Pengaruh Seleksi, Penempatan, dan Pelatihan Terhadap Human Error Paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Seleksi
2.1.1.1 Pengertian Seleksi
Pentingnya pelaksanaan program seleksi mengakibatkan kegiatan tersebut
harus dilaksanakan dengan tepat dan benar. Berikut ini beberapa pendapat para
ahli tentang pengertian seleksi. Menurut Hasibuan (2008:47), seleksi adalah suatu
kegiatan pemilihan dan penentuan pelamar yang diterima atau ditolak untuk
menjadi karyawan perusahaan.
Bangun (2012:159), menyatakan bahwa seleksi karyawan adalah proses
memilih calon karyawan yang terbaik untuk ditempatkan pada pekerjaan yang
lowong.
Sedangkan, Sunyoto (2012:108), menyatakan seleksi tenaga kerja adalah
serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan apakah seseorang
pelamar diterima atau ditolak, dalam suatu instansi tertentu setelah menjalani
serangkaian tes yang dilaksanakan.
Dari pengertian para ahli diatas, maka penyusun menyimpulkan pengertian
dari seleksi adalah proses dalam memilih dan memutuskan para calon karyawan
yang paling cocok dan paling memenuhi kriteria untuk diterima sebagai karyawan

dalam menduduki atau mengisi suatu posisi atau jabatan tertentu.

10
Universitas Sumatera Utara

2.1.1.2 Tujuan Pelaksanaan Seleksi
Dalam menyeleksi calon tenaga kerja sebelum diterima menjadi karyawan,
ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Hasibuan (2008:49),
mengemukakan beberapa tujuan seleksi karyawan, yaitu:
1) Untuk mendapatkan karyawan yang qualifed dan potensial.
2) Untuk mendapatkan karyawan yang jujur dan berdisiplin.
3) Untuk mendapatkan karyawan yang cakap dengan penempatannya yang tepat.
4) Untuk mendapatkan karyawan yang terampil dan bersemangat dalam bekerja.
5) Untuk mendapatkan karyawan yang memenuhi persyaratan undang-undang
perburuhan.
6) Untuk mendapatkan karyawan yang dapat bekerja sama secara vertikal
maupun horizontal.
7) Untuk mendapatkan karyawan yang dinamis dan kreatif.
8) Untuk mendapatkan karyawan yang inovatif dan bertanggung jawab
sepenuhnya.

9) Untuk mendapatkan karyawan yang loyal dan berdedikasi tinggi.
10) Untuk mendapatkan karyawan yang mudah dikembangkan pada masa depan.
11) Untuk mendapatkan karyawan yang dapat bekerja secara mandiri.

11
Universitas Sumatera Utara

2.1.1.3 Karakteristik Tes dalam Seleksi
Menurut Sofyandi (2008: 106), karakteristik tes dalam seleksi sebuah tes
atau instrumen seleksi yang baik harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Standarisasi, sebuah tes yang baik harus memiliki keseragaman prosedur dan
kondisi bagi semua peserta.
2. Objektivitas, untuk setiap jawaban yang sama harus diberikan hasil/nilai tes
tidak boleh didasarkan atas subjektivitas terhadap aspek-aspek tertentu dari
peserta tes.
3. Norma, setiap tes harus memiliki norma, yakni kerangka acuan untuk
membandingkan prestasi pelamar. Tanpa norma, hasil seorang peserta tidak
dapat diklasifikasikan: apakah nilainya baik atau buruk, apakah ia lulus atau
tidak, apakah nilainya lebih baik atau lebih buruk dibandingkan peserta lain.
4. Reliabilitas, berarti bahwa sebauh alat seleksi (biasanya sebuah tes)

memberikan hasil yang konsisten setiap kali seseorang menempuh tes ini.
5. Validitas, berarti bahwa alat seleksi (biasanya sebuah tes) berhubungan secara
signifikan dengan prestasi kerja atau dengan kriteria lain yang relevan.
Dengan kata lain, sebuah tes dikatakan valid jika ia benar-benar mengukur apa
yang ingin diukur.

12
Universitas Sumatera Utara

2.1.1.4 Kualifikasi Pelaksanaan Seleksi
Setiap perusahaan yang melaksanakan seleksi selalu mempunyai tujuan
untuk mendapatkan pegawai yang tepat dalam mengisi jabatan yang diperlukan
perusahaan. Untuk itu perusahaan perlu mendapatkan beberapa kualifikasi yang
dijadikan dasar dalam memilih tenaga kerja untuk mengisi lowongan yang
tersedia. Dengan demikian diharapkan proses seleksi yang dilakukan perusahaan
mencapai tujuan yang maksimal.

Adapun syarat perseorangan yang umum

menjadi kualifikasi dasar seleksi menurut Martoyo (2006:43) terbagi atas dua

dimensi yaitu, antara lain:
1. Persyaratan Umum
Persyaratan umum merupakan kualifikasi dasar atau persyaratan awal
yang harus dipenuhi oleh para pelamar. Persyaratan umum dapat dibagi menjadi
beberapa kategori, yaitu:
a. Umur, perhatian dalam proses seleksi juga bertujuan pada masalah “umur”
pelamar. Usia muda dan usia lanjut tidak menjamin diterima atau tidaknya
seorang pelamar.
b. Jenis Kelamin, sebagai dasar seleksi, jenis kelamin memang sering pula
diperhatikan, terlebih-lebih untuk jabatan tertentu.
c. Pendidikan, kualifikasi pelamar merupakan cermin dari hasil pendidikan
dan pelatihan sebelumnya.
d. Keadaan Fisik, kondisi fisik seorang pelamar kerja, turut memegang
peranan penting dalam proses seleksi.

13
Universitas Sumatera Utara

2. Persyaratan Khusus
Persyaratan khusus merupakan persyaratan yang harus dipenuhi pelamar

setelah persyaratan umm dipenuhi.

Persyaratan khusus dapat dibagi menjadi

beberapa kategori, yaitu:
a. Keahlian, merupakan salah satu kualifikasi yang utama yang menjadi
dasar dalam proses seleksi, kecuali bagi jabatan yang tidak memerlukan
keahlian sebagaimana dimaksud.
b. Pengalaman, dalam proses pelamaran suatu pekerjaan, pengalaman cukup
penting artinya dalam proses seleksi. Karena suatu organisasi akan lebih
cenderung memilih pelamar yang berpengalaman dari pada yang tidak
berpengalaman, karena mereka yang berpengalaman dipandang lebih
mampu dalam pelaksanaan-pelaksanaan tugas yang nantinya akan
diberikan.
c. Tampang atau penampilan, dalam jabatan tertentu, tampang juga
merupakan salah satu kualifikasi yang menentukan berhasil tidaknya
seseorang dalam melaksanakan tugasnya.
d. Bakat atau keterampilan, keterampilan seorang pelamar turut pula
memegang kunci sukses dalam proses seleksi.
e. Temperamen atau emosi, merupakan pembawaaan seseorang yang tidak

dapat dipengaruhi oleh pendidikan, yang berhubungan langsung dengan
emosi seseorang.
f. Karakter, karakter berbeda dengan temperamen, meskipun ada hubungan
yang erat antara keduanya.

