Pengaruh Board Composition, Management Ownership dan Bank Size Terhadap Profitabilitaas Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank

2.1.1 Pengertian Bank

Menurut UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, mendefinisikan:

”Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Menurut PSAK Nomor 31 bank adalah:

”suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (defisit unit) serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran” Menurut Arbi (2003: 5) bank adalah lembaga keuangan yang usahanya menyerap dana dari kelompok masyarakat yang berkelebihan dana dan menyalurkanya kepada kelompok masyarakat yang kekurangan dan membutuhkan dana tersebut serta memenuhi persyaratan tertentu untuk diberikan bantuan dana tersebut. Bank merupakan industri yang dalam kegiatan usahanya mengendalkan kepercayaan masyarakat sehingga tingkat kesehatan bank perlu dipelihara.


(2)

2.1.2 Asas, Tujuan dan Fungsi Bank

Asas yang melandasi bank melakukan kegiatannya dijelaskan dalam UU Nomor: 10 tahun 1998 sebagai berikut: perbankan dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Tujuan dari kegiatan perbankan Indonesia dijelaskan dalam UU Nomor: 10 tahun 1998, untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat. Menurut Rindjin (2000), fungsi bank dapat dikategorikan menjadi dua yaitu seperti berikut ini.

1. Fungsi perantara (intermediation role)

Fungsi perantara adalah penyediaan kemudahaan untuk aliran dana dari mereka yang mempunyai dana nganggur atau kelebihan dana selaku penabung (saver) atau pemberi pinjaman (lender) kepada mereka yang memerlukan atau kekurangan dana untuk memenuhi berbagai kepentingan selaku peminjam (borrower).

2. Fungsi transmisi (transmission role)

Fungsi transmisi berkaitan dengan peranan bank dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dengan menciptakan instrumen keuangan.


(3)

2.1.3 Jenis Bank

Jenis bank dilihat dari fungsinya, ada lima macam (Arbi, 2003:18), yaitu sebagai berikut ini.

a. Bank Sentral (Central Bank)

Bank Sentral adalah Bank Indonesia, suatu bank yang keberadaannya di Indonesia sebagai perwujudan dari UUD 1945 Pasal 23 ayat 3 dan 4, yang diatur dengan UU No. 13/1968, yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 23/1999.

b. Bank Umum (Commercial Bank)

Bank Umum adalah suatu bank yang kegiatannya mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito, dan tabungan, kemudian menyalurkan dananya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau pinjaman yang dapat dipersamakan dengan kredit, memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

c. Bank Umum Syariah

Bank Umum Syariah adalah suatu bank yang kegiatannya mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana ke masyarakat serta ikut memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, semuanya dilakukan dengan prinsip syariah.

d. Bank Tabungan (Saving Bank)

Bank Tabungan adalah bank yang dalam kegiatannya terutama mengumpulkan dana simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam


(4)

usahanya menyalurkan dana melalui pembelian kertas-kertas berharga, dalam rangka membungakan uangnya.

e. Bank Pembangunan (Development Bank)

Bank pembangunan adalah bank yang menghimpun dana dengan jalan terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang, serta memberikan kredit jangka menengah dan panjang.

f. Bank Desa (Rural Bank)

Bank Desa adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk uang dan bentuk barang (natura) seperti padi, jagung, dan hasil pertanian lainnya juga memberikan kredit dalam bentuk uang maupun natura.

Jenis bank menurut kepemilikannya dibedakan menjadi empat, (Arbi, 2003:18), yaitu sebagai berikut ini :

a. Bank milik negara

Bank milik negara adalah semua bank yang modal dari bank tersebut merupakan penyertaan modal negara.

b. Bank milik swasta

Bank milik swasta adalah bank yang keseluruhan modalnya berasal dari pemodal asing.

c. Bank milik pemerintah daerah

Bank pemerintah daerah adalah bank-bank milik pemerintah daerah yang keberadaannya sesuai UU No. 13/1962.


(5)

d. Bank koperasi

Bank koperasi adalah bank-bank yang didirikan dengan modal yang dihimpun dari perkumpulan koperasi.

Jenis bank berdasarkan haknya untuk menciptakan tenaga belinbaru (Rindjin, 2000: 18), yaitu sebagai berikut ini.

a. Bank Primer adalah bank yang berhak untuk menciptakan tenaga beli baru, yaitu berupa uang kartal dan uang giral. Termasuk dalam golongan bank ini adalah bank sentral, yang berhak untuk mengeluarkan uang kartal, dan bank umum yang dapat menciptakan uang giral.

b. Bank Sekunder adalah bank yang tidak mempunyai kemampuan menciptakan tenaga beli baru, melainkan hanya sebagai perantara kredit atau perantara dalam lalu lintas modal. Termasuk dalam golongan ini adalah bank pasar, bank tabungan, bank desa, dll.

