Analisis Finansial Usaha Tambak Silvofishery dan Non Silvofishery serta Kontribusi Usaha Tambak terhadap Pendapatan Rumah Tangga

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Hutan Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove biasa ditemukan di
pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang
terlindung. Karakteristik habitat hutan mangrove menurut Bengen (2000)
umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempung atau berpasir.
Hutan mangrove seringkali juga disebut sebagai hutan bakau, hutan
pasang surut, atau hutan payau. Pengertian mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas atau semak-semak/rumputrumputan yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh di laut. Sedangkan hutan
bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan yang menyusun hutan mangrove
seperti jenis komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan jenis
Rhizopora (Nybakken, 1992).
Anwar dan Subiandono (1996) mengemukakan bahwa manfaat dan fungsi
hutan mangrove meliputi fungsi fisik, fungsi biologis dan fungsi ekonomis.
Berikut disajikan penjabaran dari masing-masing fungsi tersebut :
Fungsi fisik, terdiri dari :
1. Menjaga agar garis pantai tetap stabil.

2. Melindungi pantai dan tebing sungai dari erosi laut (abrasi), serta menahan
tiupan angin kencang dari laut.

Universitas Sumatera Utara

3. Menahan hasil proses penimbunan lumpur sehingga memungkinkan
terbentuknya lahan baru.
4. Menjadi wilayah penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi) dan
berfungsi dalam menyaring air laut menjadi air daratan yang tawar,
sehingga dapat pula menyangga kehidupan di daratannya.
5. Mengolah bahan limbah, penghasil oksigen dan penyerap karbondioksida.
Fungsi biologis, terdiri dari :
1. Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting
bagi plankton dan invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan, yang
kemudian penting pula sebagai sumber makanan biota yang besar.
2. Tempat memijah dan berkembang biaknya berbagai macam ikan, kerang
kepiting, dan udang.
3. Tempat berlindung dan bersarang serta berkembang biaknya berbagai
burung dan satwa lain.
4. Sebagai sumber plasma nuthfah dan sumber genetika.

5. Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
Fungsi ekonomis, terdiri dari :
1. Penghasil kayu, baik untuk kayu bakar, arang, maupun bahan bangunan.
2. Penghasil bahan baku industri : pulp, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan,
alkohol, penyamak kulit, kosmetik, zat pewarna dan lain-lain.
3. Penghasil bibit ikan, nener, udang, kerang, kepiting, telur, dan madu.
4. Sebagai tempat pariwisata, tempat penelitian dan pendidikan.

Anwar dan Subiandono (1996) juga mengemukakan bahwa pola
penyebaran jenis mangrove tidaklah secara merata, melainkan selalu berkaitan

Universitas Sumatera Utara

dengan kadar garam atau salinitas, lama dan frekuensi penggenangan air laut, dan
juga kandungan lumpur tanahnya. Semakin jauh ke arah lautan, semakin tinggi
frekuensi penggenangannya dan mungkin semakin tinggi pula salinitasnya.
Kondisi seperti ini menyebabkan terjadinya zonasi-zonasi dari jenis mangrove.
Kementerian kehutanan tahun 2007 mengeluarkan data luas hutan
mangrove Indonesia, adapun luas hutan mangrove Indonesia


berdasarkan

kementerian kehutanan adalah 7.758.410,595 ha (Direktur Bina Rehabilitasi
Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan, 2009 dalam Hartini dkk., 2010), tetapi
hampir 70% rusak. Konversi lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap areal
hutan mangrove sebagai tambak, areal pertanian dan pemukiman menyebabkan
luas lahan hutan mangrove terus berkurang. Selain itu pemanfaatan hutan
mangrove yang tidak bertanggung jawab sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan
juga arang memberi kontribusi yang tidak sedikit terhadap kerusakan hutan
mangrove.

Tambak
Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai
tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir.
Menurut Pudjianto (1998), tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah
pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang laut, dan hewan
air lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak
sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang. Oleh karena itu, pengelolaan
air dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut.
Pemasukan air ke dalam tambak dilakukan pada saat air pasang dan

pembuangannya dilakukan pada saat air surut.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan tambak adalah
menentukan lokasi yang paling memenuhi persyaratan untuk pemeliharaan
tambak. Pemeliharaan lokasi tambak tidak hanya untuk menentukan kecocokan
lahan,tapi juga untuk mendukung modifikasi tambak, tata letak tambak,
pembuatan
(Afrianto

konstruksi
dan

Liviawaty,

tambak
1999).

dan


manajemen

Pembuatan

yang

konstruksi

diterapkan

tambak

perlu

memperhatikan beberapa syarat berikut :
1. Tahan terhadap ombak besar, angin kencang, dan banjir.
2. Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan
hewan yang hidup di dalamnya sehingga dapat tumbuh normal sejak
ditebarkan sampai dipanen.

