Analisis Kuantitatif Bakteri Escherichia Coli Pada Makanan Di Rumah Makan Menggunakan Metode Most Probable Number (Mpn) Dari Kabupaten Balige

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikrobiologi Pangan
Bahan makanan terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
mineral. Bahan makanan merupakan medium pertumbuhan yang baik bagi
berbagai

macam

mikroba.

Mikroba

dapat

membusukkan

protein,

memfermentasikan karbohidrat, dan menjadikan lemak atau minyak berbau
tengik. Keberadaan mikroba pada makanan ada yang tidak berbahaya bagi

kehidupan manusia, beberapa mikroba mengakibatkan kerusakan pangan,
menimbulkan

penyakit,

dan

menghasilkan

racun.

Mikroba

dapat

juga

menguntungkan, misalnya menghasilkan produk-produk makanan khusus
(Waluyo, 2007).
Semua pangan, semula merupakan jaringan hidup dan berasal dari bahan

organik. Beberapa jenis pangan seperti daging dan ikan, dibunuh terlebih dahulu
sebelum didistribusikan kepada konsumen. Pangan yang lain, seperti sayuran dan
buah-buahan, dapat disimpan dan didistribusikan dalam keadaan segar. Karena
sifat organiknya, pangan mudah mengalami peruraian atau kerusakan oleh
mikroorganisme saprofit dan parasitik (Gaman dan Sherrington, 1994).
Keberadaan mikroorganisme di dalam makanan dapat dinyatakan
membahayakan pada beberapa kasus, tetapi dapat juga dikatakan menguntungkan
pada keadaan yang lain. Mikroorganisme tertentu dibutuhkan dalam pembuatan
makanan, seperti keju, acar, sauerkraut (acar kol), yogurt, dan sosis. Meskipun
demikian, keberadaan mikroorganisme lain dapat menyebabkan keracunan
makanan yang serius dan terkadang fatal dan juga dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

pembusukan. Pada susu dan air, keberadaan dan jumlah bakteri coliform dan
organisme enterik lainnya dalam makanan menunjukkan kontaminasi feses dan
dapat menyatakan adanya bakteri patogen (Cappuccino dan Sherman, 2013).
Kandungan mikroorganisme suatu spesimen pangan dapat memberikan
keterangan yang mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada
pengolahan pangan tersebut, serta keefektifan metode pengawetannya (Pelczar

dan Chan, 1988).
Beberapa alasan mengapa mikroba penting dalam bahan makanan, adalah
(Waluyo, 2007):
1. Adanya mikroba, terutama jumlah dan macamnya dapat menentukan tingkat
mutu bahan makanan.
2. Mikroba dapat mengakibatkan kerusakan pangan.
3. Beberapa mikroba digunakan untuk membuat produk-produk pangan khusus.
4. Mikroba dapat digunakan sebagai makanan atau makanan tambahan bagi
manusia dan hewan.
5. Beberapa penyakit dapat berasal dari makanan.
Berbagai penyakit atau infeksi yang berbeda-beda mungkin terjadi karena
memakan makanan yang terkontaminasi dengan organisme patogen. Hal ini
khususnya benar untuk infeksi usus seperti E.coli enterotoksigen, kolera, disentri
dan tifus. Tetapi penyakit ini disebabkan oleh patogen spesifik yang tidak akan
dijumpai pada orang yang sehat kecuali, barangkali, untuk pembawa sewaktuwaktu (Volk dan Wheeler, 1989).
Mikroba dalam makanan mendatangkan kerugian, bila kehadirannya
merubah nilai organoleptik yang tidak dikehendaki, menurunkan berat atau

