Analisis Cerita Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story Of The Swordless Samurai” Karya Tim Clark Dan Mark Cunningham Dilihat Dari Pendekatan Objektif

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Aglesindo.

Atmaja, Jiwa. 1986. Notasi tentang Novel dan Semiotika Sastra. Jakarta : Nusa Indah.

Clark, Tim. 2011. Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai. Jakarta : Red Line Publishing

Depdikbud. 1992. Tata Bahasa Buku Bahasa Indonesia. Balai Pustaka

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Media Pressindo.

Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: PT Angkasa.

Fananie, Zainuddin. 2001. Telaah Sastra. Surakarta : Muhammadiyah Universty Press.

Hariyanto, P. 2000. Pengantar Belajar Drama. Yogyakarta: PBSID Universitas Sanata Dharma.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.


(2)

Pujiono, Muhammad. 2002. Analisis Nilai-Nilai Religius dalam Cerpen Karya Miyazawa Kenji. Medan. STIBA Swadaya.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Penelitian Sastra . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Satoto, Soediro. 1993. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo.

Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta

Sumardjo, Djacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia. Badan Alumni Bandung.

Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta : Erlangga

Teeuw, A. 1984. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia

Wellek & Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Terj. Budianto. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Zainuddin. 1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Zulfahnur, Firdaus. 1996. Materi Pokok Analisis Dan Rangkuman Bacaan Sastra. Jakarta: Universitas terbuka Depdikbud.

http://nesaci.com/jenis-dan-pengertian-novel/ http://www.anneahira.com/tentang-novel.htm http://kamusbahasaindonesia.org/novel


(3)

BAB III

ANALISIS CERITA NOVEL “STRATEGI HIDEYOSHI : ANOTHER STORY OF THE SWORDLESS SAMURAI” KARYA TIM CLARK DAN MARK CUNNINGHAM DILIHAT DARI SEGI PENDEKATAN

OBJEKTIF

3.3 Sinopsis Cerita

Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story Of The Swordless Samurai” ini bercerita tentang pengungkapan nilai-nilai kesuksesan dan keberhasilan seorang Toyotomi Hideyoshi yang berhasil menjadi seorang Shogun Jepang. Berawal mula dari perbincangan dua orang pemuda yang berasal dari Desa Miwa, yaitu Jiro dan Gonsuke. Jiro pemuda tampan berumur delapan belas tahun yang mempunyai pemikiran bahwa ia merasa bosan dan letih atas hidup dan kehidupan yang dijalani selama ini dan membayangkan akan seberapa bosannya ia melanjutkan masa depannya. Ia menyukai Shizue gadis cantik dari desanya. Bersamanyalah kelak ia akan menjalani hidup dan masih tetap menjadi petani dan akan terus melakukan hal yang sama berulang-ulang sebagai petani di desa. Sahabatnya ialah Gonsuke seorang pemuda yang baru saja menikahi salah satu gadis di desanya dan sekarang istrinya sedang mengandung. Dengan wajah yang berseri dan penuh senyum, ia mendekati Jiro dan mempertanyakan kegundahan hati Jiro yang terlihat dari raut wajahnya yang kusut dan muram di tengah hari yang cerah di tengah hamparan sawah.

Jiro menceritakan kegundahan hatinya pada Gonsuke dan yang sedari tadi ia fikirkan terus berulang-ulang. Semangat yang bergejolak memenuhi aliran


(4)

darahnya tentang sebuah takdir. Apakah seorang manusia lahir dengan takdir yang telah ditentukan atau dapat memilih jalan takdirnya sendiri dan dapat menjalaninya dengan penuh sukacita. Hal inilah yang membuat mereka berdua ingin mencari sebuah nasihat dan petuah hidup untuk bagaimana menjalani hidup yang sesungguhnya agar mencapai kesuksesan. Teringatlah mereka akan sesosok Toyotomi Hideyoshi - seorang petani miskin yang telah mencapai kesuksesannya mencapai posisi tinggi menjadi Shogun Jepang. Dengan berharap dapat memperoleh nasihat dan petuah hidup dari seseorang yang sangat berpengalaman untuk mencapai sebuah jalan kesuksesan, maka mereka berdua memutuskan untuk pergi menemuinya di Kota Nagahama dan sekaligus ingin belajar darinya.

Awal perjalanan pun dimulai. Di tengah perjalanan menuju Kota Nagahama, mereka bertemu dengan seorang nenek. Setelah mereka menjelaskan kepada nenek tersebut bahwa mereka ingin pergi menemui Lord Nagahama yaitu Toyotomi Hideyoshi, nenek tersebut pun langsung menyambut cerita mereka. Ia memuja-muja kehebatan Hideyoshi sebagai seorang pemimpin Jepang yang hebat. Ia bercerita bahwa Hideyoshi adalah seorang samurai besar dengan perawakan tubuh yang besar. Lalu ia menceritakan kisah demi kisah tentang karakter Hideyoshi yang mengagumkan. Semakin jauh ceritanya, semakin seperti khayalan saja. Sekali Jiro dan Gonsuke bertukar pandang dengan raut wajah sangsi. Mereka khawatir kalau-kalau nenek tersebut keliru membedakan anata seorang samurai dengan tokoh dalam dongeng. Dengan meminta izin, mereka segera melanjutkan perjalanan menapaki jalan menuju Nagahama.

Saat Jiro dan Gonsuke melewati salah satu kedai di pinggiran kota Nagahama, mereka diajak oleh Benjiro si pemilik kedai untuk beristirahat sejenak


(5)

dan menyesap teh hijau sebagai penghilang dahaga mereka. Tidak ramai kedai saat itu, hanaya ada seorang tamu bernama Shin yang juga sedang menikmati sajian teh hijaunya. Saat ditanya untuk apa keperluan mereka sampai ke Nagahama, Gonsuke menjawab bahwa mereka ingin bertemu Lord Hideyoshi. Kontan nama Hideyoshi membuat telinga Shin terusik dan ingin ikut campur dalam percakapan mereka.

Shin bercerita bahwa Hideyoshi bertubuh cebol dan ceking. Tinggunya tidak sampai lima kaki dan tidak lebih tegak dari ronin mabuk yang membawa lembing panjang sepanjang sembilan kaki. Jiro dan Gonsuke merasa sangat kebingungan. Meskipun kata-katanya yang kasar, namun Shin si lelaki tua itu sepertinya lebih meyakinkan daripada cerita nenek yang dijumpainya kemarin. Semua kisah mengagumkan yang diceritakan nenek tadi berbanding terbalik dengan cerita yang Shin katakan. Shin mencela semua kisah tentang Hideyoshi, mulai dari pertempuran Okehazama, mendirikan benteng Sunomata, dan bahkan ia memperingatkan kepada Jiro dan Gonsuke bahwa Hideyoshi adalah orang yang licik.

Gonsuke dan Jiro saling berpandangan, serasa tak percaya kalau orang yang ingin mereka temui dan meminta nasehatnya tentang kehidupan dan kesuksesan, malah mendengar tentang komentar buruk tentang pahlawan mereka. Semangat mereka pun menjadi merosot.

Lalu mereka memutuskan pergi ke kuil untuk beristirahat. Namun sebelum mereka sampai kesana, ada seorang lelaki kecil menghampiri mereka. Ditemani dengan sesosok pejuang dengan badan yang tinggi besar di belakangnya. Lelaki kecil itu menanyakan perihal apa yang membawa mereka menuju Kuil Songaji di


(6)

tengah hari itu. Mereka pun menjawab bahwa mereka ingin mencari ketenangan dan kedamaian di kota asing yang mereka datangi. Dengan raut wajah kecewa dan seperti hilang harapan, mereka bercerita bahwa mereka telah mendengar komentar yang berbeda tentang Lord Hideyoshi. Ada yang memujanya bagai pahlawan dalam dongeng, bahkan ada yang mencibirnya seakan tanda iri dan cemburu. Mereka juga menjelaskan bahwa mereka ingin bertemu dengan Lord Hideyoshi untuk belajar dan mendengar nasihat dari orang bijak tentang kehidupan dan kebajikan.

Mendengar hal tersebut, lelaki kecil itu mengajak Jiro dan Gonsuke ke Istana Nagahama. Dalam perjalanan, lelaki kecil itu bercerita tentang Hideyoshi yang ia tahu. Mulai dari perbaikan Istana Kiyosu yang membutuhkan 400 pekerja, pertarungan lembing dengan Mondo-sang jagoan lembing, pertarungan Okehazama dan pembangunan benteng Sunomata. Semuanya ia ceritakan dengan penuh keyakinan dan kepercayaan diri serta sangat meyakinkan Jiro dan Gonsuke tentang pahlawan mereka. Sampai akhirnya mereka tiba di ambang gerbang Istana Nagahama. Dan lelaki kecil itu berkata dengn yakin pada mereka bahwa ia adalah Hideyoshi.

Selama beberapa detik, Jiro dan Gonsuke hanya berdiri dengan mulut menganga. Keduanya membungkukkan badan, begitu rendahnya hingga dahi mereka menyentuh tanah. Mereka meminta maaf kepada Lord Hideyoshi atas kelancangan mereka. Bukannya marah, Hideyoshi malah menyuruh mereka untuk berdiri dan mempersilakan mereka masuk ke dalam istana dan menjadi tamunya. Kemudian mereka diantarkan oleh Koroku-pria berbadan besar yang selalu berdiri


(7)

di belakang Hideyoshi, menuju ke kamar untuk membersihkan badan dan segera menuju ruangan untuk makan siang.

Tibalah waktu makan siang. Jiro dan Gonsuke bersama Hideyoshi segera menyantap makan siang yang sudah disediakan. Setelah itu, mereka terlibat perbincangan mengenai kunci untuk meraih berbagai kebaikan dalam hidup dan mencapai kesuksesan seseorang. Dengan menceritakan berbagai kisah perjalanan hidupnya pada Jiro dan Gonsuke, Hideyoshi menetapkan 5 kunci keberhasilan dalam hidupnya yaitu (1). Terbayangkan berarti terjangkau. (2). Rasa syukur mengundang keberuntungan. (3). Kenali bakatmu. (4). Usaha menentukan hasil. (5). Kerjasama melahirkan keberhasilan.

