Analisis Cerita Novel “ Oshin “ Karya Hashida Sugako Dilihat Dari Pendekatan Pragmatik
ANALISIS CERITA NOVEL “ OSHIN “ KARYA HASHIDA SUGAKO DILIHAT DARI PENDEKATAN PRAGMATIK
PURAGUMATIKU KARA MITA HASHIDA SUGAKO NO SAKUHIN NO”OSHIN” TO IU SHOUSETSU NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana
dalam bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
NORA FRANSISKA MARPAUNG NIM: 110708058
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
ANALISIS CERITA NOVEL “ OSHIN “ KARYA HASHIDA SUGAKO DILIHAT DARI PENDEKATAN PRAGMATIK
PURAGUMATIKU KARA MITA HASHIDA SUGAKO NO SAKUHIN NO”OSHIN” TO IU SHOUSETSU NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana
dalam bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
NORA FRANSISKA MARPAUNG NIM: 110708058
Pembimbing I Pembimbing II
Mhd. Pujiono, S.S,M.Hum, Ph.D
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Drs.EmanKusdiyana,M.Hum NIP. 19691011 200212 1001 NIP.19600919 1988 03 1001
(3)
DisetujuiOleh :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Medan,Oktober 2015 DepartemenSastraJepang Ketua,
Drs.EmanKusdiyana,M.Hum NIP.19600919 1988 03 1001
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, atas kasih
karuniaNya yang tak pernah berhenti mengalir sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Analisis Cerita Novel “OSHIN” Karya Hashida Sugako Dilihat Dari Pendekatan Pragmatik. Skripsiini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana pada Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih,
penghargaan dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra
Jepang Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum., Ph.D, selaku Dosen
Pembimbing I yang dalam kesibukannya sebagai pengajar telah
menyediakan waktu dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan
skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama
proses penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang
telah banyak membimbing dan membantu penulis dalam perbaikan
(5)
5. Dosen Penguji Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca
dan menguji skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua
dosen dan staf Fakultas Ilmu Budaya, khususnya dosen-dosen Departemen
Sastra Jepang yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang sangat
bermanfaat.
6. Yang paling utama terima kasih yang sangat besar kepada orang tua
tercinta, Bapak Jonner Ebfin Marpaung dan Ibu Berliana Hutajulu, orang
tua terhebat dan terbaik sedunia. Terima kasih telah membesarkan dan
mendidik penulis, dan selalu memberikan perhatian, doa dan nasihat
kepada penulis agar menjadi manusia yang lebih baik. Terima kasih Pak,
Mak.. Berkat doa Bapak dan Mamak lah, penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Semua yang Bapak dan Mamak lakukan tidak
akan mampu penulis balas sampai kapanpun.
7. Kepada abang dan kakak penulis Juben Marpaung, Lambok Marpaung,
Rina Marpaung, Ika dan Rama Marpaung.Terima kasih atas doa dan
semangat tiada henti yang telah diberikan kepada penulis.
8. Terima kasih kepada jagoan-jagoan kecil, Yehezkiel Simatupang dan
Ostin Silitonga yang selama ini selalu memberikan hiburan kepada penulis
melalui tingkah-tingkah yang lucu dan menggemaskan yang nyatanya
mampu mengurangi kepenatan penulis.
9. Kepada teman-teman terbaik penulis yaitu Marcelina Sinambela, Mike
(6)
kasih juga kepada teman-teman stambuk 2011 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
10.Untuk sepupuku tercinta Monika Putri Manurung alias Jagur, terima kasih
sudah menemani penulis dan membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
berkontribusi banyak baik secara langsung maupun tidak langsung,
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Hanya Tuhan Yang
Maha Esa yang dapat membalas kebaikan kalian semua.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna. Skripsi ini juga jauh
darisempurna. Namun penulis tetap mencari kesempurnaan tersebut dengan berusaha
merampungkan skripsi ini secara maksimal. Penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Oktober 2015
Penulis
(7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………...i
DAFTAR ISI ………...…… iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….……...1
1.2 Perumusan Masalah ………. .5
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ………... 9
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori……….. 10
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….14
1.6 Metode Penelitian ……….15
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “OSHIN” STUDI PRAGMATIK DAN SEMIOTIK SERTA KONSEP NILAI MORAL BUSHIDO 2.1 Definisi Novel ………... 17
(8)
2.2.2 Plot ………... .24
2.2.3 Latar ………... 25
2.2.4 Penokohan ……….. 29
2.2.5 Sudut Pandang ………... 32
2.3. Studi Pragmatik dan Semiotik ………... 33
2.4 Konsep Nilai Moral Bushido ………...39
2.5 Sekilas Tentang Biografi Pengarang ………...46
BAB III ANALISIS CERITA NOVEL “OSHIN” KARYAHASHIDA SUGAKO DILIHAT DARI PENDEKATAN PRAGMATIK 3.1 Sinopsis Cerita Novel ” OSHIN” ...………50
3.2 Nilai-nilai Pragmatik yang terdapat dalam novel “OSHIN” 3.2.1 Keberanian ………56
3.2.2 Kejujuran ………67
3.2.3 Kemurahan hati ………74
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ………..121
(9)
4.2 Saran ...………122
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
(10)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang
terdiri dari akar kata Cas atau sas dan –tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang
diturunkan memiliki arti mengarahkan, mengajar, memberikan suatu petunjuk
ataupun induksi. Akhiran –tra menunjukkan suatu sarana atau alat. Sastra secara
harfiah berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi ataupun pengajaran.
Sastra hakikinya merupakan sarana untuk menyampaikan pendidikan dan
pengajaran. Dari segi pendidikan, sastra sebagai wahana untuk mewariskan budaya
bangsa dari generasi ke generasi, berupa gagasan dan pemikiran , bahasa, pengalaman
sejarah, nilai-nilai budaya dan tradisi. Dari segi pengajaran, peminat sastra dapat
mengambil manfaat (Mursini dalam Simanjuntak, 2011:2). Dalam arti sastra memberi
sesuatu atau nilai yang berguna bagi kehidupan.
Pada hakikatnya, sastra memiliki berbagai genre sastra yaitu puisi, drama dan
prosa. Genre sastra berbentuk prosa yang paling populer dan paling banyak beredar,
lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat adalah novel
dalam Aziez dan Abdul (2010:2), novel merupakan karangan dalam bentuk prosa
tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami orang
dalam kehidupan sehari-hari tentang suka duka, kasih dan benci, tentang watak dan
(11)
dewasa. Cerita tersebut bergerak dari satu adegan ke adegan lain, dari suatu tempat ke
tempat lain dengan waktu yang cukup panjang dan di dalamnya tertanam nilai-nilai
kehidupan yang dikemas menjadi sebuah cerita menarik yang mendatangkan inspirasi
bagi para pembaca.
Novel sebagai salah satu cipta sastra yang bertujuan untuk memunculkan
nilai-nilai positif bagi penikmatnya karena di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya
sosial, moral, agama dan pendidikan sehingga mereka peka terhadap
masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan dapat mendorong pembacanya
untuk berperilaku yang baik.
Seperti yang diutarakan oleh Horatius dalam Teeuw (1984:51), tujuan
sastrawan menciptakan sebuah karya sastra novel untuk docere, delektare dan movere
yaitu memberikan ajaran, kenikmatan dan menggerakan pembaca ke kegiatan yang
bertanggung jawab. Dengan kata lain, novel dihadirkan bukan hanya sebagai media
hiburan saja, melainkan sebagai media pendidikan dan pengajaran kepada
pembacanya. Dalam hal ini banyak novel Jepang yang memberikan nilai pendidikan
maupun moral yang baik karena di dalamnya mengandung nilai-nilai kehidupan yang
mendatangkan inspirasi bagi penikmatnya. Salah satunya adalah Novel “OSHIN”
karya Hashida Sugako.
Novel “OSHIN” merupakan novel inspiratif yang menceritakan kisah hidup
dan perjuangan seorang wanita bernama Oshin yang lahir di sebuah keluarga
pedesaan yang sangat miskin di Yamagata, hingga akhirnya berkat tekat dan kerja
(12)
petani miskin yang bekerja menggarap tanah milik orang lain di desa. Walaupun
miskin tetapi Oshin adalah anak yang sangat percaya diri, ceria, berpendirian yang
kuat, jujur, berani, rajin dan optimis. Dari kecil dia sudah merasakan kerasnya hidup,
membanting tulang demi membantu kebutuhan keluarganya. Pekerjaan apapun dia
lakukan mulai dari bekerja sebagai pengasuh anak, pembantu rumah tangga, penjahit
baju dan penata rambut. Tidak ada kata malas dalam hidupnya. Siang dan malam dia
bekerja tanpa mengenal rasa lelah. Semua itu semata-mata hanya untuk
membahagiakan keluarganya. Kehidupan yang dilaluinya penuh derita dan air mata
namun dia tak mau larut dalam kesedihan. Segala kesulitan mampu dihadapinya. Dia
tak pernah mengeluh atau pun menyerah pada keadaan. Pada akhirnya, berkat
keberanian, kerja keras yang tak kenal lelah dan pantang menyerah, dia berhasil
meraih impiannya tersebut. Kesuksesan yang telah dicapainya pun tidak
menjadikanya seorang yang tamak, sombong ataupun menjadi lupa diri bak kacang
lupa kulitnya. Ia selalu jujur dan tulus kepada semua orang termasuk dalam hal
membantu. Ia tak lupa membantu orang di sekitarnya apalagi orang tersebut sangat
membutuhkan pertolongannya.
Berdasarkan uraian di atas ternyata di dalam cerita novel “OSHIN” karya
Hashida Sugako mengandung nilai-nilai pendidikan dan pengajaran yang dapat
memberikan efek-efek positif kepada pembaca. Nilai-nilai yang disampaikan dalam
novel ini antara lain nilai keberanian, nilai kejujuran dan kemurahan hati yang
merupakan nilai moral yang dipedomani oleh masyarakat Jepang yang dikenal
dengan istilah nilai Moral Bushido. Nilai moral Bushido merupakan ajaran yang
(13)
berpegang teguh pada nilai etika dan moralitas.Bushido artinya tata cara berprilaku
ksatria. Bushido mengandung keharusan seorang samurai untuk senantiasa
memperhatikan kejujuran, keberanian, kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan,
kehormatan atau harga diri, kesetiaan dan pengendalian diri (Suryohadiprojo,
1982:49).
