Analisis Cerita Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story Of The Swordless Samurai” Karya Tim Clark Dan Mark Cunningham Dilihat Dari Pendekatan Objektif

BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “STRATEGI HIDEYOSHI :
ANOTHER STORY OF THE SWORDLESS SAMURAI”, PENDEKATAN
OBJEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1.

Definisi Novel
Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:9) menyatakan bahwa novel berasal

dari bahasa Italia yaitu Novella (yang dalam bahasa Jerman disebut novelle).
Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil yang kemudian
diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.
Menurut Depdikbud dalam http://www.anneahira.com/tentang-novel.htm,
novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Sementara itu, Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel
menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadiankejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib
tokohnya.
Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam

pengertian kesusastraan juga disebut fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu
karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu
yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari
kebenarannya pada dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:2). Dan menurut Takeo

22
Universitas Sumatera Utara

dalam Pujiono (2002:3) novel merupakan sesuatu yang menggambarkan
kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat meskipun kejadiannya tidak nyata.
Selanjutnya Sayuti dalam http://nesaci.com/jenis-dan-pengertian-novel/
mengatakan bahwa novel cenderung expand (meluas) dan menitikberatkan
complexity (kompleksitas). Meluas dan kompleksitas yang dimaksudkannya

adalah dalam hal perwatakan, permasalahan yang dialami sang tokoh, serta
perluasan dari latar cerita tersebut.
Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama, genre
prosalah, khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan
unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat ditemukan diantaranya:
1.


Novel menampilkan unsur-unsur cerita paling lengkap, memiliki media
yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang
paling luas.

2.

Bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang
paling umum digunakan dalam masyarakat.
Karya-karya modern klasik dalam kesusastraan, kebanyakan berisi karya-

karya novel. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia.
Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas
pada masyarakat. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan
para pembacanya. Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau defenisi
novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut
pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda.
Beberapa pandangan yang berupaya menjabarkan definisi novel antara lain
sebagai berikut:


23
Universitas Sumatera Utara

1.

Fielding dalam Atmaja (1986:44) mengatakan bahwa novel merupakan
modifikasi dunia modern paling logis, dan merupakan kelanjutan dari
dunia epik. Pernyataan ini tidak saja terbukti kebenarannya namun relevan
untuk situasi kini, suatu masa dimana novelis tidak lagi menampilkan
tokoh-tokoh hero di dalam karya sastra mereka, tetapi lebih banyak
menampilkan segi-segi sosial dan psikologis di dalam permasalahan
masyarakat biasa.

2.

Wellek dan Warren (1995:282) novel adalah gambaran dari kehidupan dan
perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis yang bersifat
realistis dan mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang
lebih mendalam.


3.

Djacob Sumardjo (1999:11-12) novel adalah genre sastra yang berupa
cerita, mudah dibaca dan dicernakan, juga kebanyakan mengandung unsur
suspense dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran
bagi pembacanya.
Setiap karya sastra fiksi (novel) mempunyai unsur-unsur yang mendukung,

baik unsur dari dalam sastra itu sendiri (unsur intrinsik) ataupun unsur dari luar
(unsur ekstrinsik) yang secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah
karya sastra.

2.2

Unsur-Unsur Pembangun Novel
Novel merupakan sebuah totalitas, suatu panduan bersifat artistik. Sebagai

sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian atau unsur yang berkaitan satu
dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan. Sehingga dengan unsur-


24
Universitas Sumatera Utara

unsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud. Unsur-unsur yang
terkandung dalam novel adalah unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.