UU Nomor: 10 tahun 1998 mengatur kelembagaan bank di tata dalam struktur yang sederhana yang ditegaskan dalam pasal 5 UU Perbankan yang telah diubah menjadi dua jenis bank saja, yaitu:

a. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


(6)

b. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2.1.4 Kinerja Perbankan

Analisis kinerja lembaga keuangan, terutama bank, dapat dilakukan dengan menggunakan rasio keuangan untuk memberikan informasi tentang kinerja keuangan bank. Pengukuran kinerja bank yang berorientasi profit dapat melalui analisis profitabilitas.

Menurut Raharjo (2005), profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari penjualan barang atau jasa yang diproduksinya. Rasio profitabilitas sering digunakan oleh manajemen bank untuk menunjukkan kinerja bank adalah return on equity (ROE) atau return on asset (ROA) (MacDonald dan Koch, 2006).

Menurut Hasibuan (2002:100), profitabilitas bank adalah suatu kemampuan bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam persentase. Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi kinerja perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan.

Menurut Syofyan (2003), dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan menimbulkan


(7)

masalah, sehingga dalam penelitiannya disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank.

Menurut Hanafi dan Halim (2000), rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham tertentu. Menurut Mudrajad dan Suhardjono (2002), bank dalam menjalankan kegiatan operasionalnya mempunyai tujuan memperoleh keuntungan optimal dengan jalan memberikan layanan jasa keuangan kepada masyarakat. Penting bagi bank untuk selalu menjaga kinerjanya dengan baik.

Kinerja bank yang baik ditandai dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, mampu membagikan deviden dengan baik, prospek usaha yang selalu berkembang, dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik. Kinerja yang baik akan membuat masyarakat semakin percaya untuk menyimpan dananya ke bank. Kepercayaan dan loyalitas masyaakat kepada bank merupakan faktor yang sangat membantu dan mempermudah pihak bank untuk menyusun strategi kinerja yang baik. Masyarakat yang kurang menaruh kepercayaan terhadap bank maka, hal ini sangat tidak menguntungkan bagi bank, karena masyarakat sewaktu waktu dapat menarik dananya dan memindahkanya ke bank lain.

Tingkat profitabilitas diukur dengan menggunakan rasio keuangan Return On Asset (ROA) karena ROA lebih memfokuskan pada kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan secara keseluruhan. Selain itu Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian ROA


(8)

daripada ROE karena Bank Indonesia lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat, sehingga ROA lebih mewakili dalam mengukur tingkat profitabilitas perbankan (Dendawijaya, 2001).

2.1.4.1 Return On Assets (ROA)

Return on assets (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan menunjukan kinerja perusahaan yang semakin baik (Dendawijaya, 2003:1117).

Menurut Utomo (2007:8) return on asset (ROA) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya yang menandai aset tersebut. Return on assets (ROA) merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap rata-rata total aset. Semakin besar ROA semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank (Almilia, 2005:149).

Dalam penentuan tingkat kesehatan suatu bank, Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya ROA karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat. Suatu bank dapat


(9)

dimasukkan dalam kategori sehat apabila memiliki rasio ROA minimal 1,5% (Dendawijaya, 2003:119).

ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva/aset yang dimilikinya. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset (Veithzal Rivai, 2006:157).

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesa Nomor 13/30/DPNP, ROA dapat dirumuskan sebagai berikut

ROA diperoleh dengan cara membandingkan antara laba sebelum pajak/earning before interest tax (EBIT) terhadap total assets. EBIT merupakan pendapatan bersih sebelum bunga dan pajak. Total assets merupakan total asset perusahaan dari awal tahun dan akhir tahun. Total assets yang lazim digunakan untuk mengukur ROA sebuah bank adalah jumlah dari asset-asset produktif yang terdiri dari penempatan surat-surat berharga (seperti Sertifikat Bank Indonesia, Surat Berharga Pasar Uang, penempatan dalam saham perusahaan lain, penempatan dalam Call


(10)

Money atau Money Market) dan penempatan dalam bentuk kredit (kredit konsumtif maupun produktif baik kepada perorangan maupun institusi atau perusahaan) sebagaimana yang dikutip oleh Artin Shitawati dalam Robert Ang pada tahun 1997.

Penilaian rasio ROA berdasarkan Surat Keputusan DIR BI No. 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 adalah ROA ≥1,22% yang termasuk dalam bank sehat.

