Analisis Finansial Usaha Tambak Silvofishery dan Non Silvofishery serta Kontribusi Usaha Tambak terhadap Pendapatan Rumah Tangga

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pribadi Responden Petani Tambak Silvofishery

No. Responden Umur (Tahun)

Pendidikan

Terakhir Status

Jumlah Anggota Keluarga (Orang)

Pekerjaan

Luas Tambak

(Ha) Utama Sampingan

1 Taruna 46 SMA Menikah 5 Petani Tambak Wirausaha 2

2 Udin Selow 50 SD Menikah 2 Petani Tambak Warung dan Bertani 2

3 Salin Tarigan 44 SMP Menikah 4 Petani Tambak Warung dan Bertani 4

4 Timur Ginting 68 SMA Menikah 6 Petani Tambak

Beternak dan

Berkebun 5

5 Asia Ahmadipong 50 SMA Menikah 4 Petani Tambak Toko 5

6 Pantun Barus 45 SMP Menikah 4 Petani Tambak Warung dan Bertani 1 7

M. Ridwan

Ginting 30 SMA

Belum

Menikah - Petani Tambak Berkebun 2

8 Nasrul 38 SMA Menikah 4 Petani Tambak Warung dan Bertani 3

9 Arifin 45 SMA Menikah 3 Petani Tambak Warung 2


(2)

Lampiran 2. Data Pribadi Responden Petami Tambak Non Silvofishery

No. Responden Umur (Tahun)

Pendidikan

Terakhir Status

Jumlah Anggota Keluarga (Orang)

Pekerjaan Luas

Tambak (Ha)

Utama Sampingan

1 Zamal 55 SMP Menikah 6 Petani Tambak Bertani 3

2 Asranik 60 SMP Menikah 7 Petani Tambak Berkebun 2

3 Solom Togarotop 55 SMP Menikah 5 Nelayan

Petani Tambak dan

Bertani 1

4 Samsul 40 SMP Menikah 4 Nelayan

Petani Tambak dan

Bertani 0,5

5 Unang 45 SMA Menikah 4 Petani Tambak Bertani 2

6

Holden

Tumanggor 30 SMA Menikah 3 Nelayan Petani Tambak 1

7

Mahyudan

Saragih 58 SMP Menikah 5 Petani Tambak Bertani 2


(3)

Lampiran 3. Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Silvofishery 1. Pembelian Benih

No. Responden

Luas Tambak

(Ha)

Jumlah benih yang Ditebar per Ha per Musim Panen Ikan Nila

(ekor)

Ikan Kakap (ekor)

Udang Windu (ekor)

Kepiting (kg)

1 Taruna 2 3000 0 3000 25

2 Udin Selow 2 3000 0 3000 25

3 Salin Tarigan 4 3000 0 3000 25

4 Timur Ginting 5 3000 200 3000 25

5 Asia Ahmadipong 5 3000 0 3000 25

6 Pantun Barus 1 3000 0 3000 25

7 M. Ridwan Ginting 2 1000 0 1000 0

8 Nasrul 3 1000 200 4000 25

9 Arifin 2 1000 0 3000 25


(4)

Harga Beli per Benih

Ikan Nila (ekor) Ikan Kakap (ekor) Udang Windu

(ekor) Kepiting (kg) Rp 150 Rp - Rp 50 Rp 75.000 Rp 150 Rp - Rp 45 Rp 70.000 Rp 150 Rp - Rp 50 Rp 75.000 Rp 150 Rp 1.500 Rp 40 Rp 50.000 Rp 150 Rp - Rp 50 Rp 50.000 Rp 150 Rp - Rp 45 Rp 50.000 Rp 200 Rp - Rp 50 Rp - Rp 200 Rp 1.500 Rp 75 Rp 80.000 Rp 150 Rp - Rp 50 Rp 75.000 Rp 150 Rp 1.500 Rp 50 Rp 70.000


(5)

Total Pengeluaran per Tahun (3 Musim Panen)

Total Ikan Nila Ikan Kakap Udang Windu Kepiting

Rp 2.700.000 Rp - Rp 900.000 Rp 11.250.000 Rp 14.850.000 Rp 2.700.000 Rp - Rp 810.000 Rp 10.500.000 Rp 14.010.000 Rp 5.400.000 Rp - Rp 1.800.000 Rp 22.500.000 Rp 29.700.000 Rp 6.750.000 Rp 4.500.000 Rp 1.800.000 Rp 18.750.000 Rp 31.800.000 Rp 6.750.000 Rp - Rp 2.250.000 Rp 18.750.000 Rp 27.750.000 Rp 1.350.000 Rp - Rp 405.000 Rp 3.750.000 Rp 5.505.000 Rp 1.200.000 Rp - Rp 300.000 Rp - Rp 1.500.000 Rp 1.800.000 Rp 2.700.000 Rp 2.700.000 Rp 18.000.000 Rp 25.200.000 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 11.250.000 Rp 13.050.000 Rp 5.400.000 Rp 3.600.000 Rp 1.800.000 Rp 21.000.000 Rp 31.800.000


(6)

Lampiran 3. Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Silvofishery (lanjutan) 2. Biaya Tenaga Kerja

No.

Luas Tambak

(Ha)

Biaya

Total Pengeluaran per Tahun (3 Musim Panen)

Penebaran dan Pemeliharaan Pemanenan

Per Bulan Total Per Tahun (11 Bulan)

Jumlah Pekerja

Upah per Orang

Total per

musim Total Per Tahun

1 2 Rp 1.500.000 Rp 33.000.000 3 Rp 80.000 Rp 480.000 Rp 1.440.000 Rp 34.440.000 2 2 Rp 1.500.000 Rp 33.000.000 3 Rp 80.000 Rp 480.000 Rp 1.440.000 Rp 34.440.000 3 4 Rp 1.500.000 Rp 66.000.000 3 Rp 90.000 Rp 1.080.000 Rp 3.240.000 Rp 69.240.000 4 5 Rp 1.500.000 Rp 82.500.000 4 Rp 80.000 Rp 1.600.000 Rp 4.800.000 Rp 87.300.000 5 5 Rp 1.500.000 Rp 82.500.000 3 Rp 80.000 Rp 1.200.000 Rp 3.600.000 Rp 86.100.000 6 1 Rp 1.500.000 Rp 16.500.000 2 Rp 90.000 Rp 180.000 Rp 540.000 Rp 17.040.000 7 2 Rp 1.500.000 Rp 33.000.000 2 Rp 80.000 Rp 320.000 Rp 960.000 Rp 33.960.000 8 3 Rp 1.500.000 Rp 49.500.000 5 Rp 50.000 Rp 750.000 Rp 2.250.000 Rp 51.750.000 9 2 Rp 1.500.000 Rp 33.000.000 3 Rp 80.000 Rp 480.000 Rp 1.440.000 Rp 34.440.000 10 4 Rp 1.500.000 Rp 66.000.000 3 Rp 90.000 Rp 1.080.000 Rp 3.240.000 Rp 69.240.000


(7)

Lampiran 3. Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Silvofishery (lanjutan) 3. Biaya Pembelian Pellet

No. Responden

Luas Tambak

(Ha)

Jumlah Pellet yang Ditebar

(kg/ha/musim) Harga Beli per Kg Kargil Univeed Ikan

Sampah Kargil Univeed

Ikan Sampah 1 Taruna 2 200 200 500 Rp 6.000 Rp 8.000 Rp 2.000 2 Udin Selow 2 200 200 500 Rp 6.000 Rp 8.000 Rp 2.000 3 Salin Tarigan 4 200 200 500 Rp 6.000 Rp 8.000 Rp 2.000 4 Timur Ginting 5 200 200 500 Rp 6.000 Rp 10.000 Rp 3.000 5 Asia Ahmadipong 5 200 200 500 Rp 6.000 Rp 8.000 Rp 2.000 6 Pantun Barus 1 200 200 500 Rp 6.000 Rp 8.000 Rp 2.000 7 M. Ridwan Ginting 2 200 200 0 Rp 5.000 Rp 8.000 Rp - 8 Nasrul 3 200 200 0 Rp 5.500 Rp 8.000 Rp - 9 Arifin 2 200 200 0 Rp 6.000 Rp 8.000


(8)

Total Pengeluaran per Tahun (3 Musim Panen)

Total

Kargil Univeed Ikan Sampah

Rp 7.200.000 Rp 9.600.000 Rp 6.000.000 Rp 22.800.000 Rp 7.200.000 Rp 9.600.000 Rp 6.000.000 Rp 22.800.000 Rp 14.400.000 Rp 19.200.000 Rp 12.000.000 Rp 45.600.000 Rp 18.000.000 Rp 30.000.000 Rp 22.500.000 Rp 70.500.000 Rp 18.000.000 Rp 24.000.000 Rp 15.000.000 Rp 57.000.000 Rp 3.600.000 Rp 4.800.000 Rp 3.000.000 Rp 11.400.000 Rp 6.000.000 Rp 9.600.000 Rp - Rp 15.600.000 Rp 9.900.000 Rp 14.400.000 Rp - Rp 24.300.000 Rp 7.200.000 Rp 9.600.000 Rp - Rp 16.800.000 Rp 15.600.000 Rp 24.000.000 Rp 18.000.000 Rp 57.600.000


(9)

Lampiran 3. Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Silvofishery (lanjutan) 4. Biaya Pembelian Obat

No. Responden

Luas Tambak

(Ha)

Jumlah yang Ditebar

(kg/ha/musim) Harga Beli per Kg

Samponen Lodan Akodan Samponen Lodan Akodan 1 Taruna 2 50 0 0 Rp 4.000 Rp - Rp - 2 Udin Selow 2 50 0 0 Rp 3.500 Rp - Rp - 3 Salin Tarigan 4 50 0 0 Rp 4.000 Rp - Rp - 4 Timur Ginting 5 50 0 0 Rp 5.000 Rp - Rp - 5 Asia Ahmadipong 5 50 2 2 Rp 5.000 Rp 22.000 Rp 50.000 6 Pantun Barus 1 50 0 0 Rp 4.000 Rp - Rp - 7 M. Ridwan Ginting 2 50 3 0 Rp 4.000 Rp 22.000 Rp - 8 Nasrul 3 50 1 0 Rp 5.000 Rp 22.000 Rp - 9 Arifin 2 50 3 2 Rp 5.600 Rp 20.000 Rp 50.000 10 H. Iyan 4 50 0 2 Rp 5.000 Rp - Rp 50.000


(10)

Lampiran 4. Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Non Silvofishery 1. Pembelian Benih

No. Responden

Luas Tambak

(Ha)

Jumlah benih yang Ditebar per Ha per Musim Panen Ikan Nila

(ekor)

Ikan Kakap (ekor)

Udang Windu (ekor)

Kepiting (kg)

1 Zamal 3 3000 0 3000 25

2 Asranik 2 3000 200 3000 25 3 Solom Togarotop 1 3000 0 3000 25 4 Samsul 0,5 3000 0 3000 25

5 Unang 2 3000 0 3000 25

6 Holden Tumanggor 1 3000 0 3000 25 7 Mahyudan Saragih 2 3000 200 3000 25


(11)

Harga Beli per Benih Ikan Nila (ekor) Ikan Kakap

(ekor)

Udang Windu

(ekor) Kepiting (kg) Rp 100 Rp - Rp 50 Rp 80.000 Rp 150 Rp 1.500 Rp 40 Rp 80.000 Rp 150 Rp - Rp 40 Rp 75.000 Rp 150 Rp - Rp 40 Rp 80.000 Rp 100 Rp - Rp 50 Rp 70.000 Rp 150 Rp - Rp 50 Rp 80.000 Rp 150 Rp 1.500 Rp 50 Rp 80.000


(12)

Total Pengeluaran per Tahun (3 Musim Panen)

Total Ikan Nila Ikan Kakap Udang Windu Kepiting

Rp 2.700.000 Rp - Rp 1.350.000 Rp 18.000.000 Rp 22.050.000 Rp 2.700.000 Rp 1.800.000 Rp 720.000 Rp 12.000.000 Rp 17.220.000 Rp 1.350.000 Rp - Rp 360.000 Rp 5.625.000 Rp 7.335.000 Rp 675.000 Rp - Rp 180.000 Rp 3.000.000 Rp 3.855.000 Rp 1.800.000 Rp - Rp 900.000 Rp 10.500.000 Rp 13.200.000 Rp 1.350.000 Rp - Rp 450.000 Rp 6.000.000 Rp 7.800.000 Rp 2.700.000 Rp 1.800.000 Rp 900.000 Rp 12.000.000 Rp 17.400.000


(13)

Lampiran 4. Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Non Silvofishery (lanjutan) 2. Biaya Tenaga Kerja

No.