2.2.1

Unsur Intrinsik
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri atau dapat juga dikatakan unsur-unsur yang secara langsung membangun
cerita. Adapun unsur pembentuk yang dibangun oleh unsur instrinsik sebagai
berikut:
a. Tema
Tema

adalah

ide,


gagasan,

pandangan

hidup

pengarang

yang

melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi
kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat
beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya,
teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa
berupa pandangan pengarang, ide, atau keinginan pengarang yang mensiasati
persoalan yang muncul.
Istilah tema menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91) berasal dari
bahasa latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian
karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga

sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang
diciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan
pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus
memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses
kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka

25
Universitas Sumatera Utara

telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema
tersebut.
Sedangkan Brooks dalam Aminuddin (2000:92) mengungkapakan bahwa
dalam mengapresiasikan tema suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu-ilmu
humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi
pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang
bersifat universal. Tema dalam hal ini tidaklah berada di luar cerita, tetapi inklusif
di dalamnya. Akan tetapi, keberadaan tema meskipun inklusif di dalam cerita
tidaklah terumus dalam satu dua kalimat secara tersurat, tetapi tersebar di balik
keseluruhan unsur-unsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi. Dalam upaya
memahami tema, pembaca perlu memperhatikan langkah berikut secara cermat:

1.

Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2.

Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi
yang dibaca.

3.

Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa
dalam prosa fiksi yang dibaca.

4.

Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

5.


Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan lainnya yang
disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu
cerita.

6.

Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang
ditampilkannya.

26
Universitas Sumatera Utara

7.

Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan
bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok
pikiran yang ditampilkannya.

8.


Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya
dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita
yang dipaparkan pengarangnya.

Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless
Samurai” ini mengangkat tema yang menceritakan tentang pengungkapan nilai-

nilai kesuksesan dan keberhasilan seorang Toyotomi Hideyoshi menjadi seorang
Shogun Jepang. Berawal dari perbincangan dua orang pemuda yang berasal dari
Desa Miwa yaitu Jiro dan Gonsuke, yang ingin memperoleh nasihat dan petuah
bagaimana mencapai sebuah jalan kesuksesan. Dan kemudian tercetuslah ide
mereka untuk belajar dari Toyotomi Hideyoshi, seorang samurai tertinggi yang
mereka anggap telah berhasil mencapai kesuksesannya dari seorang petani miskin,
tidak berpendidikan dan tidak ahli ilmu beladiri namun dapat menjalani rangkaian
usaha dan kerja keras untuk menjadi seorang Shogun.
Dikisahkan selanjutnya bahwa Toyotomi Hideyoshi menerima mereka
sebagai murid dan membuka sebuah pertemuan di Kuil Songaji. Disinilah
sosoknya mulai menjadi tokoh utama yang menjadi sentral pembahasan seluruh
cerita. Ia menceritakan berbagai kisah perjalanan hidupnya dan kerja keras yang
dilakukannya untuk mencapai kesuksesannya tersebut. Tak hanya ia yang

bercerita, para muridnya pun berbagi kisah tentang perjuangan dan kerja keras
seseorang yang mencapai kesuksesan mereka.

27
Universitas Sumatera Utara

Dalam novel tersebut dikisahkan sepanjang perjalanan kisah hidupnya,
Toyotomi Hideyoshi merangkum kiat-kiat kesuksesannya menjadi 5 bagian, yaitu:
(1).

Terbayangkan

berarti

terjangkau.

(2).Rasa

syukur

mengundang

keberuntungan. (3). Kenali bakatmu. (4).Usaha menentukan hasil. (5). Kerjasama
melahirkan keberhasilan.

b.

Plot / Alur Cerita
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk karya fiksi adalah plot.

Dalam analisis cerita plot sering juga disebut dengan alur. Alur atau plot pada
karya sastra pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapantahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku
dalam suatu cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa terbentuk
dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam (Aminuddin, 2000:83).
Menurut Suroto (1989:89), alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa
peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut sebab
akibat dari awal sampai akhir cerita. Dari pengertian tersebut jelas bahwa setiap
cerita tidak berdiri sendiri.
Dalam cerita fiksi atau cerpen urutan peristiwa dapat beraneka ragam.
Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000:84) menjelaskan bahwa tahapan
peristiwa dalam plot / alur suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. Exposition : yakni tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat
terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung
cerita.