Temperamen adalah faktor endogen

14
Universitas Sumatera Utara

sedangkan karakter adalah faktor eksogen. Suatu karakter seseorang dapat
diubah melalui pendidikan, sedangkan temperamen tidak dapat diubah.
Meskipun semua kualifikasi itu penting, namun tetapi harus dicatat, bahwa
tidak seluruh kualifikasi tersebut harus dimiliki seseorang pelamar atau calon
pegawai. Kualifikasi itu memang amat tergantung pada “job description” dari
jabatan tertentu, berarti pula tergantung pada jabatan yang lowong dan perlu diisi.
Menurut Manullang (2011:102) juga mengemukakan bahwa ada beberapa
kualifikasi yang mendasari atau menjadi dasar dalam proses seleksi, yaitu :
1. Keahlian
Keahlian merupakan salah satu kualifikasi utama yang menjadi dasar dalam

proses seleksi. Keahlian itu dapat digolongkan ke dalam tiga macam yaitu:
a. Technical skill
b. Human skill
c. Conceptual skill
2. Pengalaman
Pengalaman penting artinya dalam proses seleksi pegawai. Pengalaman dapat
menunjukkan apa yang dikerjakan oleh calon pegawai pada saat dia melamar.
Keahlian dan pengalaman merupakan dua kualifikasi yang selalu diperhatikan
dalam proses seleksi.
3. Umur
Kualifikasi umur dalam proses seleksi banyak pula mendapatkan perhatian.
Umumnya perusahaan-perusahaan tidak begitu saja menerima calon yang
berusia muda maupun yang mempunyai usia lanjut.

15
Universitas Sumatera Utara

4. Jenis kelamin
Jenis kelamin sering diperhatikan sebagai dasar dalam mengadakan seleksi,
terlebih lagi untuk jabatan tertentu. Dewasa ini terbuka lowongan untuk kaum

wanita bukan saja untuk menjabat sebagai sekretaris, tetapi pula untuk
menjadi manajer, mandor, dan ada pula menjadi buruh. Namun, tidaklah
berarti bahwa segala macam jabatan dapat diisi oleh kaum wanita, ada jabatan
yang memang tertutup bagi kaum wanita. Jabatan yang tertutup itu bukan saja
karena tenaga fisik yang kuat, tetapi juga pula ditinjau dari sudut moral kurang
tepat bagi kaum wanita.
5. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang mencerminkan kemampuan
seseorang seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan
latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap akan mampu menduduki
suatu jabatan tertentu.
2.1.1.5 Prosedur Seleksi
Menilai seseorang merupakan pekerjaan yang sangat sukar tetapi
keberhasilan pemilihan karyawan akan sangat membantu memajukan perusahaan.
Dalam seleksi ini ada prosedur umum yang biasa digunakan perusahaan untuk
memperoleh tenaga kerja yang diharapkan. Prosedur seleksi menurut Sinambela
(2011:317), antara lain:

16
Universitas Sumatera Utara


1. Pengisian formulir lamaran
Formulir lamaran adalah catatan formal lamaran kerja seseorang. Tujuan
utama formulir lamaran adalah memberikan informasi kepegawaian yang berarti
yang membantu mengambil keputusan-keputusan pengangkatan yang akurat.
Formulir lamaran memberikan informasi yang berhubungan mengenai individu
yang akan digunakan dalam wawancara pekerjaan dan pengecekan referensi atau
latar belakang.

Perusahaan harus mengevaluasi formulir lamaran untuk

mengetahui apakah ada kecocokan antara pelamar dengan posisi yang lowong.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan atau interaksi verbal, secara umum antara
dua orang, untuk maksud tertentu. Tujuan wawancara adalah mengeksplorasi
subyek bidang tertentu.

Sedangkan wawancara pekerjaan adalah percakapan

formal dan mendalam yang dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan

penerimaan pelamar pekerjaan.
3. Tes seleksi
Tes

seleksi

digunakan

untuk

menyisihkan

pelamar

menyangkut

persyaratan keahlian, kemampuan, sikap, minat, dan kepribadian. Tes seleksi
adalah alat yang menilai kemungkinan kecocokan antara pelamar-pelamar kerja
dengan persyaratan-persyaratan kerja.


Salah satu manfaat dari tes adalah

obyektivitas, terutama jika dibandingkan dengan wawancara, tes seleksi
merupakan cara yang berharga untuk mengukur karakteristik individu.

17
Universitas Sumatera Utara

4. Pemerikasaan referensi
Sebelum perusahaan membuat keputusan hasil seleksi, biasanya diadakan
terlebuh dahulu penyelidikan tentang latar belakang pelamar. Penyelidikan latar
belakang ini disebut pengecekan referensi (reference checks), dan dapat
mencakup penelitian pekerjaan sebelumnya, surat keterangan pendidikan,
aktivitas kriminal, dan karakter umum lainnya.

Tujuan pengecekan referensi

adalah mengorek informasi mengenai perilaku pelamar pada masa lalu dan
verifikasi terhadap informasi yang diberikan di dalam formulir lamaran.
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada dasarnya merupakan bagian dari proses seleksi
dibanyak organisasi.

Pemeriksaan fisik diwajibkan bagi pekerjaan-pekerjaan

seperti pilot, kapten kapal, pengemudi truk, peneliti laboratorium, dll.
Pemeriksaan fisik biasanya ditempatkan pada akhir proses seleksi.

Hal ini

dilakukan dalam rangka menghemat keuangan perusahaan karena hanya pelamar
yang telah melewati tahap-tahap sebelumnya saja yang diperiksa kondisi fisiknya.

18
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Penempatan
2.1.2.1 Pengertian Penempatan
Setelah selesai melaksanakan kegiatan seleksi, proses selanjutnya adalah
penempatan. Namun, akan dipaparkan terlebih dahulu beberapa pendapat para
ahli mengenai pengertian penempatan.
Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009:189), penempatan adalah suatu
kebijakan yang diambil oleh pimpinan suatu instansi, atau bagian personalia untuk
menentukan seorang pegawai masih tetap atau tidak ditempatkan pada suatu
posisi atau jabatan tertentu berdasarkan pertimbangan keahlian, keterampilan atau
kualifikasi tertentu.
Menurut Ibrahim (dalam Jackson, dkk, 2010), penempatan berkaitan
dengan pencocokan seseorang dengan jabatan yang dipegangnya berdasarkan
pada kebutuhan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan kepribadian
karyawan tersebut.
Sedangkan, menurut Bangun (2012:159), penempatan karyawan adalah
proses penempatan karyawan sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan dengan persyaratan pekerjaan.
Dari pengertian para ahli diatas, maka penyusun menyimpulkan bahwa
pengertian dari penempatan adalah proses yang dilakukan setelah proses seleksi
selesai dilaksanakan, dimana karyawan yang telah lulus seleksi ditempatkan pada
suatu jabatan atau posisi tertentu sesuai dengan kualifikasi, kemampuan,
keterampilan, dan keahlian yang dimilikinya dalam mengemban tugas, wewenang,
serta tanggung jawab pekerjaannya.

19
Universitas Sumatera Utara

2.1.2.2 Tujuan Penempatan Pegawai
Salah satu tujuan organisasi dalam menempatkan pegawainya secara tepat
adalah agar pegawai tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam
melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Fadilah, dkk (dalam
Sastrohadiwiryo, 2005) mengungkapkan bahwa “maksud dan tujuan dari
penempatan pegawai adalah untuk menempatkan pegawai sebagai unsur
pelaksana pekerjaan pada posisi yang sesuai dengan kemampuan, kecakapan, dan
keahliannya.

