasarkan uji coba skala yang telah dilakukan diperoleh 19 aitem valid dengan


koefisien reliabilitas sebesar 0,875, 2) skala dukungan sosial dari Cutrona dan
Russel yang terdiri dari 24 aitem. Berdasarkan uji coba skala yang telah dilakukan
diperoleh 18 aitem valid dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,882, 3) skala
kualitas hidup dari WHO yang terdiri dari 26 aitem. Berdasarkan uji coba yang
telah dilakukan diperoleh 22 aitem valid dengan koefisien reliabilitas sebesar
0,839. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan regresi linear
ganda.

HASIL
Berdasarkan skor T dan persentase jumlah subjek pada masing-masing
kategori dapat disimpulkan bahwa 34 orang ibu yang memiliki anak down
syndrome atau sebanyak 53% memiliki kualitas hidup yang tinggi. 40 ibu yang
memiliki anak down syndrome atau sebanyak 62% memiliki penerimaan diri yang
tinggi. Serta 36 orang ibu yang memiliki anak down syndrome atau sebanyak 56%
mendapatkan dukungan sosial yang tinggi.
Berdasarkan perhitungan uji normalitas seluruh data berdistribusi normal.
Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa tidak ada penyimpangan dari linearitas,
sehingga diketahui bahwa terdapat hubungan linear antara variabel penerimaan
diri dengan kualitas hidup dan variabel dukungan sosial dengan kualitas hidup.
Berdasarkan uji autokorelasi menggunakan Durbin-Watson menunjukkan bahwa

tidak ada autokorelasi. Selain itu, berdasarkan uji multikolinearitas menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara variabel penerimaan diri dan variabel dukungan
sosial. Dengan demikian disimpulkan bahwa seluruh uji asumsi prasyarat
terpenuhi.
Berdasarkan uji hipotesis, diketahui bahwa 12,8% variabel kualitas hidup
pada ibu dari anak down syndrome dapat dijelaskan oleh variabel penerimaan diri
sebagai prediktornya. 24,4% variabel kualitas hidup pada ibu dari anak down
syndrome dapat dijelaskan oleh variabel dukungan sosial sebagai prediktornya.
Dan 25,6% variabel kualitas hidup pada ibu dari anak down syndrome dapat
dijelaskan oleh variabel penerimaan diri dan dukungan sosial sebagai
prediktornya.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dengan menggunakan skor T
diketahui bahwa sebagian besar kualitas hidup ibu yang memiliki anak down
syndrome ada pada kategori tinggi dan sisanya ada pada kategori rendah. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak down syndrome hidup
dengan sejahtera.
Kualitas hidup berarti kesejahteraan secara keseluruhan yang dirasakan
oleh individu dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup aspek kesehatan fisik,

psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan (WHOQOL-BREF, 1998). Istilah
kualitas hidup digunakan untuk mengevaluasi kesejahteraan secara umum dari
individu (Heydarnejad dkk dalam Siregar & Muslimah, 2014) yang mengacu pada
gambaran kehidupan dimana seseorang hidup seperti kesehatan, pendapatan,
kualitas perumahan, aktivitas peran sosial, dan kepuasan pribadi terhadap kondisi
kehidupan yang demikian (Brown dkk, 1996).
Individu yang memiliki kualitas hidup yang tinggi berarti memiliki tingkat
kepuasan yang tinggi pada setiap aspeknya. Ketika seorang ibu memiliki anak
down syndrome dengan kualitas hidup yang tinggi, maka ia mampu menghadapi
semua tantangan-tantangan yang ada di sepanjang kehidupannya yang salah
satunya adalah memiliki anak down syndrome itu sendiri, begitupula sebaliknya
(Edwards, 2002).
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dengan menggunakan skor T diketahu
bahwa penerimaan diri ibu yang memiliki anak down syndrome sebagian besar
ada pada kategori tinggi dan sisanya ada pada kategori rendah. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa seorang ibu yang memiliki anak down syndrome menyadari,
memahami, dan mampu menerima dirinya sebagai orang tua yang memiliki anak
down syndrome, serta menjalani hidupnya seperti ibu-ibu lain pada umumnya
(Sheerer, 1948). Dalam penelitian ini, sebagian besar dari ibu yang yang memiliki
anak down syndrome menyekolahkan anaknya di sekolah luar biasa. Hal tersebut
berarti seorang ibu sudah menerima dirinya bahwa ia memiliki anak yang luar
biasa (down syndrome). Walaupun subjek dalam penelitian ini tidak tergabung
dalam paguyuban khusus yang berfokus pada down syndrome, tetapi ibu-ibu
tersebut dapat menemukan orang lain yang memiliki perasaan senasib (walaupun