28
Universitas Sumatera Utara

2. Inciting force: yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun
perilaku yang bertentangan dari pelaku.
3. Rising action : yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita
mulai berkonflik.
4. Crisis: yakni situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran
nasib oleh pengarangnya.
5. Climax: yakni situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang
paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya sendirisendiri.
6. Falling action: yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan
dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau
penyelesaian cerita.
Dalam pengertiannya elemen plot / alur hanyalah didasarkan pada paparan
mulai peristiwa, berkembangnya peristiwa yang mengarah pada konflik yang
memuncak, dan penyelesaian terhadap konflik.
Berdasarkan fungsi plot dalam membangun nila estetik cerita, maka
identifikasi dan penilaian terhadap keberadaan plot menjadi sangat beraneka
ragam. Keberagaman tersebut paling tidak dapat dilihat dari tiga prinsip utama
analisis plot yang meliputi:
1.

Plots of action, analisis proses perubahan peristiwa secara lengkap,

baik muncul secara bertahap maupun tiba-tiba pada situasi yang dihadapi tokoh
utama, dan sejauh mana urutan peristiwa yang dianggap sudah tertulis itu,
berpengaruh terhadap perilaku dan pemikiran tokoh yang bersangkutan dalam
menghadapi situasi tersebut.

29
Universitas Sumatera Utara

2.

Plots of character, proses perubahan perilaku atau moralitas secara

lengkap dari tokoh utama kaitannya dengan tindakan emosi dan perasaan.
3.

Plots of thought, proses perubahan secara lengkap kaitannya dengan

perubahan pemikiran tokoh utama dengan segala konsekuensinya berdasarkan
kondisi yang secara langsung dihadapi.
Perubahan perilaku, moral, pemikiran atau pandangan, dan konflik-konflik
yang dialami oleh tokoh cerita serta peristiwa-peristiwa yang muncul memang
seharusnya dijalani oleh para tokohnya. Dalam plots of action terjadi pada
perilaku yang ingin mengabdi dan membela klannya dari musuh. Plots of
character fokus utama terjadinya perubahan moral, karakter atau emosi tokoh

cerita. Untuk mengetahui jalinan plots of character adalah dengan menganalisis
setiap perubahan perilaku atau emosi dari tokoh. Pada plot of thought, penekanan
utama yang menyebabkan perubahan emosi atau perasaan tokoh didasari pada
situasi yang dihadapi secara langsung.

Menurut Hariyanto (2000:39), Jenis alur dapat dikelompokkan dengan
menggunakan berbagai kriteria.

Berdasarkan kriteria urutan waktu:

1. Alur maju

Alur maju disebut juga alur kronologis, alur lurus atau alur progresif.
Peristiwa-peristiwa ditampilkan secara kronologis, maju, secara runtut dari awal
tahap, tengah hingga akhir.

30
Universitas Sumatera Utara

2. Alur mundur

Alur mundur disebut juga alur tak kronologis, sorot balik, regresif, atau
flash-back. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dari tahap akhir atau tengah dan baru

kemudian tahap awalnya.

Berdasarkan kriteria jumlah:

1. Alur tunggal

Dalam alur tunggal biasanya cerita drama hanya menampilkan seorang
tokoh protagonis. Cerita hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut.

2. Alur jamak

Dalam alur jamak, biasanya cerita drama menampilkan lebih dari satu
tokoh protagonis. Perjalanan hidup tiap tokoh ditampilkan.

Berdasarkan kriteria hubungan antar peristiwa:

1. Alur erat

Alur erat disebut juga alur ketat atau padat. Dalam drama yang beralur
cepat, susul menyusul, setiap bagian terasa penting dan menentukan.

2. Alur longgar

Alur longgar berbanding terbalik dengan alur ketat. Hubungan antar
peristiwanya longgar, tersajikan secara lambat, dan diselingi berbagai peristiwa

31
Universitas Sumatera Utara

tambahan. Pembaca atau penonton dapat meninggalkan atau mengabaikan adegan
tertentu yang berkepanjangan dengan tanpa kehilangan alur utama cerita.

Berdasarkan kriteria cara pengakhirannya:

1. Alur tertutup

Dalam drama yang beralur tertutup, penampilan kisahnya diakhiri dengan
kepastian atau secara jelas.

2. Alur terbuka

Dalam drama yang beralur terbuka, penampilan kisahnya diakhiri secara
tidak pasti, tidak jelas, serba mungkin. Jadi akhir ceritanya diserahkan kepada
imajinasi pembaca atau penonton.