Di akhir perbincangan mereka, Hideyoshi tercetus untuk memutuskan membuka sebuah sekolah di Kuil Songaji. Disana ia akan menceritakan kisah perjalanan hidupnya dan berbagi kunci kesuksesan kepada rakyat Jepang agar dapat mencapai tujuan dan kesuksesan seperti yang telah ia capai. Ia ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman hidup agar nasib rakyat Jepang dapat menciptakan kesempatan dan mengubah nasib mereka. Maka Jiro dan Gonsuke diperintahkan untuk mengumumkan hal ini kepada masyarakat Jepang. Dan dua hari kemudian, kedua petani dari Desa Miwa tersebut menyiarkan kabar ke seleuruh desa dan cepat-cepat pergi ke propinsi-propinsi sekitar.

Dalam perjalanan mereka dari kampung halaman di Desa Miwa menuju kembali ke Istana Nagahama, Jiro dan Gonsuke bertemu dengan seorang ronin bernama Daizen. Ia berwajah kusut, semrawut dan acak-acakan. Ia telah kalah dalam permainan judi dan semua uang yang dipertaruhkan telah habis. Dan dengan akal liciknya, ia mencoba merayu mereka untuk membeli pedangnya


(8)

dengan harapan akan dapat untung yang banyak. Namun, Jiro dan Gonsuke tidak berniat untuk membelinya. Mereka juga memberikan nasihat kepada Daizen, bahwa ia adalah seorang samurai yang tidak boleh menjual pedangnya dan tidak boleh berpisah dengan pedang tersebut meskipun Lord Hideyoshi ingin membelinya. Mendengar perkataan tersbut, Daizen terperangah seolah tak percaya ia telah menerima sikap yang terhormat dari kedua pemuda petani tersebut. Dan akhirnya ia sadar dan mencoba bangkit dengan penuh percaya diri. Jiro dan Gonsuke pun mengajaknya menuju Kuil Songaji untuk sama-sama belajar dan mendengar nasihat dan petuah hidup dari Lord Hideyoshi.

Maka pada hari yang telah ditentukan, telah berkumpullah ratusan orang di halaman Kuil Songaji. Mereka ingin mendengar langsung dari pemimpin mereka tentang rahasia kesuksesan yang ia telah jalankan dalam hidupnya. Saat yang ditunggu pun tiba, seorang lelaki kecil muncul di hadapan mereka dan menuju podium. Dengan menggunakan happi putih dan mengenakan sandal ia berjalan di antara mereka hingga sampai ke depan. Awalnya orang-orang menduga ia adalah pelayan Lord Hideyoshi yang akan menyampaikan ketidakhadirannya pada hari itu karena alasan tertentu.

Alangkah terkejutnya orang-orang yang sudah berkumpul di Kuil Songaji di terik siang hari itu. Lelaki kecil itu memperkenalkan dirinya sebagai Toyotomi Hideyoshi. Dengan diawali sebuah humor, para murid tertawa lepas mendengarnya. Kemudian mereka saling berebut tanya tentang perjalanan kisah yang ia telah lewati dalam hidupnya sampai mencapai kesuksesan sebagai Shogun Jepang.


(9)

Hideyoshi melanjutkan pelajarannya dengan mengangkat tema tentang keberuntungan dalam hidup. Seorang murid berkata ia pernah menemukan kuda tak berpelana di hutan dan ketika ia mengembalikannya ke istana, ia mendapat sekeping ryo emas dari Istana Inabayama. Daizen mulai bicara bahwa ia pernah mengalami keberuntungan di meja judi hingga mendapat dua puluh keping ryo emas. Lalu Hideyoshi bertanya kembali kepada para murid seberapa sering mereka menemukan kuda tak berpelana atau menang dalam meja judi sebagai bentuk jalan keberuntungan. Mereka pun menjawab bahwa kejadian itu cuma segelintir orang yang mengalaminya dan menganggap hal tersebut bukanlah suatu jalan keberuntungan yang membuat orang menjadi sukses.

Begitulah seterusnya, beberapa murid menceritakan kisah tentang jalan menuju keberuntungan dan kesuksesan. Ada yang bercerita tentang seorang tetangganya yang bernama Kichibei menjadi perajin keramik kayu yang berhasil setelah bertahun-tahun tekun bekerja keras. Ada yang bercerita tentang seorang pemuda yang menyia-nyiakan kesempatan dari usaha milik ayahnya.

Salah satu murid-Manzo bercerita tentang bagaimana hidupnya yang dulu penuh kemewahan dan berfoya-foya akhirnya membawanya dalam hidup yang penuh penderitaan akibat kecerobohan dan kebodohannya. Hingga ia dapat bangkit dan mulai bekerja keras untuk merubah nasib hidupnya.

Ada juga cerita tentang seorang paman Kokichi yang mengajarkan Taro keponakannya, tentang kerja keras dapat melahirkan bakat yang dapat membawa kesuksesan.

Salah seorang tamu yang diundang khusus oleh Hideyoshi juga ikut menceritakan kisahnya. Ia adalah Hanshiro, seorang samurai terhormat berumur


(10)

enam puluh satu tahun bawahan Lord Nobunaga. Hanshiro menceritakan mulai dari perangai nakal Nobunaga semasa remaja dulu, hingga masa dimana ayahnya meninggal dunia dan meninggalkan luka yang membekas sehingga ia menghabiskan hari demi hari menyendiri di kamar. Sampai saatnya Masahide-guru tersayangnya ikut tiada karena melakukan seppuku, sebagai permohonan terkahir kepada Nobunaga saat itu. Dan pada akhirnya Nobunaga menjadi seorang

yang berpandangan jauh ke depan tentang penyatuan Jepang dibawah “satu pedang” nya.

Terus berlanjut kisah demi kisah diperdengarkan di Kuil Songaji. Dengan dipimpin oleh Hideyoshi, tiap kisah ditarik garis kesimpulannya sebagai kunci kesuksesan. Hideyoshi menetapkan 5 kunci keberhasilan yang telah ia jalani dalam hidupnya untuk mencapai kesuksesan, yaitu (1). Terbayangkan berarti terjangkau. (2).Rasa syukur mengundang keberuntungan. (3). Kenali bakatmu. (4).Usaha menentukan hasil. (5). Kerjasama melahirkan keberhasilan.

Di akhir pelajaran di Kuil Songaji, Jiro, Gonsuke dan Daizen membuktikan bahwa mereka telah berhasil menerapkan nasihat yang di ajarkan oleh Hideyoshi saat dua bulan yang lalu pertemuan mereka dengan Hideyoshi di Istana Nagahama. Jiro mengumumkan bahwa ia telah mendapatkan kepercayaan diri dan memutuskan menjadi perajin kayu. Ia menunjukan tongkat kayu ukiran hasil tangannya bergambar Dewi Benten di ukiran kayu maple yang telah dipernis dan mempersembahkannya pada Lord Hideyoshi. Gonsuke pun tak mau kalah. Dengan penuh semangat, ia mengatakan bahwa telah memenuhi impiannya untuk menjadi pedagang dengan mendirikan badan usaha yang akan menjual kerajinan kayu Jiro sahabatnya. Begitu juga dengan Daizen, ia menceritakan bahwa ia


(11)

mengedepankan tentang kerjasama melahirkan keberhasilan. Bersama Jiro dan Gonsuke, ia bergabung dalam badan usaha mereka untuk memproduksi pedang terhalus dengan ciri-ciri yang ia tentukan sendiri.

Untuk terahir kalinya Hideyoshi naik ke panggung dan mengucapkan terima kasih kepada para muridnya yang telah mendengarkan dan berbagi ilmu tentang kunci keberhasilan dan kesuksesan. Dengan dikawal Koroku, ia menembus kerumunan orang dan sampai menghilang pergi dari pekarangan kuil Songaji. Seiring malam menyelimuti kuil, masih terdapat beberapa murid yang duduk sambil berdiskusi dengan penuh semangat. Mereka masih membahas dan meyakini akan kebenaran strategi yang diajarkan Lord Hideyoshi.

3.4 Analisis Objektif Cerita Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of

the Swordless Samurai” Karya Tim Clark dan Mark Cunningham

3.4.1 Analisis Perwatakan Tokoh utama dalam Novel “Strategi Hideyoshi :

Another Story of the Swordless Samurai”

1. Cuplikan (halaman 20-21)

“Benar” sahut Jiro.”Pikirkanlah, jika kita bisa berbagi pikiran dengan seorang penasihat yang berpengalaman, seorang yang lebih kenal dunia seseorang yang tidak akan menertawakan impian seorang pemuda. Tapi orang semacam itu tidak ada di Miwa.” Lagi-lagi ia menjatuhkan diri di tepian sawah, bersila, meletakkan siku di atas lutut, dan bertopang dagu dengan ekspresi serius.


(12)

“Kau membuatku mendapat ide, Jiro!” Sekarang Gonsuke berdiam dan mulai berjalan mondar-mandir.”Rasanya aku tahu orang itu. Kau pernah dengar nama Hideyoshi?”

“Hideyoshi? Bukankah ia Lord Nagahama?”

“Benar. Ia salah seorang kepala samurai Nobunaga. Tapi ia berasal dari keluarga seperti kita di Nakamura. Keluarga petani.”

“Langkah kaki Gonsuke semakin cepat saat ia mempertajam pemikirannya. Kakekku kenal dengan ayahnya. Semua orang mengatakan meskipun pangkatnya tinggi, Hideyoshi selalu menyambut hangat dan ramah kepada setiap tamu yang datang, sekalipun ia petani paling miskin.”

Analisis

Dari cuplikan di atas terdapat kalimat “Langkah kaki Gonsuke semakin cepat saat ia mempertajam pemikirannya. Kakekku kenal dengan ayahnya. Semua orang mengatakan meskipun pangkatnya tinggi, Hideyoshi selalu menyambut hangat dan ramah kepada setiap tamu yang datang, sekalipun ia petani paling miskin.” Dari kalimat di atas dapat kita ketahui bahwa sosok Toyotomi Hideyoshi mempunyai sifat ramah tamah. Meskipun ia adalah seorang Shogun Jepang yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi saat itu, namun lantas ia tidak bersikap sombong dan angkuh kepada orang lain dengan kekuasaannya. Hideyoshi yang dahulu berasal dari seorang petani miskin menyadari bahwa salah satu pencapaian menuju kesuksesannya didapat dari kerja keras yang ia lakukan dari tatanan masyarakat bawah. Sehingga ia memperlakukan orang lain dengan ramah, meskipun dengan petani yang paling miskin. Dari segi penokohan, Hideyoshi


(13)

yang walaupun tergambarkan sebagai sosok samurai dengan pangkat tertinggi, tapi juga merupakan tokoh protagonis dengan mempunyai sifat ramah.