Tujuan ini harus didukung oleh prinsip-prinsip yang dapat

digunakan sebagai pedoman.”
Rivai (2014:154) juga mengatakan bahwa tujuan dari penempatan yaitu
untuk memastikan bahwa para karyawan baru yang telah selesai menjalankan
program orientasi harus segera mendapatkan tempat pekerjaan yang sesuai dengan
bakat

dan

keahlian

yang

dimilikinya.

Penempatan

karyawan

berarti

mengalokasikan para karyawan pada posisi kerja tertentu, hal ini khusus terjadi
pada karyawan baru. Kepada para karyawan lama yang telah menduduki jabatan
atau pekerjaan termasuk sasaran fungsi penempatan karyawan dalam arti
mempertahankan pada posisinya atau memindahkan pada fungsi yang lain.

20
Universitas Sumatera Utara

2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Penempatan

Sebelum menempatkan tenaga kerja di tempat mereka harus bekerja, perlu
dipertimbangkan

beberapa

faktor,

berikut

ini

beberapa

faktor

yang

dipertimbangkan dalam menempatkan karyawan (Suwatno, 2009:129):
1. Pendidikan
Pendidikan yang harus dimiliki oleh seorang karyawan, pendidikan minimum
yang disyaratkan meliputi:
a. Pendidikan yang disyaratkan.
b. Pendidikan alternatif, seperti pendidikan dan pelatihan yang pernah
diikuti.
2. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja pada pekerjaan yang sejenis hendaknya menjadi
pertimbangan dalam rangka penempatan tenaga kerja. Pengalaman seorang
karyawan yang dapat menjadi pertimbangan untuk penempatan tenaga kerja,
adalah:
a. Pengalaman kerja sebelumnya.
b. Lamanya masa kerja sebelumnya.
3. Keahlian/Keterampilan Kerja
Kecakapan atau keahlian untuk melakukan suatu pekerjaan yang harus
diperoleh dalam praktek, keterampilan kerja ini dapat dikelompokan menjadi
3 (tiga) kategori yaitu:
a. Keterampilan mental, yaitu berkaitan dengan tingkat kecerdasan, seperti
menganalisa data, membuat keputusan dan lainlain.

21
Universitas Sumatera Utara

b. Keterampilan

fisik,

yaitu

tingkat

kemampuan

karyawan

dalam

melaksanakan pekerjaannya, seperti produktivitas dalam bekerja yang
tinggi.
c. Keterampilan sosial, seperti kemampuan berkomunikasi dengan baik,
mempengaruhi orang lain, menawarkan barang atau jasa dan lain-lain.
4. Pengetahuan Kerja
Pengetahuan yang yang harus dimiliki oleh seorang karyawan dengan wajar
yaitu pengetahuan kerja ini sebelum ditempatkan dan yang baru diperoleh
pada waktu karyawan tersebut bekerja dalam pekerjaan tersebut.
Menurut Sastrohadiwiryo (2005:162) dalam melakukan penempatan
karyawan hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Kesesuaian kemampuan akademis, merupakan kesesuaian latar belakang
pendidikan karyawan sesuai dengan bidang pekerjaan yang dimilikinya serta
kesesuaian dengan pelatihan yang pernah diikuti.
2. Kesesuaian pengalaman, merupakan kesesuaian pengalaman yang dimiliki
karyawan sebelumnya serta lamanya masa kerja sebelumnya.
3. Kesesuaian karakteristik individu, merupakan kesesuaian antara riwayat
kesehatan fisik dan mental, sifat kepribadian, serta kesesuaian dengan usia
pegawai.
4. Kesesuaian keterampilan, keterampilan kerja dapat dikelompokkan menjadi 2
kategori yaitu:
a. Keterampilan mental, seperti menganalisa data, membuat keputusan dan
lain-lain.

22
Universitas Sumatera Utara

b. Keterampilan sosial, seperti mempengaruhi orang lain, berkomunikasi dan
lain-lain.
2.1.2.4 Cara Penempatan
Terdapat beberapa cara dalam menempatkan karyawan.

Berikut ini

terdapat dua cara penempatan karyawan (Rivai, dkk 2014:154), antara lain:
1. Karyawan baru dari luar perusahaan, dan
2. Penugasan di tempat yang baru bagi karyawan lama yang disebut inplacement
atau penempatan internal, terbagi atas 4 yaitu:
a. Promosi
Promosi terjadi apabila seorang karyawan dipindahkan dari suatu
pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab
dan atau level. Umumnya diberikan sebagai penghargaan, hadiah (reward system)
atas usaha dan prestasinya di masa lampau. Pada umunya, pekerja senior akan
dipromosikan terlebih dahulu.

Maksud senior disini adalah pekerja yang

mempunyai masa kerja yang paling lama di perusahaan tersebut dan mempunyai
kinerja yang baik.
b. Transfer
Transfer terjadi kalau seorang karyawan dipindahkan dari suatu bidang
tugas ke bidang tugas lainnya yang tingkatannya hampir sama baik tingkat gaji,
tanggung jawab, maupun tingkat strukturalnya. Transfer dapat berupa kepindahan
geografis (pindah kota/pulau) atau transfer yang bersifat internal.

23
Universitas Sumatera Utara

c. Demosi
Demosi terjadi kalau seorang karyawan dipindahkan dari suatu posisi ke
posisi lainya yang lebih rendah tingkatannya, baik tingkat gaji, tanggung jawab,
maupun tingkat strukturalnya. Biasanya demosi terjadi karena kinerja yang tidak
baik, atau karena ketidaktaatan terhadap disiplin kerja seperti terlalu sering
absen/tidak hadir, dan tindakan undiscipliner lainnya.
d. Job Posting Programs
Job posting programs memberikan informasi kepada karyawan tentang
pembukaan lowongan kerja dan persyaratannya. Pengumuman tentang lowongan
kerja tersebut biasanya diumumkan melalui bulletin atau surat kabar perusahaan
baik surat kabar biasa maupun elektronik.
2.1.2.5 Prosedur Penempatan
Menurut Sastrohadiwiryo (2005:167), prosedur penempatan tenaga kerja
merupakan urutan kronologis untuk menempatkan tenaga kerja yang tepat pada
posisi yang tepat pula.

Prosedur penempatan tenaga kerja yang diambil

merupakan keluaran pengambilan keputusan (decision making) yang dilakukan
manajer tenaga kerja, khususnya bagian penempatan tenaga kerja, baik yang telah
diambil berdasarkan pertimbangan rasional maupun objektif ilmiah.
Pertimbangan rasional dalam pengambilan keputusan untuk menempatkan
tenaga kerja merupakan keluaran pengambilan keputusan yang didasarkan atas
fakta keterangan, dan data yang dianggap representatif. Artinya, pengambilan

24
Universitas Sumatera Utara

keputusan dalam penempatan tenaga kerja tersebut atas dasar hasil seleksi yang
telah dilakukan oleh manajer tenaga kerja, khususnya bagian seleksi tenaga kerja.
Pertimbangan objektif ilmiah berdasarkan data dan keterangan tentang
pribadi tenaga kerja, baik atas dasar referensi dari seseorang maupun atas hasil
seleksi tenaga kerja yang pelaksanaannya tanpa mengesampingkan metodemetode ilmiah.
Apabila seleksi selesai dilaksanakan, hasilnya harus segera diinformasikan
agar yang bersangkutan mengetahui. Pelaksanaannya dapat disampaikan melalui
media massa cetak maupun media massa elektronik, bergantung pertimbangan
yang paling menguntungkan.
Pelamar yang lulus seleksi harus segera diberi informasi, begitu juga
bagian penempatan tenaga kerja perlu mengetahui agar dikondisikan dengan
keadaan perusahaan sehingga tenaga kerja dapat ditempatkan berdasarkan
kualifikasi yang bersangkutan. Laporan bagian seleksi tenaga kerja merupakan
kunci bagi penempatan tenaga kerja. Tanpa laporan, bagian penempatan tenaga
kerja, tidak dapat berbuat apa-apa.