Luas Tambak

(Ha)

Biaya

Total Pengeluaran per Tahun (3 Musim Panen)

Penebaran dan Pemeliharaan Pemanenan

Per Bulan Total Per Tahun (11 Bulan)

Jumlah Pekerja

Upah per Orang

Total per musim

Total Per Tahun

1 3 Rp 1.500.000 Rp 49.500.000 3 Rp 80.000 Rp 720.000 Rp 2.160.000 Rp 51.660.000 2 2 Rp 1.500.000 Rp 33.000.000 3 Rp 80.000 Rp 480.000 Rp 1.440.000 Rp 34.440.000 3 1 Rp 1.500.000 Rp 16.500.000 2 Rp 80.000 Rp 160.000 Rp 480.000 Rp 16.980.000 4 0,5 Rp 1.500.000 Rp 8.250.000 2 Rp 70.000 Rp 70.000 Rp 210.000 Rp 8.460.000 5 2 Rp 1.500.000 Rp 33.000.000 2 Rp 80.000 Rp 320.000 Rp 960.000 Rp 33.960.000 6 1 Rp 1.500.000 Rp 16.500.000 2 Rp 80.000 Rp 160.000 Rp 480.000 Rp 16.980.000 7 2 Rp 1.500.000 Rp 33.000.000 2 Rp 100.000 Rp 400.000 Rp 1.200.000 Rp 34.200.000


(14)

Lampiran 4. Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Non Silvofishery (lanjutan) 3. Biaya Pembelian Pellet

No. Responden

Luas Tambak

(Ha)

Jumlah Pellet yang Ditebar

(kg/ha/musim) Harga Beli per Kg Kargil Univeed Ikan

Sampah Kargil Univeed

Ikan Sampah 1 Zamal 3 300 300 300 Rp 6.000 Rp 11.000 Rp 2.000 2 Asranik 2 600 300 300 Rp 6.000 Rp 11.000 Rp 2.000 3 Solom Togarotop 1 300 300 300 Rp 6.000 Rp 11.000 Rp 2.000 4 Samsul 0,5 300 300 300 Rp 6.000 Rp 11.000 Rp 2.000 5 Unang 2 300 300 300 Rp 6.000 Rp 11.000 Rp 2.000 6 Holden Tumanggor 1 300 300 300 Rp 6.000 Rp 11.000 Rp 2.000 7 Mahyudan Saragih 2 600 300 300 Rp 6.000 Rp 11.000 Rp 2.000


(15)

Total Pengeluaran per Tahun (3 Musim Panen)

Total

Kargil Univeed Ikan Sampah

Rp 16.200.000 Rp 29.700.000 Rp 5.400.000 Rp 51.300.000 Rp 21.600.000 Rp 19.800.000 Rp 3.600.000 Rp 45.000.000 Rp 5.400.000 Rp 9.900.000 Rp 1.800.000 Rp 17.100.000 Rp 2.700.000 Rp 4.950.000 Rp 900.000 Rp 8.550.000 Rp 10.800.000 Rp 19.800.000 Rp 3.600.000 Rp 34.200.000 Rp 5.400.000 Rp 9.900.000 Rp 1.800.000 Rp 17.100.000 Rp 21.600.000 Rp 19.800.000 Rp 3.600.000 Rp 45.000.000


(16)

Lampiran 4. Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Non Silvofishery (lanjutan) 4. Biaya Pembelian Obat

No. Responden

Luas Tambak

(Ha)

Jumlah yang Ditebar

(kg/ha/musim) Harga Beli per Kg

Samponen Lodan Pupuk Samponen Lodan Pupuk 1 Zamal 3 50 0 2,5 Rp 4.000 Rp - Rp 170.000 2 Asranik 2 50 0 2,5 Rp 4.000 Rp - Rp 170.000 3 Solom Togarotop 1 50 1,5 2,5 Rp 4.000 Rp 22.000 Rp 170.000 4 Samsul 0,5 50 0 2,5 Rp 4.000 Rp - Rp 170.000 5 Unang 2 50 0 2,5 Rp 4.000 Rp - Rp 170.000 6 Holden Tumanggor 1 50 0 2,5 Rp 4.000 Rp - Rp 170.000 7 Mahyudan Saragih 2 50 1,0 2,5 Rp 4.000 Rp 22.000 Rp 170.000


(17)

Total Pengeluaran per Tahun (3 Musim Panen)

Total

Samponen Lodan Pupuk

Rp 1.800.000 Rp - Rp 3.825.000 Rp 5.625.000 Rp 1.200.000 Rp - Rp 2.550.000 Rp 3.750.000 Rp 600.000 Rp 99.000 Rp 1.275.000 Rp 1.974.000 Rp 300.000 Rp - Rp 637.500 Rp 937.500 Rp 1.200.000 Rp - Rp 2.550.000 Rp 3.750.000 Rp 600.000 Rp - Rp 1.275.000 Rp 1.875.000 Rp 1.200.000 Rp 132.000 Rp 2.550.000 Rp 3.882.000


(18)

Lampiran 5. Komponen Pengeluaran Total Responden untuk Usaha Tambak Silvofishery No.

Pengeluaran Pembelian Benih

(Rp/tahun)

Upah Tenga kerja Pellet Obat Alat Berat Total pengeluaran (Rp/Thn) 1 Rp 14.850.000 Rp 34.440.000 Rp 22.800.000 Rp 1.200.000 Rp 100.000.000 Rp 173.290.000 2 Rp 14.010.000 Rp 34.440.000 Rp 22.800.000 Rp 1.050.000 Rp 80.000.000 Rp 152.300.000 3 Rp 29.700.000 Rp 69.240.000 Rp 45.600.000 Rp 2.400.000 Rp 200.000.000 Rp 346.940.000 4 Rp 31.800.000 Rp 87.300.000 Rp 70.500.000 Rp 3.750.000 Rp 250.000.000 Rp 443.350.000 5 Rp 27.750.000 Rp 86.100.000 Rp 57.000.000 Rp 5.910.000 Rp 250.000.000 Rp 426.760.000 6 Rp 5.505.000 Rp 17.040.000 Rp 11.400.000 Rp 600.000 Rp 40.000.000 Rp 74.545.000 7 Rp 1.500.000 Rp 33.960.000 Rp 15.600.000 Rp 1.596.000 Rp 25.000.000 Rp 77.656.000 8 Rp 25.200.000 Rp 51.750.000 Rp 24.300.000 Rp 2.448.000 Rp 150.000.000 Rp 253.698.000 9 Rp 13.050.000 Rp 34.440.000 Rp 16.800.000 Rp 2.640.000 Rp 100.000.000 Rp 166.930.000 10 Rp 31.800.000 Rp 69.240.000 Rp 57.600.000 Rp 4.200.000 Rp 160.000.000 Rp 322.840.000


(19)

Lampiran 6. Komponen Pengeluaran Total Responden untuk Usaha Tambak Non Silvofishery No

Pengeluaran Pembelian Benih

(Rp/Tahun)

Upah Tenga kerja Pellet Obat Pupuk Alat Berat Total pengeluaran (Rp/Tahun) 1 Rp 22.050.000 Rp 51.660.000 Rp 51.300.000 Rp 1.800.000 Rp 3.825.000 Rp 150.000.000 Rp 280.635.000 2 Rp 17.220.000 Rp 34.440.000 Rp 45.000.000 Rp 1.200.000 Rp 2.550.000 Rp 100.000.000 Rp 200.410.000 3 Rp 7.335.000 Rp 16.980.000 Rp 17.100.000 Rp 699.000 Rp 1.275.000 Rp 50.000.000 Rp 93.389.000 4 Rp 3.855.000 Rp 8.460.000 Rp 8.550.000 Rp 300.000 Rp 637.500 Rp 30.000.000 Rp 51.802.500 5 Rp 13.200.000 Rp 33.960.000 Rp 34.200.000 Rp 1.200.000 Rp 2.550.000 Rp 100.000.000 Rp 185.110.000 6 Rp 7.800.000 Rp 16.980.000 Rp 17.100.000 Rp 600.000 Rp 1.275.000 Rp 50.000.000 Rp 93.755.000 7 Rp 17.400.000 Rp 34.200.000 Rp 45.000.000 Rp 1.332.000 Rp 2.550.000 Rp 100.000.000 Rp 200.482.000 Rata


(20)

Lmapiran 7. Komponen Pendapatan Responden dari Usaha Tambak Silvofishery No. Responden

Luas Tambak

(Ha)

Pendapatan Komoditas (kg/ha/tahun) Harga Jual Komoditas per Kg Ikan

Nila

Ikan

Kakap Udang Kepiting Ikan Nila Ikan Kakap Udang Kepiting 1 Taruna 2 2000 0 500 500 Rp 13.000 Rp - Rp 75.000 Rp 120.000 2 Udin Selow 2 2000 0 450 600 Rp 13.750 Rp - Rp 75.000 Rp 100.000 3 Salin Tarigan 4 1800 0 500 450 Rp 14.000 Rp - Rp 75.000 Rp 100.000 4 Timur Ginting 5 1800 80 400 500 Rp 10.000 Rp 70.000 Rp 75.000 Rp 100.000 5 Asia

Ahmadipong 5 2000 0 450 500 Rp 13.000 Rp - Rp 75.000 Rp 100.000 6 Pantun Barus 1 1800 0 500 500 Rp 13.000 Rp - Rp 75.000 Rp 100.000 7 M. Ridwan

Ginting 2 2000 0 600 0 Rp 15.000 Rp - Rp 80.000 Rp - 8 Nasrul 3 2000 110 500 500 Rp 15.000 Rp 78.000 Rp 80.000 Rp 100.000 9 Arifin 2 2000 0 300 500 Rp 17.500 Rp - Rp 100.000 Rp 140.000 10 H. Iyan 4 1800 70 400 500 Rp 15.000 Rp 70.000 Rp 75.000 Rp 75.000


