Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Profesi di bidang hukum sangat banyak sesuai dengan bidang serta
kewenangan dan tugasnya. Macam-macam profesi di bidang hukum yaitu: Hakim,
Jaksa, Polisi, Advokat, serta Notaris. Penegak hukum diharapkan memiliki
kemampuan, kejujuran, dan kecermatan karena hal tersebut yang dibutuhkan dalam
menjalankan kewenangannya masing-masing.
Profesi hukum sebagai profesi terhormat, terdapat nilai-nilai moral profesi
yang harus ditaati oleh aparatur hukum yang menjalankan profesi tersebut, yaitu
sebagai berikut: Kejujuran, Otentik, Bertanggung jawab, Kemandirian moral, dan
Keberanian moral.1
Notaris sebagai salah satu pilar penegakan hukum nasional, dalam
menjalankan profesinya selain harus berdasarkan pada Undang-undang, juga harus
memegang teguh nilai-nilai moral profesi tersebut. Notaris merupakan profesi hukum
dan dengan demikian profesi Notaris adalah suatu profesi mulia (officium nobile), hal
tersebut dikarenakan profesi Notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan.
Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak
dan kewajiban seseorang. Kekeliruan atas akta Notaris dapat menyebabkan
tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban.2


1

2

Abdulkadir Muhammad. Etika Profesi Hukum. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.hlm. 4

Abdul Ghofur Anshori. Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika. UII
Press, Yogyakarta, 2009. hlm. 46

1

2

Menurut Tan Thong Kie dalam bukunya yang berjudul Studi Notariat dan
Serba-serbi Praktek Notaris bahwa kedudukan seorang Notaris sebagai suatu
fungsionaris dalam masyarakat hingga sekarang dirasakan masih disegani. Seorang
Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat
memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta
ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam proses

hukum.3
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik
tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta otentik yang dibuat oleh
atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN
No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Di dalam menjalankan tugasnya notaris
harus berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan
kepercayaan dan terhormat (nobel profesion). Sebagai pejabat umum yang terpercaya,
akta-aktanya harus menjadi alat bukti yang kuat apabila terjadi sengketa hukum di
pengadilan.4
Notaris sebagai salah satu profesi di bidang hukum yang juga merupakan
salah satu pilar penegakan hukum nasional, telah mendapat legitimasi dalam sistem
hukum nasional melalui UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor

3

Kie Tan Thong, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris. PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta. 2011. hlm 444

4
Marsudi Triatmojo. “Fakultas Hukum UGM sebagai Lembaga Pendidikan Notaris, Artikel
Surat kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, 4 Juni 2007.

3

30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang termuat dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014.
Menurut Pasal 15 yang ketentuan ayat 1 dan 2 diubah pada UU Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris bahwa seorang notaris mempunyai kewenangan membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang, penyuluhan hukum
sehubungan dengan pembuatan akta dan juga membuat akta-akta yang berkaitan
dengan pertanahan juga dapat diberikan oleh Notaris.
Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta yag

memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada
notaris. Menurut Soebekti, yang dinamakan surat akta adalah tulisan yang sematamata dibuat untuk membuktikan suatu hal atau peristiwa, karenanya suatu akta selalu
ditandatangani.5
Profesionalisme kerja seorang notaris mensyaratkan ada tiga watak kerja,
yaitu :
1.

Bahwa kerja itu merefleksikan adanya itikat untuk merealisasikan kebajikan yang
dijunjung tinggi dalam masyarakat, yang oleh karena itu tak akanlah kerja itu

5

R. Soebekti, 1996. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa, Cet XXVIII. Jakarta. hlm 178.

4

mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materil untuk para pelakunya,
melainkan tegaknya kehormatan diri
2.


Bahwa kerja itu dikerjakan berdasarkan kemahiran teknis yang bermutu tinggi,
yang karena itu amat mensyaratkan adanya pendidikan dan pelatihan yang
berlangsung bertahun-tahun secara ekslusif dan berat ; serta

3.