Universitas Sumatera Utara


volume, menurunkan nilai gizi, merubah bentuk dan susunan senyawa, serta
menghasilkan toksin membahayakan. Karena itu, sejak bahan baku, selama
proses, selama penyimpanan selalu diusahakan untuk tidak dikenai mikrobamikroba yang merugikan. Kerusakan yang paling umum terjadi pada bahan
makanan adalah pembusukan (Waluyo, 2007).
Kebanyakan bahan makanan merupakan media yang

baik bagi

pertumbuhan banyak macam mikroorganisme. Pada keadaan fisik yang
menguntungkan, terutama pada kisaran suhu 7º sampai 60ºC, organisme akan
tumbuh dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam hal penampilan, rasa, bau,
serta sifat-sifat lain pada bahan makanan (Pelczar dan Chan, 1988).
Telah banyak diketahui tentang faktor-faktor yang menunjang terjadinya
penyakit asal-makanan, sehingga cara-cara pengendaliannya sudah mantap.
Faktor-faktor penunjang tersebut ialah (Pelczar dan Chan, 1988):
1. Makanan yang kurang matang memasaknya.
2. Penyimpanan makanan pada suhu yang tidak sesuai.
3. Makanan yang diperoleh dari sumber yang kurang bersih .
4. Alat-alat yang tercemar.
5. Kesehatan perorangan yang kurang baik.

6. Cara-cara pengawetan yang kurang sempurna.
2.2 Faktor-Faktor Pertumbuhan Mikroba
2.2.1 Temperatur
Pertumbuhan mikroba secara langsung bergantung pada bagaimana suhu
memengaruhi enzim-enzim seluler. Dengan suhu yang meningkat, aktifitas enzim
meningkat hingga konfigurasi tiga dimensi molekul-molekul tersebut hilang

Universitas Sumatera Utara

karena denaturasi proteinnya. Disisi lain, bila suhu diturunkan menuju titik beku,
terjadi inaktivasi enzim dan metabolisme seluler berkurang secara bertahap. Pada
0ºC, reaksi-reaksi biokimia berhenti pada kebanyakan sel (Cappuccino dan
Sherman, 2013).
Bakteri sebagai kelompok organisme hidup, dapat tumbuh pada seluruh
rentang suhu antara -5ºC hingga 80ºC.Meskipun demikian, setiap spesies
membutuhkan rentang yang lebih sempit yang ditentukan oleh sensitivitas panas
sistem-sistem enzimnya (Cappuccino dan Sherman, 2013).
Seluruh bakteri dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga
kelompok utama, bergantung pada kebutuhan suhunya (Cappuccino dan Sherman,
2013):

1. Psikrofil
Spesies-spesies bakteri yang dapat tumbuh pada rentang suhu -5ºC sampai
20ºC.Karakteristik seluruh psikrofil yang berbeda yaitu bahwa bakteri-bakteri ini
dapat tumbuh pada suhu antara 0ºC dan 5ºC.
2. Mesofil
Spesies-spesies bakteri yang dapat tumbuh pada rentang suhu 20ºC sampai
45ºC.Karakteristik seluruh bakteri mesofil yang berbeda yaitu bahwa kemampuan
bakteri-bakteri tersebut untuk tumbuh pada suhu tubuh manusia (37ºC) dan
ketidakmampuan bakteri-bakteri itu untuk tumbuh pada suhu diatas 45ºC. Bakteribakteri mesofil mencakup dua kelompok bakteri yang berbeda (Cappuccino,
2013):
a. Bakteri-bakteri yang suhu pertumbuhan optimumnya berada dalam rentang
20ºC hingga 30ºC meliputi saprofit-saprofit tumbuhan.

Universitas Sumatera Utara

b. Bakteri-bakteri yang suhu pertumbuhan optimumnya berada dalam rentang
35ºC hingga 40ºC yaitu organisme-organisme yang cenderung timbuh di
dalam tubuh unang berdarah panas.
3. Termofil
Spesies-spesies bakteri yang akan tumbuh pada suhu 35ºC dan lebih. Dua

kelompok bakteri termofil yang ada (Cappuccino dan Sherman, 2013):
a. Termofil fakultatif
Organisme-organisme yang dapat tumbuh pada suhu 37ºC, dengan suhu
pertumbuhan optimum 45ºC hingga 60ºC.
b. Termofil obligat
Organisme-organisme yang dapat tumbuh hanya pada suhu di atas 50ºC,
dengan suhu pertumbuhan optimum di atas 60ºC.
Bakteri-bakteri patogen pada manusia termasuk bakteri mesofil. Suhu
optimumnya sama dengan suhu tubuh manusia (37ºC (tiga puluh derajat celcius))
(Entjang, 2001).
Suhu dimana suatu makanan disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap
jenis jasad renik yang dapat tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya.Makanan
yang disimpan di dalam lemari es masih mungkin ditumbuhi oleh bakteri yaitu
yang tergolong psikrofil, sedangkan makanan yang disimpan dalam keadaan
panas mungkin ditumbuhi oleh bakteri termofil (Fardiaz, 1992).
Suhu tinggi lebih membahayakan kehidupan bakteri dibandingkan dengan
suhu rendah. Bila bakteri dipanaskan pada suhu di atas suhu maksimumnya, akan
segera mati. Semua bakteri, baik yang patogen maupun tidak, dalam bentuk
vegetatifnya mati dalam waktu 30 menit pada suhu 60º-65ºC (Entjang, 2001).