(21)

Lampiran 7. Komponen Pendapatan Responden dari Usaha Tambak Silvofishery (lanjutan) Pendapatan Komoditas (Rp/tahun)

Total Pendapatan Ikan Nila Ikan Kakap Udang Kepiting

Rp 52.000.000 Rp - Rp 75.000.000 Rp 120.000.000 Rp 247.000.000 Rp 55.000.000 Rp - Rp 67.500.000 Rp 120.000.000 Rp 242.500.000 Rp 100.800.000 Rp - Rp 150.000.000 Rp 180.000.000 Rp 430.800.000 Rp 90.000.000 Rp 28.000.000 Rp 150.000.000 Rp 250.000.000 Rp 518.000.000 Rp 130.000.000 Rp - Rp 168.750.000 Rp 250.000.000 Rp 548.000.000 Rp 23.400.000 Rp - Rp 37.500.000 Rp 50.000.000 Rp 110.900.000 Rp 60.000.000 Rp - Rp 96.000.000 Rp - Rp 156.000.000 Rp 90.000.000 Rp 25.740.000 Rp 120.000.000 Rp 150.000.000 Rp 385.740.000 Rp 70.000.000 Rp - Rp 60.000.000 Rp 140.000.000 Rp 270.000.000 Rp 108.000.000 Rp 19.600.000 Rp 120.000.000 Rp 150.000.000 Rp 397.000.000


(22)

Lampiran 8. Komponen Pendapatan Responden dari Usaha Tambak Non Silvofishery No. Responden

Luas Tambak

(Ha)

Pendapatan Komoditas (kg/ha/tahun) Harga Jual Komoditas per Kg Ikan

Nila

Ikan

Kakap Udang Kepiting Ikan Nila Ikan Kakap Udang Kepiting 1 Zamal 3 2000 0 500 500 Rp 15.000 Rp - Rp 80.000 Rp 100.000 2 Asranik 2 1000 100 500 500 Rp 15.000 Rp 70.000 Rp 75.000 Rp 100.000 3 Solom Togarotop 1 2000 0 500 500 Rp 13.000 Rp - Rp 75.000 Rp 100.000 4 Samsul 0,5 2000 0 500 500 Rp 15.000 Rp - Rp 80.000 Rp 100.000 5 Unang 2 2000 0 500 500 Rp 15.000 Rp - Rp 80.000 Rp 100.000 6

Holden

Tumanggor 1 2000 0 500 500 Rp 15.000 Rp - Rp 70.000 Rp 100.000 7

Mahyudan

Saragih 2 2000 100 500 500 Rp 13.000 Rp 70.000 Rp 80.000 Rp 100.000


(23)

Lampiran 8. Komponen Pendapatan Responden dari Usaha Tambak Non Silvofishery (lanjutan) Pendapatan Komoditas (Rp/tahun)

Total Pendapatan

Ikan Nila Ikan Kakap Udang Kepiting

Rp 90.000.000 Rp - Rp 120.000.000 Rp 150.000.000 Rp 360.000.000 Rp 30.000.000 Rp 14.000.000 Rp 75.000.000 Rp 100.000.000 Rp 219.000.000 Rp 26.000.000 Rp - Rp 37.500.000 Rp 50.000.000 Rp 113.500.000 Rp 15.000.000 Rp - Rp 20.000.000 Rp 25.000.000 Rp 60.000.000 Rp 60.000.000 Rp - Rp 80.000.000 Rp 100.000.000 Rp 240.000.000 Rp 30.000.000 Rp - Rp 35.000.000 Rp 50.000.000 Rp 115.000.000 Rp 52.000.000 Rp 14.000.000 Rp 80.000.000 Rp 100.000.000 Rp 246.000.000 Rata-rata Rp 193.357.143


(24)

Lampiran 9. Analisis Finansial Tambak Silvofishery

Tahun Benefit Cost Net Benefit DF 12 % NPV 12 % PV (B) PV (C)

1 2 3 4 = (2) - (3) 5 6 = (4).(5) 7 = (2).(5) 8 = (3).(5)

1 110.243.000 106.276.967 3.966.033 1,00 3.966.033 110.243.000 106.276.967 2 110.243.000 81.276.967 28.966.033 0,80 23.091.544 87.885.045 64.793.500 3 110.243.000 81.276.967 28.966.033 0,71 20.617.450 78.468.790 57.851.339 4 110.243.000 81.276.967 28.966.033 0,64 18.408.438 70.061.420 51.652.982 5 110.243.000 81.276.967 28.966.033 0,57 16.436.105 62.554.839 46.118.734 6 110.243.000 81.276.967 28.966.033 0,51 14.675.094 55.852.535 41.177.441 7 110.243.000 81.276.967 28.966.033 0,45 13.102.762 49.868.335 36.765.572 8 110.243.000 81.276.967 28.966.033 0,40 11.698.895 44.525.299 32.826.404 9 110.243.000 81.276.967 28.966.033 0,36 10.445.442 39.754.731 29.309.289 10 110.243.000 81.276.967 28.966.033 0,32 9.326.288 35.495.296 26.169.008 Total 1.102.430.000 837.769.667 264.660.333 141.768.052 634.709.287 492.941.235 BCR = PV(B)/PV(C)


(25)

Lampiran 10. Analisis Finansial Tambak Non Silvofishery

Tahun Benefit Cost Net Benefit DF 12 % NPV 12 % PV (B) PV (C)

1 2 3 4 = (2) - (3) 5 6 = (4).(5) 7 = (2).(5) 8 = (3).(5)

1 120.848.214 123.712.813 (2.864.599) 1,00 (2.864.599) 120.848.214 123.712.813 2 120.848.214 98.712.813 22.135.401 0,80 17.646.206 96.339.456 78.693.250 3 120.848.214 98.712.813 22.135.401 0,71 15.755.541 86.017.372 70.261.831 4 120.848.214 98.712.813 22.135.401 0,64 14.067.447 76.801.225 62.733.777 5 120.848.214 98.712.813 22.135.401 0,57 12.560.221 68.572.522 56.012.301 6 120.848.214 98.712.813 22.135.401 0,51 11.214.483 61.225.466 50.010.983 7 120.848.214 98.712.813 22.135.401 0,45 10.012.931 54.665.595 44.652.664 8 120.848.214 98.712.813 22.135.401 0,40 8.940.117 48.808.567 39.868.450 9 120.848.214 98.712.813 22.135.401 0,36 7.982.247 43.579.077 35.596.830 10 120.848.214 98.712.813 22.135.401 0,32 7.127.007 38.909.891 31.782.884 Total 1.208.482.139 1.012.128.131 196.354.008 102.441.601 695.767.384 593.325.783 BCR = PV(B)/PV(C)


(26)

Lampiran 11. Besarnya kontribusi pendapatan usaha tambak Silvofishery terhadap pendapatan responden

No Responden

Pendapatan usaha tambak (Yp)

per tahun

Jenis usaha lain

Pendapatan usaha lain (Yq) per tahun

Total pendapatan (Y) per tahun

Kontribusi usaha tambak terhadap total pendapatan

(KSP) (%) 1 Taruna

73.710.000 Wirausaha 50.000.000

123.710.000 59,58% 2 Udin Selow

90.200.000 Warung dan Bertani 28.000.000

118.200.000 76,31% 3 Salin Tarigan

83.860.000 Warung dan Bertani 32.000.000

115.860.000 72,38% 4 Timur Ginting

74.650.000

Beternak dan

Berkebun 66.000.000

140.650.000 53,08% 5 Asia

Ahmadipong 121.990.000 Toko 60.000.000

181.990.000 67,03% 6 Pantun Barus 36.355.000 Warung dan Bertani 48.000.000 84.355.000 43,10% 7 M. Ridwan

Ginting 78.344.000 Berkebun 18.000.000 96.344.000 81,32% 8 Nasrul

132.042.000 Warung dan Bertani 44.000.000

176.042.000 75,01% 9 Arifin

103.070.000 Warung 52.000.000

155.070.000 66,47% 10 H. Iyan

74.760.000 Bertani dan Beternak 42.000.000

116.760.000 64,03%

Rata-rata 86.898.100 44.000.000


(27)

(28)

Lampiran 12. Besarnya kontribusi pendapatan usaha tambak Non Silvofishery terhadap pendapatan responden

No Responden

Pendapatan usaha tambak (Yp)

(Rp/Tahun)

Jenis Usaha Lain

Pendapatan usaha lain

(Yq) (Rp/Tahun)

Total pendapatan

(Y) (Rp/Tahun)

Kontribusi usaha tambak terhadap total pendapatan

(KSP) (%) 1 Zamal 79.365.000 Bertani 36.000.000 115.365.000 68,79% 2 Asranik 18.590.000 Berkebun 15.000.000 33.590.000 55,34% 3 Solom Togarotop 20.111.000 Nelayan 36.000.000 56.111.000 35,84% 4 Samsul 8.197.500 Nelayan 16.000.000 24.197.500 33,88% 5 Unang 54.890.000 Bertani 20.000.000 74.890.000 73,29%

6 Holden

Tumanggor 21.245.000 Nelayan 24.000.000 45.245.000 46,96% 7 Mahyudan

Saragih 45.518.000 Bertani 16.000.000 61.518.000 73,99% Rata rata 35.416.643 23.285.714 58.702.357 55,44%


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, O. 2002. Home Garden: Sebagai Salah Satu Agroforestry Lokal. Program Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Dalam

Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1999. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Kanisius. Yogyakarta.

Anwar, C. dan E. Subiandono. 1996. Pedoman Teknis Penanaman Mangrove. Info Hutan No. 65. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Anwar, C. 2006. Wanamina, Alternatif Pengelolaan Kawasan Mangrove Berbasis Masyarakat. Makalah Seminar Badan Litbang. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Bengen, D. G. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL-IPB. Bogor.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Gittinger, J. P. 2008. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Haming, M. dan S. Basalamah. 2003. Studi Kelayakan Investasi. PT. PPM. Jakarta.

Handadhari, T. 2005. Dephut Targetkan Rehabilitasi Mangrove Seluas 1.738.076 Ha di Seluruh Indonesia.

Hartini, S., Guridno Bintar Saputro, M. Yulianto, Suprajaka. 2010. Assessing the Used of Remotely Sensed Data for Mapping Mangroves Indonesia. Selected Topics in Power Systems and Remote Sensing. In 6th WSEAS International Conference on Remote Sensing), Iwate Prefectural University, Japan. October 4-6, 2010; pp. 210-215.

Kusmana, C., S. Wilarso., I. Hilwan., P. Pamoengkas., C. Wibowo., T. Tiryana, A. Triswanto., Yunasfi dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrrove. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(30)

Nugroho, B. 1997. Analisis Finansial Investasi Kehutanan dan Pertanian. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh H. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Subarjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Pudjianto, R. 1998. Pedoman Budidaya Tambak Udang. Direktorat Jendral Pertanian. Jakarta.

Rini, M. N. 2004. Pembangunan Tambak Berwawasan Lingkungan dalam Era Otonomi Daerah. Dalam Warta Konservasi Lahan Basah Vol 12 No. 4, Oktober 2004. Bogor.