Selanjutnya menurut Hariyanto (2000:38-39) Karya sastra yang lengkap
mengandung cerita, pada umumnya mengandung delapan bagian alur. Bagianbagian tersebut adalah:

1. Eksposisi

Eksposisi sering disebut sebagi paparan. Eksposisi adalah bagian karya
sastra drama yang berisi keterangan mengenai tokoh serta latar. Biasanya
eksposisi

terletak

pada

bagian

awal.

Dalam

tahapan

ini

pengarang

memperkenalkan para tokoh dan memberikan gambaran peristiwa yang akan
terjadi.

32
Universitas Sumatera Utara

2. Rangsangan

Rangsangan adalah tahapan alur ketika muncul kekuatan, kehendak,
kemauan, sikap, atau pandangan yang saling bertentangan.

3. Konflik atau tikaian

Bagian ini merupakan tahapan ketika suasana emosional memanas karena
adanya pertentangan dua atau lebih kekuatan. Konflik dapat dikelompokkan
menjadi empat, yaitu: manusia dengan alam, manusia dengan sesama, manusia
dengan dirinya sendiri (batin), dan manusia dengan penciptanya.

4. Rumitan atau komplikasi

Komplikasi merupakan tahapan ketika suasana semakin panas karena
konflik semakin mendekati puncaknya. Gambaran nasib tokoh semakin jelas
meskipun belum sepenuhnya terlukiskan.

5. Klimaks

Klimaks adalah titik puncak cerita. Bagian ini merupakan tahapan ketika
pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya. Peristiwa dalam tahap ini
merupakan pengubah nasib tokoh. Ini merupakan puncak rumitan dan puncak
ketegangan penonton.

6. Krisis atau titik balik

Bagian ini adalah bagian alur yang mengawali leraian. Tahap ini ditandai
oleh perubahan alur cerita menuju kesudahannya.

33
Universitas Sumatera Utara

7. Leraian

Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapainya klimaks,
merupakan peristiwa yang menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian.
Dalam tahap ini kadar pertentangan mereda.

8. Penyelesaian

Ini merupakan bagian akhir alur drama. Dalam tahap ini biasanya rahasia
atau kesalahpahaman yang bertalian dengan alur cerita terjelaskan. Kesimpulan
terpecahkannya masalah dihadirkan dalam tahap ini.

c. Tokoh
Tokoh dalam karya fiksi tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita,
tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema; dan
menempati posisi strategis sebagai pembawa dan menyampaikan pesan, amanat,
moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Fananie,
2001: 86). Istilah “tokoh’ menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan
adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita. Tokoh cerita (character ), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro
(1995:165), adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama,
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.

34
Universitas Sumatera Utara

Boultoun dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan bahwa cara
pengarang menggambarkan atau memunculkan tokoh sebagai pelaku yang hidup
di

alam

mimpi,

pelaku

yang

memiliki

semangat

perjuangan

dalam

mempertahankan hidupnya. Pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan
manusia yang sebenarnya maupun pelaku egois, kacau, dan mementingkan diri
sendiri. Dalam cerita fiksi pelaku itu dapat berupa manusia atau tokoh makhluk
lain yang diberi sifat seperti manusia. Dalam menentukan tokoh utama dan tokoh
pembantu, yang pada umunya merupakan tokoh yang sering dibicarakan oleh
pengarang, sedangkan tokoh tambahan hanya dibicarakan alakadarnya.
Tokoh

berkaitan

dengan

orang

atau

seseorang

sehingga

perlu

penggambaran yang jelas tentang tokoh tersebut. Menurut Nurgiyantoro
(1995:173-174), jenis-jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut;
1. Berdasarkan Segi Peranan atau Tingkat Pentingnya
a. Tokoh Utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam prosa
dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.
b. Tokoh Tambahan, yaitu tokoh yang permunculannya lebih sedikit dan
kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara
langsung ataupun tidak langsung dan
2. Berdasarkan Segi Fungsi Penampilan Tokoh
a. Tokoh Protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pengejawantahan
nilai-nilai yang ideal bagi pembaca
b. Tokoh Antagonis, yaitu tokoh penyebab terjadinya konflik