Sebaliknya, bagian seleksi tenaga kerja

memiliki hubungan horizontal dengan bagian penempatan tenaga kerja.
Bagian seleksi tenaga kerja dengan bagian penempatan tenaga kerja ibarat
dua cupu manik dalam kolam yang sama dengan manajer tenaga kerja. Secara
skematik mekanisme kerja bagian penempatan tenaga kerja dengan bagian seleksi
tenaga kerja, dapat digambarkan sebagai berikut.

25
Universitas Sumatera Utara

Manajer
Tenaga
Kerja

Implementasi
fungsi
sebelumnya

Bagian
Seleksi
Tenaga
Kerja

Bagian
Penempatan
Tenaga
Kerja

Implementasi
fungsi
sesudahnya

Sumber: Sastrohadiwiryo (2005:167)

Gambar 2.1
Mekanisme Kerja Bagian Penempatan Tenaga Kerja
Keterangan:
1. Manajer tenaga kerja mendelegasikan kekuasaannya (delegation of authority)
kepada bagian seleksi tenaga kerja untuk melaksanakan seleksi tenaga kerja
guna mengisi formasi yang telah tersedia berdasarkan kualifikasi tertentu;
2. Atas pelaksanaan seleksi tenaga kerja, bagian seleksi tenaga kerja
melaporkan/mempertanggungjawabkan

segala

kegiatan

yang

telah

dilaksanakan dalam rangka seleksi tenaga kerja, kepada manajer tenaga kerja
yang merupakan atasan langsung;
3. Setelah menerima laporan seleksi (selection report), manajer tenaga kerja
mendelegasikan kekuasaannya kepada bagian penempatan tenaga kerja untuk
menempatkan tenaga kerja yang telah lulus seleksi berdasarkan kondisi yang
ada, dan berdasarkan laporan bagian seleksi tenaga kerja;
4. Bagian seleksi tenaga kerja atas dasar pelaksanaan fungsi horizontal
memberikan laporan hasil seleksi (calon tenaga kerja yang lulus seleksi)
26
Universitas Sumatera Utara

kepada bagian penempatan tenaga kerja untuk menempatkan tenaga kerja
tersebut pada posisi yang tepat;
5. Atas pelaksanaan fungsi dalam penempatan tenaga kerja, bagian penempatan
tenaga kerja melaporkan/mempertanggungjawabkan segala kegiatannya
kepada manajer tenaga kerja yang merupakan pihak yang mendelegasikan
kekuasaan/atasan langsung kepada bagian penempatan tenaga kerja.
Dalam mekanisme kerja tersebut, bagian seleksi tenaga kerja sangat
bergantung pada fungsi manajer tenaga kerja sebelumnya. Demikian juga bagian
penempatan tenaga kerja, sangat bergantung pada fungsi manajer tenaga kerja
selanjutnya.
2.1.3 Pelatihan
2.1.3.1 Pengertian Pelatihan
Pelatihan merupakan kegiatan yang sangat penting baik bagi karyawan
maupun bagi perusahaan. Berikut ini beberapa pengertian yang dikemukakan
para ahli.
Menurut Sofyandi (2008:113), pelatihan merupakan suatu program yang
diharapkan dapat memberikan rangsangan/stimulus kepada seseorang untuk dapat
meningkatkan

kemampuan

dalam

pekerjaan

tertentu

dan

memperoleh

pengetahuan umum dan pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan kerja dan
organisasi.

27
Universitas Sumatera Utara

Menurut Dessler (2009:126), pelatihan adalah proses mengajarkan
karyawan baru atau karyawan yang ada sekarang, keterampilan dasar yang mereka
butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka.
Sedangkan, menurut Rivai, dkk (2014:163), pelatihan adalah suatu
kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja di masa mendatang.
Dari pengertian para ahli diatas, maka penyusun menyimpulkan bahwa
pelatihan adalah suatu program yang diselenggarakan perusahaan dalam kurun
waktu relatif singkat untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keahlian,
dan keterampilan para karyawannya dalam mengerjakan pekerjaan mereka secara
lebih efektif dan efisien.
2.1.3.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Sofyandi (2008:114) mengatakan tujuan diadakannya pelatihan yang
diselenggarakan

perusahaan

terhadap

karyawan

dikarenakan

perusahaan

menginginkan adanya perubahan dalam prestasi kerja karyawan sehingga dapat
sesuai dengan tujuan perusahaan.

Yusuf (dalam Sunyoto, 2012:140)

mengemukakan tujuan dari pelatihan tenaga kerja, antara lain:
1. Memperbaiki kinerja. Diharapkan setelah mengikuti pelatihan kinerja dan
produktivitas

dari

karyawan

akan

semakin

meningkat

dikarenakan

peningkatan keterampilan dan pengetahuan.
2. Memutakhirkan keahlian para karyawan. Melalui pelatihan memastikan
bahwa karyawan dapat secara efektif dalam menggunakan teknologi-teknologi
terbaru.

28
Universitas Sumatera Utara

3. Mengurangi waktu belajar. Diharapkan dengan pelatihan akan mengurangi
waktu belajar atau proses adaptasi dari karyawan baru maupun karyawan lama
pada posisi yang baru.
4. Memecahkan permasalahan operasional. Serangkaian pelatihan dalam
berbagai bidang yang diberikan oleh perusahaan akan membantu karyawan
dalam memecahkan masalah organisasional dan melaksanakan pekerjaan
secara efektif.
5. Promosi karyawan. Salah satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi
karyawan adalah melalui program pengembangan karier yang sistematik.
6. Orientasi karyawan terhadap organisasi. Hal ini sebagai upaya untuk
memberikan kesamaan visi dan misi perusahaan di antara sesama karyawan
sehingga memiliki pandangan yang sama terhadap organisasi dan pekerjaan.
7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Pelatihan dan pengembangan
dapat memainkan peran ganda dengan menyediakan aktivitas yang
menghasilkan efektivitas organisasional yang lebih besar dan meningkatkan
pertumbuhan pribadi bagi semua karyawan di dalam perusahaan.
Yusuf (dalam Sunyoto, 2012:141) menyatakan manfaat pelatihan tenaga
kerja, antara lain:
1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.
2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan agar mencapai standar
kinerja yang dapat diterima.
3. Menciptakan loyalitas dan kerjasama yang lebih menguntungkan.
4. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan SDM.

