T2 752016031 BAB III

BAB III
Penggunaan Musik Gamelan dalam Ibadah Minggu di GKJ Salatiga Selatan

Profil GKJ Salatiga Selatan1
GKJ Salatiga Selatan awalnya berada di daerah Mrican Ringinawe sejak tahun
1955 dan terus bertambah sampai tahun 1962. Jemaat GKJ Salatiga tersebar di dukuh
Mrican, Ringinawe, Ngaglik, Pendem, Tlogo, dan Sidoharjo yang jumlahnya masih
sedikit berani menampakan diri sebagai saksi-saksi Tuhan di tengah masyarakat.
Beberapa keluarga Kristen yang tersebar di tempat tersebut sudah aktif mengikuti
kebaktian minggu dengan warga GKJ Salatiga yang mengadakan kebaktian pada
pukul 09.00 dengan meminjam gedung GKI di Jalan Jendral Sudirman Salatiga.
Majelis GKJ Salatiga mengetahui ada warga jemaat yang berasal dari daerah Mrican
Ringinawe dan sekitarnya. Kemudian ada upaya untuk mengadakan pelayanan untuk
memelihara kehidupan imannya. Majelis GKJ Salatiga dalam rapat majelis pleno
menugasi Majels GKJ Salatiga blok Nanggulan (sekarang GKJ Salatiga Timur) untuk
mengadakan perkunjungan serta pelayanan gerejawi bagi warga jemaat GKJ Salatiga
yang berdomisili di daerah Mrican Ringinawe dan sekitarnya. Dengan tugas
pelayanan tersebut, maka mulai ada kegiatan perkunjungan, persekutuan doa,
sarasehan, pemahaman Alkitab, serta pemasyuran Injil. Setelah terjadi gerakan G.30
S/PKI pada tahun1965, situasi politik, ekonomi yang tidak menentu, harga
pendapatan rakyat yang rendah sehingga banyak orang yang hidupnya menderita,

sengsara, dan gelisah. Pemerintah berusaha membersihkan sisa-sisa oknum PKI dan
organisasi massa dengan mengadakan penangkapan dan dimasukan ke dalam tahanan

1

GKJ Salatiga Selatan, Bertumbuh dalam persekutuan yang damain dan penuh berkat, Salatiga,
2012. 5-29.

53

politik. Dengan demikian GKJ Salatiga terpanggil untuk mengambil bagian melayani
dengan memberikan penyuluhan agama kepada orang-orang yang membutuhkan
penghiburan serta memberikan rasa aman yang berisi berita keselamatan yang asalnya
dari Tuhan Yesus. Pada waktu itu orang-orang membutuhkan pelayanan cukup
banyak sehingga mmbutuhkan relawan untuk memberikan penyuluhan agama
Kristen. Pada tahun 1968-1970 tempat ibadah pindah dari GKI Salatiga ke kompleks
sinode GKJ sehingga jemaat dari Mrican cukup jauh untukk beribadah. Setelah
diadakan pemasyuran

Injil ternyata jumlah semakin bertambah banyak. Warga


jemaat daerah Mrican dan sekitarnya tetap rajin mengikuti kebaktian Minggu
walaupun jaraknya cukup jauh. Hal tersebut mendorong majelis GKJ Salatiga untuk
memikirkan warga jemaat yang berada di pepanthan Mrican untuk mengadakan
ibadah sendiri agar pelayanan dan pemeliharaan kehidupan iman lebih terawat secara
efektif. Pada awal tahun 1969 Majelis GKJ dalam rapat pleno memutuskan pepanthan
Mrican untuk mengadakan ibadah sendiri. Berdasarkan keputusan Majelis GKJ
tersebut, maka warga jemaat di pepanthan Mrican bersiap-siap untuk membenahi
tempat kebaktian. Tempat kebaktian yang disiapkan adalah menggunakan bangunan
bekas gudang pupuk yang ada di Ringinawe. Setelah persiapan cukup, pada
pertengahan tahun 1969 mulai mengadakan kebaktian sendiri dengan status pepanthan
dengan nama pepanthan Mrican Ringinawe di bawah asuhan GKJ Salatiga blok
Nanggulan. 2
Kebaktian awal-awal dimulai pukul 09.00 dengan bahasa Jawa yang dihadiri
kurang lebih 20 orang. Dalam ibadah tersebut dilayani oleh majelis GKJ Salatiga blok
Nanggulan. Pada tahun 1971 gedung kebaktian tersebut roboh karena diterpa oleh

2

GKJ Salatiga Selatan, Bertumbuh dalam persekutuan yang damain dan penuh berkat, Salatiga,

2012. 5-29.