Universitas Sumatera Utara

2.2.2 pH Lingkungan
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme sangat dipengaruhi
oleh pH lingkungan dan seluruh bakteri serta mikroorganisme lainnya memiliki
kebutuhan pH yang berbeda.Kebutuhan pH yang spesifik menunjukkan adaptasi
organisme terhadap lingkungan alaminya.Sebagai contoh, bakteri enterik mampu
bertahan hidup dalam rentang pH yang luas, yang merupakan karakteristik habitat
alaminya, yaitu sistem pencernaan. Disisi lain, parasit darah bakteri hanya dapat
menolerir rantang pH yang sempit kira-kira 7,4 (Cappuccino dan Sherman, 2013).
Rentang pH spesifik untuk bakteri adalah antara 4 dan 9, dengan pH yang
optimum antara pH 6,5 hingga 7,5. Karena lingkungan yang netral atau mendekati
netral umumnya menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme, pH media
laboratorium sering diatur hingga kira-kira 7 (Cappuccino dan Sherman, 2013).
Hampir semua mikroorganisme tumbuh baik jika pH pangan antara 6,6
dan 7,5 (netral). Bakteri, terutama patogen, toleransinya terhadap asam lebih kecil
bila dibandingkan dengan jamur dan khamir. Tidak ada bakteri yang dapat
tumbuh, jika pH di bawah 3,5. Daging dan pangan hasil laut lebih mudah
mengalami kerusakan oleh bakteri, karena pH pangan tersebut mendekati 7,0.
Tabel 2.1 Tabel pH Minimal Mikroorganisme

Organisme

pH minimal

Salmonella typhi

4,5

Escherichia coli

4,4

Khamir

2,5

Jamur

1,5-2,0


(Gaman dan Sherrington, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Makanan yang mempunyai pH rendah (dibawah 4,5) biasanya tidak dapat
ditumbuhi oleh bakteri, tetapi dapat rusak karena pertumbuhan khamir dan
kapang. Oleh karena itu, makanan yang mempunyai pH rendah relatif lebih tahan
selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang mempunyai pH netral
atau mendekati netral (Fardiaz, 1992).
Penggolongan makanan berdasarkan pH-nya adalah sebagai berikut
(Fardiaz, 1992):
1. Makanan berasam rendah, yaitu makanan yang mempunyai pH di atas 5,3
misalnya jagung, daging, ikan dan susu.
2. Makanan berasam sedang, yaitu makanan yang mempunyai pH 5,3 sampai
diatas 4,5 misalnya bayam, asparagus, bit, dan waluh kuning.
3. Makanan asam, yaitu makanan yang mempunyai pH 4,5 sampai diatas 3,7
misalnya tomat, pear, dan nenas.
4. Makanan berasam tinggi, yaitu makanan yang mempunyai pH 3,7 atau kurang,
misalnya buah-buahan yang tergolong asam (misalnya beries) dan acar-acaran
(termasuk sayur asin dan sauerkraut).

2.2.3 Waktu
Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi
pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, hampir semua bakteri memperbanyak diri
dengan pembelahan biner sekali setiap 20 menit. Untuk beberapa bakteri,
memiliki waktu generasi, yaitu selang waktu antara pembelahan, dapat mencapai
12 menit. Jika waktu generasinya 20 menit, pada kondisi yang cocok sebuah sel
dapat menghasilkan beberapa juta sel selama 7 jam (Gaman dan Sherrington,
1994).

