Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Nasabah pada PT.Asuransi Jiwasraya

BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang membahas strategi
relationship marketing dengan pendekatan financial benefit, social benefit, dan
structural ties:
1. Budi Prabowo, Ilmu Administrasi Bisnis UPN ”Veteran”, Jawa Timur, 2008.
Judul Penelitian: Pengaruh relationship marketing terhadap loyalitas
pelanggan melalui kepuasan pelanggan pada PT.Astra
Internasional.
Hasil penelitian: Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian ini
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif relationship
marketing terhadap loyalitas pelanggan pada PT.Astra
Internasional dan kepuasan pelanggan berpengaruh positif
terhadap loyalitas pelanggan pada PT.Astra Internasional.

2. Franky Susanto, dan Prof.Dr. Hatane Semuel, MS, Jurusan Manajemen
Pemasaran, Universitas Kristen Petra, Surabaya, 2013.
Judul penelitian: Pengaruh

relationship


marketing

terhadap

loyalitas

pelanggan PT. Mitra 10 Surabaya.
Hasil penelitian: a. Dari Uji-F dapat diketahui bahwa nilai signifikansi Uji-F
adalah sangat kecil atau kurang dari 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel bebas financial beneft, social
benefit,

dan

structural

ties

secara


bersama-sama

Universitas Sumatera Utara

berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat yaitu
loyalitas pelanggan.
b. Dari ketiga variabel tersebut, variabel structural ties
adalah variabel yang paling signifikan atau paling dominan
mempengaruhi loyalitas pelanggan dimitra 10 dengan nilai
beta sebesar 0,439.
c. Dari profil responden, dapat diketahui bahwa mayoritas
mengujungi mitra 10 adalah laki-laki dengan usia antara 2934 tahun.

3. Agata Rahmi Pertiwi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya,
Malang, 2013.
Jurnal penelitian: Pengaruh relationship marketing terhadap loyalitas
pelanggan UMKM.
Hasil penelitian: a. Terbukti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel bebas relationship marketing yaitu kepercayaan

(X1), komitmen (X2), dan komunikasi (X3), terhadap
loyalitas pelanggan (Y) CV.Kanthi harum sebagai variabel
terikat secara simultan dan secara parsial.
b. Hasil penelitian juga menunjukan adanya hubungan atau
korelasi yang positif antara variabel X dengan variabel Y.
hubungan atau korelasi antara variabel X dan Y yang
positif juga terbukti kuat.

Universitas Sumatera Utara

4. Novia Yuliana Rahmawati, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Brawijaya, Malang, 2013.
Judul penelitian: Pengaruh relationship marketing terhadap loyalitas nasabah
PT.Bank Negara Indonesia (persero) Tbk. Cabang Malang.
Hasil penelitian: a.Varibel

pemahaman

(understanding


terhadap

coustmer

keinginan

expectation),

nasabah

membangun

pelayanan kemitraan dengan nasabah (building service
partnership), manajemen mutu terpadu yang dimiliki
perusahaan (total quality management), serta pemberdayaan
karyawan (empowering employees)
berpengaruh

signifikan


terhadap

secara simultan
loyalitas

nasabah

(coustemer loyalty) pada PT. Bank Negara Indonesia
(persero) Tbk. Cabang Malang.
b. Adanya pengaruh positif signifikan secara parsial dari
variabel membangun pelayanan kemitraan dengan nasabah
(building service partnership) dan manajemen mutu terpadu
yang dimiliki perusahaan (total quality management)
terhadap loyalitas nasabah (coustemer loyalty) pada PT.
Bank Negara Indonesia (persero) Tbk. Cabang Malang.
Namun variabel pemahaman terhadap keinginan nasabah
(Understanding coustemer expectation) dan memperdayaan
karyawan (empowering employees) belum terdapat pengaruh
positif signifikan secara


parsial terhadap variabel Y

Universitas Sumatera Utara

loyalitas nasabah (coustemer loyalty) pada PT. Bank Negara
Indonesia (persero) Tbk. Cabang Malang.

5. Fitri Apriliani, Srikandi Kumadji, Andriani Kusumawati, Fakultas Ilmu
Administrasi Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang, 2014.
Judul penelitian:

Pengaruh relationship marketing terhadap loyalitas
nasabah (studi pada nasabah Bank Syariah Mandiri
KC.Bandar Jaya).

Hasil penelitian:

a. Relationship marketing memiliki pengaruh siginifikan
terhadap loyalitas nasabah, dengan kontribusi 0,143 atau
14,3% dan koefisien jalur sebesar 0,378.

b. Relationship marketing memiliki pengaruh signifikan
terhadap loyalitas nasabah dengan kontribusi 0,383 atau
38,3% dan koefisien jalur sebesar 0,619.
c. Loyalitas nasabah memiliki pengaruh siginifikan
terhadap loyalitas nasabah dengan kontribusi 0,217 atau
21,7% dan koefsien jalur sebesar 0,465.

2.2 Pemasaran
Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh
perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Hal tersebut disebabkan karena
pemasaran merupakan salah satu kegiatan perusahaan, di mana secara langsung

Universitas Sumatera Utara

berhubungan dengan nasabah. Maka kegiatan pemasaran dapat diartikan sebagai
kegiatan manusia yang berlangsung dalam kaitannya dengan pasar.
Pemasaran merupakan proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi
nasabah dan membangun hubungan yang kuat dengan nasabah dengan tujuan
untuk menangkap nilai dari nasabah sebagai imbalannya (Kotler dan Armstrong,

2008).
Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis
yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan
mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada
pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Stanton, William J. dalam Basu
Swastha, 2000).
Dari definisi di atas dapat diterangkan bahwa arti pemasaran jauh lebih
luas dari arti penjualan. Pemasaran mencakup usaha perusahaan yang dimulai
dengan mengidentifikasi kebutuhan nasabah sampai dengan menentukan cara
promosi dan penyaluran/penjualan produk tersebut.

2.3 Pemasaran Jasa
2.3.1 Pengertian Pemasaran Jasa
Didalam proses menjual atau menyalurkan suatu produk baik itu barang
maupun jasa kepada nasabah perusahaan perlu melakukan kegiatan pemasaran.
Namun, kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan terhadap produk berupa
barang, tentunya akan berbeda dengan produk berupa jasa karena jasa tidak
berwujud fisik seperti halnya barang.

Universitas Sumatera Utara


Pemasaran jasa adalah setiap tindakan yang ditawarkan oleh salah satu
pihak kepada pihak lain yang secara prinsip intangible (tidak berwujud) dan tidak
menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun.
Pemasaran jasa sebagai salah satu bentuk produk dapat didefinisiskan
sebagai: setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud) dan
tidak menghasilkan kepemilikan tertentu. Produknya bisa juga terikat pada suatu
produk fisik (Khotler dalam Tjiptono, 2005)

2.3.2 Perbedaan Pemasaran Barang dan Jasa
Dalam pemasaran suatu produk barang dan jasa tentulah berbeda, ditinnjau
dari cara memperoleh, masa, penjualannya dan lain-lain. Menurut Lovelock dalam
tjiptono (2000) terdapat tujuh hal yang membedakan pemasaran barang dan jasa,
meliputi:
1. Nature of the product, yaitu produk digambarkan sebuah objek, alat, atau
benda, sedang jasa adalah perbuatan, penampilan atau usaha.
2. Greater involvement of customer, yaitu nasabah aktif terlibat dalam proses
produksi misalnya: a) nasabah mengambil/ mengembalikan barang sendiri,
b) saat pijat nasabah memberikan informasi daerah yang sakit atau yang

enak.
3. People as part of the product, yaitu nasabah terlibat dalam produksi
penggunaan jasa dan tidak hanya berhubungan dengan instruktur, pelatih,
atau tukang pijat, tetapi dengan orang lain (konsultan, dokter olahraga dan
lain-lain).

Universitas Sumatera Utara

4. Greater difficults in maintaining quality control standart, yaitu pada jasa
sulit distandarisasikan, tetapi pada barang dapat distandarisasi.
5. Absense of inventories, yaitu jasa merupakan performance yang tidak
dapat disimpan seperti barang.
6. Importance of time factor, yaitu faktor waktu untuk jasa sangat penting,
misalnya konsumen diberitahu berapa lama untuk menunggu sampai jasa
dapat dinikmati. Hal ini berbeda dengan barang yang mempunyai stok
persediaan.
7. Different distribution channel, yaitu pada jasa saluran distribusi bervariasi
misalnya dengan saluran elektronik, adapun pada barang distribusi
menggunakan saluran fisik.


