ISOLASI DAN POTENSI RHIZOBIUM DARI BAHAN

ISOLASI DAN POTENSI Rhizobium DARI BAHAN ASAL TANAH
GAMBUT PADA TANAMAN KACANG KEDELAI (Glycine max
(L). Merrill)
Usulan Penelitian

Diajukan Oleh:
Luthfie Aziz
20140210053
Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016

Usulan Penelitian

ISOLASI DAN POTENSI RHIZOBIUM DARI BAHAN ASAL
TANAH GAMBUT PADA TANAMAN KACANG KEDELAI
(Glycine max (L). Merrill)


Yang Diajukan oleh:
Luthfie Aziz
20140210053
Program Studi Agroteknologi
Telah disetujui / disahkan oleh:
Pembimbing
Ir. Agung Astuti M.Si
NIK. 19620923199303133017

Tanggal………..

Mengetahui:
Ketua Program Studi Agroteknologi
Dr. Innaka Ageng R., SP. MP

Tanggal……..

I.

PENDAHULUAN

A.

Kedelai

merupakan

salah

Latar Belakang

satu

tanaman

leguminosa

yang

mampu


memanfaatkan sumber energi secara biologis. Simbiosa legiminosa mampu
memanfaatkan N2 udara sehingga kebutuhan tanaman akan N dapat terpenuhi.
Kedelai

tumbuh optimal pada lahan ber-pH 5,8 – 7,0. Berbagai upaya dapat

dilakukan untuk menurunkan derajat kemasaman tanah tersebut, anatara lain dengan
pengapuran dan penggunaan pupuk-pupuk bereaksi alkalin (Suprapto, 1995).
Secara umum tanaman kedelai merupakan salah satu tanaman sumber protein
nabati yang sangat penting dalam pola gizi masyarakat Indonesia. Bila ditinjau dari
segi harga, kedelai merupakan sumber protein murah sehingga sebagian besar protein
dapat terpenuhi dari hasil olahan kedelai. Dalam usaha mengurangi impor dan
menuju swasembada kedelai, maka produksi tanaman ini perlu terus diupayakan.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan yaitu Intensifikasi, Ekstenfikiasi, Diversifikasi dan
Rehabilitasi lahan (Suprapto, 1995).
Bakteri penambat N bebas seperti Rhizobium akan bersimbiosis dengan
perakaran tanaman terutama tanaman leguminosa. Daerah perakaran kedelai
berpotensi sebagai tempat untuk terjadinya simbiosis dengan Rhizobium. Hal ini akan
menamah kadar N yang ada dalam tanah. Rhizobium saat berinteraksi dengan daerah
perakaran memiliki kemampuan untuk membentuk bintil akar. Jenis dari Rhizobium

itu sendiri sangat beragam dan masing-masing jenis memiliki kemampuan yang
berbeda dalam hal memfiksasi N dari udara bebas (Rachman,1996).
Lahan gambut sebagai sumber daya alam dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan. Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, dalam
usaha untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia, saat ini kita mulai
menghadapi suatu tantangan untuk dapat meanfaatkan secara maksimal lahan-lahan
bermasalah seperti halnya lahan gambut (Lopulisa, 1993).

Tanah gambut di Indonesia menduduki areal yang cukup luas, yaitu lebih
kurang 27 juta hektar. Kenyataan ini jelas merupakan potensi yang cukup besar untuk
potensi perluasan areal pertanian. Meskipun lahan gambut cukup potensial untuk
dijadikan lahan pertanian tetapi lahan ini mempunyai banyak kendala. Kendalakendala tersebut diataranya adalah kemasaman tanah yang tinggi, drainase yang
buruk, daya dukung tanah yang rendah, kesbuburan tanah yang rendah, intrusi garam
dan adanya lapisan sulfat garam. Akibat kendala-kendala tersebut maka lahan gambut
tidak dapat ditanami tanpa input teknologi, karena jarang tanaman dapat tumbuh baik
pada tanah tersebut (Lopulisa, 1993).
B.