Berikut ketentuan tingkat ROA dari Bank Indonesia: Tabel 2.1

Tingkat Return On Assets (ROA)

Tingkat Peringkat

Diatas 1,22% Sehat

0,99%-1,22% Cukup Sehat

0,77%-0,99% Kurang Sehat

Dibawah 0,77% Tidak Sehat Sumber : Bank Indonesia

2.2 Board Composition

Komposisi Dewan atau board composition mengacu pada jumlah dan jenis komisaris di dalam suatu perusahaan yang biasanya disebut sebagai inside-outside commisioners. Insiders atau orang dalam adalah anggota tetap dari tim manajemen puncak dan juga merupakan karyawan atau pegawai dari perusahaan bersangkutan. Sementara outsiders atau orang luar merupakan anggota independen yang tidak memiliki hubungan seperti itu dan biasanya disebut sebagai komisaris independen. Komisaris independen ini biasanya


(11)

direkrut terutama karena keahlian mereka, nama, pengakuan dan keterampilan (Pearce dan Zahra , 1992).

Dewan komisaris memgang peranan penting dalam perusahaan, terutama

dalam pelaksanaan good corporate governance. Mengingat manajemen

memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, sementara dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen, maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan sebuah perusahaan (FCGI, 2009:5).

Oleh karena itu komposisi dewan hanya difokuskan pada dewan komisaris yang diwakili oleh ukuran dewan komisaris (board of commissioner size) sebagai pihak yang memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas dan komisaris independen (independent board) sebagai pihak yang tidak memiliki hubungan afiliasi baik dengan pemegang saham mayoritas maupun dengan manajemen perusahaan.

2.2.1 Dewan Komisaris

Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (two board system) yaitu dewan komisaris dan direksi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan (fiduciary responsibility). Namun demikian, keduanya mempunyai tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu,


(12)

dewan komisaris dan direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan.

Dewan komisaris merupakan mekanisme penggendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen punjak (Fama dan Jensen, 1983). Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG (KNKG, 2006).

Ukuran dewan komisaris yang dimaksud disini adalah banyaknya jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Menurut Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2006) semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executive Officer (CEO) dan semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen.

Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota dewan komisaris termasuk komisaris utama adalah setara. Tugas komisaris utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan dewan komisaris. Agar pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:


(13)

1. Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.

2. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan.

3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.

Komposisi, pengangkatan dan pemberhentian Anggota Dewan Komisaris didasarkan pada :

1. Jumlah anggota dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.

2. Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagai komisaris independen dan komisaris yang terafiliasi, yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota direksi dan dewan


(14)

komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi.

3. Jumlah komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Salah satu dari komisaris independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan.

4. Anggota dewan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, badan usaha milik negara dan atau daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota dewan komisaris dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui komite nominasi dan remunerasi. Pemilihan komisaris independen harus memperhatikan pendapat pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui komite nominas dan remunerasi. 5. Pemberhentian anggota dewan komisaris dilakukan oleh RUPS

berdasarkan alasan yang wajar dan setelah kepada anggota dewan komisaris diberi kesempatan untuk membela diri.

Fungsi service menyatakan bahwa dewan (komisaris) dapat memberikan konsultasi dan nasehat manajemen (dan direksi). Penelitian Lorsch dan MacIver (1989) dalam Young dkk (2001) yang berbasis wawancara


(15)

menemukan bahwa peranan pemberian saran (advisory) mendominasi aktivitas anggota dewan. Dengan menekankan pada fungsi ini, Dalton dan Daily (1999) dalam Kusumawati dan Riyanto, (2005) menyatakan bahwa peranan keahlian atau konseling yang diberikan oleh anggota dewan tersebut merupakan suatu jasa yang berkualitas bagi manajemen dan perusahaan yang tidak dapat diberikan oleh pasar. Anggota dewan komisaris yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu juga dapat memberikan nasehat yang bernilai dalam penyusunan strategi dan penyelenggaraan perusahaan (Fama dan Jensen, 1983 dalam Young et al., 2001).

2.2.2 Dewan Komisaris Independen

Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelola perusahaan. Pada intinya komisaris independen merupakan suatu mekasnisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan (Surya dan Yustiavandana. 2008 : 135).

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi


(16)

kemampuannya untuk bertindak independen. Komisaris independen memiliki peranan penting dalam memonitor perusahaan (FCGI, 2003).

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan kriteria tentang komisaris independen sebagai berikut :

1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen;

2. Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan;

3. Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu;

4. Komisaris Independen bukan merupakan penasehat professional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;

5. Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut;


(17)

6. Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut;

7. Komisaris Independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan (Forum for Corporate Governance in Indonesia: 2000; p. 6).

Sedangkan berdasarkan peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI), komisaris independen memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Pihak yang tidak terafiliasi pemegang saham pengendali perusahaan lain.

