KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIK

PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN
TERHADAP KUALITAS SILIKA DARI SEKAM PADI
DENGAN METODE LEACHING

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:

Joni Hermanto
NIM 13644009

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
SAMARINDA
2016

LEMBAR PERSETUJUAN
CALON PEMBIMBING I


PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN
TERHADAP KUALITAS SILIKA DARI SEKAM PADI
DENGAN METODE LEACHING

JONI HERMANTO
NIM: 13 644 009

Calon Pembimbing I

Ibnu Eka Rahayu, S.ST., MT
NIP 19811103 200604 1 004

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1


Latar Belakang
Padi merupakan produk utama dari sektor pertanian bagi negara agraris,

termasuk Indonesia. Hasil penggilingan padi menghasilkan padi 65%, sekam
20%, dan lain-lain (Ismunadji, 1988 dalam Agung dkk., 2013). Dimana potensi ini
sangat besar dengan jumlah produktivitas padi di Kalimantan Timur pada tahun
terakhir 2014 tercatat sebanyak 42.67 Kw/Ha dengan total lahan pertanian seluas
101387 Ha (BPS Kaltim, 2014). Hal ini mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Sekam padi merupakan hasil samping dari industri penggilingan yang
biasanya hanya digunakan sebagai bahan bakar bata dan hasil pembakarannya
yang berupa abu biasanya hanya digunakan sebagai abu gosok. Selain itu, limbah
penggilingan ini hanya dibuang begitu saja di beberapa wilayah. Hal ini dapat
merugikan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar pada jumlah yang besar
padahal, sekam padi dapat diolah agar nilai ekonomi dari limbah tersebut
meningkat.
Kandungan yang terdapat di sekam padi adalah Sellulosa, lignin, serat,
abu, air, dan lain-lain. Abu yang terdapat dalam sekam padi sebesar 13.16%29.04% (Ismunadji, 1988 dalam Agung dkk, 2013) berdasarkan hasil dari
proximate analysis. sedangkan untuk kandungan silika dioksida (SiO2) dalam abu
sekam padi sebesar 86.90%-97.30% (Houston, 1972 dalam Agung dkk, 2013).
Melihat dari data tersebut, sekam padi dapat diolah menggunakan metode

ekstraksi padat-cair untuk memperoleh silika sebagai produk baru yang dapat
meningkatkan nilai ekonomi dari limbah hasil penggilingan padi.
Secara komersial, silika merupakan sumber penghasil silikon dan
digunakan secara luas sebagai material bangunan. Dalam bentuk amorph, silika
juga sering digunakan sebagai desiccant, adsorbent, filler, dan komponen katalis.
Selain itu silika juga merupakan bahan baku pada industri glass, keramik, industri
refraktori, dan bahan baku yang penting untuk produksi larutan silikat, silikon,
dan alloy. (Kirk-Othmer, 1967 dalam Resmi dan Cahyaningrum, 2012).

1.2

Rumusan Masalah
Pemanfaatan limbah hasil penggilingan padi yang berupa sekam sudah

banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Salah satunya yang dilakukan oleh
M. Galang Fajar Agung, dkk (2013). Dari penelitian yang telah mereka lakukan
diperoleh silika dari sekam padi dengan menggunakan metode ekstrasi padat-cair.
Penelitian dilakukan dengan jalan mengetahui pengaruh konsentrasi pelarut yang
digunakan dan waktu ekstrasi terhadap konversi yang dihasilkan. Hasil terbaik
yang didapatkan oleh Galang dkk., sebesar 50.49% dengan variasi konsentrasi