tidak selalu mengenai down syndrome) sehingga dapat bertukar pikiran dan
perasaan yang menjadikan penerimaan dirinya tinggi.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dengan menggunakan skor T
diketahui bahwa sebagian besar dukungan sosial yang diterima oleh ibu yang
memiliki anak down syndrome ada pada kategori tinggi dan sisanya ada pada
kategori rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang
disekelilingnya memberikan dukungan sosial yang baik, baik dalam bentuk fisik
maupun psikis.
Dalam penelitian ini, ibu yang memiliki anak down syndrome memperoleh
dukungan sosial berupa bimbingan yang mencakup saran, pengarahan atau
informasi yang dapat ibu gunakan untuk mengatasi masalah; penghargaan diri
yaitu dukungan sosial yang akan meningkatkan keyakinan diri ibu bahwa ia
dihargai dan memiliki kompetensi dalam menyelesaikan masalah; integrasi sosial
yaitu bentuk dukungan sosial yang membuat seseorang merasa diterima oleh suatu
kelompok; kelekatan yaitu berupa perasaan kedekatan secara emosional kepada
orang lain yang memberikan rasa aman; kesempatan untuk mengasihi yaitu
kesempatan untuk memberikan bantuan kepada seseorang; serta jaminan adanya
seseorang yang dapat membantu saat dibutuhkan (Cutrona &Russell, 1987).
Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat Sunda. Berdasarkan
observasi peneliti, masyarakat Sunda memiliki kedeketan yang erat antartetangga
yang menjadikan setiap orang saling mendukung. Oleh karena itu, dukungan
sosial yang diperoleh dalam penelitian ini tergolong tinggi. Dapat disimpulkan
bahwa tinggi rendahnya dukungan sosial dapat dipengaruhi oleh budaya. Seperti
yang dijelaskan oleh Sarafino dan Smith (2014) bahwa hubungan yang dimiliki
oleh seorang individu dengan orang-orang yang ada dilingkungannya menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi dukungan sosial.
Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis dengan menggunakan regresi linear
ganda menunjukkan hasil bahwa penerimaan diri merupakan prediktor kualitas
hidup pada ibu dari anak down syndrome. Walaupun penerimaan diri tidak begitu
banyak memberikan kontribusi dalam memprediksi kualitas hidup, namun dengan
adanya penerimaan diri yang baik individu akan mampu menerima keadaan
dirinya dengan tenang, baik itu kelebihan ataupun kekurangannya (Maslow dalam

Hjelle & Ziegler, 1992). Seorang ibu yang memiliki anak down syndrome harus
mempunyai penerimaan diri yang baik agar dapat berdamai dengan keadaan yang
menimpanya sehingga hal tersebut dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Wijayanti (2015) mengatakan bahwa ibu yang memiliki penerimaan diri yang
baik maka dapat dengan mudah menerima kekurangan anaknya, begitu pula
sebaliknya. Ibu yang memiliki penerimaan diri yang baik akan memiliki konsep
diri yang stabil sehingga mampu memahami diri sendiri dan memiliki keyakinan
diri yang baik disertai rasa aman untuk mengembangkan diri sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan (Friedman, 2010).
Hasil dari penelitian ini, mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Hestiningrum (2011) pada wanita lanjut usia bahwa terdapat
hubungan positif antara penerimaan diri dengan kualitas hidup. Artinya semakin
tinggi penerimaan diri individu maka semakin tinggi pula kualitas hidupnya,
begitupula sebaliknya.
Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis dengan menggunakan regresi linear
ganda menunjukkan hasil bahwa dukungan sosial merupakan prediktor kualitas
hidup pada Ibu dari anak down syndrome. Dukungan sosial sangat dibutuhkan
oleh ibu yang memiliki anak down syndrome agar dirinya tidak merasa terlalu
berbeda dengan orang lain dan merasa bahwa dirinya sama berharganya dengan
ibu yang memiliki anak normal. Kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh
dukungan sosial disekelilingnya, seperti yang dikatakan oleh Angermeyer dkk
(2002) bahwa dukungan sosial yang kurang maka akan menurunkan kualitas
hidup. Ungkapan tersebut didukung oleh Marzuki dkk (2015) bahwa individu
yang kurang mendapat dukungan cenderung memiliki kesejahteraan psikologis
yang rendah, tetapi jika individu menerima dukungan sosial yang baik maka
memiliki kecenderungan untuk mendapatkan kesejahteraan psikologis yang lebih
baik.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Fiona dan Fajrianthi (2013) pada penderita skizofrenia menyatakan bahwa
dukungan sosial memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup. Penelitian serupa
juga dilakukan oleh Noviarini dkk (2013) pada pecandu narkoba yang sedang