35
Universitas Sumatera Utara

Dalam

novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless

Samurai”, tokoh utama ialah Toyotomi Hideyoshi yang banyak disoroti tentang
perjalanan kehidupannya dalam mewujudkan mimpinya untuk menjadi seseorang
yang lebih baik dalam kehidupannya hingga ia menjadi seorang Shogun Jepang
dengan penuh kerja keras yang telah ia lakukan.
Sedangkan tokoh-tokoh tambahan dalam novel ini yaitu : Jiro dan
Gonsuke (dua pemuda yang pada awalnya ingin belajar dan meminta nasihat dari
Toyotomi Hideyoshi); Daizen (seorang ronin yang ikut bersama dengan Jiro dan
Gonsuke); seorang nenek, Benjiro dan Shin (tokoh yang dujumpai oleh Jiro dan
gonsuke menuju kota Nagahama); Gempa Bumi (seorang Koroku pengawal
Toyotomi Hideyoshi), Naganori dan Lord Oda Nobunaga (samurai yang menjadi
majikan Hideyoshi); Fernao, Manzo, Hanshiro, Handa dan Goro (beberapa murid
di kuil Songaji yang belajar pada Hideyoshi dan juga berbagi kisah yang memuat
pesan moral yang mereka ketahui).
Selain itu, di dalam beberapa kisah yang diceritakan terdapat beberapa
tokoh yaitu : Kichibei, Takeo, Paman Kokichi, Taro, Masahide, Lord Sasaki, Jun
(Kembo/Mumon/Soshin-daizenji), Lord Tokitaka, Kuronosuke, Fumio, Ryu,
Fransisco, Antonio dan Wufeng,
Selanjutnya tokoh, peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi
adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner. Walau bersifat
imajiner namun ada juga karya fiksi atau novel yang berdasarkan diri pada fakta.
Karya fiksi yang demikian oleh Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:4)
digolongkan sebagai fiksi nonfiksi (nonfiction fiction), yang terbagi atas (1) fiksi
historial (historical fiction) atau novel historis, jika yang menjadi dasar penulisan

36
Universitas Sumatera Utara

fakta sejarah; (2) fiksi biografis (biographical fiction) atau novel biografis; jika
yang menjadi dasar penulisan fakta biografis dan; (3) fiksi sains (science fiction)
atau novel sains; jika yang menjadi dasar penulisannya fakta ilmu pengetahuan.
Dilihat dari penggolongannya, maka penulis memasukkan novel “Strategi
Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” Karya Tim Clark dan Mark
Cunningham yang merupakan objek penelitian ini, ke dalam novel historis karena
terikat oleh beberapa fakta yang dikumpulkan melalui penelitian dari berbagai
sumber oleh penulis novel tersebut.

d. Sudut pandang
Menurut Aminuddin (2000:90) sudut pandang adalah cara pengarang
menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkanya. Cara atau pandangan
yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan,
latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya
fiksi kepada pembaca.
Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi,
teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan
gagasan ceritanya. Ada empat macam sudut pandang yaitu :
1. Omniscient point of view ( sudut pandang yang berkuasa).
Disini pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya, pengarang juga
berkuasa untuk menghapus dan menciptakan tokohnya, mengatur jalan
pikiran tokoh hingga mengomentari kelakuan para pelaku.

37
Universitas Sumatera Utara

2. Objective point of view

Hampir sama dengan dengan omniscient hanya saja pengarang tidak
memberikan komentar apa pun mengenai kelakuan tokohnya.
3. Sudut pandang orang pertama
Tehnik ini ditandai dengan menggunakan kata “aku” dalam
penceritaannya, persis seperti menceritakan pengalaman sendiri.
4. Sudut pandang peninjau
Dalam tehnik ini pengarang memilih salah satu tokohnya untuk
bercerita. Sudut pandang peninjau ini lebih dikenal dengan sudut
pandang orang ketiga.
Dalam hal ini, sudut pandang pengarang dalam novel “Strategi Hideyoshi :
Another Story of the Swordless Samurai” adalah sudut pandang Objective point of
view dimana pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya, pengarang juga

berkuasa untuk menghapus dan menciptakan tokohnya, serta mengatur jalan
pikiran tokoh dan tidak memberikan komentar apapun terhadap para tokoh.