pelarut KOH 10% dan waktu ekstraksi selama 90 menit. Peneliti lain melakukan
hal serupa yaitu mengolah sekam padi menjadi silika dengan metode reaksi kimia
dan netralisasi. Hal yang divariasikan pada penelitian tersebut adalah waktu reaksi
dan rasio molar reaktan. Kondisi terbaik pada penelitian ini berupa waktu reaksi
selama 60 menit dan rasio molar reaktan NaOH/SiO2 antara 3 dan 5 dengan
konversi sekam pada menjadi silika sebesar 82% (Soeswanto dan Lintang, 2011).
Jika ditelaah dengan seksama, kedua peneliti yang disebutkan dalam
paragraf 1 melakukan perlakuan yang sama terhadap bahan baku dalam hal ini
sekam padi. Pada peneliti pertama silika yang dihasilkan masih rendah sekitar
50.49% sedangkan pada peneliti kedua menghasilkan silika sebesar 82%.
Perbedakan ini menjadikan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pertama
M. Galang Fajar Agung, dkk (2013) masih memiliki titik kelemahan dari segi
konversi yang dihasilkan.
Pemilihan pelarut yang digunakan sangat mempengaruhi konversi sekam
padi menjadi silika. Hanya saja, jika ditinjau dari segi prosesnya masih banyak
yang dapat dilakukan salah satunya melakukan berbagai macam perubahan
terhadap kecepatan pengadukan pada saat proses berlangsung. Kecepatan
pengadukan dalam proses berguna untuk membuat kontak antara abu dengan
pelarut semakin besar dan tumbukan antar partikelnya semakin cepat sehingga
proses dapat berlangsung dengan maksimal dengan hasil yang optimal.


1.3

Tujuan Dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kecepatan

pengadukan pada saat proses ekstraksi berlangsung sehingga diperoleh konversi
sekam padi menjadi silika mendekati 100%.
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
1.

Mengatasi masalah penanganan limbah hasil penggilingan padi

2.

Menambah nilai guna dan ekonomi dari limbah sekam padi tersebut

3.

Menambah pustaka penelitian dan teknologi dalam bidang pengolahan

sumber daya yang bermanfaat bagi lingkungan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Sekam Padi
Padi merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam
golongan rumput-rumputan yang masuk ke dalam genus oryza linn dan
family Gramineae (poaceace) (IKAPI, 1990). Sekam padi adalah bagian
terluar butir padi, yang merupakan hasil samping penggilingan padi. Butir
sekam padi tidak halus (± 3-4 mm) dan bobotnya ringan sehingga tempat
penyimpanannya membutuhkan tempat yang luas. Sel-sel sekam yang
telah masak mengandung lignin dan silika dalam konsentrasi tinggi.
Menurut De Datta, bahwa kandungan silika diperkirakan berada dalam
lapisan luar, sehingga permukaannya keras dan sulit menyerap air,
mempertahankan kelembaban, serta menurut Houston, sekam memerlukan
waktu yang lama untuk mendekomposisinya (Bantacut, 2006 dalam Werdi
dan Insani, 2012).
Indonesia merupakan salah satu Negara penghasil padi terbesar di


ASEAN. Maka dari itu, untuk sekam padi yang dihasilkan juga besar. Kandungan
kimia dari sekam padi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Komposisi Sekam Padi
Komposisi
% (berat)
Kadar Air
32.40 – 11.35
Protein Kasar
1.70 – 7.26
Lemak
0.38 – 2.98
Ekstrak Nitrogen Bebas
24.70 – 38.79
Serat
31.37 – 49.92
Abu
13.16 – 29.04
Pentosa
16.94 – 21.95

Sellulosa
34.34 – 43.80
Lignin
21.40 – 46.97
Sumber : Ismunadji, 1988, dalam Agung, dkk., 2013
Abu sekam padi dapat dihasilkan melalui 2 cara seperti pembakaran di
tanah lapang atau menggunakan oven pada suhu kurang lebih 700 oC. Kandungan
kimia dari abu sekam padi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Komposisi Abu Sekam Padi

Komposisi
% (berat)
SiO2
86.90 – 97.30
K2O
0.58 – 2.50
Na2O
0.00 – 1.75
CaO
0.20 – 1.50

MgO
0.12 – 1.96
Fe2O3
0.00 – 0.54
P2O5
0.20 – 2.84
SO3
0.10 – 1.13
Cl
0.00 – 0.42
Sumber : Houston,D.F., 1972 dalam Werdi dan Insani 2012
2.2