Perumusan Masalah


Tanah gambut memiliki banyak kendala dalam penggunaannya untuk
petanian. Kendala-kendala tersebut diantaranya reaksi tanah yang sangat masam dan
kandungan hara tersedia rendah. Disamping itu, kadar bahan organik dalam tanah
gambut sangat tinggi. Melihat kondisi seperti ini perlu adanya usaha untuk
memperbaiki produktivitas tanah gambut yang murah dan aman bagi lingkungan.
Alternatif yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan mikrosombion yaitu dengan
pemberian Rhizobium dan mikroorganisme lainnya untuk menambah atau mengatasi
kurangnya unsur hara yang ada pada tanah gambut disamping pemberian pupuk.
Selain kemasaman tanah yang tinggi, nilai C/N gambut juga tinggi tetapi
kandungan N-totalnya rendah. Kandungan N-total hanya akan tersedia setelah
mengalami proses mineralisasi, untuk itu diperlukan upaya meningkatkan laju
dekomposisi bahan organik tersebut. Penggunaan Rhizobium sebagai mikroorganisme
penambat N pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan N yang diperoleh
dari proses fiksasi. Permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Adakah bakteri Rhizobium yang terdapat pada tanah gambut yang baru
pertama kali ditanami tanaman kacang kedelai (Glycine max (L.) Merril)?
2. Adakah perbedaan efektivitas dan infektivitas bakteri Rhizobium yang
berasal dari tanah gambut yang diambil dari beberapa lokasi?


C.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengisolasi bakteri Rhizobium dari bintil akar tanaman kacang kedelai
yang ditanam pada tanah gambut.
2. Untuk menguji infektivitas dan efektivitas bakteri Rhizobium yang terdapat
pada tanah gambut terhadap tanaman kacang kedelai.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Kacang Kedelai
Kedelai merupakan tanaman yang berakar tunggang, di tanah yang gembur
akar kedelai sampai kedalaman 150 cm, pada akarnya terdapat bintil-bintil akar yang
merupakan koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Tanah yang mengandung
bakteri Rhizobium, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15-20 hari setelah tanam. Pada
tanah yang belum pernah ditanami kedelai sebelumnya, tidak terdapat bakteri
Rhizobium di dalamnya sehingga bintil akar tidak terbentuk (Suprapto, 1995).

Bakteri dapat menghasilkan atau memberikan pada tanaman yang dihuninya
berupa nodula-nodula yang bila keadaannya abnormal akan menghasilkan sedikit atau
sama sekali tidak ada nitrogen. Selain itu, jika pada suatu tanah dihuni oleh berbagai
spesies maka terbentuk nodula normal dimana dengan keadaan seperti ini fiksasi
nitrogen berlangsung dengan baik. Dengan demikian, maka tercipta hubungan
kerjasama antara bakteri dengan tanaman yang dihuninya (Islami dan Utomo, 1995).
Kedelai mengehendaki kondisi tanah yang lembab, tetapi tidak becek. Kondisi
seperti ini dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian polong. Saat menjelang
panen, tanah sebaiknya dalam kedaan kering. Kurangnya air pada masa pertumbuhan
akan menyebabkan tanaman kerdil, bahkan dapat menyebabkan kematian apabila
kekeringan telah melampaui batas toleransinya. Kekeringan pada masa pembungaan
dan pengisian polong dapat menyebabkan kegagalan panen (Lakitan, 1996).
Untuk dapat tumbuh dengan baik, kedelai menghendaki tanah yang subur,
gembur, kaya akan unsur haradan bahan organic. Bahan organik yang cukup dalam
tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad
renik yang pada akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan
tanaman. Tanah berpasir dapat ditanami kedelai asal air dan hara tanaman untuk
pertumbuhannya cukup tersedia. Tanah dengan kadar liat tinggi sebaiknya dilakukan
perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen dan tidak
tergenang air waktu hujan besar terjadi (Rianto dkk, 1997).