3. Tanggul harus padat dan kuat, tidak bocor atau merembes serta tahan
terhadap erosi air.
4. Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga
menghemat tenaga.
5. Sesuai dengan daya dukung lahan yanag tersedia.
6. Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.
7. Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.

Agroforestry
Agroforestry merupakan sistem pengelolaan lahan yang mensinergiskan
antara kelebihan pertanian dan kehutanan. Ruang temu (interface) antara pohon
dan tanaman pertanian merupakan kunci dalam pengelolaan Agroforestry.
Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan
dan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis

Universitas Sumatera Utara

palma, bambu dan sebagainya) ditanam secara bersamaan dengan tanaman
pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk
pengaturan spasial atau urutan temporal,dan di dalamya terdapat interaksi ekologi

dan ekonomi diantara komponen yang bersangkutan (Suryanto dkk., 2005).
Model Agroforestry banyak menjadi pilihan prioritas dalam sistem
pertanaman karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sistem
kehutanan dan pertanian (monokultur). Kelebihan ini di antarannya yaitu produk
ganda yang dihasilkan sepanjang pengelolaan (baik kayu maupun non kayu
termasuk di dalamnya jasa lingkungan). Perkembangan sistem Agroforestry
sangat tergantung pada struktur komponen penyusun (Suryanto, dkk., 2006).
King dan Chandler (1978) dalam Affandi (2002) menyebutkan beberapa
bentuk Agroforestry, seperti :
a. Agrisilviculture, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan
pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil
pertanian dan kehutanan.
b. Sylvopastoral systems, yaitu sistem pengelolaan lahan hutan untuk
menghasilkan kayu dan untuk memelihara ternak.
c. Agrosylvopas-pastoral systems, yaitu sistem pengelolaan lahan hutan
untuk memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan
sekaligus untuk memelihara hewan ternak.
d. Multipurpose forest tree production systems, yaitu sistem pengelolaan dan
penanaman berbagai jenis kayu, yang tidak hanya untuk hasil kayunya.
Akan tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan

sebagai bahan makanan manusia, ataupun pakan ternak.

Universitas Sumatera Utara

Silvofishery
Menurut Soewardi (1993), pemanfaatan sumber daya hutan mangrove
perlu mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, namun jangan sampai
mengganggu keberadaan sumberdaya tersebut. Salah satu usaha pemanfaatan
yang dianggap mencakup kedua aspek tersebut adalah pemanfaatan hutan
mangrove dalam bentuk silvofishery. Silvofishery adalah sebuah bentuk
terintegrasi antara budidaya tanaman mangrove dengan tambak air payau.
Hubungan tersebut diharapkan mampu membentuk suatu keseimbangan ekologis,
sehingga tambak yang secara ekologis mempunyai kekurangan elemen produsen
yang harus disuplai melalui pemberian pakan, akan tersuplai oleh adanya subsidi
produsen (biota laut) dari hutan mangrove.
Selanjutnya, Soewardi (1993) juga mengemukakan bahwa silvofishery
merupakan kombinasi antara tambak dengan vegetasi mangrove sebagai suatu
pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial
di kawasan mangrove. Para petani tambak/penggarap dapat memelihara ikan dan
udang di kawasan mangrove untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Menurut Effendi (2004), ada beberapa alasan digunakannya kawasan
hutan mangrove untuk areal pertambakan, antara lain : a) akses ke air payau dan
air laut relatif tinggi sehingga bisa mengurangi biaya pembuatan saluran tambak,
b) berada dalam zona intertidal sehingga distribusi (pemasukan dan pengeluaran)
air pertambakan bisa menggunakan tenaga alam berupa tenaga pasang surut air
laut dan tenaga gravitasi bumi, dan c) kawasan ini relatif subur karena pada