29
Universitas Sumatera Utara

5. Mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerja.
6. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.
2.1.3.3 Metode Pelatihan
Darodjat (dalam Notoatmodjo, 2009:23) menyatakan bahwa metode
pelatihan terbagi menjadi dua, yaitu pelatihan di luar pekerjaan (off the job
training) dan pelatihan di dalam pekerjaan (on the job training).
a. Pelatihan di luar tugas (off the job training). Pelatihan dengan menggunakan
off the job training mengirim karyawan sebagai peserta pelatihan ke luar
sementara dari pekerjaannya untuk mengikuti pelatihan guna meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya.
b. Pelatihan di dalam tugas (on the job training).

Pelatihan ini berbentuk

penugasan-penugasan pegawai-pegawai di bawah bimbingan supervisor yang
telah berpengalaman (pegawai senior). Para pegawai senior yang bertugas
untuk membimbing pegawai baru diharapkan memperlihatkan contoh-contoh
pekerjaan yang baik, dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang
jelas dan konkret, yang akan dikerjakan oleh pegawai baru tersebut segera
setelah pelatihan berakhir.

30
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.4 Tahap-Tahap Pelatihan
Terdapat beberapa tahapan dalam pelatihan tenaga kerja.

Yusuf

(2015:148) mengemukakan tiga tahap utama pelatihan tersebut, antara lain:
1. Penerimaan kebutuhan pelatihan (assessing training needs)
Tahap pertama yang dilakukan ialah menentukan kebutuhan pelatihan bagi
para karyawan. Pada tahap ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan,
yaitu:
a. General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua
pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memerhatikan data
mengenai kinerja dari pegawai.
b. Observable performance discrepancies, yaitu jenis penilaian kebutuhan
pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai
permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan, dan evaluasi kinerja, dan
dengan cara meminta para pekerja untuk mengawasi sendiri hasil kerjanya
sendiri.
c. Future human resources needs. Jenis keperluan pelatihan ini tidak
berkaitan dengan ketidaksesuaian kinerja, tetapi lebih berkaitan dengan
keperluan SDM untuk waktu yang akan datang.
2. Desain program pelatihan
Penyelia harus memutuskan program pelatihan yang tepat dan bagaimana
yang harus dilaksanakan.

Terdapat dua jenis sasaran pelatihan, yakni:

knowledge-centered objectives dan performance-centered objectives. Pada
jenis pertama, berkaitan dengan pertambahan pengetahuan, atau perubahan

31
Universitas Sumatera Utara

sikap. Sedangkan, jenis yang kedua mencakup syarat-syarat khusus yang
berkisar pada metode/teknik, syarat-syarat penilaian, perhitungan, perbaikan,
dan sebagainya.
3. Evaluasi program pelatihan
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguji apakah pelatihan tersebut efektif di
dalam pencapaian sasaran-sasarannya yang telah ditetapkan.

Program

pelatihan bisa dievaluasi berdasarkan informasi yang bisa diperoleh pada lima
tingkatan: reactions, learning, behaviours, organizational results, dan cost
effectivity.
Untuk mengetahui dampak dari pelatihan itu secara keseluruhan terhadap
kinerja seseorang atau kelompok tertentu, umumnya terdapat dua pilihan
model penilaian pelatihan, yaitu:
a. Uncontrolled model, model ini biasanya tidak memakai kelompok
pembanding dalam melakukan penilaian dampak pelatihan terhadap hasil
dan/atau performansi kerjanya. Untuk melihat efektivitas membandingkan
antara hasil dari pre-test dan hasil dari post-test.
b. Controlled model, model yang dalam melakukan penilaian efektivitas
program menggunakan sistem membandingkan yaitu membandingkan
hasil dari orang dan/atau kelompok yang mengikuti pelatihan terhadap
hasil orang dan/atau kelompok yang tidak mengikuti pelatihan.

32
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.5 Pengukuran Efektivitas Pelatihan
Secara garis besar ada beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur
keberhasilan sebuah program pelatihan.

Antariksa, (dalam Sullivan, 2005)

mengemukakan dasar-dasar dalam mengukur efektivitas pelatihan, yaitu
diantaranya adalah:
1. Monitoring pelaksanaan program pelatihan
Di fase ini perusahaan akan melaksanakan pengawasan dan penelitian
mengenai pelaksanaan pelatihan dengan mengamati:
a. Tingkat antusias karyawan selama mengikuti program pelatihan
b. Keaktifan karyawan selama proses pelatihan berlangsung
c. Kemampuan instruktur pelatihan dalam menyampaikan materi
d. Isi materi yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan
2. Monitoring efektivitas pelatihan
Dalam sebuah pelaksanaan pelatihan, tidak semua karyawan akan bisa
langsung mempraktekkan materi pelatihan yang baru saja didapat. Diprediksi
akan ada tenggang waktu tertentu antara perubahan yang diharapkan oleh
perusahaan dengan waktu berakhirnya masa pelatihan.

Maka, tugas dari

perusahaan harus menilai:
a. Apakah terjadi perubahan perilaku setelah mengikuti pelatihan
b. Kemampuan karyawan dalam menghilangkan kesalahan
c. Lamanya masa perubahan positif karyawan setelah pelatihan
d. Peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan sikap karyawan
e. Pembentukan pola pikir atau mind set karyawan

33
Universitas Sumatera Utara

f. Peningkatan hasil kinerja karyawan setelah pelaksanaan pelatihan

2.1.4 Human Error
2.1.4.1 Pengertian Human Error
Menurut Peters (2005), human error adalah suatu penyimpangan dari
standar performansi yang telah ditentukan sebelumnya sehingga menyebabkan
adanya penundaan akibat dari kesulitan, masalah, insiden, dan kegagalan.
Supangat, dkk (dalam Sanders dan McCormick, 2010) yang menyatakan
bahwa “human error didefinisikan sebagai keputusan atau perilaku manusia yang
tidak tepat dimana dapat mengurangi atau berpotensi mengurangi efektifitas,
keselamatan maupun performa sistem”.
Pasaribu (dalam Johan de Haan, 2012) menyatakan bahwa kesalahan
manusia dalam proses produksi disebut sebagai human error yang didefinisikan
bahwa kegagalan manusia untuk mencapai hasil yang dimaksudkan dalam
melaksanakan urutan perencanaan dari kegiatan mental ataupun fisik.
Maka penyusun menyimpulkan bahwa human error adalah segala kegiatan
tidak tepat atau tidak benar yang dilakukan oleh manusia yang melampaui standar
yang ditetapkan dan dapat menyebabkan kerugian dan tidak tercapainya
efektivitas organisasi.

34
Universitas Sumatera Utara

2.1.4.2 Tipe-Tipe Human Error
Tipe-tipe human error yang dikemukakan oleh Rooney, dkk (2012), antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Kesalahan diagnosa. Kesalahan dalam mendiagnosa pasien yang dapat terjadi,
antara lain:
a. Tidak melakukan standard operating procedure (SOP) dalam memberikan
diagnosa.
b. Kesalahan dalam membaca/ menginterpretasi hasil pemeriksaan.
c. Kesalahan penulisan diagnosa dalam formulir-formulir resume medis.
2. Kesalahan pengobatan.

Kesalahan pengobatan atau kesalahan dalam

memberikan tindakan medis yang dapat terjadi, antara lain:
a. Kesalahan dalam memberikan obat kepada pasien.
b. Kesalahan dalam melakukan prosedur penginfusan.
c. Kesalahan dalam memberian diet (makanan) kepada pasien.
d. Kesalahan dalam memberian transfusi darah kepada pasien.
e. Kesalahan pengambilan darah.
f. Kesalahan dalam pemberian terapi medis.
g. Kesalahan pemberian tindakan operasi & tindakan medis lain.