B. Tanah Gambut
Tanah gambut merupakan tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan
sehingga mempunyai kadar bahan organic yang sangat tinggi. Tanah ini berkembang
terutama di daerah dalam kondisi aerob (tergenang). Kondisi ini menyebabkan proses
penumpukan bahan organic (humifikasi) lebih cepat daripada proses mineralisasinya
(Lopulisa, 1993).
Tanah gambut pada umunya mempunyai derajat kemasaman yang sangat
tinggi sebagai akibat tingginya kandungan asam organic. Nilai pH tanah berkisar
antara 3-5. Kadar Nitrogen sangat rendah dibandingkan dengan kadar Karbon (C),
sehingga nilai ratio C/N menjadi sangat tinggi, yang menunjukkan sangat lambatnya
proses pelapukan berlangsung (Lynch,1983).
Irreversible drying berkaitan dnegan kemampuan gambut dalam menyimpan,
memegang dan melepas air. Gambut yang mengalami kekeringan hebat setelah
reklamasi atau pembukaan lahan akan berkurang kemampuannya dalam memegang
air. Sifat tanah gambut sangat beragam, namun karena bersifat spesifik maka tanah
gambut berbeda dengan tanah mineral bahkan dengan tanah organic lainnya. Sifat
dan ciri kimia tanah gambut yang utama adalah kemasaman tanah, ketersediaan hara
tanah, kapasitas tukar kation, kadar asam organik, kadar pirit atau sulfur dan cara-cara
pengelolaan hara dan pupuk dalam budidaya tanaman pertanian maupun tanaman

perkebunan (Noor ,2001).
Tanah gambut dangkal berasal dari sisa-sisa vegetasi hutan yang lebih kaya
unsur hara. Karena akar-akar vegetasi masih dapat masuk ke dalam tanah mineral di
bawahnya untuk menyerap unsur hara sehingga vegetasi yang tumbuh dan kemudian
membusuk banyak mengandung unsur hara (Hardjowigeno,1993).

C. Pembentukan Bintil Akar dan Fiksasi Nitrogen
Bintil akar merupakan organ simbiosis yang mampu melakukan fiksasi N dari
udara, sehingga tanaman mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan nitrogen dari
hasil fiksasi. Pada bagian tengah sel dari bintil akar yang mengandung bakteri akan
terbentuk pigmen merah yang dinamakan leghaemoglobin. Fiksasi N terjadi di dekat
pusat bintil akar, dalam interaksi ini sel Rhizobium akan berubah menjadi bakteroid
sedangkan bagian tengah bintil akar akan terbentuk pigmen merah yang disebut
leghaemoglobin (Suszkiw, 2001). Tanah-tanah yang terinokulasi memberikan
peningkatan kandungan N yang lebih tinggi

daripada tanah-tanah yang tidak

terinokulasi dengan senyawa N, teristimewa jika tanaman legume tidak ditumbuhkan
sebelumnya pada tanah-tanah yang dimaksud. Sifat dan kondisi tanah serta musim

akan memperngaruhi terfiksasinya nitrogen (Sutedjo dkk, 1996).
Terbentuknya bintil akar melalui serangkain proses, pertama terjadi perubahan
bentuk rambut akar atau melengkung yang disebabkan adanya respon terhadap
hormone pertumbuhan IAA (Indole Acetic Acid) akibat distimulasi oleh bakteri atau
respon terhadap hormone-hormon pertumbuhan lain dari kelompok etilen. Jika terjadi
pembentukan benang-benang yang terinfeksi yang terjadi penyusupan sel-sel
Rhizobium dan sel-sel pada jaringan akar akan membentuk bintil akar. Pada interaksi
ini, sel-sel Rhizobium akan berubah bentuk menjadi bakteroid. Di dalam bakteroid ini
terjadi aktifitas enzim nitrogenase yang dibentuk oleh bakteroid yang berperan pada
proses fiksasi N2 (Islami dan Utomo, 1995).
Di dalam struktur bakteroid terdapat enzim nitrogenase yang merupakan kunci
utama dalam pengikatan N. Enzim tersebut dikenal juga dengan nama kompleks
nitrogenase, yaitu suatu enzim yang terdiri dari rantai polipeptida dan tersusun dari
dua komponen utama: (1) Komponen nitrogenase yang mempunyai rantai Fe-Mopolipeptida dengan berat molekul sebesar 2.000.000 dan (2) komponen reduktase
yang mempunyai rantai Fe-polipeptida dengan berat molekul sebesar 60.000 (Rao,
1994). Banyaknya N yang difiksasi oleh bakteri Rhizobium tergantung dari suplai
karbohidrat oleh tanaman serta kandungan N di dalam tanah. Bakteri memerlukan