Universitas Sumatera Utara

umumnya lokasi seperti ini memiliki jenis tanah aluvial yang berasal dari
pengendapan lumpur sungai yang berasal dari hulu sungai (upstream) dan daratan
sekitar. Oleh karena itu luasan kawasan mangrove dianggap sebagai luasan
potensial tambak, maka tambak seringkali dituding sebagai salah satu penyebab
hancurnya hutan mangrove.
Sofiawan (1999) mengemukakan bahwa kerapatan pohon mangrove sangat
berpengaruh terhadap jumlah sampah yang berasal dari guguran daun mangrove
yang memadati saluan/parit, yang nantinya akan berpengaruh pula terhadap
kandungan bahan organik dalam tambak. Selain itu kerapatan pohon juga
berpengaruh terhadap perkembangan tanaman termasuk keragaman dan
perkembangbiakan hewan dan tumbuhan non mangrove (misalnya alga) yang

merupakan bagian penting dari pola makan organisme akuatik di tambak, serat
berpengaruh pula terhadap tingkat produksi jenis hewan dibudidayakan di tambak.
Akibatnya para petani tambak/penggarap pada umumnya lebih memilih untuk
mengurangi kerapatan tumbuhan mangrove di sekitar empang parit (rata-rata
antara 0,2 pohon/m2) untuk budidaya ikan bandeng.

Analisis Finansial
Dilema munculnya prinsip ekonomi yang menyatakan bahwa kebutuhan
manusia tidak terbatas, mendorong munculnya usaha pemilihan terhadap salah
satu aktivitas ekonomi yang harus didahulukan dari aktivitas lainnya. Oleh karena
itu perlu dilakukan suatu tindakan penilaian/studi kelayakan terhadap suatu
investasi yang ditanamkan dalam suatu proyek, baik yang diusahakan secara
perorangan maupun oleh pihak perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Haming dan Basalamah (2003), studi kelayakan atas rencana
investasi harus dilakukan untuk semua aspek yang terkait sehingga keputusan
investasi yang dibuat dapat didukung oleh kelayakan dari semua aspek yang
terkait dimaksud, dan tidak hanya karena kelayakan aspek finansialnya saja.

Dalam hal ini, studi mengenai aspek finansial merupakan aspek kunci dari suatu
studi kelayakan. Dikatakan demikian, karena sekalipun aspek lain tergolong
layak, namun jika studi aspek finansialnya memberikan hasil yang tidak layak,
maka usulan proyek akan ditolak karena tidak akan memberikan manfaat
ekonomi.
Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut
pandang petani sebagai pemilik. Analisis finansial diperhatikan di dalam adalah
dari segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan
kotor dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai
sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek.
Beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam analisis finansial adalah waktu
didapatkannya returns sebelum pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pembangunan proyek kehabisan modal. Analisis finansial pada dasarnya
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang
dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan
pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Melalui cara
berpikir seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya
(Lahjie, 2004).
Analisis finansial bertujuan untuk menghitung kebutuhan dana baik
kebutuhan dana aktiva tetap, maupun dana untuk modal kerja. Studi aspek

Universitas Sumatera Utara

finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha
sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya usaha yang dimaksud (Lahjie, 2004).
Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk
dipakai dalam penelitian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net Present
Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR).
1. Nilai bersih sekarang (net present value)
Net Present Value (NPV) yaitu nilai saat ini yang mencerminkan nilai
keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan dengan
memperhitungkan nilai waktu dari uang atau time value of money. Disebabkan
jangka waktu kegiatan suatu usaha tambak cukup panjang, maka tidak seluruh
biaya bisa dikeluarkan pada saat yang sama, demikian pula hasil yang diperoleh
dari suatu usaha usaha tambak dapat berbeda waktunya. Untuk mengetahui nilai
uang di masa yang akan datang dihitung pada saat ini, maka baik biaya maupun
pendapatan usaha tambak di masa yang akan datang harus dikalikan dengan faktor
diskonto yang besarnya tergantung kepada tingkat suku bunga bank yang berlaku
di pasaran. Kriteria apabila NPV > 0 berarti usaha tersebut menguntungkan,
sebaliknya jika NPV < 0 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan
(Suharjito dkk., 2003).
2. Rasio manfaat/biaya (benefit cost ratio)
Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara present value
dari manfaat bersih yang positif dengan present value dari biaya pada tahun
yang sama. Proyek akan dipilih jika nilai BCR > 1. Jika nilai BCR < 1 maka
proyek tidak layak untuk diusahakan. Jika nilai BCR = 1, berarti usaha tersebut

Universitas Sumatera Utara

belum

mendapatkan keuntungan sehingga

perlu

dilakukan pembenahan

(Suharjito dkk., 2003).