35
Universitas Sumatera Utara

Reason (2004) juga mengemukakan bahwa tipe-tipe human error dapat
dilihat berdasarkan aspek teknis dan berdasarkan proses terjadinya. Tipe human
error berdasarkan aspek teknis dibedakan atas:
1. Error of mission, yaitu tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
Tipe error ini contohnya adalah keterlambatan dalam penanganan pasien atau
tidak meresepkan obat untuk indikasi yang jelas.
2. Error of commission, yaitu melakukan tindakan yang seharusnya tidak
dilakukan. Tipe error ini contohnya adalah kesalahan dalam memutuskan
pilihan terapi dengan memberikan obat yang salah, atau obat diberikan melalui
cara yang salah.
Jika dilihat berdasarkan proses terjadinya, human error dapat dibedakan
atas:
1. Diagnostic error, kesalahan atau keterlambatan dalam menegakkan diagnosis,
tidak melakukan suatu pemeriksaan padahal ada indikasi untuk itu,
penggunaan uji/pemeriksaan atau terapi yang sudah tergolong tidak dianjurkan
lagi.
2. Treatment error, kesalahan atau error dalam memberikan obat, dosis terapi
yang keliru, atau melakukan terapi secara tidak tepat (bukan atas indikasi).
3. Preventive error, memberikan profilaksi untuk siatuasi yang memerlukan
profilaksi, dan pemantauan atau melakukan tindak lanjut terapi secara tidak
adekuat.

36
Universitas Sumatera Utara

4. Lainnya (system error), pemakaian alat medis yang tidak sesuai atau
kesalahan akibat kegagalan sistem, dan tidak terstandarnya alat medis yang
digunakan untuk perawatan medis.
2.1.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Human Error
Kumar dan Sinha (2008:185) dalam jurnal “Human Error Control in
Railways” mengungkapkan bahwa faktor-faktor human error terbagi atas 3, yaitu
sebagai berikut:
1. Dilihat dari sisi fisiologis, sumber kesalahan yang terjadi, meliputi:
a. Lingkungan kerja - keributan, pencahayaan, waktu kerja, pengaturan shift,
suhu, ventilasi udara, dll.
b. Stess- reaksi dari stess.
c. Kapasitas

perhatian-lebih

perhatian

atau

kurangnya

perhatian,

kebingungan persepsi.
d. Beban mental-kelelahan, stress.
2. Dari sisi anatomis, sumber kesalahan yang terjadi berasal dari kesehatan fisik,
meliputi:
a. Ketidakmampuan/cacat.
b. Usia.
c. Sakit atau terluka.
d. Koordinasi terhadap fisik yang buruk.
3. Faktor human error yang terakhir, dilihat dari sisi sosial & pribadi, sumber
kesalahan yang terjadi berasal dari anggota keluarga, meliputi:
a. Hubungan yang tegang antara dua/lebih anggota keluarga.
37
Universitas Sumatera Utara

b. Ketidakharmonisan sosial/situasi yang stress.
Selain itu, Meister dan Enderwich (2008) juga mengemukakan beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya human error adalah, sebagai berikut:
1. Pelatihan dan kecapakapan sumber daya yang kurang memadai.
2. Rancangan peralatan yang kurang baik.
3. Kebisingan di area kerja yang tinggi.
4. Tempat kerja yang kurang representatif.
5. Motivasi rendah.
6. Prosedur operasi dan maintenance yang kurang baik.
7. Kompleksitas pekerjaan yang tinggi.
2.1.4.4 Klasifikasi Human Error
Dhillon dan Liu (2006:21) mengelompokkan human error kedalam enam
kelompok, antara lain:
1. Kesalahan operasi (operating errors), kesalahan jenis ini terdiri dari dua
kategori, yaitu kategori pertama meliputi kesalahan karena kurang perhatian
(error of attention) dan kesalahan karena lupa (error of memory), sedangkan
kategori kedua meliputi kesalahan operasi (error of operation), kesalahan
identifikasi (error of identification) dan kesalahan interpretasi (error of
interpretation).
2. Kesalahan perakitan (assembly errors), merupakan kesalahan yang terjadi
selama perakitan.

38
Universitas Sumatera Utara

3. Kesalahan perancangan (design errors), jenis kesalahan ini dibedakan menjadi
tiga kelompok yaitu: kegagalan dalam mengimplementasikan kebutuhan
manusia dalam desain, penugasan fungsi yang tidak sesuai pada seseorang,
dan kegagalan dalam efektifitas interaksi manusia-mesin.
4. Kesalahan

inspeksi

(inspection

errors),

merupakan

kesalahan

yang

berhubungan dengan inspeksi dimana kesalahan ini muncul karena inspeksi
tidak 100% akurat.
5. Kesalahan instalasi (installation errors), kesalahan ini terjadi selama tahapan
instalasi dan merupakan kesalahan sementara. Kesalahan ini muncul karena
proses instalasi dilaksanakan tidak sesuai dengan instruksi yang ada.
6. Kesalahan perawatan (maintenance errors), kesalahan ini diakibatkan oleh
tidak tepatnya perbaikan terhadap suatu item.
Klasifikasi human error untuk mengidentifikasi penyebab kecelakaan
sehingga bisa menjadi tindakan preventif yang dikemukakan oleh Sutalaksana,
dkk (2005), adalah sebagai berikut :
1. Sistem Induced Human Error
Dimana mekanisme suatu sistem memungkinkan manusia melakukan
kesalahan, misalnya manajemen yang tidak menerapkan disiplin secara baik
dan ketat.
2. Desain Induced Human Error
Terjadinya kesalahan diakibatkan karena perancangan atau desain sistem kerja
yang kurang baik.

39
Universitas Sumatera Utara

3. Pure Human Error
Suatu kesalahan yang terjadi murni berasal dari dalam manusia itu sendiri,
misalnya karena skill, pengalaman, dan psikologis.

2.1.4.5 Langkah-Langkah dalam Meminimalisir Human Error
Dari jenis kesalahan yang ada, dilakukan standarisasi untuk meminimalisir
kesalahan tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain dapat dirangkum
dalam 5 langkah utama (Rooney, dkk, 2012).
Langkah 1: Menerapkan human factor engineering
Human factor engineering fokus kepada desain yang terintegrasi antara
mesin, lingkungan, dan faktor manusia sehingga manusia dapat menyelesaikan
pekerjaan dalam situasi dan kondisi yang ergonomis.
Langkah 2: Menyediakan standard operational procedure (SOP)
Banyak kesalahan manusia dalam dunia kesehatan dapat dicegah dengan
adanya standar operasi yang jelas.

Hal ini akan membantu mengurangi

ketergantungan pekerja pada keterampilan dan memori untuk melakukan tugas,
membantu pekerja dalam pengambilan keputusan dan kekritisan dari tugas.
Sebagai contoh saat dokter dan perawat akan memberikan resep atau obat, dokter
maupun perawat perlu melakukan beberapa tahapan prosedur seperti memeriksa
tanggal kadaluwarsa pada obat, memeriksa integritas obat, profil tentang obat
yang pernah dikonsumsi pasien, intruksi yang jelas untuk penggunaan obat dan
mengetahui alergi dan penyakit pasien. Prosedur yang tertulis juga membantu
dalam pencapaian kinerja dengan tingkat human error yang lebih minimum.