Setelah penulis membaca novel “OSHIN” karya Hashida Sugako ternyata
novel ini sangat bermanfaat bagi pembaca khususnya penulis dalam memahami dan
memaknai nilai keberanian, nilai kemurahan hati dan kejujuran yang diungkapkan
lewat cerita novel “OSHIN” karya Hashida Sugako.
Dengan alasan yang diuraikan di atas maka penulis merasa tertarik untuk
membahas nilai keberanian, nilai kejujuran dan nilai kemurahan hati berlandaskan
nilai moral Bushido yang terdapat dalam cerita novel “OSHIN” karya Hashida
Sugako yang dapat dijadikan cerminan yang baik bagi pembaca khususnya bagi
penulis. Untuk membahas novel yang dirasakan bermanfaat bagi pembacanya bisa
dikaji berdasarkan pendekatan pragmatik sehingga nilai-nilai keberanian, kejujuran
dan kemurahan hati yang diungkapkan oleh Hashida Sugako bisa dikatakan sebagai
nilai pragmatik. Akhirnya dalam skripsi ini, penulis memilih judul “Analisis Cerita Novel ‘OSHIN’ Karya Hashida Sugako Dilihat Dari Pendekatan Pragmatik.”
(14)
1.2 Perumusan Masalah
Novel Oshin merupakan sebuah novel yang diadopsi dari kisah nyata
kehidupan seorang Katsu Wada. Katsu Wada sendiri merupakan seorang pengusaha
sukses di Jepang. Beliau berasal dari keluarga miskin yang dulunya mendirikan
sebuah grosir kecil yang hanya menjual sayur-sayuran kemudian berkembang
menjadi perusahaan Supermarket Yaohan yang telah memiliki cabang di berbagai
negara termasuk Indonesia namun saat ini Supermarket Yaohan telah ditutup karena
bangkrut dan cabangnya di Singapura berganti nama menjadi Best Denki
from-failure/#.VZnHF9_ZG25 tanggal 16 Maret 2015).
Kesuksesan yang diterima Katsu Wada sekarang ini merupakan hasil dari
kerja keras dan ketekunannya. Jatuh bangun merupakan hal yang sudah biasa
baginya. Gambaran dirinya dikisahkan lewat tokoh Oshin. Seorang gadis yang
pantang menyerah dalam menjalani kehidupan. Rintangan, cobaan semua dihadapi
dengan kesabaran. Terlahir dari anak orang miskin membuatnya harus bekerja keras
sejak belia. Setiap kemelut hidupnya dijalaninya dengan tabah dan sabar sehingga
membentuknya menjadi seorang wanita tangguh. Dalam setiap tahap kehidupannya
banyak terkandung nilai-nilai kehidupan yang dapat dipetik dan mampu memberikan
pendidikan dan ajaran bagi pembaca antara lain nilai keberanian, nilai kejujuran dan
nilai kemurahan hati yang mengacu pada nilai moral Bushido. Nilai keberanian
menurut moral Bushido adalah Yu yang berarti sifat samurai dalam berani
menghadapi kesulitan dan kegagalan. Seseorang yang batinnya memang pemberani
(15)
memiliki kesabaran, sikap toleransi serta mampu mengahadapi apa saja (Agustian
dalam Capriella, 2014:21). Berdasarkan konsep nilai moral Bushido,penulis melihat
adanya indeksikal nilai keberanian yang diungkapkan lewat tokoh Oshin di dalam
novel “OSHIN” karya Hashida Sugako. Nilai keberanian yang ditunjukan Oshin
dalam novel “OSHIN” ini dapat terlihat melalui cerita tersebut dimana Oshin selalu
berani mencoba, berani gagal dan berani mengambil resiko dalam segala hal. Usaha
dan pekerjaan yang ditekuninya tak selalu berjalan mulus, bahkan sering mengalami
kegagalan bahkan kebangkrutan namun ia tetap terus berusaha untuk bangkit kembali
dan belajar dari kegagalan. Kegagalan yang dihadapinya tidak membuatnya bersedih
ataupun putus asa, namun menjadikan kegagalan itu menjadi sebuah pengalaman dan
batu lonjatan untuk mencapai kesuksesan. Hingga pada akhirnya, berkat keberanian
dan kegigihannya dia bisa mencapai impiannya. Berdasarkan konsep nilai moral
Bushido, penulis bisa memahami dan memaknai nilai keberanian menurut pandangan
masyarakat Jepang yang dikenal dengan moral Bushido sehingga nilai keberanian
yang terdapat dalam cerita novel Oshin ini mampu memberikan pembelajaran dan
inspirasi bagi pembaca maupun penulis. Nilai kejujuran menurut moral Bushido
adalah Makoto-Shin yang berarti sifat samurai yang berkata atau selalu memberikan
informasi sesuai dengan kenyataan dan kebenaran (Agustian dalam Capriella,
2014:21). Nilai kejujuran yang ditunjukan dalam cerita novel “OSHIN” ini terlihat
dimana Oshin digambarkan sebagai sosok yang selalu berani mengungkapkan segala
sesuatu sesuai dengan hati nuraninya dan kenyataan yang ada. Dia selalu jujur kepada
(16)
kepercayaan merupakan kunci kesuksesannya. Berdasarkan konsep moral Bushido,
penulis juga bisa memahami dan memaknai nilai kejujuran menurut pandangan
masyarakat Jepang yang dikenal dengan moral Bushido. Sehingga dapat
mempermudahkan penulis dalam menganalisis cerita novel “OSHIN” yang
didalamnya terdapat nilai kejujuran. Nilai kemurahan hati menurut moral Bushido
adalah Jin yang berarti sikap samurai yang murah hati, mencintai sesama dan
memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Jin merupakan perpaduan kasih sayang dan
welas asih. Bushido memiliki aspek keseimbangan antara maskulin (yin) dan feminim
(yang) yang berarti seorang samurai yang memiliki kemampuan tempur yang hebat,
dia juga harus memiliki sifat murah hati dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Kemurahan hati dalam moral bushido juga ditunjukkan dalam hal memaafkan
(Agustian dalam Capriella, 2014:22). Nilai kemurahan hati yang ditunjukan dalam
cerita novel “OSHIN” bahwa tokoh Oshin digambarkan sebagai sosok yang
dermawan. Hal itu dapat terlihat dimana ia selalu rela berkorban untuk kepentingan
orang lain dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Dia selalu membantu orang
yang berkesusahan meskipun ia sudah menjadi sosok yang sukses, ia tidak menjadi
pribadi yang sombong bahkan ia tak pernah melupakan kehidupan masa lalunya yang
kelam dimana ia terlahir dari seorang anak petani miskin yang serba kekurangan. Dia
selalu ikut merasakan apa yang dirasakan orang tersebut karena dia pernah berada
dalam situasi tersulit tersebut sehingga siapapun yang membutuhkan pertolongan
akan dibantunya dengan hati yang tulus dan ikhlas termasuk orang-orang yang pernah
menzholiminya. Ilustrasi mengenai sosok Oshin yang diungkapkan di atas
(17)
oleh tokoh Oshin dalam kehidupannya. Karakter Oshin yang selalu berani, jujur,
murah hati yang selalu menaburkan kebaikan-kebaikan pada semua orang ternyata
menggambarkan karakter seorang samurai. Banyak orang menganggap Oshin sebagai
figur simbolik dari kaum tersisihkan yang tetap tegar dalam menjalani hidup meski
didera penderitaan sehingga ia patut diteladani. Jadi dengan adanya novel “OSHIN”
karya Hashida Sugako ini, penulis bisa meneladani kehidupan seorang Oshin yang
selalu percaya diri, tegar, jujur dan berani serta mampu menghadapi apapun.
Ketegaran Oshin menghadapi setiap masalah menjadikan inspirasi banyak wanita
khususnya bagi penulis untuk tahan menghadapi cobaan. Walaupun penulis sebagai
orang Indonesia namun itu bukan menjadi masalah kalau segi baik karya sastra itu
memberikan pendidikan dan pengajaran, maka novel ini sangat berguna bagi penulis.
Sehubungan dengan kajian sastra dikaitkan dengan efek manfaat atau kegunaan bagi
pembaca bisa dikaji berdasarkan pendekatan pragmatik. Sehingga nilai-nilai
keberanian, kejujuran dan kemurahan hati yang diungkapkan dalam novel “ OSHIN”
tersebut merupakan nilai pragmatik.
Untuk memberikan arahan pada pembahasan skripsi ini, maka perlu dibuat
rumusan masalah. Berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan tersebut dan berkaitan
dengan pendekatan pragmatik. Maka permasalahan dalam bentuk pertanyaan adalah
sebagai berikut :
1. Nilai-nilai pragmatik apa yang terkandung dalam novel “OSHIN” karya
(18)
2. Bagaimana nilai-nilai pragmatik seperti keberanian, kejujuran dan
kemurahan hati yang diungkapkan di dalam cerita novel “OSHIN” yang
dapat dijadikan cerminan yang baik bagi pembaca?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Dari semua permasalahan yang diungkapkan dalam novel Oshin, perlu adanya
ruang lingkup dalam membatasi masalah. Hal ini bertujuan agar skripsi lebih terarah
pada masalah yang ingin diteliti. Penulis menggunakan novel “OSHIN” karya
Hashida dalam versi terjemahan bahasa Indonesia buku jilid pertama dan kedua yang
terdiri dari 674 halaman yang diterbitkan pada tahun 1988 oleh Metro Pos Jakarta.