Bahwa kualitas teknis dan moral yang amat disyaratkan dalam kerja-kerja
pemberian jasa profesi ini dalam pelaksanaanya harus menundukkan diri pada
kontrol sesama warga terorganisasi, berdasarkan kode etik yang dikembangkan
dan disepakati bersama di dalam organisasi tersebut yang pelanggarannya akan
konsekuensi di bawanya sipelanggar kehadapan dewan kehormatan. 6
Oleh karenanya seorang notaris dalam menjalankan profesinya, tidak sekedar

dibatasi oleh norma-norma hukum atau norma-norma kesusilaan yang berlaku secara
umum, tetapi juha harus patuh terhadap ketentuan-ketentuan etika profesi yang diatur
dalam kode etik profesi. Mengingat masalah kode etik notaris ini sangat penting di
dalam pembangunan hukum nasional terutama dari segi materi hukum, maka dalam
hal ini kode etik notaris harus dibuat sebaik mungkin agar dapat membatasi para
notaris dalam bertingkah laku atau melakukan suatu perbuatan dalam lalu lintas
hukum agar sesuai dengan apa yang digariskan oleh kode etik profesi serta dewan

kehormatan kode etik harus menetapkan sanksi terhadap anggota yang melanggar
kode etik karena menurut Prof Soebekti, SH bahwa fungsi dan tujuan kode etik dalam

6

Soetandyo Wignjosoebroto, Profesi Profesionalisme dan Etika Profesi, Media Notariat,
2001, hlm. 32

5

suatu kalangan profesi adalah menjunjung tinggi martabat profesi, dan menjaga atau
memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan. 7
Dari uraian tersebut di atas, terkait dengan permasalahan kode etik serta
tanggung jawab hukum Notaris dalam menjalankan profesinya, terdapat kasus
pembuatan akta Notaris yang didasari atas perbuatan melawan hukum yang menarik
untuk dikaji. Kasus tersebut terjadi di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah yang
telah diputus oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 1014 K/PID/2013.
Secara singkat permasalahan yang terjadi dalam kasus yang melibatkan
notaris pada Putusan Mahkamah Agung nomor 1014 K/PID/2013 sebagai berikut :
Bahwa awalnya Terdakwa dalam kedudukan sebagai Notaris, diminta oleh

Robby Sumampao (diajukan penuntutannya dalam berkas terpisah) selaku Ketua
Badan Pembina Yayasan, untuk memproses penyesuaian Badan Hukum Yayasan
Bhakti Sosial Surakarta (YBSS) dalam rangka menyesuaikan dengan UndangUndang Yayasan yang baru yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Dalam kenyataan di lapangan, Notaris dalam menjalankan tugas dan
jabatannya seringkali tidak mempedomani ketentuan UU No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, seperti kasus tersebut di atas dimana secara nyata terbitnya Akta
Berita Acara Rapat Yayasan Bhakti Sosial Surakarta Nomor: 58 tanggal 15 April
2008 sebagai akta otentik produk notaris Ninoek Poernomo, S.H., tidak berdasarkan
7

Iwan Budisantoso, 2011, diakses dari m.kompasiana.com/2608/tanggung-jawab-profesinotaris-dalam-menjalankan-dan-menegakkan-hukum-di-indonesia, pada hari Jumat 30 Januari 2015,
pukul 20.00 WIB

6

fakta kejadian yang sebenarnya namun telah dibuat terlebih dahulu dalam bentuk
draft sebelum adanya pertemuan atau rapat di rumah Robby Sumampao di Komplek
Hailai di Jalan Adi Sucipto Nomor 146, Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Kota
Surakarta.