2. Pihak yang tidak memiliki hubungan afiliasi dengan manajer atau anggota direksi perusahaan lain.

3. Pihak yang bukan pemimpin di perusahaan lain yang terafiliasi dengan perusahaan lain.

4. Pihak yang memahami peraturan mengenai bursa efek.

Komisaris independen harus dapat melaksanakan tugasnya dengan tanggung jawab sebagai berikut :


(18)

1. Komisaris Independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

2. Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka komisaris independen harus secara proaktif mengupayakan agar dewan komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi yang terkait dengan, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:

a. Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas strategi tersebut.

b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajermanajer professional.

c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik.

d. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya.

e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasikan dan dikelola dengan baik.


(19)

f. Memastikan prinsip-prinsip dan praktek Good Corporate Governance dipatuhi dan diterapkan dengan baik, antara lain :  Menjamin transparansi dan keterbukaaan laporan keuangan

perusahaan.

 Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas dan stakeholder yang lain.

 Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan secara wajar dan adil.

 Kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku.

Menjamin akuntabilitas organ perseroan.

Keberadaan komisaris independen dalam suatu perusahaan sangatlah penting. Dengan menambah proporsi komisaris independen, maka perusahaan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan meningkatkan pengawasan terhadap direksi dan manajer yang akan berpengaruh terhadap tingkat konservatisme akuntansi perusahaan. Selain itu, kemampuan dan pemahaman komisaris independen terhadap bidang usaha emiten akan sangat mempengaruhi persetujuan dan keputusan yang dibuat, sesuai dengan tanggung jawab hukum emiten kepada pemegang sahamnya, komisaris independen tidak boleh secara gegabah memberikan persetujuannya terhadap transaksi transaksi atau kegiatan emiten, yang secara material mengandung


(20)

informasi yang tidak benar atau menyesatkan (Pasal 80 ayat 1 UU No.8/1995).

2.3 Management Ownership

Kepemilikan manajerial adalah tingkat kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan, misalnya direktur dan komisaris (Wahidahwati, 2002). Kepemilikan manajerial ini diukur dengan proporsi saham yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun dan dinyatakan dalam presentase. Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang notabene adalah mereka sendiri (Mahadwartha dan Hartono, 2002).

Cruthley & Hansen (1989) serta Bathala et al (1994) menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh manajer akan mendorong penyatuan kepentingan antara prinsipal dan agen sehingga manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Kepemilikan saham manajerial akan mendorong manajer untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah (Listyani, 2003).

Kepemilikan manajerial atau manajemen merupakan kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen (Sujono dan Soebiantoro, 2007). Manajer akan


(21)

termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga merupakan keinginan dari para pemegang saham. Ross et. al (2004) dalam Putri (2006) menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham pada perusahaan maka manajemen cenderung berusaha lebih giat bekerja untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Saat kepemilikan saham rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat (Shleifer dan Vishny, 1996).

Menurut Warfield et. al (dalam Diastuty dan Machfoedz, 2003) menyatakan adanya kepemilikan manajerial dapat mengurangi dorongan manajer untuk melakukan tindakan manipulasi sehingga laba yang dilaporkan merefleksikan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari perusahaan tersebut. Total saham manajerial yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang dimiliki oleh manajemen pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang beredar, dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut pada akhir tahun.

Proporsi jumlah kepemilikan manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan ada kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham (Faisal, 2005). Menurut Mehran et. al (1992) dalam Aida (2004) kepemilikan saham manajerial adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen.

Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, sehingga manajer merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut menanggung


(22)

kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan saham manajerial juga dapat menyatukan kepentingan antara manajer dan pemegang saham sehingga manajer akan berhati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah (Listyani, 2003).

2.4 Bank Size

Ukuran bank mencerminkan seberapa besar asset total yang dimiliki perusahaan. Total aset yang dimiliki perusahaan menggambarkan permodalan, serta hak dan kewajiban yang dimilikinya. Semakin besar ukuran perusahaan, maka dapat dipastikan semakin besar juga dana yang dikelola dan semakin kompleks pula pengelolaannya.

Perusahaan besar pada dasarnya mempunyai kekuatan finansial yang lebih besar dalam menunjang kinerja, tetapi disisi lain, perusahaan dihadapkan pada masalah keagenan yang lebih besar (Darmawati, 2004). Hesti (2010)& Uyun (2010) dalam Nurcahyo (2014) dalam penelitiannya menemukan bukti bahwa ukuran bank berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Perusahaan dengan asset besar biasanya akan mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat. Hal ini akan menyebabkan perusahaan agar lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangannya. Perusahaan diharapkan agar selalu berusaha untuk menjaga stabilitas kinerja


(23)

keuangan mereka. Pelaporan kondisi keuangan yang baik ini tentu tidak dapat dilakukan tanpa melalui kinerja yang baik dari semua lini perusahaan.