3. Tingkat pengembalian internal (internal rate of return)
Internal Rate of Returns (IRR) menunjukkan tingkat suku bunga
maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek/usaha atau dengan kata lain
merupakan kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan.
Dalam perhitungan, IRR adalah tingkat suku bunga apabila BCR yang terdiskonto
sama dengan nol. Usaha hutan rakyat campuran akan dikatakan layak apabila nilai
IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar pada saat tersebut
(Suharjito dkk.,2003).

Analisis Komparatif
Analisis komparatif adalah teknik analisis yang dilakukan dengan cara
membuat perbandingan antar usaha yang sama untuk beberapa periode yang
berurutan. Tujuan analisis komparatif adalah untuk memperoleh gambaran
tentang arah dan kecenderungan (tendensi) tentang perubahan yang mungkin akan
terjadi pada setiap usaha di masa yang akan datang. Informasi hasil analisis
komparatif bermanfaat untuk memprediksi tentang kemungkinan yang akan
terjadi di masa yang akan datang. Analisis komparatif ditujukan untuk
menentukan pilihan berdasarkan nilai finansial terbesar melalui besaran NPV dan
BCR
(Nugroho, 1997).

Penelitian Terdahulu

Universitas Sumatera Utara

Penelitian mengenai usaha tambak silvofishery dan non silvofishery telah
banyak dilakukan di berbagai tempat dan waktu yang berbeda. Beberapa hasil dari
penelitian tersebut dijadikan referensi pada penelitian ini. Penelitian mengenai
analisis kelayakan finansial yang dilakukan Gambe (2007) terhadap usaha tambak
tumpang sari di Desa Jayamukti, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa
Barat menunjukkan bahwa usaha tambak tumpang sari di daerah tersebut adalah
layak untuk diusahakan secara finansial. Adapun nilai NPV yang diperoleh
berdasarkan hasil pehitungan pada tingkat suku bunga 12% adalah bernilai positif
(NPV > 0) yakni sebesar Rp. 36.911.275,00 dan nilai BCR yang lebih besar dari
satu (BCR > 1) yakni sebesar 2,55.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2015) mengenai Analisis
Ekonomi Tambak Silvofishery Sebagai Upaya Pemanfaatan Ekosistem Mangrove
Berkelanjutan yang dilakukan di Desa Canang Kering Medan, menujukkan bahwa
pendapatan petani tambak silvofishery lebih besar dibandingkan dengan non
silvofishery karena adanya peningkatan produktivitas perikanan budidaya yang
didukung oleh keberadaan mangrove. Nilai NPV dari tambak silvofishery adalah
sebesar Rp 2.555.462.368,68 secara finansial dan Rp 3.187.956.928,44 secara
ekonomi. Nilai NPV menunjukkan bahwa usaha tambak silvofishery layak untuk
dilaksanakan secara finansial dan secara ekonomi.
Hasil dari penelitian terdahulu mengenai Analisis Finansial Usaha Tambak
Silvofishery dan Non Silvofishery serta kontribusi usaha tambak terhadap
pendapatan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
Penulis
Judul

Hasil Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Gambe
2007

Nasution
2015

Analisis Finansial
Pengusaha Tambak
Tumpang Sari Sistem
Empang Parit di
Kawasan Hutang
Mangrove
Analisis Ekonomi
Tambak Silvofishery
Sebagai Upaya
Pemanfaatan
Ekosistem Mangrove
Berkelanjutan (Studi
Kasus: Desa Canang
Kering, Medan)

Usaha tambak tumpang sari di Desa
Jayamukti layak secara finansial dengan
nilai NPV sebesar Rp.36.911.275 pada
tingkat suku bunga 12% dan BCR lebih
dari satu yakni sebesar 2,55.
Pendapatan petani tambak silvofishery
lebih besar dibandingkan dengan non
silvofishery karena adanya peningkatan
produktivitas perikanan budidaya yang
didukung oleh keberadaan mangrove.
Nilai NPV dari tambak silvofishery
adalah sebesar Rp 2.555.462.368,68
secara finansial dan Rp 3.187.956.928,44
secara ekonomi. Nilai NPV menunjukkan
bahwa usaha tambak silvofishery layak
untuk dilaksanakan secara finansial dan
secara ekonomi.

Universitas Sumatera Utara