Hubungan Peranan Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Staf Puskesmas Limbong Kecamatan Sianjur Mula-Mula Kabupaten Samosir Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Menurut Siagian (1992), kepemimpinan adalah sikap pikiran dan
semangat kejiwaan untuk memimpin, mendorong dan mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Keberhasilan seorang pemimpin
dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan
motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu
sendiri.
Menurut

Almasdi

(2006),

seorang


pemimpin

dituntut

memiliki

pengetahuan tentang manajemen secara umum disamping memiliki jiwa
kepemimpinan agar mampu menjadi pemimpin yang profesional. Pemimpin yang
profesional adalah pemimpin yang mengutamakan tercapainya tujuan organisasi
dengan tidak merugikan dan mengabaikan kepentingan orang lain, berpikiran dan
bekerja yang benar sesuai dengan peraturan yang berlaku, disenangi lingkungan
dan bertanggung jawab. Pemimpin yang profesional harus mampu menciptakan
rasa bangga antara pemimpin dan seluruh personelnya serta rasa memiliki akan
seluruh aset organisasi termasuk citra organisasi.
Setiap pemimpin sekurang-kurangnya harus memiliki 3 (tiga) ciri, yakni;

8
Universitas Sumatera Utara

9


1.

Persepsi sosial (social perception)
Persepsi sosial adalah kecakapan dalam melihat dan memahami perasaan,
sikap dan kebutuhan anggota kelompok.

2.

Kemampuan berpikir abstrak (ability in abstract thinking)
Kemampuan berabstraksi yang sebenarnya merupakan salah satu segi dari
struktur inteligensi, dibutuhkan oleh seorang pemimpin untuk menafsirkan
kecenderungan-kecenderungan kegiatan di dalam kelompok dan keadaan
umum diluar kelompok dalam hubungannya dengan tujuan kelompok.

3.

Keseimbangan emosional (emotional stability)
Seorang pemimpin lebih banyak memiliki alam perasaan yang seimbang
daripada mereka yang bukan pemimpin. Pada diri seorang pemimpin harus

terdapat suatu kematangan emosional yang berdasarkan kesadaran yang
mendalam akan kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, cita-cita dan
alam perasaan, serta pengintegrasian semuanya itu ke dalam suatu
kepribadian yang harmonis (Effendi,1992).

2.1.2 Fungsi Kepemimpinan
Menurut Kartono (1998), fungsi kepemimpinan adalah memandu,
menuntun, membimbing, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja,
mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik;
memberikan supervisi/ pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya
kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan
perencanaan.

Universitas Sumatera Utara

10

Menurut Rivai (2008), fungsi pokok kepemimpinan secara operasional
dapat dibedakan menjadi lima fungsi pokok, yaitu:
1.


Fungsi Instruktif
Pemimpin sebagai pihak komunikator menentukan apa, bagaimana, dan
dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dikerjakan secara efektif
yang bersifat komunikasi satu arah.

2.

Fungsi Konsultatif
Fungsi konsultatif dimaksudkan untuk untuk memperoleh masukan berupa
umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan
yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Fungsi ini bersifat komunikasi dua
arah. Hal ini dimaksudkan agar keputusan pimpinan mendapat dukungan dan
lebih mudah menginstruksikannya sehingga kepemimpinan berlangsung
efektif.

3.

Fungsi Partisipasi
Dalam pelaksanaan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang

yang dipimpinnya baik dalam kepesertaan mengambil keputusan maupun
dalam pelaksanaannya.

4.

Fungsi Delegasi
Fungsi

ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang

membuat keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari
pemimpin. Fungsi ini pada dasarnya adalah kepercayaan.

Universitas Sumatera Utara

11

5.

Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan,
pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

2.1.3

Peranan Kepemimpinan
Menurut Siagian (2009), peranan kepemimpinan dalam suatu organisasi

dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk, yaitu:
1.

Peranan yang Bersifat Interpersonal
Peran interpersonal menampakkan diri dalam tiga bentuk yaitu:
a. Selaku simbol keberadaan organisasi yang peranannya dimainkan dalam
berbagai kegiatan yang sifatnya legal dan seremonial.
b. Selaku pemimpin yang bertanggung jawab untuk memotivasi dan
memberikan arahan kepada para bawahan.
c. Peran selaku penghubung dimana seorang manajer harus mampu
menciptakan jaringan yang luas dengan memberikan perhatian khusus
kepada mereka yang mampu berbuat sesuatu bagi organisasi dan juga

berbagai pihak yang memiliki informasi yang diperlukan oleh organisasi.

2.

