Analisis Cerita Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story Of The Swordless Samurai” Karya Tim Clark Dan Mark Cunningham Dilihat Dari Pendekatan Objektif

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang dibentuk dari kata sas- yang

berarti mengarahkan, memberi petunjuk, atau instruksi, sedangkan –tra berarti
alat atau sarana (Teeuw, 1984:23). Menurut Fananie (2001:4) pengertian sastra
banyak diartikan sebagai tulisan. Pengertian itu kemudian ditambah dengan kata
su yang berarti indah atau baik. Jadi Susastra itu bermakna tulisan yang indah.

Menurut Esten (1978:9) Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan
dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan
masyarakat melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif
terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Selain itu, menurut Zainudin (1992:99) sastra adalah karya seni yang
dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar kesusastraan yang
dimaksud adalah penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta gaya cerita
yang menarik. Sedangkan menurut Wellek dan Warren (1995:109) sastra adalah

lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran
kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kehidupan sosial.
Sastra adalah sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan
suatu tes dialektika (dialog komunikasi sehari-hari) antara pengarang dengan
situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan sejarah dialektika
yang dikembangkan dalam karya sastra (Endraswara , 2008:78).
Pada umumnya, karya sastra berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua

7
Universitas Sumatera Utara

bagian yaitu karya sastra yang bersifat fiksi dan nonfiksi. Karya sastra yang
bersifat fiksi berupa novel, cerpen, esei, dan cerita rakyat. Sedangkan karya sastra
yang bersifat nonfiksi berupa puisi, drama dan lagu.
Menurut Aminuddin (2000:66) fiksi adalah kisah cerita yang diemban oleh
pelaku-pelaku yang tertentu yang bertolak dari imajinasi pengarang sehingga
menjalin suatu cerita. Dengan demikian karya sastra fiksi merupakan suatu karya
sastra fiktif atau imajinatif yang merupakan karya sastra bersifat rekaan, khayalan,
menggunakan bahasa konotatif dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Karya
sastra fiksi dapat dibagi dalam berbagai bentuk yaitu, roman, novel, novelet, dan

cerpen.
Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:9) menyatakan bahwa novel berasal
dari bahasa Italia yaitu Novella (yang dalam bahasa Jerman disebut novelle).
Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil yang kemudian
diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.
Menurut Depdikbud dalam http://www.anneahira.com/tentang-novel.htm,
novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Sementara itu, Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel
menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadiankejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib
tokohnya.

8
Universitas Sumatera Utara

Dan menurut Takeo dalam Pujiono (2002:3) novel merupakan sesuatu
yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat meskipun
kejadiannya tidak nyata.
Selanjutnya Sayuti dalam http://nesaci.com/jenis-dan-pengertian-novel/

mengatakan bahwa novel cenderung expand (meluas) dan menitikberatkan
complexity (kompleksitas). Meluas dan kompleksitas yang dimaksudkannya

adalah dalam hal perwatakan, permasalahan yang dialami sang tokoh, serta
perluasan dari latar cerita tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa
novel adalah suatu rangkaian cerita fiksi yang menggambarkan kisah hidup tokoh,
baik dengan tokoh lain, lingkungan sekitar maupun masyarakat melalui rangkaian
peristiwa yang kompleks dan mempunyai latar tempat dan alur waktu yang jelas,
dan mengubah nasib tokoh tersebut.
Dalam sebuah karya sastra terdapat dua unsur yang sangat berpengaruh
dalam karya tersebut yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau dapat juga dikatakan
unsur-unsur yang secara langsung membangun cerita. Unsur-unsur yang
dimaksud adalah tema, plot / alur, latar, penokohan, dan lain-lain. Sedangkan
yang dimaksud dengan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang terdapat di luar
karya sastra itu tetapi tidak secara langsung mempengaruhi karya tersebut. Unsur
yang dimaksud adalah sosial, kebudayaan, psikologis, politik, agama dan lain-lain
yang dapat mempengaruhi pengarang dalam menulis karyanya tersebut.
Salah satu hasil karya sastra fiksi yang berupa novel adalah novel yang