menjalani rehabilitasi yang menyatakan bahwa dukungan sosial memiliki
hubungan yang positif dengan kualitas hidup.
Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis dengan menggunakan regresi linear
ganda secara simultan menunjukkan hasil bahwa penerimaan diri dan dukungan
sosial merupakan prediktor kualitas hidup pada Ibu dari anak down syndrome.
Dukungan sosial yang tinggi menghasilkan perasaan positif pada ibu dari
anak down syndrome sehingga ibu tersebut akan merasa bahwa dirinya tidak
terlalu berbeda dengan orang lain, merasa dihargai, merasa aman, dan diterima
oleh lingkungan sosialnya (Cutrona & Russell, 1987). Ketika seseorang
mendapatkan dukungan sosial yang tinggi maka kemungkinan besar orang
tersebut juga memiliki penerimaan diri yang baik. Hal tersebut didukung oleh
hasil penelitian Reza (2013) yang menyatakan bahwa semakin tinggi dukungan
sosial maka semakin tinggi pula penerimaan dirinya.
Ibu dari anak down syndrome memerlukan penerimaan diri yang baik serta
dukungan sosial yang tinggi dari lingkungannya untuk dapat meminimalkan
dampak psikologis yang dapat memicu rendahnya kualitas hidup seorang ibu.
Karena ibu yang memiliki anak down syndrome menghadapi berbagai macam
masalah, tantangan dan isu-isu yang mempengaruhi kualitas hidup mereka. Stres
emosional dan fisik seperti frustrasi, depresi, kelelahan, kemarahan, rasa bersalah,
kesepian akan mempengaruhi bagaimana kualitas hidup seorang ibu (Abbasi dkk,
2016).

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1)
kualitas hidup pada ibu dari anak down syndrome di Sukabumi secara umum
berada pada kategori tinggi, (2) penerimaan diri pada ibu dari anak down
syndrome di Sukabumi secara umum berada pada kategori tinggi, (3) dukungan
sosial pada ibu dari anak down syndrome di Sukabumi secara umum berada pada
kategori tinggi, (4) penerimaan diri merupakan prediktor kualitas hidup pada ibu
dari anak down syndrome, (5) dukungan sosial merupakan prediktor kualitas
hidup pada ibu dari anak down syndrome, (6) penerimaan diri dan dukungan
sosial merupakan prediktor kualitas hidup pada ibu dari anak down syndrome.

Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti mengajukan beberapa saran bagi
masyarakat, ibu yang memiliki anak down syndrome, dan peneliti selanjutnya.
Saran yang diberikan kepada masyarakat adalah Masyarakat diharapkan dapat
mempertahankan bahkan meningkatkan dukungan sosial yang baik pada ibu yang
memiliki anak down syndrome serta masyarakat juga dapat memberikan
dukungan sosial yang lebih besar pada ibu yang memiliki anak down syndrome
dengan level berat agar kualitas hidup mereka meningkat. Saran yang diberikan
kepada ibu dari anak down syndrome adalah agar ibu dapat menerima dirinya
dengan baik dan bagi ibu yang sudah memiliki penerimaan diri yang baik agar
dapat dipertahankan dan bagi ibu yang memiliki penerimaan diri yang masih
rendah, diharapkan dapat mengikuti suatu paguyuban ibu yang memiliki anak
down syndrome sehingga dapat menerima dirinya dengan lebih baik lagi agar
mendapatkan kualitas hidup yang baik. Saran yang diberikan kepada peneliti
selanjutnya adalah agar dapat mempertimbangkan keberagaman subjek yang lain,
serta memperhatikan tingkat pendidikan dan budaya, sehingga dapat mengetahui
hasil penelitian yang diperoleh apakah terdapat kesamaan atau tidak. Dalam
proses analisis data juga disarankan untuk menggunakan analisis faktor.