40
Universitas Sumatera Utara

Langkah 3: Memberikan pelatihan kerja yang relevan
Adanya pelatihan kerja akan memastikan petugas kesehatan memiliki
keterampilan dan pengetahuan yang esensial dan diperlukan untuk secara efektif
menjalankan fungsi mereka sehingga akan meminimisasi terjadinya human error
dalam eksekusi.
Langkah 4: Adanya prosedur untuk mendeteksi human error
Banyak kesalahan manusia dalam bidang kesehatan dapat dicegah dengan
adanya prosedur pengendalian administrasi dan sistem.

Misalnya, petugas

kesehatan bekerja secara berpasangan untuk kegiatan tertentu sehingga sistem
berpasangan ini memungkinkan bagi partner untuk mendeteksi human error
sebelum konsekuensi yang tidak diinginkan terjadi. Pengecekan secara berulang
juga diperlukan seperti misalnya, setelah tenaga farmasi yang mengambil obat
resep dari dokter dicek kembali kesesuaiannya dengan resep oleh tenaga farmasi
bagian penyerahan kepada pasien.
Langkah 5: Membantu pekerja mencapai kebutuhan sosial dan psikologis
Motivasi pekerja cenderung fluktuatif.

Adanya langkah khusus untuk

pendekatan secara sosial dan psikologis akan membantu menjaga motivasi tetap
tinggi sehingga faktor human error dapat diminimumkan.
Bakar (2007) juga mengemukakan tiga pendekatan untuk mengurangi
terjadinya kesalahan manusia (human error), antara lain:
1. Pemilihan personil
Upaya ini dianggap mampu untuk mengurangi human error karena orangorang dipilih berdasarkan kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan

41
Universitas Sumatera Utara

kebutuhan pekerjaan. Hal-hal seperti kemampuan persepsi, intelektual dan skill
motorik harus dipertimbangkan dalam pemilihan personil. Pendekatan ini
memiliki keterbatasan, antara lain :
a. Tidak selalu mudah menentukan kemampuan dan keterampilan yang
diperlukan.
b. Tidak selalu tersedia metode tes yang handal dan valid untuk mengukur
kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan.
c. Kemungkinan tersedianya sumber daya yang berkualitas sangat terbatas.

2. Pelatihan
Pelatihan yang cocok dengan kebutuhan personil dapat mengurangi
terjadinya human error, namun pada kenyataannya orang tidak selalu
menunjukkan performansi sebagaimana yang telah diberikan dalam pelatihan, hal
ini disebabkan karena kebiasaan pada saat sebelum diberikan pelatihan.
3. Perancangan
Dengan merancang peralatan kerja, prosedur dan lingkungan kerja yang
tepat akan dapat mengurangi terjadinya human error karena performansi
seseorang telah menjadi lebih baik.

42
Universitas Sumatera Utara

2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Variabel
Penelitian
Independen:
1. Coaching
Keperawatan

Metodologi
Penelitian
Pre
Eksperimental

Menap, dkk Safety-Care
(2015)
Training Effects
on
Nurses’s
Performance
to
Reduce Adverse
Events at Hospital
in
Lombok,
Indonesia.

Independen:
1. Pelatihan
Perawatan
Keselamatan

Metode
Eksperimental

Pedro
The
Effect
of
Nunez, dkk Coaching
in
(2015)
Employees
Organizational
Performance and
Human Factors

Independen:
1. Pelatihan

Peneliti
I
Gusti
Ngurah
Sukadarma
(2015)

Judul

Pengaruh
Coaching
Keperawatan
Terhadap
Kejadian
Dependen:
Medication Error 1. Kejadian
di Rumah Sakit
Medication
Umum
Pusat
Error
Sanglah Denpasar

Dependen:
1. Kinerja
Perawat
2. Mengurangi
Kejadian
Merugikan

Dependen:
1. Kinerja
Organisasi
Karyawan
2. Faktor-Faktor
Manusia

Analisis
Deskriptif

Hasil Penelitian
Terdapat
pengaruh negatif
dan
signifikan
antara
varabel
Coaching
Keperawatan
Terhadap
Kejadian
Medication Error
sebesar 75%.
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa pelatihan
perawatan
keselamatan
memberikan
kontribusi yang
signifikan dalam
meningkatkan
kinerja perawat
dan
dalam
mengurangi
kejadian-kejadian
merugikan
di
rumah sakit.
Hasil
menunjukkan
bahwa pelatihan
memiliki
pengaruh
yang
signifikan
pada
kedua
variabel
yaitu
kinerja
organisasi
karyawan
dan
faktor-faktor
manusia.

43
Universitas Sumatera Utara

(Lanjutan)
Peneliti
I
Putu
Ditya
Prayanto
(2014)

Sri Yulia
(2013)

Suheni
(2013)

Judul

Variabel
Penelitian
Independen:
1. Sistem
Penempatan
Tenaga
Keperawatan
2. Karakteristik
Individu

Pengaruh Sistem
Penempatan
Tenaga
Keperawatan Dan
Karakteristik
Individu Terhadap
Tingkat Kesalahan
Kerja
Perawat
Kontrak
Dependen:
STIKes
Wira 1. Tingkat
Medika PPNI Bali
Kesalahan
Kerja
Perawat
Kontrak
Pengaruh
Independen:
Pelatihan
1. Pelatihan
Keselamatan
Keselamatan
Pasien Terhadap
Pasien
Pemahaman
Perawat Mengenai Dependen:
Penurunan
1. Pemahaman
Kesalahan
Perawat
Tindakan Medis di
Mengenai
RS Tugu Ibu
Penurunan
Depok
Kesalahan
Tindakan
Medis

Pengaruh
Pelatihan
Terhadap Medical
Error pada Rumah
Sakit Setia Mitra

Independen:
1. Pelatihan

Metodologi
Penelitian
Deskriptif
Korelasional

Analisis
Univariat,
Bivariat,
Multivariat

Deskriptif
Kuantitatif

Dependen:
1. Medical
Error

Teresia
The
Effect
of Independen:
Kavoo1. Praktik
Placement
Linge dan Practices
Penempatan
on
James K. Employee Error
Kiruri
in Small Service Dependen:
(2013)
Firms
in
the 1. Kesalahan
Karyawan
Information
Technology Sector
in Kenya

Analisis
Deskriptif

Hasil Penelitian
Terdapat pengaruh
positif
dan
signifikan antara
sistem
penempatan
tenaga
keperawatan dan
karakteristik
individu terhadap
tingkat kesalahan
kerja
perawat
kontrak sebesar
5%.
Terdapat pengaruh
positif
dan
signifikan antara
variabel pelatihan
keselamatan
pasien
terhadap
pemahaman
perawat mengenai
penurunan
kesalahan
tindakan
medis
sebesar 2,9% dan
sisanya
dipengaruhi oleh
variabel lain.
Terdapat pengaruh
yang
signifikan
antara
pelatihan
terhadap medical
Error
sebesar
32,94%,
sedangkan 67,06%
dipengaruhi
faktor-faktor lain.
Hasil
menunjukkan
pengaruh
yang
signifikan antara
praktik
penempatan
terhadap
kesalahan
karyawan.