Silika
Silika yang biasa disebut particulate silika, terbentuk baik dari fase uap

maupun dari presipitasi larutan. Silika dalam bentuk powder atau bubuk memiliki
struktur yang lebih terbuka dengan volume pori yang lebih tinggi daripada silika
gel dalam bentuk yang sama. Silika dinotasikan sebagai senyawa silikon dioksida
(SiO2), yang dalam penggunaannya dapat berupa berbagai macam bentuk,

contohnya amorphous. Secara komersial, silika merupakan sumber dari elemental
silikon dan digunakan secara luas sebagai material bangunan dan dalam variasi
bentuk amorphous-nya, silika sering digunakan sebagai desiccant, adsorbent,
filler, dan komponen katalis. Silika merupakan bahan baku utama pada industri
glass, keramik, dan industri refraktori dan bahan baku yang penting untuk
produksi larutan silikat, silikon dan alloy.
Proses presipitasi terjadi dalam beberapa langkah diantaranya adalah
nukleasi partikel, pertumbuhan partikel menjadi ukuran yang diinginkan,
koagulasi untuk membentuk akumulasi dengan kontrol pH dan konsentrasi ion
natrium, serta penguatan kumpulan partikel tanpa nukleasi lebih lanjut. Silika
banyak digunakan di indusri karena sifat dan morfologinya yang unik, meliputi
antara lain : luas permukaandan volume porinya yang besar, dan kemampuan
untuk menyerap berbagai zat seperti air, oli serta bahan radioaktif. Pada umumnya
silika bisa bersifat hidrofobik ataupun hidrofilik sesuai dengan struktur dan
morfologinya. (Van Vlack, 1989).
1.
Sifat fisika
 Bentuk
 Warna


: powder
: putih

2.

 Water absorption value
 Oil absorption value
 Solubility in water
 kandungan silika
 density
 Surface area
 Spesific gravity
Sifat kimia

: 250 % min
: 225 % min
: 0,012 g/100ml
: ± 99 %
: 2,634 g/cm3
: 5-100 m2/g
:2

Silika memilik dua gugus fungsi yang bebeda pada permukaanya,
yaitu gugus (Si-OH) dan gugus siloxane (Si-O-Si). Kedua gugus fungsi ini
mempengaruhi properti pada permukaan sekaligus aplikasi dari silika itu
sendiri. Suatu permukaan dengan 5-6 gugus silanol /nm2 menghasilkan
silika presipirasi yang hidrofilik sedangkan gugus siloxane bersifat inert
secara kimiawi dan kereaktifannya menghasilkan silika dengan permukaan
yang beragam. Sehingga reaksinya dengan organosilanes atau silikon
membuatnya bersifat hidrofobik.
2.3

Ekstraksi Padat-Cair
Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah transfer difusi komponen
terlarut dari dalam padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini
merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian
dikembalikan lagi kekeadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi.
Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan
dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraski berkelanjutan diperlukan
apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut namun, sering juga
digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya (Lucas et. al.,
1949).
Bila zat padat itu membentuk massa terbuka yang permeabel atau
telus (permeable) selama proses leaching itu, pelarutnya mungkin
berperkolasi (mengalir melalui rongga-rongga) dalam hamparan zat padat
yang tidak teraduk. Pada waktu proses leaching, zat padat itu terdispersi
(tersebar) ke dalam pelarut, dan dipisah kemudian dari pelarut itu. Kedua
metode itu dapat dilaksanakan dengan sistem tumpak (batch) biasa disebut

dengan ekstraksi refluks maupun kontinyu (sinambung) yang biasa disebut
ekstraksi soxhlet.
Dalam beberapa kasus leaching hamaparan zat padat, pelarutnya
mungkin bersifat mudah menguap, sehingga operasinya memerlukan
tangki tertutup di bawah tekanan. Tekanan diperlukan pula untuk
mendorong pelarut melalui zat padat yang kurang permeabel. Deretan
tangki bertekanan, yang dioperasikan dengan aliran pelarut arus lawanarah dinamakan baterai difusi (diffusion battery) (Mc Cabe et. al., 1993).
Ekstraksi padat-cair dengan pelarut yang didihkan beserta
simplisia selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya konstan, karna
pelarut terus bersirkulasi didalam refluks (menguap, didinginkan,
kondensasi, kemudian menetes kembali ke menstrum (campuran pelarut
dan simplisia) di dalam alat).
2.4

Faktor Yang Mempengaruhi Ekstraksi
Ada empat faktor penting yang mempengaruhi proses operasi
ekstraksi diantaranya :

1.

Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Semakin kecil ukuran
partikel maka areal terbesar antara padatan terhadap cairan memungkinkan
terjadi kontak secara tepat. Semakin besar partikel, maka cairan yang akan
mendifusi akan memerlukan waktu yang relative lama.

2.

Faktor Pengaduk
Semakin cepat laju putaran pengaduk partikel akan semakin terdistribusi
dalam permukaan kontak akan lebih luas terhadap pelarut. Semakin lama
waktu pengadukan berarti difusi dapat berlangsung terus dan lama
pengadukan harus dibatasi pada harga optimum agar dapat optimum agar
konsumsi energi tak terlalu besar. Pengaruh faktor pengadukan ini hanya
ada bila laju pelarutan memungkinkan.

3.

Temperatur
Pada banyak kasus, kelarutan material akan diekstraksi akan meningkat
dengan temperatur dan akan menambah kecepatan ekstraksi.

4.

Pelarut
Pemilihan pelarut yang baik adalah pelarut yang sesuai dengan viskositas
yang cukup rendah agar sirkulasinya bebas. Umumnya pelarut murni akan
digunakan meskipun dalam operasi ekstraksi konsentrasi dari solute akan
meningkat dan kecepatan reaksi akan melambat, karena gradien konsentrasi
akan hilang dan cairan akan semakin viskos pada umumnya (Coulson,
1955).

2.6

Gravimetri
Analisis gravimetri merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat

tetap (berat konstan)nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis
dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis.Bagian terbesar dari analisis
gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari unsur atau senyawa yang
dianalisis menjadi senyawa lain yang murni dan mantap (stabil) sehingga dapat
diketahui berat tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis dihitung dari
rumus senyawa serta berat atom penyusunnya (Besset et. al., 1994).
Suatu metode analisis gravimetrik biasanya didasarkan pada reaksi kimia
seperti :
aA+ rR → A a R r
Dimana a molekul analit A, bereaksi dengan r molekul reagennya R. Produknya
yakni AaRr, biasanya merupakan suatu substansi yang sedikit larut yang bisa
ditimbang setelah pengeringan, atau yang bisa dibakar menjadi senyawa lain yang
komposisinya diketahui, untuk kemudian ditimbang. Biasanya reagen R
ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan. Syarat yang harus
dilalui agar metode gravimetrik berhasil :
1.

Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit
yang tak-terendapkan secara analitis tak-dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg

2.

atau kurang, dan menetapkan penyusunan utama dari suatu makro).
Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan
hendaknya murni, atau sangat hamper murni.

Adapun beberapa tahap dalam analisa gravimetri adalah sebagai berikut:

1.

Memilih pelarut sampel
Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan
dilarutkan.
Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel

2.

dari logam – logam.
Pengendapan analit
Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan yang
mengandungnya dengan membuat kelarutan analit semakin kecil, dan
pengendapan ini dilakukan dengan sempurna.
Misalnya : Ca+2 + H2C2O4 => CaC2O4 (endapan putih)

3.

Pengeringan endapan
Pengeringan yang dilakukan dengan panas yang disesuaikan dengan
analitnya dan dilakukan dengan sempurna. Disini kita menentukan apakah
analit dibuat dalam bentu oksida atau biasa pada karbon dinamakan
pengabuan.

4.

Menimbang endapan
Zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas
Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan
endapan (Day and Underwood, 2002).

Dalam prosedur analisa gravimetrik, kendala yang biasa dihadapi dalam proses
gravimetrik adalah lamanya waktu pengendapan analit dan pengadukan larutan.
Hanya saja waktu pengendapan sangat mempengaruhi dalam terbentuknya
endapan yang diinginkan dan tidak diharapkan endapan lewat jenuh sehingga
untuk menentukan perolehan endapan yaitu nilai analit A dalam sampel dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan menurut Day and Underwood :

A=

berat A
× 100 BAB III
berat sampel

METODE PENELITIAN
3.1

Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung paling lama 2 bulan setelah persiapan bahan

baku selesai. Persiapan bahan baku dan penelitian akan dilakukan di Laboratorium
Kimia Dasar di Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Samarinda sedangkan
pengambilan bahan baku akan dilakukan di Muara Badak, Kutai Timur,
Kalimantan Timur. Hasil produk yang didapatkan akan dihitung konversi yang
terjadi menggunakan metode gravimetri yang akan dilakukan di Laboratorium
Instrumen Jurusan Kimia, SMK Negeri 1 Bontang.
3.2

Rancangan Penelitian

A.