Sitompul, S. M dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Sofiawan, A. 1999. Pemanfaatan Mangrove yang Berkelanjutan : Pengembangan Model-model Silvofishery. Dalam Warta Konservasi Lahan Basah Vol. 9 No. 2, November 2000. Bogor.

Soewardi, K. 1993. Peranan Hutan Kemasyarakatan Melalui Pendekatan “Silvofishery” dalam Rangka Upaya Pelestarian Sumberdaya Kawasan Pantai : Prospek dan Kendala. Dalam Prosiding Lokakarya Terbatas Pengembangan Hutan Kemasyarakatan melalui Kegiatan Silvofishery. Bogor. 20 Februari 1993. [penerbit tidak diketahui]

Suharjito, S., A. Cahyono dan Purwanto. 2003. Aspek Sosial Ekonomi da Budaya Agroforestri. ICRAF. Bogor.

Suryanto, P., Tohari dan M. S. Sabarnurdin. 2005. Dinamika Sistem Berbagi Sumberdaya (Resources Sharing) dalam Agroforestri: Dasar Pertimbangan Penyusunan Strategi Silvikultur. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 12 No. 2 : 165-178.

Suryanto, P., WB. Aryono dan M. S. Sabarnurdin. 2006. Model Bera dalam Sistem Agroforestri (Fallow Land Model in Agroforestry Systems). Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XII No. 2 : 15-26.


(31)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai AnalisisFinansial Usaha Tambak Silvofishery dan Non Silvofishery serta Kontribusi Usaha Tambak Terhadap Pendapatan Rumah Tangga dilaksanakan di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan selesai.

Objek Penelitian dan Alat yang Digunakan

Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bekerja sebagai petani tambak/penggarap yang sejak dahulu telah mengelola tambaknya di sekitar kawasan hutan mangrove di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat tulis, kalkulator, kamera digital, kuisioner, serta komputer yang digunakan untuk mengolah data.

Metode Pengambilan Contoh dan Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sensus. Ruslan (2008) menyatakan bahwa peneliti sebaiknya mempertimbangkan untuk meneliti seluruh elemen-elemen dari populasi, jika elemen elemen populasi relatif sedikit dan variabilitas setiap elemn tinggi (heterogen). Sensus lebih layak dilakukan jika


(32)

Dimana terdapat 10 orang petani tambak/penggarap yang mengelola tambak silvofishey dan 7 orang petani tambak/penggarap yang mengelola tambak non silvofishery.

Adapun data dan informasi yang dikumpulkan dari petani tambak/penggarap di daerah tersebut adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan/observasi langsung di lapangan serta wawancara dengan masyarakat petani tambak/penggarap yang dituangkan dalam daftar pertanyaan yang telah dibuat dalam bentuk kuisioner seperti yang terlihat pada lampiran 1. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui data yang terdapat pada Kepala Kelompok Tani yang terdapat di daerah tersebut. Beberapa data dan informasi yang dimaksud antara lain :

1. Luas tambak yang dimiliki dan dikelola oleh petani tambak/penggarap. 2. Status kepemilikan lahan hutan dimana petani tambak/penggarap

mengembangkan usaha budidayanya.

3. Jenis komoditas yang dibudidayakan dan dikembangkan oleh petani tambak serta skala usahanya.

4. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan yang tersedia untuk setiap kegiatan yang dilakukan.

5. Upah tenaga kerja per Hari Orang Kerja (HOK).

6. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan sejak awal kegiatan (pembuatan tambak) sampai pada akhir kegiatan (pemasaran hasil tambak).

7. Modal yang dimiliki oleh masyarakat.


(33)

9. Harga jual hasil produksi tambak per kg berdasarkan tingkat ukuran dan jenisnya.

10. Besarnya pendapatan yang diperoleh petani tambak/penggarap per sekali panen setiap tahunnya.

11. Peralatan yang digunakan petani tambak/penggarap dalam menjalankan usaha tambak.

Data pendukung yang juga ditampilkan sebagai informasi tambahan dalam penelitian ini antara lain :

1. Keadaan umum lokasi penelitian, yang terdiri dari : letak, luas, keadaan fisik wilayah serta kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.

2. Keadaan penduduk, yang terdiri dari : jumlah total penduduk, jumlah petani tambak/penggarap yang masih aktif, sebaran umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah Kepala Keluarga (KK), jumlah anggota per KK, serta besarnya pendapatan per KK.

Dalam hal ini, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencapai pemenuhan terhadap kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan. Adapun beberapa cara yang dimaksud antara lain melalui :

1. Pengamatan langsung/observasi lapangan.

2. Wawancara dengan responden melalui perrtanyaan-pertanyaan yang telah disajikan dalam bentuk kuisioner.


(34)

Analisis Data

1. Analisis Finansial

Selanjutnya dalam pengukuran biaya dan manfaat dari aktivitas pertambakan yang telah mengkonversi lahan hutan mangrove di lokasi penelitian dilakukan perhitungan secara finansial untuk mengkaji layak tidaknya tindakan investasi yang dilakukan dengan menggunakan dua kriteria investasi, yaitu Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value), dan Rasio Manfaat/Biaya (Benefit Cost Ratio). Berikut disajikan keterangan lebih lanjut tentang kriteria-kriteria indikator di atas :

a. Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)

Net Present Value (NPV) yaitu nilai saat ini yang mencerminkan nilai keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang atau time value of money. Karena jangka waktu kegiatan suatu usaha tambak cukup panjang, maka tidak seluruh biaya bisa dikeluarkan pada saat yang sama, demikian pula hasil yang diperoleh dari suatu usaha tambak dapat berbeda waktunya. Untuk mengetahui nilai uang di masa yang akan datang dihitung pada saat ini, maka baik biaya maupun pendapatan usaha tambak di masa yang akan datang harus dikalikan dengan faktor diskonto yang besarnya tergantung kepada tingkat suku bunga bank yang berlaku di pasaran. Kriteria apabila NPV > 0 berarti usaha tersebut menguntungkan, sebaliknya jika NPV < 0 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan. Dengan model formulasi sebagai berikut (Suharjito dkk, 2003) :

==

+

=

t n

t

t

i

Ct

Bt

NPV


(35)

Keterangan :

NPV = Nilai Bersih Sekarang Bt = Manfaat atau Benefit Ct = Biaya atau Cost i = Tingkat suku bunga t = Periode waktu (10 Tahun)

(1+i)t = Faktor nilai sekarang atau Present Value b. Rasio Manfaat/Biaya (Benefit Cost Ratio)

Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara present value dari manfaat bersih yang positif dengan present value dari biaya pada tahun yang sama. Usaha akan dipilih jika nilai BCR > 1. Jika nilai BCR < 1 maka usaha tidak layak untuk diusahakan. Jika nilai BCR = 1, berarti usaha tersebut belum mendapatkan keuntungan sehingga perlu dilakukan pembenahan. Dengan model formulasi sebagai berikut (Suharjito dkk, 2003):

Keterangan :

BCR =Perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran PV (B) =Present Value Benefit

PV (C) =Present Value Cost

Adapun beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : )

( ) (

C PV

B PV


(36)

2. Sumber modal seluruhnya adalah berasal dari masyarakat petani tambak/penggarap sendiri.

3. Suku bunga yang dipergunakan untuk melakukan analisis kelayakan investasi adalah 12%.

4. Satuan yang digunakan adalah rupiah per hektar per tahun (Rp/ha/tahun). 5. Umur analisis finansial yang dihitung adalah sampai umur 10 tahun,

terhitung sejak kegiatan priduksi mulai berjalan.

6. Pendapatan mulai dihitung ketika tambak mulai menghasilkan (pada saat panen)

7. Pendapatan rumah tangga petani tambak/responden adalah tetap setiap tahunnya. Pendapatan yang diterima tersebut kemudian akan dihitung nilai rataannya.

8. Harga yang digunakan adalah harga pada saat penelitian dilakukan.

9. Anggota rumah tangga yang bekerja dinilai sebagai tenaga kerja yang mendapat upah.

2. Analisis Komparatif

Analisis komparatif ditujukan untuk menentukan pilihan berdasarkan nilai finansial terbesar (Nugroho, 1997). Analisis komparatif adalah perbandingan antara usaha tambak silvofishery dengan usaha tambak non silvofishery melalui besaran NPV dan BCR.


(37)

3. Analisis Pendapatan Keluarga Petani Tambak/Penggarap dan Besarnya Kontribusi Pendapatan dari Usaha Tambak

Untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh petani tambak/penggarap dari usaha pengelolaan tambak silvofishery dan non silvofishery di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara ini, maka terlebih dahulu perlu dilakukan perhitungan terhadap besarnya keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha yang dilakukan selama satu tahun. Adapun rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

Π = TR – TC Dimana :

Π = Keuntungan Usaha (Rp/tahun) TR = Total Penerimaan (Rp/tahun) TC = Total Pengeluaran

Analisis pendapatan keluarga digunakan untuk menghitung total pendapatan keluarga petani tambak/penggarap, baik itu yang diperoleh murni dari usaha pertambakan, maupun dari usaha lain di luar sektor pertambakan itu sendiri. Untuk menghitung besarnya pendapatan total keluarga petani tambak/penggarap ini dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Y = Yp + Yq Dimana :


(38)

Analisis kontribusi pendapatan subsektor pertambakan terhadap pendapatan keluarga petani tambak/penggarap dapat digunakan untuk melihat berapa besar persentase pendapatan usaha pertambakan terhadap total pendapatan keluarga selama satu tahun. Untuk mengetahui besarnya kontribusi yang dapat dihasilkan dari subsektor pertambakan terhadap total pendapatan keluarga petani tambak/penggarap ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Dimana :

KSP = Kontribusi pendapatan dari usaha tambak (%) Yp = Pendapatan dari usaha tambak (Rp/tahun) Y = Total pendapatan keluarga (Rp/tahun)

%

100

×

=

Y

Yp

KSP


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan dalam Pengelolaan Tambak di Desa Paluh Manan 1. Budidaya Tambak

Akuakultur yang dalam bahasa sehari-hari lebih dikenal dengan istilah budidaya tambak perairan atau budidaya perikanan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Kegiatan budidaya yang dimaksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (reproduksi), menumbuhkan (growth), serta meningkatkan mutu biota akuatik sehingga memperoleh keuntungan (Efendi, 2004). Di sekitar kawasan hutan mangrove yang terdapat di lokasi penelitian, sistem budidaya perairan yang saat ini diterapkan oleh masyarakat penngarap adalah sistem budidaya tambak silvofishery dan nonsilvofishery.

Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Teknik budidaya yang dijalankan oleh para petani tambak/penggarap di Desa Paluh Manan dapat dikatakan masih bersifat semi intensif karena dalam membudidayakan berbagai komoditas tambak yang ada, para petani tambak/penggarap masih mengandalkan pakan alami berupa fitoplankton maupun zooplankton sebagai makanan/pakan ikan dan udang. Namun dalam kegiatan pengelolaannya, mereka sudah mulai mengadopsi teknologi yang ada seperti


(40)

dan kepiting. Benih ikan nila, ikan kakap, udang windu, dan kepiting diperoleh dengan cara di beli di tempat penjualan nener atau benur. Walaupun sama-sama dibudidayakan dalam satu tambak, namun komoditas yang menjadi primadona dalam kegiatan budidaya tambak di Desa Paluh Manan ini adalah udang windu. Dikatakan demikian karena dalam kegiatan budidaya udang widnu sendiri, biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian benih udang windu cukup rendah, namun dengan umur pemeliharaan yang relatif singkat (±3 bulan) sudah dapat dihasilkan uang windu ukuran komoditas dengan nilai jual yang cukup tinggi.