berjudul “Strategi Hideyoshi : Another Story of The Swordless Samurai” yang

9
Universitas Sumatera Utara

menceritakan kisah hidup Toyotomi Hideyoshi yang ditulis oleh Tim Clark dan
Mark Cunningham.
Novel ini merupakan karya sastra novel yang menarik karena novel ini
menceritakan kisah seorang mantan gelandangan yang berperawakan seperti
monyet dan tidak pandai ilmu bela diri, ternyata dapat menjadi pemimpin militer
tertinggi Jepang yang legendaris. Dengan membaca dan menganalisis novel ini
maka dapat memahami karakter tokoh utama, penggambaran latar dan alur yang
terjadi pada novel ini.
Novel yang berjudul “Strategi Hideyoshi : Another Story of The
Swordless Samurai” ini merupakan novel yang ditulis oleh Tim Clark dan Mark
Cunningham. Meski novel ini ditulis dalam bentuk fiksi tetapi dilandasi kisah
nyata yang terjadi semasa hidup Toyotomi Hideyoshi. Bahkan untuk
mengungkapkan kisah yang terpercaya, penulis novel tersebut melengkapi isinya
dengan setumpuk data; buku-buku dari penelitian beberapa sejarawan terpercaya.
Sebab, hal itu untuk menjamin "keakuratan" di tengah-tengah mitos atau legenda

yang sampai detik ini melingkupi kepemimpinan dan kehebatan Toyotomi
Hideyoshi.
Novel ini mengisahkan bagaimana Toyotomi Hideyoshi seseorang yang
berasal dari keluarga petani dan berhasil menjadi seorang Shogun Jepang.
Keberhasilan tersebut bukan diraih karena keberuntungan, melainkan kerja keras
yang dilakukan Hideyoshi. Ia lahir dari keluarga petani miskin, dibelit nasib pahit;
berwajah jelek, pendek dan tak berpendidikan. Dimulai dari ia menjadi seorang
penjual jarum, bawahan samurai rendahan hingga menjadi pembawa sandal
Shogun Oda Nobunaga. Tapi setumpuk kemalangan hidup itu tak menjadikan

10
Universitas Sumatera Utara

Hideyoshi mengutuk nasib yang membelitnya. Kemiskinan yang menjerat, ia
rubah menjadi sebuah kesuksesan dengan mengandalkan otak daripada tubuh,
akal daripada senjata, strategi (dan logistik) daripada tombak. Tak mustahil, ia
kemudian mampu meraih puncak karier gemilang menjadi Shogun Jepang bukan
berdasarkan garis keturunan, melainkan dari kecerdikan otak.
Novel ini sangat menarik karena memiliki setting cerita dimana Toyotomi
Hideyoshi membuka sebuah sekolah di Kuil Songaji dan mengajarkan pada

murid-muridnya tentang prinsip hidup yang ia yakini dan lakukan untuk mencapai
keberhasilannya dan juga cerita-cerita yang menunjukan bukti nyata akan prinsip
hidup yang ia temukan. Ia menceritakan semua kisah hidupnya tersebut kepada
semua muridnya. Dan tanpa disadari kita sebagai pembaca seolah-olah terhanyut
di dalam cerita dan sedang berada di tengah-tengah kerumunan orang untuk
mendengarkan kisahnya yang menarik untuk disimak dan penuh dengan
kebijaksanaan dan pesan moral yang sangat penting.
Toyotomi Hideyoshi bukanlah tokoh rekaan. Ia tergolong salah satu orang
yang paling luar biasa di dunia. Catatan sejarah mengatakan ia lahir tahun 1536 di
desa Nakamura, sekarang pinggiran kota Nagoya provinsi Owari (sebelah
barat Prefektur Aichi) dan meninggal pada tahun 1598. Tidak banyak yang
diketahui tentang kehidupan Hideyoshi sebelum ia bekerja untuk Oda Nobunaga
di usia 18 tahun dan menjadi kepala tukang kayu dan kepala bagian dapur
di Istana Kiyosu.
Tetapi sejarah yang disajikan dalam novel ini mewakili pandangan umum
mengenai masa mudanya. Satu hal yang pasti, ia terlahir sebagai petani yang tidak
dikenal. Karir Hideyoshi melesat sejak ia bergabung dengan klan Oda dan

11
Universitas Sumatera Utara


berbakti sepenuh hati kepada cita-cita Nobunaga untuk mengakhiri peperangan
antar-daerah dan menyatukan Jepang kembali “di bawah satu pedang”. Hideyoshi
menggantikan Nobunaga yang wafat tahun 1582. Pada tahun 1590 Hideyoshi
berhasil

mengendalikan

sebagian

besar

wilayah

Jepang.

