Halusinasi

HALUSINASI
1. Definisi
Menurut Varcarolis, Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang,
dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang sering adalah halusinasi
pendengaran (Auditory-hearing voices or sound), penglihatan (Visual-seeing persons or
things), penciuman (Olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-experiencing
tastes) (Yosep, 2011).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan dan penghidu. Klien merasakan stimulus yang betulnya tidak ada
(Damaiyanti, 2008).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah / pola stimulus yang datang disertai
gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut
(Nanda-1, 2012).
2. Jenis atau macam
Menurut Yosep (2007: 79), jenis halusinasi di bagi menjadi 8 yaitu :
1. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang
tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau
kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut di tujukan pada penderita
sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara

tersebut.
Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat, bahkan mungkin
datang dari tiap bagian tubuhnya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh
berbuat baik, tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan
yang menakutkan dan kadang-kadang mendesak/ memerintah untuk berbuat
sesuatu seperti membunuh dan merusak.
2. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering
muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat
gambaran-gambaran yang mengerikan.

3. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak
enak, melambungkan rasa bersalah pada penderita.
Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu
kombinasi moral.
4. Halusinasi pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman,
penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari
halusinasi gustatorik.

5. Halusinasi raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat, yang bergerak di bawah kulit.
Terutama pada keadaan delirium toksisdan skizofrenia.
6. Halusinasi seksual/ halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizofrenia dengan waham
kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7. Halusinasi kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota
badannya yang bergerak-gerak, misalnya “phantom phenomenon” atau tungkai
yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). Sering pada skizofrenia
dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.
8. Halusinasi visceral;
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
3. Tanda dan gejala
Menurut Videback (2004: 310), halusinasi dibagi menjadi 6 tipe (dalam Yosep, 2011)
yaitu :
1. Halusinasi pendengaran (Auditory-hearning voices or sounds)
Data Subjektif :



Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya



Mendengar suara atau bunyi



Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap



Mendengar seseorang yang sudah meninggal



Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau suara
lain yang membahayakan.

Data Objektif :



Mengarahkan telinga pada sumber suara



Bicara atau tertawa sendiri



Marah-marah tanpa sebab



Menutup telinga



Mulut komat kamit




Ada gerakan tangan

2. Halusinasi penglihatan (Visual-seeing persons or things)
Data Subjektif :
Melihat orang yang sudah meninggal, melihat makhluk tertentu, melihat



bayangan, hantu atau sesuatu yang menakutkan, cahaya
Monster yang memasuki perawat.



Data Objektif :


Tatapan mata pada tempat tertentu




Menujuk kearah tertentu



Ketakutan pada objek yang dilihat.

3. Halusinasi penghidu (Olfactory-smelling odors)
Data Subjektif :
Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, feses, atau bau masakan,



parfum yang menyengat


Klien sering mengatakan mencium bau sesuatu




Tipe halusinasi ini sering menyertai klien demensia, kejang atau penyakit
serebrovaskuler.

Data Objektif :


Ekspresi wajah sepewrti mencium bau sesuatu dengan gerakan cuping
hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu.

4. Halusinasi peraba (Tactile-feeling bodily sensations)
Data Subjektif :


Klien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi tubuh seperti tangan,
binatang kecil, makhluk halus.



Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau

dingin, merasakan tersengat aliran listrik

Data Objektif :


Mengusap, menggaruk-garuk, meraba-raba permukaan kulit



Terlihat mengerak-gerakan badan seperti merasakan sesuatu rabaan

5. Halusinasi pengecap (Gustatory-experiencing tastes)
Data Subjektif :


Klien seperti sedang merasakan makanan tertentu, rasa tertentu atau
mengunyah sesuatu

Data Objektif :



Seperti mengecap sesuatu



Gerakan mengunyah



Meludah atau muntah

6. Cenesthetic & Kinestetic hallucinations
Data Subjektif :


Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi misalnya
tidak adanya denyutan di otak, atau sensasi pembentukan urine dalam
tubuhnya, perasaan tubuhnya melayang di atas bumi.

