Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Selai Lembaran Jambu Biji Merah (Psidium guava L)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jambu Biji Merah
Jambu biji (Psidium guajava L.) termasuk dalam Famili Myrtaceae
merupakan buah yang cukup dikenal masyarakat Indonesia, padahal sebenarnya
tanaman ini berasal dari daerah Amerika Tengah terutama Meksiko dan Peru.
Tanaman ini sekarang sudah menyebar ke seluruh dunia, terutama di daerah
tropis. Tanaman jambu biji sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang
buruk misalnya kekeringan, lahan batu dan pH rendah (Hadiati dan Apriyanti,
2015).
Jambu biji merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk
komoditas internasional. Lebih dari 150 negara telah membudidayakan jambu biji,
di antaranya Jepang, India, Taiwan, Brazil, Australia, Filipina, Malaysia, dan
Indonesia. Buah jambu biji unggulan Indonesia adalah jambu biji merah. Jambu
biji merah banyak mengandung kandungan gizi penting seperti vitamin C, A dan
riboflavin, protein, serat serta mineral juga banyak terkandung dalam buah
tersebut (Parimin, 2007). Jambu biji dapat dikonsumsi segar ataupun diolah
menjadi jus, pulps, selai, jelly, atau manisan buah kering. Daging buah jambu biji
merah berwarna merah hingga merah muda dengan rasa yang lebih manis dan
segar dibandingkan buah jambu biji putih.

Kandungan vitamin C buah jambu biji merah enam kali lebih banyak
daripada jeruk manis, sepuluh kali kandungan vitamin C dari buah pepaya, 17 kali

8

Universitas Sumatera Utara

9

kandungan vitamin C dari buah jambu air, dan 30 kali kandungan vitamin C dari
buah pisang. Vitamin C sangat baik sebagai zat antioksidan. Kandungan vitamin
C pada jambu biji merah yaitu 183,50 mg/100 g, kalium sebesar 284 mg/100g,
selain itu jambu biji merah juga merupakan buah yang memiliki kandungan serat
yang tinggi, yaitu 5,40 mg/100 g (United State Departement of Agriculture,
2001).
Selain itu, jambu biji merah juga kaya serat, khususnya pektin (serat larut
air) yang dapat digunakan untuk pembuatan gel atau jeli. Manfaat pektin lainnya
adalah dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat kolesterol dan
asam empedu dalam tubuh serta membantu pengeluarannya. Jambu biji dapat
menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah serta tekanan darah

penderita hipertensi.
Pada buah jambu biji merah juga ditemukan likopen, zat karotenoid yang
terdapat dalam darah serta memiliki aktivitas antioksidan yang berkhasiat
mencegah berbagai penyakit kanker. Karena kandungan likopen yang tinggi ini, di
Indonesia jus buah jambu biji merah sering kali dipergunakan untuk
meningkatkan kadar trombosit penderita penyakit demam berdarah (Parimin,
2007). Penampakan buah jambu biji dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Jambu biji (Psidium guajava L.).
(Sumber : Parimin, 2007)

Universitas Sumatera Utara

10

Tanaman jambu biji merah dapat tumbuh pada dataran rendah sampai
dataran tingi lebih dari 1000 m dpl dengan curah hujan antara 1000-2000 mm
pertahun, suhu optimum 23o-28o C dan pH tanah 4,5-7,5 sehingga orang Belanda
menyebutnya ongkruid vergaat niet yang berarti gulma tidak akan luluh.
Jambu biji merah memiliki batang yang cukup kokoh dengan ketinggian

mencapai 5-10 meter. Batang pokok jambu biji ini tidak ada yang lurus, warnanya
coklat muda sampai putih abu-abu dan mudah terkupas berganti kulit baru
seirama dengan gejolak membesarnya batang. Permukaan batang cukup licin dan
bersih dengan sifat kayu yang halus, liat, dan tidak mudah patah (Parimin, 2007).
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.)
Bentuk buah jambu biji dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bulat dan
lonjong. Diantara kedua bentuk itu ada pula yang bentuknya agak bulat dan
bagian dekat tangkai buahnya agak meruncing. Ukuran buah ditentukan oleh
banyak faktor, diantaranya sifat aslinya, umur pohon, keadaan kesuburan, dan
kandungan air tanah pada waktu jambu biji berbuah.
Sistematika tatanama (taksonomi) tanaman jambu biji merah (Parimin,
2007) sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta


Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Myrtales

Famili

: Myrtaceae

Universitas Sumatera Utara

11


Genus

: Psidium

Spesies

: Psidium guajava L.