e. Gaya bahasa
Gaya bahasa merupakan tingkah laku pengarang dalam menggunakan
bahasa dalam membuat karyanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang
berbeda satu sama lain. Hal ini dapat menjadi sebuah ciri khas seorang pengarang.

f. Amanat
Amanat merupakan pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan
pengarang pada pembacanya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan

38
Universitas Sumatera Utara

pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai
kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan pada pembacanya.

2.2.2

Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri.

Unsur ekstrinsik adalah unsur luar sastra yang ikut mempengaruhi penciptaan
karya sastra. Unsur tersebut meliputi latar belakang pengarang, keyakinan dan
pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku, situasi politik, persoalan
sejarah, ekonomi dan pengetahuan agama. Unsur ekstrinsik untuk tiap karya sastra
sama, unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya
menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema. Selain unsur-unsur
yang datangnya dari luar diri pengarang, hal yang sudah ada dan melekat pada
kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu
karya sastra.

2.3

Setting Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless
Samurai”
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran

pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat peristiwaperistiwa yang diceritakan , Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216).
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan
dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar
meliputi penggambaran letak geografis (termasuk topografi, pemandangan,

39
Universitas Sumatera Utara

perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian,
musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.
Nurgiyantoro (1995:227) mengatakan setting dapat dibedakan ke dalam
tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu masing-masing
menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri,
pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.

1.

Latar Tempat
Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu tanpa nama
jelas.

Penggunaan

latar

tempat

dengan

nama-nama

tertentu

haruslah

mencerminkan ataupun tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis
tempat yang bersangkutan. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis penting
untuk memberi kesan pada pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh
ada dan terjadi di tempat seperti yang terdapat dalam cerita.
Adapun latar tempat yang dibahas dalam novel “Strategi Hideyoshi :
Another Story of the Swordless Samurai” ini adalah di Negara Jepang dengan

mengambil beberapa tempat yaitu Desa Miwa, kota Nagahama, Istana Nagahama
dan kuil Songaji yang ada dalam novel tersebut.
2.

Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut

40
Universitas Sumatera Utara

biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar
tempat dan latar sosial karena pada kenyataanya memang saling berkaitan.
Latar waktu yang digambarkan oleh Tim Clark dan Mark Cunningham
dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini
adalah saat Toyotomi Hideyoshi sudah menjadi seorang Shogun Jepang dengan
umur berkisar 40 tahunan antara tahun 1582 hingga 1592. Ia menceritakan
berbagai kisah perjalanan hidupnya dimulai dari kecil hingga sampai menjadi
seorang Shogun.

3.

Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dengan
lingkup yang kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi
keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap. Di samping itu, latar
sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya
rendah, menengah atau atas.
Latar sosial yang digambarkan pengarang Tim Clark dan Mark
Cunningham dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless
Samurai” ini adalah kondisi damai di Jepang setelah kekacauan selama lebih dari

seratus tahun. Kekacauan tersebut berawal dari Perang Onin pada tahun 1467.
Ketika itu pemerintahan pusat Shogun digulingkan dan Ibukota Kyoto digoyang
kericuhan. Hal ini menyebabkan perpecahan dan pertempuran antar Klan untuk

41
Universitas Sumatera Utara

dapat menguasai wilayah lain. Retaknya persatuan membuat Jepang terbagi
menjadi enam puluh kerajaan yang masing-masing dipimpin oleh seorang
pemimpin pasukan. Di antaranya adalah seorang samurai Oda Nobunaga, yang
berniat menaklukan semua kerajaan dan menyatukan Jepang kembali di bawah
“satu pedang”. Ia tidak berhasil mewujudkan cita-citanya, namun Jepang
mengalami perubahan melalui kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi yang
menggantikan Oda Nobunaga di tahun 1582 dan pada tahun 1590 Hideyoshi
berhasil mengendalikan sebagian besar wilayah Jepang.

