GAMBARAN SELF REGULATION PADA MAHASISWA

GAMBARAN SELF-REGULATION PADA MAHASISWA TERHADAP PRESTASI
BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI
(STUDI KASUS PADA UNIVERSITAS ABC)
Fhany Aprilia Noor
Natalia Onggo
Sofia Maharani P
Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
LATAR BELAKANG MASALAH
Proses pembelajaran di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk aktif mencari
sumber pembelajaran mereka. Hal ini berhubungan erat dengan teori yang dikemukakan oleh
Santrock (2011) mengenai

learner-centered. Santrock (2011) berpendapat

bahwa

perencanaan dan instruksi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner-centered) akan
membantu mereka untuk mandiri dalam belajar dan meningkatkan tanggung jawabnya dalam
proses belajar-mengajar. Salah satu dampak positif dari lerner-centered adalah terbuka
saluran komunikasi dua arah dengan pengajar. Tentunya hal ini akan meningkatkan atmosfer
akademik positif dalam proses belajar siswa.

Siswa yang dimaksud pada penelitian ini adalah mahasiswa yang pada umumnya
telah memasuki tahapan masa dewasa awal, yaitu dengan rentang usia 18-25 tahun. Menurut
Santrock (2011) ketika seseorang sudah memasuki masa dewasa awal maka ia sudah dapat
bertanggung jawab dan mandiri dalam menjalankan seluruh aktivitas kehidupannya, termasuk
di dalamnya proses belajar. Bila dikaitkan dengan konsep pembelajaran dalam Psikologi
Pendidikan, maka konsep adult learner adalah konsep yang sesuai dengan kondisi
pembelajaran di perkuliahan. Sebagai adult learner seorang mahasiswa dituntut untuk dapat
mengarahkan dirinya sendiri ketika belajar agar pengetahuan, keterampilan, tingkah laku, dan
sikap dapat berkembang. Perbedaan antara mahasiswa sebagai adult learner dan siswa di
jenjang pendidikan yang lebih rendah adalah derajat motivasi yang ditimbulkan ketika
belajar, banyaknya pengalaman yang sudah ada, tingkat keterlibatan dalam proses belajar,
dan tingkat aplikasi hasil belajar ke dalam kehidupan nyata (Russel, 2006). Knowles dalam
Russell (2006) menjelaskan karakteristik dari adult learner, yaitu autonomous dan selfdirected, memiliki pengalaman dan pengetahuan, berorientasi tujuan, berorientasi relevansi,
praktis, dan adanya kebutuhan untuk dihormati. Autonomous merupakan kebutuhan seseorang

1

untuk bebas mengintegrasikan tindakan yang dijalankan dengan diri pribadi tanpa terikat atau
mendapat


kontrol dari orang

lain

(Santrock,

2008).

Sedangkan

self-direct merupakan

pembelajaran yang dilakukan secara mandiri yang dapat mengatur pemikiran, perasaan, dan
kelakuan seseorang (Santrock, 2011)
Bila menilik karakteristik di atas, terlihat bahwa sebagai adult learner yang memiliki
karakteristik autonomous dan self-directed membutuhkan self-regulation pada diri
mahasiswa. Self-regulation merujuk pada proses belajar yang bersumber pada pikiran dan
tingkah laku siswa yang secara sistematis berorientasi pada tujuan belajar yang dibuatnya
(Schunk, Zimmerman, 2008). Menurut Zimmerman, Bonner, & Kovach (1996), selfregulation pada pendidikan mengacu pada pikiran, perasaan, dan tindakan untuk mencapai
tujuan dalam pendidikan. Self-regulation memiliki beberapa dimensi yaitu kinerja dalam

menjalani pendidikan, tujuan personal, dan self-efficacy. Self-regulation (atau self regulated
learning) mengacu pada pembelajaran yang dihasilkan dari pengalaman diri yang dihasilkan
siswa dan perilaku yang sistematis berorientasi pencapaian tersebut tujuan belajar mereka.
Pembelajaran mandiri melibatkan kegiatan yang diarahkan pada tujuan yang memicu
mahasiswa, memodifikasi, dan mempertahankan (Zimmerman, 1994, 1998). Misalnya,
memperhatikan instruksi, mengelola informasi, berlatih dan berhubungan terhadap
pembelajaran baru dengan pengetahuan sebelumnya, mempercayai dari salah satu
pembelajaran yang dapat diikuti, dan membangun hubungan sosial yang produktif dengan
lingkungan kerja (Schunk, 1995). Pembelajaran mandiri cocok dengan gagasan bahwa
daripada menjadi penerima informasi yang pasif, siswa berkontribusi secara aktif untuk
tujuan pembelajaran mereka dan menjalankan kontrol atas pencapaian tujuan.
Self-regulation dapat berperan dalam pencapaian prestasi. Tetapi dalam proses
pencapaian prestasi mahasiswa akan menghadapi masalah-masalah dalam mencapai prestasi.
masalah-masalah dalam pencapaian prestasi dapat berupa: ekspektasi harapan yang rendah
terhadap kesuksesan, menghindari kegagalan, penundaan terhadap tugas, terlalu perfeksionis
dalam mengerjakan suatu tugas, kecemasan yang tinggi, dan sikap apatis terhadap
pembelajaran di universitas.
Penelitian ini memiliki rumusan masalah yang menjadi dasar dari penelitian ini.
Peneliti ingin melihat gambaran self-regulation terjadi pada proses belajar mengajar di
Universitas ABC. selain itu, tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui gambaran selfregulation terjadi pada proses belajar mengajar di Universitas ABC. Pada akhirnya penelitian

ini akan memberikan manfaat untuk memberikan informasi tentang pentingnya selfregulation dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi.
2

TINJAUAN TEORITIS
A. Adult Learner
Mahasiswa yang melakukan proses belajar mengajar memiliki rentang umur dari 1825 tahun. Menurut Santrock (2011), umur 18-25 sudah masuk ke dalam tahapan dewasa awal.
Mahasiswa yang memasuki dunia perkuliahan, akan dituntut untuk menjalani proses belajar
mengajar menggunakan tehnik adult learner.
Menurut Russel (2006), adult learner merupakan prinsip belajar dengan karakteristik
pelajar seperti autonomous dan self-directed, memiliki pengalaman dan pengetahuan,
berorientasi tujuan, berorientasi relevansi, praktis, dan adanya kebutuhan untuk dihormati.
Karakteristik tersebut dapat dimiliki jika seseorang telah mengikuti sistem belajar mengajar
pada perguruan tinggi. Peneliti memfokuskan adult-learner tehadap autonomous, self-direct,
dan learner-centered.
A.1 Autonomous
Autonomous adalah kebutuhan seseorang untuk bebas mengintegrasikan tindakan yang
dijalankan dengan diri pribadi tanpa terikat atau mendapat kontrol dari orang lain (Santrock, 2008).
Sementara itu, Steinberg (dalam Ali & Asrori, 2004) membedakan karakteristik kemandirian atas tiga
bentuk, yaitu:
a.


Kemandirian emosional (emotional autonomy), merupakan aspek kemandirian yang menyatakan
perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu. Dapat dicontohkan dengan hubungan
emosional antar individu, dan seperti hubungan emosional peserta didik dengan guru atau orang
tuanya.

b.

Kemandirian tingkah laku (behavioral autonomy), adalah suatu kemampuan untuk membuat
keputusan tanpa bergantung kepada orang lain dan melakukannya dengan bertanggung jawab.

c.

Kemandirian nilai (value autonomy), merupakan kemampuan memaknai prinsip mengenai benar
dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting. Faktor-faktor seperti hadiah
(reward) atau ancaman dapat menurunkan kebutuhan individu untuk melakukan autonomous
penuh pada tindakannya. Sedangkan kondisi seperti bebas menentukan pilihan atau mengetahui
perasaan individu tersebut dapat meningkatkan kepuasan pada kebutuhan autonomy.

A.2 Self-Direct


Self-direct merupakan pembelajaran yang dilakukan secara mandiri yang dapat
mengatur pemikiran, perasaan, dan tingkah laku seseorang (Santrock, 2011). Dengan
demikian kemandirian belajar (self-direct) dapat diartikan sebagai sifat, sikap, dan

3

kemampuan yang dimiliki pelajar untuk melakukan kegiatan belajar secara sendiri maupun
dengan adanya bantuan dari orang lain berdasarkan motivasinya sendiri. Hal ini dilakukan
untuk menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan
masalah yang ada.
A.3 Learner-Centered
Keberadaan autonomous dan self-direct memperlihatkan bahwa gaya belajar adult
learner berkaitan erat dengan instruksi perencanaan learner-centered yang merupakan
terbukanya komunikasi dua arah antara pelajar dengan pengajar. Santrock (2011) meyakini
bahwa perencanaan dan instruksi pembelajaran yang berpusat pada pembelajar (learnercentered) memindahkan fokus dari pembelajaran yang berpusat pada pengajar menjadi
pembelajaran yang berpusat pada pelajar.
B. Self-Regulation
Self-regulation adalah suatu proses dimana pelajar mengaktifkan dan menopang
kognisi, perilaku, dan perasaannya secara sistematis yang diorientasikan pada pencapaian

suatu tujuan (Zimmerman, Bonner, & Kovach, 1996). Self-regulation dapat digambarkan
sebagai siklus yang berputar. Hal ini disebabkan karena perilaku sebelumnya digunakan
untuk membuat penyesuaian dalam usaha saat ini. Siklus tersebut berguna untuk
pengembangan self-regulation pada pelajar. Menurut Zimmerman, Bonner, dan Kovach
(1996), terdapat empat tahapan dalam siklus self-regulation yaitu self-evaluation and
monitoring, goal setting and strategic planning, strategy-implementation monitoring, dan
strategic-outcome monitoring.
B.1. Self-Evaluation and Monitoring
Self-evaluation and monitoring terjadi ketika pelajar menilai efektivitas pribadi
mereka. Biasanya terlihat dari pengamatan dan pencatatan kinerja sebelumnya dan hasil
belajar yang didapat. Tahap ini melibatkan evaluasi seseorang pada saat belajar atau
mengerjakan tugas. Pelajar mulai mempelajari topik asing, mereka hanya memiliki rasa
samar yang menjadi efektivitas pendekatan mereka. Menyimpan catatan kinerja dapat
meningkatkan akurasi self-evaluations pelajar. Contoh, siswa sering tidak menyadari berapa
banyak waktu belajar yang mereka buang sampai mereka menyimpan catatan yang rinci.
Self-test atau umpan balik dari guru mereka, teman sebaya, atau orang tua dapat membantu.
Agar pelajar dapat melakukan self-evaluation and monitoring maka pelajar harus melihat
motivasi, atribusi, dan self-efficacy yang ia miliki.
4


B.1.1. Motivasi
Santrock (2011) menyatakan bahwa motivasi melibatkan proses yang menguatkan,
mengarahkan dan mempertahankan perilaku. Motivasi ada beberapa jenis, motivasi ekstrinsik
dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi eksternal untuk melakukan
sesuatu demi mendapatkan sesuatu yang lain. Motivasi intrinsik adalah motivasi internal
untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri.
B.1.2. Atribusi
Teori atribusi menyatakan bahwa individu termotivasi untuk mengungkap penyebab
yang mendasari kinerja dan perilaku mereka sendiri (Santrock, 2011). Bernard Weiner
mengidentifikasi tiga dimensi dari penyebab atribusi: locus (apakah penyebab tersebut
internal atau eksternal terhadap pelaku), stability (tingkat di mana penyebab tersebut tetap
sama atau berubah), dan controllability (tingkat di mana individu dapat mengendalikan atau
tidak penyebab tersebut).
B.1.3. Self-efficacy
Self efficacy adalah keyakinan bahwa individu dapat menguasai situasi dan
menghasilkan hasil yang positif (Santrock, 2011). Bandura (dalam Santrock, 2011) percaya
bahwa efikasi diri adalah sebuah faktor yang sangat penting dalam menentukan apakah
pelajar berprestasi atau tidak. Dale Schunk (dalam Santrock, 2011) telah menerapkan konsep
efikasi diri pada banyak aspek dari prestasi pelajar. Dalam pandangannya, efikasi diri
mempengaruhi pilihan aktivitas pelajar. Pelajar dengan efikasi diri rendah pada pembelajaran

dapat menghindari banyak tugas, khususnya yang menantang. Sedangkan pelajar dengan
efikasi diri tinggi menghadapi tugas belajar tersebut dengan keinginan besar. Pelajar dengan
efikasi diri tinggi lebih tekun berusaha pada tugas belajar dibandingkan pelajar dengan efikasi
diri rendah.
B.2. Goal Setting and Strategic Planning
Goal setting and strategic planning terjadi ketika pelajar menganalisis tugas belajar,
menetapkan tujuan belajar tertentu, dan rencana atau memperbaiki strategi untuk mencapai
tujuan. Tahap ini melibatkan menganalisis tugas belajar, menetapkan tujuan, dan perencanaan
atau memperbaiki strategi pembelajaran. Pelajar mulai belajar mengenai topik yang asing,
mereka memiliki sedikit kemampuan untuk memecahkan tugas menjadi komponenkomponen dan sering gagal untuk menetapkan tujuan yang spesifik untuk diri sendiri atau
mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif.

5

Guru dapat menginstruksikan pelajar bagaimana menganalisis tugas, menetapkan
tujuan yang efektif, dan memilih strategi yang tepat. Contoh, pelajar yang menunda-nunda
untuk menulis makalah dapat mengamati pengajar ketika pengajar menunjukkan cara
membuat tema untuk topik yang serupa, menjadwalkan waktu untuk menulis subbab-subbab,
dan mengedit makalah. Agar goal setting and strategic planning dapat dilakukan dengan
optimal, maka Moran, dalam bukunya Managing Your Own Learning at University,

mengemukakan beberapa cara praktis untuk meningkatkan motivasi belajar di antaranya,
pemberian ganjaran untuk memperkuat perilaku (positive reinforcement), penetapan sasaran
(goal setting), dan penataan lingkungan belajar.
B.2.1. Intervensi Peningkatan
Moran (1997) mengatakan bahwa ada tiga cara praktis untuk meningkatkan motivasi
belajar yaitu:
1.

Pemberian ganjaran untuk memperkuat perilaku: Kekuatan dari positive reinforcement.
Prinsip dasar dari cara ini adalah teori belajar yang berpandangan bahwa kegiatan

yang lebih disenangi dapat menjadi penguatan positif (misalnya, nonton sinetron, nonton
video, dsb), yang dapat dipakai sebagai penguatan untuk kegiatan lain yang kurang disenangi.
Contoh, menonton bioskop, berjalan-jalan di pertokoan, berkunjung ke rumah teman,
menikmati makanan kecil di kafe bagi pencapaian rencana belajar (setelah berhasil membuat
rangkuman untuk beberapa bab). Melalui cara ini penguatan hanya dapat diberikan ketika
telah berhasil mencapai sasaran belajar.
2.

Penetapan sasaran (goal setting) untuk meningkatkan motivasi.

Motivasi yang efektif menuntut pengarahan. Teknik yang menyertainya disebut

sebagai goal-setting. Goal (sasaran) adalah sesuatu yang hendak kita capai. Contoh,
menyelesaikan tugas makalah ataupun skripsi tepat pada waktu, lulus dalam ujian, berhasil
menyampaikan presentasi hasil kerja kelompok dengan baik, dan lain sebagainya. Goalsetting adalah proses menetapkan sasaran bagi diri kita. Bila kendali atau kontrol berada pada
diri kita sendiri, maka pengaruhnya akan lebih baik. Moran (1997) mengajukan prinsip goalsetting yang disebut sebagai SMART (Specific, Measurable, Action-related, Realistic, Timebased). Pertama, seseorang harus memeperjelas dan menspesifikkan sasaran. Kedua,
seseorang harus mengukur kemampuan terhadap sasaran. Ketiga, seseorang harus
menentukan sejumlah langkah yang berurutan untuk semakin dekat dengan pencapaian
sasaran. Keempat, seseorang harus memiliki sasaran yang realistik dan dapat dicapai dengan

6

memanfaatkan sumber-sumber yang bisa diperoleh. Kelima, seseorang harus mengatur waktu
agar sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang diprediksi.
3.

Penataan lingkungan belajar. Maksud penataan disini adalah lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Strategi ini sejalan dengan prinsip-prinsip self-management.

B.3. Strategy-Implementation Monitoring
Strategy-implementation monitoring terjadi ketika mahasiswa mencoba melaksanakan
strategi

dalam

konteks

yang

terstruktur

dan

memantau

akurasi

mereka

dalam

mengimplementasikannya. Pada tahap ini melibatkan penerapan pilihan strategi untuk
pelajar, tergantung pada strategi yang sebelumnya digunakan, umpan balik dari teman sebaya
atau guru, dan self-monitoring. Pelajar mulai menerapkan strategi baru, mereka sering
terjerumus ke dalam metode yang lebih familiar kecuali mereka memantau kinerja strategis
mereka dengan sangat terkontrol, dengan cara menulis catatan mengenai langkah-langkah
strategi yang mereka gunakan. Dengan latihan terus menerus, terutama dalam pengaturan
terstruktur di mana terdapat umpan balik yang jelas, mereka belajar untuk melaksanakan
strategi

yang

pada

akhirnya

tidak

memerlukan

perhatian

khusus.

Ketika

mengimplementasikan strategi dan memantaunya, maka akan ada faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi seseorang untuk berprestasi dan masalah-masalah dalam mencapai
prestasi tersebut.
B.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
McClelland (1987) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
berprestasi yaitu:
1. Harapan orang tua terhadap anaknya
Orang tua yang mengharapkan anaknya bekerja keras dan berjuang untuk mencapai
sukses akan mendorong anak tersebut untuk bertingkah laku yang mengarah kepada
pencapaian prestasi.
2. Pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan
Adanya perbedaan pengalaman masa lalu pada setiap orang menyebabkan terjadinya
variasi terhadap tinggi rendahnya kecenderungan untuk berprestasi pada diri seseorang.
Biasanya hal ini dipelajari pada masa kanak-kanak awal, terutama melalu interaksi dengan
orang tua dan significant others.
3. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan
7

Bila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja
keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk
memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri
seseorang akan berkembang hasrat berprestasi yang tinggi.
4. Peniruan tingkah laku (Modeling)
Melalui observational learning anak mengadopsi atau meniru banyak karakteristik
dari model, termasuk dalam kebutuhan untuk berprestasi jika model memiliki motif tersebut
dalam derajat tertentu.
5. Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung
Iklim belajar yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi semangat dan sikap
optimisme bagi pelajar dalam belajar, cenderung akan mendorong seseorang untuk tertarik
belajar, memiliki toleransi terhadap suasana kompetisi, dan tidak khawatir akan kegagalan.
B.3.2. Masalah-Masalah dalam Mencapai Prestasi
Santrock (2011) menyatakan bahwa masalah-masalah dapat timbul ketika mahasiswa
merupakan:
a. Students Who Are Low Achieving and Have Low Expectation for Success
Pelajar membutuhkan konsistensi terhadap tujuan dan tantangan yang akan mereka
raih dengan cara dosen memberikan semangat dan bantuan kepada mereka untuk mencapai
kesuksesan. Failure Syndrome adalah ekspektasi atau harapan yang rendah terhadap suatu
kesuksesan dan mudah menyerah terhadap tanda-tanda awal dari setiap kesulitan.
b. Students Who Protect Their Self-Worth by Avoiding Failure
Beberapa individu tertarik untuk memproteksi diri dan menghindari kegagalan yang
dapat digabungkan menjadi beberapa strategi yang tidak efektif, yaitu nonperformance (tidak
mau mencoba), procrastination (menunda waktu belajar saat akan ujian sampai akhirnya
belajar di detik-detik terakhir sebelum ujian), dan setting unreachables goals (penetapan
tujuan yang terlalu tinggi, di mana hal itu tidak memungkinkan untuk dicapai).
c. Students Who Procrastinate
Alasan utama pelajar menunda adalah pengaturan waktu yang buruk, sulit
berkonsentrasi, perasaan takut dan cemas (takut akan mendapatkan nilai yang jelek), masalah
pribadi (masalah keuangan, masalah dengan pacar), bosan, ekspektasi yang tidak realistis dan
perfeksionis (meyakini bahwa harus membaca seluruh tulisan yang ada sebelum memulai
untuk menulis di kertas), dan takut akan kegagalan (berpikir jika tidak dapat meraih nilai A,
maka gagal).
8

d. Students Who Are Perfectionists
Berpikir bahwa suatu kesalahan tidak pernah dapat diterima, standar dari suatu
performa harus selalu dapat diraih atau dicapai.
e. Students With High Anxiety
Kecemasan adalah suatu hal yang tidak pasti, perasaan yang sangat tidak
menyenangkan terhadap ketakutan dan ketakutan akan hal yang akan terjadi. Biasanya
disebabkan oleh tekanan dan harapan tidak realistis yang diberikan orangtua kepada anak.
f. Students Who Are Uninterested or Alienated
Masalah motivasi pelajar yang paling sulit melibatkan pelajar yang apatis, tidak
tertarik untuk belajar atau merasa asing terhadap pembelajaran di universitas. Penghargaan di
universitas tidak menjadi nilai yang penting bagi mereka.
B.4. Strategic-Outcome Monitoring
Strategic-outcome monitoring terjadi ketika pelajar memusatkan perhatian mereka
pada hubungan antara hasil belajar dan proses strategis untuk menentukan efektivitas. Pada
tahap ini melibatkan perluasan pemantauan pelajar untuk memasukkan hasil kinerja yang
terkait dengan variasi strategis untuk menentukan efektivitas. Misalnya, seorang pelajar yang
menggunakan strategi pengelompokan untuk menghafal konsep-konsep kunci dalam geografi
akan belajar arti dari kategori tersebut, seperti danau, gurun, dan pegunungan, akan bekerja
lebih baik daripada kategori yang berubah-ubah, seperti kata-kata yang dimulai dengan huruf
I, d atau rn. Efektivitas strategi pembelajaran apapun tergantung pada sejumlah tugas,
kontekstual, dan faktor-faktor personal yang dapat berfluktuasi. Pelajar juga memonitor
kemajuan saat mereka mengerjakan tugas secara menyeluruh, mengelola emosi yang
mengganggu dan memudarnya motivasi serta menyesuaikan strategi yang diproses untuk
mendorong kesuksesan. Hal ini termasuk pelajar yang mengajukan pertanyaan, mencatat, dan
mengalokasikan waktu dan sumber daya mereka dengan menggunakan cara ini agar
membantu mereka untuk bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri (Paris & Paris,
2001). Sehingga strategic-outcome monitoring akan digambarkan melalui prestasi belajar.
B.4.1 Pestasi Belajar
Belajar merupakan kebutuhan manusia untuk mengalami perubahan dalam mencapai
tahapan perkembangan. Belajar tidak hanya menghasilkan perubahan tetapi juga
menghasilkan prestasi belajar. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2005) menyatakan
bahwa prestasi belajar yaitu:
9

a. Penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru.
b. Kemampuan yang sungguh-sungguh ada atau dapat diamati (actuability) dan yang dapat
diukur langsung dengan tes tertentu.
Prestasi belajar menurut Wuryani (Asril, 2011) adalah hasil yang diberikan oleh
pengajar kepada pelajar dalam jangka waktu tertentu sebagai hasil penilaian belajar. Chaplin
(Asril, 2011) juga mengatakan bahwa prestasi belajar merupakan satu tingkat khusus
perolehan atau hasil keahlian dalam karya akademis yang dinilai oleh guru-guru, lewat tes-tes
yang dibakukan atau lewat kombinasi ke dua hal tersebut. Prestasi belajar yang berhasil
dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi atas berbagai faktor.
Menurut Muhibbinsyah (Asril, 2011), faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar mahasiswa di perguruan tinggi, secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Faktor internal (faktor dari dalam diri mahasiswa), meliputi keadaan kondisi jasmani
(fisiologis), dan kondisi rohani (psikologis).
2. Faktor eksternal (faktor dari luar diri mahasiswa), terdiri dari faktor lingkungan, baik sosial
dan non sosial dan faktor instrumental (M.Alisuf dalam Asril, 2011).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai
pelajar dari penilaian berupa tes-tes yang diberikan oleh pengajar pada waktu tertentu dan
dilaporkan ke dalam hasil tertulis yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor
eksternal.
B.4.2 Penilaian Prestasi Belajar
Penilaian terhadap prestasi belajar didasarkan pada tiga aspek yaitu kognitif, afektif
dan psikomotor (Winkel, 2005). Ketiga aspek tersebut terkait erat dalam proses
pembelajaran. Penilaian prestasi belajar dapat diinterpretasikan ke dalam bentuk nilai rapor,
indeks prestasi, angka kelulusan dan sebagainya. Di negara Indonesia juga berlaku simbol
nilai yang menggunakan simbol huruf A, B, C, D, dan E. Simbol ini merupakan terjemahan
dari simbol angka-angka (Dewi, 2009). Simbol nilai angka yang berskala 0 sampai 4 ini
lazim digunakan pada perguruan tinggi untuk menetapkan indeks prestasi (IP) mahasiswa,
baik pada setiap semester maupun pada akhir penyelesaian studi (Syah, 2008).
Indeks Prestasi (IP) adalah angka yang menunjukkan prestasi atau kemajuan belajar
mahasiswa dalam satu semester dan dihitung setiap akhir semester sedangkan Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK) merupakan angka yang menunjukkan prestasi atau kemajuan belajar
10

mahasiswa secara kumulatif mulai dari semester pertama sampai semester paling akhir yang
ditempuh, dan dihitung akhir setiap semester (Dewi, 2009).
Menurut buku peraturan akademik Universitas Pembangunan Jaya (2012), mahasiswa
berprestasi dan memiliki kesempatan beasiswa adalah 1) memiliki Indeks Prestasi Kumulatif
(IPK) setelah semester 2 atau selanjutnya minimal 3,50.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah penilaian prestasi belajar pada program
pendidikan tinggi yang ditetapkan dalam buku peraturan akademik Universitas Pembangunan
Jaya (2011) menyatakan bahwa mahasiswa yang berprestasi dapat mengajukan permohonan
beasiswa dengan syarat memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) setelah semester 2 atau
selanjutnya minimal 3,50.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
dan mata kuliah Wawancara. Tugas ini bertujuan untuk melihat aplikasi teori psikologi
pendidikan dalam praktik pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di Universitas
Pembangunan Jaya (UPJ) di program studi Arsitektur, Teknik Sipil, Akuntansi, Manajemen,
Desain Produk Industri, Desain Komunikasi Visual, Psikologi, Komunikasi, Teknik
Informatika dan Sistem Informasi. Dalam tugas ini, mahasiswa melakukan pengambilan data
pada dosen dan mahasiswa menggunakan teknik wawancara.
Pada tahap persiapan, dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan dan
Wawancara melakukan sosialisasi tentang maksud dan tujuan tugas ini dalam forum rapat
koordinasi yang berlangsung pada tanggal 11 Februari 2014. Setelah mendapatkan
persetujuan secara verbal, kedua dosen kemudian menyusun gambaran tugas dan pelaksanaan
pengambilan data kemudian menghubungi sejumlah dosen dari sejumlah prodi untuk
mendapatkan kesediaan untuk diwawancara dan diobservasi. Dosen dan mata kuliah dari
kesepuluh program studi yang berhasil diidentifikasi tersebut kemudian ditugaskan kepada
kelompok mahasiswa. Hal ini dilakukan oleh kedua dosen secara acak (random). Dari
pengaturan tersebut, setiap kelompok mahasiswa mendapatkan satu mata kuliah dimana
mereka melakukan wawancara dan observasi dengan satu dosen dan dua mahasiswa.
Seperti disebut dalam rumusan permasalahan, maka penelitian ini bermaksud untuk
mendapatkan gambaran atau deskripsi dari bagaimana self-regulation terjadi pada proses
belajar mengajar di universitas ABC. Oleh karena itu, penelitian ini disusun dengan
menggunakan desain penelitian kualitatif (qualitative research design) karena pendekatan ini
11

bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana individu atau kelompok
memberikan makna pada masalah (Creswell, 2014). Hal ini karena penelitian kualitatif
bertujuan memahami bagaimana manusia menginterpretasikan pengalaman mereka,
bagaimana mereka mengkonstruksikan kehidupan mereka dan makna yang mereka berikan
pada pengalaman mereka (Meriam, 2009).
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study). Hal ini
karena tim peneliti ingin mendapatkan gambaran fenomena sosial secara holistik dan
bermakna secara mendalam (Yin, 2002). Setiap studi kasus menggambarkan proses belajar
mengajar yang terjadi di satu mata kuliah sesuai dengan penugasan, dimana tim peneliti
melakukan observasi dan wawancara dengan satu dosen yang mengampu mata kuliah
tersebut dan dua orang mahasiswa yang mengikuti mata kuliah tersebut.
Pemilihan sampel dipilih secara purposif (purposive sampling) dengan tujuan untuk
mendapatkan sampel yang memenuhi kriteria (Ritchie, Lewis, Nicholls dan Ormson, 2013).
Kriteria yang dibutuhkan dalam menentukan dosen pengampu mata kuliah yang sebelumnya
bersedia untuk diwawancara dan diobservasi. Sedangkan kriteria untuk menentukan
mahasiswa adalah mereka yang dipilih oleh dosen yang bersangkutan berdasarkan
kemampuan mereka untuk mengelaborasikan secara verbal pengalaman dan penghayatan
mereka terhadap topik yang diteliti.
Pengambilan data untuk penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi. Wawancara
memberikan cara untuk memahami pengalaman dan makna yang mereka berikan atas
pengalaman (Seidman, 2013). Sedangkan observasi dilakukan karena penelitian ini ingin
memahami fenomena yang dikaji dari perspektif atau sudut pandang subyek secara alamiah
(Hatch, 2002). Khusus untuk wawancara, penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur
(semi-structured interview). Tim peneliti menggunakan daftar pertanyaan untuk memandu
proses wawancara dan mengelola jalannya proses agar sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan
yang sudah disiapkan, tetapi juga memberikan kesempatan kepada subyek untuk
membicarakan hal-hal yang dianggap penting atau menarik bagi mereka (Hesse-Biber dan
Leavy, 2011)
Tim peneliti kemudian melakukan triangulasi terhadap data yang diperoleh.
Triangulasi ini dimaksudkan untuk mengkaji fenomena dari berbagai sudut pandang (Hatch,
2002) sebagai strategi validasi. Sudut pandang yang digunakan dalam triangulasi ini adalah
perbedaan dari segi subyek yaitu dari sudut pandang dosen dan dari sudut pandang
mahasiswa.

12

Proses persiapan pengambilan data dilakukan sebagai berikut. Tim peneliti melakukan
kajian literatur dan menyusun draft pertanyaan wawancara dan panduan observasi. Hal ini
dipresentasikan untuk mendapatkan masukan dari dosen dan sesama mahasiswa. Setelah
finalisasi daftar pertanyaan dan panduan observasi, tim peneliti kemudian menyusun lembar
kesediaan (informed consent) untuk diisi oleh subyek sebagai tanda kesediaan mereka untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Wawancara dan observasi dilakukan pada pada waktu-waktu berikut ini
Tabel 1
Tabel Pelaksanaan Pengambilan Data
Pengambilan
Data

Narasumber

Tempat

Tanggal

Observasi

Dosen

Ruang B-304

7-Apr-14

Observasi

Mahasiswa A

Ruang B-305

7-Apr-14

Observasi

Mahasiswa B

Ruang B-306

7-Apr-14

Wawancara

Dosen

Program Studi Sistem Informasi

17-Apr-14

Wawancara

Mahasiswa A

Program Studi Sistem Informasi

24-Apr-14

Wawancara

Mahasiswa B

Program Studi Sistem Informasi

24-Apr-14

Tim peneliti kemudian melakukan transkripsi verbatim terhadap hasil wawancara.
Hasil transkripsi tersebut kemudian dibaca bersama oleh tim peneliti untuk keperluan
triangulasi. Triangulasi tersebut disusun berdasarkan kajian teoritis, dimana tim peneliti
membandingkan hasil dari sudut pandang yang berbeda yaitu dosen dan mahasiswa. Hasil
triangulasi tersebut dituangkan ke dalam analisis penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Adult Learner
A.1. Autonomous
Bapak AUG berpendapat bahwa ia memberikan kebebasan pada mahasiswa. Namun,
peraturan tetap diberlakukan oleh BAP-PMP dalam masalah absensi. Bahwa batas maksimal

13

ketidakhadiran sebanyak 4 kali dan waktu kelas yang ditentukan oleh BAP-PMP. Beliau juga
berpendapat bahwa tidak perlu memberikan peraturan dan hukuman yang ketat karena sistem
sendiri yang akan melakukan hukuman secara tidak langsung. Jika ada mahasiswa yang tidak
masuk, maka mahasiswa tersebut tidak mendapatkan nilai selama kelas berlangsung.
NY berpendapat bahwa pembelajaran yang dilakukan di perguruan tinggi tidak sama
dengan pembelajaran yang dilakukan di SMA. Sistem pada perguruan tinggi tidak lagi
menggunakan peraturan yang ketat. Mahasiswa diminta untuk belajar aktif dan tidak lagi
terkontrol dengan peraturan yang ada. Jika ingin tidak mengikuti kelas dapat dilakukan
karena adanya kebebasan. Namun, ia tidak akan melakukannya karena ingin dapat
memahami materi yang ada. Selain itu, mahasiswa dituntut untuk mandiri, segala sesuatunya
diminta untuk mengerjakan sendiri.
WL berpendapat bahwa dalam perkuliahan setelah dosen memberikan materi
mahasiswa dituntut aktif dengan cara tanya-jawab terhadap dosen. Selain itu, saat di dalam
kelas mahasiswa sudah harus mengerti peraturan yang ada. Sehingga hal itu dapat menuntut
kemandirian mahasiswa agar lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan hasil observasi di kelas tanggal 07 April 2014, maka Bapak AUG sedang

memberikan kebebasan pada mahasiswa untuk tetap memperbolehkan mahasiswa masuk
kelas dan tidak menegur mahasiswa tersebut. Pada saat itu ada mahasiswa yang masuk ke
kelas terlambat, lebih dari 15 menit.
Pembelajaran yang dilakukan di perguruan tinggi tidak sama dengan pembelajaran
yang dilakukan di SMA. Sistem pada perguruan tinggi tidak lagi menggunakan peraturan
yang ketat. Mahasiswa diminta untuk belajar aktif dan tidak lagi terkontrol dengan peraturan
yang ada seperti di SMA. Dalam kelas Perancangan Basis Data, mahasiswa diberikan
kebebasan oleh Bapak AUG. Sesuai dengan teori autonomous, kebutuhan seseorang untuk
bebas mengintegrasikan tindakan yang dijalankan dengan diri pribadi tanpa terikat atau mendapat
kontrol dari orang lain (Santrock, 2008).
Dalam analisa ini, mahasiswa diperbolehkan masuk ke dalam kelas meskipun sudah
terlambat, mahasiswa diperbolehkan untuk tidak mengikuti kelas, mahasiswa dituntut untuk mandiri,
dan aktif. Selain itu, mahasiswa sudah memiliki karakteristik kemandirian dalam tiga bentuk. Pertama,
mahasiswa sudah dapat menyadari bagaimana hubungan kedekatan mahasiswa dengan dosen di
dalam kelas dan di luar kelas. Sesuai dengan teori kemandirian emosional (emotional autonomy),
aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu
(Steinberg, dalam Ali & Asrori 2004). Dalam analisa ini, mahasiswa menyadari bahwa kedekatan
hubungan emosional antara dosen dan mahasiswa pada saat di dalam kelas yaitu sebagai pengajar
dan pelajar. Ketika berada di luar kelas kedekatan hubungan emosional antara dosen dan mahasiswa
itu menjadi berubah yaitu sebagai teman. Kedua, sebagian besar mahasiswa sudah dapat

14

mengetahui mana yang benar dan salah serta apa yang penting dan tidak. Sesuai dengan teori
kemandirian nilai (value autonomy), kemampuan memaknai prinsip mengenai benar dan salah,
tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting. Dalam analisa ini, sebagian besar mahasiswa
sudah dapat mengetahui jika ia tidak masuk kelas tanpa alasan yang berarti atau penting, maka ia
tidak bisa memahami materi dan mendapatkan nilai dengan maksimal. Jika ia tidak bisa memahami
materi dan mendapatkan nilai dengan maksimal, maka IPK mahasiswa tersebut tidak akan sesuai
dengan sasaran.
Dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tidak masuk kelas tanpa alasan yang berarti atau
penting merupakan hal yang salah untuk dilakukan oleh mahasiswa. Sebagian besar mahasiswa
dalam kelas Perancangan Basis Data sudah memiliki prinsip mengenai benar dan salah serta tentang
apa yang penting dan tidak. Ketiga, mahasiswa sudah dapat bertingkah laku sesuai dengan apa yang
ia inginkan tanpa bergantung pada orang lain. Sesuai dengan teori kemandirian tingkah laku
(behavioral autonomy), suatu kemampuan untuk membuat keputusan tanpa bergantung kepada
orang lain dan melakukannya dengan bertanggung jawab. Dalam analisa ini, mahasiswa memiliki
kemandirian tingkah laku dalam hal belajar. Belajar melalui diskusi pada klub mandiri, sosial media,
ataupun kepada dosen-dosen SI, termasuk Bapak AUG. Selain itu, pilihan masuk kelas atau tidak
juga sudah menjadikan contoh seorang mahasiswa dalam membuat keputusan atas apa yang akan ia
lakukan tanpa bergantung pada orang lain dan mahasiswa tersebut bertanggung jawab atas apa
yang telah ia lakukan.

A.2. Self-Direct
Dalam kelas Perancangan Basis Data, Bapak AUG mengatakan bahwa mahasiswa
memiliki kemauan tinggi untuk bertanya kepada Bapak AUG ketika sedang mengerjakan
tugas (projek) atau ketika ada yang mahasiswa tidak mengerti dan pada saat dosen-dosen SI
memuat artikel atau informasi mengenai sebuah materi di sosial media, mahasiswa ingin
selalu tahu tentang informasi-informasi mengenai sebuah materi di sosial media tersebut
untuk proses belajar mereka.
Menurut NY, pembelajaran yang dilakukan pada kelas Perancangan Basis Data
dilakukan secara mandiri. Mahasiswa di haruskan untuk mencari materi-materi baru sebelum
kelas dimulai, menanyakan kepada teman terhadap materi yang tidak dapat ia kerjakan dan
melakukan diskusi. Walaupun tidak mendapatkan perintah dari dosen, NY tetap melakukan
hal tersebut.
WL berpendapat bahwa dengan mereview materi yang telah diberikan oleh dosen
pada mata kuliah sebelumnya adalah cara untuk belajar secara mandiri. Disamping itu, dia
juga melakukan diskusi dengan teman apabila ada tugas yang tidak ia mengerti.

15

Berdasarkan hasil observasi di kelas tanggal 07 April 2014, maka Bapak AUG tidak
sedang melakukan kegiatan belajar secara mandiri terhadap mahasiswa. Melainkan, Bapak
AUG sedang melakukan kegiatan belajar secara bersama-sama di dalam kelas.
Dalam kelas Perancangan Basis Data, mahasiswa sudah dapat belajar secara mandiri
tanpa harus selalu diajarkan oleh dosen. Sesuai dengan teori kemandirian belajar (self-direct),
sifat, sikap, dan kemampuan yang dimiliki mahasiswa untuk melakukan kegiatan belajar
secara sendiri maupun dengan adanya bantuan dari orang lain, berdasarkan motivasinya
sendiri. Dalam analisa ini, mahasiswa memiliki kemauan tinggi untuk bertanya kepada Bapak
AUG ataupun kepada teman yang lebih kompeten ketika sedang mengerjakan tugas (projek)
atau ketika mahasiswa tidak mengerti dan pada saat dosen-dosen SI memuat artikel atau
informasi mengenai sebuah materi pada sosial media, mahasiswa ingin selalu tahu tentang
informasi-informasi mengenai sebuah materi pada sosial media tersebut untuk proses belajar
mereka. Selain itu, sebagian besar mahasiswa juga mereview materi yang sudah dipelajari
dan mempelajari materi-materi yang belum diajarkan oleh dosen melalui buku-buku ataupun
internet.
A.3. Learner-Centered
Dalam kelas Perancangan Basis Data, Bapak AUG tidak sedang melakukan proses
belajar-mengajar yang berpusat pada pembelajar (learner-centered). Akan tetapi, ketika
Bapak AUG sedang memberikan projek atau tugas kelompok, maka proses belajar-mengajar
menjadi berpusat pada pembelajar (learner-centered).
NY dan WL menjelaskan bahwa mahasiswa turut aktif dalam pembelajaran. Bapak
AUG memberikan materi yang pada akhirnya akan di praktikan di dalam project pada saat
UAS nanti. Mahasiswa diminta untuk mengerjakan projek dan tugas secara kelompok dan
individu. Yang dimana jika mereka tidak mengerti dalam mengerjakan tugas, dapat
didiskusikan pada club mandiri yang mereka miliki dan bertanya atau meminta bimbingan
dengan dosen. Tambahan pula, mahasiswa diminta untuk mengaplikasikan contoh kasus ke
dalam software yang sesuai.
Berdasarkan hasil observasi di kelas tanggal 07 April 2014, maka Bapak AUG tetap
berusaha untuk membuat mahasiswa aktif melalui tanya jawab, diskusi, konsul, serta Bapak
AUG juga membuat atmosfer pada saat proses-belajar terjadi menjadi positif antara dosen,
mahasiswa, dan lingkungan.
Santrock (2011) meyakini bahwa perencanaan dan instruksi pembelajaran yang
berpusat pada pembelajar (learner-centered) memindahkan fokus dari pembelajaran yang
16

berpusat pada dosen menjadi pembelajaran yang berpusat pada pelajar. Learner-centered
terbagi menjadi beberapa macam yaitu small group dicussion, problem based learning,
essential question, discovery learning.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terlihat bahwa pada saat di kelas,
terjadinya tanya jawab antar dosen dengan mahasiswa. Hal ini akan membuat pembelajar
semakin aktif dan terus menggali informasi yang ingin mereka ketahui. Mahasiswa memiliki
klub mandiri yang dimana mereka berkumpul membentuk small group discussion untuk
membahas projek yang sedang mereka kerjakan. Jika ada sesuatu yang tidak dimengerti,
mereka akan aktif bertanya kepada dosen seputar materi mengenai projek atau usecase untuk
proses bisnis.
Selain itu adanya problem based learning (PBL) yang dilakukan dalam mata kuliah
ini. Hal ini dilakukan dengan cara dosen melemparkan isu atau masalah yang terjadi
mengenai materi pembelajaran dari mata kuliah ini, dengan begitu mahasiswa aktif
mendiskusikan masalah yang sedang beredar dengan keterkaitan dengan materi
pembelajaran. Hal tersebut juga dapat masuk ke dalam essential question yang dimana dosen
menanyakan pertanyaan-pertanyaan berbobot seputar mata kuliah untuk memancing
mahasiswa turut aktif dalam kelas. Terakhir, merupakan discovery learning, mahasiswa
dituntut untuk mengumpulkan informasi mengenai mata kuliah tersebut. Hal tersebut
dilakukan agar mahasiswa dapat menganalisis data untuk diaplikasikan menjadi usecase
untuk proses bisnis dan dalam pembuatan software.

B. Self-Regulation
B.1. Self-Evaluation and Monitoring
Dalam kelas Perancangan Basis Data, Bapak AUG mengatakan bahwa sebagian besar
mahasiswanya adalah mahasiswa dengan motivasi yang tinggi dan sedang. Akan tetapi,
mereka juga merupakan mahasiswa yang tidak jarang memiliki rasa malas pada saat
mengerjakan tugas.
NY berpendapat bahwa ketika ia berada di dalam kelas Perancangan Basis Data, ia
dapat memahami dirinya bahwa ia terkadang dilanda oleh rasa malas. Selain itu, ketika
terlalu banyak tugas yang diberikan, NY terkadang suka menunda-nunda pekerjaan tersebut.
Namun, ia tidak dapat bertahan lama dengan hal tersebut dan terus melanjutkan tugasnya
17

untuk mendapatkan nilai. NY, mengatakan jika ia tidak dapat mengerjakan atau mengerti
akan suatu tugas, ia akan bertanya dan mendiskusikannya bersama klub mandirinya. Hasil
yang di dapat, adalah nilai di atas rata-rata.
WL berpendapat bahwa hal-hal yang paling tidak dapat diatasi adalah menunda-nunda
tugas dikarenakan rasa malas. Dengan berdiskusi terhadap teman, ia dapat mengetahui
kelemahannya terhadap materi yang tidak ia ketahui. Hingga akhirnya ia dapat menemukan
solusi untuk tugasnya dan mendapatkan hasil yang maksimal.
Dalam kelas Perancangan Basis Data, Bapak AUG mengatakan bahwa sebagian besar
mahasiswanya adalah mahasiswa dengan motivasi yang tinggi dan sedang. Akan tetapi,
mereka juga merupakan mahasiswa yang tidak jarang memiliki rasa malas pada saat
mengerjakan tugas. Mahasiswa dalam kelas Perancangan Basis Data sudah dapat
mengevaluasi diri dan memantau bagaimana efektivitas pribadi mereka.
Sesuai dengan teori self-evaluation and monitoring terjadi ketika mahasiswa menilai
efektivitas pribadi mereka. Biasanya terlihat dari pengamatan dan pencatatan kinerja
sebelumnya dan hasil belajar yang didapat. Tahap ini melibatkan evaluasi seseorang pada saat
belajar atau mengerjakan tugas (Zimmerman, Bonner, & Kovach, 1996).
Dalam analisa ini, mahasiswa dapat memahami diri bahwa ia terkadang dilanda oleh
rasa malas. Selain itu, ketika terlalu banyak tugas yang diberikan, mahasiswa suka menundanunda pekerjaan tersebut. Namun, rasa malas tersebut tidak dibiarkan berlama-lama ada pada
diri mereka, maka kemudian mahasiswa mengerjakan tugasnya kembali untuk mendapatkan
nilai yang maksimal. Jika mahasiswa tidak dapat mengerjakan atau mengerti akan suatu
tugas, maka ia akan bertanya dan mendiskusikan tugas tersebut bersama klub mandiri atau
dosen.

B.1.1. Motivasi
Dalam kelas Perancangan Basis Data, Bapak AUG menggambarkan motivasi dibagi
menjadi dua yaitu motivasi tinggi dan motivasi sedang. Bapak AUG tidak menjelaskan secara
langsung motivasi yang dimiliki mahasiswa adalah intrinsik atau ekstrinsik. Akan tetapi,
Bapak AUG mengatakan bahwa mahasiswa memiliki kemauan tinggi untuk konsul kepada
Bapak AUG ketika sedang mengerjakan projek dan ketika dosen-dosen SI memuat artikel
atau informasi mengenai sebuah materi di sosial media, mahasiswa ingin selalu tahu tentang
informasi-informasi mengenai sebuah materi di sosial media tersebut.

18

Menurut NY, motivasi muncul karena NY ingin memahami mata kuliah tersebut. NY
tidak mengejar prestasi karena menurutnya jika ia telah memahami suatu konteks pada mata
kuliah tersebut IP pun pasti akan meningkat. Selain itu, NY juga mendapat dukungan dari
keluarga, dosen, dan teman sebaya. Menurut NY, kinerja yang dilakukan berdasarkan karena
ia ingin mengerti mengenai materi tersebut. Hal ini dilakukan agar ia dapat melakukan
penerapan dengan baik. NY, melakukan hal ini sejak awal masuk perguruan tinggi. Namun,
terkadang jika rasa malas melanda ia harus dapat melawannya.
Dalam konteks motivasi, WL sebagai mahasiswa dalam mata kuliah Perancangan
Basis Data mengetahui bagaimana menggali motivasi dari dalam diri maupun dari luar diri.
Namun, motivasi dari keluarga dan teman sebaya dapat membawa pengaruh positif dalam
mencapai prestasi yang diinginkan. WL berpendapat bahwa kinerja yang dilakukan yaitu
selalu mengajukan tanya-jawab dengan dosen karena ia penasaran terhadap materi yang
diberikan oleh dosen. Dia lebih menyukai apabila dosen memberikan studi kasus di luar jam
mata kuliah. Hal ini membuat WL lebih termotivasi dalam belajar.
Dalam kelas Perancangan Basis Data, Bapak AUG menggambarkan motivasi yang
dimiliki mahasiswa dengan jenis motivasi intrinsik. Akan tetapi, selain dari motivasi intrinsik
ternyata mahasiswa juga memiliki motivasi ekstrinsik. Sesuai dengan teori motivasi, motivasi
ada beberapa jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah
motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri dan motivasi ekstrinsik adalah
motivasi eksternal untuk melakukan sesuatu demi mendapatkan sesuatu yang lain (Santrock,
2011).
Dalam analisa ini, mahasiswa dikatakan memiliki motivasi intrinsik karena
mahasiswa Perancangan Basis Data memiliki kemauan untuk paham atau menguasai mata
kuliah tersebut, memiliki kemauan untuk konsultasi kepada Bapak AUG, dan mahasiswa
ingin selalu tahu tentang informasi-informasi terbaru mengenai sebuah materi dari sosial
media. Sedangkan mahasiswa dapat dikatakan memiliki motivasi ekstrinsik karena
mahasiswa Perancangan Basis Data memiliki kemauan untuk mencapai prestasi dengan
mendapatkan nilai IP yang terbaik.
B.1.3. Self-efficacy
Dalam kelas Perancangan Basis Data, Bapak AUG mengatakan bahwa jika
mahasiswa sudah dapat memahami dirinya sendiri, maka ia sudah dapat meyakini
kemampuannya dalam bidang tertentu. Sehingga hasil yang diperoleh oleh mahasiswa dalam
bidang tertentu tersebut bisa maksimal.
19

NY, memiliki keyakinan bahwa jika ia dapat memahami teori yang diberikan di dalam
kelas Perancangan Basis Data, secara otomatis ia dapat meningkatkan nilai IPK.
WL meyakini bahwa dirinya dapat menguasai situasi menunda-nunda tugas dan malas
dengan cara diskusi dan mengerjakan tugas bersama-sama. Sehingga WL dapat menghasilkan
nilai tugas yang maksimal.
Dalam kelas Perancangan Basis Data, Bapak AUG mengatakan bahwa jika
mahasiswa sudah dapat memahami dirinya sendiri, maka ia sudah dapat meyakini
kemampuannya dalam bidang tertentu. Sehingga hasil yang diperoleh oleh mahasiswa dalam
bidang tertentu tersebut bisa maksimal. Sesuai dengan teori self efficacy, keyakinan bahwa
individu dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif (Santrock, 2011).
Dalam analisa ini, mahasiswa sudah dapat memahami bahwa ia harus menguasai situasi pada
saat mereka sedang dilanda rasa malas dan di saat sedang tidak mengerti tentang suatu
materi, maka mereka harus segera melawan rasa malas tersebut dan berdiskusi atau bertanya
tentang materi yang mereka tidak mengerti kepada orang yang lebih mengerti seperti dosen
atau teman. Hal ini dilakukan agar menghasilkan hal yang positif seperti mendapatkan nilai
IPK yang terbaik, mendapatkan ilmu yang maksimal, pengalaman, dan lain sebagainya.
B.2. Goal Setting and Strategic Planning
Dalam kelas Perancangan Basis Data, Bapak AUG mengatakan bahwa strategistrategi yang diberikan oleh Bapak AUG kepada mahasiswanya adalah melakukan review
materi melalui kuis sebelum ujian, memberikan materi berupa ebook untuk dipelajari oleh
mahasiswa, memberikan kesempatan untuk menambah ilmu melalui diskusi dalam klub
mandiri, diskusi melalui media sosial dengan dosen-dosen SI, dan konsul dengan Bapak
AUG di luar jam mata kuliah. Hal ini dilakukan agar mahasiswa dapat mencapai tujuannya
yaitu mendapakan nilai IPK yang terbaik.
Menurut NY, ia ingin menyenangkan orang tuanya, membuat bangga dirinya dengan
memahami materi yang telah diberikan. Sehingga IPK akan terus meningkat. Agar hal
tersebut dapat dicapai, ia melakukan strategi dengan cara memperbanyak latihan, membaca
buku tentang teori-teori yang akan di bahas. Selain itu, melakukan diskusi dengan klub
mandiri yang merupakan perkumpulan mahasiswa SI.
Menurut WL, cara belajar yang ia miliki yaitu dengan membaca teori dari pertemuan
di kelas dan sumber-sumber dari buku maupun internet. Tetapi WL tidak jarang melakukan
diskusi dengan dosen untuk mencapai tujuan dalam belajar. Tujuan dalam belajarnya yaitu
untuk mendapat banyak ilmu dan meraih prestasi setinggi-tingginya.
20

Berdasarkan hasil observasi di kelas tanggal 07 April 2014, maka Bapak AUG tidak
sedang memberikan review dan memberikan kesempatan untuk diskusi. Akan tetapi, Bapak
AUG sedang memberkan materi melalui power point presentation.
Dalam kelas Perancangan Basis Data, mahasiswa sudah dapat menetapkan tujuan
belajar mereka serta membuat rencana strategi untuk dapat meraih tujuan mereka dan untuk
apabila mereka gagal. Sesuai dengan teori goal setting and strategic planning, mahasiswa
menganalisis tugas belajar, menetapkan tujuan belajar tertentu, dan rencana atau memperbaiki
strategi untuk mencapai tujuan. Tahap ini melibatkan menganalisis tugas belajar, menetapkan
tujuan, dan perencanaan atau memperbaiki strategi pembelajaran (Zimmerman, Bonner, &
Kovach, 1996).
Dalam analisa ini, Bapak AUG memberikan strategi-strategi belajar kepada
mahasiswa yaitu mereview pelajaran-pelajaran melalui kuis sebelum ujian, memberikan
materi berupa ebook untuk dipelajari oleh mahasiswa, memberikan kesempatan untuk
menambah ilmu melalui diskusi dalam klub mandiri, media sosial dengan dosen-dosen di SI,
dan konsul dengan Bapak AUG di luar jam mata kuliah. Hal ini dilakukan agar mahasiswa
dapat mencapai tujuannya yaitu mendapakan nilai IPK yang terbaik. Selain itu, dari pihak
mahasiswa sendiri memiliki strategi-strategi belajar yang berupa memperbanyak latihan,
membaca tentang teori-teori yang akan di bahas melalui buku atau internet, melakukan
diskusi dengan klub mandiri yang merupakan perkumpulan mahasiswa SI. Hal ini dilakukan
agar mereka dapat meraih prestasi setinggi-tingginya dan membahagiakan orangtua.
B.2.1. Intervensi Peningkatan
Dalam kelas Perancangan Basis Data, Bapak AUG mengatakan bahwa Bapak AUG
memberikan penguatan kepada mahasiswa dengan motivasi sedang pada saat ko

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25