Pada waktu masih muda, buah jambu biji sangat keras, tetapi setelah
matang buah tersebut menjadi lunak dan menimbulkan aroma yang spesifik
dengan rasa yang manis. Untuk jenis tertentu, kulit buah berwarna hijau berbelang
kuning saat muda dan berubah menjadi kuning belang-belang saat matang. Ada
pula berkulit merah saat mudadan merah tua saat tua. Warna daging buah pada
umumnya putih biasa, putih susu, merah muda, merah menyala, serta merah tua.
2.1.2 Komposisi Gizi Jambu Biji Merah
Jambu biji merah merupakan buah yang kaya akan manfaat baik
kandungan vitamin, mineral, maupun senyawa kimia nongizi. Tanin termasuk
salah satu senyawa non-gizi yang dikandung dalam jambu biji. Senyawa ini
menimbulkan rasa sepat dalam buah, tetapi mempunyai fungsi memperlancar
sistem pencernaan. Sirkulasinya dalam darah berguna untuk menyerang virus

(Wirakusumah, 2007). Kandungan energi dan gizi dari jambu biji merah dapat
dilihat pada Tabel 2.1

Universitas Sumatera Utara

12

Tabel 2.1 Kandungan Energi Dan Gizi dari Jambu Biji Merah
Komponen
Energi (kal)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Karbohidrat (gram)
Vitamin A (Re)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
Vitamin B3 (mg)
Vitamin C (mg)
Vitamin E (mg)
Kalsium (mg)

Fosfor (mg)
Besi (mg)
Serat (mg)
Niacin (gram)
Magnesium (mg)

Jumlah
51,00
0,82
0,6
11,88
4,00
0,05
0,05
1,2
183,50
1,12
20,00
25,00
0,31

5,40
1,10
10,0

Sumber : United State Departement of Agriculture (2001)

2.1.3 Kegunaan dan Manfaat Jambu Biji Merah
Selain sebagai bahan pangan, beberapa bagian dari tanaman jambu biji
dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat resep pengobatan, seperti :
mengobati diare, disentri, demam berdarah, gusi berdarah, dan sariawan.
Jambu biji mengandung vitamin C yang cukup tinggi, yaitu tiga kali lebih
banyak dari jeruk manis yang hanya 49 mg per 100 g. Vitamin C sangat baik
sebagai antioksidan. Namun, sebagian besar vitamin C jambu biji merah
terkonsentrasi di kulit dan daging bagian luarnya yang lunak dan tebal.
Kandungan vitamin C jambu biji mencapai puncaknya saat menjelang matang.
Dilihat dari kadar kemanisannya, jambu biji matang optimal akan memiliki rasa
lebih manis dibandingkan dengan saat matang dan kurang manis saat lewat
matang.

Universitas Sumatera Utara


13

Melihat kandungan vitamin C jambu biji merah dapat mencukupi
kebutuhan vitamin C orang dewasa yang sebesar 70-75 mg per harinya per 100 gr
jambu biji merah. Selain itu, jambu biji juga kaya akan serat, khususnya pektin
(serat larut air) yang dapat digunakan untuk pembuatan gel/jeli. Manfaat pektin
lainnya adalah menurunkan kolestrol dengan cara mengikat kolestrol dan asam
empedu dalam tubuh serta membantu pengeluarannya.
Jambu biji mengandung tanin yang menimbulkan rasa sepat pada buah,
namun bermanfaat memperlancar sistem pencernaan dan sirkulasi darah serta
menyerang virus. Jambu biji merah juga mengandung kalium yang berfungsi
meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur
pengiriman zat-zat gizi ke sel tubuh, serta menurunkan kadar kolestrol total dan
tekanan darah tinggi.
Pada jambu biji merah juga ditemukan likopen, yaitu zat karotenoid
(pigmen penting dalam tanaman) yang terdapat dalam darah serta memiliki
aktivitas antioksidan yang bermanfaat memberikan perlindungan pada tubuh dari
beberapa jenis kanker. Suwarto (2010) mengatakan bahwa jambu biji merah
mengandung vitamin A yang tinggi. Pada jambu biji yang berdaging buah merah