2. Sistem Pengelolaan Tambak di Desa Paluh Manan 2.1 Persiapan Lahan

Kegiatan persiapan lahan tambak ini biasanya dilakukan sebelum tambak digunakan pertama kali setelah terjadi transfer hak antar petani tambak/penggarap atau setiap menjelang musim tanam. Musim tanam yang dimaksud biasanya adalah pada bulan Februari, Juni, dan pada bulan Oktober. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk mempersiapkan tambak agar kaya akan pakan alami. Hal ini perlu dilakukan mengingat tambak biasanya akan mengalami penurunan daya dukung setelah digunakan untuk produksi berkali-kali. Kegiatan ini meliputi tiga kegiatan penting, yaitu kegiatan pengelolaan tambak, pemupukan, serta pemberantasan hama dan penyakit.

a. Pengelolaan Tambak

Kegiatan pengelolaan tambak merupakan kegiatan awal dalam tahap persiapan tambak yang bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah di dasar tambak sehingga dapat merangsang pertumbuhan klekap sebagai makanan alami ikandi tambak. Selain itu, pakan alami yang biasanya


(41)

digunakan adalah berupa fitoplankton dan zooplankton. Kegiatan pengelolaan tambak ini biasanya dimulai dengan pengosongan air tambak dengan cara memompa air keluar dari tambak dengan menggunakan mesin sedot air. Kegiatan pengosongan air tambak ini kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengangkatan lumpur dari tambak, lalu dikeringkan ± 5 hari – 7 hari lamanya. Kegiatan pengeringan ini selain bertujuan untuk menghilangkan hama dan penyakit yang masih tertinggal di tambak, juga dapat mempercepat proses mineralisasi di dasar tambak.

b. Pemupukan

Setelah kegiatan pengeringan tambak selesai dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan berikutnya, yaitu pemupukan dasar tambak yang bertujuan untuk mempercepat/merangsang pertumbuhan pakan alami di tambak serta meningkatkan kandungan hara bagi kebutuhan fitoplankton untuk berfotosintesis. Pemupukan ini dilakukan dengan cara menyebarkan pupuk secara merata pada dasar tambak. Adapun pupun yang digunakan pada umumnya oleh penggarap adalah pupuk khusus tambak perikanan yaitu pupuk tambak organik (pupuk TON). Dalam kegiatan pemupukan ini dosis pupuk pupuk yang digunakan cukup bervariasi tergantung pada luasan tambak yang yang dimiliki serta faktor kecukupan modal untuk membeli pupuk. Dosis pupuk TON yang digunakan ÷2,5 kg/Ha. Pupuk yang digunakan penggarap diperoleh dengan cara dibeli di kios-kios oertanian


(42)

silvofishery tidak dilakukan pemupukan dikarenakan keberadaan dari tanaman mangrove sudah dianggap mencukupi untuk menghasilkan unsur hara yang diperlukan oleh tambak. Oleh karena itu, biaya input yang dikeluarkan dari sistem tambak silvofishery menjadi lebih sedikit bila dibandingkan dengan tambak non silvofishery. Hal ini dikarenakan pada tambak silvofishery tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk. c. Pemberantasan Hama Penyakit

Dalam kegiatan budidaya ikan dan udang, masalah umum yang sering sekali terjadi dan dapat mengganggu keberhasilan kegiatan budidaya adalah gangguan hama dan penyakit. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan cara menggunakan pestisida seperti Samponen dan Akodan. Samponen merupakan salah satu jenis pestisida organik yang berasal dari bungkil biji teh dalam bentuk bubuk kasar, sehingga dalam penggunaannya samponen ini perlu dilarutkan terlebih dahulu dalam air selama ± satu malam. Dosis samponen yang digunakan lebih kurang 50 Kg/Ha tergantung kebutuhan. Samponen ini diperoleh petani tambak/penggarap di kios-kios pertanian yang terdapat di sekitar Desa Paluh Manan dengan harga yang bervariasi. Harga samponen ini berkisar antara Rp. 3.000,-/Kg – Rp. 5.000,-/Kg. Akodan digunakan untuk mematikan hama yang ada pada. Pestisida yang dikemas dalam kaleng dan berbentuk cair dan berwarna putih. Harga akodan yaitu Rp. 50.000,-/kg.

Pemberian pestisida ini biasanya dilakukan pada saluran masuknya air ke dalam tambak pada saat ketinggian air tambak mencapai ± 10 cm, kemudian di biarkan selama ÷ 3 hari. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar hama yang


(43)

ada benar-benar mati dan efek racun pestisida yang diberikan tidak lagi mempunyai efek/pengaruh terhadap benih (nener) ikan dan benih (benur) udang yang akan ditebar.

2.2 Pengadaan Benih

Untuk menghasilkan berbagai jenis komoditas tambak hingga berukuran konsumsi (baik ikan nila, ikan kakap, udang windu, dan kepiting), petani tambak/penggarap di Desa Paluh Manan dalam menjalankan aktivitas tambaknya menggunakan teknik budidaya tambak silvofishery dan non silvofishery. Benih-benih biasanya diperoleh dari beberapa daerah diantaranya dari Siantar dan Aceh. Benih-benih tersebut diantar ke tempat pemesanan dengan menggunakan wadah berupa kantung palstik berisi air. Harga benih yang ditawarkan pun bervariasi tergantung ukuran yang diinginkan oleh pemesan. Untuk benih ikan nila biasanya dapat dibeli dengan harga berkisar antara Rp. 100,-/ekor – Rp. 200,-/ekor. Benih ikan kakap ± Rp. 1.500,-/ekor. Benih udang windu diperoleh dengan harga berkisar antara Rp. 40,-/ekor – Rp. 80,-/ekor. Sedangkan untuk kepiting, harga benihnya dijual perkilo dimana harga perkilonya berkisar antara Rp. 50.000,- hingaa Rp. 80.000,-.

Banyak sedikitnya benih yang dipesan oleh pengarap bervariasi, tergantung pada modal yang dimilik serta luasan tambak yang dikelola. Jenis pembayaran yang digunakan adalah tunai karena penjual tidak ingin mengambil resiko jika ternyata kegiatan budidaya yang dilakukan penggarap mengalami


(44)

2.3 Penebaran Benih

Benih ikan nila yang ditebar pada umunya adalah benih berukuran 5 cm – 7 cm dengan padat tebar per hektar 1.000 ekor – 3.000 ekor. Benih ikan kakap yang ditebar adalah benih kakap berukuran panjang 6 cm – 7 cm dengan padat tebar ± 200 ekor. Untuk benih udang windu, ukuran benih yang digunakan adalah panjang ± 2,5 cm dengan padat tebar per hektar sekitar 3.000 ekor – 4.000 ekor. Penebaran benih ikan dan udang biasanya dilakukan pada sore hari menjelang malam. Penebaran dilakukan pada saat ketinggian air dalam tambak mencapai 70 cm- 120 cm. Pada saat penebaran, bebih-benih yang ditebar terlebih dahulu akan diberi kesempatan utnuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan barunya yang dikenal dengan istilah aklamasi. Sedangkan benih kepiting yang ditebar per hektar sebanyak 25 kg, dimana biasanya pada 1 kg terdapat lebih kurang 10 ekor kepiting.

2.4 Pemeliharaan

Setelah benih-benih ikan, udang, dan kepting ditebar, tahapan selanjutnya adalah pemeliharaan sampai benih mencapai ukuran konsumsi. Pemeliharaan yang dimaksud meliputi penjagaan terhadap kualitas air, pemberian pelet, serta pemberian katalis/perangsang pertumbuhan benih. Kualitas air yang ada harus tetap dijaga untuk memastikan klekap yang ada dapat tumbuh dengan baik. Perlu diperhatikan adalah pertumbuhan klekap di tambak harus selalu dikontrol, jangan sampai terjadi blooming atau tingkat pertumbuhan klekap yang berlebih karena hal ini dapat mengganggu pertumbuhan dari benih yang ditebar.

Katalis/perangsang pertumbuhan yang digunakan juga cukup bervariasi, baik dari jenis, harga, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Adapun jenis katalis


(45)

yang digunakan yaitu Lodan. Lodan digunakan untuk menjaga kualias air serta menjadikan air tambak sesuai peruntukan bagi kelangsungan hidup benih di tambak. Lodan juga dapat merangsang dan memacu pertumbuhan benih hingga mencapai ukuran dan bobot yang diinginkan. Lodan mengandung unsur-unsur seperti Kalsium, Magnesium, Nitrogen, Kalium, dan Silikat Aluminium. Lodan digunakan pada saat benih sudah berumur 7-15 hari sejak ditebar di tambak, dengan dosis 1 kg/ha – 3 kg/ha. Lodan ditaburkan pada saat tinggi air tambak mencapai ± 50 cm dari dasar tambak.

2.5 Pemanenan

Kegiatan panen biasanya dilakukan tiga kali dalam setahun dengan masa pemeliharaan 3,5 bulan – 4 bulan. Panen dilakukan setelah ikan, udang, dan kepiting mencapai ukuran konsumsi. Pada umumnya kegiatan pemanenan ini dilakukan oleh 2 orang – 5 orang tenaga kerja tergantung pada luasnya tambak yang dikelola. Tenaga kerja ini biasanya diberi upah sebesar Rp. 50.000,- sampai Rp. 90.000,-/orang untuk satu hari kerja tergantung banyaknya hasil panen yang diperoleh. Panen dilakukan dengan menggunakan alat berupa jaring dan jala. Ikan, udang, dan kepiting yang berhasil dijaring biasanya dikumpulkan berdasarkan jenisnya ke dalam suatu wadah lalu dijemput oleh pengepul untuk dibawa ke Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT) atau Tempat Pelelangan Hasil Ikan (TPI) untuk dijual.


(46)

budidaya tambak adalah produk yang berasal dari hasil panen musiman (ikan nila, ikan kakap, udang windu, dan kepiting) yang sudah mencapai ukuran konsumsi. Produk-produk tersebut dijual dalam kondisi masih segar, dimana tingkat kesegarannya dipertahankan dengan cara menurunkan suhu produk hingga -25oC dengan menggunakan es batu atau cool box. Adapun konsumen dari kegiatan pemasaran hasil tambak ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Desa Paluh Manan. Terkadang juga dikirim/dijual ke wilayah Medan dan Binjai.

Petani tambak/penggarap di Desa Paluh Manan selalu menjual hasil tambaknya dengan cara pembayaran tunai. Harga jual ikan nila berkisar antara Rp. 10.000,-/kg - Rp. 15.000,-/kg. Ikan kakap dijual dengan harga berkisar antara Rp. 70.000,-/kg – Rp. 75.000,-/kg. Udang windu memiliki nilai jual berkisar antara Rp. 70.000,-/kg – Rp. 100.000,-/kg. Kepting dijual dengan harga berkisar antara Rp. 100.000,-/kg – Rp. 140.000,-/kg, tergantung ukurannya.