Ukuran bank merupakan rata-rata dari total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variable dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil dari biaya variable dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian (Brigham dan Houston 2001).

Ukuran bank merupakan proksi volatilitas operasional dan inventory controllability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan (Mukhlasin, 2002). Sedangkan menurut Jones (1996), ukuran bank menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata-rata total aktiva. Kesimpulannya, ukuran bank merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan.

Fama dan French (1995) berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki nilai skala yang kecil cenderung kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan perusahaan yang berskala besar. Perusahaan berskala kecil hanya memiliki faktor-faktor pendukung untuk memproduksi barang dengan jumlah terbatas. Oleh karena itu, perusahaan dengan skala kecil mempunyai risiko yang lebih besar jika dibandingkan dengan perusahaan besar. Perusahaan


(24)

dengan risiko yang besar biasanya menawarkan return yang besar untuk menarik investor.

2.5 Peneliti Terdahulu

Penelitian ini merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh Salloum (2014) tentang tentang hubungan antara audit komite dan financial distress pada Institusi Keuangan Libanon. Hasilnya adalah financial distress bank memiliki hubungan negatif terhadap karakteristik audit komite. Untuk penelitian di masa yang akan datang, di dalam penelitiannya Salloum (2014) dan rekan-rekannya menginginkan agar penelitian selanjutnya fokus kepada pengaruh board composition, CEO Duality, management ownership dan bank size terhadap bank performance.

Pada penelitian ini, dieleminasi satu variabel yang disarankan Salloum (2014) yakni CEO Duality. Penelitian ini tidak menggunakan variabel dualitas CEO (jabatan rangkap sebagai CEO dan chairman yang dipegang satu orang) karena di Indonesia menggunakan two-tiers board system. Jika pada sistem one-tier maka fungsi dari direktur non-eksekutif adalah sebagai pengawas direktur eksekutif atau manajemen perusahaan, sedangkan pada sistem two-tier, fungsi pengawasan dilakukan oleh dewan komisaris. Dengan kata lain, sistem two-tier memisahkan fungsi eksekutif (direksi) dan fungsi pengawasan (komisaris).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan profitabilitas Return On Assets (ROA) dalam mengukur kinerja keuangan suatu bank. Alasannya


(25)

adalah karena dalam penentuan tingkat kesehatan suatu bank, Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya ROA karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat. Suatu bank dapat dimasukkan dalam kategori sehat apabila memiliki rasio ROA minimal 1,5%. (Dendawijaya, 2003:119).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Almatari, dkk (2012); Paul, dkk (2011); Rashid, dkk (2010) board composition diukur hanya dengan menggunakan satu variabel saja yakni komisaris independen. Tetapi dalam penelitian ini ditambahkan satu variabel lagi yaitu dewan komisaris.

Tabel 2.2

Ringkasan Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Penelitan Variabel

Penelitian Hasil Penelitian

1

A. Rashid, A. De Zoysa, S.

Lodh, K.

Rudkin (2010)

Board

Composition and Firm

Performance: Evidence from Bangladesh

ROA, Tobin’s Q, board

composition,CEO duality, board size, firm size, debt ratio, firm age

Tidak ada

hubungan

signifikan antara board

composition dan kinerja keuangan perusahaan di Bangladesh

2

Akhalumeh Paul, Ohiokha Friday, Ohiokha Godwin

(2011)

Board

Composition and Corporate

Performance: An Analysis

of Evidence from Nigeria

Non- Executive

Directors, ROE, ROCE, ROAM, EPS, DPS

Non- Executive

Directors, ROE, ROCE, ROAM, EPS, DPS tidak berpengaruh terhadap board composition

3

Sh. D.

Chatterjee (2011)

Board

Composition and Performance in

ROCE, debt equity ratio, Tobin’s Q, board size, board

ROCE, debt equity ratio, Tobin’s Q, board size, board


(26)

Indian Firms: A Comparative Analysis Empirical

independent, size independent, size tidak

berpengaruh terhadap board composition

4 Yuliani (2007) Hubungan Efisiensi Operasional dengan Kinerja Profitabilitas Pada Sektor Perbankan yang Go Public di BEJ”

MSDN, BOPO, CAR dan LDR, ROA

BOPO berpengaruh negate terhadap

ROA, CAR

berpengaruh positif, MSDN dan LDR tidak berpengaruh terhadap ROA

5

Kartika Wahyu Sukarno,

Muhamad Syaichu (2006)