mengandung karoten 3,1 mg per 100 gram daging buah, sedangkan pada jambu
biji berdaging buah putih tidak terdeteksi adanya karoten (pada panjang
gelombang 450 nm). Jambu biji berdaging buah merah mengandung asam
panthotenat lebih tinggi (0,17 mg) dari yang berdaging buah putih (0,13mg).
Kandungan tiamin rata jambu biji berdaging buah merah lebih tinggi (0,059 mg)
dari pada yang berdaging buah putih (0,03 mg). Menurut Dzakiy yang dikutip

Universitas Sumatera Utara

14

oleh Agustinus (2009), buah jambu biji merah memiliki kandungan vitamin C
yang lebih tinggi dari jambu biji putih.
2.2 Agar-agar Tepung
Agar-agar merupakan salah satu hasil olahan produk laut yang banyak
ditemukan diperairan dan dibudidayakan di Indonesia. Agar-agar diproduksi dari
rumput laut yang sebagian besar tergolong dalam kelas Rhodophyceae, namun
sebaliknya tidak semua ganggang merah dapat digunakan untuk memproduksi
produk berupa agar agar. Agarophyte adalah kelompok rumput laut yang dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar-agar.

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2015) mendefinisikan agar-agar
tepung sebagai polisakarida berupa tepung yang diperoleh dari ekstraksi rumput
laut agarophyte, dengan atau tanpa bahan tambahan yang diizinkan, bersifat
koloid bila dilarutkan dalam air mendidih dan menjendal bila didinginkan..
2.2.1 Struktur dan Sifat Fisika Kimia Agar-Agar Tepung
Karakteristik fisik agar-agar dalam bentuk kering adalah berwarna putih
hingga kuning pucat, berbau khas agar-agar. Karakteristik kimia dari agar-agar
meliputi kandungan gizi, sifat kelarutan dan daya cerna. Agar-agar larut di dalam
air panas tetapi tidak larut dalam air dingin. Agar-agar berbentuk padat pada suhu
32 ºC-39 ºC dan tidak dapat mencair pada suhu lebih rendah dari 85 ºC.
Agar-agar kaya akan karbohidrat dan kalsium, namun sedikit mengandung
lemak dan protein. Walaupun begitu, karbohidrat dalam agar-agar tersusun dari
beberapa polisakarida dan turunannya yang sukar dicerna. Struktur agar-agar
terdiri atas dua komponen utama, yaitu agarosa dan agaropektin. Agarosa

Universitas Sumatera Utara

15

merupakan suatu polimer netral dan agaropektin merupakan suatu polimer sulfat.
Agarosa adalah suatu polisakarida netral yang terdiri dari rangkaian D-galaktosa
dengan ikatan β-1,3 dan L-galaktosa dengan ikatan α-1,4. Agaropektin bersifat
lebih kompleks dan mengandung polimer sulfat. Rasio kedua polimer sangat
bervariasi dan persentase agarosa dalam ekstrak agar-agar berkisar antara 50%
sampai 80% (FAO 2003).
Faktor yang mempengaruhi kualitas agar-agar, antara lain teknik ekstraksi,
jenis rumput laut, kondisi musim, letak atau wilayah asal rumput laut dan
parameter lingkungan lainnya. Namun beberapa tahun terakhir mulai banyak
penelitian untuk melihat aspek penyimpanan atau penanganan rumput laut paska
panen, karena terbukti turut mempengaruhi kualitas dan kuantitas ekstrak agaragar yang dihasilkan.
2.2.2 Aplikasi Agar Agar Tepung
Secara umum agar-agar diaplikasikan pada berbagai bidang yaitu 91%
untuk kebutuhan pangan dan 9% untuk kebutuhan bacteriological dan
biotechnology. Agar-agar telah dinyatakan aman oleh FDA atau dikenal dengan
istilah Generaly Recognized As Safe (GRAS), dan Acceptable Daily Intake (ADI)
yaitu agar-agar dinyatakan not limited (tidak dibatasi) (WHO/FAO 1974, Imeson
2010). Oleh karenanya aplikasi penggunaan agar-agar dalam bidang pangan
menjadi sangat luas. Standar mutu agar-agar telah ditetapkan oleh Food Chemical
Codex (FCC). Indonesia juga telah menetapkan standar mutu agar-agar yang
dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tabel 2.2 di bawah ini :