Pada saat pertemuan atau rapat tersebut, para pihak yang hadir
menandatangani Akta yang bentuknya masih draft dan pihak yang tidak hadir diminta
tanda tangan pada waktu dan tempat yang berlainan serta tidak ada kejadian nyata
seluruh pembina Yayasan maupun seluruh Pengurus Yayasan yang datang
menghadap Terdakwa selaku Notaris untuk menerbitkan Akta Berita Acara Rapat
Yayasan Bhakti Sosial Surakarta.
Terkait dengan kasus ini, sangat menarik untuk diketahui pertanggungjawaban
notaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat publik terhadap akta yang
diterbitkan menimbulkan perkara pidana (studi Putusan Mahkamah Agung Nomor
1014 K/PID/2013).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.

Bagaimana tanggung jawab notaris dalam pelaksanaan tugas pembuatan akta
yang menimbulkan perkara pidana berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 1014 K/PID/2013 ?

2.


Bagaimana akibat hukum terhadap penerbitan akta notaris yang menimbulkan
perkara pidana
K/PID/2013 ?

berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014

7

3.

Apa sajakah hal-hal yang membuat seorang notaris terlibat tindak pidana
khususnya dalam hal pemalsuan akta notaris berkaitan dengan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013 ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah:
1.


Untuk mengetahui tanggung jawab notaris dalam pelaksanaan tugas pembuatan
akta yang menimbulkan perkara pidana dalam kasus Putusan Mahkamah Agung
Nomor 1014 K/PID/2013.

2.

Untuk mengetahui akibat hukum terhadap akta notaris yang menimbulkan
perkara pidana dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014
K/PID/2013.

3.

Untuk mengetahui hal-hal yang membuat seorang notaris terlibat tindak pidana
khususnya dalam hal pemalsuan akta dalam kasus Putusan Mahkamah Agung
Nomor 1014 K/PID/2013.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1.


Secara Teoritis
Memberikan bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu
hukum kenotariatan pada umumnya dan tata cara pembuatan akta notaris yang

8

menimbulkan perkara pidana serta pertanggungjawaban notaris terhadap akta
yang dibuatnya tersebut
2.

Secara Praktis
Sebagai masukan bagi Notaris maupun calon-calon Notaris, agar lebih berhati
hati dalam menjalankan tugas dan jabatannya dalam pembuatan akta otentik,
karena

setiap

akta

yang

telah

dibuat

oleh

notaris

harus

dapat

dipertanggungjawabkan baik secara perdata maupun pidana.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Pertanggungjawaban Notaris
Dalam Melaksanakan Tugasnya sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang
Diterbitkannya Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung
Nomor 1014 K/PID/2013) belum pernah ditemukan judul atau penelitian terhadap
masalah tersebut diatas. Namun demikian terdapat penelitian yang berjudul :
1.

Kewenangan Notaris dalam Status tersangka Menjalankan Tugas sebagai Pejabat
Umum Membuat Akta Otentik oleh Edi Natasari Sembiring NIM : 077011016.

2.

Kajian Yuridis Tentang Pelaksanaan Tugas Notaris Dalam Kaitannya dengan
Aspek Pidana oleh Lindawati, NIM : 057011050

3.

Pertanggungjawaban Pidana Dan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam
Melaksanakan Tugas Profesinya oleh Bahana Surya Tarigan (NIM. 067011023).
Pokok permasalahan hanya membahas secara formil dan normatif serta tidak
secara khusus membahas suatu kasus.

9

Berdasarkan uraian tersebut, bahwa penulisan ini tidak mempunyai kesamaan
latar belakang dan pokok permasalahan yang akan diteliti. Sehingga penelitian ini
dapat dinyatakan belum pernah dilakukan dan dapat dibuktikan keasliannya.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1.

Kerangka Teori
Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau

proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 8 Fungsi teori dalam penelitian ini
adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala
yang diamati. 9 Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butirbutir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi
bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,
yang merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini. 10 Menurut Soerjono Soekanto
bahwa kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,
aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.