2. Cuplikan (halaman 45-46)

“Bisakah kau bercerita tentang berdirinya Benteng Sunomata?” tanya Gonsuke.

“”Ah,ya,” jawab lelaki kecil itu. Salah satu karakter Hideyoshi yang paling berbahaya. Banyak orang percaya misi itu tidak ubahnya seperti hukuman mati. Dua Jenderal telah mencoba dan gagal membangun benteng di Sunomata. Akibatnya banyak orang yang menjadi korban. Lokasi itu sungguh berbahaya. Sebuah semenanjung penting yang dekat sekali dengan wilayah musuh. Tapi Nobunaga memutuskan daerah itu harus ditangani dengan serius. Karena dari sana, ia bisa mengintai penjajah hingga pada akhirnya bisa mengalahkan Klan Saito. Hideyoshi menerima tugas berbahaya itu sebagai proyek menantang yang meniscayakan kerjasama orang dalam jumlah besar.”

“Apakah kelompok bandit koroku termasuk di dalamnya?” terka Gonsuke. Untuk pertama kalinya lelaki kecil itu tampak marah. Keempat orang ini sekarang sudah berada di ambang gerbang Istana Nagahama.

“Di mata sebagian orang, mereka yang tidak tunduk pada seorang bangsawan adalah bandit. Sedangkan bagi sebagian orang lainnya, mereka adalah manusia merdeka. Sejauh yang kuketahui, Hideyoshi menaruh kepercayaan kepada Koroku. ” Ia menatap bangga pada temannya yang bertubuh besar.


(14)

“Bahkan, aku yakin seratus persen.” Lagi-lagi senyuman menghiasi wajahnya yang keriput. “Karena,” katanya, lalu berhenti sejenak, “akulah Hideyoshi.”

Analisis

Dari cuplikan di atas terdapat kalimat “…Hideyoshi menerima tugas berbahaya itu sebagai proyek menantang yang meniscayakan kerjasama orang dalam jumlah besar.”Di mata sebagian orang, mereka yang tidak tunduk pada seorang bangsawan adalah bandit. Sedangkan bagi sebagian orang lainnya, mereka adalah manusia merdeka. Sejauh yang kuketahui, Hideyoshi menaruh kepercayaan kepada Koroku. ” Ia menatap bangga pada temannya yang bertubuh besar.” ”Bahkan, aku yakin seratus persen.” Dari kalimat tersebut, dapat diketahui Hideyoshi mempunyai sifat dapat memberi kepercayaan kepada orang lain. Hal ini di utarakan langsung oleh Hideyoshi saat berbincang-bincang kepada Jiro dan Gonsuke. Saat Hideyoshi diserahi tugas oleh Lord Oda Nobunaga untuk membangun Benteng Sunomata, ia menyanggupinya dengan menaruh kepercayaan dan bekerja sama dengan Koroku, yang sebagian orang kira mereka adalah bandit. Namun Hideyoshi menganggap Koroku sebagai manusia merdeka. Dilihat dari kajian objektifnya, karakter Hideyoshi sesuai dengan tema novel ini yaitu mengangkat pengungkapan nilai-nilai kesuksesan dan keberhasilan Toyotomi Hideyoshi menjadi seorang Shogun Jepang yaitu salah satunya

“kerjasama melahirkan keberhasilan.” Ia menaruh kepercayaan kepada Koroku


(15)

3. Cuplikan (halaman 49-50)

Selama beberapa detik, Jiro dan Gonsuke hanya berdiri dengan mulut ternganga. Kemudian keduanya membungkukkan badan, begitu rendahnya hingga dahi mereka menyentuh tanah.

“Maafkan kelancangan kami yang melampaui batas, Lord Hideyoshi” isak mereka.

“Omong kosong,” Hideyoshi memberi isyarat agar kedua pengembara itu berdiri. “Kebanyakan orang meminta pekerjaan atau bantuan. Kalian berdua mencari sesuatu yang lebih bernilai – yaitu kebijaksanaan. Kalian akan menjadi tamuku. Kita akan makan siang bersama-sama dan aku akan memberitahukan segala sesuatu yang ingin kalian ketahui.”

Ketika sampai di gerbang istana Nagahama yang terbuka, Hideyoshi berkata “Pergilah bersama Koroku. Ia akan menunjukan tempat untuk membersihkan badan, kemudian mengantarkan kalian ke ruanganku ”

Analisis

Dari cuplikan di atas terdapat kalimat Selama beberapa detik, Jiro dan Gonsuke hanya berdiri dengan mulut ternganga. Kemudian keduanya membungkukkan badan, begitu rendahnya hingga dahi mereka menyentuh tanah.“Maafkan kelancangan kami yang melampaui batas, Lord Hideyoshi” isak mereka. Pernyataan kalimat dan tingkah laku dari Jiro dan Gonsuke ini terjadi karena mereka merasa telah berbicara dengan lancang dan tidak sopan kepada sang pemimpin militer tertinggi di Jepang saat itu. Namun bukannya Hideyoshi marah dengan kelancangan berbicara mereka sebelumnya, malah ia mengatakan


(16)

“Omong kosong,” Hideyoshi memberi isyarat agar kedua pengembara itu berdiri. “Kebanyakan orang meminta pekerjaan atau bantuan. Kalian berdua mencari sesuatu yang lebih bernilai – yaitu kebijaksanaan. Kalian akan menjadi tamuku. Kita akan makan siang bersama-sama dan aku akan memberitahukan segala sesuatu yang ingin kalian ketahui.”

Dari penggalan kalimat di atas dapat kita ketahui bahwa sosok Hideyoshi bukanlah seorang yang mempunyai jiwa amarah yang tinggi, melainkan seorang yang bersifat bijaksana dan pemaaf. Meskipun Jiro dan Gonsuke telah berbicara lancang dan tak sopan kepadanya sebagai seorang Shogun Jepang, bukannya ia marah melainkan dengan kebijaksanaannya menerima mereka sebagai tamu dan mengajak makan siang bersama di istananya. Ini menunjukan sosok Hideyoshi sebagai tokoh utama bisa dibilang memiliki karakter protagonis.

4. Cuplikan (halaman 51)

Selesai mereka makan, pelayan lain datang membawa baki merah mengkilat untuk membenahi meja. Gonsuke yang sudah kenyang membungkukkan badan lagi, “Kami berterima kasih atas keramahan Anda, Lord Hideyoshi. Harus kami akui bahwa kami . . . terkejut, begitu mengenal diri anda yang sesungguhnya.”

Jiro yang juga membungkuk, menganggukkan kepala tanda sepakat. Raut wajah sang tuan rumah mendadak serius. “Kalian kaget melihat Hideyoshi yang agung ternyata bukan seorang samurai yang tegap lagi tampan, melainkan si cebol tua yang mirip seekor monyet!”


(17)

Merahlah wajah dua bersahabat dari Miwa, karena memang itulah yang ada dalam benak mereka. Agak lama Hideyoshi menatap tajam mereka, kemudian meledaklah tawanya. “Jangan khawatir, karena jika aku jadi kalian, aku pun akan berpikiran sama!”

Analisis

Pada cuplikan di atas terdapat kalimat Raut wajah sang tuan rumah mendadak serius. “Kalian kaget melihat Hideyoshi yang agung ternyata bukan seorang samurai yang tegap lagi tampan, melainkan si cebol tua yang mirip seekor monyet!” Merahlah wajah dua bersahabat dari Miwa, karena memang itulah yang ada dalam benak mereka. Agak lama Hideyoshi menatap tajam mereka, kemudian meledaklah tawanya. “Jangan khawatir, karena jika aku jadi kalian, aku pun akan berpikiran sama!”

Dari kalimat di atas terlihat bahwa sosok Hideyoshi sebagai seorang samurai yang tertinggi dan paling dihormati itu juga memiliki rasa humor. Di saat ia berbicara dengan nada tinggi pada Jiro dan Gonsuke tentang tampangnya yang mirip seekor monyet, ia malah melanjutkan dengan tawanya dan mengiyakan apa yang difikirkan oleh mereka berdua.

5. Cuplikan (halaman 58-59)

Hideyoshi berdiri di depan mereka, matanya menerawang saat mengenang masa lalu.

“Keluargaku miskin, dan ayahku meninggal saat usia tujuh tahun. Ayah hanya seorang prajurit kecil dalam pasukan Lord Nobuhide. Tapi ia menganggap


(18)

dirinya seorang samurai. Kesibukannya di dunia militer berakhir ketika sebuah anak panah menancap ke lututnya. Sejauh yang kuingat, ia menjadi lumpuh. Tapi ia terus menceritakan berbagai pengalaman di medan tempur. Belakangan aku tahu, sebagian besar kisahnya hanyalah khayalan belaka. Aku bahkan sangsi ia pernah menunggangi kuda. Tapi di mataku, ia sangat berarti.”

Mata Hideyoshi berkaca-kaca. Kedua pendengar muda itu tercekat mendengar hideyoshi terbawa perasaan. Karena mereka sadar, air mata dianggap tidak kesatria dalam dunia samurai.

Analisis

Dilihat dari cuplikan kalimat “…Belakangan aku tahu, sebagian besar kisahnya hanyalah khayalan belaka. Aku bahkan sangsi ia pernah menunggangi kuda. Tapi di mataku, ia sangat berarti.” menunjukan bahwa Hideyoshi mempunyai rasa sayang dan memiliki kepada sosok ayahnya. Dilanjutkan dengan Mata Hideyoshi berkaca-kaca. Kedua pendengar muda itu tercekat mendengar hideyoshi terbawa perasaan. Karena mereka sadar, air mata dianggap tidak kesatria dalam dunia samurai. Menunjukan bahwa sosok Hideyoshi juga memiliki jiwa berperasaan yang jujur. Meskipun ia seorang samurai tertinggi, namun tak segan-segan ia meluapkan perasaanya dengan menangis saat menceritakan kenangan masa lalu tentang ayahnya. Ini menunjukan karakter Hideyoshi bisa dikatakan protagonis.