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Bank Umum di Indonesia

CAR, LDR, NPL, DER, BOPO, ROA

CAR dan LDR berpengaruh positif dan signifikan

terhadap ROA, NPL

berpengaruh positif tidak signifikan

terhadap ROA, DER

berpengaruh negatif tidak signifikan

terhadap ROA, BOPO

berpenaruh negatif dan signifikan

terhadap ROA

6

Yulius Ardy Wiranata, Yeterina Widi Nugrahant (2013) Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur di Indonesia

Kepemilikan asing (FOR), kepemilikan pemerintah (GOV), kepemilikan manajerial (MAN), kepemilikan institusional (INST), keluarga

FOR

berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan,

GOV, MAN,

INST dan SIZE tidak

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan,


(27)

(FAM), ukuran (SIZE), leverage (LEV)

FAM

berpengaruh negative

terhadap kinerja perusahaan

2.6 Kerangka Konseptual

Analisis kinerja lembaga keuangan, terutama bank, dapat dilakukan dengan menggunakan rasio keuangan untuk memberikan informasi tentang kinerja keuangan bank. Pengukuran kinerja bank yang berorientasi profit dapat melalui analisis profitabilitas.

Kinerja yang baik akan membuat masyarakat semakin percaya untuk menyimpan dananya ke bank. Kepercayaan dan loyalitas masyaakat kepada bank merupakan faktor yang sangat membantu dan mempermudah pihak bank untuk menyusun strategi kinerja yang baik. Masyarakat yang kurang menaruh kepercayaan terhadap bank maka, hal ini sangat tidak menguntungkan bagi bank, karena masyarakat sewaktu waktu dapat menarik dananya dan memindahkanya ke bank lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh board composition, management ownership dan bank size terhadap profitabilitas bank yang mana diwakili oleh Return On Assets (ROA).

Dalam penelitian ini, board composition terdiri dari dewan komisaris dan dewan komisaris independen. Board composition, management ownership dan bank size memiliki pengaruh terhadap profitabilitas bank yang merupakan salah satu ukuran kinerja bank.


(28)

Gambar yang menunjukkan hubungan antar variabel ditunjukkan dalam gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dewan Komisaris

( )

Dewan Komisaris Independen ( )

Management Ownership ( )

Profitabilitas Bank (Y)

Bank Size ( )

H1 H2 H3

H4


(29)

2.7 Pengembangan Hipotesis

Hipotesis memperlihatkan hubungan tertentu antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini, hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

2.7.1 Hubungan antara Dewan Komisaris dan Profitabilitas Bank

Dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan masukan kepada dean direksi perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas langsung terhadap perusahaan. Fungsi utama dari dewan komisaris adalah mengawasi kelengkapan dan kualitas informasi laporan atas kinerja dewan direksi. Karena itu, posisi dewan komisaris sangat penting dalam menjembatani kepentingan principal dalam sebuah perusahaan. Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan juga menjadi perdebatan tersendiri. Hardikasari (2011) menyebutkan bahwa penelitian mengenai ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki hasil yang beragam. Dalam penelitiannya tersebut, disebutkan argumen dari Yermack (1996), Sundgren dan Wells (1998), dan Jensen (1993), yang menyatakan bahwa semakin banyak personil yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruk kinerja yang dimiliki perusahaan. Hal tersebut dikarenakan dengan makin banyaknya anggota dewan komisaris maka badan ini akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya, diantaranya kesulitan dalam komunikasi dan koordinasi antar anggota dewan komisaris.


(30)

Dengan semakin banyaknya anggota dewan komisaris, pengawasan terhadap dewan direksi jauh lebih baik, masukan atau opsi yang akan didapat direksi akan jauh lebih banyak. Untuk itu masih diperlukan penelitian yang dapat membuktikan pengaruh ukuran dewan komisaris ini terhadap kinerja perusahaan di Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut hipotesis penelitian berikutnya yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

H1 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap profitabilitas bank.

2.7.2 Hubungan antara Dewan Komisaris Independen dan Profitabilitas Bank

Wagner, Stimpert & Furbara (1998) menemukan dalam penelitiannya bahwa kehadiran independent commissioner berkaitan dengan meningkatnya kinerja perusahaan. Beberapa penelitian menemukan bahwa banyaknya proporsi jumlah dewan independen dalam perusahaan memberi efek yang positif. Dendi Ramdani & Arjen van Witteloostuijn (2009) menemukan hasil yang signifikan antara independent commissioner dan kinerja perusahaan yang diwakili oleh ROA. Sementara itu Mizruchi (1982) menemukan bahwa dewan yang efektif, memiliki proporsi jumlah anggota independen yang besar. Alasan utama mengapa independent commissioner memberikan efek yang positif kepada perusahaan adalah dewan independen memberikan perspektif yang variatif yang mampu meningkatkan potensi lingkungan kerja


(31)

dan solusi yang lebih kreatif dalam menghadapi masalah di dalam perusahaan (Milliken & Martins, 1996). Selain itu, dewan independen memberikan keseimbangan terhadap kekuatan dalam perusahaan ( Hambrick & Mason, 1984).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Ukuran dewan komisaris independen berpengaruh terhadap profitabilitas bank.