DAFTAR RUJUKAN
Abbasi, S., Sajedi, F., Hemmati, S., Najafi Fard, T., Azadchehr, M.J., &
Poursadoghi. A. 2016. Evaluation of quality of life in mothers of children
with Down syndrome. Journal of Practice in Clinical Psychology, 4(2),
81-88.
Angermeyer, M., Holzinger, A., Matschinger, H., Strengler-Wenzke, K. 2002.
Depression and Quality of Life: Result of A Follow-Up Study. Journal of
Social Psychiatry, (Online), 48(3): 189-199.
Broadhead, J. (1983). Social Support and Health: A review physiological
processess potentially underlying link to disease outcomes. Journal of
Behavioral Medicine, 29 (4), 377-387.
Brown, I., Renwick, R., Nagler, M. (1996). Conceptual Approaches, Issues, and
Applications. Quality of Life in Health Promotion and Rehabilitation.
London: Sage Publications.
Cutrona, Carolyn & Russell, Daniel. 1987. The Provisions of Social Relationship
and Adaptation to Stress. Personal Relationships, (Online), 1(-): 37-67.

Edwards, C. (2002). Handbook of Disease Burdens nad Quality of Life Measures.
London: University of Arizona.
Fiona, Kanti & Fajrianthi. 2013. Pengaruh Dukungan Sosial Tehadap Kualitas
Hidup Penderita Skizofrenia. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial,
(Online), 2(3): 106-113, ( http://journal.unair.ac.id), diakses 28 mei 2017.
Friedman, Marylin M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, dan
Praktik. Jakarta: EGC.
Hestiningrum, Erni. 2011. Hubungan antara Penerimaan Diri dan Religiusitas
terhadap Kualitas Hidup pada Wanita Lanjut Usia. Tesis tidak
diterbitkan. Yogyakarta: UGM.
Hjelle, L.A & Ziegler, D.J. 1992. Personality Theories, Basic Assumtion,
Research, and Applications (3rd ed). New York: McGraw-Hill
International Editions.
Khan dkk, ashima Mehboob. 2015. Quality of Life of Caregivers and Non
Caregiver. Chief Clinical Psychologist, 11(1) : 35-39.
Marzuki, Najib Ahmad., Mustaffa, Che Su., Johari, Johana., Rahaman, Nur
Hafizza. 2015. Stress and Social Support as Predictors of Quality of Life:
A Case among Flood Victims in Malaysia. International journal of
Social, Behavioral, Educational, Economic, Business and Industrial
Engineering, (Online), 9(10): 3339-3344.
Noviarini, Nur Afni., Dewi, Mahargyantari Purwani., Prabowo, Hendro. 2013.
Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada Pecandu
Narkoba yang Sedang Menjalani Rehabilitasi. Jurnal Psikologi, (Online),
5(-): 116-122, (ejournal.gunadarma.ac.id), diakses 28 mei 2017.
Reza, Muhammad. 2013. Hubungan antara Dukungan Sosial dan Penerimaan Diri
pada Remaja Penderita HIV di Surabaya. Jurnal Psikologi, (Online),
01(03): 1-7, (ejournal.unesa.ac.id), diakses 9 Februari 2017.
Sarafino, Edward & Smith, Timothy. 2014. Health Psychology: Biopsychosocial
Interactions (8th Ed). United State of America.
Sheerer, Elizabeth. 1948. An Analysis of The Relationship between Acceaptance
of and Respect for Self and Acceptance of and Respect for Others in Ten
Counseling Cases. Journal consulting psychology, 1(3): 169-175.
Siregar, Ade Rahmawati & Muslimah, Rina Nurul. 2014. Gambaran Kualitas
Hidup pada Wanita Dewasa Awal Penderita Kanker Payudara. Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 9(3): 82-88.

Wijayanti, Dian. 2015. Subjective Well-Being dan Penerimaan Diri Ibu yang
Memiliki Anak Down Syndrome. Jurnal Psikologi, (Online), 4(1): 120130.
World Health Organization. 1998. WHOQOL User Manual. Switzerland: WHO.