(19)

6. Cuplikan (halaman 61)

“Ketika aku memberitahu ibu bahwa aku akan meninggalkan rumah untuk mengabdi kepada rumah tangga seorang samurai, ia pun menitikkan air mata.’Hideyoshi.’ tangisnya. ‘kau anak yang berkemauan keras. Jika hatimu sudah mantap untuk menjadi seorang samurai, aku tidak akan mencegahmu.’ Ia mengangkat sekotak papan dari dinding, memasukkan tangan, dan mengeluarkan kantong goni kecil. ‘Aku menyimpan warisan ayahmu untuk keperluan mendadak. Jika ia masih hidup, tentulah ia ingin menyerahkannya kepadamu sekarang. Pergilah, semoga Dewi Benten memberkatimu dengan keberuntungan.’

Analisis

Dari cuplikan di atas terdapat kalimat ‘Kau anak yang berkemauan keras. Jika hatimu sudah mantap untuk menjadi seorang samurai, aku tidak akan mencegahmu.’ Ia mengangkat sekotak papan dari dinding, memasukkan tangan, dan mengeluarkan kantong goni kecil. ‘Aku menyimpan warisan ayahmu untuk keperluan mendadak. Jika ia masih hidup, tentulah ia ingin menyerahkannya kepadamu sekarang. Pergilah, semoga Dewi Benten memberkatimu dengan keberuntungan.’ Menunjukan bahwa Hideyoshi adalah seseorang yang berkemauan keras. Meskipun ia berasal dari keluarga petani miskin, dengan kemauan kerasnya ia ingin menjadi seorang samurai. Kemauan kerasnya membuat sang ibu harus merelakan anak tercintanya untuk menjalani jalan Bushido yang harus ditempuh Hideyoshi dalam mencapai cita-citanya. Karakter ini menunjukan tokoh protagonis.


(20)

7. Cuplikan (halaman 62)

“Ibu tersayang!” tangisku. “Aku akan mengukir nama dan kembali kepadamu, tunggulah kedatanganku!”

“Meninggalkan gubuk kayu yang menjadi rumahku selama lima belas tahun, aku bersumpah akan membayar hutang budi kepada kedua orang tuaku, para rahib, dan semua orang yang telah berusaha telah membimbingku ke jalan yang lurus. Pada momen itu aku sadar, selama ini orang lainlah yang mengabdi kepadaku. Sekarang giliranku mengabdi kepada orang lain.”

Analisis

Dari cuplikan kalimat di atas, terlihat bahwa sosok Hideyoshi mempunyai sifat balas budi. Ia bertekad akan membalas segala kebaikan, perhatian dan kasih sayang yang dicurahkan kepadanya yang diberikan oleh kedua orangtuanya, para rahib dan semua orang yang telah berusaha membimbingnya ke jalan yang lurus. Penokohan ini membuat karakter Hideyoshi menjadi tokoh protagonis. Hal ini sesuai dengan jalan Bushido tentang kesetiaan dan pengabdian yang tertulis dalam novel ini.

8. Cuplikan (halaman 64)

“Suatu hari saat aku beristirahat di atas jembatan Hamamatsu, kesempatan itu datang. Seorang samurai melintasi jembatan dan aku menghentikannya untuk berbincang-bincang. Kukatakan kepadanya bahwa aku berencana pergi ke Suruga untuk bergabung dengan rumah tangga Klan Imagawa yang berkuasa.”


(21)

“Ia mengejek. ‘seorang pedagang jarum dari Owari? Mereka tidak akan memberimu kesempatan.’

“Hinaan itu membuatku marah.”

“’Kalau begitu,’ balasku, ’aku terpaksa mengandalkan dirimu sebagai majikan baruku!’ Mendengar ini, sepertinya sang Samurai siap menebas kepalaku. Tetapi sungguh tidak diduga, kemarahannya berubah menjadi senyuman! Ia tertawa dan mengaku kagum dengan kenekatanku.

“Nanamya Naganori. Ia sendiri seorang bangsawan kecil dan bawahan Imagawa. Ia mengizinkan aku berjalan bersamanya, dan aku memanggilnya ‘tuan’. Kukatakan kepadanya bahwa aku akan menjadi pelayan yang setia. Ia cuma mendengarkan saja, sepertinya senang dengan keberanianku. Sesampainya kami di purinya yang sedehana, ia mengumumkan kepada anggota rumah tangganya bahwa ia menemukan monyet yang bisa bicara di jalanan! Tetapi cemoohannya itu bisa dibilang suatu bentuk perhatian.”

Analisis

Dari cuplikan di atas, kita dapat ketahui bahwa Hideyoshi adalah orang yang terus berusaha pantang menyerah. Di saat seorang samurai meremehkan kemampuannya, bukannya putus asa ia malah berusaha lebih keras lagi dengan menantang samurai tersebut untuk menjadi tuannya. “Hinaan itu membuatku marah.” “’Kalau begitu,’ balasku,’aku terpaksa mengandalkan dirimu sebagai majikan baruku!’” Bukannya mendapat balasan yang buruk, alhasil sang samurai pun kagum dengan kenekatannya dan mempekerjakannya sebagai bawahannya. Sifat pantang menyerah dan keberaniannya inilah yang dapat kita lihat dalam


(22)

cuplikan tersebut di dalam novel. Hal ini sesuai dengan tema dalam novel ini yaitu mengangkat tentang pengungkapan nilai-nilai kesuksesan dan keberhasilan

seorang Toyotomi Hideyoshi yaitu dalam hal “usaha membuahkan hasil.”

9. Cuplikan (halaman 98-99)

Dengan gerakan lincah, lelaki kecil itu melompat ke podium dan seketika itu juga, karena semacam kekuatan aneh, ia tampak sangat meyakinkan dan berwibawa sehingga sosoknya tampak lebih besar. Tiba-tiba saja ia tidak hanya mendapatkan perhatian, tetapi juga rasa hormat. Suaranya terdengar lantang.

Para pendengar menjadi kaget karena suara lelaki itu jauh lebih mengesankan dari apa pun yang terlihat petama kali pada dirinya. Dan sekarang mereka melihat, wajah lelaki kecil itu tidak menunjukan tanda-tanda kerendahan atau kekhawatiran, Meskipin wajahnya tidak bisa dibilang menarik, tetapi memancarkan sinar ketenangan dan pengetahuan. Seolah-olah lelaki kecil itu memahami pengalaman manusia berabad-abad, bukan sekedar puluhan tahun.

Analisis

Pada cuplikan di atas terdapat kalimat Dengan gerakan lincah, lelaki kecil itu melompat ke podium dan seketika itu juga, karena semacam kekuatan aneh, ia tampak sangat meyakinkan dan berwibawa sehingga sosoknya tampak lebih besar. Tiba-tiba saja ia tidak hanya mendapatkan perhatian, tetapi juga rasa hormat. Suaranya terdengar lantang. Dapat kita ketahui dari yang diceritakan oleh penulis bahwa sosok Hideyoshi adalah orang yang berwibawa. Meskipun ia bertubuh kecil dan pendek serta bermuka seperti monyet seperti yang diceritakan dalam


(23)

novel tersebut, namun kehadirannya di depan orang-orang yang baru pertama kali ia jumpai pun ia sudah terlihat berwibawa, dengan gelagat dan sikap yang ia tunjukkan di depan para muridnya di Kuil Songaji. Penokohan ini juga menunjukan bahwa sosok Hideyoshi sebagai tokoh utama yang protagonis.

10. Cuplikan (halaman 100-101)

Hideyoshi mengangkat tangan, “Pertama-tama kalian harus sadar,” katanya memulai. “bahwa hari ini kalian berkumpul untuk mendengarkan kata -kata dari seseorang yang tidak berpendidikan. Selagi kecil, aku malas belajar dan langsung diusir dari sebuah kuil yang sangat mirip dengan sekolah kuil ini”

Suara cekikikan terdengar dimana-mana.

“Dan terus terang saja, aku bukan hanya guru yang paling tidak terpelajar di Nagahama, tetapi juga yang paling jelek!”

Analisis

Dari cuplikan kalimat di atas, lagi-lagi dapat kita ketahui bahwa sosok Hideyoshi merupakan orang yang juga humoris. Meskipun ia adalah seorang Shogun Jepang – seorang samurai tertinggi kekuasaannya saat itu, ia malah tak segan-segan untuk membuat lelucon sehingga para muridnya pun tertawa mendengarnya. Ini menunjukan bahwa ia juga bukan orang yang ingin ditakuti oleh rakyatnya dengan bersikap angkuh dan sombong. Malah ia ingin membangun sebuah hubungan perasaan yang baik dengan para muridnya dengan mencairkan ketegangan suasana tersebut.


(24)

3.4.2 Analisis Alur dalam Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the

Swordless Samurai”

Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini, tahapan peristiwa dalam plot suatu cerita juga tersusun dalam tahapan yang baik seperti yang dinyatakan oleh Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000:84) yaitu dalam tahapan :

a. Exposition : yakni tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita. Tahap ini dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” adalah diawali dari kehidupan petani dari Desa Miwa yaitu Jiro dan Gonsuke. Awalnya Jiro merasa terus dihantui oleh mimpinya yaitu dimana ia membopong dirinya sendiri yang telah ubanan dan bermata lelah. Dari mimpi tersebut ia merasakan suatu keresahan yang belum diketahui penyebabnya. Meskipun dia tahu kalau tak berapa lama lagi ia akan menikahi gadis cantik Shizue, perawan tercantik di desa itu, namun ia tetap merasakan suatu keresahan dalam hatinya. Siang itu ia bekerja setengah hati dan tak ada semangat untuk bekerja.Tak berapa lama kemudian, Gonsuke sahabatnya mendatanginya dan memulai perbincangan mengenai keresahan yang ia rasakan.