Universitas Sumatera Utara

16

Tabel 2.2 Standar Mutu Agar-Agar Menurut Food Chemical Codex
Spesifikasi
Persyaratan FCC
Kandungan arsen
Maks. 3 ppm (0,003%)
Kandungan abu total
Maks. 6,5 % berat kering
Kandungan abu tak larut asam
Maks. 0,5% berat kering
Kandungan Gelatin
Tidak ada
Kandungan Protein
Maks. 3%
Bahan tidak larut
1-4%
Sumber : Glicksman (1983) ; Venugopal (2009)

Standart mutu agar-agar juga telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi
Nasional melalui Standar Nasional Indonesia No. 2802 : 2015. Standar ini
menetapkan syarat mutu dan keamanan pangan agar-agar tepung, bahan baku,
bahan penolong, dan proses pengolahan agar-agar tepung. Standar ini berlaku
untuk agar-agar dalam bentuk tepung dan tidak berlaku untuk produk yang
mengalami pengolahan lebih lanjut. Adapun standar mutu agar-agar tepung
tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Standar Mutu Agar-Agar Tepung menurut SNI 2802 : 2015
No Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1.
Organoleptik (kenampakan bau dan
Normal
atau
konsisten)
dengan score min. 7
2.
Air
% b/b
Maks. 22
3.
Kadar abu
% b/b
Maks. 6,5
4.
Abu tidak larut asam
% b/b
Maks. 0,5
5.
Pati
Negatif
6.
Absorpsi air
Minimal 5 kali
7.
Bahan tambahan makanan:
Sesuai SNI
7.1 Pewarna tambahan
01-02227.2 Bahan tambahan lain
1987*
Sumber : BSN (2015) * atau revisinya

Agar-agar digunakan secara luas dalam berbagai industri, antara lain
industri makanan, obat - obatan, tekstil, kertas, susu, mikrobiologi, dan kosmetika.
Pada industri makanan, agar-agar digunakan sebagai bahan pengental, misalnya
pada pembuatan permen. Selain itu, agar-agar juga berfungsi sebagai bahan

Universitas Sumatera Utara

17

penstabil dalam pembuatan makanan, serta sebagai bahan penjernih dalam
pembuatan bir.
Agar agar juga mampu memperbaiki tekstur dari produk kering seperti
keju krim dan yoghurt. Agar-agar digunakan juga sebagai gel elektroforesis,
kromatografi, immunologi, dan immobilisasi enzim. Selain itu digunakan sebagai
thickener, gelling agent, stabilizier, lubricant, emulsifier, dan absorbant
(Poncomulyo, 2006).
Pada industri kulit, agar-agar digunakan pada proses akhir untuk
memantapkan permukaan yang halus dan kekuatan kulit. Pada industri polywood
agar-agar diperlukan dalam pembuatan perekat tingkat tinggi. Sementara dalam
industri obat-obatan dan farmasi, agar-agar telah lama digunakan dalam
pembedahan atau operasi (Winarno, 2008). Agar-agar kaya akan karbohidrat,
tetapi sedikit mengandung lemak dan protein, kandungan kalsium agar-agar
paling tinggi dibanding mineral lainnya.
2.3 Selai
Selai merupakan salah satu hasil dari produk makanan. Menurut
Saptoningsih dan Jatnika (2012) selai adalah salah satu jenis makanan awetan
berupa sari buah atau buah yang dihancurkan dan ditambah gula, serta dimasak
hingga kental atau berbentuk setengah padat. Tekstur kental pada selai
diakibatkan adanya reaksi antara pektin dalam buah dengan gula dan asam.
Proporsi campuran dari selai adalah 45% bagian serat buah dan 55%
bagian dari gula. Namun proporsi tersebut dapat disesuaikan dengan selera dan
cita rasa yang diinginkan. Campuran yang dihasilkan kemudian dipekatkan