Universitas Sumatera Utara

Waktu yang diperlukan oleh sel bakteri untuk membelah diri disebut
waktu pembelahan (generation time atau doubling time), di mana waktu
pembelahan ini antara bakteri yang satu dengan bakteri yang lainnya berbeda.
Umumnya waktu pembelahan bakteri antara 1-3 jam, tetapi ada bakteri yang
memiliki doubling time 24 jam atau lebih. Pada keadaan yang baik, waktu
pembelahan tersebut dapat lebih pendek yaitu sekitar 20 menit, misalnya
didapatkan pada bakteri E.coli (Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003).
2.2.4 Makanan
Semua mikroorganisme memerlukan nutrien yang akan menyediakan
(Gaman dan Sherrington, 1994):
a. Energi, biasanya diperoleh dari substansi mengandung karbon.
b. Nitrogen untuk sintesis protein.
c. Vitamin dan yang berkaitan dengan faktor pertumbuhan.
d. Mineral.
Jasad renik yang tumbuh pada makanan umumnya bersifat heterotrof yaitu
yang menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi dan karbon, walaupun
komponen organik lainnya yang mengandung karbon mungkin juga dapat
digunakan (Fardiaz, 1992).
Beberapa organisme heterotrof yang tidak dapat atau kehilangan
kemampuan

untuk

mensintesis

berbagai

komponen

nitrogen

organik,

membutuhkan komponen tersebut untuk pertumbuhannya. Sebaliknya, jasad renik
lain seperti Echerichia coli dan Enteribacter aerogenes, khamir, dan kapang dapat
tumbuh dengan baik pada medium yang hanya mengandung glukosa sebagai
sumber nutrien organik (Fardiaz, 1992).

Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Kelembaban
Mikroorganisme, seperti halnya semua organisme memerlukan air untuk
mempertahankan hidupnya. Banyaknya air dalam pangan, yang tersedia untuk
digunakan, dapat didiskripsikan dengan istilah aktivitas air (Aw). Air murni
memiliki Aw = 1,0. Aktivitas air untuk hampir semua pangan segar adalah 0,99,
tetapi dapat diturunkan dengan substansi terlarut seperti gula dan garam. Bakteri
biasanya memerlukan air lebih banyak daripada khamir dan jamur (Gaman dan
Sherrington, 1994).
2.2.6 Oksigen
Tersedianya oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.
Bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelompok menurut keperluan oksigennya
(Gaman dan Sherrington, 1994).
a. Aerob obligat hanya dapat tumbuh jika terdapat persediaan oksigen yang
banyak.
b. Aerob fakultatif, tumbuh dengan baik jika oksigen cukup, tetapi juga dapat
tumbuh secara anaerob.
c. Anaerob obligat hanya dapat tumbuh jika tidak ada oksigen.
d. Anaerob fakultatif, tumbuh sangat baik jika tidak ada oksigen. Tetapi mereka
juga dapat tumbuh secara aerob.
2.3 Bakteri Coliform
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam
saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan
bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya bakteri coliform fecal adalah
bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fecal

Universitas Sumatera Utara

menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi
positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi Coliform jauh
lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain
(Dwidjoseputro, 1994).
Coliform adalah kelompok bakteri gram negatif berbentuk batang yang pada
umumnya menghasilkan gas jika ditumbuhkan dalam medium laktosa. Salah satu
anggota kelompok coliform adalah E. coli dan karena E. coli adalah bakteri
coliform yang ada pada kotoran manusia maka E. coli sering disebut sebagai
coliform fecal (Suriawaria, 1985).
Contoh bakteri coliform adalah, Esherichiacoli dan Entereobacter
aerogenes. Kelompok Coliform mencakup bakteri yang bersifat aerobik dan
anaeorobik fakultatif, berbentuk batang, gram negatif dan tidak membentuk spora.
Coliform memfermentasikan laktosa dengan pembentukkan asam dan gas dalam
waktu 48 jam pada suhu 37°C (Fardiaz, 1992).
Khusus untuk bakteri coli keberadaannya di dalam benda yang berhubungan
dengan kepentingan manusia, sangat tidak diharapkan. Keberadaan kelompok
bakteri ini pada suatu benda menandakan bahwa benda tersebut telah tercemar
oleh materi fekal, yaitu materi yang berada bersama tinja. Ini disebabkan oleh asal
dari kelompok bakteri ini adalah di dalam tinja manusia dan hewan berdarah
panas lainnya. Bakteri ini sangat dihindari keberadaannya didalam suatu benda
yang berhubungan dengan kepentingan manusia. Walaupun asalnya bakteri ini
berasal dari tinja manusia (Suriawaria, 1985).
Golongan Bakteri Coli merupakan indikator alami baik di dalam air yang
tampak jernih maupun air kotor, yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, pada temperatur 37ºC
dapat memfermentasikan laktosa dengan membentuk asam dan dalam 48 jam
dapat membentuk gas (Nugroho, 2004).
Bakteri Coli terdiri dari 3 kelompok, yaitu:
a) Kelompok Escherichia, misalnya Escherichia coli, Escherichia freundii dan
Escherichia intermedia.
b) Kelompok Aerobacter, misalnya Aerobacter aerogenes, A. cloacae.
c) Kelompok Klebsiela, misalnya Klebsiela pneumonia (Nugroho, 2004).
Dari ketiga