2.4

Definisi Pendekatan Objektif dan Pendekatan Semiotik dalam Kajian
Sastra
Dalam menganalisis suatu karya sastra diperlukan suatu teori pendekatan

yang berfungsi sebagai acuan dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam
penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan objektif.
Menurut Satoto (1993: 32) pendekatan objektif adalah suatu pendekatan
dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang
membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan
unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan
objektif merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada
unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Unsur-unsur yang
dimaksud seperti tema, plot / alur, latar, penokohan, dan lain-lain. Pendekatan
tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar
belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya
sastra.

42
Universitas Sumatera Utara

Hal serupa disampaikan oleh Teeuw (1984: 135) pendekatan objektif
mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra
sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya
sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis
karya sastra secara strukturalisme. Menurut Abrams dalam Pradopo (2002:54)
pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya
sastra sebagai struktur yang otonom dengan koheresi intrinsik.
Selain itu Junus dalam Siswanto (2008:183), pendekatan objektif adalah
pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra.
Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya sastra. Karya sastra
menjadi sesuatu yang inti.
Dari kodratnya, karya sastra merupakan refleksi pemikiran, perasaan, dan
keinginan pengarang lewat bahasa. Bahasa itu sendiri bukan sembarang bahasa,
melainkan bahasa yang khas. Yakni bahasa yang memuat tanda-tanda atau
semiotik. Bahasa itu akan membentuk sistem ketandaan yang dinamakan semiotik
dan ilmu yang mempelajari masalah ini adalah semiologi.
Semiotik berasal dari kata Yunani yaitu semeion yang berarti tanda.
Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda.
Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representatif. Istilah
semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi.
Semiologi juga sering dinamakan semiotika, artinya ilmu yang
mempelajari tanda-tanda dalam karya sastra. Menurut Pradopo (2002:270),
semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa sosial

43
Universitas Sumatera Utara

masyarakat dan kebudayaan itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Model struktural semiotik muncul sebagai akibat ketidakpuasan terhadap
kajian objektif. Jika objektif sekedar menitikberatkan aspek intrinsik, semiotik
tidak demikian halnya, karena paham semiotik mempercayai bahwa karya sastra
memiliki sistem sendiri. Itulah sebabnya muncul kajian struktural semiotik,
artinya penelitian yang menghubungkan aspek-aspek struktur dengan tanda-tanda.
Dengan menggunakan teori pendekatan objektif tersebut penulis dapat
menganalisis karakter tokoh utama dengan unsur lainnya seperti alur. Sehingga
unsur-unsur yang ada di dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of The
Swordless Samurai” memiliki hubungan yang baik, dan dengan pendekatan
semiotik penulis membahas tanda-tanda yang berkaitan dengan perwatakan tokoh
utama dan alur.

2.5

Biografi Pengarang
Tim Clark adalah wirausahawan, penulis dan guru yang berbasis di di

Portland, Oregon. Sepuluh tahun dilewatinya di Jepang dengan bekerja sebagai
penerjemah dan komentator industri teknologi sebelum ia mendirikan sebuah
lembaga konsultasi yang terdaftar dalam NASDAQ. Sekarang Clark memberikan
kursus kewirausahaan dan tengah mengejar gelar doktoral bisnis internasional di
Unversitas Hitotsubashi. Silakan kunjugi TimClark.net.
Mark Allen Cunningham adalah

novelis yang bermukim di Portland,

Oregon. Novel terbarunya Last Son, mengangkat kehidupan dan karya seorang
penyair Eropa, Rainer Maria Rilke. Novel pertama Cunningham, The Green Age

44
Universitas Sumatera Utara

of Asher Witherbrow terpilih sebagai salah satu “Buku Barat Terbaik” oleh Salt

Lake Tribune dan menjadi salah satu karya yang terpilih dalam BookSense Book
of the Year Award di tahun 2005. Cunningham telah menerbitkan banyak cerita

pendek. Silakan kunjungi MAllenCunningham.com.

45
Universitas Sumatera Utara