PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DAN MENYENANGK

PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DAN MENYENANGKAN
Di Sampaikan Oleh Tejo Nurseto
Pada Pelatihan Guru SMP Muhammadiyah Depok
13 Agustus 2011
A. Pendahuluan
Metode pembelajaran yang konvensional (ceramah) yang masih banyak digunakan
guru-guru ekonomi disekolah menyebabkan lemahnya kemampuan siswa untuk /membangun
makna tentang apa yang dipelajari. Mereka pada umumnya hanya menghafal apa yang telah
dipelajari. Kemampuan menghafal pada umumnya hanya bertahan dalam waktu yang relatif
singkat. Kebanyakan siswa hafal tentang makna yang dipelajari pada saat akan menghadapi
ujian. Setelah ujian selesai konsep-konsep yang telah dihafal pada umumnya mulai hilang dan
setelah beberapa saat kemudian makna/konsep yang telah dihafal menjadi hilang sama sekali.
Model pembelajaran yang selama ini hanya menekankan pada pemikiran
reproduktif, hafalan dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang
diberikan sudah saatnya untuk ditinggalkan, kini beralih ke proses-proses pemikiran
yang tinggi termasuk berfikir kreatif dan inovatif. Hal ini dikarenakan berfikir kreatif,
inovatif dan produktif sangat dibutuhkan untuk menghadapi berbagai perubahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sudah saatnya proses pembelajaran
yang menghambat kreativitas siswa dihilangkan, yaitu dengan cara memberi
kebebasan kepada siswa dalam menjalankan proses berfikirnya atau dalam proses
belajarnya.

Pendidikan merupakan kunci untuk semua kemajuan dan perkembangan yang
berkualitas, sebab dengan pendidikan manusia dapat mewujudkan semua potensi
dirinya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat. Dalam rangka
mewujudkan potensi diri menjadi multiple kompetensi harus melewati proses
pendidikan yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Berlangsungnya
proses pembelajaran tidak terlepas dengan lingkungan sekitar. Sesungguhnya
pembelajaran tidak terbatas pada empat dinding kelas. Pembelajaran dengan
pendekatan lingkungan menghapus kejenuhan dan menciptakan peserta didik yang
cinta lingkungan.

1

B. Belajar dan Pembelajaran
Ngalim Purwanto, (1992) mengemukakan belajar adalah setiap perubahan
yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan
atau pengalaman. Pengertian Belajar Cronbach (1954) berpendapat : Learning is
shown by a change in behaviour as result of ex perience ; belajar dapat dilakukan
secara baik dengan jalan mengalami. Robert. M. Gagne dalam bukunya : The
Conditioning of learning mengemukakan bahwa : Learning is a change in human
disposition or capacity, wich persists over a period time, and wich is not simply

ascribable to process of growth. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan
oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh
faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi. Lester.D.
Crow and Alice Crow mendefinisikan : Learning is the acuquisition of habits,
knowledge

and

attitudes.

Belajar

adalah

upaya

untuk

memperoleh


kebiasaankebiasaan, pengetahuan dan sikap-sikap.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proses kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh anak didik yang berdampak pada
perubahan dalam dirinya berupa tingkah laku, bertambah pengetahuannya atau. Oleh
karena itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang
positif atau memiliki kemampuan baru serta maka dapat dikatakan bahwa belajarnya
belum sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini


2

mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Teori Belajar Kognitif
Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif
menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete
operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan
obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada
peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. Anakanak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru

harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya. Teori Belajar Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi
pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist
theories of learning).
Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturanaturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa
agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus
bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha
dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget,

3

Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain,
seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam

benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi
kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke
pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat
anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).
C. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
Pembelajaran efektif merupakan proses belajar mengajar yang bukan hanya
menekankan pada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses
pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan,
ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan prilaku dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan anakdidik.
Untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif ditinjau dari kondisi dan
suasana serta upaya pemeliharaannya, maka guru harus mampu melaksanakan proses
pembelajaran secara maksimal. Selain itu untuk menciptakan suasana dan kondisi
yang efektif dalam pembelajaran harus adanya faktor faktor pendukung seperti
lingkungan belajar, keahlian guru dalam mengajar, fasilitas dan sarana yang memadai
serta kerjasama yang baik antara guru dan peserta didik.
Upaya-upaya tersebut merupakan usaha dalam menciptakan sekaligus
memelihara kondisi dan suasana belajar yang kondusif, optimal dan menyenangkan

agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif sehingga tujuan pembelajaran
dapat dicapai dengan maksimal, salah satunya adalah dengan menerapkan
pembelajaran pakem.
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan

suasana

sedemikian

rupa

sehingga

siswa

aktif

bertanya,


mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu
proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses
4

pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika
pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka
pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar.
Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi
yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang
lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam
sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
suasana

belajar-mengajar

Menyenangkan adalah

yang menyenangkan sehingga siswa


memusatkan

perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on
task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti
meningkatkan hasil belajar.
Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran
tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses
pembelajaran

berlangsung,

sebab

pembelajaran

memiliki

sejumlah

tujuan


pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan
tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Secara garis besar, PAKEM dapat digambarkan sebagai berikut:


Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan
kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.



Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan
semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk
menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.



Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih
menarik dan menyediakan ‘pojok baca’




Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk
cara belajar kelompok.



Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan
suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam
menciptakan lingkungan sekolahnya.

5

D. Langkah-Langkah dalam melaksanakan PAKEM?
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa,
anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan
Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat
tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan
kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah
sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut.
Suasana pembelajaran yang ditunjukkan dengan guru memuji anak karena hasil
karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang
mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran
yang subur seperti yang dimaksud.
2. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki
kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif
dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin
dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan
kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya.
Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu
temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita
dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut belajar secara
optimal.
3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau
berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat
bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan
menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti
ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun

6

demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat
individunya berkembang.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan
memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan
kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir
tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang
keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah
mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas
atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan katakata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata
“Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disaran-kan dalam
PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang
kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan
memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa
lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau
kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi,
karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil
pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM
karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) me-rupakan sumber yang sangat kaya
untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat ber-peran sebagai media belajar,
tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Peng-gunaan lingkungan
sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar.
Belajar dengan menggunakan ling-kungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan
dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu.

7

Pe-manfaatan lingkungan dapat mengembang-kan sejumlah keterampilan seperti
meng-amati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan,
berhipotesis,

mengklasifikasikan,

membuat

tulisan,

dan

membuat

gambar/diagram.
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian
umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara
guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada
kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara
santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi
tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan
siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan
pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya
sekedar angka.
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan
sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok
serta siswa duduk saling ber-hadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang
sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik.
Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan
gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental
adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan,
atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan
penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari
temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAKEM.’
E. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kreatif dan Inovatif
Pembelajaran dapat dikatakan kreatif dan inovatif apabila memenuhi kriteriakriteria tertentu. Menurut Nasution (2005) pembelajaran keratif dan inovatif dilandasi
strategi yang berprinsip pada:

8

1. Berpusat pada peserta didik
2. Mengembangkan kreativitas peserta didik
3. Suasana yang menarik, menyenangkan, dan bermakna
4. Pembelajaran aktif, Inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM)
5. Mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai dan makna
6. Belajar melalui berbuat, peserta didik aktif berbuat
7. Menekankan pada penggalian, penemuan, dan penciptaan
8. Pembelajaran dalam situasi nyata dan konteks sebenarnya
9. Menggunakan pembelajaran tuntas di sekolah
Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang
menyenangkan. Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam
pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan
ada lagi siswa yang pasif di kelas, perasaan tertekan dengan tenggat waktu tugas,
kemungkinan kegagalan, keterbatasan pilihan, dan tentu saja rasa bosan.
Membangun metode pembelajaran inovatif sendiri bisa dilakukan dengan cara
diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Artinya mengukur daya
kemampuan serap ilmu masing-masing orang. Contohnya saja sebagian orang ada
yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau
mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan
kinestetik. Dan hal tersebut harus disesuaikan pula dengan upaya penyeimbangan
fungsi otak kiri dan otak kanan yang akan mengakibatkan proses renovasi mental,
diantaranya membangun rasa percaya diri siswa.
Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam
sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah
suasana

belajar-mengajar

yang menyenangkan sehingga siswa

memusatkan

perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi.
9

Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil
belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran
tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses
pembelajaran

berlangsung,

sebab

pembelajaran

memiliki

sejumlah

tujuan

pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan
tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang kreatif dan Inofatif perlu
memperhatikan faktor-faktor dibawah ini:
1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan
kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan
semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk
menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih
menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara
belajar kelompok.
5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu
masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam
menciptakan lingkungan sekolahnya.

10

Daftar Pustaka

Cronbach (1954), Educational Psyicologi. New York. Harcourt Brace and Company
Gage, N.L.dan David C. Berliner. (1984). Educational Psychology. Chicago: Rand
NcNally College Publishing Company.

Gagne M. Robert (1989), The Condition of Learning and Theory of Instruction.
Terjemahan Munandir Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka.
Mohamad Nur. (2002). Pemotivasian Siswa Untuk Belajar. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Ngalim Purwanto (1992), Psikologi Pendidikan. CV Remaja Karya. Bandung
R.E, Slavin,.(2000) Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon.

11