kelompok

tersebut,

kelompok

Escherichia

khususnya

Escherichia coli merupakan bakteri yang paling tidak dikehendaki kehadirannya
di dalam air maupun makanan. Aerobacter dan Klebsiela yang biasa disebut
golongan perantara, mempunyai sifat seperti coli fecal, tetapi tidak dapat hidup
pada suhu diatas 37ºC dan lebih sering dijumpai di dalam tanah dan air daripada
di dalam saluran pencernaan makanan manusia (Nugroho, 2004).
2.4 Escherichia Coli
Salah satu anggota kelompok coliform adalah E.coli. Karena E.coli adalah
bakteri coliform yang ada pada kotoran manusia, maka E.coli sering disebut
sebagai coliform fekal. Pengujian coliform jauh lebih cepat jika dibandingkan
dengan uji E.coli karena hanya memerlukan uji penduga yang merupakan tahap
pertama uji E.coli (Dwidjoseputro, 1994).
Escherichia mula-mula ditemukan oleh Escherich pada 1885 dari feses
seorang bayi. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa Escherichia juga banyak
ditemukan pada saluran pencernaan makanan manusia dewasa dan hewan-hewan
berdarah panas. Bakteri ini dapat hidup pada suhu 42ºC dari sekitar 100-150 gram

Universitas Sumatera Utara

feses yang setiap hari dikeluarkan oleh seorang manusia, ternyata di dalamnya
mengandung sekitar 3 × 1011 (300 milyar) sel Bakteri Coli. Oleh karena itu,
kelompok Escherichia lebih dikenal dengan sebutan Kelompok Bakteri Coli
Fecal (Fecal Coliform Bacterial/ FCB)(Nugroho, 2004).
Bakteri Escherichia coli berbentuk batang dengan panjang 1-3 µ m dan
lebar 0,4-0,7 µm. Bersifat gram negatif, tidak berkapsula dan dapat bergerak aktif.
Escherichia coli umumnya diketahui terdapat secara normal dalam alat
pencernaan manusia dan hewan (Nurwantoro dan Djarijah, 1997).
Walaupun E.coli adalah bagian flora normal bagian usus, E.coli bertahuntahun dicurigai sebagai penyebab diare sedang sampai gawat yang kadang-kadang
timbul pada manusia dan hewan. Walaupun hal ini sukar dibuktikan, kini telah
ditetapkan bahwa berbagai galur E.coli mungkin menyebabkan diare dengan salah
satu dari dua mekanisme: (1) dengan produksi enterotoksin yang secara tidak
langsung menyebabkan kehilangan cairan; dan (2) dengan invasi yang sebenarnya
laposan epitelium dinding usus, yang menyebabkan peradangan dan kehilangan
cairan (Volk dan Wheeler, 1989).
Pencemaran materi fekal sangat tidak diharapkan. Pada suatu kadar
tertentu, bakteri E. coli terbukti dapat menyebabkan berbagai infeksi, antara lain
diare, infeksi pada saluran kencing dan meningitis. E. coli tidak menimbulkan
penyakit kecuali dalam jumlah yang sangat banyak (Nugroho, 2004).
E. coli menyebabkan diare akut dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori
yaitu (Nugroho, 2004):