Meskipun kurang berkibar dibandingkan Nobunaga atau Ieyasu, Hideyoshi adalah
orang yang paling mengilhami warga Jepang untuk yakin dengan kemampuan
mereka sendiri. Kesuksesan Hideyoshi ini ditopang oleh kemauannya yang keras.
Niat dan usaha yang sungguh-sungguh inilah yang mampu mengubah keadaan

seseorang. Hideyoshi telah membuktikan itu. Ia yang sebelumnya hanya seorang
petani miskin, tubuhnya kecil, dan bakat bela dirinya yang minim dengan
kemauan keras mampu menjadi pemimpin Jepang yang legendaris.
Dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti karakter tokoh utama
melalui dialog tokoh utama maupun dialog antar tokoh lain, dan alur yang terjadi
pada novel itu. Untuk itu penulis akan membahasnya dalam skripsi dengan judul
“Analisis Cerita Novel Strategi Hideyoshi : Another Story of The Swordless
Samurai Karya Tim Clark dan Mark Cunningham Dilihat Dari Pendekatan
Objektif”.

1.2.

Perumusan Masalah
Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of The Swordless Samurai” ini

merupakan novel yang terinspirasi dari kejadian nyata yang terjadi semasa hidup
Toyotomi Hideyoshi (1536-1598). Novel ini juga cukup menarik karena memiliki
alur cerita yang menceritakan tentang kejadian masa lalu dimana pada saat itu
negara Jepang berada pada kondisi Zaman Perang Antar-Klan. Dalam era penuh


12
Universitas Sumatera Utara

gejolak inilah istilah gekokujo menjadi terkenal. Kata itu berarti “yang rendah
melengserkan yang tinggi dan kuat”. Suatu istilah yang menandai berakhirnya
sistem kepemimpinan berdasarkan bakat, yang dulunya berkembang dalam
masyarakat feodal Jepang. Namun dalam kebanyakan kasus, mereka yang bangkit
di tengah-tengah gekokujo tidak benar-benar “rendahan”. Mereka adalah samurai,
pedagang yang berpengaruh, atau para pejabat gubernur yang berkemauan keras –
bukannya seorang petani miskin. Sehingga membuat kemajuan Hideyoshi yang
mencengangkan menjadi cambuk semangat bagi rakyat jelata yang mendambakan
perubahan nasib.
Novel ini menceritakan Toyotomi Hideyoshi membuka sebuah sekolah di
Kuil Songaji dan mengajarkan tentang prinsip hidup yang ia yakini dan lakukan
untuk mencapai keberhasilannya. Ia menceritakan semua kisah hidupnya kepada
semua muridnya. Dan tanpa disadari kita sebagai pembaca seolah-olah terhanyut
di dalam cerita dan sedang berada di tengah-tengah kerumunan orang untuk
mendengarkan kisahnya yang menarik untuk disimak dan penuh dengan
kebijaksanaan dan pesan moral yang sangat penting.
Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka masalah

penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini :
1. Bagaimana perwatakan tokoh utama “Toyotomi Hideyoshi” dalam
novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of The Swordless
Samurai” Karya Tim Clark dan Mark Cunningham.
2.

Bagaimana alur yang terjadi di dalam novel “Strategi Hideyoshi :
Another Story of The Swordless Samurai”.

13
Universitas Sumatera Utara

1.3.

Ruang Lingkup Pembahasan
Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap

perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan
agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang jauh. Sehingga
penulisan dapat terarah dan terfokus.

Penulis hanya memfokuskan pembahasan mengenai perwatakan tokoh
utama dilihat dari dialog tokoh utama yang terdapat dalam cuplikan kalimat
maupun dialog antar tokoh lain, dan alur yang terjadi di dalam novel Strategi
Hideyoshi : Another Story of The Swordless Samurai. Novel ini ditulis oleh Tim
Clark dan Mark Cunningham dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh
Leinovar Bahrein. Diterbitkan oleh Zahir Books cetakan I pada Agustus 2011
dengan tebal halaman sebanyak 280 lembar.
Dalam hal ini, penulis akan membahas watak tokoh utama yang cukup
menonjol dalam novel tersebut yang akan ditunjukkan dalam beberapa buah
cuplikan kalimat dalam novel tersebut.
Dalam melakukan analisis pendekatan objektif pada novel ini, penulis
tidak memaparkan unsur intrinsik lainnya seperti tema, sudut pandang dan amanat.
Agar pembahasannya lebih jelas dan akurat, maka penulis menjelaskan juga pada
Bab II mengenai pengertian novel, unsur-unsur pembangun novel yaitu unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik, setting novel Strategi Hideyoshi : Another Story of
The Swordless Samurai dan pendekatan objektif dalam kajian sastra dan biografi
pengarang.

