Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Anak di Panti Asuhan Putera Muhammadiyah Jalan Amaliun Medan tahun 2015
BAB 2
T INJAUAN PUSTAKA 2.1 Asupan Makanan
2.1.1 Defenisi
Menurut Maretha (2009) dalam Anjani (2013), asupan makanan adalah informasi tentang jumlah dan jenis makanan yang dimakan atau dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Dari asupan makanan diperoleh zat gizi esensial yang dibutuhkan tubuh untuk memelihara pertumbuhan dan kesehatan yang baik (Budianto, 2009).
Makanan terdiri dari bermacam-macam zat kimia. Beberapa zat dikenal sebagai nutrien dan terdapat banyak zat lain, terutama dalam bahan makanan nabati. Zat ini memacu pertumbuhan tanaman, melindunginya dari pemangsa dan memperbaiki penampilan atau menambah aromanya. Zat-zat ini (fitokimia) tidak dianggap sebagai nutrien tetapi mungkin aktif secara biologis dan memenuhi efek menguntungkan pada manusia (Barasi, 2007).
Nutrien dibedakan menjadi makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien diperlukan dalam jumlah yang besar oleh tubuh sedangkan mikronutrien hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit. Selanjutnya adalah air yang menjadi komponen esensial dalam diet karena asupan cairan yang cukup merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup. Makronutrien dalam diet mencakup karbohidrat, lemak dan protein. Sedangkan mikronutrien mencakup vitamin dan mineral (Barasi, 2007).
2.1.2 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia yang harganya relatif murah. Karbohidrat tersusun dari berbagai kompleksitas untuk membentuk gula sederhana serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan polisakarida (Barasi, 2007). Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Satu gram karbohidat menghasilkan 4 kalori. Karbohidrat didalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera.
(2)
Sebagian lagi disimpan sebagai bentuk glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian lagi disimpan di jaringan lemak (Almatsier, 2010).
Fungsi lain karbohidrat adalah sebagai penghemat protein artinya ketika karobihdrat tidak mencukupi, maka protein akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi. Dan sebaliknya, bila karbohidrat cukup, protein terutama akan digunakan sebagai zat pembangun (Yuniastuti, 2008).
Jenis karbohidrat dalam makanan dikelompokkan menjadi monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida dibagi lagi menjadi glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Galaktosa merupakan gula khusus yang terdapat pada bahan hewani, yaitu air susu. Disakarida dalam bahan makanan yang penting adalah sukrosa, maltosa, dan laktosa. Laktosa hanya dijumpai pada susu hewan menyusui dan air susu ibu. Dalam bahan makanan nabati terdapat dua jenis polisakarida yang dapat dicerna (yaitu amilum dan dekstrin) dan tidak dapat dicerna (seperti selulosa, pentosan, dan galaktan). Sedangkan dalam bahan makanan hewani terdapat polisakarida yang dapat dicerna yang disebut glikogen (Anonimus, 2007).
Tabel 2.1 Kelompok karbohidrat
Kelompok Contoh
CHO sederhana
Monosakarida Glukosa, fruktosa
Disakarida Sukrosa, laktosa, maltose Oligosakarida Rafinosa, inulin
CHO kompleks
Zat pati Zat pati yang dapat dicerna
Polisakarida nonpati Selulosa, polisakarida nonselulosa Sumber: Barasi(2007)
2.1.3 Lemak
Lemak meliputi berbagai macam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan trigliserida atau triasigliserol (TAG). Produk turunannya seperti fosfolipid dan sterol (yang paing terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam
(3)
kelompok ini. TAG dipecah untuk menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan adiposa (Barasi, 2007).
Lemak dan minyak merupkan zat makanan yan penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Dan merupkana sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karobidrat dan protein. Besar energi yang dihasilkan per gram lemak adalah 9 kalori. Fungsi lain lemak dalam tubuh adalah sebagai pembangun/pembentuk susunan tubuh, pelindung kehilangan panas tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K (Budianto, 2009).
Sumber utama lemak adalah minyak tumbuhan, mentega, margarin, dan lemak hewan. Sumber lain berasal dari kacang-kacangan, susu, kedelai, kuning telur dan sebagainya (Almatsier, 2010). Lemak hewan ada yang berbentuk padat antara lain lemak susu, lemak sapi, dan berbentuk cair seperti minyak ikan paus, minyak ikan cod, minyak ikan herring (Budianto, 2009).
2.1.4 Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena mengandung unsur C,H,O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan logam. Tiap gram protein mengandung energi sebanyak 4 kalori (Budianto, 2009).
Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung membentuk beraneka ragam protein. Saat dicerna masing-masing asam amino digunakan untuk sintesis asam amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh. Jika asam amino tidak dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai sumber energi (Barasi, 2007).
Protein ada di semua jaringan tubuh dan merupakan material dasar di kulit, otot, tendon, saraf dan darah. Selain itu, protein juga membentuk antibodi dan enzim yang penting dalam biomolekular (Eastwood, 2003).
(4)
Tabel 2.2 Penggunaan asam amino untuk sintesis produk turunannya.
Asam amino Produk Fungsi
Arginin Nitrat oksida
Keratin
Memelihara fungsi leukosit, tonus vascular
Produksi energy
Glisin Hem
Keratin
Pengangkutan oksigen Produksi energy Tirosin Hormon tiroid dan
melanin
Neurotransmitter
(adrenalin, noradrenalin, dopamin)
Homeostasis Integrasi neuron
Triptofan Asam nikotinat Serotonin (5-hidroksitriptamin)
Fungsi vitamin Fungsi transmitter
Histidin Histamine Transmitter, respon inflamasi
Lisin Karnitin Metabolisme lipid
Sistein, glutamate, dan glisin
Glutation Antioksidan
Sumber: Barasi (2007)
2.1.5 Vitamin
Vitamin merupakan suatu molekul organik yang dibutuhkan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin tidak dapat dibuat oleh tubuh dalam jumlah yang sangat cukup. Oleh karena itu, harus diperoleh dari asupan makanan (Budianto, 2009).
Vitamin dibagi dalam dua kelompok yaitu vitamin larut dalam lemak (A,D,E, dan K) dan vitamin larut dalam air (vitamin B dan C). Tiap vitamin memiliki tugas spesifik dalam tubuh (Almatsier, 2010). Vitamin yang berperan dalam pembentukan darah ( asam folat dan vitamin B12), sebagai antioksidan (asam askorbat dan vitamin E), metabolisme protein (vitamin A dan K),
(5)
metabolisme energi (thiamin, riboflavin dan pirodoksin) dan pembentukan tulang oleh vitamin D (Eastwood, 2003). Dan pada dasarnya vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh. Pada umumnya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim (Almatsier, 2010).
Tabel 2.3. Klasifikasi vitamin dan peranannya Nama Anggota utama dalam kelompok Peranan Vitamin
larut air
Vitamin B kompleks, Vitamin C
Metabolisme, pembelahan sel, antioksidan, kofaktor untuk enzim
Sistem neurotransmitter (zat penghantar impuls saraf) Vitamin
larut lemak
Vitamin A,D,E,K Struktural, integritas sel Homeostasis
Peran antioksidan Sumber: Barasi (2007)
2.1.6 Mineral
Mineral merupakan unsur esensial dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan atas dua yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro (natrium, klorida, kalium, kalsium fosfor, magnesium dan sulfur) dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari sedangkan mineral mikro (besi, seng, iodium, selenium dll) dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier, 2004).
2.1.7 Air
Air menciptakan media dasar tempat berlangsungnya semua reaksi dalam tubuh. Asupan cairan yang tidak cukup akan cepat menggangu fungsi metabolisme tubuh dan kinerja mekanisme homeostasis. Air mencakup 50-60%
(6)
dari keseluruhan berat badan. Sepertiga adalah cairan ekstraseluler dan dua per tiga berada di intraseluler. Kompartemen ini dipisahkan oleh membran sel dan dapat dilalui oleh air (Eastwood, 2003). Air memiliki berbagai fungsi dalam proses vital tubuh yaitu sebagai pelarut dan alat angkut, katalisator, pelumas, pengatur suhu, dan fasilitator pertumbuhan (Almatsier, 2004).
Kebutuhan air sehari dinyatakan sebagai proporsi terhadap jumlah energi yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan lingkungan rata-rata. Untuk orang dewasa dibutuhkan sebanyak 1,0-1,5 ml/kkal, sedangkan untuk bayi 1,5 ml/kkal (Yuniastuti, 2008). Sumber air dapat diperoleh dari minuman, jus, susu, buah, sayuran, dan makanan lain (Drummond dan Brefere, 2007).
2.2 Kecukupan gizi
Standar kecukupan gizi di Indonesia masih menggunakan ukuran makro yaitu kecukupan kalori (energi) dan kecukupan protein (Agus, 2004).
Recommended dietary allowances (RDA) adalah istilah yang digunakan di Amerika yang merupakan standar berisi kebutuhan rata-rata gizi per hari yang dianjurkan sehingga suatu masyarakat dapat hidup sehat. Sementara di Indonesia dikenal dengan istilah AKG (Angka Kecukupan Gizi). AKG dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika dan keadaan fisiologis (Anonimus, 2007).
2.2.1 Kecukupan energi
Energi dibutuhkan untuk semua fungsi yang dijalankan oleh tubuh yang meliputi :
1. Aktivitas metabolik pada tingkat seluler, jaringaan, dan organ yang sebagian besar berlangsung di luar kesadaran.
2. Aktivitas sadar yang dilakukan sebagai bagian dari aktivitas fisik dan memerlukan energi dalam jumlah yang berbeda-beda.
3. Pertumbuhan, dalam tahun-tahun awal kehidupan, pada masa remaja, dan selama kehamilan.
(7)
Semua energi yang diperlukan tubuh disuplai melalui asupan makanan. Makronutrien dalam makanan dan minuman menghasilkan energi ketika dipecah. Mineral dan vitamin dalam makanan tidak menghasilkan energi, meskipun beberapa di antaranya bersifat esensial dalam proses biokimia yang menghasilkan energi (Barasi, 2007).
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dapat dihitung dengan cara membandingkan rata-rata konsumsi sehari dengan AKG yang dikoreksi dengan berat badan. Sesudah diketahui tingkat konsumsi gizi, untuk keperluan deskriptif maka dapat diklasifikasikan seperti yang termuat dalam tabel 2.4 (WNPG, 2004).
Tabel 2.4 Klasifikasi TKE
Tingkat Konsumsi Energi Persentase terhadap AKG
Baik 80-110% AKG
Kurang < 80% AKG
Lebih >110% AKG
Sumber : WNPG (2004)
2.2.2 Kecukupan protein
Banyaknya protein dalam tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan basal dan sejumlah tambahan untuk mengimbangi adanya kerusakan, infeksi, stress dan sebagainya. Kehilangan protein dapat melalui air seni, kotoran dan kulit (Anonimus, 2007).
Tingkat Konsumsi Protein (TKP) dapat dihitung dengan cara membandingkan rata-rata konsumsi sehari dengan AKG yang dikoreksi dengan berat badan. Sesudah diketahui tingkat konsumsi protein, untuk keperluan deskriptif maka dapat diklasifikasikan seperti yang termuat dalam tabel 2.5 (WNPG, 2004).
(8)
Tabel 2.5 Klasifikasi TKP Tingkat Konsumsi Protein
Baik 80-110% AKG
Kurang < 80% AKG
Lebih >110% AKG
Sumber : WNPG (2004)
2.3 Penilaian Asupan Makanan
Penilaian asupan makanan atau survei diet adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Tujuannya adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Sedangkan secara khusus, tujuan dari survei diet adalah menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu, sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).
Metode-metode pengukuran konsumsi makanan antara lain : 1. Metode frekuensi makanan (food frequency).
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, dan tahun. Cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi.
2. Metode ingatan pangan24 jam (24-hours food recall).
Prinsip dari metode ini adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden diminta untuk menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu. Data konsumsi yang dicatat mulai bangun pagi dihari kemarin sampai istirahat tidur malam harinya. Data yang diperoleh
(9)
dari recall 24 jam bersifat kualitatif. Sehingga perlu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga.
3. Metode pendaftaran makanan (food list).
Dilakukan dengan menanyakan dan mencatat seluruh bahan makanan dan memperhitungkan bahan makanan yang terbuang atau rusak. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara.
4. Metode Penimbangan (food weighing).
Petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi selama satu hari. Jumlah makanan yang dikonsumsi sehari kemudian dianalisis dengan menggunakan DKBM atau DKGJ ( Daftar Konsumsi Gizi Jajanan). Setelah itu, hasilnya dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Kelebihan dari metode ini adalah bahwa data yang diperoleh lebih akurat.
2.4. Status gizi
2.4.1. Defenisi Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi secara garis besar dibagi dua yaitu konsumsi makanan dan kesehatan. Konsumsi makanan sangat dipengaruhi oleh tersedianya bahan makanan, makanan dan pendapatan untuk mencukupi keperluan makan. Selanjutnya adalah keadaan kesehatan yang dipengaruhi oleh pemeliharaan kesehatan dan lingkungan fisik dan sosial (Supariasa, Bakri,dan Fajar, 2002).
2.4.2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pada dasranya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif. Kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia (Arisman, 2002).
(10)
Beberapa cara dalam melakukan penilaian status gizi yaitu antara lain : 1. Biokimia
Dengan pemeriksaan protein visceral, albumin, transferin serum, Thyroxine-binding prealbumin (TBPA), fungsi kekebalan. Selain itu dapat juga dengan memeriksa sensivitas kulit, protein somatik, hematologik dan keadaan hidrasi (Arisman, 2002).
2. Pemeriksaan klinis
Meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan, bagian tubuh yang harus lebih diperhatikan ialah kulit, gigi, gusi, bibir, lidah, mata dan alat kelamin (Arisman, 2002).
3. Pemeriksaan antropometri
Pertumbuhan dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi jenis kelamin, lingkungan di dalam rahim, jumlah kelahiran, berat lahir pada kehamilan tunggal atau majemuk, gen serta faktor lingkungan (iklim, musim, sosial-ekonomi). Tujuan dalam pemeriksaan antropometris ialah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi (Arisman, 2002).
Adapun beberapa indikator dalam pemeriksaan antropometri ialah : a. Tinggi badan
Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan panjang tulang. Namun, harus digabung dengan indikator lain (Arisman, 2002). Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal dan tumbuh sering dengan pertambahan umur (Supariasa, Bakri,dan Fajar, 2002).
b. Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometris yang paling banyak digunakan. Agar berat dapat dijadikan satu ukuran yang valid, parameter lain seperti tinggi, ukuran rangka, proporsi lemak, otot, tulang, serta komponen berat patologis harus dipertimbangkan. Dengan kata lain, ukuran berat harus dikombinasikan dengan parameter antropometris yang lain (Arisman, 2002).
(11)
c. Umur
Umur sangat memegang peranan penting dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi gizi yang salah. Oleh sebab itu, penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya yaitu 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (Depkes, 2004 ).
Pada anak penentuan status gizi dapat menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan usia. Dengan terlebih dahulu menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) anak yaitu membandingkan berat badan dalam kilogram dengan kuadarat tinggi badan dalam meter.
Lalu disesuaikan dengan tabel standar antropometri penilaian status gizi anak di Indonesia untuk mengetahui klasifikasi status gizinya (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010)
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Status Gizi Anak Berdasarkan IMT Indeks Massa Tubuh
menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 5-18 tahun
Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3SD sampai dengan <-2 SD Normal -2SD sampai dengan 1 SD Gemuk >1SD sampai dengan 2SD Obesitas >2SD
(1)
dari keseluruhan berat badan. Sepertiga adalah cairan ekstraseluler dan dua per tiga berada di intraseluler. Kompartemen ini dipisahkan oleh membran sel dan dapat dilalui oleh air (Eastwood, 2003). Air memiliki berbagai fungsi dalam proses vital tubuh yaitu sebagai pelarut dan alat angkut, katalisator, pelumas, pengatur suhu, dan fasilitator pertumbuhan (Almatsier, 2004).
Kebutuhan air sehari dinyatakan sebagai proporsi terhadap jumlah energi yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan lingkungan rata-rata. Untuk orang dewasa dibutuhkan sebanyak 1,0-1,5 ml/kkal, sedangkan untuk bayi 1,5 ml/kkal (Yuniastuti, 2008). Sumber air dapat diperoleh dari minuman, jus, susu, buah, sayuran, dan makanan lain (Drummond dan Brefere, 2007).
2.2 Kecukupan gizi
Standar kecukupan gizi di Indonesia masih menggunakan ukuran makro yaitu kecukupan kalori (energi) dan kecukupan protein (Agus, 2004). Recommended dietary allowances (RDA) adalah istilah yang digunakan di Amerika yang merupakan standar berisi kebutuhan rata-rata gizi per hari yang dianjurkan sehingga suatu masyarakat dapat hidup sehat. Sementara di Indonesia dikenal dengan istilah AKG (Angka Kecukupan Gizi). AKG dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika dan keadaan fisiologis (Anonimus, 2007).
2.2.1 Kecukupan energi
Energi dibutuhkan untuk semua fungsi yang dijalankan oleh tubuh yang meliputi :
1. Aktivitas metabolik pada tingkat seluler, jaringaan, dan organ yang sebagian besar berlangsung di luar kesadaran.
2. Aktivitas sadar yang dilakukan sebagai bagian dari aktivitas fisik dan memerlukan energi dalam jumlah yang berbeda-beda.
3. Pertumbuhan, dalam tahun-tahun awal kehidupan, pada masa remaja, dan selama kehamilan.
(2)
Semua energi yang diperlukan tubuh disuplai melalui asupan makanan. Makronutrien dalam makanan dan minuman menghasilkan energi ketika dipecah. Mineral dan vitamin dalam makanan tidak menghasilkan energi, meskipun beberapa di antaranya bersifat esensial dalam proses biokimia yang menghasilkan energi (Barasi, 2007).
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dapat dihitung dengan cara membandingkan rata-rata konsumsi sehari dengan AKG yang dikoreksi dengan berat badan. Sesudah diketahui tingkat konsumsi gizi, untuk keperluan deskriptif maka dapat diklasifikasikan seperti yang termuat dalam tabel 2.4 (WNPG, 2004).
Tabel 2.4 Klasifikasi TKE
Tingkat Konsumsi Energi Persentase terhadap AKG
Baik 80-110% AKG
Kurang < 80% AKG
Lebih >110% AKG
Sumber : WNPG (2004)
2.2.2 Kecukupan protein
Banyaknya protein dalam tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan basal dan sejumlah tambahan untuk mengimbangi adanya kerusakan, infeksi, stress dan sebagainya. Kehilangan protein dapat melalui air seni, kotoran dan kulit (Anonimus, 2007).
Tingkat Konsumsi Protein (TKP) dapat dihitung dengan cara membandingkan rata-rata konsumsi sehari dengan AKG yang dikoreksi dengan berat badan. Sesudah diketahui tingkat konsumsi protein, untuk keperluan deskriptif maka dapat diklasifikasikan seperti yang termuat dalam tabel 2.5 (WNPG, 2004).
(3)
Tabel 2.5 Klasifikasi TKP Tingkat Konsumsi Protein
Baik 80-110% AKG
Kurang < 80% AKG
Lebih >110% AKG
Sumber : WNPG (2004)
2.3 Penilaian Asupan Makanan
Penilaian asupan makanan atau survei diet adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Tujuannya adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Sedangkan secara khusus, tujuan dari survei diet adalah menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu, sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).
Metode-metode pengukuran konsumsi makanan antara lain : 1. Metode frekuensi makanan (food frequency).
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, dan tahun. Cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi.
2. Metode ingatan pangan24 jam (24-hours food recall).
Prinsip dari metode ini adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden diminta untuk menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu. Data konsumsi yang dicatat mulai bangun pagi dihari kemarin sampai istirahat tidur malam harinya. Data yang diperoleh
(4)
dari recall 24 jam bersifat kualitatif. Sehingga perlu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga.
3. Metode pendaftaran makanan (food list).
Dilakukan dengan menanyakan dan mencatat seluruh bahan makanan dan memperhitungkan bahan makanan yang terbuang atau rusak. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara.
4. Metode Penimbangan (food weighing).
Petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi selama satu hari. Jumlah makanan yang dikonsumsi sehari kemudian dianalisis dengan menggunakan DKBM atau DKGJ ( Daftar Konsumsi Gizi Jajanan). Setelah itu, hasilnya dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Kelebihan dari metode ini adalah bahwa data yang diperoleh lebih akurat.
2.4. Status gizi
2.4.1. Defenisi Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi secara garis besar dibagi dua yaitu konsumsi makanan dan kesehatan. Konsumsi makanan sangat dipengaruhi oleh tersedianya bahan makanan, makanan dan pendapatan untuk mencukupi keperluan makan. Selanjutnya adalah keadaan kesehatan yang dipengaruhi oleh pemeliharaan kesehatan dan lingkungan fisik dan sosial (Supariasa, Bakri,dan Fajar, 2002).
2.4.2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pada dasranya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif. Kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia (Arisman, 2002).
(5)
Beberapa cara dalam melakukan penilaian status gizi yaitu antara lain : 1. Biokimia
Dengan pemeriksaan protein visceral, albumin, transferin serum, Thyroxine-binding prealbumin (TBPA), fungsi kekebalan. Selain itu dapat juga dengan memeriksa sensivitas kulit, protein somatik, hematologik dan keadaan hidrasi (Arisman, 2002).
2. Pemeriksaan klinis
Meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan, bagian tubuh yang harus lebih diperhatikan ialah kulit, gigi, gusi, bibir, lidah, mata dan alat kelamin (Arisman, 2002).
3. Pemeriksaan antropometri
Pertumbuhan dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi jenis kelamin, lingkungan di dalam rahim, jumlah kelahiran, berat lahir pada kehamilan tunggal atau majemuk, gen serta faktor lingkungan (iklim, musim, sosial-ekonomi). Tujuan dalam pemeriksaan antropometris ialah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi (Arisman, 2002).
Adapun beberapa indikator dalam pemeriksaan antropometri ialah : a. Tinggi badan
Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan panjang tulang. Namun, harus digabung dengan indikator lain (Arisman, 2002). Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal dan tumbuh sering dengan pertambahan umur (Supariasa, Bakri,dan Fajar, 2002).
b. Berat badan
Berat badan merupakan ukuran antropometris yang paling banyak digunakan. Agar berat dapat dijadikan satu ukuran yang valid, parameter lain seperti tinggi, ukuran rangka, proporsi lemak, otot, tulang, serta komponen berat patologis harus dipertimbangkan. Dengan kata lain, ukuran berat harus dikombinasikan dengan parameter
(6)
c. Umur
Umur sangat memegang peranan penting dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi gizi yang salah. Oleh sebab itu, penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya yaitu 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (Depkes, 2004 ).
Pada anak penentuan status gizi dapat menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan usia. Dengan terlebih dahulu menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) anak yaitu membandingkan berat badan dalam kilogram dengan kuadarat tinggi badan dalam meter.
Lalu disesuaikan dengan tabel standar antropometri penilaian status gizi anak di Indonesia untuk mengetahui klasifikasi status gizinya (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010)
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Status Gizi Anak Berdasarkan IMT Indeks Massa Tubuh
menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 5-18 tahun
Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3SD sampai dengan <-2 SD Normal -2SD sampai dengan 1 SD Gemuk >1SD sampai dengan 2SD Obesitas >2SD