Universitas Sumatera Utara

1. E. coli enteropatogenik
E. coli enteropatogenik menyebabkan gastroenteristis pada bayi baru lahir
hingga umur 2 tahun sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan pada bayi,
khususnya di negara-negara berkembang.E. coli ini menyebabkan lesu melalui
pengikisan permukaan usus.
2. E. coli enteroinfasif
Serotip-serotip E.coli tertentu selain enteropatogenik, ditemukan sebagai
penyebab diare akut pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa. E.coli ini
menyerang sel-sel epitel usus besar dan menyebabkan sindrom klinis yang mirip
dengan sindrom yang diakibatkan oleh Shigella, yaitu demam, diare, muntah dan
kram. Galur ini dikenal sebagai enteroinvasif, virulensi terhadap epitel usus dan
penularan didukung dengan sanitasi yang buruk.
3. E. coli enterotoksigenik
E. coli enterotoksigenik merupakan penyebab utama travellers diarrhed
(diare pelancong) yang menyerang bayi-bayi di negara yang berkembang. Galurgalur enterotoksigenik menghasilkan satu atau dua macam enterotoksin yang
berbeda. Beberapa galur menghasilkan toksin yang tahan panas (TP), sedangkan
yang lain merupakan toksin yang tidak tahan panas (TTP). Kedua macam toksin
ini menyebabkan diare pada orang dewasa dan anak-anak.
4. E. coli enterohemorganik
E. coli enterohemorganik sering dijumpai pada makanan yang tercemar
feses sapi. E.coli jenis ini menghasilkan toksin hemoragik dan dapat berkembang
menjadi uremik hemofilik dan gagal ginjal akut.

Universitas Sumatera Utara

Escherichia coli yang menyebabkan penyakit pada manusia disebut Entero
Pathogenic Escherichia coli (EPEC). Ada 2 (dua) golongan Escherichia coli
penyebab penyakit pada manusia. Golongan pertama disebut Entero Toxigenic
Escherichia Coli (ETEC) yang mampu menghasilkan enterotoksin dalam usus
kecil dan menyebabkan penyakit seperti kolera. Waktu inkubasi penyakit ini 8-24
jam dengan gejala diare; muntah-muntah dan dehidrasi serupa dengan kolera.
Golongan kedua disebut Entero InvansiveEscherichia coli (EIEC), dimana sel-sel
Escherichia coli mampu menembus dinding usus dan menimbulkan colitis
(radang usus besar) atau gejala seperti disentri. Waktu inkubasi 8-44 jam (rata-rata
26 jam) dengan gejala demam, sakit kepala, kejang perut, dan diare berdarah
(Nurwantoro dan Djarijah, 1997).
E.coli

yang

memproduksi

enterotoksin,

yang

disebut

E.coli

enterotoksigen, memproduksi salah satu atau kedua toksin yang berbeda.Satu
adalah toksin yang mantap panas yang disebut ST dan yang lainnya adalah toksin
yang labil panas yang disebut LT. Kedua toksin ini menyebabkan diare (Volk dan
Wheeler, 1989).
LT, yang rusak dengan pemanasan 65ºC selama 30 menit, telah
dimurnikan, dan cara kerjanya identik dengan toksin kolera. LT merangsang
aktivitas siklase adenil yang terikat membran. Hal ini mengakibatkan pengubahan
ATP menjadi AMP siklik cAMP, seperti terlihat dibawah ini (Volk dan Wheeler,
1989):
ATP

siklase adenil

cAMP + PPi

Jumlah AMP yang sangat kecil akan merangsang eksresi Cl yang aktif dan
menghambat penyerapan Na+, yang menciptakan ketidak seimbangan elektrolit