14
Universitas Sumatera Utara

1.4.

Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1. Tinjauan Pustaka
Abrams dalam Pradopo (2002:63) menyebutkan analisis dan penafsiran
tidak dapat dipisahkan secara mutlak sebab analisis itu merupakan salah satu
sarana penafsiran di samping parafrase dan komentar. Analisis dipisahkan dari
penafsiran karena analisis merupakan sarana penafsiran yang khusus, yang
memerlukan uraian panjang lebar. Dengan analisis ini makna karya sastra dapat
ditafsirkan dengan lebih jelas, karya sastra dapat dikonkretisasikan dengan sebaikbaiknya meskipun analisis tidak dapat berdiri sendiri dalam konkretisasi karya
sastra. Ada bermacam-macam analisis dalam mengkritik karya sastra. Di dalam
analisis berikut dipergunakan tafsiran dari salah satu sudut pandang, yaitu sudut
pandang objektif yang sifatnya struktural.
Pendekatan

struktural

merupakan

pendekatan

intrinsik,

yakni

membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra
dari dalam. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri atau dapat juga dikatakan unsur-unsur yang secara langsung membangun
cerita. Unsur-unsur yang dimaksud seperti tema, plot / alur, latar, penokohan, dan
lain-lain. Unsur intrinsik ini juga terdapat di dalam salah satu kaya sastra fiksi
berupa novel. Unsur pembangun fiksi di dalam novel ini yang akan ditelaah
adalah tokoh utama dan alur. Tokoh dan penokohan merupakan unsur yang
penting dalam karya naratif. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan
artinya dengan karakter dan perwatakan.
Menurut

Aminuddin

(2001:85)

penokohan adalah cara

sastrawan

menampilkan tokoh. Selain itu menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165)

15
Universitas Sumatera Utara

penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita.
Lebih lanjut menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (1995:165) penggunaan
istilah “karakter” (character ) sendiri dalam berbagai literatur bahasa Inggris
mengarah pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita
yang ditampilkan dan sebagai sikap, kertertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip
moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikian “karakter” dapat
berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula berarti ‘perwatakan’.
Tokoh cerita (character ) menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165)
adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Penokohan merupakan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat
dikaji dan dianalisis keterjalinannya dengan unsur-unsur pembangun lainnya. Jika
fiksi yang bersangkutan merupakan sebuah karya yang berhasil, penokohan pasti
berjalan secara harmonis dan saling melengkapi dengan berbagi unsur yang lain,
misalnya dengan unsur plot / alur dan latar, dan lain-lain.
Plot / alur merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang
yang menggangapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang
lain. Tinjauan struktural terhadap karya fiksi sering lebih ditekankan pada
pembicaraan plot / alur.
Menurut Kenny dalam Nurgiyantoro (1995:113) mengemukakan plot /
alur sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat

16
Universitas Sumatera Utara

sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan
sebab akibat.
Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (1995:113) plot / alur adalah cerita
yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
peristiwa yang lain.
Foster juga mengemukakan hal serupa. Foster dalam Nurgiyantoro
(1995:113) menyebutkan plot / alur adalah peristiwa-peristiwa cerita yang
mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.
Fiksi sebagai sebuah dunia, membutuhkan tokoh, plot / alur, dan juga
perlu latar. Latar atau setting yang disebut sebagai landas tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan, Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216).
Stanton dalam Nurgiyantoro (1995:216) mengelompokkan latar, bersama dengan
tokoh dan plot / alur, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan
dihadapi, dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita
fiksi. Ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita.
Tokoh cerita adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat,
dan itu perlu pijakan, dimana dan kapan.

1.4.2. Kerangka Teori

Dalam menganalisis suatu karya sastra diperlukan suatu teori pendekatan
yang berfungsi sebagai acuan dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam
penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan objektif.