karbohidrat sebagai sumber energi untuk memfiksasi N. suatu spesies bakteri hanya
dapat bersimbiosa dengan tanaman tertentu saja. Dengan demikian, satu jenis

tanaman leguminosa hanya membutuhkan strain Rhizobium yang sesuai (Denarie,
2001).
D. Infektivitas dan Efektivitas Rhizobium
Isolat bakteri diuji efisiensinya dengan menumbuhkan pada pasir steril
melalui inokulasi dengan larutan nutrient tanaman bebas nitrogen. Pada akhir periode
masa tanam dikumpulkan data mengenai penampakan tanaman dalam hal warna dan
kekuatan, jumlah bintil akar yang terbentuk pada sistem perakaran, berat kering dan
kandungan nitrogen dari tanaman (Rao, 1994).
Inokulasi dianjurkan bagi lahan-lahan yang baru ditanami spesies pepolongan
baru untuk pertama kalinya. Dalam hal ini biasanya diperoleh respon yang sangat
nyata, tidak jarang diperoleh kenaikan bobot kering tanaman sebanyak 2 kali lipat
atau lebih. Karena itu bakteri bintil akar di dalam inokulan selain harus sesuai dan
efektif untuk inang bersangkutan, juga harus berdaya saing tinggi dan diberikan
dalam jumlah cukup (Alexander, 1997).
Sifat Rhizobium adalah keefektifan strain atau kemampuan untuk membentuk
bintil akar yang mempunyai potensi mengikat N udara. Tingkat keefektifan strain ini
bervariasi dengan kultivar tanaman, tanah, dan iklim pertumbuhan, serta mampu
berkompetisi dengan strain Rhizobium yang spesifik dan efektif. Di dalam tanah
terutama pada lahan yang baru dibuka atau pada tanah-tanah masam menyebabkan
kurangnya efektivitas dan jumlah Rhizobium di dalam tanah (Hanafiah,1994).
Kemampuan suatu bakteri bintil akar (Rhizobium) untuk menodulasi suatu
inang tertentu disebut infektivitas, sedangkan kemampuan relatif suatu asosiasi antara
bakteri dan tumbuhan untuk megasimilasi N2 disebut efektivitas. Tidak semua bakteri
bintil akar mampu menginfeksi tanaman legume, disamping itu galur bakteri yang
infektif belum tentu efektif. Jadi, adanya bintil akar tidak menjamin bahwa suatu
tanaman legume dapat memanfaatkan N2 (Rao, 1994).

Spesies Rhizobium menginfeksi inang-inang spesifik, bebrapa dapat
berkembang lebih cepat dari yang lainnya, dimana masalah kespesifikasian ini dapat
diatasi seperti pada Phaseolus vulgaris dan R. leguminosarium. Bintil normal
terbentuk tetapi fiksasi nitrogen tidak terjadi. Hal ini dapat bervariasi di dalam
infektivitas dan efektivitas antara strain-strain (Anggraini, 2000).

E. Peranan Rhizobium
Pada kondisi pertumbuhan yang baik, pengikatan N simbiosa mampu
memenuhi 70% kebutuhan tanaman akan N. Tanaman kedelai yang bersimbiosis
dengan bakteri Rhizobium mampu mengikat nitrogen udara sekitar 65-115 kg
N/ha/th/musim tanam. Legume berbintil meyumbang cukup banyak nitrogen
terfiksasi ke dalam biosfer. Tidak semua legume memiliki bintil dalam sistem
perakarannya dan diketahui pula bahwa beberapa bentuk pohon tidak memiliki bintil
sama sekali (Rao, 1994).
Simbiosis antara tanaman legume dengan bakteri Rhizobium ditandai dengan
terbentuknya bintil akar yang mengandung sel Rhizobium. Di dalam akar legume,
Rhizobium secara kimia mampu mengikat nitrogen bebas dari atmosfer dan
merubahnya menjadi ammonia (NH3) dimana produk tersebutlah yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman inang untuk pertumbuhannya, sedangkan Rhizobium
sendiri memperoleh karbohidrat dari tanaman inangnya (Anggraini, 2000).
Masing-masing legume dapat diinokulasi oleh jenis Rhizobium yang spesifik,
misalnya Rhizobium japonicum hanya terdapat pada tanaman kedelai, sedangkan
Rhizobium leguminosarium terdapat pada jenis ercis atau kapri. Kekhususan tersebut
perlu diperhatikan agar inokulasi yang kita lakukan tidak sia-sia. Walaupun kita telah
mengetahui adanya kekhususan dalam simbiosis antara tanaman dengan legume
dengan Rhizobium, ternyata mekanisme mengapa fenomena ini terjadi belum
diketahui secara jelas (Islami dan Utomo, 1995).