2.7.3 Hubungan antara Management Ownership dan Profitabilitas Bank Menurut Diyah dan Erman, 2009 (dalam penelitian permanasari, 2010) kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat. Kasmir (2008:197) menjelaskan bahwa “ hasil pengukuran dapat dijadikan sebagai alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus kemungkinan untuk menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Oleh karena itu, profitabilitas bank sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja kepemilikan manajemen


(32)

untuk pencapaian hasil yang maksimal dalam mengatur keuangan suatu perusahaan.

Dari penjelasan diatas, maka hipotesis penelitiannya adalah:

H3 : Management ownership berpengaruh terhadap profitabilitas bank.

2.7.4 Hubungan antara Bank Size dan Profitabilitas Bank

Sebuah perusahaan besar pada dasarnya mempunyai kekuatan finansial yang lebih besar dalam menunjang kinerja, tetapi disisi lain, perusahaan dihadapkan pada masalah keagenan yang lebih besar (Darmawati, 2004). Perusahaan dengan aset besar biasanya akan mendapatkan perhatian lebih dari masayarakat. Hal ini akan menyebabkan perusahaan agar lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangannya. Perusahaan diharapkan untuk selalu berusaha menjaga stabilitas kinerja keuangan mereka. Pelaporan kondisi keuangan yang baik ini tentu saja tidak serta merta dapat dilakukan tanpa kinerja yang baik dari semua lini perusahaan.

Dari penjelasan diatas, maka hipotesis penelitiannya adalah: H4 : Bank size berpengaruh terhadap profitabilitas bank.


(33)

2.7.5 Hubungan antara Dewan Komisaris, Dewan Komisaris Independen, Management Ownership dan Bank Size secara bersama-sama dengan Profitabilitas Bank.

Pengaruh secara simultan digunakan untuk mengetahui apakah keempat variabel independen yaitu dewan komisaris, dewan komisaris independen, management ownership dan bank size berpengaruh terhadap profitabilitas bank.

H5 : Dewan komisaris, dewan komisaris independen, management ownership dan bank sze secara bersama-sama berpengaruh terhadap profitabilitas bank.


(1)

Gambar yang menunjukkan hubungan antar variabel ditunjukkan dalam gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dewan Komisaris

( )

Dewan Komisaris Independen ( )

Management Ownership ( )

Profitabilitas Bank (Y)

Bank Size ( )

H1 H2 H3

H4


(2)

2.7 Pengembangan Hipotesis

Hipotesis memperlihatkan hubungan tertentu antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini, hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

2.7.1 Hubungan antara Dewan Komisaris dan Profitabilitas Bank

Dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan masukan kepada dean direksi perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas langsung terhadap perusahaan. Fungsi utama dari dewan komisaris adalah mengawasi kelengkapan dan kualitas informasi laporan atas kinerja dewan direksi. Karena itu, posisi dewan komisaris sangat penting dalam menjembatani kepentingan principal dalam sebuah perusahaan. Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan juga menjadi perdebatan tersendiri. Hardikasari (2011) menyebutkan bahwa penelitian mengenai ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki hasil yang beragam. Dalam penelitiannya tersebut, disebutkan argumen dari Yermack (1996), Sundgren dan Wells (1998), dan Jensen (1993), yang menyatakan bahwa semakin banyak personil yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruk kinerja yang dimiliki perusahaan. Hal tersebut dikarenakan dengan makin banyaknya anggota dewan komisaris maka badan ini akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya, diantaranya kesulitan dalam komunikasi dan koordinasi antar anggota dewan komisaris.


(3)

Dengan semakin banyaknya anggota dewan komisaris, pengawasan terhadap dewan direksi jauh lebih baik, masukan atau opsi yang akan didapat direksi akan jauh lebih banyak. Untuk itu masih diperlukan penelitian yang dapat membuktikan pengaruh ukuran dewan komisaris ini terhadap kinerja perusahaan di Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut hipotesis penelitian berikutnya yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

H1 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap profitabilitas bank.

2.7.2 Hubungan antara Dewan Komisaris Independen dan Profitabilitas Bank

Wagner, Stimpert & Furbara (1998) menemukan dalam penelitiannya bahwa kehadiran independent commissioner berkaitan dengan meningkatnya kinerja perusahaan. Beberapa penelitian menemukan bahwa banyaknya proporsi jumlah dewan independen dalam perusahaan memberi efek yang positif. Dendi Ramdani & Arjen van Witteloostuijn (2009) menemukan hasil yang signifikan antara independent commissioner dan kinerja perusahaan yang diwakili oleh ROA. Sementara itu Mizruchi (1982) menemukan bahwa dewan yang efektif, memiliki proporsi jumlah anggota independen yang besar. Alasan utama mengapa independent commissioner memberikan efek yang positif kepada perusahaan adalah dewan independen memberikan perspektif yang variatif yang mampu meningkatkan potensi lingkungan kerja


(4)

dan solusi yang lebih kreatif dalam menghadapi masalah di dalam perusahaan (Milliken & Martins, 1996). Selain itu, dewan independen memberikan keseimbangan terhadap kekuatan dalam perusahaan ( Hambrick & Mason, 1984).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Ukuran dewan komisaris independen berpengaruh terhadap profitabilitas bank.

2.7.3 Hubungan antara Management Ownership dan Profitabilitas Bank Menurut Diyah dan Erman, 2009 (dalam penelitian permanasari, 2010) kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat. Kasmir (2008:197) menjelaskan bahwa “ hasil pengukuran dapat dijadikan sebagai alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus kemungkinan untuk menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Oleh karena itu, profitabilitas bank sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja kepemilikan manajemen


(5)

untuk pencapaian hasil yang maksimal dalam mengatur keuangan suatu perusahaan.

Dari penjelasan diatas, maka hipotesis penelitiannya adalah:

H3 : Management ownership berpengaruh terhadap profitabilitas bank.

2.7.4 Hubungan antara Bank Size dan Profitabilitas Bank

Sebuah perusahaan besar pada dasarnya mempunyai kekuatan finansial yang lebih besar dalam menunjang kinerja, tetapi disisi lain, perusahaan dihadapkan pada masalah keagenan yang lebih besar (Darmawati, 2004). Perusahaan dengan aset besar biasanya akan mendapatkan perhatian lebih dari masayarakat. Hal ini akan menyebabkan perusahaan agar lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangannya. Perusahaan diharapkan untuk selalu berusaha menjaga stabilitas kinerja keuangan mereka. Pelaporan kondisi keuangan yang baik ini tentu saja tidak serta merta dapat dilakukan tanpa kinerja yang baik dari semua lini perusahaan.

Dari penjelasan diatas, maka hipotesis penelitiannya adalah:


(6)

2.7.5 Hubungan antara Dewan Komisaris, Dewan Komisaris Independen, Management Ownership dan Bank Size secara bersama-sama dengan Profitabilitas Bank.

Pengaruh secara simultan digunakan untuk mengetahui apakah keempat variabel independen yaitu dewan komisaris, dewan komisaris independen, management ownership dan bank size berpengaruh terhadap profitabilitas bank.

H5 : Dewan komisaris, dewan komisaris independen, management ownership dan bank sze secara bersama-sama berpengaruh terhadap profitabilitas bank.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Ukuran dan Kepemilikan Bank Terhadap Kemampulabaan Bank pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 29 84

Pengaruh Board Composition, Management Ownership dan Bank Size Terhadap Profitabilitaas Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

0 44 110

PENGARUH INSTITUTIONAL OWNERSHIP, LEVERAGE, DAN FIRM SIZE TERHADAP PRAKTIK EARNINGS MANAGEMENT PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2008

0 3 67

ANALISIS PENGARUH BOARD SIZE, BOARD INDEPENDENCE, MANAGERIAL OWNERSHIP DAN INSTITUTIONAL OWNERSHIP TERHADAP DIVIDEND PAYOUT RATIO (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2005 – 2011).

0 0 15

Pengaruh Board Composition, Management Ownership dan Bank Size Terhadap Profitabilitaas Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

0 0 13

Pengaruh Board Composition, Management Ownership dan Bank Size Terhadap Profitabilitaas Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

0 0 2

Pengaruh Board Composition, Management Ownership dan Bank Size Terhadap Profitabilitaas Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

0 0 10

Pengaruh Board Composition, Management Ownership dan Bank Size Terhadap Profitabilitaas Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

0 0 3

Pengaruh Board Composition, Management Ownership dan Bank Size Terhadap Profitabilitaas Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

0 0 14

PENGARUH BOARD COMPOSITION, MANAGEMENT OWNERSHIP DAN BANK SIZE TERHADAP PROFITABILITAS BANK PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) TAHUN 2011-2014 Firman Syarif

0 1 10