54

hujan dan angin sedangkan bahan bangunan tidak kuat. Setelah tempat kebaktian
roboh, kebaktian berikutnya dipindahkan ke rumah jemaat dari 15 febuari 1972- 1972,
karena jemaat tersebut pindah tugas ke Irian Barat. Selanjutnya ibadah tersebut
dipindahkan ke rumah jemaat lain sejak 1973-1974. Pada tahun 1971 Panitia Proyek
kecil GKJ Salatiga membelikan tanah milik YKR yang ada di Ringinawe yaitu tanah
yang sekarang menajdi kompleks GKJ Salatiga Selatan. Warga jemaat berhasil
mengumpulkan dana kemudian dibantu oleh GKJ Salatiga dan mendapat sumbangan
bahan bangunan dari bongkaran gedung sinode. Pada awal 1974 secara gotong royong
warga jemaat blok Mrican Ringinawe mulai membangun gedung gereja.
Pada tanggal 25 desember 1974 gedung gereja yang terbuat dari batu bara belum
diplester dan lantai masih tanah diresmikan penggunannya bersama dengan natal
1974. Sejak saat itu kebaktian minggu dapat menampung 60 orang. Kebaktian di
gedung baru dirasakan semakin nyaman tenang dan cukup representatif tidak
terganggu kebisingan kendaraan yang lewat. Jumlah warga jemaat semakin
bertambah, baik berasal dari warga pindahan maupun melalui baptis suci. Setelah
berjalan beberapa tahun gedung semula cukup besar ternyata sudah tidak nyaman dan

sempit. Untuk mengatasi sempit warga mengumpulkan dana untk memperluas
gedung. Memperhatikan kondisi kebaktian di blok Mrican Ringinawe yang tidak
representatif, maka dalam rapat pleno majelis GKJ Salatiga menetapkan aula SPG
Kristen Widya Tama dipergunakan sebagai tempat ibadah. Sejak tahun 1975 aula
SPG Kristen dioergunakan sebagai tempat ibadah. 3

3

GKJ Salatiga Selatan, bertumbuh dalam persekutuan yang damain dan penuh berkat, Salatiga,
2012. 5-29.
55

Pada tahun 1980 gedung diperluas ke samping berbentuk huruf ‘L’. walaupun
telah diperluas, karena jumlah warga jemaat terus bertambha, terbukti pada waktu itu
berjumlah 98 KK dengan jumlah warga 190 orang. Setelah rapat pleno majelis GKJ
Salatigamenyetujui blok Mrican Ringinawe didewasakan, maka majelis blok
ringinawe mulai merencakan persiapan kedewasaan melalui: khotbah, berita jemaat,
sarasehan dan Persekutuan Pemahaman Alkitab. Percanangan dimulai tanggal 1
Januari 1985. Pada tanggal 27 oktober 1984 majelis blok Mrican telah membentuk
panitai persiapan pendewasan. Pada tahun 1985, panitia melalukan kegiatan: bidang

administrasi, kegiatran gerejawi, kegiatan persekutuan pemahaman Alkitab, kegiatan
katekisasi, kegitana komisi pemuda, komisi wanita jemaat, serta komisi sekolah
minggu. Setelah panitia persiapan pendewasaan melakukan berbagai kegiatan dan
persiapan ternyata warga semakin mantap dalam kehidupan bergereja. Hal ini terlihat
setiap kali ibadah jumlah jemaat yang hadir bertambah banyak serta mempunyai rasa
tanggung jawab dalam kehidupan bergereja.