Variabel Berubah
Kecepatan Pengadukan

400rpm ; 450rpm ; 525rpm ; 625rpm ; 750

rpm
B.

Variabel Tetap
1.

Temperatur Pengeringan

200oC

2.

Lama Proses Pengeringan

100 menit

3.

Temperatur Pengabuan

700oC

4.

Lama Proses Pengabuan

4 jam

5.

Ukuran Abu

270 mesh

6.

Massa Abu

10 gram

7.

Konsentrasi Pelarut

15%

8.

Volume Pelarut

50 ml

9.

Tempatur Ekstrasi

105oC

10.

Lama Proses Ekstraksi

90 menit

11.

Temperatur Analisis

100oC

12.

Lama Proses Analisis

60 menit

13.

Lama Proses Pendinginan

60 menit

C.

Variabel Respon
Konversi Sekam Padi

%Konversi=

Produk
× 100
Reaktan

FTIR
3.3

Alat Dan Bahan

A.

Alat

B.

1.

Ayakan

2.

Oven Memmert

3.

Digital Muffle Furnace FH-03071228002

4.

Spatula

5.

Batang Pengaduk

6.

Kaca Arloji

7.

Labu Ukur

8.

Botol Semprot

9.

Gelas Kimia

100 ml, 250 ml

10.

Pipet Volume

5 ml, 10 ml, 25 ml, 50 ml

11.

Bulp

12.

Buret

13.

Statif dan Klem

14.

Condensor

15.

1 Set Alat Ekstraksi Refluks

16.

Corong Kaca

17.

Corong Buchner

18.

Cawan Porselin

19.

Gegep

20.

Desikator

21.

Neraca Digital Sartorius CPA 124S-MOD

Bahan
1.

Sekam Padi

2.

Air

270 mesh

100 ml, 250 ml

50 ml

3.

NaOH

4N

4.

HCl

4N

5.

Aquadest

6.

Vaseline

7.

Kertas Saring Wahtman 42
Sekam Padi

3.4

Pencucian

Prosedur Penelitian
A. Diagram Alir Penelitian

Pengeringan 200oC
Pengabuan 700oC

Pengayakan 270 mesh
NaOH 4 N

Ekstraksi 85oC

Filtrasi
HCl 4 N

Penetralan
Aquadest

Pr
ep
ar
asi
Ba

Filtrasi

Pencucian

ha
n

Analisis Gravimetri

Ba
ku

Pe
m
ur
ni
an

Pr
od
uk

B.
F.

Prosedur Penelitian
B.1 Preparasi Sekam Padi
1.

Mencuci sekam padi dari kotoran-kotoran yang terikut pada saat
pengambilan sekam padi dari tempat penggilingan.

2.

Setelah sekam padi sudah bersih dari kotoran, kemudian
mengeringkan sekam padi tersebut menggunakan oven pada
temperatur 200oC selama 100 menit.

3.

Memanaskan sekam padi kering di dalam furnace selama 4 jam
dengan temperatur 400oC untuk mengabukan sekam padi tersebut.

4.

Mengayak abu yang sudah dihasilkan menggunakan screening
dengan ukuran 270 mesh.

B.2 Proses Ekstraksi Dan Pemurnian Silika
1.

Mengambil 10 gram abu sekam padi yang telah dihasilkan dari
proses pengabuan dan memasukkan ke dalam labu leher 3.

2.

Menambahkan 50 ml larutan NaOH 15%.

3.

Memastikan aliran pendingin sudah berjalan secara terus-menerus.

4.

Memulai ekstraksi dengan mengatur temperatur heat mantle 105oC
dan putaran pengadukan 400 rpm. Proses ekstraksi berlangsung
selama 90 menit.

5.

Memisahkan antara larutan hasil ekstraksi dengan residu selama
proses.

6.

Menambahkan larutan HCl 4N ke dalam larutan hasil ekstraksi
sampai larutan HCL menjadi netral.

7.

Menimbang kertas saring kosong.