Dalam novel “OSHIN” ini terdapat 29 cuplikan kalimat yang mengandung nilai-nilai
pragmatik yang berhubungan dengan nilai moral Bushido antara lain keberanian,
kemurahan hati, kejujuran, kesopanan, keadilan dan kesetiaan. Dari keseluruhan nilai
ini, penulis hanya membahas dan mendalami tiga nilai pragmatik saja yakni nilai
keberanian, kejujuran dan kemurahan hati yang berlandaskan dengan nilai moral
Bushido.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya fokus pada pembahasan nilai
pragmatik yang diungkapkan melalui tokoh “OSHIN” dalam novel “OSHIN” karya
Hashida Sugako dengan cara mengambil cuplikan-cuplikan kalimat yang
mengandung nilai-nilai pragmatik yang berhubungan dengan nilai moral Bushido
antara lain keberanian, kejujuran dan kemurahan hati karena nyatanya nilai-nilai
inilah yang paling khas sehingga penulis semakin tertarik untuk lebih mendalami
(19)
yang memunculkan adanya nilai keberanian, kejujuran dan kemurahan hati. Dan
untuk menunjukan indeksikal nilai keberanian, kejujuran dan kemurahan hati yang
terdapat dalam novel “OSHIN” maka penulis menggunakan pendekatan semiotik.
Agar pembahasannya menjadi lebih jelas dan memiliki akurasi data yang jelas, maka
pada bab II penulis menjelaskan juga mengenai defenisi novel, resensi novel
“OSHIN”, studi pragmatik sastra, semiotik dan konsep nilai moral bushido serta
sekilas tentang biografi pengarang Hashida Sugako.
1. 4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. 4. 1 Tinjauan Pustaka
Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa
kesusasteraan. Standar bahasa kesusasteraan yang dimaksudkan adalah penggunaan
kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan
kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya diwujudkan dengan bahasa
yang indah (Fananie, 2000:12). Bahasa dalam karya sastra itu sendiri mempunyai
kedudukan yang penting, karena menentukan arti dari karya sastra tersebut. Bahasa
sastra berusaha mempengaruhi, membujuk, dan pada akhirnya mengubah sikap
pembacanya (Wellek dan Warren, 1995:15). Boulton dalam Aminuddin
(2000:37)mengungkapkan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan
serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan bathin bagi pembacanya,
juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat,
(20)
Novel sebagai salah satu cipta sastra yang bertujuan untuk memunculkan
nilai-nilai positif bagi penikmatnya, sehingga mereka peka terhadap masalah-masalah
yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan mendorong untuk berperilaku yang baik.
Novel tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga mampu memberikan kesadaran kepada
pembaca tentang kebenaran-kebenaran hidup ini. Dari padanya kita dapat
memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang manusia, dunia
dan kehidupannya (Sumardjo dan Saini, 1991:8).
Berdasarkan pendekatannnya terhadap karya sastra, Abrams dalam Teeuw
(1984:50) membagi kritik sastra ke dalam empat pendekatan antara lain;
1. Pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri ; pendekatan ini
disebut objektif ;
2. Pendekatan yang menitikberatkan penulis, yang disebut ekspresif ;
3. Pendekatan yang menitikberatkatkan semesta , yang disebut ; mimetik
4. Pendekatan yang menitikberatkan pembaca , disebut pragmatik
Dalam menganalisis nilai-nilai yang terdapat dalam cerita novel “OSHIN”
karya Hashida Sugako, penulis menggunakan pendekatan pragmatik yang
diutarakan oleh Abrams, pendekatan yang menitikberatkan pembaca dalam melihat
(21)
1.4.2 Kerangka Teori
Dalam pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan pragmatik
sastra, pendekatan semiotik dan konsep nilai moral bushido. Pragmatik sastra adalah
cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah ke aspek kegunaan sastra sebagai sarana
untuk memberikan pendidikan, moral dan agama. Menurut Abrams dalam Teeuw
(1984:50), pendekatan pragmatik sastra adalah pendekatan yang menitikberatkan
sorotannya terhadap peranan pembaca. Pendekatan ini lebih mengkaji kepada respon
pembaca dalam melihat nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Sebuah
karya sastra dapat dikatakan bagus jika memiliki kandungan nilai dan seni di
dalamnya.
Pada kritik pragmatik ini memandang karya sastra sebagai sesuatu yang
dibangun untuk mencapai (mendapatkan) efek-efek tertentu pada audience
(pendengar, pembaca) baik berupa efek kesenangan estetik ataupun ajaran/
pendidikan, maupun efek yang lain. Kritik ini cenderung menilai karya sastra
menurut berhasilnya mencapai tujuan tersebut (Abrams dalam Pradopo,1994:26).
Berdasarkan pendekatan pragmatik sastra yang diuraikan di atas bahwa suatu
karya sastra dapat memberikan efek kegunaan bagi pembaca khususnya efek
kesenangan dan pendidikan. Maka penulis berdasarkaan pendekatan pragmatik akan
melihat segi efek kegunaan karya sastra novel yang berjudul “OSHIN” bagi pembaca
atau penulis khususnya pendidikan yang berkaitan dengan nilai moral bushido seperti
nilai keberanian, kejujuran dan kemurahan hati. Sehingga nilai-nilai keberanian,
(22)
Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik yang ada dalam cuplikan novel
“OSHIN” maka penulis menggunakan pendekatan semiotik. Menurut Paul Cobley
dan Litza Jans dalam Ratna (2004:97), semiotik adalah studi sistematis mengenai
produksi dan interpretasi tanda, bagaimana kerjanya, apa manfaatnya terhadap
kehidupan manusia. Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan perantara
tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya sekaligus mengadakan
pemahaman yang lebih baik terhadap dunia. Semiotik mempelajari sistem-sistem,
aturan-aturan yang memungkingkan tanda-tanda tersebut memiliki arti. Dengan
pendekatan semiotik ini penulis dapat menginterpretasikan segala tanda yang merujuk
adanya indeksikal nilai keberanian, kejujuran dan kemurahan hati dalam novel
“OSHIN” yang dirasakan menjadi cerminan yang baik bagi pembaca khususnya
penulis.
Untuk menganalisis nilai-nilai keberanian, kejujuran dan kemurahan hati yang
terdapat dalam novel “OSHIN” ini, penulis juga menggunakan konsep nilai moral
Bushido. Moral Bushido merupakan nilai-nilai budaya dalam masyarakat Jepang yang
telah ditanamkan sejak jaman dahulu sampai di jaman modern sekarang ini dan
bahkan sudah menjadi karakteristik Bangsa Jepang. Bushido artinya tata cara
berprilaku samurai yang berpegang teguh pada nilai etika dan moralitas. Nilai moral
yang terkandung dalam moral Bushido menurut (Suryohadiprojo, 1982:49)
meliputikejujuran, keberanian, kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan, kehormatan
atau harga diri, kesetiaan dan pengendalian diri. Hal ini didukung oleh Agustian
dalam Capriella (2014: 10), nilai moral bushido meliputi integritas, keberanian,
(23)
menjaga kehormatan dan kesetiaan. Dalam menganalisis nilai keberanian, nilai
kejujuran dan nilai kemurahan hati yang diungkapkan dalam cerita novel “OSHIN”
ini, penulis menggunakan konsep nilai moral Bushido. Dengan menggunakan konsep
nilai moral Bushido, penulis lebih memahami bagaimana nilai keberanian, kejujuran
dan kemurahan hati yang berlandaskan moral Bushido yang diungkapkan melalui
tokoh Oshin dalam cerita novel “OSHIN” karya Hashida Sugako. Sehingga nilai
keberanian, kejujuran dan kemurahan hati yang berlandaskan moral Bushido
diharapkan bisa memberi pendidikan dan pengajaran kepada pembaca khususnya
penulis.
1. 5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
merangkum tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pragmatik apa yang
terkandung dalam novel “OSHIN” karya Hashida Sugako.
2. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pragmatik seperti nilai keberanian,
kejujuran dan kemurahan hati yang diungkapkan dalam cerita novel
“OSHIN” karya Hashida Sugako yang dapat dijadikan cerminan yang
(24)
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang nilai-nilai
pragmatik yang terkandung dalam novel “OSHIN” karya Hashida
Sugako.
2. Untuk mengetahui nilai keberanian, nilai kejujuran dan nilaikemurahan
hati yang diungkapkan dalam cerita novel “OSHIN” karya Hashida
Sugako yang dapat dijadikan cerminan yang baik bagi pembaca.
1.6 Metode Penelitian
Untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan serta manfaat penelitian
yang telah dijelaskan, maka diperlukan metode dalam penelitian ini. Metode yang
digunakan penulis adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu
metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan dengan maksud untuk
menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis bahkan juga diperbandingkan
(Ratna, 2004:53). Metode ini juga berfungsi untuk memecahkan masalah dengan cara
mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan
data. Metode ini tidak hanya menjelaskan, tetapi juga memberikan pemahaman yang
jelas terhadap data yang kita analisis. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan
metode kepustakaan (Library research).
Menurut Nazir (1988:111), studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data
dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur
(25)
Kemudian buku-buku tersebut dibaca dan dicari teori yang berhubungan dengan
penelitian mengenai analisis cerita novel “OSHIN” berdasarkan pendekatan
pragmatik sastra. Maka berdasarkan hal yang telah penulis jelaskan di atas,
langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menyusun penelitian ini antara lain:
1. Membaca novel “OSHIN” karya Hashida Sugako
2. Mencari data yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu mencari
data tentang kajian pendekatan pragmatik sastra, semiotik, konsep moral
Bushidodan teori-teori lain yang diperlukan dalam penelitian ini.
3. Mengumpulkan data-data tersebut kemudian menganalisis data
berdasarkan pendekatan pragmatik sastra dan mengungkapkan
nilai-nilai yang terkandung di dalam novel “OSHIN” yang berlandaskan
dengan nilai moral Bushido.
4. Menyusun seluruh data tersebut menjadi sebuah laporan berbentuk
(26)
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “OSHIN” KARYA HASHIDA SUGAKO, STUDI PRAGMATIK DAN SEMIOTIK SERTA KONSEP NILAI
MORAL BUSHIDO
2.1 Definisi Novel
Novel berasal dari bahasa Itali, novella yang secara harafiah berarti sebuah
“barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam
bentuk prosa” (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:9). Kemudian berkembang dalam
pengertian yang lebih luas bahwa novel merupakan cerita berbentuk prosa dalam
ukuran yang luas, ukuran luas disini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang
kompleks, karakter yang banyak, tema yang beragam dan setting yang beragam pula
(Sumardjo dan Saini, 1991:29).
Novel sering dikatakan sebagai karangan mengenai kehidupan manusia
dengan pengalaman, sifat, adat istiadat, pengaruh ekonomi, politik, kehancuran dan
keberhasilan serta pandangan hidup suatu masyarakat seluas-luasya. Tokoh utamanya
disimpulkan sebagai tokoh yang dimunculkan sejak kecil sampai dewasa bahkan
sampai meninggal. Tokoh bawahannya banyak, sehingga memungkinkan plot ganda.
Kesemua itu diceritakan secara mendalam dan terperinci serta penuh dengan
nasihat-nasihat yang langsung dilontarkan oleh para tokoh positifnya (Wasilah, 2012:18).
(27)
kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya
perubahaan nasib. Apakah itu segi cintanya, kebaikannya, ketamakannya,
kerakusannya, keperkasaannya dan lain-lain. Dalam satu segi terdapat beberapa
peristiwa kehidupan yang dialami sang tokoh sehingga ia sampai mengalami
perubahan hidup. Sementara menurut Nurhadi, dkk mengatakan bahwa novel adalah
suatu karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya sosial, pendidikan dan
moral
(www.sputarpengetahuan.com/2015/02/pengertian-novel-menurut-paraahlihtml).
Berdasarkan dari uraian definisi novel tersebut dapat disimpulkan bahwa
sesungguhnya novel merupakan sebuah karya sastra yang berguna dan memuaskan.
Artinya novel sebagai karya sastra dihadirkan untuk memberikan kenikmatan
sekaligus ajaran sehingga dapat menggerakan pembaca ke arah yang positif. Dari
sebuah novel, pembaca dapat mengenal berbagai masalah kehidupan sekaligus belajar
mengatasi persoalan yang dituangkan oleh si pengarang melalui jalan ceritanya.
Dengan kata lain, karya sastra novel mengandung unsur keindahan yang dapat
menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu, menarik perhatian, menyegarkan perasaan
pembaca, pengalaman jiwa sehingga dapat memperkaya kehidupan batin manusia
khususnya pembaca.
Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel.
Suharianto (1982: 67) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi, gambaran dan
(28)
1. Novel Berendens yaitu sebuah novel yang menunjukkan
keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena
itu, novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.
2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai dan jiwa
seseorang serta perjuangannya.
3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam suatu
masa sejarah.Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat istiadat dan
perkembangan masyarakat pada saat itu.
4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia
anak-anak yang dapat dibacakan oleh orang tua untuk pembelajaran kepada
anaknya, ada pula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.
5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar otak
guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan
pengarang dalam cerita.
6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan dan
peperangan yang di derita seseorang.
7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk
kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.
Sementara itu, novel berdasarkan mutunya menurut Nurgiyantoro (2007:18)
terbagi dalam dua kategori, yaitu novel populer dan novel serius. Novel populer
adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya
pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan
(29)
menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi
hakikat kehidupan. Novel jenis ini umumnya bersifat sementara, cepat ketinggalan
zaman. Sehingga cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru
yang lebih menarik.
Novel serius adalah novel yang harus sanggup memberikan serba
kemungkinan. Dalam membaca novel serius, untuk memahaminya dengan baik,
diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai dengan kemampuan untuk itu.
Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini
diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang universal. Novel serius di
samping memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan untuk memberikan pengalaman
yang beharga kepada pembaca atau paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan
merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang
dikemukakan.
Berdasarkan penjelasan pembagian jenis-jenis novel di atas, maka dapat
dilihat bahwa novel “ OSHIN” karya Hashida Sugako berdasarkan isi cerita dan
mutunya masuk dalam kategori jenis novel perjuangan dan novel serius. Dikatakan
demikian karena novel “OSHIN” karya Hashida Sugako ini menceritakan tentang
perjuangan seorang wanita bernama Oshin dalam meraih impiannya. Segala rintangan
dan cobaan selalu menghampiri hidupnya namun ia mampu bertahan dan mengatasi
segala kesulitan yang menerpa. Oshin sebagai gambaran manusia Jepang dengan
kerja keras yang tak kenal lelah dan pantang menyerah, sebenarnya pantas menjadi
(30)
dicontoh serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pelajaran yang
ditangkap pembaca setelah membaca novel Oshin ini adalah rangkaian proses yang
kita lalui selama kerja keras akan memberikan banyak hal. Semua proses itu akan
membuat kita lebih bijaksana, lebih bersyukur, dan lebih telaten serta paling utama
bisa menempa mental kita menjadi mental baja yang tidak akan gampang goyah. Dan
nyatanya novel Oshin karya Hashida sugako terbukti bukan hanya memberikan
hiburan saja, melainkan novel ini memberikan pengalaman yang beharga kepada
pembaca.
Karya sastra novel disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur
yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang
menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya
sastra, seperti : tema, alur (plot), latar (setting), penokohan dan sudut pandang.
Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur luar dari sastra yang ikut mempengaruhi
terciptanya suatu karya sastra, unsur ini meliputi latar belakang pengarang, keyakinan
dan pandangan hidup pengarang dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai
kehidupan sosial yang menjadi landasan pengarang untuk membuat suatu karya sastra.
Dengan kata lain, masing-masing unsur pembentuknya saling berhubungan menjadi
satu kesatuan yang utuh dan harmonis sehingga mampu menjadi sebuah novel yang
(31)
2.2 Resensi Novel “OSHIN” 2.2.1 Tema
Menurut Fananie (2000:84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup
pengarang yang telah melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan
refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa
sangat beragam. Tema bisa berupa moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi,
tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa merupakan
pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati pesoalan yang
muncul. Hal tersebut sejalan dengan Sumardjo dalam Rokhmansyah (2014:33),
mengatakan bahwa seorang pengarang dalam ceritanya bukan sekedar mau bercerita
tetapi mengatakan suatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa
sesuatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau
komentar terhadap kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semuanya
didasari oleh ide pengarang tersebut.
Mencari arti sebuah novel, pada dasarnya adalah mencari tema yang
terkandung dalam novel tersebut. Pengarang kadang-kadang tidak menyatakan secara
jelas tema karangannya artinya tema ceritanya secara tersembunyi menyatu dalam
semua unsur novel tersebut sehingga kesimpulan tentang tema yang di ungkapkan
pengarang harus dirumuskan sendiri oleh pembaca. Menarik tidaknya sebuah tema
akhirnya memang bergantung kepada kepiawaian pengarang. Semakin pandai ia
menyamarkan tema tersebut melalui ungkapan-ungkapan simbolik, maka semakin
(32)
seorang pengarang mampu meramu tema tersebut dalam jalinan cerita yang menarik,
penuh konflik dan menyatu dengan karakter tokoh-tokohnya ( Fananie, 2000:84).
Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau diinterpretasikan setelah kita
membaca cerita serta menganalisisnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui
alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena
ketiganya memilki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita. Dialog biasanya
mendukung penokohan/perwatakan sedangkan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita
tersebut berfungsi untuk mendukung alur dan mengetahui bagaimana jalan cerita
tersebut, dari alur inilah kita dapat menafsirkan tema cerita novel tersebut. Ilustrasi
cerita novel “OSHIN” karya Hashida Sugako ini mengajarkan bagaimana menjalani
kehidupan yang telah ditakdirkan dengan sabar dan ikhlas. Oshin menyadari bahwa
dia dilahirkan dari keluarga miskin sudah menjadi takdir yang harus dijalaninya di
dunia. Untuk itu, dari kecil dia harus bekerja keras demi membantu kebutuhan
keluarganya. Namun kemiskinan tak lantas membuatnya takut untuk bermimpi
menjadi orang sukses. Dia sadar untuk menggapai cita-citanya tersebut memang
dibutuhkan sebuah proses. Proses yang begitu panjang yang didalamnya dipenuhi
dengan suka duka kehidupan. Kegigihan, kesabaran dan keteguhan hatinya membawa
Oshin ke sebuah titik dimana akhirnya ia bisa menikmati hasil dari kerja kerasnya
tersebut. Keberanian juga membuatnya bisa keluar dari kesulitan dan bahkan berhasil
meraih impiannya sebagai pengusaha tersukses di Jepang pada masanya. Keberanian,
perjuangan dan semangat hidupnya yang tak kenal menyerah pada apapun yang
ditanamkan dalam dirinya dan dia terapkan dalam kehidupan sehari-hari nyatanya
(33)
Berdasarkan ilustrasi cerita di atas tampak tema yang ingin disampaikan
pengarang dalam novel “OSHIN” ini adalah bagaimana perjuangan seorang wanita
yang pantang menyerah dalam mengarungi hidup sehingga ia bisa berhasil mencapai
impiannya.
2.2.2 Alur (plot)
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot
cerita (Fananie, 2000:93). Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan
istilah alur. Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang
disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akibat
dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya
peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya
peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000 :
83). Dengan kata lain, alur dalam sebuah cerita harus bersifat padu (unity). Antara
peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu
dengan kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Kaitan antara peristiwa
tesebut hendaklah logis, jelas, dapat mungkin di awal, tengah, atau akhir
(Nurgiyantoro, 2007:142).
Teknik pengaluran menurut Satoto dalam Rokhmansyah (2014:37) ada dua,
yaitu dengan jalan progresif (alur maju) yaitu tahap awal, tengah atau puncak, tahap
akhir terjadinya peristiwa, dan yang kedua dengan jalan regresif (alur mundur) yaitu
(34)
Berdasarkan uraian tersebut, alur dalam novel “OSHIN” adalah peristiwa alur
maju. Peristiwa yang terjadi dalam novel ini dimulai saat tokoh utama Oshin lahir,
tumbuh menjadi dewasa dimana ia akhirnya bisa menjadi seorang pengusaha sukses
di Jepang.
2.2.3 Latar ( Setting)
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan tempat lingkungan sosial yang terjadi pada
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216). Hal
ini sejalan dengan Aminuddin (2000:68), latar atau setting adalah penggambaran
situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar
berfungsi sebagai pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna tertentu
serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau
aspek kejiwaan pembacanya. Dengan kata lain, latar memberikan pijakan cerita
secara kokret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada
pembaca menciptakan suasana tertentu seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi
( Nurgiyantoro, 2007: 217).
Sebagai salah satu bagian dari unsur pembangun karya fiksi, latar (setting)
selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam rangka
membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari keseluruhan isi yang
dipaparkan pengarang. Setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan dan alur
untuk mewujudkan suatu tema cerita. Latar dalam arti yang lengkap memiliki aspek
(35)
1. Latar Tempat
Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa dan lakon. Menurut
Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah (2014:38), latar tempat menyaran pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar
tempat dengan nama-nama tertentu harus mencerminkan dan tidak bertentangan
dengan sifat dan kondisi geografis tempat yang bersangkutan.
Dalam novel “OSHIN” karya Hashida Sugako lokasi atau tempat
berlangsungnya peristiwa adalah dimulai dari desa kelahiran Oshin di Yamagata,
kemudian pergi ke kota Nakagawa (Zaimoku Ten) karena ayahnya memaksanya
untuk bekerja sebagai tenaga sukarela. Di sana, Oshin diperlakuan tidak manusiawi.
Akhirnya, ia melarikan diri dari tempat itu dan bermaksud pulang ke kampung
halamannya di Yamagata. Namun peristiwa buruk menimpanya, Oshin pingsan persis
di puncak gunung karena tak kuat menahan dinginnya badai salju. Kemudian ia
ditolong oleh seorang tentara pelarian bernama Toyama dan dibawa ke gubuk kecil
tempat persembunyiannya. Disana ia dirawat hingga kesehatannya pulih kembali dan
diantar pulang oleh Toyama ke Yamagata. Namun belum sampai disana, seorang
tentara sudah mengetahui identitasnya dan langsung menembak mati Toyama. Tiba di
Yamagata, ia malah diusir dan harus bekerja di Sakeda. Di sana, selain menjaga anak
majikannya, ia juga mengurusi pekerjaan dapur dan ia mendapat kepercayaaan dari
Nenek Kuni untuk mengurusi toko berasnya. Jadi setiap hari setelah tugasnya selesai,
ia datang ke Toko Beras sekedar membantu. Namun sebelum ke Sakeda, terlebih
(36)
akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke Sakeda. Setelah masa kontraknya habis, ia
mengadu nasib ke Tokyo. Alasan utama Oshin ke Tokyo adalah untuk meneruskan
amanah dan cita-cita kakaknya Haru yang meninggal di usia muda akibat TBC yaitu
sebagai penata rambut terkenal. Di Tokyo, ia berjuang sendiri untuk memenuhi
kebutuhannya .
2. Latar Waktu
Latar waktu dalam prosa dibedakan menjadi dua, yaitu waktu cerita dan
waktu penceritaan. Waktu cerita adalah waktu yang ada di dalam cerita itu terjadi.
Waktu penceritaan adalah waktu untuk menceritakan cerita. Selain itu, latar waktu
dalam karya sastra prosa juga menggunakan latar waktu kapan terjadinya konflik
yang ada dalam cerita. Seperti malam hari, siang hari, subuh atau sore hari. Kadang
tanggal yang disebutkan dalam cerita juga dapat dijadikan aspek waktu dalam latar
( Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah, 2014:39). Latar novel “ OSHIN” terjadi pada
tahun 1907-1940 yaitu era Meiji.
3. Latar Suasana atau Sosial
Aspek suasana ini menggambarkan kondisiatau situasi saat terjadinya adegan
atau konflik. Seperti suasana gembira, sedih, tragis, tegang dan lain sebagainya. Latar
sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku.Latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,
(37)
Novel ini memiliki latar belakang cerita tentang keadaan kehidupan
masyarakat di zaman Meiji. Bermula pada saat perang Rusia-Jepang baru saja usai
tepatnya tahun 40 Meiji (1907) – 41 Meiji (1940) dimana pada zaman itu Jepang
ingin membuat perubahan besar-besaran dari segala bidang. Masa Meiji merupakan
salah satu periode yang paling istimewa dalam sejarah Jepang. Di bawah pimpinan
kaisar Meiji, Jepang bergerak maju sehingga hanya dalam beberapa dasawarsa
mencapai pembentukan suatu bangsa modern yang memiliki perindustrian modern
dan lembaga-lembaga politik modern. Namun Revolusi tersebut mengakibatkan
meningkatnya kapitalisme dan timbulnya persoalan dalam masyarakat
feodal.KeinginanJepang mengadakan perubahaan besar-besaran pastinya
membutuhkan biaya yang besar. Jadi untuk merealisasikan semua itu, Pemerintah
Jepang akhirnya mengeluarkan undang-undang perpajakan. Seluruh masyarakat
Jepang diwajibkan membayar pajak yang cukup tinggi. Namun masyarakat yang
tinggal di pedesaan tak mampu membayar pajak yang tinggi. Sehingga banyak para
petani yang menjual tanah pribadinya. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya
jumlah petani miskin. Selain itu, bagi mereka yang tak punya lahan sendiri lagi
terpaksa harus bekerja milik para tuan tanah. Tuan tanah juga mewajibkan pekerjanya
membayar pajak dengan menyerahkan sebagian hasil beras yang mereka miliki.
Padahal hasil yang didapat para petani tidak seberapa. Oleh karena itu, banyak petani
yang mati kelaparan dan bunuh diri di zaman ini. Oshin yang berasal dari keluarga
petani pun juga mengalami hal yang sama seperti petani lainnya. Untukitu, ayahnya
(38)
2.2.4 Penokohan ( Perwatakan)
Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (2007:165), penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut
Sudjiman dalam Rokhmansyah (2014:34), watak adalah kualitas nalar dan jiwa tokoh
yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan
tokoh ini yang disebut penokohan. Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya.
Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih
tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh sedang,gkan perwatakan berhubungan dengan
bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut. Hal ini diperkuat Wellek dan Werren
(1995:287), bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama. Setiap
“sebutan” adalah sejenis cara memberi kepribadian, menghidupkan. Tokoh cerita
hadir dihadapan pembaca membawa kualitas tertentu terutama yang menyangkut jati
diri. Adanya identitas jati diri itulah yang menyebabkan tokoh yang satu berbeda
dengan tokoh lain. Tokoh itu sendiri dapat dipahami sebagai seseorang (atau:
sesosok) yang memiliki sejumlah kualitas mental dan fisik yang membedakannya
dengan orang (sosok) lain. Untuk menilai karakter atau watak tokoh dapat dilihat dari
apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Identifikasi tersebut didasarkan pada
konsistensi, keajengannya, dalam artian konsistensi sikap, moralitas, perilaku dan
pemikiran dalam memecahkan, memandang dan bersikap dalam menghadapi setiap
peristiwa. Kemampuan pengarang mendeskripsikan karakter tokoh cerita yang
diciptakan sesuai dengan tuntutan cerita dapat dipakai sebagai indiktor kekuatan
(39)
Adapun penokohan dalam novel “ OSHIN” karya Hashida Sugako adalah
sebagai berikut :
1. Oshin Tanokura adalah tokoh utama dalam novel “ OSHIN” karya
Hashida sugako yang merupakan anak dari petani miskin di desa
Yamagata. Ia adalah anak yang berani, jujur dan memiliki tekad yang
kuat.
2. Pak Saku adalah ayah dari Oshin yang memiliki watak yang keras, kasar
dan semaunya bertindak demi kepentingan dan kesenangan diri sendiri.
3. Bu Fuji adalah ibu yang melahirkan Oshin dan saudaranya yang
memiliki sifat keibuan, sayang pada anak-anaknya, rela melakukan
apapun demi anak-anaknya.
4. Atsui adalah abang tertua Oshin. Atsui memiliki sifat keras dan
bertindak semaunya dan tidak sopan sama orang tua.
5. Haru adalah kakak tertua Oshin. Haru merupakan sosok pekerja keras,
baik hati namun kadang ia memiliki sifat iri pada Oshin.
6. Mitsu adalah kakak kedua Oshin yang memiliki sifat penyayang dan
pekerja keras.
7. Nenek Naka adalah nenek yang merawat cucunya-cucunya terutama
Oshin, cucu kesayangannya. Ia memiliki sifat sabar, penyanyang dan
bersahaja.
8. Teishi adalah orang yang mengantarkan Oshin ke tempat majikanya di
(40)
9. Tuan besar Gunshi dan nyonya muda besar Kin merupakan majikan
Oshin saat bekerja sebagai pengasuh anak di Zaimoku Ten. Mereka
memiliki sifat baik hati.
10. Satria adalah putra dari majiakan Oshin Tuan Gunshi dan Nyonya muda
besar Kin.
11. Nona Tsune adalah kepala pelayan sekaligus tangan kanan tuan besar
Gunshi dan nyonya muda besar Kin. Tsune merupakan sosok yang
kejam, kasar dan tega melakukan apapun demi keuntungan dirinya.
12. Matsuda adalah seorang guru yang mengajar di sekolah dasar di wilayah
Zaimoku Ten. Dia membantu Oshin sehingga ia akhirnya bisa
bersekolah. Ia memiliki sifat yang bersahaja dan bertanggung jawab.
13. Toyama adalah seorang kenpeitai yang melarikan diri dari tugasnya dan
bersembunyi di atas gunung. Dia adalah orang yang memukan Oshin
saat hampir mati karena badai salju dan orang yang merawat Oshin
sampai pulih dan mengajarinya baca tulis serta yang mengantarkannya
ke Yamagata yang kemudian mati ditembak tentara karena identitasnya
terbongkar. Dia merupakan sosok yang baik hati, penyayang dan rela
berkorban.
14. Paman Matsu adalah orang yang juga membantu Oshin saat hampir mati
karena badai salju. Paman matsu adalah orang yang sangat baik hati dan
(41)
15. Nyonya Kuni adalah majikan Oshin sewaktu bekerja menjadi pelayan
rumah tangga di Sakeda. Nenek Kuni merupakan sosok yang bijaksana
dan bersahaja.
16. Bu Mino adalah ibu dari Kayo. Bu Mino merupakan sosok yang
penyayang.
17. Seitaro adalah suami dari Bu Mino majikan Oshin. Tuan Seitaro ini
memiliki sifat yang tegas namun baik hati.
18. Kayo adalah putri majikannya Bu Mino. Dia memiliki sifat yang manja
dan mau menang sendiri.
19. Gintai-chan adalah salah satu teman sekolah Oshin. Dia memiliki sifat
yang usil, kasar, dan tergolong anak nakal.
20. Kiku adalah pembantu rumah tangga diSakeda. Kiku memiliki sifat
yang baik dan suka membantu.
21. Ume adalah seorang pembantu sama seperti Kiku. Dia juga seorang
gadis yang baik hati. Mereka berdua inilah yang membantu dan
mengajarkannya tentang pekerjaan rumah tangga saat Oshin bekerja di
tempat pekerja di Sakeda.
22. Kota adalah cinta pertama Oshin. Dia memiliki sifat yang baik dan
pekerja keras.
23. Hirano adalah cinta pertama Haru. Ia memiliki sifat yang pengertian dan
(42)
2.2.5 Sudut Pandang
Sudut pandang adalah posisi yang menjadi pusat kesadaran tempat untuk
memahami setiap peristiwa atau cerita. Sudut pandang yang digunakan oleh
pengarang pada karya sastranya merupakan cara pengarang untuk menceritakan cerita
dalam karyanya (Stanton dalam Rokhmansyah, 2014:39). Pendapat Stanton didukung
Aminuddin (2000:96) mengatakan bahwa sudut pandang adalah kedudukan atau
posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain, posisi pengarang
menempatkan dirinya dalam cerita tersebut dan dari titik pandang ini, pembaca
mengikuti jalan ceritanya dalam memahami temanya.
Terdapat beberapa jenis sudut pandang ( point of view) antara lain :
1. Pengarang sebagai tokoh utama.Sering juga posisi yang demikian
disebut sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang
menuturkan dirinya sendiri.
2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang
ikut melibatkan diri dalam cerita. Akan tetapi, ia mengangkat tokoh
utama. Dalam posisi yang demikian ini sering disebut sudut pandang
orang pertama pasif.
3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar
cerita.Disinipengarang menceritakan orang lain dalam segala hal.
Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Hashida Sugako dalam novelnya
“OSHIN” adalah sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Dalam cerita novel
(43)
seorang Katsu Wada. Katsu wada sendiri merupakan seorang pengusaha sukses di
Jepang yang mendirikan dan mengembangkan perusahaan Supermarket Yaohan
hingga memiliki cabang di berbagai negara. Kegigihan, kerja keras dan tekadnya
yang kuatlah yang akhirnya mengantarkan menuju impiannya. Gambaran dirinya pun
dikisahkan lewat tokoh Oshin yang berperan sebagai tokoh utama dalam
cerita.Dengan kata lain, pengarang sama sekali tidak melibatkan diri masuk ke dalam
alur cerita novel OSHIN tersebut.
2.3 Studi Pragmatik dan Semiotik serta Konsep Moral Bushido 2.3.1 Studi Pragmatik
Secara umum, studi pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan
penutur atau penulis dan ditafisirkan oleh pendengar atau pembaca (Yule, 2006:1).
Pragmatik mulai populer pada tahun 1970-an. Yang pertama mencetuskan pragmatik
dalam pengajaran bahasa adalah Santo Agustinus pada abad ke empat. Pragmatik
dalam perkembangan kini mengalami kemajuan yang pesat. Banyak ahli bahasa
semakin lama semakin menyadari bahwa usaha untuk menguak hakikat bahasa tidak
akan berhasil tanpa disadari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana
bahasa digunakan dalam komunikasi
Salah satu ahli bahasa yang menyadari hal tersebut adalah Abrams. Abrams
menerapkan ilmu pragmatik ke dalam penelitian sastra. Penelitian pragmatik sastra
(44)
makna karya sastra dari aspek permukaan saja. Maksudnya kajian struktur sering
melupakan aspek pembaca sebagai pemberi makna. Karena itu muncul penelitian
pragmatik sastra, yakni kajian sastra yang berorientasi pada kegunaan karya sastra
bagi pembaca. Secara luas dapat dikatakan bahwa pragmatik sastra adalah cabang
penelitian ilmu sastra yang mengarah ke aspek kegunaan sastra sebagai sarana untuk
memberikan pendidikan, moral dan agama.
Abrams dalam bukunya “ The Mirrow and the Lamp” (dalamTeeuw, 1984:50)
memberikan memberikan sebuah kerangka (frame-work) yang sederhana tetapi cukup
efektif, yakni :
Semesta
(Universe)
↓
Karya (Work)
↙ ↘
Pencipta ( Artist) Pembaca ( Audience)
Dalam model ini terkandung pendekatan kritis yang utama terhadap karya sastra sebagai berikut:
1. Pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri ; pendekatan ini disebut objektif ;
2. Pendekatan yang menitikberatkan penulis, yang disebut ekspresif ;
3. Pendekatan yang menitikberatkatkan semesta, yang disebut ; mimetik
4. Pendekatan yang menitikberatkan pembaca, disebut pragmatik
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang menitikberatkan sorotannya
terhadap peranan pembaca. Pendekatan ini lebih mengkaji kepada respon pembaca
dalam melihat nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Karya sastra yang
(45)
“nilai”. Keberhasilan karya sastra diukur oleh pembacanya ( Fananie, 2000:113). Hal
ini dipertegas Pradopo (2005:115), karya sastra sangat erat hubungannya dengan
pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada pembaca. Pembacalah yang
menentukan makna dan nilai dalam suatu karya sastra. Apakah dalam karya sastra
tersebut memberikan ajaran, kesenangan dan menggerakkan pembaca. Karya sastra
itu mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilainya. Artinya pembacalah yang
paling berperan aktif dalam hal menilai, menikmati, menafsirkan, memahami karya
sastra menentukan nasibnya dan perananya dari segi sejarah dan estetik. Tanggapan
Pembaca sebagai pemberi makna pastinya memunculkan tanggapan yang beraneka
ragam tergantung horison harapan pembaca. Tiap-tiap pembaca mempunyai horison
harapan sendiri, maka tiap-tiap pembaca akan memberikan makna yang lain dari yang
diberikan pembaca lainnya, bahkan pembacaan seorang pembaca yang sama pun akan
memberi makna lain pada kesempatan. Hal ini disebabkan oleh pengalamannya yang
selalu bertambah. Oleh karena pemberian maknanya akan lebih baik atau lebih maju.
Menurut Gadamer dalam Teeuw (1984:196), setiap pembaca mempunyai horison
harapan yang tercipta karena pembacaannya yang lebih dahulu, pengalamannya
selaku manusia budaya dan seterusnya.
Istilah pragmatik seringkali dirumuskan dengan istilah Horatius dimana karya
sastra memiliki sifat “Dulce et Utile” yang berarti indah dan bermanfaat sebagai
tujuan dan fungsi sastra (Teeuw, 1984:8). Konsep ini sejalan dengan pendapat Poe
dalam Endraswara (2013:116) bahwa fungsi sastra adalah didactic-haresy, yaitu
(46)
Pendapat-pendapat ini memberikan gambaran bahwa pembaca harus mendapatkan
manfaat yang mampu mengubah dirinya. Hal tersebut diperjelas Abrams dalam Semi
(1985:12), dalam kritik pragmatik pada dasarnya disusun untuk mencapai efek-efek
tertentu kepada pembacanya, seperti efek kesenangan, estetika, pendidikan dan
sebagainya. Kritik pragmatik ini berkecenderungan untuk memberi penilaiannya
terhadap suatu karya berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam mencapai tujuan
tersebut.Dengan kata lain, kritik pragmatik sastra sangat erat kaitannya dengan fungsi
sastra yakni memberikan hiburan sekaligus memberikan nilai yang berguna bagi
kehidupan manusia.
2.3.2 Studi Semiotik
Semiotik atau semiotika adalah studi tentang segala yang berhubungan
dengannya:cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya,
dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakanya (Sudjiman dan Zoest,
1992:5). Secara definitif, menurut Paul Cobley dan Litza Janz dalam Ratna (2004:97),
semiotika berasal dari kata seme, bahasa Yunani yang berarti penafsir tanda. Literatur
lain menjelaskan bahwa semiotika berasal dari kata semeion yang berarti tanda.
Dalam pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis
mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana kerjanya, apa manfaatnya
terhadap kehidupan manusia. Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan
perantara tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya sekaligus
mengadakan pemahaman yang lebih baik terhadap dunia. Sementara Teeuw (1984:6)
(47)
disempurnakanya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua
faktor dan aspek pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di
dalam masyarakat mana pun. Semiotik menganggap bahwa fenomena sosial atau
masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda. Semiotik mempelajari
sistem-sistem, aturan-aturan dan konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut
mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis
sastra sebagai sebuah bahasa yang bergantung pada (sifat-sifat) yang menyebabkan
bermacam-macam cara (modus) wacana yang mempunyai makna (Preminger, dkk
dalam Wuradji, 2001:68). Bahasa merupakan konservasi yang paling kuat terhadap
kebudayaan manusia. Tanpa bahasa sesungguhnya kebudayaan, dan dengan demikian
tidak ada. Bahasa itu sendiri adalah sistem tanda. Tanda bukanlah kelas objek,
tanda-tanda hadir hanya dalam pikiran penafsir. Tidak ada tanda-tanda kecuali jika
diiterpretasikan sebagai tanda (Noth dalam Ratna, 2004:111). Dalam karya sastra, arti
bahasa ditentukan oleh konvensi sastra atau disesuaikan oleh konvensi sastra. Studi
semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sistem tanda-tanda. Oleh karena
itu,peneliti harus menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya
sastra mempunyai makna ( Pradopo, 1995:122).
Menurut Wuradji (2001:68), semiotik sebagai ilmu tanda mempunyai dua
aspek yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk
formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah
sesuatu yang ditandai itu yaitu artinya. Hal ini diperjelas Sausurre dalam
(48)
penanda dan petanda dimana wujud penanda (signifiant) dapat berupa bunyi-bunyi
ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedangkan petanda (signifie) berupa gagasan,
konseptual atau makna yang terkandung dalam pertanda tersebut.
Pragmatik sangat berhubungan dengan semiotik, karena hubungan pragmatik
merupakan hubungan makna dan perlambangan. Ia dipakai untuk mengkaji, misalnya
signifiant tertentu mengacu signifie tertentu, baris-baris kata dan kalimat-kalimat
tertentu mengungkapkan makna tertentu, peristiwa-peristiwa tertentu mengingatkan
peristiwa-peristiwa lain, melambangkan gagasan tertentu atau menggambarkan
suasana kejiwaan tokoh (todorov dalam Capriella, 2014:28). Dengan demikian, kajian
semiotik pragmatik menguraikan tentang tanda-tanda yang memiliki memiliki makna
(arti). Makna Tanda (simbol) tersebut mengarah pada kegunaan tanda oleh yang
menerapkannya (signifiant) dan efek tanda bagi yang menginterpresikannya
(signifie) sehingga makna tersebut dapat diinterpretasikan dan dipahami secara tepat
oleh pembacanya. Maksudnya adalah pembacalah yang menentukan makna tanda
dalam suatu karya sastra dimana kriteria pemberian makna tanda dilihat melalui efek
yang terima pembaca saat membaca sebuah karya sastra tersebut. Dengan kata lain,
efek yang dimaksud tentunya adalah efek-efek yang positif yang dapat memberikan
pendidikan dan pengajaran bagi pembacanya. Sehingga dalam hal ini, kajian semiotik
ini mempermudah penulis menemukan dan menentukan makna dalam novel
(49)
2.3.3 Konsep Nilai Moral Bushido
Novel “OSHIN” karya Hasida Sugako ini berlatar di Jepang. Jepang
merupakan sebuah negara yang memiliki daya tarik tersendiri di mata dunia terutama
kemampuan bangsa Jepang dalam mempertahankan keaslian budayanya sehingga
membentuk sebuah kearifan lokal yang unik. Nilai budaya bangsa Jepang yang
sampai sekarang masih dipertahankan di tengah-tengah hiruk-pikuknya dunia modern
bahkan sudah berakar sangat kuat mempengaruhi pola pikir dan pandangan hidup
masyarakat Jepang dalam perjuangan hidupnya dari jaman dulu sampai sekarang ini
dikenal dengan nilai moral Bushido. Bushido sendiri berarti tata cara berprilaku
samurai yang berpegang teguh pada nilai etika dan moralitas. Nilai moral yang
terkandung dalam moral Bushido (Suryohadiprojo, 1982:49) meliputi kejujuran,
keberanian, kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan, kehormatan atau harga diri,
kesetiaan dan pengendalian diri. Hal ini didukung oleh Agustian dalam Capriella
(2014:10), nilai moral Bushido meliputi, integritas keberanian, kemurahan hati
(mencintai sesama dan kasih sayang), kejujuran (tulus dan ikhlas), menjaga
kehormatan dan kesetiaan.
Secara etimologis, Bushido berasal dari kata “bu” yang artinya beladiri, “shi”
artinya samurai (orang) dan “do” artinya jalan. Secara harafiah, bushido berarti jalan
terhormat yang harus ditempuh seorang samurai dalam pengabdiannya. Bushido tidak
sekedar berupa aturan dan tata cara berperang serta mengalahkan musuh, tetapi
memiliki makna yang mendalam tentang perilaku yang dihayati untuk kesempurnaan
(50)
dalam kehidupan masyarakat. Samurai sebagai bushi mengembangkan etika bushido
yang sarat dengan nilai-nilai moral yang tinggi.
Bushido merupakan etika yang dipengaruhi oleh Budha Zen. Zen merupakan
moral dan filosofi samurai sekaligus kepercayaan yang mengajarkan tidak ada
tenggang waktu (jeda) dari perbuatan yang telah dimulai dan harus diselesaikan.
Etika Zen adalah langsung percaya pada diri sendiri dan memenuhi diri sendiri.
Dengan kata lain, kepercayaan Zen ini menuntut manusia bagaimana hidup secara
total dan mandiri, Total berarti bersungguh-sungguh menjalani kehidupan. Dengan
demikian, manusia diajarkan untuk tidak membuang waktu ini dengan
bermalas-malasan artinya segala sesuatu yang dilakukan dalam dunia ini hendaknya dilakukan
dengan segenap kemampuan terbaik yang ada dalam diri masing-masing sehingga
hasil yang diperoleh pasti memuaskan. Hidup total berarti hidup menuju kesuksesan.
Selain dilandasi oleh etika Zen, Bushido juga dilandasi oleh etika Confusius.
Ajaran Confusius mengatur hubungan harmonisasi antara sesama manusia, hubungan
manusia dengan mahluk lain yang ada di dunia dan hubungan manusia dengan
dengan alam. Ajaran Confusius menekankan hubungan yang harmonis antara sisi
fisik dan batin manusia. Prinsip keseimbangan ini berlaku dari jaman dahulu sampai
sekarang, karena orang-orang Jepang menyadari bahwa kehidupan fisik dan spiritual
memiliki peran yang sama-sama penting. Perlakuan yang bertujuan untuk
memisahkan keduanya atau membiarkan ketidakharmonisan keduanya berpotensi
menimbulkan bencana dan kerusakan. Selain didasari oleh ajaran Zen dan Confusius,
bushido juga dipengaruhi oleh ajaran Shinto yang mengajarkan kesetiaan kepada
(51)
Semangat bushido sampai saat ini masih tampak dalam keseharian masyarakat
Jepang walaupun masyarakat Jepang telah tumbuh dan berkembang sebagai
masyarakat modern. Ajaran bushido ini diterapkan masyarakat Jepang bahkan
diwariskan kepada generasi muda sebagai penerus bangsa melalui pendidikan rumah
dan di sekolah untuk membentuk karakter mereka seperti seorang samurai yang bisa
menghadapi apapun dengan berani dan percaya diri, memiliki loyalitas yang tinggi
dan selalu menabur kebaikan pada semua orang serta mampu memegang dan
mempertahakan prinsip kehidupan yang mereka yakini. Nilai-nilai moral yang
terdapat dalam moral Bushido menurut Agustian dalam Capriella ( 2014:20)meliputi :
1. Gi ( Integritas)
Gi merupakan etika samurai yang berkaitan dengan kemampuan untuk
memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pada
alasan-alasan yang rasiona sehingga hasil yang diperoleh merupakan suatu ketetapan yang
adil. Gi merupakan dasar dari keseluruhan sikap mental terkait dengan keselarasan
pikiran, perkataan dan perbuatan dalam menegakkan kejujuran dan kebenaran. Dalam
Gi apa yang ada di dalam hati, yang kita ucapkan, yang kita pikirkan, dan yang kita
(1)
小 説
しょうせつ
は
にちじょう
日 常 が経 験
けいけん
されるような人間の生活を
ま
巻き込
こ
むについてその一部のぶん 学作品である。
Novel bertujuan memberikan nilai-nilai positif kepada pembaca.
しょうせつ
小 説 の目的
もくてき
は読者に
せっきょくてき
積 極 的 な価値観を与える。 Seperti nilai moral, sosial, agama, budaya dan pendidikan.
たとえば、、教 育 的
きょういくてき
、
どうとくてき
道徳的、 宗 教 的
しゅうきょうてき
、
しゃかいてき
社会的と文化的な価値観である。 Dari novel dapat mengenal berbagai masalah kehidupan sekaligus belajar mengatasinya. 小説から、生活の問題を知って、一度に克服することを勉強する。
Jadi dapat dikatakan bahwa novel bukan hanya sebagai media hiburan saja melainkan sebagai media pendidikan dan pengajaran kepada pembaca sehingga sangat berguna bagi kehidupan manusia.
小 説
しょうせつ
は
たんどく
単独での娯楽
ご ら く
の
め で ぃ あ
メディアとしてでなく、人間
にんげん
の
せいかつ
生活に有 用
ゆうよう
になるよう に、
どくしゃ
読者に 教 育
きょういく
や
きょうじゅげんご
教授言語 としてであると言
い
える。
Salah satu novel yang dapat memberikan nilai-nilai moral bagi pembaca khususnya penulis adalah novel “ OSHIN “ Karya Hashida Sugako.
人間に、ろ とく
特 に読 者 どくしゃ
に
ど う と く
道徳的の価値観
か ち か ん
が
あた
与えられる 小 説
しょうせつ
の
ひと
一つはHashida Sugaku によって書かれたOSHINという小説である。
Novel Oshin adalah sebuah novel yang diadopsi dari kisah nyata kehidupan Katsu Wada. 「OSHIN」という小説はKatsu Wadaの事実
じ じ つ
の
せいかつ
生活に基
もと
づいた小説である。 Katsu wada sendiri adalah wanita yang terlahir dari keluarga miskin, namun karena perjuangan dan semangat hidupnya dalam mengarungi hidup akhirnya menjadi pengusaha sukses.
Katsu Wadaは
びんぼう
貧乏な家族
か ぞ く
から
う
生まれたが、生活を生きる 動 力
どうりょく
で、やっと彼女のに
せいこう
成功した起業家になった。
(2)
彼女はYaohanという名前
な ま え
づけたスーパーが
かいはつ
開発できた。
Dahulunya, YAOHAN adalah toko yang hanya menjual sayur mayur.
むかし、YAOHAN野菜
や さ い
だけを
う
売った店であった。 YAOHAN berkembang pesat yang cabangnya sampai ASIA.
YAOHANはアシアにひじょうに開発
かいはつ
した。 Gambaran dirinya dikisahkan lewat tokoh Oshin. 彼女の
せいかく
性格はOshinという主人公
しゅじんこう
を
とお
通して語
かた
られた。
Kesuksesan yang diterima si Katsu wada merupakan hasil dari kerja keras dan ketekunannya. Katsu Wadaが
かくとく
獲得した成功
せいこう
はハードワークと
にんたい
忍耐の結果
け っ か
であった。 Jatuh bangun merupakan hal yang sudah biasa baginya.
せいこう
成功や失敗
しっぱい
は
とうぜん
当然なことであった。
Gambaran dirinya dikisahkan lewat tokoh Oshin. 彼女の性格
せいかく
はOshinという
しゅじんこう
主人公を通
とお
して
かた
語られた。
Oshin merupakan seorang gadis yang pantang menyerah dalam menjalani kehidupannya. 生活
せいかつ
を
い
生きるあいだに降伏
こうふく
しなかった。
Segala rintangan dan cobaan dihadapi dengan tabah dan sabar sehingga membentuknya menjadi seorang wanita yang tangguh.
すべ
全ての障 害 物
しょうがいぶつ
や
し け ん
試験を勇気
ゆ う き
と
にんたい
忍耐にし 直 面
ちょくめん
して
て
手ごわい 女
おんな
に
せいけい
成形した。 Jadi, dalam setiap tahap hidupnya terkandung nilai-nilai moral.
彼女の生活のすべての段階
だんかい
は
どうとくてき
道徳的な価値観
か ち か ん
が
ふく
含まった。 Nilai moral mampu mendidik pembacanya .
道徳的
どうとくてき
な
か ち か ん
価値観は読 者
どくしゃ
(3)
Akan tetapi, dari keseluruhan nilai tersebut hanya nilai keberanian, kejujuran dan kemurahan hati yang paling sesuai dengan konsep Bushido.
しかし、その価値観の全 体
ぜんたい
から、
ぶ し ど う
武士道の価値観に一番似合
に あ
ってる価値観は勇気, 誠実、寛大さだけであった。
Nilai Bushido muncul sejak pemerintahan Jepang kuno.
ぶ し ど う
武士道の価値観は日本の古代政府の時代
じ だ い
始まった。 Ini menjadi pedoman bagi masyarakat Jepang hingga saat ini.
これは今までの日本社会にとって
し ど う
指導になった。
Bushido jalan terhormat yang harus ditempuh seorang samurai dalam pengabdiannya.
武士道はサービスにさむらい払
はら
わなければならない
り っ ぱ
立派なパスといった意味
い み
がある。 Dalam etika Bushido terkandung ajaran-ajaran moral seperti keberanian, kejujuran,
kemurahan hati, kesopanan, kehormatan, kesetiaan dan pengabdian diri.
ぶ し ど う
武士道の道 徳
どうとく
で
どうとくてき
道 徳 的 な 教 育
きょういく
のことはたとえば、
ゆ う き
勇気、誠 実
せいじつ
、
かんだい
寛 大 さ、 良 識
りょうしき
、
めいよう
名 用 , 忠 誠
ちゅうせい
、と事故制御が含まった。
Bushido merupakan etika yang dipengaruhi Budha Zen.
ぶ し ど う
武士道はゼンの 仏 教
ぶっきょう
に
えいきょう
影 響 された倫理
り ん り
である。 Zen merupakan moral dan filosofi samurai.
ぜ ん
ゼンは 侍
さむらい
の
どうとく
道 徳 と哲 学
てつがく
としてである。
Selain dilandasi oleh etika Zen, Bushido juga dilandasi oleh eika konfusius.
ぜ ん
ゼンは倫理
り ん り
にもとついたに上に、武士道も孔子の
り ん り
倫理荷ももとついた
Bushido mengandung etika moral yaitu GI, YU, MAKOTO-SHIN, JIN, MEIYOU, REI dan CHUGO
(4)
武士道に含まった道徳的な倫理
り ん り
は
ぎ
儀,勇
ゆう
、
まこと
真 、仁
じん
、
れい
礼 、名誉
め い よ
,
ちゅうご
忠 碁 である。 Karakter Oshin yang selalu berani, jujur, murah hati yang selalu menaburkan kebaikan-kebaikan pada semua orang ternyata menggambarkan karakter seorang samurai. 勇敢
ゆうかん
で、
しょうじき
正 直 、寛大
かんだい
で
つね
常に皆
みな
で
よ
良さをまくOSHINの性格
せいかく
は
さむらい
侍 の性格
せいかく
を
きじゅつ
記述す る。
Banyak orang menganggap Oshin sebagai figur simbolik dari kaum tersisihkan yang tetap tegar dalam menjalani hidup meski didera penderitaan sehingga ia patut diteladani. 多くの人々はOSHINが典型的
てんけいてき
な苦しんで
くる
苦しみにもかかわらず、生活の中で不動
ふ ど う
の まま除外の
しょうちょうてき
象 徴 的 な人物
じんぶつ
として
けんとう
検討する。
Ketegaran Oshin menghadapi setiap masalah menjadikan inspirasi banyak wanita khususnya bagi penulis untuk tahan menghadapi cobaan.
すべての問題
もんだい
を
ちょくめん
直 面 するOSHINの頑固
が ん こ
は
おお
多くの女性
じょせい
、特に
ひっしゃ
筆者が試練
し れ ん
にあたえる ようにするインスピレーションになる。
Walaupun penulis sebagai orang Indonesia namun itu bukan menjadi masalah kalau segi baik karya sastra itu memberikan pendidikan dan pengajaran, maka novel ini sangat berguna bagi penulis.
筆者はインドネシア人なのに、
ぶんがくがわ
文学側 からみると、この作品
さくひん
は
きょういく
教 育 が与
あた
えられた ら、この
さくひん
作品は役
えき
に
た
立つと思
おも
う。
Sehubungan dengan kajian sastra dikaitkan dengan efek manfaat atau kegunaan bagi pembaca bisa dikaji berdasarkan pendekatan pragmatik.
どくしゃ
読者 に役立てて、利益
り え き
が
あた
与 えられる文学製品
ぶんがくせいひん
はプラグマティックのアプローチで 研究できる。
Pendekatan yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam skripsi ini adalah pendekatan pragmatik menurut Abrams.
本論文で
し よ う
(5)
Menurut Abrams, karya sastra sebagai sarana untuk mendapatkan efek tertentu kepada pembaca.
Abramsによって、文学製品
ぶんがくせいひん
は
どくしゃ
読者に一定の効果
こ う か
を
え
得るための手段としてである。 Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa efek pendidikan, moral, agama ataupun tujuan lainnya.
その場合、目標は教育、道徳的、宗教的又は他の目的の効果である。
Selain itu pendekatan pragmatik dapat memberikan manfaat terhadap pembaca dan merealisasikannya pada kehidupan sehari-hari.
その他、プラグマティ ックのアプローチは、 読者
どくしゃ
に
り え き
利益 を 提 供
ていきょう
し、それが
にちじょうせいかつ
日 常 生 活 の中
なか
で
お
起こることができる。
Maka penulis berdasarkaan pendekatan pragmatik akan melihat segi efek kegunaan karya sastra novel yang berjudul “OSHIN” bagi pembaca atau penulis khususnya pendidikan yang berkaitan dengan nilai moral bushido seperti nilai keberanian, kejujuran dan kemurahan hati. Sehingga nilai-nilai keberanian, kejujuran dan kemurahan hati dapat memberikan nilai guna dan efek yang positif bagi pembaca atau penulis.
筆者
ひっしゃ
はプラグマティックのアプロー
ち
チに基
もと
づいて、OSHINという
しょうせつ
小 説 が読者
どくしゃ
に、
とく
特 に 筆者
ひっしゃ
に
り え き
利益が 与
あた
えられる
こ う か
効果、特に武士道
ぶ し ど う
の
か ち か ん
価値観、例
たと
えば
ゆ う き
勇気、 誠実
せいじつ
、
かんだい
寛大 さにかんする 教 育
きょういく
を
けんきゅう
研 究 する勇気的
ゆ う き て き
、
せいじつてき
誠実的 、寛大
かんだい
さの
か ち か ん
価値観は筆者
ひっしゃ
や
どくしゃ
読者に積極的な効果
こ う か
や
り え き
利益が与
あた
えられるようになった。
Nilai-nilai pragmatik yang berkatitan dengan bushido sperti nilai keberanian, kejujuran dan kemurahan hati terlihat dalam cuplikan-cuplikan yang penulis analisis dalam skripsi ini.
武士道にかんするプラグマティックの
か ち か ん
価値観、例
たと
えば
ゆ う き
勇気、誠実
せいじつ
、
かんだい
寛大 さは分析
ぶんせき
した
えいぞう
映像に見
み
られた。
Nilai keberanian yang ditunjukan Oshin dalam novel “OSHIN” ini dapat terlihat melalui cerita tersebut dimana Oshin selalu berani mencoba, berani gagal dan berani mengambil resiko dalam segala hal.
(6)
OSHINという小説におけるOSHINが出
だ
した
ゆ う き
勇気の価値観は常
つね
にすべての
もの
物に試
ため
し、
しっぱい
失敗、リスクを取
と
ることを敢えてしてみることから
み
見られている。
Nilai kejujuran dimana ia selalu jujur kepada setiap orang dan tidak mau mengambil keuntungan demi kepentingan pribadi terutama dalam menjalani usahanya.
彼女は常に 正 直
しょうじき
で、
とく
特に事業
じぎょう
を
じ っ し
実施するさいに、個人的
こ じ ん て き
な
り え き
利益のために活用
かつよう
する ことを
のぞ
望んでいない。
Nilai kemurahan hati yang ditunjukan dalam cerita novel “OSHIN” bahwa tokoh Oshin digambarkan sebagai sosok yang dermawan.
OSHINという小説における寛大さの価値観
か ち か ん
はOSHINが
おんじん
恩人な主人公
しゅじんこう
が見られる。 Hal itu dapat terlihat dimana ia selalu rela berkorban untuk kepentingan orang lain dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
それは常に
た に ん
他人のために犠牲
ぎ せ い
にし、高い
しゃかいさとし
社 会 識 を持
も
って、
よろこ
喜 んでいたことから見 られる。
Siapapun yang membutuhkan pertolongan dibantunya dengan hati yang tulus dan ikhlas termasuk orang-orang yang pernah menzholiminya.
彼女は常に心配
しんぱい
し、
たす
助 けと必要
ひつよう
とする
ひと
人、迫害者
はくがいしゃ
たちにも真の心と
せ い い
誠意を持って 助けてあげる。
Nilai yang bermanfaat dan mendidik penulis tentang keberanian, kejujuran dan kemurahan hati ini dapat diterapkan dalam kehidupan.
勇気
ゆ う き
、
せいじつ
誠実、寛大
かんだい
さの
や く だ
役立つ価値観
か ち か ん
は生活に
てきよう