Hal tersebut menjadi bahan usulan

majelis GKJ Salatiga dalam sidang klasis Salatiga IX di GKJ Wonorejo pada 29-31
Januari 1986. Sidang tersebut menyetujui blok Mrican untuk menjadi gereja dewasa.
Setelah diadakan visitasi oleh utusan Deputat Keesaan Klasis Salatiga, blok Mrican
pada tanggal 13 April 1987 mengadakan rapat jemaat dan warga jemaat menyetujui
pedewasan gereja blok Mrican Ringinawe.4
Dengan memperhatikan usulan materi dari GKJ Salatiga tentang pendewasaan
blok Mrican maka dalam sidang klasis di GKJ Bandungan

pada tanggal 27-29

Januari 1987, sidang memutuskan bahwa blok Mrican menjadi gereja dewasa dengan

nama Gereja Kristen Jawa Salatiga Selatan. Wilayah pelayanan meliputi Tegalrejo
permai, bulu, Magersari, Tegalrejo, Ringinawe, Mrican Ringinanom, PANAR (
4

GKJ Salatiga Selatan, Bertumbuh dalam persekutuan yang damain dan penuh berkat, Salatiga,
2012. 5-29.
56

Pendem, Argomas, Ngaglik, Argomulyo) dan wilayah Sidoharjo. Jenis kegiatan
dalam GKJ Salatiga Selatan yaitu kegiatan persekutuan pemahaman alkitab, kegiatan
sekolah minggu, kegiatan komisi wanita jemaat, kegiatan pemuda jemaat, kegiatan
paguyuban Adiyuswa, kegiatan koor keluarga, kegiatran sosial.
Setiap minggu GKJ Salatiga Selatan menggunakan Liturgi ibadah yang
berbeda-beda. Pada minggu I-IV menggunakan liturgi berbeda, sedangkan minggu ke
V menggunakan liturgi I. Secara keleuruhan menyangkup 4 aspek yaitu Votum dan
Salam, Pengakuan, Pembacaan Firman, Persembahan, Pengakuan Iman Rasuli dan
berkat. Warga Jemaat GKJ Salatiga Selatan berjumlah 277 Kepala Keluarga,
diantaranya warga laki-laki berjumlah 501 orang sedangkan warga perempuan
berjumlah 520 orang. Warga jemaat mempunyai bermacam-macam pekerjaan
diantaranya dosen, guru, polisi, pegawai swasta, pedagang, buruh pabrik. Gereja

Kristen Jawa Salatiga Selatan mempunyai kategori anak, remaja, wamuda, warga
dewasa dan Adiyuswa. Gereja Kristen Jawa Salatiga Selatan merupakan salah satu
gereja pertama di Salatiga yang menggunakan musik gamelan sebagai pengiring
musik dalam ibadah Minggu. Penggunaan musik gamelan dalam ibadah dilakukan
setiap minggu pertama di awal bulan, sedangkan minggu IV menggunakan formasi
band pemuda. Pada jadwal ibadah minggu pertama, jemaat yang hadir diharapkan
menggunakan batik. Ibadah GKJ Salatiga Selatan dilaksanakan pukul 07.00 dan 09.00
WIB. Selain itu, dalam ibadah GKJ Salatiga Selatan memiliki dua kelompok
pengiring musik gamelan yaitu kelompok Adiyuswa (Lanjut Usia) dan kelompok
Warga Muda Dewasa (Wamuda). Jadwal latihan masing-masing kelompok ini pun
berbeda. Latihan untuk kelompok Adiyuswa dilakukan setiap hari Kamis Pukul 16.00
WIB sedangkan latihan kelompok Wamuda dilakukan setiap hari Minggu pukul 11.00