Berdasarkan cerita di atas, dapat diambil kesimpulan adanya Exposition yakni bagian alur yang merupakan tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita. Tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat peristiwa dan perkenalan pelaku dalam cerita yaitu di Desa Miwa,


(25)

tempat tinggal petani Jiro dan Gonsuke yang akan menuju Kota Nagahama, dimana tempat tinggal tokoh Toyotomi Hideyoshi yang akan mereka temui dan belajar darinya.

b. Inciting force: yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku. Tahap ini dapat terlihat saat Jiro dan Gonsuke memulai perbincangan mengenai takdir dan jalan hidup. Jiro mempertanyakan apakah tidak ada yang tersisa dalam kehidupan ini selain menjalankan tradisi. Dan juga ia mengatakan bahwa hidup adalah suatu kebebasan yang menyenangkan, dapat melakukan sesuatu yang sangat disenangi dan juga membahagiakan diri sendiri. Bahwa diri sendiri dapat memilih dan menentukan takdirnya sendiri daripada mengikuti takdir dari garis keturunan keluarga. Gonsuke pada awalnya merasa terkejut dengan pemikiran Jiro seperti ini dan tidak pernah mendengar hal ini dari mulut sahabatnya itu. Namun Gonsuke bercerita bahwa ia juga sering berpikir seperti itu, namun tidak pernah mengungkapkannya kepada siapapun. Kemudian Gonsuke sependapat dengan Jiro dalam tentang memilih dan menentukan jalan takdir sendiri. Kemudian mereka memikirkan kepada siapa mereka dapat belajar pengetahuan yang ingin mereka ketahui ini. Mereka ingin mencari seseorang yang tidak akan menertawakan impian mereka tentang hidup. Akhirnya Gonsuke teringat akan sosok Lord Hideyoshi. Ia adalah seorang petani miskin yang sekarang menjadi seorang Shogun Jepang. Mereka berpikir bahwa pasti Lord Hideyoshi mempunyai pengetahuan tentang bagaimana mengejar sebuah kesuksesan yang telah ia


(26)

raih. Akhirnya mereka sepakat akan menemui Lord Hideyoshi di kota Nagahama. Dan keesokan paginya mereka berangkat dan memulai perjalanan untuk menemui dan belajar dari Lord Hideyoshi.

Pada tahapan peristiwa ini muncul Inciting force yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku. Kehendak muncul ketika Jiro dan Gonsuke memutuskan akan belajar dari seseorang yang lebih mengetahui tentang dunia dan yang berpengalaman dalam hidup. Gonsuke mengusulkan nama Lord Hideyoshi dan mereka pun sepakat akan pergi menemuinya di Kota Nagahama.

c. Rising action : yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai berkonflik. Hal ini terlihat saat Jiro dan Gonsuke sudah memulai perjalanan mereka dari desa Miwa menuju kota Nagahama. Mereka bertemu dengan seorang nenek yang menceritakan tentang kehebatan dan kepahlawanan seorang Toyotomi Hideyoshi. Namun semakin jauh nenek bercerita, semakin seperti khayalan saja. Maka Jiro dan Gonsuke berpamit dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kembali. Lalu mereka berada di sebuah kedai teh milik Benjiro dan disana mereka bertemu dengan Shin. Shin juga bercerita tentang Toyotomi Hideyoshi, namun kali ini ceritanya terdengar seperti iri dan menjelek-jelekkan sang Shogun pahlawan mereka. Jiro dan dan Gonsuke pun merasa bingung dan keheranan dengan dua cerita yang saling bertolak belakang tentang Lord Hideyoshi tersebut. Kemudian mereka pun melanjutkan perjalanan ke kuil Songaji untuk beristirahat dan menginap malam itu.


(27)

Dari peristiwa di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa situasi mulai panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai berkonflik atau yang disebut Rising Action terjadi pada tahapan peristiwa cerita di atas. Konflik para pelaku yaitu terjadi hubungan komunikasi antara Jiro dan Gonsuke dengan seorang nenek dan Shin, dimana kedua tokoh yang Jiro dan Gonsuke temui menceritakan tentang Lord Hideyoshi dengan cerita yang berbeda. Sehingga membuat Jiro dan Gonsuke kebingungan untuk mempercayai salah satu cerita tersebut.

d. Crisis: yakni situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh pengarangnya.Tahapan ini terjadi saat Jiro dan Gonsuke sedang berjalan menuju Kuil Songaji untuk bermalam. Mereka bertemu dengan seorang lelaki tua kecil dan temannya yang bertubuh besar. Dengan mereka, Jiro dan Gonsuke menceritakan kebingungannya tentang sosok Lord Hideyoshi yang mereka dengar dari dua cerita yang berbeda. Lelaki kecil itu juga bercerita tentang sosok Hideyoshi yang ia ketahui. Mulai dari cerita saat masih kecil, kisah tentang Istana Kiyosu, pertarungan Hideyoshi dengan Mondo, pertempuran Okehazama dan berdirinya benteng Sunomata. Lelaki kecil itu bercerita dengan penuh keyakinan. Di akhir cerita lelaki kecil itu, ia baru memperkenalkan diri sebagai Toyotomi Hideyoshi. Dan alangkah terkejutnya Jiro dan Gonsuke mendengar hal tersebut. Mereka pun segera bersujud dan meminta maaf kepada Lord Hideyoshi sang Shogun Jepang tersebut. Namun bukannya Hideoshi


(28)

marah, ia malah menerima mereka sebagai tamu mereka di istana Nagahama. Setelah mengetahui alasan Jiro dan Gonsuke pergi ke Nagahama untuk bertemu dengannya dengan maksud mencari sebuah kebijaksanaan dan nasihat-nasihat hidup, Hideyoshi pun mengabulkan keinginan mereka dan menceritakan segala yang mereka ingin ketahui.

Dari gambaran di atas, dapat dilihat pada tahap ini disebut Crisis yakni ketika situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh pengarangnya. Situasi semakin panas terjadi ketika Jiro dan Gonsuke dengan tak disangka-sangka bertemu dengan Lord Hideyoshi di tengah perjalanan sebelum sampai di Istana Nagahama. Pada awalnya mereka berbicara dengan Lord Hideyoshi sebagai lelaki kecil yang menceritakan sedikit tentang Toyotomi Hideyoshi, namun setelah mengetahui siapa dirinya, akhirnya mereka merasa bersalah dan meminta maaf karena sudah melakukan hal yang tidak sopan. Dan kemudian mereka diterima Lord Hideyoshi sebagai tamu di istananya dan diizinkan menginap disana.

e. Climax: yakni situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya sendiri-sendiri. Tahapan ini dapat kita lihat pada saat Toyotomi Hideyoshi mengadakan sekolah di Kuil Songaji. Setelah perbincangan dengan Jiro dan Gonsuke, ia memutuskan bahwa kisah perjalanan hidupnya yang keras hingga mencapai sebuah kesuksesan harus diketahui semua orang di Jepang. Ia ingin agar semua orang dapat belajar darinya dan mendapat


(29)

keberuntungan di jalan mereka masing-masing dan menjalani takdir yang mereka tentukan sendiri. Akhirnya pertemuan di Kuil Songaji terlaksana. Disana Toyotomi Hideyoshi memaparkan 5 prinsip hidupnya yang ia jalani untuk mencapai kesuksesannya. Prinsip-prinsip hidup tersebut disampaikan melalui kisah nyata yang ia telah lewati sepanjang hidupnya. Beberapa murid di Kuil Songaji juga ikut bercerita mendukung prinsip hidup yang diajarkan oleh Hideyoshi. Cerita-cerita yang diperdengarkan tersebut juga kisah nyata yang dialami oleh beberapa murid. Ada Daizen, Fernao, Manzo, Hanshiro, Handa dan Goro dan beberapa tokoh tak bernama yang ikut bercerita disana.

Situasi Climax terjadi pada cerita di atas yakni situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya sendiri-sendiri. Situasi puncak itu digambarkan saat pertemuan Hideyoshi dengan murid-muridnya yang ingin belajar darinya yang berlokasi di Kuil Songaji di kota Nagahama. Disanalah Toyotomi Hideyoshi berbagi cerita mengenai 5 prinsip hidup sang Shogun, dan juga ditambahkan cerita dari beberapa muridnya. Hal inilah yang menjadi tema dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini, yaitu mengangkat tema yang menceritakan tentang pengungkapan nilai-nilai kesuksesan dan keberhasilan seorang Toyotomi Hideyoshi menjadi seorang Shogun Jepang.

f. Falling action: yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau


(30)

penyelesaian cerita. Tahapan ini bisa terlihat dalam suasana ketika Jiro, Gonsuke dan Daizen akan mengakiri pertemuan di Kuil Songaji. Mereka bertiga maju ke depan podium member keyakinan kepada para murid yang lain bahwa apa yang sudah menjadi bahan pembicaraan selama di Kuil Songaji tersebut bukanlah hanya sebuah pembicaraan yang sia-sia dan sulit dilakukan. Jiro menyatakan bahwa keinginannya yang paling terpendam dari dulu adalah menjadi pengrajin kayu. Sejak pertemuan pertamanya dengan Lord Hideyoshi dua bulan yang lalu, ia mendapat titik cerah dan akhirnya memutuskan untuk menjadi perajin kayu daripada seorang petani. Ia menunjukkan sebuah tongkat dengan ukiran Dewi Benten, yang terdapat di kayu maple yang telah dipernisnya tersebut. Gonsuke pun menyampaikan bahwa keinginan dari hati kecilnya yang terdalam adalah untuk menjadi seorang pedagang. Setelah diberikan pencerahan oleh Lord Hideyoshi, ia pun membulatkan tekadnya. Maka dengan sebuah keyakinan ia dan Jiro mendirikan sebuah badan usaha yang nantinya akan menjual perabotan dan ukiran kayu karya Jiro. Lain lagi dengan Daizen sang ronin, ia menceritakan bahwa ia juga akan bekerjasama dengan Jiro dan Gonsuke dalam badan usaha tersebut dan diantara barang produksi dan ukiran kayu Jiro, mereka akan membuat pedang terhalus yang akan diciptakan sesuai dengan ciri-ciri yang akan ia tentukan sendiri. Ia menambahkan dengan yakin bahwa dengan senjata latihan dan keahlian memainkan pedangnya, mereka akan menjaring pelanggan dari kalangan samurai dan rumah tangga bangsawan. Setelah itu semua, Toyotomi Hideyoshi menutup pertemuan mereka di Kuil Songaji tersebut.