Produk jasa memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan produk fisik berupa
barang. Produk jasa memiliki ciri-ciri tersendiri. Oleh Philip Kotler (2007)
menyebutkan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Intangibility (tidak berwujud), Jasa tidak berwujud, tidak dapat dipilih,
dicicipi, dirasakan dan didengar sebelum dibeli
b. Inseparability (tidak dapat dipisahkan), Jasa tidak dapat dipisahkan
dan pemberi jasa itu, baik pemberi jasa itu adalah orang maupun
mesin. Jasa tidak dapat dijejerkan dalam rak-rak penjualan dan dibeli
konsumen kapan saja dibutuhkan.
c. Variability (bervariasi), Jasa sangat beraneka ragam karena tergantung
siapa yang menyediakan dan kapan serta dimana disediakan. Sering
kali pemberi jasa menyadari akan keanekarupaan yang besar ini dan

Universitas Sumatera Utara

membericarakan dengan yang lain sebelum memilih satu penyediaan
jasa.
d. Persihability (tidak tahan lama), Jasa tidak dapat tahan lama karenanya
tidak dapat disimpan untuk penjualan atau penggunaan dikemudian
hari. Sifat jasa yang tidak tahan lama ini bukanlah masalah kalau
permintaan tetap/teratur karena jasa-jasa sebelumnya dapat dengan
mudah

disusun

terlebih

dahulu.

Kalau

permintaan

fluktuasi,

perusahaan jasa akan dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit.

Dalam pemasaran jasa haruslah memiliki kualitas yang menjadi suatu
dasar apakah produk tersebut baik atau tidak. Menurut Parasuraman dalam
Kotler (2008), ada lima unsur yang menentukan kualitas jasa yaitu:
1. Reliability (Kehandalan), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa
yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Misalnya: kemudahan
menghubungi perusahaan dan ketepatan janji mengenai waktu
pengiriman tiba.
2. Responsiveness (Daya tangkap), yaitu kemauan untuk membantu
nasabah dan memberikan jasa dengan cepat. Misalnya: kecepatan
menyelesaikan pekerjaan, dan penanganan yang tepat pada saat
pertama datang.
3. Assurance (Jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan,
serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan. Misalnya: keramahan dan kesopanan dari Customer Service

Universitas Sumatera Utara

dan pengetahuan Customer Service dalam menangani berbagai
masalah dalam pengiriman.
4. Emphaty (Perhatian), yaitu kesediaan untuk peduli, memberi perhatian
pribadi bagi nasabah. Misalnya: perhatian dari Customer Service
terhadap keluhan dari konsumen dan memberi penjelasan kepada
konsumen dengan baik.
5. Tangible (Bukti fisik), yaitu penampilan fasilitas fisik peralatan,
personil dan materi komunikasi. Misalnya: lokasi perusahaan dan
perlengkapan yang dimiliki oleh perusahaan.

Strategi pemasaran jasa yang harus di perhatikan dan di terapkan oleh
perusahaan jasa haruslah mencakup tiga unsur pokok yaitu pemasaran eksternal,
pemasaran internal dan pemasaran interaktif (Groonroos dalam kotler, 2007),
yaitu:
1. Pemasaran eksternal
Merupakan pemasaran tradisional yang biasa diterapkan pada strategi
pemasaran tradisional yaitu menyiapkan jasa, menetapkan harga,
mendistribusikan, dan mempromosikan jasa itu ke nasabah. Bila hal ini
bisa dilakukan dengan baik, maka nasabah akan „terikat‟ dengan
perusahaan, sehingga laba jangka panjang bisa terjamin.
2. Pemasaran internal
Mengambarkan pekerjaan yang dilakukan perusahaan untuk melatih dan
memotivasi karyawannya agar melayani pelayanannya dengan baik. Yang
tak kalah pentingnya adalah pemberian penghargaan dan pengkauan yang

Universitas Sumatera Utara

sepadan dan manusiawi. Aspek ini akan membangkitkan motivasi, moral
kerja, rasa bangga, loyalitas dan rasa memiliki setiap orang dalam
organisasi, yang pada giliranya dapat memberikan kontribusi besar bagi
perusahaan dan bagi nasabah yang dilayani.
3. Pemasaran interaktif
Mengambarkan interaksi antara nasabah dan karyawan. Diharapkan setiap
karyawan yang loyal, bermotivasi tinggi, dan di berdayakan (empowered)
dapat memberikan total quality service kepada setiap nasabah dan calon
nasabah. Bila ini terealisasi, maka nasabah yang puas akan menjalin
hubungan berkesinambungan dengan perusahaan yang bersangkutan.
Gambar 2.1
Segitiga Strategi Pemasaran Jasa
Perusahaan

pemasaran
internal

Karyawan

pemasaran
eksternal

pemasaran
Interaktif

nasabah

Sumber: Groonroos dalam Kotler (2007)

Universitas Sumatera Utara

2.4 Relationship Marketing
Seiring dengan perkembangan tekonologi dan informasi yang semakin
mudah diakses, nasabah juga semakin kritis dalam memilih dan mengunakan
berbagi produk yang membawa manfaat terbaik bagi mereka. Maka dari itu, perlu
di perhatikan bagi perusahaan agar mampu membina hubungan (relationship)
yang baik dengan nasabahnya. Peningkatan hubungan dengan nasabah nampaknya
menjadi salah satu faktor penting untuk tetap mempertahankan loyalitas nasabah.
Hubungan yang dibina tidak hanya sekedar hubungan jangka pendek, melainkan
hubungan jangka panjang. Untuk mewujudkan hal tersebut, perusahaan tidak
hanya berorientasi pada transaksi penjualan saja, melainkan menjalin hubungan
jangka panjang dengan nasabahnya. Maka, pendekatan Relationship Marketing
perlu diterapkan di dalam perusahaan guna untuk untuk menjalin hubungan dan
komunikasi yang harmonis.
Relationship marketing sebagai pengenalan bagi setiap nasabah secara
lebih dekat dan memuaskan dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan
mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara nasabah dan
perusahaan (Chan, 2003).
Tujuan perusahaan menerapkan relationship marketing adalah agar
perusahaan tersebut dapat membangun dan mempertahankan basis nasabah yang
dimiliki. Menurut Ford (2003) Relationship Marketing bisa berkembang melalui
tiga cara yaitu:
1. Interaction customer relationship, dimulai dari kontak pertama antara
sebuah kelompok dengan kelompok lain, di mana interaksi tersebut
merupakan komunikasi dua arah.

Universitas Sumatera Utara

2. Coordinating activities, interaksi antara dua perusahaan yang berbeda
membutuhkan koordinasi aktivitas yang membantu terjalinnya hubungan
yang alami.
3. Adaptions, inti utama dari bisnis yang dilakukan oleh perusahaan adalah
menciptakan kepuasan bersama. Tidak ada hubungan yang dilakukan
tanpa melalui adaptasi karena adaptasi dapat menciptakan kondisi yang
menguntungkan.

2.4.1 Metode Pendekatan Relationship marketing
Menurut kotler dan amstong (2006) dalam membentuk ikatan atau membina
hubungan yang kuat dengan nasabah, relationship marketing dilakukan melalui
tiga metode pendekatan yaitu:
1. Financial benefit (manfaat keuangan dan ekonomis)
Pendekatan yang pertama untuk membangun suatu hubungan nilai
dengan nasabah adalah dengan memberikan manfaat keuangan atau
ekonomi. Manfaat ekonomis ini dapat berupa penghematan biaya yang di
keluarkan oleh nasabah, pemberian discount-discount khusus pada saatsaat tertentu, pemberian voucher, promo, serta manfaat ekonomis lainya.
Penghematan atas uang yang dikeluarkan merupakan alasan dasar dalam
mengadakan hubungan antara nasabah dengan penyedia layanan.
Financial benefit merupakan relational benefit tingkat pertama dimana
penyedia layanan menggunakan insentif harga untuk mendorong nasabah
melakukan bisnis terus-menerus dengan penyedia layanan. Financial
benefit dapat juga disebut economic benefits.

Universitas Sumatera Utara

2. Social benefit (manfaat sosial)
Manfaat ekonomi diatas memang sangat perlu tetapi tidak cukup
sampai disini saja karena akan mudah ditiru oleh badan usaha lain,
sehingga perlu pendekatan yang lain yaitu manfaat sosial. Manfaat sosial
membantu

badan

usaha

untuk

meningkatkan

hubungan

dengan

mempelajari kebutuhan dan keinginan nasabah, bahkan memberikan
sesuatu yang sifatnya pribadi atau perindividu. Mengetahui secara lebih
detail apa yang sekarang ini dibutuhkan oleh para nasabah tersebut. Social
benefit adalah relational benefit tingkat dua dimana penyedia layanan
tidak hanya mengunakan insentif harga, tetapi mencari sesuatu usaha
untuk membangun ikatan sosial antar penyedia layanan dengan nasabah.
Persahabatan yang dibina melalui ikatan antara nasabah dengan penyedia
layanan akan menghasilkan manfaat sosial seperti mengingat nama
nasabah, biasanya dijadikan ukuran untuk mengetahui seberapa besar
manfaat yang diterina nasabah. Social benefit mencakup perasaan
kekeluargaan, pengakuan secara individual, dan dukungan sosial.
Ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar
manfaat sosial yang diperoleh nasabah adalah:
a. Friendship, adalah hubungan yang erat antara penyedia layanan
dengan nasabah, dimana penyedia layanan mengenal nasabah
dengan baik. Hal ini menunjukan bahwa persahabatan sering
terjadi dalam hubungan antara penyedia layanan dengan nasabah
dalam badan usaha jasa, yang merupakan bonus yang tidak

Universitas Sumatera Utara

Nampak (intangible) sebagai layanan tambahan dari layanan inti,
seperti mengingat nama nasabah.
b. Fraternization, adalah perasaan kekelurgaan yang erat sebagai
bagian hubugan yang di bangun dalam jangka panjang, seperti
keramahan karyawan kepada nasabah.
c. Personal recognition, adalah menerima apa adanya semua pola
prilaku, emosi, dan motivasi yang unik dari nasabah, seperti
keluhan-keluhan nasabah.

3. Structural ties (ikatan struktural)
Pendekatan yang ketiga ini bertujuan untuk membangun hubungan
yang lebih kuat dengan nasabah melalui ikatan struktural. Dalam ikatan
struktural, badan usaha berusaha untuk membantu nasabah dan selalu
memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang diperlukan, sehingga
nasabah yang dibantu dan diperhatikan akan merasa sangat dihargai dan
lebih puas pada badan usaha, seperti memberikan informasi mengenai
produk terbaru. Structural ties dibagi menjadi dua, yakni:
a. Psychological benefit
Perasaan aman atau perasaan nyaman nasabah terhadap penyedia
layanan merupakan hal yang perlu diperhatikan. Jika nasabah
merasa tidak nyaman dalam berhubungan dengan penyedia
layanan, maka nasabah bisa meninggalkan penyedia layanan dan
akan beralih ke pesaing. Salah satu manfaat yang diterima nasabah
dengan

hubungannya

dengan

penyedia

layanan

adalah

Universitas Sumatera Utara

psychological benefit atau manfaat secara psiklogis yang diperoleh
dari hubungan erat antar penyedia layanan dengan nasabah adalah
perasaan aman atau perasaan nyaman. Semakin aman atau nyaman
seorang nasabah berinteraksi dengan penyedia layanan, maka
nasabah tersebut semakin setia kepada penyedia layanan. Maka
dari itu, psychological benefit diartikan sebagi perasaan untuk
mengurangi ketidakpastian, peningkatan kepercayaan, dan merasa
nyaman yang ditunjukan dengan membangun terus-menerus
komunikasi antara nasabah dengan organisasi atau badan usaha
penyedia layanan.
Ukuran yang dipakai untuk mengetahui seberapa besar manfaat
secara psikologis yang diterima oleh nasabah adalah:
a) Reduced anxienty, adalah mengurangi ketidakpastian
nasabah yang mengacu pada suatu keadaan.
b) Trust, adalah kemauan nasabah untuk berhubungan dengan
penyedia layanan, dimana nasabah merasa perkataan dari
penyedia layanan dapat dipercaya atau dapat dipegang dan
dapat dilaksanakan.
b. Customization benefit
Manfaat kedua yang diterima nasabah dalam structural ties selain
psychological benefit adalah Customization benefit. Customization
benefit adalah cara penyedia layanan memberikan perlakuan
khusus kepada nasabah atas kesetiaan nasabah. Customization
benefit yang diterima nasabah bisa termasuk persepsi nasabah dari

Universitas Sumatera Utara

perlakuan secara preferential, perhatian khusus atau penghargaan
yang bersifat individual dan layanan secara khusus yang tidak
diberikan kepada nasabah yang lain.
Ukuran yang dipakai untuk mengetahui seberapa besar manfaat
Customization benefit yang diterima oleh nasabah adalah:
a) Preferential treatment, adalah perlakuan secara khusus
yang diberikan oleh penyedia layanan kepada nasabah yang
disebabkan oleh hubungan baik antar keduanya. Perlakuan
secara preferensial diterima oleh nasabah bila penyedia
layanan berusaha memenuhi permintaan layanan secara
mendetail dari nasabah.
b) Special service, adalah layanan tambahan yang tidak
Nampak secara fisik yang diberikan kepada nasabah.
c) Extra attention, adalah perhatian yang lebih terhadap
nasabah yang diberikan oleh penyedia layanan.

2.4.2 Karakteristik Relationship Marketing
Dalam menerapakan strategi pemasaran berupa relationship marketing ada
beberapa karakteristik yang harus menjadi focus perusahaan atau badan usaha.
Menurut Kotler dan Amstorng (2006) karakteristik relationship marketing adalah
sebagai berikut:
a. Memfokuskan diri pada partner dan nasabah bukan pada produk-produk
yang dihasilkan perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

b. Memberikan penekanan terhadap bertahannya dan pertumbuhan nasabah
dari pada perolehan nasabah baru.
c. Mengandalkan lebih banyak mendengarkan dan belajar dibandingkan
berbicara.

2.4.3 Konsep Relationship Marketing
Relationship marketing merupakan usaha pemasaran pada nasabah yang
meningkatkan pertumbuhan jangka panjang perusahaan dan kepuasaan maksimun
nasabah. Menurut Little dan Marandi (2003) ada beberapa konsep inti dari
relationship marketing, diantaranya yakni:
1. Orientasi jangka panjang
Orientasi jangka panjang merupakan ciri utama relationship marketing.
Keberhasilan relationship marketing di ukur dari seberapa lama nasabah
terjaga dalam hubugan dengan perusahaan. Dengan demikian relationship
marketing juga menyangkut nilai estimasi mengenai nilai sepanjang hidup
nasabah.
2. Komitmen dan pemenuhan janji
Untuk dapat menjalin hubungan jangka panjang, relationship marketing
menekankan upaya pemeliharaan sikap percaya atau kepercayaan,
komitmen dengan menjaga intergritas masing-masing melalui pemenuhan
janji atau timbal balik, empati diantara kedua belah pihak.

Universitas Sumatera Utara

3. Nilai sepanjang hidup nasabah
Perlunya mengidentifikasi nasabah baru yang berpotensi menjalin
hubungan jangka panjang dan kemudian menghitung nilai hidup nasabah
agar menguntungkan perusahaan.
4. Pangsa nasabah buka pangsa pasar
Relationship marketing tidak lagi pada konsentrasi pada pencapaian
pangsa melainkan pada upaya untuk mempertahankan nasabah.
5. Dialog dua arah
Untuk mencapai hubungan yang diinginkan, maka di perlukan komunikasi
dua arah. Relationship marketing memberikan pemahaman yang lebih baik
akan tuntutan dan keinginan nasabah, sehingga memungkinakan
penyediaan produk yang sesuai dengan spesifikasi nasabah.

2.4.4 Manfaat dan Tujuan Relationship Marketing
Zeithaml, dkk. (2006) mengemukanan bahwa manfaat relationship
marketing baru akan dirasakan oleh nasabah ketika menerima layanan yang
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan apa yang mereka harapkan atau
dapatkan dari perusahaan lainnya.
Nasabah lebih menyukai untuk menjalin hubungan dengan suatu
perusahaan yang mampu memberikan layanan berkualitas, kepuasan, dan
keuntungan spesifik yang lebih besar dibandingkan pengorbanan yang
dikeluarkannya. Ketika perusahaan mampu dengan konsisten menyampaikan nilai
dari sudut pandangan nasabah, maka suatu manfaat akan dirasakan nasabah
dengan lebih jelas yang akan mendorong mereka untuk mempertahankan

Universitas Sumatera Utara

hubungan. Nasabah juga merasakan adanya manfaat dengan cara yang berbeda
yaitu melalui asosiasi atau hubungan jangka panjang dengan perusahaan.
Terkadang dari hubungan ini lebih mampu menjaga nasabah untuk loyal terhadap
perusahaan dari pada atribut pada jasa inti yang ditawarkan.
Tujuan utama relationship marketing menurut Sivesan (2012) adalah
untuk meningkatkan hubungan yang kuat antara pemasaran dan nasabah dengan
cara mengkonversi atau menjadikan nasabah yang acuh menjadi lebih loyal. Sisi
lain dari tujuan utama relationship marketing sebenarnya adalah untuk
menemukan lifetime value masing-masing kelompok nasabah dapat terus
diperbesar dari tahun ke tahun. Setelah itu, tujuan ketiga adalah bagaimana
mengunakan profit yang di dapat dari dua tujuan pertama untuk mendapatkan
nasabah baru dengan biaya yang relative murah. Dengan demikian, tujuan jangka
panjangnya adalah menghasilkan keuntungan terus menerus dari dua kelompok
nasabah: nasabah yang sekaranng dan nasabah baru.

2.5 Loyalitas Nasabah
Loyalitas dapat diartikan sebagai suatu kesetiaan yang timbul tanpa adanya
paksaan, tetapi dari kesadaraan diri sendiri. Loyalitas nasabah merupakan sebuah
sikap yang menjadi dorongan nasabah untuk melakukan pembelian produk/ jasa
dengan menyertakan aspek perasaan didalamnya, khususnya dengan membeli
secara berulang-berulang dengan konsistensi tinggi.
Lovelock dan Wirtz (2011) mengemukankan bahwa loyalitas merupakan
istilah lama yang digunakan untuk mengambarkan tentang kesetiaan yang

Universitas Sumatera Utara

mendalam terhadap suatu Negara, kesetiaan terhadap kondisi atau sebab tertentu
atau kepada pihak tertentu.
Loyalitas nasabah menurut Dick dan Basu dalam fandi (2000)
didefinisikan sebagai komitmen nasabah terhadap suatu merek dan pemasok,
berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang
konsisten. Definisi ini mencakup dua hal penting, yaitu loyalitas sebagai prilaku
dan loyalitas sebagai sikap.
Dari pengertian di atas bahwa loyalitas lebih ditujukan pada suatu prilaku
dengan pembelian rutin, didasarkan pada unit pengambilan keputusan. Lebih
lanjut Griffin (2002) menyatakan bahwa keuntungan-keuntungan yang dapat
diperoleh perusahaan memiliki nasabah yang loyal antara lain:
1. Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk nasabah baru lebih
mahal).
2. Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan
pesanan, dan lain-lain).
3. Mengurangi biaya turn over nasabah (karena pengantian nasabah yang
lebih sedikit).
4. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar
perusahaan.
5. Word of mouth yang lebih positf dengan asumsi bahwa nasabah yang loyal
juga berarti mereka yang merasa puas.
6. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dan lain-lain).

Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Kategori Loyalitas Nasabah
Loyalitas merupakan tingkat kesetian nasabah terhadap suatu produk barang
atau jasa, loyalitas biasanya terlihat dari seberapa lama nasabah setia akan produk
tersebut, pembelian ulang serta menunjukan kekebal akan tawaran dari produk
lain. Terdapat empat kategori kemungkinan seorang loyalitas nasabah, yaitu:
1. No loyalty
No loyalty terjadi bila sikap dan prilaku pembeli ulang nasabah sama-sama
lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Ada dua kemungkinan penyebab:
pertama, sikap yang lemah dapat terjadi apabila suatu produk atau jasa
baru dikenalkan atau pemasaranya tidak mampu mengkomunikasikan
produknya. Penyebab kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana
merek-merek yang berkompetensi di persepsikan serupa. Konsekuensinya
pemasaran mungkin akan sungkan membentuk sikap yang positif terhadap
produk atau perusahaan, tetapi pemasaran dapat mencoba menciptakan
spurious loyalty melalui pemilihan lokasi yang strategis.
2. Spurious loyalty
Spurious loyalty ditandai dengan pengaruh non sikap terhadap prilaku,
misalnya norma subyektif dan faktor prilaku. Situasi ini dapat dikatakan
inertia, dimana nasabah sulit membedakan berbagai merek dan kategori
produk dengan keterlibatan rendah sehingga pembelian ulang dilakukan
atas dasar pertimbangan situasional seperti faktor diskon dan familiarity
(dikarenakan penempatan produk yang strategis pada rak panjang outlet di
pusat perbelanjaan). Selain itu dalam konteks produk industrial, pengaruh
sosial (social influence) juga dapat menimbulkan Spurious loyalty,

Universitas Sumatera Utara

contohnya pemasok bisa mendapatkan banyak pesanan ulang karena
hubungan interpersonal yang harmonis antara pemasok dan nasabahnya.
Jika disertai kualitas produk yang baik dan komunikasi pemasaran maka
ikatan sosial tersebut dapat memperkuat loyalitas nasabah.
3. Latern loyalty
Latern loyalty terjadi apabila terdapat sikap yang kuat disertai pola
pembelian ulang yang lemah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh faktorfaktor non sikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat
daripada faktor sikap dalam menentukan pembelian ulang. Contohnya:
bisa saja seseorang bersikap positif terhadap rumah makan tertentu, namun
tetap saja mencari variasi karena pertimbangan harga atau preferensi
terhadap berbagai variasi makanan.
4. Loyalty
Loyalty adalah situasi dimana nasabah bersikap positif terhadap produk
atau perusahaan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. Situasi
loyalty inilah yang paling diharapkan oleh para pamasar.
Klasifikasi loyalitas berdasarkan sikap dan prilaku ini juga memberikan
gambaran mengenai beberapa kemungkinan reaksi pesaing terhadap perusahaan
yang memiliki tingkat loyalitas nasabah yang tinggi, yaitu:
a. Pesaing mungkin berupaya untuk mengurangi pengaruh dalam hal
perceived differentiation antara produk atau tokonya dengan pemimpin
pasar.
b. Menigkatkan perceived differentiation melalui klaim kompetitif mengenai
superioritas produk atau perusahaanya dibandingkan dengan pesaing lain.

Universitas Sumatera Utara

c. Mendorong terbentuknya spurious loyalty lewat pengelolaan berbagai
faktor situasional seperti in-store promotion dan product display.
Bila digambarkan maka kategori loyalitas konsumen akan tampak seperti:
Gambar 2.2
Kategori Loyalitas Nasabah
Prilaku pembelian ulang
Kuat

Lemah

Kuat

LATERN
LOYALTY

Sikap

LOYALTY
Lemah

SPURIOUS
NO LOYALTY
LOYALTY

Sumber: Basu Swastha (2004).

2.5.2 Tahap Loyalitas Nasabah
Nasabah harus melalui beberapa tahapan untuk menjadi nasabah yang
loyal. Masing-masing tahap memliki kebutuhan yang berbeda, oleh karena itu
perusahaan harus mempu memperhatikan dan memenuhi kebutuhan dari setiap
tahap agar dapat memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk nasabah
menjadi nasabah yang loyal. Niegel Hill dalam Hurriyati (2005) membagi
loyalitas dalam enam tahapan yaitu sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Suspect
Meliputi semua orang yang diyakini akan membeli (membutuhkan)
barang/jasa,

tetapi

belum

memiliki

informasi

tentang barng/jasa

perusahaan.
2. Prospect
Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan jasa tertentu, dan
mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini, meskipun
mereka belum melakukan pembelian tetapi telah mengetahui keberadaan
perusahaan dan jasa yang ditawarkan melalui rekomendasi pihak lain
(word of mouth).
3. Customer
Pada tahap ini, nasabah sudah melakukan hubungan transaksi dengan
perusahaan, tetapi tidak mempunyai perasaan positif terhadap perusahaan,
loyalitas pada tahap ini belum terlihat.
4. Clients
Meliputi semua nasabah yang telah membeli barang/jasa yang dibutuhkan
dan ditawarkan perusahaan secara teratur, hubungan ini berlangsung lama,
dan mereka telah memiliki sifat retention.
5. Advocates
Pada tahap ini, client secara aktif mendukung perusahaan dengan memberi
rekomendasi kepada orang lain agar mau membeli barang/jasa di
perusahaan tersebut.
6. Partners

Universitas Sumatera Utara

Pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling menguntungkan
antara perusahaan dengan nasabah, pada tahap ini pula nasabah berani
menolak produk/jasa dari perusahaan.

2.5.3 Indikator Loyalitas Nasabah
Loyalitas nasabah pada suatu perusahaan dapat dilihat dan diperhatikan guna
mengetahui seberapa besar tingkat kesetiaan nasabah terhadap produk yang
ditawarkan. Menurut Kotler dan Keller (2006), indikator dari pada loyalitas
nasabah adalah:
1. Repeat Purchase (kesetiaan dalam pembelian produk).
2. Retention (ketahanan terhadap pengaruh yang negative mengenai
perusahaan).
3. Referalls (mereferensikan secara total esistensi perusahaan).

2.5.4 Pengaruh Relationship Marketing terhadap Loyalitas Nasabah
Zeithaml et al., dalam Lombard dan Plessis (2012) menjelaskan mengenai
keterkaitan antara relationship marketing dengan loyalitas nasabah. Dijelaskan
bahwa tujuan dari relationship marketing adalah untuk mengstabilkan dan
menjaga hubungan jangka panjang dengan nasabah. Perusahaan memahami akan
lebih menguntungkan jika mereka mampu menjaga dan memuaskan nasabah yang
ada dibandingkan bergantunng pada mencari nasabah baru.
Read dalam Lombard dan Plesis (2012) menjelaskan bahwa untuk
membuat relationship marketing bekerja, para pemasar harus berfokus pada

Universitas Sumatera Utara

manajemen berbasis nasabah dimana hal tersebut berfokus pada lifetime value
yang diterima nasabah, dan kegaitan customer-relationship dari waktu ke waktu.
Angelis et al., dalam Lombard dan Plessis (2012), menjelaskan loyalitas
nasabah akan meningkat karena nasabah mengijinkan perusahaan untuk
memahami nasabah dengan lebih baik. Ketika kepuasaan nasabah meningkat,
maka pembelian oleh nasabah juga meningkat. Keadaan tersebut akan
mempengaruhi prilaku pembelian nasabah dan secara signifikan mempengaruhi
kinerja perusahaan.
Baran et al., Lombard dan Plessis (2012) manjelaskan bahwa ada dua
pendekatan yang umum digunakan ketika mengambarkan dan mengukur loyalitas.
Pendekatan pertama berbasis pada prilaku dan pendekatan lainya berbasis pada
sikap. Loyalitas berdasarkan prilaku mengarah pada pembelian berulang oleh
nasabah, menandakan prilaku nasabah yang lebih mengutamakan suatu barang
dan merek tertentu dari waktu ke waktu. Perusahaan harus menggangap loyalitas
nasabah sebagai alat pengukuran yang sebenarnya mengenai bagaimana keadaan
perusahaan mereka dibandingkan dengan pesaing, dan hal tersebut akan merubah
fokus perusahaan dari yang awalnya berfokus pada penambahan nasabah menjadi
berfokus pada mempertahankan nasabah.

Universitas Sumatera Utara