Strain Rhizobia yang tidak efektif akan membentuk bintil akar yang tidak
efektif juga, bintil akar yang tidak efektif umunya berukuran kecil, putih dan
menyebar pada seluruh sistem perakaran. Sebaliknya, strain Rhizobium yang efektif
akan membentuk bintil akar yang efektif pula. Strain ini hanya membentuk bebrapa
bintil tetapi berukuran lebih besar, berwarna merah yang disebabkan oleh adanya
pigmen-pigmen leghaemoglobin dan berbentuk pipih memanjang serta terletak dekat
akar-akar utama (Labeda, 1992).
Peristiwa masuknya bakteri dari tanah ke dalam akar kacang kedelai sampai
terjadi proses pembentukan bintil akar dan aktif mengikat nitrogen dari udara,
dimulai dari masuknya bakteri ke dalam rambut akar yang masih muda dengan jalan
mencari bagian-bagian yang lunak, terutama pada jaringan kulit luar yang telah rusak.
Namun, ada kalanya bakteri dapat menembus jaringan kulit yang masih utuh,
kemudian bakteri tadi menetap dan membentuk bintil akar (Suprapto, 1995).
F. Hipotesis
1. Adanya bakteri Rhizobium yang terdapat pada tanah gambut yang baru
pertama kali ditanami tanaman kacang kedelai (Glycine max (L.) Merril).
2. Adanya perbedaan efektivitas dan infektivitas bakteri Rhizobium yang
berasal dari tanah gambut yang diambil dari beberapa lokasi.

III.

TATA CARA PENELITIAN

A. Rencana Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi dan Green
House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian akan
dilakukan pada bulan Oktober 2018 sampai Januari 2019.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: tanah gambut yang diambil
dari daerah Sambas Provinsi Kalimantan Barat, HgCl2, alkohol, etanol,

Congo red

(25ppm), Brom Thymol Blue (25 ppm), benih kedelai, pasir steril, larutan hara, media
Yeast Mannitol dengan komposisi K2HPO4 0,25 g, MgSO4 7H2O 0,1 g, agar 4,5 gr,
Nacl 0,05 g, Mannitol 5 g, yeast ekstrak 0,25 g yang dilarutkan dalam 500 ml
aquadest.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, colonicounter,
petridish, shaker, gelas ukur, Erlenmeyer, mikro pipet, besek pembibitan, penggaris,
timbangan, jarum ose, ember plastik, dan baskom.
C. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode percobaan di Green House dengan
menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial yang menguji 10
tanah gambut yang diambil dari beberapa tempat termasuk 1 kontrol (ditambah isolat
Rhizobium) dan 1 tanah regosol di sekitar GH sehingga diperoleh 12 unit percobaan.

Tabel 1. Seluruh Unit Percobaan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Isolat
Kontrol
RGH
G1
G2
G3
G4
G5
G6
G7
G8
G9
G10

Asal
Ditambahkan Isolat Rhizobium
Tanah Regosol GH
Tanah Gambut Lokasi 1
Tanah Gambut Lokasi 2
Tanah Gambut Lokasi 3
Tanah Gambut Lokasi 4
Tanah Gambut Lokasi 5
Tanah Gambut Lokasi 6
Tanah Gambut Lokasi 7
Tanah Gambut Lokasi 8
Tanah Gambut Lokasi 9
Tanah Gambut Lokasi 10

D. Tata Laksana Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu:
1. Pengambilan Sampel
Sampel tanah gambut diambil di beberapa lokasi di daerah Kabupaten Sambas
Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki ketinggian 26-100 m dpl.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metoda komposit.
Masing-masing titik diambil sebanyak 5 kg pada kedalaman 0-20 cm dan 2040 cm kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, diikat dan diberi
label. Untuk mengisolasi Rhizobium dari tanah tersebut, maka tanah tersebut
terlebih dahulu ditanami dengan tanaman leguminosa yang bersimbiosis
dengan Rhizobium yang akan diisolasi. Pada umur tanaman 2 bulan, bintil
akar tanaman legume tersebut diambil dan selanjutnya digunakan untuk
isolasi Rhizobium.
2. Sterilisasi Alat