7.

Menyaring endapan yang terbentuk pada proses penetralan dengan
larutan lainnya.

8.

Mencuci endapan dengan aquadest.

9.

Menganalisa endapan yang tertinggal pada kertas saring.

10.

Mengulangi langkah 1-10 dengan variasi putaran pengadukan yang
telah ditentukan sebelumnya.

B.3 Analisa Silika
1.

Memasukkan kertas saring yang terdapat endapan ke dalam oven
selama 60 menit pada temperature 100oC.

2.

Setelah 60 menit, memindahkan ke desikator untuk proses
pendinginan selama 60 menit.

3.

Menimbang kertas saring.

4.

Melakukan langkah 1-3 sampai didapat berat yang konstan.

5.

Menghitung konversi sekam padi menjadi silika menggunakan
persamaan :

6.

%Konversi=

Produk
× 100
Reaktan

Mengulangi langkah 1-5 pada masing-masing variasi putaran
pengadukan.

DAFTAR RUJUKAN
McCabe, W.L., Smith, J.C., & Harriott, P. (1993). Unit Operations of Chemical
Engineering (5th ed.). New York: McGraw-Hill, Inc.
Lucas., Howard, J., & Pressman, D. (1949). Principles and Practice In Organic
Chemistry. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Day, R.A., & Underwood, A.L. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif (Edisi 6). (Iis
Sopyan, Penerjemah.). Jakarta: Erlangga.
Besset, J., Denney, R.C., Jeffery, G.H., & Mendham, J. (1994). Buku Ajar Vogel :
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik (Edisi 4). (Hadyana Pudjaatmaka &
Setiono, Penerjemah.). Jakarta: Buku Kedokteran, EGC.
Anggota IKAtan Petani Indonesia. (1990). Budidaya Tanaman Padi. Yogyakarta:
Kanisius.
Van Vlack, L.W. (1989). Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan
Logam) (Edisi 5). (Sriati Djarie, Penerjemah.). Jakarta: Erlangga.
Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur. Tabel Luas Panen- ProduktivitasProduksi
Tanaman
Padi
Provinsi
Kalimantan
Timur.
kaltim.bps.go.id/subjek/view/id/53#subjekViewTab3 diakses pada tanggal 9
Maret 2015 10:41
Geankoplis, C.J. (1995). Transport Processes and Unit Operation (3rd ed.).
Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Coulson, J.M., & Richardson, J.F. (1956). Chemical engineering, volume II : Unit
operations. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.
Wikipedia. Silicon Dioxide. en.wikipedia.org/wiki/silicon_dioxide diakses pada
tanggal 28 Mei 2015 15:20
Agung, G.F., Hanafie, M.R., & Mardina, P. (2013). Ekstraksi Silika Dari Abu
Sekam Padi Dengan Pelarut KOH. Jurnal Konversi, Vol.2, No.1, 28-30.
ejournal.unlam.ac.id/index.php/konversi/article/viewFile/488/444 diakses
pada tanggal 24 Februari 2015 10:46
Coniwanti, P., Srikandhy, R., & Apriliyanni. (2008). Pengaruh Proses
Pengeringan, Normalitas HCl, Dan Temperatur Pembakaran Pada
Pembuatan Silika Dari Sekam Padi. Jurnal Teknik Kimia, Vol.15, No.1, 711. jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/view/42 diakses pada tanggal 8 Maret
2015, 15:05

Soeswanto, B., & Ninik, L. (2011). Pemanfaatan Limbah Abu Sekam Padi
Menjadi Natrium Silikat. Jurnal Fluida Sains dan Teknologi, Vol.7, No.1,
18-22.
ftp://ki.polban.ac.id/JurnalFluidaEdisiMei2011/PEMANFAATAN_LIMBA
H_ABU_SEKAM_PADI_MENJADI_NATRIUM_SILIKAT.pdf
diakses
pada tanggal 25 Februari 2015, 12:49
Resmi, M.W.L., & Cahyaningrum, I. (2012). Pabrik Silika Dari Abu Sekam Padi
Dengan Proses Presipitasi. Tugas Akhir TK090324. Digilib.its.ac.id/ITSNonDegree-23002130000392/24931 diakses pada tanggal 18 Maret 2015
12:38