Universitas Sumatera Utara

18

sehingga hasil akhirnya mengandung total padatan terlarut minimum 65%
(Fachruddin, 2008).
Selai memiliki konsistensi gel atau semi gel yang diperoleh dari interakasi
senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin yang ditambah dari luar, gula
sukrosa, dan asam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi dan bersifat labil setelah
suhu diturunkan. Pembuatan selai ada beberapa faktor yang harus diperhatikan
antara lain pengaruh panas dan gula pada pemasakannya, serta keseimbangan
proporsi gula, pektin, dan asam.
Agar-agar memiliki kemampuan gelasi yang cukup baik, bila bandingkan
dengan bahan pengental lainnya, agar-agar jauh lebih efisien karena ada
konsentrasi rendah (1-5%) saja telah mampu membentuk larutan yang sangat
kental (Poncomulyo dkk, 2006). Agar-agar juga memiliki daya stabilitas yang
cukup baik terhadap suhu dan pH, sehingga kekurangan pektin yang labil pada
suhu rendah dan pH rendah dapat digantikan oleh agar agar.
Penambahan asam dalam pembuatan selai berguna untuk menurunkan pH
bubur buah karena struktur gel dalam pembuatan selai hanya terbentuk pada pH
rendah. Asam-asam yang dapat digunakan adalah asam sitrat, asam asetat, dan
cairan asam dari perasan jeruk nipis. Penambahan asam yang berlebihan akan
menyebabkan pH menjadi rendah, sehingga air keluar dari gel (sineresis),
sebaliknya jika pH tinggi, akan menyebabkan gel pecah (Buckle et al. 1987 dalam
Kornalius 2006).
Pentingnya menjaga keamanan konsumen, pemerintah telah menetapkan
standart kualitas untuk produk selai. Selai yang bermutu baik mempunyai ciri-ciri

Universitas Sumatera Utara

19

warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur lembut, cita rasa buah alami,
tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan. Kriteria mutu
selai yang ditetapkan oleh pemerintah dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut :
Tabel 2.4 Kriteria Mutu Selai Buah
Syarat Mutu
Kadar air maksimum
Kadar gula minimum
Kadar pectin maksimum
Padatan tak terlarut minimum
Serat buah
Kadar bahan pengawet
Asam asetat
Logam berbahaya (Hg,Pb,As)
Rasa
Bau

Standar
35%
55%
0,7%
0,5%
Positif
50 mg/kg
Negatif
Negatif
Normal
Normal

Sumber : SII. NO. 173 Tahun 1978 yang diacu dalam Fachruddin, 2008

Selai buah merupakan salah satu produk pangan semi basah yang cukup
dikenal dan disukai oleh masyarakat. Food & Drug Administration (FDA)
mendefenisikan selai sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa buah
segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran ketiganya pemanfaatan buah
menjadi produk selai dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Selai
yang dihasilkan juga dapat disimpan dalam waktu relatif lama.
Pembuatan selai tentunya harus sesuai dengan standar nasional yang
berlaku agar terpenuhi syarat dan layak dikonsumsi oleh masyarakat. Berikut
syarat mutu selai buah menurut Standart Nasional Indonesia 3746 : 2008 di bawah
ini :

Universitas Sumatera Utara

20

Tabel 2.5 Syarat Mutu Selai Buah (SNI 3746-2008)
No
Kriteria Uji
Satuan
1
Keadaan
-Bau
- Rasa
-Warna
-Tekstur
2
Serat Buah
3
%(b/b)
Padatan terlarut
4
Cemaran logam
mg/kg
-timbal
mg/kg
-tembaga
mg/kg
-seng
mg/kg
-timah
5
mg/kg
Cemaran Arsen
6
Cemaran Mikrobia
koloni/g
- Angka lempeng total
APM/g
- Bakteri bentu
Koloni/g
- k E.coli
Koloni/g
- Staphyloccoccus aureus
Koloni/g
- Clostridium sp.
- Kapang/khamir
*dikemas dalam kaleng

Persyaratan
Normal
Normal
Normal
Normal
Positif
Min 65
Maks 1,5
Maks 10,0
Maks 40,0
Maks 250,0*
Maks 1,0
Maks 1,0 x 102