Universitas Sumatera Utara

diseluruh lapisan lendir usus yang menyebabkan kehilangan sejumlah besar cairan
dari usus halus (Volk dan Wheeler, 1989).
E.coli yang menimbulkan diare dengan invasi langsung lapisan sel
epitelium dinding usus belum dipelajari secara luas. Kelihatannya mungkin bahwa
sekali invasi lapisan usus terjadi, penyakit diare mungkin terjadi karena pengaruh
beracun lipopolisakarida dinding sel (endotoksin) (Volk dan Wheeler, 1989).
Infeksi dengan E.coli patogen mungkin menyebabkan infeksi gawat dan
sering fatal pada anak yang baru dilahirkan. Penyakit ini pada orang dewasa
dikenal dengan banyak nama seperti diare wisatawan atau pembalasan
Montezuma, mungkin bervariasi dari penyakit yang ringan dengan beberapa hari
mencret sampai penyakit seperti kolera yang gawat dan fatal (Volk dan Wheeler,
1989).
2.5 Metode Most Probable Number (MPN)
Pendekatan lain untuk numerasi bakteri hidup adalah dengan metode MPN.
MPN didasarkan pada metode statistik (teori kemungkinan). Metode MPN ini
umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri khususnya untuk
mendeteksi adanya bakteri coliform yang merupakan kontaminan. Ciri-ciri
utamanya yaitu bakteri gram negatif, batang pendek, tidak membentuk spora,
memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas yang dideteksi dalam waktu 24 jam
inkubasi pada 37º C (Suriawaria, 1985).
Berbeda dengan metode hitungan cawan dimana digunakan medium padat,
dalam metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi, di mana
perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu yang
ditumbuhi oleh jasad renik setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya
kekeruhan, atau terbentuknya gas. Untuk pengenceran pada umumnya digunakan
tiga atau lima seri tabung. Lebih banyak tabung yang digunakan menunjukkan
ketelitian yang lebih tinggi (Fardiaz, 1992).
Dalam metode MPN, pengenceran harus dilakukan lebih tinggi dari pada
pengenceran dalam hitungan cawan sehingga beberapa tabung yang berisi
medium cair yang diinokulasikan dengan larutan hasil pengenceran tersebut
mengandung satu sel jasad renik, beberapa tabung mungkin mengandung lebih
dari satu sel, sedangkan tabung lainnya tidak mengandung sel. Dengan demikian,
setelah inkubasi diharapkan terjadi pertumbuhan pada beberapa tabung, yang
dinyatakan sebagai tabung positif, sedangkan tabung lainnya negatif (Fardiaz,
1992).
Metode MPN biasanya digunakan untuk menghitung jumlah jasad renik di
dalam contoh yang berbentuk cair, meskipun dapat pula digunakan untuk contoh
berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat suspensi 1:10 dari contoh
tersebut.Grup jasad renik yang dapat dihitung dengan metode MPN juga
bervariasi tergantung dari medium yang digunakan untuk pertumbuhan (Fardiaz,
1992).
Tiga uji dasar untuk mendeteksi bakteri coliform di dalam air adalah uji
praduga, uji penegasan, dan uji lengkap. Ketiga uji ini dilakukan secara berurutan
pada setiap sampel yang dianalisis. Uji-uji ini mendeteksi adanya bakteri coliform
(indikator kontaminasi feses), yang merupakan basilus gram-negatif bukan
pembentuk spora yang memfermentasi laktosa sehingga membentuk asam dan gas

Universitas Sumatera Utara

yang dapat dideteksi setelah periode inkubasi 24 jam pada suhu 37ºC (Cappuccino
dan Sherman, 2013).
Output metode MPN adalah nilai MPN. Nilai MPN adalah perkiraan
jumlah unit tumbuh (growth unit) atau unit pembentuk koloni (colony forming
unit) dalam sampel. Namun pada umumnya, nilai MPN juga diartikan sebagai
perkiraan jumlah individu bakteri. Satuan yang digunakan, umumnya per 100 mL
atau per gram. Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95 persen sehingga pada
setiap nilai MPN, terdapat jangkauan nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi
(Dwidjoseputro, 1994).
2.5.1 Uji Praduga (Presumtive Test)
Uji praduga merupakan uji spesifik untuk mendeteksi bakteri coliform.
Aliquot terukur dari air yang akan diuji ditambahkan ke dalam kaldu fermentasi
laktosa yang di dalamnya diberi sebuah tabung gas terbalik. Karena bakteri ini
mampu menggunakan laktosa sebagai sumber karbon (organisme enterik yang
lain tidak mampu), deteksi bakteri coliform dipermudahkan dengan penggunaan
media ini (Cappuccino dan Sherman, 2013).
Tabung uji medium hara yang mengandung laktosa diinokulasi bersama
cuplikan yang jumlahnya telah diukur.Tabung ini juga berisi tabung kecil yang
terbalik untuk menangkap gas yang terjadi dan indikator asam basa untuk
memperlihatkan apakah terbentuk asam. Karena E.coli dapat memfermentasi
laktosa, adanya asam dan gas dalam tabung yang terinokulasi setelah 48 jam
inkubasi pada suhu 35ºC adalah suatu bukti perkiraan untuk adanya E.coli dan
dengan demikian , kontaminasi kotoran. Jika laktosa tidak difermentasi, diasumsi
bahwa E.coli tidak ada dan bebas dari kontaminasi kotoran.Akan tetapi,