57

WIB. GKJ Salatiga Selatan memiliki 3 pepanthan yaitu Sruwen, Pranggen, dan
Ngasinan.
Sejarah penggunaan Musik Gamelan di GKJ Salatiga Selatan
Berdasarkan hasil penelitian, asal mula musik gamelan dibedakan mnjadi dua
yaitu alat baku dan alat pengrawit. Alat-alat baku sifatnya harus ada, tetapi yang

menciptakan keindahan adalah pengrawit. Berdasarkan beberapa musik gamelan
mempunyai fungsi-fungsi yang berbeda-beda . Alat musik bonang selalu mengawalii
gendhing (lagu). Alat musik Kendhang sebagai pemimpin tempo permainan atau
pada saat pindah irama. Alat musik slenthem , saron demung yaitu saling mengisi
dalam kegembiraan ( artinya jika nadanya lembut maka memainkannya dengan
lembut, jika nadanya gembira maka memainkannya dengan semangat atau kasar).
Alat musik Gong dan kethuk yaitu memberi tanda masuk bait. Berdasarkan semua
alat musik gamelan berarti dibutuhkan sebuah kerjasama dalam memainkan alat
musik gamelan sehingga menghasilkan sebuah harmonisasi nada yang lembut dan
selaras. Dalam hal ini dibutuhkan seorang pemimpin, pembimbing, suasana gembira,
keindahan dan memberi batas-batas. Jika tidak mengikuti kendhang maka semua akan
kacau dan tidak menjadi harmoni. Semua alat musik gamelan mempunyai peran-peran
yang berbeda

dan penting dalam sebuah pertunjukan khususnya dalam Liturgi

Ibadah. Dalam Liturgi ibadah mempunyai unsur-unsur didalamnya. Semua hal
tersebut harus saling kait-mengkait sehingga menciptkan sebuah liturgi yang
bermakna dalam kehidupan sehari-hari. Sama halnya dengan musik gamelan
mempunyai unsur-unsur yang saling berkaitan sehingga dalam unsur tersebut

bermakna dalam kehidupan yaitu kerjasama, kebersamaan, harmonisasi yang indah,

58

persekutuan dan ungkapan syukur kepada Tuhan. 5 Secara etimolgi, karawitan berasal
dari kata rawit, yang berarti halus. Karawitan dikonsepkan untuk membuat aransemen
yang halus dan untuk mengasah kehalusan budi. Karawitan tidak dibuat musik
dinamis, melainkan musik yang lembut dan mengalun. Seniman-seniman terdahulu
membuat musik gamelan tidak instan, tetapi dibutuhkan permenungan, meditasi
dalam membuat musik. Impian serta suasan batin tersebut dituangkan dalam membuat
komposisi musik gamelan, sehingga hasilnya halus, tidak semarak musik gamelan di
Bali, dan tidak riang seperti musik gamelan di Sunda. Dalam karawitan pola atau
patternnya jelas bahkan dalam konsep pewayangan, ada tiga pathet yang
menggambarkan kehidupan manusia, yaitu fase kelahiran, fase kehidupan, dan fase
mendekati kematian. Hal tersebut menggambarkan siklus kehidupan manusia. Dalam
hal filosofi gamelan yaitu mengasah kehalusan budi dan semakin mendekat kepada
yang Ilahi. Dalam perkembangannya musik-musik tersebut digunakan untuk memuji
pemerintahan, mendorong jiwa muda, melihat kondisi pada saat tertentu. Musik
gamelan mempunyai kaitan erat dengan wayang. Gamelan Bali memiliki musik yang
dinamis, musik gamelan Sunda memiliki musik yang riang dan bisa membuat orang

menari, sedangkan gamelan Jawa memiliki musik yang halus.6
Filosofi musik gamelan dapat dilihat juga seperti apa yang sudah Ki Hajar
Dewantara nyatakan ada tiga yaitu: Ing Ngarsa sung tuladha, Ing Madya mangun
karsa dan Tut wuri handayani. Ing ngarsa sung tuladha sebagai orang yang depan

yaitu ada orang yang mencotoh. Ing madya mangun karsa sebagai orang yang
ditengah yaitu orang yang mendukung didepan. Tut wuri handayani sebagai orang
dibelakang, artinya orang mengikuti apa yang sudah dicontohkan didepan dan
ditengah. Berdasarkan ketiga hal tersebut menggambarkan bahwa dalam bermain
5