(31)

Pada cuplikan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa alur tiba pada tahapan Falling action yakni ketika kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau penyelesaian cerita. Kadar konflik sudah menurun dapat kita lihat ketika Jiro, Gonsuke dan Daizen mengakhiri pelajaran hari itu di Kuil Songaji dengan membuktikan bahwa prinsip hidup yang diajarkan oleh Toyotomi Hideoshi sudah mulai mereka jalani. Hal ini untuk meyakinkan para murid yang lain untuk dapat menjalankan prinsip hidup yang telah diajarkan oleh Toyotomi Hideoshi.

Berdasarkan tahapan cerita di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa cerita dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samuraiini, alurnya sesuai dengan teori tahapan peristiwa dimulai dari Exposition, Inciting Force, Rising Action, Crisis, sampai kepada Climax, dan Falling Action. Ini dapat kita lihat pada pada setiap tahapan-tahapan peristiwa yang membentuk alur di dalam cerita tersebut sehingga mendukung cerita dalam novel tersebut.

Menurut Hariyanto (2000:39), jenis alur dapat dikelompokkan dengan menggunakan berbagai kriteria. Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini alurnya dikelompokkan menjadi :

Berdasarkan kriteria urutan waktu, merupakan alur maju disebut juga alur kronologis, alur lurus atau alur progresif yaitu peristiwa-peristiwa ditampilkan secara kronologis, maju, secara runtut dari awal tahap, tengah hingga


(32)

akhir. Hal ini dapat dilihat dari keinginan Jiro dan Gonsuke yang awalnya ingin belajar dari Lord Hideyoshi, kemudian mereka memulai perjalanannya ke Kota Nagahama dan akhirnya bertemu dengan Lord Hideyoshi. Hingga tercipta sekolah di Kuil Songaji dan datang para murid untuk belajar bersama. Semua hal tersebut terjadi secara berurutan dalam novel tersebut.

Berdasarkan kriteria jumlah merupakan alur jamak. Dalam alur jamak, biasanya cerita drama menampilkan lebih dari satu tokoh protagonis. Perjalanan hidup tiap tokoh ditampilkan. Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini, tidak hanya perjalanan tokoh utama Toyotomi Hideyoshi yang diceritakan, tapi juga ada beberapa tokoh yang diceritakan kisah hidupnya saat bercerita di Kuil Songaji. Cerita tokoh lain dihadirkan karena untuk mendukung prinsip hidup yang diajarkan Toyotomi Hideyoshi dalam novel tersebut.

Berdasarkan kriteria hubungan antar peristiwa, merupakan alur erat disebut juga alur ketat atau padat yaitu alur yang beralur cepat, susul menyusul, setiap bagian terasa penting dan menentukan. Dalam novel ini, certita disajikan cepat tanpa ada tambahan cerita yang mengganggu cerita utama dan tiap bagian terasa penting karena masing-masing bagian mempunyai peranan penghubung ke bagian selanjutnya dalam novel ini.

Berdasarkan kriteria cara pengakhirannya, merupakan alur tertutup, yaitu penampilan kisahnya diakhiri dengan kepastian atau secara jelas. Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini, cerita


(33)

diakhiri dengan jelas ditandai dengan selesainya pertemuan Toyotomi Hideyoshi dengan para muridnya yang berada di Kuil Songaji.


(34)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari analisis yang telah dilakukan terhadap cerita di dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini, maka dapat diambil kesimpulan;

1. Di dalam sebuah karya sastra, tema merupakan ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Dengan begitu tema dapat berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya menjadi terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut. Jadi tema yang melatarbelakangi cerita dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini adalah menceritakan tentang pengungkapan nilai-nilai kesuksesan dan keberhasilan seorang Toyotomi Hideyoshi menjadi seorang Shogun Jepang.

2. Dalam karya sastra, tokoh adalah karakter yang mengambil peran penting dan merupakan sosok yang bertugas untuk menjalankan cerita itu. Tokoh merupakan unsur terpenting dan penentu, karena tokoh berfungsi menyampaikan tema, plot, pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja


(35)

ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Tokoh utama di dalam

novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini adalah Toyotomi Hideyoshi yang banyak disoroti tentang perjalanan kehidupannya dalam mewujudkan mimpinya untuk menjadi seseorang yang lebih baik dalam kehidupannya hingga ia menjadi seorang Shogun Jepang dengan penuh kerja keras yang telah ia lakukan. Karakter Toyotomi Hideyoshi di dalam novel ini digambarkan sebagai sosok lelaki yang pemberani, pantang menyerah, bijaksana, pemaaf, berkemauan keras, mempunyai sifat balas budi, berwibawa, ramah tamah, berperasaan yang jujur, memberi kepercayaan kepada orang lain dan juga humoris. Berdasarkan hal tersebut, maka karakter Toyotomi Hideyoshi sebagai tokoh utama dan tokoh protagonis mendukung tema dalam cerita ini.

3. Alur dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini membangun ceritanya dengan baik karena cerita di dalamnya memenuhi tahapan-tahapan peristiwa yang mendukung cerita yang dimulai dari Exposition, yaitu awal mula cerita mengenai Jiro si petani dari Desa Miwa yang sedang gundah tentang nasib hidupnya. Inciting Force saat perbincangannya dengan Gonsuke semakin membulatkan tekad untuk merubah jalan hidup mereka. Rising Action ketika Jiro dan Gonsuke memulai perjalanan menuju Kota Nagahama dan bertemu dengan beberapa orang. Crisis yaitu saat Jiro dan Gonsuke sudah bertemu dengan Lord Hideyoshi di Kota Nagahama. Hingga Climax ketika Lord Hideyoshi membuka sekolah di Kuil Songaji dan menceritakan prinsip hidupnya serta berbagi cerita dari beberapa murid. Sampai kepada Falling Action saat


(36)

sekolah di Kuil Songaji diakhiri dengan pembicaraan dari Jiro dan Gonsuke, dimana mereka berdua yang mengawali cerita dalam novel ini. Berdasarkan cerita di atas maka alur dalam novel ini sangat baik karena sudah memenuhi tahapan-tahapn alur yang sesuai dengan teori alur yang lengkap dan baik menurut Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000:84).

4. Latar yang ada dalam karya sastra disebut juga sebagai landasan tumpu, mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat peristiwa-peristiwa yang diceritakan, dimana ketiga unsur tersebut saling berkaitan. Latar tempat novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini di negara Jepang dengan mengambil beberapa tempat yaitu Desa Miwa, kota Nagahama, Istana Nagahama dan kuil Songaji yang ada dalam novel tersebut. Latar waktunya adalah saat Toyotomi Hideyoshi sudah menjadi seorang Shogun Jepang dengan umur berkisar 40 tahunan antara tahun 1582 hingga 1592. Ia menceritakan berbagai kisah perjalanan hidupnya dimulai dari kecil hingga sampai menjadi seorang Shogun. Latar sosial adalah kondisi damai di Jepang setelah kekacauan selama lebih dari seratus tahun setelah masa Perang Onin yang diceritakan dalam novel tersebut.

5. Sebuah karya sastra akan terlihat lebih menarik apabila setiap unsur-unsur menempati posisi yang tepat dan mempunyai keterkaitan. Hubungan tema dengan tokoh utama, tema dengan alur, dan tokoh utama dengan alur dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini menciptakan struktur cerita yang utuh. Kita dapat melihat hubungan keterkaitan antara tema, perwatakan tokoh tema, dan alur dengan


(37)

memperhatikan dengan cermat unsur-unsur intrinsik yang ada di dalamya. Tema novel ini menceritakan tentang pengungkapan nilai-nilai kesuksesan dan keberhasilan seorang Toyotomi Hideyoshi menjadi seorang Shogun Jepang. Sudah tentu tidak mungkin terjadi bagi Toyotomi Hideoshi untuk mengungkapkan nilai-nilai kesuksesan dan keberhasilannya tanpa ada sebab akibat yang terjadi dan juga tanpa ada media komunikasi serta audience yang menerima atau mendengar hal tersebut. Oleh karena itu pengarang menciptakan tokoh tambahan yang mengawali cerita dan membuat suatu sebab sehingga pertemuan di Kuil Songaji tercipta. Alur tahapan peristiwa ini terjadi pada Inciting Force, Rising Action, dan Crisis. Hingga pada akhirnya alur peristiwa Climax terjadi yaitu adanya sekolah di Kuil Songaji. Alur yang terjadi juga bertahap dan menjadi sebuah hukum sebab-akibat yang saling berkaitan dan berhubungan. Tokoh utama dalam cerita ini adalah sosok lelaki yang pemberani, pantang menyerah, bijaksana, pemaaf, berkemauan keras, mempunyai sifat balas budi, berwibawa, ramah tamah, berperasaan yang jujur, memberi kepercayaan kepada orang lain dan juga humoris. Oleh karena itu penggambaran protagonis karakter-karakter Toyotomi Hideyoshi ini mendukung tema novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini. Peristiwa ini dapat kita lihat pada setiap alur mulai dari Exposition, Inciting Force, Rising Action, Crisis, Climax hingga Falling Action. Jadi jelas sekali bahwa peran tokoh utamalah yang menciptakan dan menimbulkan alur dan dasar tema tersebut.


(38)

4.2 Saran

Melalui penulisan skripsi ini, penulis berharap agar novel yang merupakan salah satu sarana alternatif yang dijadikan manusia untuk mendapatkan kesenangan, tidak hanya dijadikan hiburan saja. Tetapi saat membaca novel berusahalah untuk memahami makna yang terkandung serta nilai-nilai positif yang ada sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Seperti di dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini, kita dapat kita mengambil hikmah dan pelajaran yang baik yang terkandung di dalamnya untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis juga berharap skripsi ini dapat dijadikan referensi tersendiri bagi para pembaca dan pencinta karya fiksi menjadi bahan yang berguna bagi peneliti selanjutnya. Penulis menyarankan kepada para pembaca atau peminat sastra bisa memberi interpretasi sendiri terhadap novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini, karena dalam memberi tanggapan sebuah karya sastra sering terjadi perbedaan-perbedaan pandangan untuk menambah wawasan dan memperkaya khasanah dalam dunia karya sastra.


(39)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “STRATEGI HIDEYOSHI : ANOTHER STORY OF THE SWORDLESS SAMURAI”, PENDEKATAN

OBJEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1. Definisi Novel

Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:9) menyatakan bahwa novel berasal dari bahasa Italia yaitu Novella (yang dalam bahasa Jerman disebut novelle). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.