44
Universitas Sumatera Utara

(Lanjutan)
Peneliti
Sarmalina
Simamora
(2012)

Sofi
Harnadini
(2012)

Sesily
Chaterine
Nainggolan
(2011)

Variabel
Penelitian
Pengaruh
Peran Independen:
Penempatan
1. Peran
Tenaga
Teknis
Penempatan
Kefarmasian
Tenaga
Terhadap Angka
Teknis
Kejadian
Kefarmasian
Medication Error
di
RS
XYZ Dependen:
Jember
1. Angka
Kejadian
Medication
Error
Pengaruh
Independen:
Rekrutmen
dan 1. Rekrutmen
Seleksi Terhadap 2. Seleksi
Tingkat Kesalahan
Dalam
Upaya Dependen:
Meminimasi
1. Tingkat
Kesalahan
Human
Error
(Studi Kasus Pada
Dalam Upaya
RS
Tologorejo
Meminimasi
Semarang)
Human Error
Judul

Metodologi
Penelitian
Analisis
Deskriptif

Hasil Penelitian
Penelitian
menunjukkan
peran penempatan
tenaga
teknis
kefarmasian
berpengaruh secara
negatif
dan
signifikan terhadap
angka
kejadian
Medication error
sebesar 32,09%.

Analisis
Hasil
penelitian
Regresi Linier menunjukkan
bahwa rekrutmen
Berganda
dan
seleksi
berpengaruh secara
negatif
dan
signifikan terhadap
tingkat kesalahan
dalam
upaya
meminimasi
human
error
sebesar 3,01%.
Pengaruh Proses Independen:
Analisis
Hasil
penelitian
Rekrutmen
Dan 1. Proses
Deskriptif
menunjukkan
Seleksi
Tenaga
Rekrutmen
bahwa
proses
Kerja
2. Seleksi
rekrutmen
dan
seleksi tenaga kerja
Keperawatan
Tenaga Kerja
keperawatan
Dalam
Keperawatan
berpengaruh secara
Peningkatan Mutu
positif
dan
Pelayanan
Dependen:
signifikan dalam
1. Peningkatan
Keperawatan
Guna Mencegah
peningkatan mutu
Mutu Pelayan
pelayan
Kesalahan Medis
Keperawatan
keperawatan guna
Rumah
Sakit
Guna
mencegah
Santa
Elisabeth
Mencegah
Medan.
kesalahan medis,
Kesalahan
Medis
yaitu sebesar 6,7%

45
Universitas Sumatera Utara

(Lanjutan)
Variabel
Metodologi
Hasil Penelitian
Penelitian
Penelitian
Gunawan
Pengaruh Seleksi Independen:
Analisis
Terdapat pengaruh
dan Penempatan 1. Seleksi
dan
Dwi
Regresi Linier negatif
Terhadap Prestasi 2. Penempatan
signifikan antara
Cahaya
Berganda
Kerja Karyawan
(2011)
seleksi
terhadap
dalam
prestasi
kerja
Dependen:
karyawan dalam
Menurunkan
1. Prestasi Kerja
menurunkan
Tingkat Kesalahan
Karyawan
tingkat kesalahan
Kerja Pada Rumah
dalam
kerja. Sementara,
Sakit
Menurunkan
penempatan
Muhammadiyah
Tingkat
berpengaruh
Gresik
Kesalahan
negatif dan tidak
Kerja
signifikan terhadap
prestasi
kerja
karyawan dalam
menurunkan
tingkat kesalahan
kerja.
Cho Sung- The Effects of Independen:
Analisis
Hasil
penelitian
Hyun, dkk Nurse Staffing on 1. Susunan
Regresi Linier menunjukkan
(2010)
bahwa
terdapat
Berganda
Adverse Events,
Keperawata
hubungan
yang
Morbidity,
signifikan
dari
Mortality,
and Dependen:
ketiga
variabel
Medical Costs.
1. Kejadian
tersebut
yaitu
Merugikan
kejadian
2. Morbiditas
merugikan,
3. Biaya Medis
morbiditas,
dan
biaya
medis
terhadap susunan
keperawatan.
Triyanti
Pengaruh Seleksi Independen:
Analisis
Terdapat pengaruh
Rohimah
positif
dan
Calon
Apoteker 1. Seleksi Calon Deskriptif
(2010)
Apoteker
Terhadap Tingkat
signifikan antara
Pencegahan
seleksi
calon
apoteker terhadap
Medication Error Dependen:
Pada Rumah Sakit 1. Tingkat
tingkat pencegahan
Ibu dan Anak
Pencegahan
medication error
sebesar 38%.
Citra
Insani
Medication
Parung Bogor.
Error
Peneliti

Judul

Sumber: Sukadarma (2015), Menap (2015), Nunez, dkk (2015), Prayanto (2014), Yulia (2013), Suheni
(2013), Linger dan Kiruri (2013), Simamora (2012), Harnadini (2012), Nainggolan (2011), Cahaya
(2011), Cho (2010), Rohimah (2010).

46
Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen
yaitu, seleksi, penempatan, dan pelatihan, sedangkan variabel dependen dalam
penelitian ini adalah human error paramedis.
Peters (2011), menyatakan bahwa fenomena human error dapat
diantisipasi mulai dari kualifikasi persyaratan perekrutan tenaga kerja yang
semakin ketat, penempatan tenaga kerja yang lebih teliti sampai dengan
pengaturan sistem kerja oleh manajemen. Pada dasarnya, human error tidak
mungkin hilang sepenuhnya namun bisa diantisipasi agar tidak sering terjadi. Di
sinilah peranan dari pihak manajerial sangat dibutuhkan. Mulai dari melakukan
monitoring, evaluasi, serta memberikan pelatihan-pelatihan yang bersifat personal
skill, seperti communication skill, public speaking, outbond training, serta
seminar.

Peters (2011), juga menambahkan bahwa pada saat sudah menjadi

pegawai maka yang bersangkutan masih perlu dibantu agar ia dapat bekerja secara
optimal dan bertahan untuk waktu yang lama. Pegawai yang bersangkutan harus
dimonitor dan dinilai kinerjanya secara teratur, serta diberikan pelatihan dan
pengembangan. Pada tahap ini petugas seleksi perlu mengkaji ulang cara-cara
yang dipakai dalam menyeleksi pegawai, serta ketepatan dalam menempatkan
pegawainya, hal ini sangat penting demi mencegah masalah-masalah yang
mungkin timbul setelah pegawai diterima bekerja.
Simanjuntak (2005:4) juga mengatakan bahwa faktor yang dapat
menyebabkan kesalahan kerja yaitu terdapatnya banyak faktor yang menimbulkan
kecelakaan dan penyakit kerja. Kecelakaan dan penyakit kerja dapat terjadi pada

47
Universitas Sumatera Utara

saat seseorang mengoperasikan alat kerja atau produksi, yaitu karena pekerja yang
bersangkutan tidak terampil dan tidak mengetahui cara mengoperasikan alat-alat
tersebut.

Tidak terampilnya pekerja tersebut disebabkan karena kurangnya

pengalaman dalam mengikuti pelatihan-pelatihan kerja. Hasil ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2010) yang menunjukkan bahwa
training dapat meningkatkan kompetensi dan pengetahuan pekerja. Kemudian,
pengetahuan dan kompetensi pekerja tersebut dapat mengurangi kesalahan yang
disebabkan oleh faktor pekerja, dimana kesalahan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya kejadian yang membahayakan.
Harnadi