6

“P , Wawa cara Je aat, “alatiga, Juli
.
AG, Wawancara Jemaat, Salatiga, 24 Agustus 2017.
59

gamelan dibutuhkan sebuah kerjasama dan komitmen antara musik yang satu dengan
yang lain, sehingga dalam bermain gamelan menghasilkan sebuah harmonisasi yang

indah dan orang yang mendengarkannya dapat merasakan apa yang dimainkan. Selain
itu filosofinya, yaitu mengolah rasa yang kuat, artinya dalam memainkan alat musik
gamelan dibutuhkan sebuah rasa yang kuat dan menyatu dengan alatnya, sehingga ia
dapat mengolah rasa sedemikian kuat dan menghasilkan nada-nada yang indah.
Orang-orang asing yang bermain gamelan tidak bisa sembarangan untuk bermain
gamelan, karena bermain gamelan dibutuhkan olah rasa yang kuat dan alat musik ini
berbeda dengan alat musik Barat seperti piano maupun alat musik lainnya.7
Berdasarkan hasil penelitian, sejarah musik gamelan berada di GKJ Salatiga
selatan berawal dari seluruh gereja Jawa Tengah mengadakan koordinasi bahwa akan
mengadakan sarasehan tentang musik gamelan untuk mengiringi ibadah. Setiap
wilayah mengirim salah satu untuk mewakili. Lalu setelah saya menggarap musik
gamelan di GKJ Salatiga Selatan. Hasilnya bisa berkembang jikalau setiap gereja
mempunyai gamelan. GKJ Salatiga Selatan merupakan salah satu gereja pertama di
Salatiga yang menggunakan musik gamelan dalam mengiringi ibadah. Sebelumnya
GKJ Salatiga Selatan berlatih di hotel maya yang mempunyai gamelan untuk
digunakan latihan. Pada akhirnya pihak gereja mengadakan rapat untuk memikirkan
musik gamelan. Pada akhirnya pihak gereja menyetujui adanya musik gamelan dalam
ibadah. Dimulai dari suatu ide sesuai dengan orang Jawa supaya ciri khas Jawa masih
melekat walaupun lagu-lagu ibadah bisa diringi musik Jawa. Ide tersebut sudah lama
pada 1995 dari satu tokoh. Ternyata setelah dilakukan berjalan dengan baik dan bisa
membuat, maupun mengubah lagu. Orang tersebut merupakan ahli karawitan dan
beragama Kristen. Sampai sekarang disebarkan ke daerah-daerah lain dan dianjurkan
7

̌LA , Wawancara Jemaat, Salatiga, 13 Juli 2017.
60

untuk bisa menggunakan gamelan dalam lagu-lagu ibadah. Pada tahun 2013
kelompok Adiyuswa membeli musik gamelan sendiri.

8

Setelah membeli musik

gamelan, diserahkan kepada gereja untuk bisa berlatih musik gamelan. Lalu pada
tahun 2015, kelompok Adiyuswa mulai mengiringi musik gamelan dalam ibadah
minggu. Dengan berjalannya waktu, kelompok Wamuda ikut berlatih bermain musik
gamelan.9 Dalam memainkan musik gamelan tersebut ada dua kelompok yaitu
Adiyuswa dan wamuda. Kelompok Adiyuswa lebih berlanjutan berlatih dibandingkan
wamuda. Sampai dengan sekarang kelompok tersebut masih berlatih dan setiap
bulannya bergantian dalam mengiringi ibadah. Kelompok Adiyuswa berlatih setiap
hari kamis pukul 16.00 WIB, sedangkan Wamuda berlatih setiap hari minggu pukul
11.00 WIB.10
Setelah melihat sejarah penggunaan musik gamelan, penulis menampilkan
melampirkan foto-foto pada saat penulis mengikuti ibadah Minggu dimana kelompok
Adiyuswa mengiringi musik gamelan dalam ibadah Minggu.
Pada tanggal 2 April 2017

8
9
10

“ , Wawa cara Je aat, “alatiga, Ju i
.
“P , Wawa cara Je aat, “alatiga, Ju i
.
PW , Wawa cara Pe deta, “alatiga, Ju i
.
61

Pada tanggal 4 Juni 2017

Pemahaman Warga Jemaat mengenai musik Gamelan dalam Liturgi ibadah
Minggu
Berdasarkan hasil penelitian, pemahaman pertama mengatakan bahwa dalam
melaksanakan liturgi ibadah selalu menggunakan musik. Jika memperhatikan GKJ,
kata Jawa bukan hanya tempat tetapi budaya. Memasukkan budaya Jawa berupa
musik gamelan dalam liturgi artinya ‘menjawakan’ ibadah sehingga identitas Jawa
tetap ada dan tidak hilang. Bukan hanya musik gamelan tetapi bahasa Jawa. Identitas
yang dimaksudkan berupa bahasa Jawa dan musik gamelan. Musik Gamelan masuk
dalam Liturgi ibadah Minggu bertujuan untuk menjaga kekhusukan dalam ibadah
sehingga jemaat dapat beribadah dengan baik. Budaya musik gamelan dimasukan
dalam liturgi untuk menjaga kekhusukan ritual dalam ibadah, bagaimana warga
jemaat

bisa beribadah dengan baik, disitulah peranan musik ditampilkan,

11

Pemahaman kedua, bahwa musik Gamelan dalam Liturgi ibadah merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga ibadah menjadi hikmat dan menyentuh
jemaat yang hadir dalam ibadah. GKJ bukan hanya tempat di Jawa, tetapi budaya
Jawa, sehingga ditampilkan dalam Liturgi ibadah minggu yang mempunyai harapan
11

“P , Wawa cara Je aat, “alatiga,

Ju i
62

.

nuansa Jawa tidak hilang.12 Pemahaman ketiga, bahwa musik gamelan adalah musik
trradisi Jawa yang harus dipertahankan. Musik gamelan dalam Liturgi ibadah
berfungsi mewarnai tradisi Jawa, sehingga budaya Jawa terlihat dalam Liturgi ibadah.
Musik gamelan dalam Liturgi ibadah tidak hanya nada tetapi mengembangkan
perasaan seperti kelembutan, selaras, kerjasama, harmoni.13 Pemahaman keempat,
bahwa penggunaan musik gamelan dalam Liturgi ibadah merupakan kesatuan yang
baik, mengingat banyak gereja saat ini yang bertempat tinggal di daerah Jawa kurang
menjunjung adat Jawa itu sendiri. Musik Gamelan dalam liturgi ibadah harus dihayati
dan dirasakan oleh masing-masing jemaat sehingga keduanya saling berkaitan dan
mempunyai porsi yang sama. Alat musik gamelan dalam Liturgi ibadah merupakan
sebuah promosi yang dilakukan gereja terhadap jemaat diluar Jawa.14 Pemahaman
kelima, bahwa musik gamelan dalam liturgi ibadah merupakan suatu kesatuan yang
saling mengikat dan tidak terpisahkan sehingga keduanya mempunyai peranan
penting. Dengan menggunakan musik gamelan dalam ibadah ia merasa lebih Jawani
dan berpendapat bahwa masih ada gereja yang mempertahankan budaya ditengah
zaman yang sudah modern.15
Pemahaman keenam, bahwa musik Gamelan dalam liturgi ibadah adalah suatu
perpaduan dan kolaborasi yang indah dan unik, karena melalui musik dan liturgi yang
indah dapat memberikan energi, semangat dan pendalaman akan kehadiran Yesus.
Penggunaan musik Gamelan itu unik dan jarang digunakan dalam Liturgi ibadah
Minggu, sehingga GKJ Salatiga Selatan menggunakan musik gamelan dalam Liturgi
ibadah. Selain itu musik gamelan mempunyai khas tersendiri dibandingkan alat musik

12
13
14
15

L , Wawa cara Je aat, “alatiga, Ju i
.
PW , Wawa cara Pe deta, “alatiga, Ju i
.
VA , Wawa cara Je aat, “alatiga, Ju i
.
W , Wawa cara Je aat, “alatiga, Ju i
.
63

yang lain.16 Pemahaman ketujuh, bahwa musik gamelan dalam Liturgi ibadah
merupakan satu kesatuan yang harmoni dan khusuk, khususnya sebagai orang Jawa.
Musik gamelan merupakan musik khas Jawa sehingga melalui melodi, syair Jawa
maupun Liturgi dapat membuat ibadah mempunyai perasaan menyejukan, mengena,
tenang, dan menyentuh. Jika dinyanyikan dengan bahasa Jawa lebih mengena dan
mendalam.17
Pemahaman kedelapan, musik gamelan dalam Liturgi ibadah merupakan
sarana mngiringi ibadah minggu dan menjadi satu-kesatuan dengan liturgi. Musik
Gamelan dalam liturgi ibadah merupakan manifestasi puji-pujian kepada Tuhan
dengan adanya budaya Jawa (Gamelan). Artinya musik gamelan dalam Liturgi
merupakan ungkapan pujian, penyembahan jemaat kepada Tuhan dan musik gamelan
bersifat kesukuan. Musik gamelan mempunyai kekhasan sendiri dalam ibadah,
khususnya menampilkan lagu-lagu Jawa. Penggunaan musik gamelan di GKJ Salatiga
Selatan masih belum diterima 100 persen, melainkan 80 persen karena ada warga
GKJ yang bukan dari daerah Jawa, sehingga sangat sulit untuk menyesuaikan.18
Pemahaman kesembilan, bahwa musik gamelan dalam liturgi ibadah merupakan
sarana yang tepat sehingga dalam liturgi dan musik saling berkesinambungan dan
saling terkait satu dengan yang lain. Musik tidak bisa dilepaskan dari liturgi,
begitupun sebaliknya liturgi tidak bisa dilepaskan dari musik, dalam hal ini musik
gamelan. Musik gamelan merupakan sebuah identitas dari Gereja Kristen Jawa,
sehingga ada sesuatu yang berkaitan dengan Jawa dan ditampilkan budaya Jawa
seperti musik gamelan. Dengan menggunakan musik gamelan Jawa, menimbulkan
rasa menyanyangi dan melestarikan budaya Jawa. Ia berpendapat bahwa Tuhan

16
17
18

YE , Wawa cara Je aat, “alatiga, Ju i
“M , Wawa cara Je aat, “alatiga, Ju i
A“ , Wawa cara Je aat, “alatiga, Ju i
64

.
.

.

menciptakan semua alat musik baik dan semua itu demi kemuliaan dan memuji nama
Tuhan.19
Pemahaman kesepuluh, bahwa musik gamelan dalam liturgi ibadah merupakan
sebuah permainan bersama-sama dan dibutuhkan kerjasama antara satu dengan yang
lainnya sehingga terjadi harmonisasi yang indah dari permainan gamelan tersebut.20
Pemahaman kesebelas, bahwa musik gamelan merupakan musik tradisional yang
berasal dari Jawa. Musik gamelan dalam ibadah menimbulkan rasa mengena, bahasa
Jawa (nges) saat beribadah. 21 Pemahaman kedua belas, bahwa musik gamelan adalah
musik tradisional Jawa yang dikenal dengan gendang dan Gong. Musik gamelan
sering digunakan pada saat acara yang penting seperti upacara adat di Keraton. Musik
gamelan dalam Liturgi ibadah sangat baik dan mempunyai ciri khas tersendiri
dibandingkan musik lain. Musik gamelan mempunyai jiwa yang tenang dalam
mengalunkan nada sehingga jemaat dapat merasakan jiwa yang dihasilkan dari
permainan gamelan.22
Pemahaman ketiga belas, musik gamelan merupakan instrument musik yang
berasal dari budaya Jawa. Musik gamelan harus tetap dilestarikan dan dipertahankan.
Bapak ‘Yog’ mengutip perkataan wartawan senior yang mengatakan bahwa GKJ
merupakan benteng terakhir dalam mempertahankan budaya Jawa, sehingga GKJ
Salatiga menggunakan musik gamelan agar mempertahankan budaya Jawa yang
sudah ada.

Musik gamelan menghasilkan sebuah harmoni dan kerjasama antara

pemain sehingga jemaat dapat merasakan mengena dan halus dengan iringan musik

19
20
21
22

PK , Wawa
PY , Wawa
E“ , Wawa
AYP, Wawa

cara Je
cara Je
cara Je
cara Je

aat, “alatiga,
aat, “alatiga,
aat, “alatiga,
aat, “alatiga,

Ju
Ju
Ju
Ju
65

i
i
i
i

.
.
.
.

gamelan.23 Pemahaman keempat belas, bahwa GKJ Salatiga Selatan masih merintis
menggunakan musik gamelan dalam ibadah. Menurutnya, sebagaian nada-nada yang
ada di kidung Jawa merupakan nada mayor dan tidak tepat diiringi oleh musik
gamelan. Ada beberapa lagu yang sudah di aransemen ke musik gamelan, dan masih
banyak lagu yang belum diaransemen ke musik gamelan. Menurutnya, koleksi partitur
GKJ Salatiga Selatan belum banyak, sehingga beberapa lagu yang sudah diaransemen
dimainkan dalam ibadah Minggu. Dalam membahas liturgi, menurutnya hal tersebut
salah satu bentuk melestarikan budaya Jawa. Selain itu musik gamelan sangat
mendukung dalam liturgi ibadah, karena dalam bermain musik gamelan berhubungan
dengan bahasa Jawa, sehingga keduanya mendukung jalannya ibadah tersebut. Musik
gamelan dalam ibadah menghasilkan suasana yang mengena, lebih menyentuh emosi
kita untuk berkomunikasi dengan yang Ilahi.24
Pemahaman kelima belas bahwa dengan adanya musik gamelan sangat
mendukung dalam rangka Liturgi ibadah. Bapak ‘Ang’ menyoroti bahwa gereja ini
adalah GKJ, bukan hanya tempat di Jawa melainkan harus bisa melestarikan budaya
Jawa dan menjaga identitas Jawa dengan adanya musik gamelan. Namun bapak ‘Ang’
menambahkan bahwa GKJ Salatiga Selatan harus melalui proses dan perubahan yang
semakin matang, sehingga jemaat yang hadir dapat merasakan emosi dan perasaan
yang semakin mengena.25 Pemahaman keenam belas, bahwa pada awalnya musik
gamelan tidak difungsikan dalam mengiringi ibadah. Musik gamelan difungsikan
untuk mengiringi upacara di Keraton. Namun dalam perkembangannya gereja
menggunakan musik gamelan sebenarnya memberikan warna sentuhan Jawa. Lalu
seniman-seniman yang bergereja menambah permusikan dengan nuansa Jawa yaitu
Yog , Wawa cara Je aat, “alatiga, Juli
Andr , Wawancara Jemaat, Salatiga, 17 Juli 2017.
25
̌Ang , Wawancara Jemaat, Salatiga, 13 Juli 2017.
23

24

66

musik gamelan dalam mengiringi ibadah. Mengenai hal tersebut bergantung kepada
sarana dan prasarana gereja masing-masing, sehingga tiap gereja dapat membeli
musik gamelan dalam mengiringi ibadah. Tidak semua lagu-lagu dalam kidung Jawa
dapat diiringi musik gamelan. Pada dasarnya hampir sebagian lagu berirama diatonik,
sedangkan musik gamelan berirama pentatonik. Dalam hal ini lagu-lagu
menyesuaikan musik gamelan sehingga dapat diiringi dengan musik gamelan. Musik
gamelan dalam liturgi merupakan adanya dukungan gereja kepada kearifan lokal.
Bapak ’AG’ berpendapat bahwa musik gereja tidak hanya menggunakan musik dari
Barat yaitu Piano/organ melainkan dapat menggunakan musik gamelan sebagai
pengiring ibadah. Musik gamelan dalam liturgi membuat suasana lebih halus, tenang
dan mengena. Hal tersebut berkaitan dengan musik gamelan bahwa nada musik
gamelan lembut dan halus sehingga dalam hal liturgi ikut mempengaruhi permainan
musik gamelan. Menurutnya dengan kehadiran musik gamelan dalam liturgi membuat
liturgi semakin kontekstual dan bervariatif. Ia mengatakan bahwa musik gamelan
Jawa memiliki ciri yang berbeda dengan musik gamelan sunda maupun Bali, sehingga
ketika musik gamelan Jawa mengiringi liturgi maka liturgi semakin hidup, mengena
serta bervariatif.26

26

̌ AG̍, Wawancara Jemaat, Salatiga, 24 Agustus 2017.
67