Menurut Depdikbud dalam http://www.anneahira.com/tentang-novel.htm, novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

Sementara itu, Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.

Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:2). Dan menurut Takeo


(40)

dalam Pujiono (2002:3) novel merupakan sesuatu yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat meskipun kejadiannya tidak nyata.

Selanjutnya Sayuti dalam http://nesaci.com/jenis-dan-pengertian-novel/ mengatakan bahwa novel cenderung expand (meluas) dan menitikberatkan complexity (kompleksitas). Meluas dan kompleksitas yang dimaksudkannya adalah dalam hal perwatakan, permasalahan yang dialami sang tokoh, serta perluasan dari latar cerita tersebut.

Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama, genre prosalah, khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat ditemukan diantaranya:

1. Novel menampilkan unsur-unsur cerita paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas.

2. Bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat.

Karya-karya modern klasik dalam kesusastraan, kebanyakan berisi karya-karya novel. Novel merupakan bentuk karya-karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau defenisi novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda.

Beberapa pandangan yang berupaya menjabarkan definisi novel antara lain sebagai berikut:


(41)

1. Fielding dalam Atmaja (1986:44) mengatakan bahwa novel merupakan modifikasi dunia modern paling logis, dan merupakan kelanjutan dari dunia epik. Pernyataan ini tidak saja terbukti kebenarannya namun relevan untuk situasi kini, suatu masa dimana novelis tidak lagi menampilkan tokoh-tokoh hero di dalam karya sastra mereka, tetapi lebih banyak menampilkan segi-segi sosial dan psikologis di dalam permasalahan masyarakat biasa.

2. Wellek dan Warren (1995:282) novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis yang bersifat realistis dan mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam.

3. Djacob Sumardjo (1999:11-12) novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicernakan, juga kebanyakan mengandung unsur suspense dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya.

Setiap karya sastra fiksi (novel) mempunyai unsur-unsur yang mendukung, baik unsur dari dalam sastra itu sendiri (unsur intrinsik) ataupun unsur dari luar (unsur ekstrinsik) yang secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra.

2.2 Unsur-Unsur Pembangun Novel

Novel merupakan sebuah totalitas, suatu panduan bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian atau unsur yang berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan. Sehingga dengan


(42)

unsur-unsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud. Unsur-unsur-unsur yang terkandung dalam novel adalah unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.

2.2.1 Unsur Intrinsik

Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau dapat juga dikatakan unsur-unsur yang secara langsung membangun cerita. Adapun unsur pembentuk yang dibangun oleh unsur instrinsik sebagai berikut:

a. Tema

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide, atau keinginan pengarang yang mensiasati persoalan yang muncul.

Istilah tema menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91) berasal dari bahasa latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka


(43)

telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Sedangkan Brooks dalam Aminuddin (2000:92) mengungkapakan bahwa dalam mengapresiasikan tema suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu-ilmu humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang bersifat universal. Tema dalam hal ini tidaklah berada di luar cerita, tetapi inklusif di dalamnya. Akan tetapi, keberadaan tema meskipun inklusif di dalam cerita tidaklah terumus dalam satu dua kalimat secara tersurat, tetapi tersebar di balik keseluruhan unsur-unsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi. Dalam upaya memahami tema, pembaca perlu memperhatikan langkah berikut secara cermat:

1. Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2. Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.

3. Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

4. Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

6. Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkannya.


(44)

7. Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.

8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.

Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini mengangkat tema yang menceritakan tentang pengungkapan nilai-nilai kesuksesan dan keberhasilan seorang Toyotomi Hideyoshi menjadi seorang Shogun Jepang. Berawal dari perbincangan dua orang pemuda yang berasal dari Desa Miwa yaitu Jiro dan Gonsuke, yang ingin memperoleh nasihat dan petuah bagaimana mencapai sebuah jalan kesuksesan. Dan kemudian tercetuslah ide mereka untuk belajar dari Toyotomi Hideyoshi, seorang samurai tertinggi yang mereka anggap telah berhasil mencapai kesuksesannya dari seorang petani miskin, tidak berpendidikan dan tidak ahli ilmu beladiri namun dapat menjalani rangkaian usaha dan kerja keras untuk menjadi seorang Shogun.

Dikisahkan selanjutnya bahwa Toyotomi Hideyoshi menerima mereka sebagai murid dan membuka sebuah pertemuan di Kuil Songaji. Disinilah sosoknya mulai menjadi tokoh utama yang menjadi sentral pembahasan seluruh cerita. Ia menceritakan berbagai kisah perjalanan hidupnya dan kerja keras yang dilakukannya untuk mencapai kesuksesannya tersebut. Tak hanya ia yang bercerita, para muridnya pun berbagi kisah tentang perjuangan dan kerja keras seseorang yang mencapai kesuksesan mereka.


(45)

Dalam novel tersebut dikisahkan sepanjang perjalanan kisah hidupnya, Toyotomi Hideyoshi merangkum kiat-kiat kesuksesannya menjadi 5 bagian, yaitu: (1). Terbayangkan berarti terjangkau. (2).Rasa syukur mengundang keberuntungan. (3). Kenali bakatmu. (4).Usaha menentukan hasil. (5). Kerjasama melahirkan keberhasilan.

b. Plot / Alur Cerita

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk karya fiksi adalah plot. Dalam analisis cerita plot sering juga disebut dengan alur. Alur atau plot pada karya sastra pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam (Aminuddin, 2000:83).

Menurut Suroto (1989:89), alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Dari pengertian tersebut jelas bahwa setiap cerita tidak berdiri sendiri.

Dalam cerita fiksi atau cerpen urutan peristiwa dapat beraneka ragam. Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000:84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot / alur suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Exposition : yakni tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita.


(46)

2. Inciting force: yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku.

3. Rising action : yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai berkonflik.

4. Crisis: yakni situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh pengarangnya.

5. Climax: yakni situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya sendiri-sendiri.

6. Falling action: yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau penyelesaian cerita.

Dalam pengertiannya elemen plot / alur hanyalah didasarkan pada paparan mulai peristiwa, berkembangnya peristiwa yang mengarah pada konflik yang memuncak, dan penyelesaian terhadap konflik.

Berdasarkan fungsi plot dalam membangun nila estetik cerita, maka identifikasi dan penilaian terhadap keberadaan plot menjadi sangat beraneka ragam. Keberagaman tersebut paling tidak dapat dilihat dari tiga prinsip utama analisis plot yang meliputi:

1. Plots of action, analisis proses perubahan peristiwa secara lengkap, baik muncul secara bertahap maupun tiba-tiba pada situasi yang dihadapi tokoh utama, dan sejauh mana urutan peristiwa yang dianggap sudah tertulis itu, berpengaruh terhadap perilaku dan pemikiran tokoh yang bersangkutan dalam menghadapi situasi tersebut.


(47)

2. Plots of character, proses perubahan perilaku atau moralitas secara lengkap dari tokoh utama kaitannya dengan tindakan emosi dan perasaan.

3. Plots of thought, proses perubahan secara lengkap kaitannya dengan perubahan pemikiran tokoh utama dengan segala konsekuensinya berdasarkan kondisi yang secara langsung dihadapi.

Perubahan perilaku, moral, pemikiran atau pandangan, dan konflik-konflik yang dialami oleh tokoh cerita serta peristiwa-peristiwa yang muncul memang seharusnya dijalani oleh para tokohnya. Dalam plots of action terjadi pada perilaku yang ingin mengabdi dan membela klannya dari musuh. Plots of character fokus utama terjadinya perubahan moral, karakter atau emosi tokoh cerita. Untuk mengetahui jalinan plots of character adalah dengan menganalisis setiap perubahan perilaku atau emosi dari tokoh. Pada plot of thought, penekanan utama yang menyebabkan perubahan emosi atau perasaan tokoh didasari pada situasi yang dihadapi secara langsung.

Menurut Hariyanto (2000:39), Jenis alur dapat dikelompokkan dengan menggunakan berbagai kriteria.

Berdasarkan kriteria urutan waktu:

1. Alur maju

Alur maju disebut juga alur kronologis, alur lurus atau alur progresif. Peristiwa-peristiwa ditampilkan secara kronologis, maju, secara runtut dari awal tahap, tengah hingga akhir.


(48)

2. Alur mundur

Alur mundur disebut juga alur tak kronologis, sorot balik, regresif, atau flash-back. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dari tahap akhir atau tengah dan baru kemudian tahap awalnya.

Berdasarkan kriteria jumlah:

1. Alur tunggal

Dalam alur tunggal biasanya cerita drama hanya menampilkan seorang tokoh protagonis. Cerita hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut.

2. Alur jamak

Dalam alur jamak, biasanya cerita drama menampilkan lebih dari satu tokoh protagonis. Perjalanan hidup tiap tokoh ditampilkan.

Berdasarkan kriteria hubungan antar peristiwa:

1. Alur erat

Alur erat disebut juga alur ketat atau padat. Dalam drama yang beralur cepat, susul menyusul, setiap bagian terasa penting dan menentukan.

2. Alur longgar

Alur longgar berbanding terbalik dengan alur ketat. Hubungan antar peristiwanya longgar, tersajikan secara lambat, dan diselingi berbagai peristiwa


(49)

tambahan. Pembaca atau penonton dapat meninggalkan atau mengabaikan adegan tertentu yang berkepanjangan dengan tanpa kehilangan alur utama cerita.

Berdasarkan kriteria cara pengakhirannya:

1. Alur tertutup

Dalam drama yang beralur tertutup, penampilan kisahnya diakhiri dengan kepastian atau secara jelas.

2. Alur terbuka

Dalam drama yang beralur terbuka, penampilan kisahnya diakhiri secara tidak pasti, tidak jelas, serba mungkin. Jadi akhir ceritanya diserahkan kepada imajinasi pembaca atau penonton.

Selanjutnya menurut Hariyanto (2000:38-39) Karya sastra yang lengkap mengandung cerita, pada umumnya mengandung delapan bagian alur. Bagian-bagian tersebut adalah:

1. Eksposisi

Eksposisi sering disebut sebagi paparan. Eksposisi adalah bagian karya sastra drama yang berisi keterangan mengenai tokoh serta latar. Biasanya eksposisi terletak pada bagian awal. Dalam tahapan ini pengarang memperkenalkan para tokoh dan memberikan gambaran peristiwa yang akan terjadi.