Alat-alat yang terbuat dari logam dan kaca dicuci bersih, kemudian setelah
dibungkus menggunakan kertas paying, seluruh alat disterilkan dalam autoklaf
dengan temperature 121°C tekanan 1 atm selama 30 menit. Bahan-bahan
untuk formulasi disterilkan menggunakan autoklaf dengan temperature 121°C
tekanan 1 atm selama 30 menit.
3. Pembuatan medium YMA dan YMC
Media Yeast Mannitol Agar (YMA) digunakan untuk identifikasi isolat yang
didapat dari tanah gambut yang ditanami Kedelai. Media Yeast Mannitol Cair
(YMC) digunakan untuk perbanyakan isolat dan dijadikan sebagai inokulum
untuk diaplikasikan ke tanaman kedelai yang ditanam pada medium pasir.
Seluruh bahan YMA dan YMC dilarutkan dan dipanaskan hingga homogen,
pH 6,5-7, medium harus steril.
4. Isolasi Mikroorganisme Rhizobium
Isolasi Rhizobium dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi. Isolasi
Rhizobium dari tanah gambut yang sebelumnya sudah ditanami Kedelai untuk
pertama kalinya dilakukan dengan menggunakan metode streak (gores).
Pertama, diambil bintil akar dari tanaman kedelai yang berukuran besar
kemudian dilakukan sterilisasi bintil dengan cara membersihkan bintil akar
dengan air mengalir kemudian direndam dengan alkohol 96% setelah itu
direndam dengan HgCl2 sekitar 2-3 menit kemudian dibilas dengan air steril.
Setelah itu, bintil akar dipecah dan diambil 1 ose kemudian digoreskan pada
media Yeast Mannitol Agar (YMA) yang ditambahkan dengan 10 cc larutan
25 ppm Congo Red (larutkan 250 mg Congo Red ke dalam 100 ml air setelah
itu diambil 10 ml larutan stock congo red tersebut dan larutkan dalam 1L
YMA). Kemudian diamati apabila terbentuk koloni berwarna merah jambu
berarti koloni tersebut adalah koloni Rhizobium, serta dengan menggunakan
Brom Thymol Blue (25 ppm) yang berfungsi untuk mengetahui apakah bakteri
tersebut termasuk golongan Rhizobium atau Bradyrhizobium (0,5 g Brom

Thymol Blue dilarutkan di dalam 100 ml etanol, setelah itu 5 ml larutan stock
BTB tersebut dilarutkan ke dalam 1L YMC), kemudian diamati perubahan
warna pada bidang goresan, jika isolate tersebut berwarna biru maka termasuk
golongan Rhizobium, sedangkan bila berwarna kuning, maka digolongkan
pada golongan Bradyrhizobium.
5. Sterilisasi Pasir
Pasir sebanyak 40 kg dimasukkan ke dalam ember besar yang tidak berlubang
kemudian disiram air sampai tergenang, lalu dituangkan HCl pekat dan
dibiarkan selama 24 jam, kemudian pasir disterilkan dengan air sebagai
pembilas dan diamkan pasir selama 3 hari.
6. Penyemaian
Dilakukan penyemaian benih tanaman kedelai pada media pasir yang telah
disterilkan sampai tanaman berumur 7 hari.
7. Pembuatan Inokulum
Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil isolasi diambil 1 ose kemudian
diperbanyak pada media Yeast Mannitol Cair (YMC).
8. Penanaman dan Perawatan
Penanaman bibit kedelai ke dalam gelas aqua yang berisi pasir steril dilakukan
saat tanaman berumur 7 hari, bersamaan dengan itu dilakukan aplikasi dengan
cara pemberian 5 ml inokulum pada setiap tanaman. Penanaman dilakukan
dengan menanam 1 bibit per gelas aqua. Selama masa tanam, dilakuakan
pemberian larutan hara yang tidak mengandung N ke media tanam untuk
mensuplai kebutuhan hara tanaman. Proses penyiraman dilakukan secara
berkala dengan menggunakan takaran yang sama untuk setiap tanaman, yaitu
25 ml tiap tanaman 2 kali sehari (pagi dan sore).