Peranan yang Bersifat Informasional
Peran pemimpin yang bersifat informasional mengambil tiga bentuk,yaitu:
a. Peran pemantau arus informasi yang terjadi dari dan ke dalam organisasi.
Peran memantau tidak sekedar mengetahui arus keluar masuknya
informasi, akan tetapi juga mampu mengambil langkah-langkah agar
informasi bermutulah yang diterima.

Universitas Sumatera Utara

12

b. Peran sebagai pembagi atau diseminator informasi, peran ini menuntut
pemahaman yang mendalam tentang makna informasi yang diterimanya.
c. Peran sebagai juru bicara organisasi.
3.


Peran Pengambilan Keputusan
Peran pengambilan keputusan terditi dari empat bentuk, yaitu:
a. Selaku entrepreneur, ialah peran yang dimainkan

melalui pertemuan-

pertemuan untuk merumuskan dan menetapkan strategi pembuatan proyek.
b. Peredam gangguan, ialah kesediaan memikul tanggung jawab untuk
mengambil tindakan korektif apabila organisasi menghadapi gangguan
serius yang apabila tidak ditangani akan berdampak negatif kepada
organisasi.
c. Pembagi sumber dana dan daya.
d. Perunding bagi organisasi.
Semakin tinggi jabatan maka akan semakin banyak berinteraksi dengan pihak
diluar organisasi.
Menurut Siagian (2003), Peranan seorang pemimpin tidak terbatas hanya
pada koordinasi. Salah satu peranan kepemimpinan yang teramat penting dalam
proses pengelolaan suatu organisasi adalah mengintegrasikan berbagai kegiatan
yang diselenggarakan oleh berbagai satuan kerja dalam organisasi demi
terjaminnya kesatuan gerak. Integrasi demikian hanya mungkin terwujud apabila

pemimpin mampu menjalankan komunikasi yang efektif.
Menurut Siagian (2003), berkomunikasi berarti mengalihkan suatu pesan
dari satu pihak kepada pihak lain. Proses komunikasi dapat dikatakan efektif

Universitas Sumatera Utara

13

apabila pesan yang ingin disampaikan oleh sumber pesan diterima dan diartikan
oleh sasaran komunikasi dalam bentuk, jiwa dan semangat yang persis sama
seperti yang diinginkan dan dimaksudkan oleh sumber pesan tersebut.
Selanjutnya menurut Siagian (2009), perananan kepemimpinan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya antara lain: pengambilan keputusan,
actuating atau penggerakan atau arahan, motivator, pimpinan, perencanaan dan

pengawasan. Ada beberapa sebab yang membuat orang bisa meraih kedudukan
sebagai pemimpin, yaitu sebagai berikut;
1.

Pemimpin diangkat karena memiliki sikap mental terkendali terpuji dan

sedikit menonjol dalam lingkungannya serta disepakati untuk dikaderkan oleh
lingkungan itu sendiri, baik dari pihak atasan maupun dari pihak bawahan
serta dari pihak setingkat.

2.

Pemimpin diangkat karena tarikan dari atas saja tanpa mempedulikan
partisipasi dari lingkungan.

3.

Pemimpin yang diangkat karena berhasil menciptakan suatu prestasi atau
karya besar yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan organisasi.

4.

Pemimpin yang diangkat hanya karena faktor usia dan masa kerja semata.

5.


Pemimpin yang dipilih dengan suara bulat dan diminta kesediannya untuk
mengemukakan syarat-syarat yang menarik, seperti gaji yang besar, fasilitas
yang lengkap serta pemberian wewenang seperlunya.
Menurut Notoatmodjo (2007), pengakuan berupa penghargaan pimpinan

organisasi terhadap karyawan merupakan dorongan semangat kerja. Dorongan
semangat sangat mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi kerja pegawai.

Universitas Sumatera Utara

14

Menurut Hatmoko (2006), peranan dokter sebagai provider di puskesmas
dikelompokkan menjadi:
1. Dokter Kepala Puskesmas Sebagai Seorang Dokter
Tanggung jawab seorang dokter kepala puskesmas tidak hanya mengobati
orang sakit namun juga memelihara dan meningkatkan kesehatan dari masyarakat
di dalam wilayah kerjanya. Disamping itu dokter berfungsi juga sebagai seorang
pemimpin dan seorang manajer. Oleh karenanya dalam kegiatan pemeriksaan dan
pengobatan penderita sehari-hari pada waktu tertentu, dimana dokter Puskesmas
sedang

melakukan

tugas-tugas

manajemen

puskesmas

dan

tugas

kemasyarakatannya, dokter dapat mendelegasikan wewenangnya kepada seorang
perawat dan seorang Bidan.
2. Dokter Kepala Puskesmas Sebagai Seorang Manajer
a. Organisasi dan tatalaksana
Puskesmas mempunyai wilayah satu kecamatan atau sebagian dari
kecamatan yang langsung bertanggung jawab dalam bidang teknis
kesehatan

maupun

administratif

kepada

kepala

dinas

kesehatan

kabupaten/kota. Jenis dan jumlah tenaga Puskesmas yang sebenarnya tidak
perlu sama untuk tiap puskesmas, tetapi disesuaikan dengan jumlah
penduduk dan luas daerah yang dicakup serta keadaan geografis dan sarana
transportasi di wilayah kerjanya.
b. Bimbingan teknis dan supervisi
Selain pertemuan berkala dengan staf puskesmas yang dilakukan di
puskesmas, kepala puskesmas perlu juga datang untuk melihat dan memberi

Universitas Sumatera Utara

15

bimbingan kepada staf Puskesmas secara berkala di tempat mereka bekerja
di puskesmas, puskesmas perawatan, puskesmas pembantu, di lapangan
maupun di rumah penduduk dalam rangka kunjungan rumah. Hal ini penting
sekali dilakukan secara teratur untuk memelihara disiplin kerja staf
Puskesmas dalam melaksanakan tugas.
c. Hubungan kerja antar instansi tingat Kecamatan
Camat meerupakan koordinator dari semua instansi / dinas di tingkat
kecamatan, Kepala puskesmas bertanggung jawab secara teknis kesehatan
dan administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Hubungan dengan camat adalah hubungan koordinasi, namun demikian
tanggung jawab secara moril dokter kepala puskesmas terhadap camat tetap
ada.
d. Dokter Puskesmas sebagai penggerak pembangunan di wilayah kerjanya
Disamping hubungan langsung antara dokter kepala puskesmas dan staf
dengan anggota masyarakat sebagai pengunjung puskesmas dalam rangka
pemeriksaan, pengobatan dan penyuluhan kesehatan, perlu pula dilakukan
hubungan kerja sama dengan masyarakat dalam rangka membantu
masyarakat agar dapat menolong diri mereka sendiri dalam bidang
kesehatan.

Khususnya

dengan

pemuka

masyarakat

dalam

rangka

memperbaiki nasib mereka, baik dalam ruang lingkup kesehatan maupun
dalam hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan sesuai kebutuhan
masyarakat. Dokter Kepala Puskesmas beserta segenap staf bekerja sama
dengan instansi-instansi terkait, perlu memberi bimbingan kepada

Universitas Sumatera Utara

16

masyarakat untuk mengenal masalahnya dan menentukan prioritas masalah
yang perlu ditanggulangi sesuai kemampuan swadaya mereka sendiri.
Menurut Effendi (1992), dalam melaksanakan fungsinya sebagai
pemimpin berbagai peranan dipegang olehnya , antara lain sebagai:
1.

Pemimpin eksekutif (executive leader )
Fungsinya adalah “menerjemahkan” kebijaksanaan menjadi suatu kegiatan.
Dia mempin dan mengawasi tingkah laku orang-orang yang menjadi
bawahannya serta membuat keputusan dan memerintahkannya untuk
dilaksanakan.

2.

Pemimpin sebagai penengah
Dalam masyarakat modern tanggung jawab keadilan terletak ditangan para
pemimpin dengan keahliannya yang khas yang ditunjuk secara khusus dan
disebut sebagai pengadilan.

3.

Pemimpin sebagai penganjur
Penganjur adalah jenis pemimpin yang memberi inspirasi kepada orang lain.
Pemimpin berfungsi sebagai propagandis, sebagai juru bicara, atau sebagai
“pengarah opini”(mobilizer of opinion) yang biasanya bergerak dalam bidang
komunikasi atau publistik yang perlu menguasai ilmu komunikasi.

4.

Pemimpin sebagai ahli
Pemimpin disebut sebagai ahli jika dia lebih terpelajar dari orang-orang
lainnya. Kepemimpinannya hanya berdasarkan fakta, dan hanya pada bidang
dimana terdapat fakta. Termasuk dalam kategori ini adalah guru, dosen,

Universitas Sumatera Utara

17

dokter dan sebagainya. Alasan bagi eksistensinya adalah, bahwa “ia tahu dan
orang lain tidak tahu” dan ia mempunyai wewenang.
5.

Pemimpin sebagai diskusi
Pemimpin diskusi adalah pemimpin yang memenuhi kepemimpinan
demokratis. Diskusi yang bebas adalah satu-satunya proses dimana kelompok
secara keseluruhan ikut berperan dan dimana semua anggota kelompok samasama diwakili dalam membuat suatu keputusan. Melalui diskusi pemimpin
dapat menampilkan bakat-bakat kreatif dari anggota-anggota kelompok,
membantu mereka memecahkan persoalan dan mencapai keputusan yang
mereka buat.

2.1.4
1.

Teori Kepemimpinan

Teori ciri-ciri/ Teori Trait
Teori trait menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dibuat, sebab
individu yang lahir telah membawa ciri-ciri tertentu. Kepemimpinan adalah
suatu fungsi dari kualitas seseorang dari suatu individu, bukan dari situasi,
teknologi ataupun dukungan masyarakat. Ciri-ciri tersebut antara lain:
pengetahuan yang luas, kemampuan bertumbuh, daya ingat yang kuat,
kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengajar, rasionalitas, objektivitas,
kemampuan menentukan skala prioritas secara tajam, menjadi pendengar
yang baik, fleksibilitas, sikap tegas, sikap antisipatif, sikap proaktif dan
visionaris. Teori trait dalam kepemimpinan lebih bersifat deskriptif tetapi
analitis dan prediktif rendah.

Universitas Sumatera Utara

18

2.

Teori Kelompok
Teori kelompok dikembangkan atas dasar ilmu Psikologi Sosial yang
menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada
pertukaran yang positif antara pemimpin dan bawahannya. Pemimpin yang
selalu memperhatikan dan memperhitungkan bawahannya, mempunyai
dampak yang positif pada sikap, kepuasan dan pelaksanaan kerja.

3.

Teori situasional (Contingency)
Tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang sama efektifnya menghadapi
semua situasi organisasional dan perilaku bawahan. Menghadapi setiap
bawahan

perlu menggunakan gaya yang berbeda-beda. Fred Fiedler

mengajukan sebuah model dasar situasional bagi efektivitas kepemimpinan,
yang dikenal dengan congtingency model of leadership effectiveness . Situasi
tersebut digambarkan dalam tiga dimensi yaitu:
a. Hubungan pimpinan anggota
b. Tingkat dalam struktur tugas
c. Posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan melalui wewenang formal.
4.

Teori Path-Goal
Teori kepemimpinan dikembangkan dengan menggunakan kerangka dasar
teori

motivasi.

kepemimpinan

Teori

Path-Goal

(terutama

perilaku

menganalisa

pengaruh

kepemimpinan)

terhadap

(dampak)
motivasi

kepuasan dan pelaksanaan kerja bawahan. Teori ini memuat empat tipe
perilaku pemimpin, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

19

a. Kepemimpinan

direktif

(directive

leadership),

yaitu

pemimpin

memberikan perintah dan bawahan tahu apa yang diharapkan dari mereka.
b. Kepemimpinan suportif (supportive leadership ), yaitu pemimpin yang
selalu bersedia sebagai teman, mudah didekati dan menunjukkan diri
sebagai orang sejati bagi bawahan.
c. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership), yaitu pemimpin
meminta dan mempergunakan saran-saran dari bawahan. Namun masih
membuat keputusan.
d. Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement oriented leadership),
yaitu pemimpin mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang
menarik bagi bawahan, merangsang bawahan untuk mencapai tujuan dan
melaksanakannya dengan baik (Sulaiman, 2011).
2.1.5 Pendekatan dalam Kepemimpinan
Menurut Rivai (2008), untuk lebih memahami pengertian kepemimpinan
yang beragam, perlu digunakan beberapa pendekatan untuk lebih mudah dalam
memahaminya. Pendekatan tersebut antara lain:
1.

Pendekatan Sifat pada Kepemimpinan
Keberhasilan kepemimpinan organisasi memiliki empat sifat umum, yaitu:
a. Kecerdasan; pada umumnya pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin.
b. Kedewasaan; Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi
yang stabil serta perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial.

Universitas Sumatera Utara

20

c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi; pemimpin cenderung mempunyai
motivasi yang kuat untuk berprestasi.
d. Sikap hubungan kemanusiaan; pemimpin yang berhasilmau mengakui
harga diri dan kehormatan bawahan.
2.

Pendekatan Tingkah Laku pada Kepemimpinan
Dalam pendekatan tingkah laku, para ahli menyebutkan ada dua aspek utama
dalam kepemimpinan yaitu fungsi kepemimpinan dan gaya kepemimpinan.

3.

Pendekatan Kontingensi dalam Kepemimpinan
Pendekatan Kontingensi disebut juga pendekatan situasional, sebagai teknik
manajemen yang paling baik dalam memberikan kontribusi untuk pencapaian
sasaran organisasi. Ada beberapa pandangan kepemimpinan situasional
menurut para ahli, diantaranya yaitu:
a. Teori yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard; menguraikan
bagaimana pemimpin harus menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka
sebagai respon pada keinginan untuk berhasil dalam pekerjaannya,
pengalaman kemampuan dan kemauan bawahan mereka yang terus
berubah.
b. Teori yang dikembangkan oleh Fiedler; mengemukakan bahwa cukup
sulit bagi seorang manajer untuk mengubah gaya manajemennya dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan budaya organisasinya, seorang
manajer cenderung tidak fleksibel dan mengubah gaya manajerial tidak
efisien dan tidak ada gunanya. Karena tidak ada satu gaya yang cocok

Universitas Sumatera Utara

21

untuk segala situasi maka Fiedler menyatakan untuk mengubah lingkungan
organisasi tersebut agar cocok dengan manajer.
c. Teori yang dikembangkan oleh Martin G. Evans dan RJ. House;
mengemukakan bahwa manajer yang berorientasi pada karyawan akan
menawarkan tidak hanya gaji yang tinggi dan promosi, tetapi juga
dukungan, dorongan rasa aman dan rasa hormat. Teori ini menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan yang efektif dalam memotivasi karyawan
adalah tergantung pada imbalan yang paling mereka inginkan.
4.

Pendekatan Tingkah laku dari Kouzes-Posner: Keterlibatan Dinamis
Kouzes-Posner mengatakan beberapa kebiasaan dan tingkah laku pemimpin
yaitu:
a. Menentang proses untuk mencari kesempatan dan percobaan mengambil
resiko.
b. Memberi inspirasi visi bersama untuk menggambarkan masa depan dan
membantu orang lain.
c. Memungkinkan orang lain bertindak untuk mempererat kerja sama dan
memperkuat orang lain.
d. Membuat model pemecahan melalui contoh untuk merencanakan
keberhasilan.
e. Memberi semangat melalui pengakuan kontribusi individu dan merayakan
prestasi kerja.

Universitas Sumatera Utara

22

2.2 Motivasi Kerja
2.2.1 Pengertian motivasi
Motivasi berasal dari perkataan motif (motive) yang artinya adalah
rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang sehingga
orang tersebut memperlihatkan

perilaku tertentu. Sedangkan yang dimaksud

dengan motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan dan
ataupun pembangkit tenaga pada seseorang dan ataupun sekelompok masyarakat
tersebut mau berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan sesuatu yang
telah direncanakan untuk mencapaitujuan yang telah ditetapkan (Azwar,1996).
Motivasi adalah alat pendorong yang menyebabkan seseorang merasa
terpanggil dengan senang hati untuk melakukan suatu kegiatan (dalam hal ini kita
maksudkan adalah motivasi dalam arti positif, yaitu untuk dapat memberikan
sesuatu yang terbaik dalam pekerjaan). Motivasi bagi seseorang merupakan modal
utama untuk berprestasi sebab akan memberikan dorongan bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu (Salim, 1996).
Motivasi kerja dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi
yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur, serta meningkatkan
kebersamaan (Sastrohadiwiryo, 2003).
2.2.2

Komponen-Komponen Motivasi Kerja
Menurut Danim (2004), motivasi yang diberikan dibagi menjadi 4 bagian

yaitu:
1.

Motivasi positif adalah proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan

motif, dimana hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain
agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan

Universitas Sumatera Utara

23

keuntungan tertentu kepadanya. Misalnya dengan imbalan, informasi tentang
pekerjaan,

jabatan

dan

pemberian

kesempatan

untuk

tumbuh

dan

berkembang.
2.

Motivasi negatif adalah motivasi yang bersumber dari rasa takut, misalnya

jika dia tidak bekerja akan muncul rasa takut untuk dikeluarkan, takut tidak
diberi gaji dan takut dijahui olehrekan kerja.
3.

Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia menjalankan tugas-

tugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja itu sendiri.
Motivasi dari dalam diri individu, karena memang individu itu mempunyai
kesadaran untuk berbuat.
4.

Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya

pengaruh yang ada diluar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri.
Motivasi dari luar biasanya dikaitkan dengan imbalan.
Menurut Siagian (1992), suatu motivasi mempunyai tiga komponen utama
yaitu:
a.

Kebutuhan
Kebutuhan timbul dalam diri seseorang apabila ia merasa adanya kekurangan
dalam dirinya. Dalam pengertian homeostatik, kebutuhan timbul atau
diciptakan apabila dirasakan adanya ketidakseimbangan antara apa yang
dimiliki dengan apa yang menurut persepsi yang bersangkutan seyogyanya
dimilikinya, baik dalam arti fisiologi maupun psikologis.

Universitas Sumatera Utara

24

b.

Dorongan
Dorongan

merupakan

usaha

pemenuhan

kebutuhan

secara

terarah,

berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh
seseorang. Dorongan dapat bersumber dari dalam diri seseorang dan dapat
pula bersumber dari luar diri orang tersebut. Dorongan yang berorientasi pada
tindakan itulah yang sesungguhnya menjadi inti motivasi sebab apabila tidak
ada tindakan, situasi ketidakseimbangan yang dihadapi oleh seseorang tidak
akan pernah teratasi.
c.

Tujuan
Tujuan adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan
mengurangi dorongan. Dengan perkataan lain, mencapai tujuan berarti
mengembalikan keseimbangan dalam diri seseorang, baik bersifat fisiologis
maupun yang bersifat psikologis. Berarti tercapainya tujuan akan mengurangi
atau menghilangkan dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu.

2.2.3

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Menurut Siagian (1992), ditinjau dari segi perilaku orang berorganisasi

maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi kerja, yaitu;
1.

Kondisi kerja yang baik.
Kondisi kerja yang baik menyangkut segi fisik dari lingkungan kerja, yakni;
bangunan yang aman, ruangan kerja yang nyaman, ventilasi yang cukup,
tersedia peralatan kerja yang memadai, tersedia tempat istirahat dan tempat
beribadah.

Universitas Sumatera Utara

25

2.

Perasaan diikutsertakan
Keikutsertaan merupakan hal yang amat penting dalam rangka menumbuhkan
rasa tanggung jawab yang semakin besar dalam pelaksanaan tugas.

3.

Cara pendisplinan yang manusiawi
Anggota organisasi yang tidak berhasil melaksanakan tugas kewajiban
dengan baik akan dikenakan tindakan disiplin. Akan tetapi mereka
mengharapkan pengambilan tindakan disiplin dilakukan secara manusiawi
dalam arti, antara lain:
a. Dilakukan secara obyektif dalam arti jelas ditunjukkan kesalahan yang
telah diperbuat atau perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
b. Hukuman yang dikenakan setimpal dengan kesalahan yang diperbuat.
c. Teknik pendisplinan tidak merendahkan martabat seseorang dimata
koleganya.
d. Tindakan disiplin yang bersifat mendidik, dan
e. Tindakan disiplin yang tidak dilakukan secara emosional.

4.

Pemberian penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik
Pemberian penghargaan dapat meningkatkan semangat bagi anggota
organisasi atas kinerja yang diberikannya.

5.

Kesetiaan pimpinan kepada para karyawan
Dalam menunjukkan kesetiaan seorang pimpinan kepada bawahannya dapat
dilakukan dengan cara:
a. Menjenguk apabila bawahan menderita sakit

Universitas Sumatera Utara

26

b. Menghadiri upacara penting dalam keluarga karyawan
c. Membela bawahan terhadap pihak lain, meskipun secara intern bawahan
mendapat teguran.
6.

Promosi dan perkembangan bersama organisasi
Memberikan gambaran yang jelas kepada para anggota organisasi tentang
jenjang karier yang dapat dinaiki oleh para karyawan tersebut apabila mereka
mampu membuktikan prestasi kerja yang memuaskan adalah

pemicu

semangat dan kemauan anggota organisasi dalam bekerja.
7.

Pengertian yang simpatik terhadap masalah-masalah pribadi bawahan
Apabila anggota organisasi mengalami masalah yang rumit dalam kehidupan
pribadinya

maka

akan

berdampak

juga

terhadap

kehidupan

organisasionalnya. Oleh karena itu, peran pemimpin yang mau mendengar
dan bersimpatik atas masalah anggota organisasinya membuat mereka merasa
menjadi anggota keluarga besar organisasi tersebut.
8.

Keamanan pekerjaan
Terjaminnya seseorang memperoleh pekerjaan dan jabatan dalam organisasi
selama ia melaksanakan tugasnya dengan baik dengan prestasi kerja yang
memuaskan.

9.

Tugas pekerjaan yang sifatnya menarik
Setiap orang ingin agar daya kreatifitasnya didorong untuk terus berkembang
dan pengetahuan serta ketrampilannya diberikan kesempatan untuk terus
meningakat.

Universitas Sumatera Utara

27

Dengan faktor-faktor motivasional demikian, perilaku para anggota
organisasi akan menjadi perilaku yang mendorong tercapainya bukan hanya
tujuan-tujuan pribadi dari para anggota yang bersangkutan, akan tetapi juga tujuan
organisasi sebagai keseluruhan.
Menurut Winardi (1992), motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu:
1. Faktor Internal (faktor yang berasal dari dalam diri individu), terdiri atas:
a. Persepsi individu mengenai diri sendiri; seseorang termotivasi atau tidak
untuk melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses kognitif berupa
persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan
mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak;
b. Harga diri dan prestasi; faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu
(memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan
memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam
lingkungan masyarakat; serta dapat mendorong individu untuk berprestasi;
c. Harapan; adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini
merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap
dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku.
d. Kebutuhan; manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya
sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya
secara total. Kebutuhan akan mendorong dan mengarahkan seseorang
untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan memberi respon
terhadap tekanan yang dialaminya.

Universitas Sumatera Utara

28

e. Kepuasan kerja; lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul
dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari
suatu perilaku.
2

Faktor Eksternal; faktor yang berasal dari luar diri individu, terdiri atas:
a. Jenis dan sifat pekerjaan; dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat
pekerjaan tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan
mengarahkan individu untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan
yang akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat dipengartuhi oleh sejauh mana
nilai imbalan yang dimiliki oleh objek pekerjaan dimaksud;
b. Kelompok kerja dimana individu bergabung; kelompok kerja atau
organisasi tempat dimana individu bergabung dapat mendorong atau
mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan perilaku
tertentu; peranan kelompok atau organisasi ini dapat membantu individu
mendapatkan kebutuhan akan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan
serta dapat memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya
dalam kehidupan sosial.
c. Situasi lingkungan pada umumnya; setiap individu terdorong untuk
berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara
efektif dengan lingkungannya;
d. Sistem imbalan yang diterima; imbalan merupakan karakteristik atau
kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat
mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu
objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar.

Universitas Sumatera Utara

29

Sistem pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku
dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga
ketika tujuan tercapai maka akan timbul imbalan.
2.3 Puskesmas
2.3.1 Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas
merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota. Puskesmas
harus didirikan pada setiap kecamatan dan dalam kondisi tertentu dapat didirikan
lebih dari satu Puskesmas berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan,
jumlah penduduk dan aksesibilitas (Permenkes RI Nomor 75/2014).
Puskesmas sebagai penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan
terdepan, kehadirannya ditengah masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai pusat
pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai pusat komunikasi
masyarakat, yakni turut memberikan informasi tentang kesehatan kepada
masyarakat melalui program promosi kesehatan (Permenkes RI Nomor 75/2014).
2.3.2

Fungsi Puskesmas
Adapun fungsi dari Puskesmas menurut Permenkes nomor 75 tahun 2014

tentang Puskesmas adalah:
1.

Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) tingkat pertama
diwilayah kerjanya. Puskesmas dalam fungsi ini berwenang dalam
melaksanakan perencanaan, advokasi,komunikasi, informasi, edukasi dan

Universitas Sumatera Utara

30

pemberdayaan

masyarakat

dalam

bidang

kesehatan

seta

memberi

rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat.
2.

Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perorangan) tingkat pertama
diwilayah kerjanya. Dalam fungsi Upaya Kesehatan Perorangan, Puskesmas
memberikan

pelayanan

kesehatan

dasar

secara

komprehensif

berkesinambungan dan bermutu namun tetap mengutamakan upaya kesehatan
promotif dan preventif. Puskesmas juga melaksanakan penapisan rujukan
sesuaidengan indikasi medis dan sistem rujukan.
2.3.3

Manajemen Puskesmas
Puskesmas dipimpin oleh seorang kepala Puskesmas yang bertanggung

jawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas. Untuk dapat melaksanakan usaha
pokok puskesmas secara efisien, efektif, produktif, dan berkualitas, pimpinan
Puskesmas perlu menerapkan prinsip-prinsip manajemen untuk membantu para
pelaksana program agar programnya dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien
(Muninjaya, 1999)
Menurut Mununjaya (2004), untuk dapat melaksanakan usaha pokok
puskesmas secara efisien, efektif, produktif, dan berkualitas, pimpinan puskesmas
harus memahami dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen. Penerapan
manajemen kesehatan di puskesmas terdiri dari :
1. Micro Planning (MP)
Merupakan perencanaan tingkat puskesmas. Pengembangan program
puskesmas selama 5 tahun disusun dalam MP.

Universitas Sumatera Utara

31

2. Lokakarya Mini Puskesmas (LKMP)
Merupakan bentuk penjabaran MP kedalam paket-paket kegiatan program
yang dilaksanakan oleh staf, baik secara individu maupun berkelompok.
LKMP dilaksanakan setiap tahun.
3.

Local Area Monitoring (LAM) atau PIAS-PWS (Pemantauan Ibu dan Anak

Setempat-Pemantauan Wilayah Setempat)
Merupakan sistem pencatatan dan pelaporan untuk pemantauan penyakit pada
ibu dan anak atau untuk penyakit menular yang dapat dicegah dengan
imunisasi. LAM merupakan penjabaran fungsi pengawasan dan pengendalian
program. LAM yang dijabarkan khusus untuk memantau kegiatan program
KIA disebut dengan PIAS. Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu
puskesmas (SP2TP) adalah kompilasi pencatatan program yang dilakukan
secara terpadu setiap bulan.
4. Stratifikasi puskesmas
Merupakan kegiatan evaluasi program yang dilakukan setiap tahun untuk
mengetahui pelaksanaan manajemen program puskesmas secara menyeluruh.
Penilaian

dilakukan

oleh

tim

dari

Dinas

Kesehatan

Provinsi

dan

Kabupaten/Kota. Data SP2TP dimanfaatkan oleh puskesmas untuk penilaian
stratifikasi (Muninjaya, 2004).
Menurut Permenkes RI No.75 tahun 2015, program puskesmas
diantaranya adalah program kesehatan masyarakat esensial yang terdiri dari:
a.