(50)

2. Rangsangan

Rangsangan adalah tahapan alur ketika muncul kekuatan, kehendak, kemauan, sikap, atau pandangan yang saling bertentangan.

3. Konflik atau tikaian

Bagian ini merupakan tahapan ketika suasana emosional memanas karena adanya pertentangan dua atau lebih kekuatan. Konflik dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: manusia dengan alam, manusia dengan sesama, manusia dengan dirinya sendiri (batin), dan manusia dengan penciptanya.

4. Rumitan atau komplikasi

Komplikasi merupakan tahapan ketika suasana semakin panas karena konflik semakin mendekati puncaknya. Gambaran nasib tokoh semakin jelas meskipun belum sepenuhnya terlukiskan.

5. Klimaks

Klimaks adalah titik puncak cerita. Bagian ini merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya. Peristiwa dalam tahap ini merupakan pengubah nasib tokoh. Ini merupakan puncak rumitan dan puncak ketegangan penonton.

6. Krisis atau titik balik

Bagian ini adalah bagian alur yang mengawali leraian. Tahap ini ditandai oleh perubahan alur cerita menuju kesudahannya.


(51)

7. Leraian

Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapainya klimaks, merupakan peristiwa yang menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian. Dalam tahap ini kadar pertentangan mereda.

8. Penyelesaian

Ini merupakan bagian akhir alur drama. Dalam tahap ini biasanya rahasia atau kesalahpahaman yang bertalian dengan alur cerita terjelaskan. Kesimpulan terpecahkannya masalah dihadirkan dalamtahap ini.

c. Tokoh

Tokoh dalam karya fiksi tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema; dan menempati posisi strategis sebagai pembawa dan menyampaikan pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Fananie,

2001: 86). Istilah “tokoh’ menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh cerita (character), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165), adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.


(52)

Boultoun dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokoh sebagai pelaku yang hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya. Pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya maupun pelaku egois, kacau, dan mementingkan diri sendiri. Dalam cerita fiksi pelaku itu dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia. Dalam menentukan tokoh utama dan tokoh pembantu, yang pada umunya merupakan tokoh yang sering dibicarakan oleh pengarang, sedangkan tokoh tambahan hanya dibicarakan alakadarnya.

Tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu penggambaran yang jelas tentang tokoh tersebut. Menurut Nurgiyantoro (1995:173-174), jenis-jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut;

1. Berdasarkan Segi Peranan atau Tingkat Pentingnya

a. Tokoh Utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam prosa dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.

b. Tokoh Tambahan, yaitu tokoh yang permunculannya lebih sedikit dan kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung dan

2. Berdasarkan Segi Fungsi Penampilan Tokoh

a. Tokoh Protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang ideal bagi pembaca


(53)

Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless

Samurai”, tokoh utama ialah Toyotomi Hideyoshi yang banyak disoroti tentang perjalanan kehidupannya dalam mewujudkan mimpinya untuk menjadi seseorang yang lebih baik dalam kehidupannya hingga ia menjadi seorang Shogun Jepang dengan penuh kerja keras yang telah ia lakukan.

Sedangkan tokoh-tokoh tambahan dalam novel ini yaitu : Jiro dan Gonsuke (dua pemuda yang pada awalnya ingin belajar dan meminta nasihat dari Toyotomi Hideyoshi); Daizen (seorang ronin yang ikut bersama dengan Jiro dan Gonsuke); seorang nenek, Benjiro dan Shin (tokoh yang dujumpai oleh Jiro dan gonsuke menuju kota Nagahama); Gempa Bumi (seorang Koroku pengawal Toyotomi Hideyoshi), Naganori dan Lord Oda Nobunaga (samurai yang menjadi majikan Hideyoshi); Fernao, Manzo, Hanshiro, Handa dan Goro (beberapa murid di kuil Songaji yang belajar pada Hideyoshi dan juga berbagi kisah yang memuat pesan moral yang mereka ketahui).

Selain itu, di dalam beberapa kisah yang diceritakan terdapat beberapa tokoh yaitu : Kichibei, Takeo, Paman Kokichi, Taro, Masahide, Lord Sasaki, Jun (Kembo/Mumon/Soshin-daizenji), Lord Tokitaka, Kuronosuke, Fumio, Ryu, Fransisco, Antonio dan Wufeng,

Selanjutnya tokoh, peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner. Walau bersifat imajiner namun ada juga karya fiksi atau novel yang berdasarkan diri pada fakta. Karya fiksi yang demikian oleh Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:4) digolongkan sebagai fiksi nonfiksi (nonfiction fiction), yang terbagi atas (1) fiksi historial (historical fiction) atau novel historis, jika yang menjadi dasar penulisan


(54)

fakta sejarah; (2) fiksi biografis (biographical fiction) atau novel biografis; jika yang menjadi dasar penulisan fakta biografis dan; (3) fiksi sains (science fiction) atau novel sains; jika yang menjadi dasar penulisannya fakta ilmu pengetahuan.

Dilihat dari penggolongannya, maka penulis memasukkan novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” Karya Tim Clark dan Mark Cunningham yang merupakan objek penelitian ini, ke dalam novel historis karena terikat oleh beberapa fakta yang dikumpulkan melalui penelitian dari berbagai sumber oleh penulis novel tersebut.

d. Sudut pandang

Menurut Aminuddin (2000:90) sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkanya. Cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya. Ada empat macam sudut pandang yaitu :

1. Omniscient point of view ( sudut pandang yang berkuasa).

Disini pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya, pengarang juga berkuasa untuk menghapus dan menciptakan tokohnya, mengatur jalan pikiran tokoh hingga mengomentari kelakuan para pelaku.


(1)

ANALISIS CERITA NOVEL “STRATEGI HIDEYOSHI : ANOTHER STORY OF THE SWORDLESS SAMURAI” KARYA TIM CLARK DAN

MARK CUNNINGHAM DILIHAT DARI PENDEKATAN OBJEKTIF

KYAKKANTEKI KARA MITA TIM CLARK TO MARK CUNNINGHAM NO SAKUHIN NO “STRATEGI HIDEYOSHI : ANOTHER STORY OF THE SWORDLESS SAMURAI” NO SHOUSETSU MONOGATARI NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah satu Syarat

Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

MUHAMMAD FAUZAN NIM : 090708025

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji dan syukur penulis ucapkan ke

hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat beserta karuniaNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Cerita Novel Strategi

Hideyoshi : Another Story of The Swordless Samurai Karya Tim Clark dan Mark Cunningham Dilihat Dari Pendekatan Objektif” ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan Fakultas Ilmu Budaya Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penyelesaian studi dan juga penyelesaian skripsi ini, mulai dari pengajuan proposal penelitian, pelaksanaan, sampai penyusunan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra

Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I dan

juga Dosen Pembimbing Akademik, yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran-saran kepada penulis sejak awal sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.


(3)

4. Bapak Drs. Nandi. S, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak menyisihkan waktu, pikiran, dan masukan-masukan selama dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh staff pengajar Departemen Sastra Jepang, yang telah banyak

memberikan penulis banyak masukan dan ilmu. Mulai dari tahun pertama hingga akhirnya dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga semua ilmu yang diberikan bermanfaat bagi banyak orang.

6. Dosen Penguji Ujian Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang

telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.

7. Terima kasih yang sebesar-sebesarnya, penulis sampaikan kepada kedua

orang tua tercinta dan tersayang Ayahanda Achmad Zaini (Alm.), semoga tempat terbaik diberikan di sisi Nya; dan Ibunda Habibah, yang sangat penulis sayangi, untuk semua kasih sayang, doa, kesabaran, moril, dukungan semangat, keringat, air mata, serta dukungan materil yang tidak terhingga, demi kebahagiaan, pendidikan, serta keberhasilan anak-anaknya. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan, rezeki, dan umur panjang sehingga senantiasa penulis akan dapat membahagiakan dan membalas semua kebaikan ayah dan ibu.

8. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada abang dan adik penulis,

Wahyu Ramadhan, Muhammad Faisal, Muhammad Fadly dan Muhammad Rizqy Al Khoir, yang telah banyak memberikan moral, serta dukungan semangat, baik dukungan moril dan materil.


(4)

perkuliahan. Juga rekan-rekan Mahasiswa Sastra Jepang 2009, Icha, Emi, Tirta, Bebi dan yang lainnya, terima kasih dukungan semangat, dan masukannya. Semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus.

10. Terima kasih kepada kawan-kawan Angkatan XXVIII Fajar Moa di UKM

KOMPAS-USU: Andy, Ahmad, Erwin, Dimas, Ishak, Mario, Zaki, Rinta, Surya, Kiki dan Widya. Semua kisah perjalanan kita bersahabat dengan alam telah menambah wawasan dan kebijaksanaan hidupku.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis ucapkan

terima kasih banyak.

Penulis berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini. Namun masih banyak kesalahan, baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 23 Oktober 2014

Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah………....1

1.2 Perumusan Masalah………...6

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan………...8

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori………...9

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian………....14

1.6 Metode Penelitian………...14

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “STRATEGI HIDEYOSHI : ANOTHER STORY OF THE SWORDLESS SAMURAI” KARYA TIM CLARK DAN MARK CUNNINGHAM DAN PENDEKATAN OBJEKTIF ... 16

2.1 Definisi Novel………...16

2.2. Unsur-Unsur Pembangun Novel………....18

1.1.1 Unsur Intrinsik………...19

1.1.2 Unsur Ekstrinsik ………33

1.2 Setting Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai”………..33


(6)

BAB III ANALISIS CERITA NOVEL “STRATEGI HIDEYOSHI : ANOTHER STORY OF THE SWORDLESS SAMURAI” KARYA TIM CLARK DAN MARK CUNNINGHAM

DILIHAT DARI PENDEKATAN OBJEKTIF………....40

3.1 Sinopsis Cerita………...40

3.2 Analisis Objektif Cerita Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” Karya Tim Clark dan Mark Cunningham………...48

3.2.1 Analisis Perwatakan Tokoh utama dalam Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai”………..48

3.2.2 Analisis Alur dalam Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai”………61

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………...71

4.1 Kesimpulan………....71

4.2 Saran………..75

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK