Analisis Kandungan Kromium, Mangan dan Zink Pada Buah Kelor (Moringa oleifera Lam.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, namaasing dan daerah, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan.

2.1.1 Daerah tumbuh (habitat)

Tanaman kelor merupakan tanaman asli kaki bukit Himalaya, Asia Selatan, dari timur laut Pakistan, sebelah utara Bengala Barat di India dan timur laut Bangladesh. Tanaman kelor telah menyebar dan beradaptasi dengan baik di luar daerah asalnya, termasuk seluruh Asia Selatan dan di banyak negara Asia Tenggara, Semenanjung Arab, Afrika, Amerika Tengah, Karibia dan Amerika Selatan (Kurniasih, 2013).

Tanaman kelor tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian ± 1000 m dpl. Tanaman kelor dapat tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 m dpl (Tilong, 2012). Tanaman kelor tumbuh liar di ladang, di daerah yang cukup air, tetapi juga bisa tumbuh di tanah gersang (Kurniawan, 2013).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Tanaman kelor merupakan tanaman perdu tegak dengan batang berkayu yang memilikiketinggian pohon mencapai 12 meter; berakar tunggang berwarna putih yang membesar seperti lobak; mempunyai batang bulat dengan arah tumbuh lurus ke atas dan permukaannya kasar. Percabangan pada batangnya terjadi secara


(2)

6

simpodial; daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling; helai daun saat muda berwarna hijau muda, setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 - 3 cm, lebar 4 mm sampai 1 cm, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat, dan tepi daun rata, susunan pertulangan menyirip, pemukaan atas dan bawah halus; bunga berwarna putih agak krem, menebar aroma khas(Kurniasih, 2013).

Tanaman kelor berbuah setelah berumur 12-18 bulan, berbentuk segitiga memanjang dengan panjang sekitar 20-60 cm, ketika masih muda berwarna hijau, namun setelah tua warnanya berubah menjadi cokelat,berwarna cokelat setelah tua; biji berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau terang dan ketika polong matang dan kering berwarna cokelat kehitaman dengan sayap biji ringan, sedangkan kulit biji mudah dipisahkan sehingga meninggalkan biji yang berwarna putih biji berbentuk bulat(Tilong, 2012).

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Menurut Depkes RI (2001), sistematika tanaman keloradalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Brassicales Famili : Moringaceae Genus : Moringa


(3)

7 2.1.4 Nama daerah

Penanaman kelor di Indonesia tersebar di seluruh daerah, mulai dari Sabanghingga Meurauke. Tanaman kelor dikenal pada berbagai daerah, sepertimurong (Aceh), marangghi (Madura), moltong (Flores), kelo (Gorontalo), keloro (Bugis), Kawano (Padang), ongge (Bima) dan kelor (Jawa, Melayu, Sunda, Bali dan Lampung) (Tilong, 2012).

2.1.5 Nama asing

Selama berabad-abad, tanaman kelor telah dibawa ke berbagai daerah, mulai dari wilayah sub tropis hingga tropis. Kini kelor dikenal di 82 negara dengan 210 nama yang berbeda, diantaranyaadalah pattima (Benin), aleko (Ethiopia), yevu-ti (Ghana), cham’mwanba (Malawi), ewe ile (Nigeria), cedro (Brazil), angela (Colombia), dangap (Somalia), ruwang (Sudan), mupulanga (Zimbabwe), sajina (Bangladesh), suhanjna (Pakistan) dan marum (Thailand) (Kurniasih, 2013).

2.1.6 Kandungan kimia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nutrisi dan senyawa kimia dari setiap 100 g buah kelor, antara lain: 7,2 g karbohidrat; 2,8 g protein; 0,7 g lemak. Selain itu juga terdapat alkaloid, asam amino essensial, vitamin dan mineral (Mallilin, dkk., 2004).

Menurut Aslam, dkk. (2005), setiap 100 gram tanaman kelor mengandung mineral kalium (1,97 g daun segar; 1,96 mg buah polong), natrium (259,10 mg daun segar; 199 mg buah polong), kalsium (189,50 mg daun segar; 129,20 mg buah polong), magnesium (9,82 mg daun segar; 9,39 mg buah polong), besi (39,70 mg daun segar; 28,0 mg buah polong), fosfor (14,50 mg daun segar;


(4)

8

21,25mg buah polong), tembaga (1,12 mg daun segar; 3,2 mg buah polong); mangan (11,28 mg daun segar; 7,20 mg buah polong) dan zink (2,09 mg daun segar; 1,53 mg buah polong).

2.1.7 Khasiat tumbuhan

Setiap bagian tanaman kelor dapat dimanfaatkan untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit. Secara tradisional, akar kelor digunakan untuk menyembuhkan nyeri, rematik, sariawan dan asma; kulit akar untuk mengatasi pembengkakan dan sariawan sedangkan kulit batang digunakan untuk pelancar haid, flu dan sariawan. Ramuan daun kelor dapat membantu penyembuhan pembengkakan limpa, penurun gula darah, meningkatkan nafsu makan, panas dalam, anemia dan mempelancar air susu ibu (Kurniasih, 2013).

Buah kelor berkhasiat sebagai antimikroba, menurunkan kolesterol, antihipersensitif, antiinflamasi, menjaga kesehatan organ reproduksi dan tonik (Tilong, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, buah kelor dapat digunakan untuk mengatasi rematik dan asam urat(Kristinawati dan Nurlaela, 2013).

2.2 Mineral

Mineral adalah nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah tertentu untuk menjaga kesehatan. Mineral merupakan zat anorganik (unsur atau senyawa kimia) yang ditemukan di alam (Tilong, 2012). Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim (Almatsier, 2004).


(5)

9

Menurut jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, mineral dapat diklasifikasikan menjadi mineral mayor dan mineral minor. Mineral utama (mayor) adalah mineral yang kita perlukan lebih dari 100 mg sehari, seperti kalsium, tembaga, fosfor, kalium, natrium dan klorida. Mineral minor (trace elements) adalah mineral yang dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari, seperti kromium, magnesium, yodium, besi, flor, mangan, selenium dan zink. Mineral minor tak kalah penting dibandingkan mineral utama. Kekurangan mineral minor akan menyebabkan masalah kesehatan ( Tilong, 2012).

2.2.1 Kromium

Kromium merupakan mikronutrien bagi makhluk hidup, tetapi bersifat toksik dalam dosis tinggi. Cr (III) dibutuhkan untuk metabolisme hormon insulin dan pengaturan kadar glukosa darah. Defisiensi Cr (III) bisa menyebabkan hiperglisemia, glukosoria, meningkatnya cadangan lemak tubuh dan menurunkan jumlah sperma (Almatsier, 2004).

Kebutuhan kromium pada manusia dipengaruhi oleh umur dan kondisi wanita (hamil dan menyusui). Angka kecukupan gizi untuk kromium adalah pada usia 0-6 bulan (0,2 mcg); usia 7-12 bulan (5,5 mcg); 1-3 tahun (11 mcg); 4-8 tahun (15 mcg), 9-13 tahun (21-25 mcg); 14-50 tahun (24-35 mcg); wanita hamil (29-30 mcg) dan ibu menyusui (44-45 mcg).Dalam bentuk makanan, kromium hanya diserap sebesar 1 - 3%. Efek toksik kromium dapat merusak dan mengiritasi hidung, paru-paru, lambung dan usus. Dampak jangka panjang yang tinggi dari kromium menyebabkan kerusakan pada hidung dan paru-paru. Mengonsumsi makanan berbahan kromium dalam jumlah yang sangat besar,


(6)

10

menyebabkan gangguan perut, bisul, kejang, ginjal, kerusakan hati dan bahkan kematian (Widowati, dkk., 2008).

2.2.2Mangan

Mangan merupakan mikronutrien essensial bagi semua makhluk hidup. Di tubuh terdapat 10-20 mg mangan, yang terutama berada di dalam tulang dan kelenjar. Mangan berperan sebagai kofaktor berbagai enzim yang membantu bermacam proses metabolisme, diantaranya dalam metabolisme karbohidrat dan lemak. Mangan juga berperan dalam pembentukan jaringan ikat dan tulang serta pencegahan pengoksidasian lemak oleh radikal bebas. Angka kecukupan gizi untuk mangan bagi wanita 1,6 - 1,8 mg dan pria 1,9 - 2,3 mg per hari tergantung usia (Almatsier, 2004).

Absorpsi mangan oleh alat pencernaan makanan kurang dari 5%. Walaupun keterlibatannya luas dalam metabolisme, namun defisiensi mangan tidak luas pengaruhnya, hal ini mungkin karena banyak ion magnesium yang dapat mensubstitusikan mangan dalam banyak fungsi yang berkaitan dengan enzim. Penggunaan suplementasi besi dan kalsium perlu diperhatikan karena kedua zat tersebut menghambat absorpsi mangan (Linder,1985; Almatsier, 2004).

Defisiensi mangan pada manusia yang mengkonsumsi mangan 0,35 mg/hari menunjukkan gejala kehilangan berat badan, gangguan pertumbuhan kuku/rambut, dermatitis dan hipokolesterolemia. Penelitian pada hewan jantan dan betina kekurangan mangan dapat menyebabkan sterildan keturunan dari induk yang menderita kekurangan mangan menunjukkan kelainan kerangka dan gangguan kerangka otot. Keracunan karena kelebihan mangan dapat terjadi bila lingkungan terkontaminasi oleh mangan, dengan tanda-tandanya menunjukkan


(7)

11

gejala-gejala kelainan otak disertai penampilan dan tingkah laku abnomal yang menyerupai Parkinson (Widowati, dkk., 2008).

2.2.3 Zink

Zink adalah mineral penting yang ikut membentuk lebih dari 300 enzim dan protein. Zink terlibat dalam pembelahan sel, metabolisme asam nukleatdan pembuatan protein. Zink juga membantu kerja hormon termasuk hormon kesuburan, juga hormon yang diproduksi oleh kelenjar di otak, tiroid, adrenal dan timus. Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1998 menetapkan angka kecukupan zink untuk Indonesia adalah bayi (3-5 mg), usia 1-9 tahun (8-10 mg), usia 10->60 (15 mg) baik pria maupun wanita, ibu hamil (+ 5 mg), ibu menyusui (+ 10 mg) (Almatsier, 2004).

Zink terdapat pada berbagai jenis bahan makanan. Kandungan zink paling tinggi terdapat dalam kerang, daging sapi dan daging merah lainnya, ayam, ikan, kacang, buncis, biji-bijian, sereal sedangkan sayuran mengandung zink rendah. Sekitar 10-40% zink yang terdapat dalam makanan akan diabsorpsi tubuh. Dari makanan nabati, zink yang terabsorpsi hanya 10-20%, sedangkan dari hewani dapat mencapai 30% (Widowati, dkk., 2008).

Kekurangan zink ringan dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan disertai turunnya berat badan dan mudah terinfeksi. Kekurangan zink sedang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kekurangan hormon kesuburan dan melambatnya penyembuhan luka. Pada kasus yang lebih berat, timbul gejala kerdil, anak sering sakit karena kurangnya sel darah putih, kelainan kulit dan pencernaan, diare dan gangguan emosi (Widowati, dkk., 2008).


(8)

12 2.3 Destruksi

Untuk menentukan kandungan mineral bahan makanan, bahan harus dihancurkan atau didestruksi dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan (Apriyantono, dkk., 1989).

Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral. Cara ini membutuhkan sedikit ketelitian dan mampu menganalisis bahan lebih banyak daripada pengabuan basah. Pengabuan basah memberikan beberapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur dari pada menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan, pada tahap selanjutnya proses sering kali berlangsung sangat cepat akibat penambahan asam perklorat atau hidrogen peroksida (Apriyantono, dkk., 1989).

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

2.4.1 Prinsip dasar spektrofotometri serapan atom

Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok


(9)

13

untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2008).

Spektroskopi serapan atom didasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh kalium menyerap cahaya pada panjang gelombang 766,5 nm; kalsium menyerap cahaya pada panjang gelombang 422,7 nm dan besi menyerap cahaya pada panjang gelombang 248,3 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1984; Gandjar dan Rohman, 2008).

Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi radiasi, energi kimia dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat yang spesifik untuk setiap unsur. Besarnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan jumlah unsur atau persenyawaan yang terdapat di dalamnya. Proses interaksi ini mendasari analisis spektrofotometri atom yang dapat berupa emisi dan absorpsi (Gandjar dan Rohman, 2008).

2.4.2 Instrumentasi spektrofotometri serapan atom

Menurut Harris (2010) sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(10)

14

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom a. Sumber sinar

Sumber sinar yang umum dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari unsur atau dilapisi unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia dengan tekanan rendah yang jika diberikan tegangan pada arus tertentu, katoda akan memancarkan elektron-elektron yang bergerak menuju anoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi. Elektron dengan energi tinggi ini akan bertabrakan dengan gas mulia sehingga gas mulia kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion gas mulia bermuatan positif akan bergerak menuju katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi sehingga menabrak unsur-unsur yang terdapat pada katoda. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar permukaan katoda dan mengalami eksitasi ke tingkat energi elektron yang lebih tinggi (Gandjar dan Rohman, 2008).

Lampu Katoda Berongga

Nyala

Monokromator Detektor Amplifier

Komputer Udara

Gas

Larutan Sampel


(11)

15 b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2008).

Teknik atomisasi dengan nyala bergantung pada suhu yang dapat dicapai oleh gas-gas yang digunakan. Untuk gas batubara-udara suhunya kira-kira sebesar 1800ºC, gas alam-udara 1700ºC, gas udara 2200ºC dan gas asetilen-dinitrogen oksida sebesar 3000ºC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2008).

Teknik atomisasi tanpa nyala dapat dilakukan dengan meletakkan sejumlah sampel di dalam tungku dari grafit kemudian dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada tabung grafit. Akibat pemanasan ini, zat yang akan dianalisis akan berubah menjadi atom-atom netral dan dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadi proses penyerapan energi (Gandjar dan Rohman, 2008).

c. Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator berfungsi untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan untuk analisis. Di dalam monokromator, terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan panjang gelombang yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2008).


(12)

16 d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya detektor yang digunakan adalah tabung penggandaan foton (photomultiplier tube) (Gandjar dan Rohman, 2008).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva dari suatu alat perekam yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2008).

2.4.3 Gangguan-gangguan pada spektrofotometri serapan atom

Gangguan-gangguan (interference)pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2008).

Menurut Gandjar dan Rohman (2008), gangguan-gangguan yang terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang terdisosiasi di dalam nyala


(13)

17 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman,2008; Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

1. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Untuk mencapai kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Harmita, 2004).

Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Metode simulasi (spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan


(14)

18

hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).

Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks adalah sebagai berikut ini:

Tabel 2.1 Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada analit sampel Jumlah analit pada sampel Persen perolehan kembali yang diizinkan (%)

1 ppm 80-110

100 ppb 80-110

10 ppb 60-115

1 ppb 40-120

Sumber: Harmita (2004). 2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis


(15)

19

dan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik (Harmita, 2004).

3. Selektivitas (spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas biasanya dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenisdan senyawa lain yang dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004). 4. Linearitas dan rentang

Liniearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberpa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). Liniearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004; Gandjar dan Rohman, 2008).

5. Batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan


(16)

20

sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

6. Ketangguhan metode (ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu dan hari yang berbeda. Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja terhadap hasil uji (Harmita, 2004).

7. Kekuatan (robustness)

Kekuatan merupakan kemampuan metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Kekuatan suatu metode adalah dengan membuat variasi parameter-parameter penting dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Gandjar dan Rohman, 2008).


(1)

15 b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2008).

Teknik atomisasi dengan nyala bergantung pada suhu yang dapat dicapai oleh gas-gas yang digunakan. Untuk gas batubara-udara suhunya kira-kira sebesar 1800ºC, gas alam-udara 1700ºC, gas udara 2200ºC dan gas asetilen-dinitrogen oksida sebesar 3000ºC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2008).

Teknik atomisasi tanpa nyala dapat dilakukan dengan meletakkan sejumlah sampel di dalam tungku dari grafit kemudian dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada tabung grafit. Akibat pemanasan ini, zat yang akan dianalisis akan berubah menjadi atom-atom netral dan dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadi proses penyerapan energi (Gandjar dan Rohman, 2008).

c. Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator berfungsi untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan untuk analisis. Di dalam monokromator, terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan panjang gelombang yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2008).


(2)

16 d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya detektor yang digunakan adalah tabung penggandaan foton (photomultiplier tube) (Gandjar dan Rohman, 2008).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva dari suatu alat perekam yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2008).

2.4.3 Gangguan-gangguan pada spektrofotometri serapan atom

Gangguan-gangguan (interference)pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2008).

Menurut Gandjar dan Rohman (2008), gangguan-gangguan yang terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang terdisosiasi di dalam nyala


(3)

17 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman,2008; Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

1. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Untuk mencapai kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Harmita, 2004).

Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Metode simulasi (spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan


(4)

18

hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).

Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks adalah sebagai berikut ini:

Tabel 2.1 Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada analit sampel Jumlah analit pada sampel Persen perolehan kembali yang diizinkan (%)

1 ppm 80-110

100 ppb 80-110

10 ppb 60-115

1 ppb 40-120

Sumber: Harmita (2004). 2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis


(5)

19

dan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik (Harmita, 2004).

3. Selektivitas (spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas biasanya dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenisdan senyawa lain yang dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004). 4. Linearitas dan rentang

Liniearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberpa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). Liniearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004; Gandjar dan Rohman, 2008).

5. Batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan


(6)

20

sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

6. Ketangguhan metode (ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu dan hari yang berbeda. Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja terhadap hasil uji (Harmita, 2004).

7. Kekuatan (robustness)

Kekuatan merupakan kemampuan metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Kekuatan suatu metode adalah dengan membuat variasi parameter-parameter penting dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Gandjar dan Rohman, 2008).