Pelayanan promosi kesehatan

b.

Pelayanan kesehatan lingkungan

Universitas Sumatera Utara

32

c.

Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana

d.

Pelayanan gizi, dan

e.

Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

Dalam upaya menunjang pengembangan program pokok puskesmas mempunyai
enam subsistem manajeman yaitu:
a.

Sub-sistem

pelayanan

kesehatan

(promosi,

pencegahan,

pengobatan,

rehabilitasi medis dan sosial).
b.

Sub-sistem keuangan

c.

Sub-sistem logistik

d.

Sub-sistem personalia (Pengembangan staf)

e.

Sub-sistem pencatatan dan pelaporan

f.

Sub-sistem pengembangan peran serta masyarakat.

2.4 Hubungan Peranan Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja
Menurut Supardi dan Anwar (2002), kepemimpinan yang efektif harus
memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai
tujuan-tujuan organisasi. Oleh karena itu, kepemimpinan sangat diperlukan bila
suatu organisasi ingin sukses karena gairah para pekerja memerlukan
kepemimpinan sebagai dasar motivasi eksternal untuk menjaga tujuan-tujuan
mereka tetap harmonis dengan tujuan organisasi.
Menurut Siagian (2003), dalam mencapai tujuan organisasi, keterbukaan
diri bawahan dalam menerima dan mengakui kepemimpinan seseorang akan
meningkat apabila pemimpin tersebut:

Universitas Sumatera Utara

33

a. Memiliki daya pikat karena pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tindak
tanduknya.
b. Tergolong sebagai pemimpin yang demokratik.
c. Memiliki kemampuan menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinan.
d. Menerima kenyataan bahwa setiap bawahan mempunyai jati diri yang
khas dengan kelebihan dan kekurangannya.
e. Mampu menentukan skala prioritas organisasi sesuai dengan sifat, bentuk
dan jenis tujuan yang ingin dicapai.
f. Menempatkan kepentingan organisasi diatas kepentingan diri sendiri.
Tidak ada yang dapat digunakan untuk menjamin keberhasilan seseorang
menjalankan kepemimpinannya. Akan tetapi titik tolak yang paling tepat adalah
menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat para bawahannya.
Menurut Siagian (1992) dalam bukunya yang berjudul Fungsi- Fungsi
Manajerial, salah seorang pelopor yang mendalami teori motivasi adalah Abraham
H. Maslow yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan
menjadi lima hirarki kebutuhan, yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis
b. Kebutuhan akan keamanan
c. Kebutuhan sosial
d. Kebutuhan “esteem”
e. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Bertitik tolak dari teori Maslow ini jelas terlihat bahwa para manajer pada
organisasi harus selalu berusaha untuk memuaskan berbagai jenis kebutuhan para

Universitas Sumatera Utara

34

bawahannya. Dengan demikian manajer yang bersangkutan akan lebih mampu
meyakinkan para bawahannya bahwa dengan tercapainya tujuan organisasi, tujuan
pribadi para bawahan pun ikut tercapai. Kegagalan memberikan keyakinan
demikian dapat berakibat:
a. Bawahan akan bertindak dan berperilaku negatif, seperti sering mangkir,
kegairahan kerja dan produktivitas kerja yang rendah;
b. Bawahan melakukan tindakan yang merugikan organisasi tetapi secara
pribadi mungkin menguntungkan seperti menyalahgunakan kedudukan,
jabatan dan wewenang, korupsi dan berbagai perilaku negatif lainnya;
c. Para anggota organisasi meninggalkan organisasi.
2.5

Kerangka Konsep

Variabel bebas

Variabel terikat

Peranan Kepemimpinan

Motivasi Kerja

1 Komunikasi

1. Membuat laporan

2. Arahan dan bimbingan

2. Penyelesaian tugas

3 Pengawasan

3. Tanggung Jawab

4. Memotivasi

4. Gairah kerja

5. Pemberian Penghargaan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.6

Hipotesis
Hipotesis

dalam

penelitian

ini

adalah

ada

hubungan

peranan

kepemimpinan dengan motivasi kerja staf pegawai Puskesmas Limbong
Kecamatan

Sianjur

Mula-mula

kabupaten

Samosi.

Universitas Sumatera Utara