9. Panen
Setelah tanaman berumur 2 bulan dilakukan pemanenan.
E. Variabel Pengamatan
Dalam penelitian ini, variabel pengamatan yang diamati untuk mengetahui
tingkat infektivitas ialah jumlah bintil akar (dihitung seluruh bintil yang terbentuk)
dan berat kering bintil akar (ditimbang dengan satuan gram setelah diovenkan pada
suhu 70°C selama 24 jam). Sedangkan untuk mengetahui tingkat efektivitas, variable
yang diamati ialah berat kering tajuk (ditimbang dengan satuan mg setelah dioven
pada sushu 70°C selama 48 jam dan serapan N tanaman (mg/tanaman) dengan
mengalikan berat kering tajuk dengan kadar N tanaman menggunakan metode
Kjeldahl.

F.

Analisis Data

Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel, sedangkan hasil akhir
dianalisis sidik ragam (Analysis of variance) menggunakan uji F pada tingkat
kesalahan α 5%. Untuk perlakuan yang berbeda nyata diuji lebih lanjut dengan uji
jarak berganda Duncan (DMRT).

G.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kegiatan
Pengambilan
Sampel Tanah
Penanaman
Kedelai
Sterilisasi Alat
Pembuatan
Medium
Isolasi dan
Identifikasi
Sterilisasi Pasir
Penyemaian
Pembuatan
Inokulum
Penanaman dan
Aplikasi
Penyiraman
Pemupukan
Pemanenan
Analisis Data

Jadwal Kegiatan

Oktober
1
2
3

4

November
1
2
3

Desember
Januari
4 1
2 3 4
4 1 2 3

DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. Jhon willey and Son Inc,
New York.
Anggraini, T. 2000. Sifat-Sifat Kimia Tanah Gambut. Makalah Ilmiah. Pasca Sarjana
USU, Medan.
Hardjowigeno, S. 1993. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Islami, T., dan Utomo, W. H. 1995. Hubungan Air, Tanah, dan Tanaman. IKIP
Semarang Press, Semarang.
Labeda, D. P. 1992. Isolation of Biotechnologycal Organism from Nature. Mcgraw
Hill Publishing Company, New York.
Lakitan, B. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press, Jakarta.
Lopulisa, C. 1993. Klasifikasi Gambut di Indonesia Menurut Soil Taxonomy dalam
Upaya Meningkatkan Pemahaman Tentang Sifat dan Potensinya. Prosiding
Seminar Gambut II HGI, Jakarta.
Lynch, J.M. 1983. Soil Biotechnology. Butler and Tanner Ltd, Frome and London.
Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Kanisius, Jakarta.
Rachman, A. M. 1986. Pengaruh Inokulasi Rhizobium Japonicum frank, Pemupukan,
Molibdouch, dan Kobalt terhadap Produksi dan Jumlah Bintil Akar
Tanaman Kedelai pada Tanah Podsolik Plintik. Fakultas Pertanian UNSRI,
Palembang.
Rao, N.S. 1994. Soil Microorganism and Plants Growth. Jhon willey and Sons Inc,
New York.
Rianto, F., Suryadi., dan J. Gunawan. 1997. Penggunaan Lumpur Laut dan Bakteri
Bintil Akar dalam Upaya Peningkatan Produksi Kedelai di Lahan Gambut.
Prosiding Seminar Gambut III. HGI UISU, Medan.
Suprapto. 1995. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suszkiw, J. 2001. Rhizobium to the Rescue. Agricultural Research Service.

Sutedjo, M., A. G. Kartasapoetra dan R. D. S. Sastroamodjo. 1996. Mikrobiologi
Tanah. Rineka Cipta, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lay out Penelitian
a. Lay out Penelitian pada Green House
G6

G2

G8

G3

K

G9

G5

G7

G4

G1

G10

RGH

Keterangan:
G

= Asal Tanah Gambut

K

= Kontrol

RGH

= Asal Tanah Regosol Green House

1,2,3,dst= Lokasi Pengambilan Tanah Gambut