Pengeluaran Petani Tambak/Penggarap

Biaya yang diperlukan dalam kegiatan pengelolaan tambak silvofishery dan non silvofishery ini merupakan besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh petani tambak/penggarap untuk menjalankan usaha tambaknya selama jangka waktu pengelolaan. Biaya-biaya tersebut terdiri dari biaya pembelian bibit, biaya transfer hak atas tambak, upah tenaga kerja, biaya pembelian pellet dan obat serta biaya penyewaan alat berat. Namun pada tambak non silvofishery ditambahkan lagi biaya pembelian pupuk untuk memberikan kesuburan tanah pada tambak. Sedangkan pada tambak silvofishery tidak diperlukan pupuk, dikarenakan adanya serasah-serasah dari tanaman mangrove yang jatuh ke dalam tambak sehingga bias menjadi pupuk alami bagi kesuburan tanah pada tambak tersebut.


(47)

Biaya pembelian benih terdiri dari biaya pembelian benih ikan nila, ikan kakap, udang dan kepiting yang akan dibudidayakan di tambak. Biaya pembelian pellet terdiri dari biaya pembelian univeed, kargil, pellet apung dan ikan sampah. Biaya obat-obatan terdiri dari biaya pembelian pestisida (Saponin) dan biaya pembelian obat perangsang pertumbuhan seperti Akodan dan Lodan. Sedangkan pada tambak nonsilvofishery, biaya pembelian pupuk terdiri dari biaya pembelian pupuk Urea dan NPK. Biaya upah tenaga kerja adalah untuk membayar tenaga kerja yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pengelolaan tambak, yang terdiri dari biaya untuk penebaran benih, pemanenan, serta biaya untuk pemeliharaan tambak. Adapun besarnya komponen biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan pengelolaan tambak di Desa Paluh Manan, dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.

Rata-rata pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh petani tambak yang menggunakan sistem silvofishery adalah sebesar Rp. 243.830.900,-/tahun, sedangkan petani tambak yang menggunakan sistem non silvofishery mengeluarkan biaya sebesar Rp. 157.940.500,-/tahun. Pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani tambak silvofishery lebih besar dikarenakan tambak yang mereka kelola lebih luas bila dibandingkan tambak yang dikelola oleh petani tambak non silvofishery. Di mana bila dirata-ratakan, masing-masing petani tambak silvofishery mengelola tambak seluas 3 Hektar, sedangkan pada petani tambak non silvofishery bila dirata-ratakan masing-masing petambak hanya


(48)

Pendapatan Petani Tambak/Penggarap

Pendapatan suatu bidang usaha merupakan penerimaan atau besarnya pendapatan yang diterima dari suatu bidang usaha setelah dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha tersebut yang dihitung pada setiap akhir tahun. Dalam kegiatan pengelolaan tambak silvofishery dan non

silvofishery ini, besarnya pendapatan yang diterima oleh petani

tambak/penggarap berasal dari hasil penjualan komoditas yang dibudidayakan dalam tambak-tambak yang ada, seperti ikan nila, ikan kakap, udang dan kepiting. Besarnya nilai penerimaan ini diperoleh dengan cara mengalikan hasil produksi tambak per panen per tahun dengan harga jual masing-masing komoditas. Besarnya pendapatan petani tambak/penggarap di Desa Paluh Manan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.

Pendapatan rata-rata yang diperoleh oleh petani tambak silvofishery adalah sebesar Rp. 330.729.000,-/tahun sedangkan pendapatan rata-rata yang diperoleh oleh petani tambak non silvofishery adalah sebesar Rp. 193.357.143,-/tahun. Sehingga apalagi bila dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani maka akan didapatkan keuntungan sebesar Rp. 86.898.100,-/tahun untuk tambak silvofishery dan keuntungan sebesar Rp. 35.416.643,-/tahun untuk tambak non silvofishery. Dengan demikian, terlihat bahwa hasil penerimaan para petani tambak silvofishery lebih besar bila dibandingkan dengan hasil yang didapatkan para petani tambak non silvofishery. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Bengen (2000) yang menyatakan bahwa penerimaan pada petani tambak silvofishery jauh lebih besar dikarenakan adanya peningkatan produktivitas perikanan budidaya yang didukung oleh keberadaan mangrove, hal


(49)

ini disebabkan mangrove berperan sebagai detritus organik yang merupakan sumber pakan alami bagi semua biota.

Kriteria Analisis Finansial

Kriteria analisis finansial merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu investasi yang dilakukan. Di dalam analisis finansial terhadap pengelolaan tambak silvofishery dan non silvofishery ini digunakan dua kriteria indikator yang umum digunakan yaitu Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BCR). Adapun perhitungan kelayakan finansial dengan menggunakan dua indikator tersebut didasarkan pada pendapatan bersih tambak yaitu besarnya nilai pendapatan yang diterima oleh petani tambak/penggarap dikurangi dengan pengeluaran setiap tahunnya selama 10 tahun umur kelayakaan.

Dalam perhitungan nilai NPV maupun BCR, dilakukan dengan menggunakan tingkat suku bunga 12%. Hal ini dikarenakan tingkat suku bunga ideal yang digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya investasi yang dilakukan adalah pada tingkat suku bunga 12% berdasarkan pertimbangan tingkat suku bunga yang mendekati suku bunga tabungan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Perhitungan nilai NPV yang diperoleh pada tingkat suku bunga 12% dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Adapun hasil perhitungan NPV pada tingkat suku bunga 12% dapat dilihat pada Tabel 1.


(50)

Berdasarkan perhitungan NPV yang dilakukan pada tambak silvofishery diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 141.768.052,-. Sedangkan pada tambak non silvofishery diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 102.441.601,-. Angka-angka tersebut menunjukkan besarnya nilai sekarang dari penerimaan bersih yang akan diterima petani tambak/penggarap selama 10 tahun mendatang. Apabila dipandang dari kriteria kelayakan usaha yang ada pada tingkat suku bunga 12%, maka pengelolaan tambak dengan sistem sivofishery dan non slivofishery di Desa Paluh Manan dapat dikatakan layak untuk diusahakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Gittinger (1986), Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari arus manfaat yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Berdasarkan kriteria NPV, suatu proyek atau usaha layak untuk dilaksanakan apabila nilai NPV kebih besar dari nol.

Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara present value dari manfaat bersih yang positif dengan present value dari biaya pada tahun yang sama. Berdasarkan hasil perhitungan BCR yang diperoleh, menunjukkan bahwa pada prinsipnya tambak silvofishery dan non silvofishery layak untuk dilaksanakan secara finansial karena nilai BCR lebih besar dari satu. Seperti halnya pada perhitungan nilai NPV, perhitungan terhadap nilai BCR dari pola pengusahaan tambak silvofishery dan non silvofishery di Desa Paluh Manan ini juga dilakukan pada tingkat suku bunga 12%, seperti yang terlihat pada Lampiran 11 dan 12. Adapun hasil perhitungan nilai BCR pada tingkat suku bunga 12% dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai BCR selama 10 tahun pada tingkat suku bunga 12%

No Tambak BCR/Ha

1 Tambak Silvofishery 1,2876


(51)

Usaha tambak silvofishery memiliki nilai BCR sebesar 1,2876 sedangkan pada usaha tambak non silvofishery memiliki nilai BCR sebesar 1,1727. Hal tersebut berarti dengan melakukan investasi sebesar Rp. 1,00 (nilai sekarang) akan menghasilkan penerimaan bersih sebesar Rp. 1,2876 (nilai sekarang) pada usaha tambak silvofishery dan untuk tambak non silvofishery dengan melakukan investasi sebesar Rp. 1,00 (nilai sekarang) akan menghasilkan penerimaan bersih sebesar Rp. 1,1727 (nilai sekarang).

Berdasarkan analisis kelayakan finansial yang dilakukan, pada tingkat suku bunga ideal diperoleh nilai NPV yang lebih besar dari nol dan nilai BCR yang lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan tambak di Desa Paluh Manan layak untuk diusahakan secara finansial. Namun pengusahaan ini hendaklah dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek ekologis dari lingkungan/kawasan hutan mangrove yang ada.

Analisis Komparatif

Usaha tambak baik secara silvofishery maupun secara non silvofishery yang dikelola oleh masyarakat dilaksanakan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Besar kecilnya nilai keuntungan dari sebuah usaha yang dilakukan tergantung dari produksi yang dihasilkan. Sebelum memulai tambak baik secara silvofishery maupun secara non silvofishery harus direncanakan dan diperhitungkan apakah usaha tersebut mendatangkan keuntungan atau tidak.


(52)

dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tambak baik secara silvofishery maupun secara non silvofishery memiliki kelayakan sebagai suatu usaha.

Bila dilihat lebih rinci, usaha tambak silvofishery memiliki kelayakan secara finansial yang lebih baik apabila diusahakan oleh masyarakat jika dibandingkan dengan usaha tambak non silvofishery yang selama ini telah umum dikelola oleh masyarakat. Hasil dari analisis finansial kedua usaha tambak tersebut terlihat bahwa usaha tambak silvofishery lebih baik pada kriteria finansial NPV dan BCR bila dibandingkan dengan usaha tambak non silvofishery. Penerimaan pada petani tambak silvofishery jauh lebih besar dikarenakan adanya peningkatan produktivitas perikanan budidaya yang didukung oleh keberadaan mangrove, hal ini disebabkan mangrove berperan sebagai detritus organik yang merupakan sumber pakan alami bagi semua biota (Bengen 2002).

Kontribusi Pendapatan Sektor Usaha Pertambakan terhadap Total Pendapatan Rumah Tangga Petani Tambak/Penggarap

Keberadaan tambak dengan sistem silvofishery dan non silvofishery mempunyai peranan yang sangat besar bagi kehidupan rumah tangga petani tambak/penggaap di Desa Paluh Manan. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat yang mengelola tambak silvofishery menjadikan usaha tambaknya sebagai mata pencaharian utama. Namun sebagian besar dari mereka tak jarang masih tetap menjalankan usaha-usaha sampingannya, seperti usaha bertani, beternak, berkebun, dan berdagang (usaha warung). Ini berarti bahwa pendapatan yang diterima oleh rumah tangga penggarap tidak hanya diperoleh dari usaha pengelolaan tambak saja melainkan juga dari usaha sampingan yang mereka jalankan. Namun demikian, dari kegiatan pengelolaan tambak ini, masyarakat


(53)

memperoleh pendapatan yang paling besar setiap tahunnya bila dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh dari usaha-usaha sampingan.

Sedangkan masyarakat yang mengelola tambak non silvofishery, ada yang menjadikan usaha tambaknya sebagai mata pencaharian utama, namun sebagian dari mereka ada juga yang menjalankan usaha tambak sebagai usaha sampingannya. Mereka menjalankan pekerjan utama menjadi seorang nelayan. Besarnya kontribusi yang diberikan sektor usaha pertambakan terhadap kehidupan rumah tangga penggarap terlihat dari besarnya nilai pendapatan yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai kontribusinya, seperti terlihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 berikut.

Tabel 4. Besarnya kontribusi pendapatan usaha tambak Silvofishery terhadap pendapatan responden Responden Pendapatan usaha tambak (Yp) per tahun Jenis usaha lain Pendapatan usaha lain (Yq) per tahun Kontribusi usaha tambak terhadap total pendapatan (KSP) (%) Taruna 73.710.000 Wirausaha 50.000.000 59,58% Udin Selow

90.200.000

Warung

dan Bertani 28.000.000 76,31% Salin Tarigan

83.860.000

Warung

dan Bertani 32.000.000 72,38% Timur Ginting

74.650.000

Beternak dan Berkebun

66.000.000 53,08% Asia Ahmadipong 121.990.000 Toko 60.000.000 67,03% Pantun Barus

36.355.000

Warung

dan Bertani 48.000.000 43,10% M. Ridwan

Ginting 78.344.000 Berkebun 18.000.000 81,32% Nasrul

132.042.000

Warung


(54)

Tabel 5. Besarnya kontribusi pendapatan usaha tambak Non Silvofishery terhadap pendapatan responden Responden Pendapatan usaha tambak (Yp) (Rp/Tahun) Jenis Usaha Lain Pendapatan usaha lain (Yq) (Rp/Tahun) Kontribusi usaha tambak terhadap total pendapatan (KSP) (%) Zamal

79.365.000 Bertani 36.000.000 68,79% Asranik

18.590.000 Berkebun 15.000.000 55,34% Solom Togarotop

20.111.000 Nelayan 36.000.000 35,84% Samsul

8.197.500 Nelayan 16.000.000 33,88%

Unang

54.890.000 Bertani 20.000.000 73,29% Holden

Tumanggor

21.245.000 Nelayan 24.000.000 46,96% Mahyudan

Saragih

45.518.000 Bertani 16.000.000 73,99% Rata-rata

35.416.643 23.285.714 55,44% Berdasarkan hasil perhitungan, pendapatan rata-rata yang diperoleh penggarap dari usaha tambak silvofishery adalah sebesar 65,83%. Sedangkan pendapatan rata-rata yang diperoleh penggarap dari usaha tambak non silvofishery adalah sebesar 55,44%. Uang yang diterima dari hasil kegiatan pengelolaan tambak maupun dari usaha-usaha sampingan dinilai sudah mampu memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga penggarap sehari-hari.


(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis finansial, usaha tambak silvofishery dan usaha tambak non silvofishery adalah layak untuk diusahakan secara finansial. Usaha tambak silvofishery lebih baik secara finansial berdasarkan kriteria NPV dan BCR bila dibandingkan dengan usaha tambak non silvofishery. Pada tambak silvofishery diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 141.768.052,-. Sedangkan pada tambak non silvofishery diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 102.441.601,-..Usaha tambak silvofishery memiliki nilai BCR sebesar 1,2876 sedangkan pada usaha tambak non silvofishery memiliki nilai BCR sebesar 1,1727. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanaman mangrove memiliki pengaruh terhadap keutungan usaha tambak, karna dengan adanya mangrove, biaya (cost) yang dikeluarkan petani tambak lebih sedikit.

2. Kegiatan pengelolaan tambak silvofishery dan tambak non silvofishery setiap tahunnya memberikan hasil (pendapatan) yang relatif besar bagi rumah tangga petani tambak/penggarap. Hal ini terlihat dari besarnya nilai kontibusi pendapatan yang diberikan dari hasil kegiatan tambak terhadap pendapatan total rumah tangga petani tambak/penggarap yaitu sebesar 65,83% untuk tambak silvofishery, sedangkan pendapatan rata-rata yang diperoleh penggarap dari usaha tambak non silvofishery adalah sebesar 55,44% dari total nilai kontribusi yang ada. Melihat besarnya nilai kotribusi yang ada, maka dapat


(56)

Saran

Kegiatan pengelolaan tambak di Desa Paluh Manan hingga saat ini mampu memberikan hasil yang cukup menjanjikan bahkan mempunyai prospek yang cerah pada masa-masa mendatang. Untuk itu diperlukan adanya perhatian dari pihak pemerintah baik dalam bentuk kemudahan dalam pemberian bantuan kredit usaha, pemberian bantuan peralatan/teknologi kepada penggarap, serta peningkatan peranan kelompok tani yang ada dalam hal peningkatan kemudahan usaha petani tambak/penggarap dalam memasarka produk mereka. Namun satu hal yang perlu diingat adalah bahwa kegiatan pengelolaan tambak yang dilakukan diusahakan sedapat mungkin bersifat ramah lingkungan. Berkaitan dengan ini hendaklah masyarakat dalam menjalankan usaha tambaknya hendaklah menggunakan sistem tambak silvofishery. Karena selain bersifat ramah lingkungan dengan adanya tanaman mangrove, biaya produksi yang dikeluakan pun lebih kecil bila dibandingkan dengan sistem tambak non silvofishery.


(57)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove biasa ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindung. Karakteristik habitat hutan mangrove menurut Bengen (2000) umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir.

Hutan mangrove seringkali juga disebut sebagai hutan bakau, hutan pasang surut, atau hutan payau. Pengertian mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas atau semak-semak/rumput-rumputan yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh di laut. Sedangkan hutan bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan yang menyusun hutan mangrove seperti jenis komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan jenis Rhizopora (Nybakken, 1992).

Anwar dan Subiandono (1996) mengemukakan bahwa manfaat dan fungsi hutan mangrove meliputi fungsi fisik, fungsi biologis dan fungsi ekonomis. Berikut disajikan penjabaran dari masing-masing fungsi tersebut :

Fungsi fisik, terdiri dari :


(58)

3. Menahan hasil proses penimbunan lumpur sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru.

4. Menjadi wilayah penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi) dan berfungsi dalam menyaring air laut menjadi air daratan yang tawar, sehingga dapat pula menyangga kehidupan di daratannya.

5. Mengolah bahan limbah, penghasil oksigen dan penyerap karbondioksida. Fungsi biologis, terdiri dari :

1. Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton dan invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan, yang kemudian penting pula sebagai sumber makanan biota yang besar.

2. Tempat memijah dan berkembang biaknya berbagai macam ikan, kerang kepiting, dan udang.

3. Tempat berlindung dan bersarang serta berkembang biaknya berbagai burung dan satwa lain.

4. Sebagai sumber plasma nuthfah dan sumber genetika. 5. Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.

Fungsi ekonomis, terdiri dari :

1. Penghasil kayu, baik untuk kayu bakar, arang, maupun bahan bangunan. 2. Penghasil bahan baku industri : pulp, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan,

alkohol, penyamak kulit, kosmetik, zat pewarna dan lain-lain.

3. Penghasil bibit ikan, nener, udang, kerang, kepiting, telur, dan madu. 4. Sebagai tempat pariwisata, tempat penelitian dan pendidikan.

Anwar dan Subiandono (1996) juga mengemukakan bahwa pola penyebaran jenis mangrove tidaklah secara merata, melainkan selalu berkaitan


(59)

dengan kadar garam atau salinitas, lama dan frekuensi penggenangan air laut, dan juga kandungan lumpur tanahnya. Semakin jauh ke arah lautan, semakin tinggi frekuensi penggenangannya dan mungkin semakin tinggi pula salinitasnya. Kondisi seperti ini menyebabkan terjadinya zonasi-zonasi dari jenis mangrove.

Kementerian kehutanan tahun 2007 mengeluarkan data luas hutan mangrove Indonesia, adapun luas hutan mangrove Indonesia berdasarkan kementerian kehutanan adalah 7.758.410,595 ha (Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan, 2009 dalam Hartini dkk., 2010), tetapi hampir 70% rusak. Konversi lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap areal hutan mangrove sebagai tambak, areal pertanian dan pemukiman menyebabkan luas lahan hutan mangrove terus berkurang. Selain itu pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan juga arang memberi kontribusi yang tidak sedikit terhadap kerusakan hutan mangrove.

Tambak

Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Menurut Pudjianto (1998), tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang laut, dan hewan air lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang. Oleh karena itu, pengelolaan


(60)

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan tambak adalah menentukan lokasi yang paling memenuhi persyaratan untuk pemeliharaan tambak. Pemeliharaan lokasi tambak tidak hanya untuk menentukan kecocokan lahan,tapi juga untuk mendukung modifikasi tambak, tata letak tambak, pembuatan konstruksi tambak dan manajemen yang diterapkan (Afrianto dan Liviawaty, 1999). Pembuatan konstruksi tambak perlu memperhatikan beberapa syarat berikut :

1. Tahan terhadap ombak besar, angin kencang, dan banjir.

2. Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan hewan yang hidup di dalamnya sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.

3. Tanggul harus padat dan kuat, tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap erosi air.

4. Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga menghemat tenaga.

5. Sesuai dengan daya dukung lahan yanag tersedia. 6. Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya. 7. Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.

Agroforestry

Agroforestry merupakan sistem pengelolaan lahan yang mensinergiskan antara kelebihan pertanian dan kehutanan. Ruang temu (interface) antara pohon dan tanaman pertanian merupakan kunci dalam pengelolaan Agroforestry. Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan dan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis


(61)

palma, bambu dan sebagainya) ditanam secara bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal,dan di dalamya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi diantara komponen yang bersangkutan (Suryanto dkk., 2005).

Model Agroforestry banyak menjadi pilihan prioritas dalam sistem pertanaman karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sistem kehutanan dan pertanian (monokultur). Kelebihan ini di antarannya yaitu produk ganda yang dihasilkan sepanjang pengelolaan (baik kayu maupun non kayu termasuk di dalamnya jasa lingkungan). Perkembangan sistem Agroforestry sangat tergantung pada struktur komponen penyusun (Suryanto, dkk., 2006).

King dan Chandler (1978) dalam Affandi (2002) menyebutkan beberapa bentuk Agroforestry, seperti :

a. Agrisilviculture, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan

pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan kehutanan.

b. Sylvopastoral systems, yaitu sistem pengelolaan lahan hutan untuk

menghasilkan kayu dan untuk memelihara ternak.

c. Agrosylvopas-pastoral systems, yaitu sistem pengelolaan lahan hutan

untuk memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus untuk memelihara hewan ternak.


(62)

Silvofishery

Menurut Soewardi (1993), pemanfaatan sumber daya hutan mangrove perlu mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, namun jangan sampai mengganggu keberadaan sumberdaya tersebut. Salah satu usaha pemanfaatan yang dianggap mencakup kedua aspek tersebut adalah pemanfaatan hutan mangrove dalam bentuk silvofishery. Silvofishery adalah sebuah bentuk terintegrasi antara budidaya tanaman mangrove dengan tambak air payau. Hubungan tersebut diharapkan mampu membentuk suatu keseimbangan ekologis, sehingga tambak yang secara ekologis mempunyai kekurangan elemen produsen yang harus disuplai melalui pemberian pakan, akan tersuplai oleh adanya subsidi produsen (biota laut) dari hutan mangrove.

Selanjutnya, Soewardi (1993) juga mengemukakan bahwa silvofishery merupakan kombinasi antara tambak dengan vegetasi mangrove sebagai suatu pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan mangrove. Para petani tambak/penggarap dapat memelihara ikan dan udang di kawasan mangrove untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Menurut Effendi (2004), ada beberapa alasan digunakannya kawasan hutan mangrove untuk areal pertambakan, antara lain : a) akses ke air payau dan air laut relatif tinggi sehingga bisa mengurangi biaya pembuatan saluran tambak, b) berada dalam zona intertidal sehingga distribusi (pemasukan dan pengeluaran) air pertambakan bisa menggunakan tenaga alam berupa tenaga pasang surut air laut dan tenaga gravitasi bumi, dan c) kawasan ini relatif subur karena pada


(63)

umumnya lokasi seperti ini memiliki jenis tanah aluvial yang berasal dari pengendapan lumpur sungai yang berasal dari hulu sungai (upstream) dan daratan sekitar. Oleh karena itu luasan kawasan mangrove dianggap sebagai luasan potensial tambak, maka tambak seringkali dituding sebagai salah satu penyebab hancurnya hutan mangrove.

Sofiawan (1999) mengemukakan bahwa kerapatan pohon mangrove sangat berpengaruh terhadap jumlah sampah yang berasal dari guguran daun mangrove yang memadati saluan/parit, yang nantinya akan berpengaruh pula terhadap kandungan bahan organik dalam tambak. Selain itu kerapatan pohon juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman termasuk keragaman dan perkembangbiakan hewan dan tumbuhan non mangrove (misalnya alga) yang merupakan bagian penting dari pola makan organisme akuatik di tambak, serat berpengaruh pula terhadap tingkat produksi jenis hewan dibudidayakan di tambak. Akibatnya para petani tambak/penggarap pada umumnya lebih memilih untuk mengurangi kerapatan tumbuhan mangrove di sekitar empang parit (rata-rata antara 0,2 pohon/m2) untuk budidaya ikan bandeng.

Analisis Finansial

Dilema munculnya prinsip ekonomi yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas, mendorong munculnya usaha pemilihan terhadap salah satu aktivitas ekonomi yang harus didahulukan dari aktivitas lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu tindakan penilaian/studi kelayakan terhadap suatu


(64)

Menurut Haming dan Basalamah (2003), studi kelayakan atas rencana investasi harus dilakukan untuk semua aspek yang terkait sehingga keputusan investasi yang dibuat dapat didukung oleh kelayakan dari semua aspek yang terkait dimaksud, dan tidak hanya karena kelayakan aspek finansialnya saja. Dalam hal ini, studi mengenai aspek finansial merupakan aspek kunci dari suatu studi kelayakan. Dikatakan demikian, karena sekalipun aspek lain tergolong layak, namun jika studi aspek finansialnya memberikan hasil yang tidak layak, maka usulan proyek akan ditolak karena tidak akan memberikan manfaat ekonomi.

Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik. Analisis finansial diperhatikan di dalam adalah dari segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek. Beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam analisis finansial adalah waktu didapatkannya returns sebelum pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan proyek kehabisan modal. Analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Melalui cara berpikir seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya (Lahjie, 2004).

Analisis finansial bertujuan untuk menghitung kebutuhan dana baik kebutuhan dana aktiva tetap, maupun dana untuk modal kerja. Studi aspek


(65)

finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya usaha yang dimaksud (Lahjie, 2004).

Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penelitian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR). 1. Nilai bersih sekarang (net present value)

Net Present Value (NPV) yaitu nilai saat ini yang mencerminkan nilai keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang atau time value of money. Disebabkan jangka waktu kegiatan suatu usaha tambak cukup panjang, maka tidak seluruh biaya bisa dikeluarkan pada saat yang sama, demikian pula hasil yang diperoleh dari suatu usaha usaha tambak dapat berbeda waktunya. Untuk mengetahui nilai uang di masa yang akan datang dihitung pada saat ini, maka baik biaya maupun pendapatan usaha tambak di masa yang akan datang harus dikalikan dengan faktor diskonto yang besarnya tergantung kepada tingkat suku bunga bank yang berlaku di pasaran. Kriteria apabila NPV > 0 berarti usaha tersebut menguntungkan, sebaliknya jika NPV < 0 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan (Suharjito dkk., 2003).

2. Rasio manfaat/biaya (benefit cost ratio)

Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara present value dari manfaat bersih yang positif dengan present value dari biaya pada tahun


(66)

belum mendapatkan keuntungan sehingga perlu dilakukan pembenahan (Suharjito dkk., 2003).

3. Tingkat pengembalian internal (internal rate of return)

Internal Rate of Returns (IRR) menunjukkan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek/usaha atau dengan kata lain merupakan kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan. Dalam perhitungan, IRR adalah tingkat suku bunga apabila BCR yang terdiskonto sama dengan nol. Usaha hutan rakyat campuran akan dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar pada saat tersebut (Suharjito dkk.,2003).

Analisis Komparatif

Analisis komparatif adalah teknik analisis yang dilakukan dengan cara membuat perbandingan antar usaha yang sama untuk beberapa periode yang berurutan. Tujuan analisis komparatif adalah untuk memperoleh gambaran tentang arah dan kecenderungan (tendensi) tentang perubahan yang mungkin akan terjadi pada setiap usaha di masa yang akan datang. Informasi hasil analisis komparatif bermanfaat untuk memprediksi tentang kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Analisis komparatif ditujukan untuk menentukan pilihan berdasarkan nilai finansial terbesar melalui besaran NPV dan BCR

(Nugroho, 1997).


(67)

Penelitian mengenai usaha tambak silvofishery dan non silvofishery telah banyak dilakukan di berbagai tempat dan waktu yang berbeda. Beberapa hasil dari penelitian tersebut dijadikan referensi pada penelitian ini. Penelitian mengenai analisis kelayakan finansial yang dilakukan Gambe (2007) terhadap usaha tambak tumpang sari di Desa Jayamukti, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat menunjukkan bahwa usaha tambak tumpang sari di daerah tersebut adalah layak untuk diusahakan secara finansial. Adapun nilai NPV yang diperoleh berdasarkan hasil pehitungan pada tingkat suku bunga 12% adalah bernilai positif (NPV > 0) yakni sebesar Rp. 36.911.275,00 dan nilai BCR yang lebih besar dari satu (BCR > 1) yakni sebesar 2,55.

Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2015) mengenai Analisis Ekonomi Tambak Silvofishery Sebagai Upaya Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan yang dilakukan di Desa Canang Kering Medan, menujukkan bahwa pendapatan petani tambak silvofishery lebih besar dibandingkan dengan non silvofishery karena adanya peningkatan produktivitas perikanan budidaya yang didukung oleh keberadaan mangrove. Nilai NPV dari tambak silvofishery adalah sebesar Rp 2.555.462.368,68 secara finansial dan Rp 3.187.956.928,44 secara ekonomi. Nilai NPV menunjukkan bahwa usaha tambak silvofishery layak untuk dilaksanakan secara finansial dan secara ekonomi.

Hasil dari penelitian terdahulu mengenai Analisis Finansial Usaha Tambak Silvofishery dan Non Silvofishery serta kontribusi usaha tambak terhadap


(1)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir Di Kota Dumai pada tanggal 10 Juni 1991. Anak Pertama dari empat bersaudara dari Bapak Umar Dani dan Ibu Syaidah.

Penulis menyelesaikan Sekolah Pendidikan Dasar di SD Negeri 016 Dumai Timur pada tahun 2003, menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Dumai pada tahun 2006, menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Dumai pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya dan Hutan Pendidikan Gunung Barus di Tongkoh Berastagi, Kabupaten Karo pada tahun 2011. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Hutan Tanaman Industri PT. PSPI di Perawang, Riau dari tanggal 30 Januari sampai 28 Februari 2013. Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Analisis Finansial Usaha Tambak

Silvofishery dan Non Silvofishery serta Kontribusi Usaha Tambak Terhadap

Pendapatan Rumah Tangga” dibawah bimbingan Dr. Kansih Sri Hartini S.Hut., M. P. dan Dr. Agus Purwoko S. Hut., M. Si.


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Finansial Usaha Tambak

Silvofishery dan Non Silvofishery serta Kontribusi Usaha Tambak Terhadap

Pendapatan Rumah Tangga”. Penelitian ini dilakukan di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Kansih Sri Hartini, S. Hut, M. P dan Dr. Agus Purwoko S. Hut, M. Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan serta semua rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian, demi penyempurnaan dalam penulisan karya ilmiah yang serupa di masa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat.

Medan, Desember 2015


(3)

DAFTAR ISI

Hlm.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Permasalahan ... 2

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Hutan Mangrove ... 6

Tambak ... 8

Agroforestry ... 9

Silvofishery ... 11

Analisis Finansial ... 12

Analisis Komparatif ... 15

Penelitian Terdahulu ... 15

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

Objek Penelitian dan Alat yang Digunakan ... 18

Metode Pengambilan Contoh dan Pengumpulan Data ... 18

Analisis Data ... 21

1. Analisis Finansial ... 21

2. Analisis Komparatif ... 23

3. Analisis Pendapatan Keluarga Petani Tambak/Penggarap dan Besarnya Kontribusi Pendapatan dari Usaha Tambak ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan dalam Pengelolaan Tambak di Desa Paluh Manan ... 26

1. Budidaya Tambak ... 26

2. Sistem Pengelolaan Tambak di Desa Palun Manan ... 27

2.1. Persiapan Lahan ... 27

a. Pengelolaan Tambak ... 27

b. Pemupukan ... 28

c. Pemberantasan Hama Penyakit ... 29

2.2. Pengadaan Benih ... 30


(4)

2.4. Pemeliharaan ... 31

2.5. Pemanenan ... 32

5.6. Pemasaran ... 32

Pengeluaran Petani Tambak/Penggarap ... 33

Pendapatan Petani Tambak/Penggaeap ... 35

Kriteria Analisis Finansial ... 36

Analisis Komparatif ... 38

Kontribusi Pendapatan Sektor Usaha Pertambakan terhadap Total Pendapatan Rumah Tangga Petani Tamba/Penggarap ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(5)

DAFTAR TABEL

No. Hlm. 1. Penelitian terdahulu ... 16 2. Nilai NPV selama 10 Tahun pada Tingkat Suku Bunga 12% ... 36 3. Nilai BCR selama 10 Tahun pada Tingkat Suku Bunga 12% ... 37 4. Besarnya kontribusi pendapatan usaha tambak Silvofishery terhadap

pendapatan responden ... 40 5. Besarnya kontribusi pendapatan usaha tambak Non Silvofishery terhadap pendapatan responden ... 41


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hlm. 1. Data Pribadi Responden Petani Tambak Silvofishery ... 45 2. Data Pribadi Responden Petami Tambak Non Silvofishery ... 46 3. Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Silvofishery 47 4. Komponen Pengeluaran Responden untuk Usaha Tambak Non

Silvofishery ... 54 5. Komponen Pengeluaran Total Responden untuk Usaha Tambak

Silvofishery ... 57 6. Komponen Pengeluaran Total Responden untuk Usaha Tambak

Non Silvofishery ... 58 7. Komponen Pendapatan Responden dari Usaha Tambak Silvofishery 59 8. Komponen Pendapatan Responden dari Usaha Tambak Non

Silvofishery ... 61 9. Analisis Finansial Tambak Silvofishery ... 63 10. Analisis Finansial Tambak Non Silvofishery ... 64 11. Besarnya kontribusi pendapatan usaha tambak Silvofishery terhadap

Pendapatan Responden ... 65 12. Besarnya Kontribusi Pendapatan Usaha Tambak Non Silvofishery