17
Universitas Sumatera Utara

Menurut Satoto (1993: 32) pendekatan objektif adalah suatu pendekatan
dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang
membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan
unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan
objektif merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada
unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Unsur-unsur yang
dimaksud seperti tema, plot / alur, latar, penokohan, dan lain-lain. Pendekatan
tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar
belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya
sastra.
Hal serupa disampaikan oleh Teeuw (1984: 135) pendekatan objektif
mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra
sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya
sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis
karya sastra secara strukturalisme. Menurut Abrams dalam Pradopo (2002:54)
pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya
sastra sebagai struktur yang otonom dengan koheresi intrinsik.
Selain itu Junus dalam Siswanto (2008:183) pendekatan objektif adalah
pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra.
Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya sastra. Karya sastra
menjadi sesuatu yang inti.
Dari kodratnya, karya sastra merupakan refleksi pemikiran, perasaan, dan
keinginan pengarang lewat bahasa. Bahasa itu sendiri bukan sembarang bahasa,

18
Universitas Sumatera Utara

melainkan bahasa yang khas. Yakni bahasa yang memuat tanda-tanda atau
semiotik. Bahasa itu akan membentuk sistem ketandaan yang dinamakan semiotik
dan ilmu yang mempelajari masalah ini adalah semiologi.
Semiotik berasal dari kata Yunani yaitu semeion yang berarti tanda.
Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda.
Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representatif. Istilah
semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi.
Semiologi juga sering dinamakan semiotika, artinya ilmu yang
mempelajari tanda-tanda dalam karya sastra. Menurut Pradopo (2002:270),
semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa sosial
masyarakat dan kebudayaan itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Model struktural semiotik muncul sebagai akibat ketidakpuasan terhadap
kajian objektif. Jika objektif sekedar menitikberatkan aspek intrinsik, semiotik
tidak demikian halnya, karena paham semiotik mempercayai bahwa karya sastra
memiliki sistem sendiri. Itulah sebabnya muncul kajian struktural semiotik,
artinya penelitian yang menghubungkan aspek-aspek struktur dengan tanda-tanda.
Dengan menggunakan teori pendekatan objektif tersebut penulis dapat
menganalisis karakter tokoh utama dengan unsur lainnya seperti alur. Sehingga
unsur-unsur yang di dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of The
Swordless Samurai” memiliki hubungan yang baik, dan dengan pendekatan
semiotik penulis membahas tanda-tanda yang berkaitan dengan karakter tokoh
utama dan alur.

19
Universitas Sumatera Utara

1.5.

Tujuan dan Manfat Penelitian

1.5.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perwatakan tokoh utama dalam novel Strategi
Hideyoshi : Another Story of The Swordless Samurai Karya Tim Clark
dan Mark Cunningham.
2. Untuk mengetahui alur yang terjadi di dalam novel Strategi Hideyoshi :
Another Story of The Swordless Samurai Karya Tim Clark dan Mark
Cunningham.

1.5.2. Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini adalah :
1.

Membantu penikmat sastra dalam upaya meningkatkan apresiasi dan
pemahaman terhadap karya sastra, khususnya terhadap novel Jepang.

2.

Menambah pemahaman pribadi serta masyarakat umum tentang
manusia dengan segala kebijaksanaan dalam hidupnya.

3.

Penelitian ini

diharapkan dapat

memberikan motivasi

kepada

mahasiswa Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara
untuk meningkatkan kemampuan menganalisis karya sastra berbentuk
novel.

1.6.

Metode Penelitian
Di dalam sebuah penelitian sangat dibutuhkan metode penelitian sebagai

bahan penunjang dalam penulisan. Metode adalah cara pelaksanaan penelitian.

20
Universitas Sumatera Utara

Menurut Subagyo (1997:1) metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara
kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat
memahami objek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau
tujuan pemecahan permasalahan.
Metode yang penulis gunakan adalah metode kualitatif. Menurut Ratna
(2004:46) metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data
dengan hubungannya dengan konteks kebenarannya. Cara-cara inilah yang
mendorong kualitatif dianggap sebagai multi metode sebab pada gilirannya
melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan.
Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah novel “Strategi
Hideyoshi : Another Story of The Swordless Samurai” Karya Tim Clark dan Mark
Cunningham.

Dalam

Pengumpulan

data,

penulis

menggunakan

teknik

pengumpulan data studi kepustakaan (library research ). Adapun teknik
pengumpulan data dengan metode tersebut dilakukan dengan cara mempelajari,
mendalami dan mengutip teori-teori atau konsep-konsep dari sejumlah sumber,
baik buku, jurnal, artikel, dan dari berbagai situs internet.

21
Universitas Sumatera Utara