11

Teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan dan teori pertanggungjawaban.
Teori Pertanggungjawaban menjelaskan bahwa seseorang bertanggungjawab
secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab
hukum. Hans Kelsen membagi pertanggungjawaban menjadi 4 macam yaitu :12

8

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1996. hlm. 18

9

JJJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Jilid I, Penyunting M. Hisyam UI Press,
Jakarta, 2005, hlm. 203
10
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm. 80
11
Ibid. hlm. 19
12
Hans Kelsen, Terjemahan Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni. Nuansa & Nusa Media.
Bandung. 2006. Hlm 140

10

a. Pertanggungjawaban

individu

yaitu

pertanggungjawaban

yang

harus

dilakukan terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri
b. Pertanggungjawaban

kolektif

berarti

bahwa

seseorang

individu

bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan orang lain.
c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seseorang
individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena
sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian.
d. Pertanggungjawaban

mutlak

yang

berarti

bahwa

seorang

individu

bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja
dan tidak menimbulkan kerugian.
Teori tanggung jawab dalam hal ini dikaitkan dengan tanggung jawab Notaris
dalam hal pemalsuan surat yang merupakan tindak pidana dimana di dalam UU
nomor 30 Tahun 2004 maupun UU nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang
tidak mengatur mengenai tanggung jawab pidana seorang notaris dari akta yang telah
dibuatnya.13
Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya
berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu tetapi juga sepenuhnya dapat
diyakini bahwa memang pada tempatnya meminta pertanggungjawaban pidana,
pertama merupakan keadaan yang ada pada pembuat diri ketika melakukan tindak

13

Putu Vera Purnama Diana, Pertanggung Jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta
Berdasarkan Pemalsuan Surat Oleh Para Pihak, Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Denpasar, 2015. hlm 34-35

11

pidana. Kemudian pertanggungjawaban pidana juga berarti menghubungkan antara
keadaan pembuat tersebut dengan perbuatan dan sanksi yang sepatutnya dijatuhkan.
Sanksi adalah alat pemaksa selain hukuman, juga untuk mentaati ketetapan yang
ditentukan dalam peraturan atau perjanjian.14
Teori Keadilan dikaitkan dengan apakah hukuman yang dijatuhkan telah
memenuhi rasa keadilan atau tidak. Teori Hukum Alam sejak Socrates hingga
Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori
Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”.15
Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karya
nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khusus, dalam buku nicomachean
ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan filsafat umum
Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukum, “karena hukum hanya
bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”.16
Aristoteles kemudian membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif
dan keadilan korektif. Keadilan yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang
kedua dalam hukum perdata dan pidana.
Keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Apabila
suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif

14

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Sanksi Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Refika Aditama, Bandung, 2008. hlm 189-190.
15
Theo Huijbers. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Cet VIII, Kanisius, Yogyakarta,
1995. hlm. 196.
16
Carl Joachim Friedrich. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Nuansa dan Nusamedia,
Bandung, 2004. hlm. 24

12

berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan; jika
suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang pantas perlu diberikan kepada
si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan terganggu tentang
“kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas
membangun kembali kesetaraan tersebut. Uraian tersebut nampak bahwa keadilan
korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan
bidangnya pemerintah.17
Notaris diangkat oleh Menteri tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004. Pasal 3 UUJN Nomor 2 Tahun 2014, syarat untuk dapat diangkat
menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
1. Warga Negara Indonesia
2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun
4. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari
dokter atau psikiater
5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan
6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
Notaris dalam waktu 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada Kantor
Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi organisasi Notaris setelah
lulus Strataidan/kenotariatan, dan

17

Ibid

13

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak
sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan Notaris.
8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Di dalam UU Nomor 30 Tahun 2004 yang kemudian direvisi menjadi UU
Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan notaris, pengaturan tentang pemberhentian
notaris oleh Menteri diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 Pemberhentian
tersebut dapat berupa pemberhentian sementara, dan pemberhentian dengan hormat
dan pemberhentian dengan tidak hormat. Pada Pasal 8 UU Nomor 30 Tahun 2004
tidak mengalami perubahan pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, sehingga
Pasal 8 angka 1 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 menyatakan bahwa Notaris berhenti
atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
1.

Meninggal dunia

2.

Telah berumur 65 (enampuluh lima) tahun

3.

Permintaan sendiri

4.

Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas
jabatannya sebagai Notaris secar terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun, atau

5.

Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
Di dalam Pasal 9 UUJN Nomor 2 Tahun 2014 menyatakan bahwa Notaris

diberhentikan sementara dari jabatannya karena:

14

1.

Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang.

2.

Berada dibawah pengampuan

3.

Melakukan perbuatan tercela

4.

Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

5.

Sedang menjalani masa penahanan
Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 2004 tidak mengalami perubahan pada

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, sehingga Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 2004
menyatakan bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh
Menteri atas usulan dari Majelis Pengawas Pusat apabila:
1.

Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.

2.

Berada dibawah pengampuan secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun.

3.

Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan
Notaris, atau

4.

Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

2.

Kerangka Konsepsi
Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan

konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat
keyakinannya akan konsepnya senidiri mengenai suatu permasalahan. 18 Peranan
konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara

18

M. Solly Lubis. Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80

15

abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi
yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”19
Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian
yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum,20. Oleh karena itu untuk
menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap isitlah-istilah yang digunakan
dalam penelitian ini, maka didefinisikan beberapa konsep penelitian agar diperoleh
hasil penelitian yang sesuai, yaitu :
1.

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

2.

Akta notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN No. 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004

3.

Pertanggungjawaban individu notaris secara pidana adalah pertanggungjawaban
yang dijalankan oleh notaris atas akta yang

telah diterbitkannya yang

dikemudian hari ternyata menimbulkan perkara pidana dan menimbulkan
kerugian kepada para klien.
G. Metode Penelitian
1.

Jenis Penelitian
Jenis dari penelitian ini menggunakan yuridis normatif yaitu dengan

menekankan pada data-data sekunder dengan mempelajari dan mengkaji asas-asas
19
20

Samadi Suryabrata. Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998. hlm. 3
Burhan Ashshofa, Op.Cit, hal. 28

16

hukum positif yang berasal dari data kepustakaan dan perbandingan hukum, serta
unsur-unsur atau faktor-faktor yang berhubungan dengan objek penelitian sebagai
bagian dari penelitian lapangan. Titik berat penelitian tertuju pada penelitian
kepustakaan yang berarti akan lebih banyak menelaah dan mengkaji data sekunder
sebagai pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar mengenai
keterkaitan peraturan yang satu dengan lainnya dan penerapannya dalam masyarakat.
2.

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

merupakan bahan-bahan hukum yang terdiri dari:21
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri
dari:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
4) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
6) Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013
7) Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
b.

Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk serta
penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku literatur,

21

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat.
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. hlm. 13

17

makalah, artikel, hasil penelitian, dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan
dengan penelitian ini.
c.

Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri
dari:
1) Kamus Umum Bahasa Indonesia
2) Kamus Hukum
3) Kamus Inggris-Indonesia
4) Ensiklopedia

3.

Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen,

yaitu mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan,
dengan cara mempelajari serta menelaah buku-buku, hasil-hasil penelitian, bahanbahan hukum dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait.
4.

Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi
berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, literatur-literatur hingga dapat
menjawab permasalahan dari penelitian ini.
Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis
untuk kepentingan analisis, dan disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya
ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan
adalah merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan
memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Pertanggungjawaban Pidana Notaris Terhadap Akta yang Dibuatnya (Studi Putusan Mahkamah Agung Register No. 1099K/PID/2010)

8 79 154

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam pemalsuan Akta Otentik (Studi tentang putusan Mahkamah Agung republik Indonesia Nomor:1014k/Pid/2013) Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam pemalsuan Akta Otentik (Studi tentang putusan Mahkamah Agung republik Ind

0 1 11

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 17

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 2

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 5 62

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 9