Universitas Sumatera Utara

fermentasi laktosa mungkin terjadi karena organisme nonenterik; oleh karena itu
perlu mengidentifikasi E.coli secara pasti apakah ada dalam kaldu laktosa yang
terfermentasi (Volk dan Wheeler, 1989).
Tabung-tabung berisi media laktosa ini diinokulasikan dengan aliquot
sampel sebanyak 10 ml, 1 ml, dan 0,1 ml. Seri pengujian terdiri atas minimal tiga
kelompok; setiap kelompok terdiri atas lima tabung media spesifik. Tabungtabung pada setiap kelompok kemudian diinokulasikan dengan sejumlah volume
sampel. Semakin banyak jumlah tabung dalam setiap kelompok, semakin tinggi
tingkat sensitivitas pengujian. Gas yang terbentuk di dalam tabung durham
merupakan petunjuk terhadap dugaan adanya bakteri coliform di dalam sampel.
Uji praduga juga dapat dipergunakan oleh para ahli mikrobiologi untuk
memperkirakan jumlah bakteri coliform di dalam sampel analisis dengan
menggunakan uji nilai praduga terdekat (most probable number, MPN).MPN
ditentukan dengan menghitung jumlah tabung dalam setiap kelompok yang
menunjukkan adanya gas setelah periode inkubasi (Cappuccino dan Sherman,
2013).
2.5.2 Uji Penegasan (Confirmed Test)
Hasil uji duga positif atau meragukan secara langsung menyatakan
bahwa sampel yang diuji tidak layak dikonsumsi.Penegasan hasil uji ini
diperlukan karena hasil uji duga positif mungkin saja dihasilkan oleh organisme
bukan coliform, yang bukan merupakan indikator polusi feses (Cappuccino dan
Sherman, 2013). Hal ini dilakukan dengan memindahkan medium sebanyak satu
lingkaran dari tabung dalam uji perkiraan/uji praduga yang menunjukkan gas
(Volk dan Wheeler, 1989).

Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Uji Lengkap (Completed Test)
Medium pepton yang kaya akan asam amino triptofan diinokulasi dan
dibiarkan tumbuh selama 24 jam. E.coli membuat enzim triptofanase, yang
membentuk indol asam piruvat dan amoniak dari triptofan. Karena E.aerogenes
tidak dapat mengkatabolisme triptofan, hanya diperlukan menguji adanya indol
untuk membedakan kedua organisme (Cappuccino dan Sherman, 2013).

CH2

N

CH COOH

+ CH2CO COOH + NH3

NH2

N

Triptofan

Indol

Asam piruvat

Amoniak

(Cappuccino dan Sherman, 2013).
Uji Indol bertujuan untuk menentukan kemampuan bakteri dalam
memecah asam amino triptofan. Media ini biasanya digunakan dalam indetifikasi
yang cepat. Hasil uji indol yang diperoleh positif karena terbentuk lapisan (cincin)
berwarna merah muda pada permukaan biakan, artinya bakteri ini membentuk
indol dari tryptopan sebagai sumber karbon, yang dapat diketahui dengan
menambahkan larutan kovacs. Asam amino triptofan merupakan komponen asam
amino yang lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dengan mudah
dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat penguraian protein (Volk dan
Wheeler, 1989).
Komposisi dari larutan kovacs adalah sebagai berikut (Anonim, 2010):
p-Dimethylaminobenzaldehyde

5g

Amyl alcohol

75 mL

HCl (concentrate)

25 mL

Universitas Sumatera Utara