Data Objektif :



Klien menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan sesuatu yang aneh
tentang tubuhnya.

4. Fase
Menurut Kusumawati dan Hartono (2010: 106), tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase
yaitu :
1. Fase I (Comforting)
Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dalam
golongan nonpisikotik. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stress, cemas,
perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di
selesaikan. Pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat
jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase II (Conndeming)
Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman sensori menjijihkan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri menjadi

dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain
tahu dan klien dapat mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini biasanya
meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung
dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak dapat membedakan
realita.
3. Fase III (Controlling)
Controling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.
Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya dengan
halusinasinya, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik
berupa berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.
4. Fase IV (Conquering)
Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi
halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan memerahi klien. Klien
menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain dan lingkungan. Perilaku klien menunjukan perilaku teror
akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.
5. Psikopatologi/ proses terjadinya masalah ***
Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang menderita
halusinasi akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari lingkungannya atau
stimulus eksternal (Yosep, 2011). Pada fase awal masalah itu menimbulkan peningkatkan
kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan menghambat atau
membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan
sendiri menurun. Meningkatnya pada fase comforting, klien mengalami emosi yang
berlanjut seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat dikontrol bila
kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan

halusinasinya. Pada fase condermning klien mulai menarik diri. Pada fase controlling
klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering klien
lama kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan halusinasinya
terutama bila tidak menuruti perintahnya.
6. Pemeriksaan dan pengkajian
Pemeriksaan:
Pengkajian:
Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan dengan
wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut
a. Dari pengamatan saya sejak tadi, bapak/ibu tampakseperti bercakap-cakap sendiri
apa yang sedang bapak/ibu dengar/lihat?
b. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
c. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan?
d. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya?
e. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan?
f. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan tersebut?.
g. Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
h. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
i. Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan tersebut?
j. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan melihat bayangan
tersebut?
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut:
a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkan atau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga.
d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
f. Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
g. Menutup hidung.
h. Sering meludah

i. Muntah
j. Menggaruk permukaan kulit
Pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dalam proses keperawatan, tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan masalah atas permasalahan
klien. Pengkajian yang dilakukan pada pasien halusinasi meliputi data :
a. Faktor Predisposisi (Stuart, 2007)
Faktor predisposisi yang mempengaruhi pada pasien halusinasi dapat mencakup :
-

Dimensi Biologis Meliputi abnormalitas perkembangan sistem syaraf,
yang berhungan dengan respon neurobiology maladaptif yang ditunjukan
melalui hasil penelitian pencitraan otak, zat kimia otak, dan penelitian
pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi yang
menunjukan peran genetik pada skizofrenia.

-

Psikologis Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis
yang maladaptif belum didukung oleh penelitian.

-

Sosial budaya Stress yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia
dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak di yakini sebagai penyebab utama
gangguan.

b. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan halusinasi bagi setiap individu bersifat unik. Stresor
tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh stressor yang berasal
dari luar antara lain serangan fisik, kematian, dan lain-lain. Sedangkan stressor
yang berasal dari dalam antara lain putus hubungan dengan orang yang berate,
kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, dan lain-lain. Selain itu
lingkungan yang terlalu rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
tindakan kekerasan, dapat memicu perilaku kekerasan.
c. Persepsi (Keliat, 2011)
-

Mengkaji jenis dan isi halusinasi

-

Mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi

-

Respons terhadap halusinasi.

Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi

Isolasi Sosial
Pohon masalah Halusinasi

Diagnosa Keperawatan
a) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b) Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
c) Isolasi sosial : Menarik diri.
(Keliat 2006)

Daftar Pustaka
Nanda, 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku
Kedokteran : EGC.
Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN - Basic Course).
Jakarta: EGC
Keliat, B.A, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed. 2. Jakarta: EGC
Kusumawati F dan Hartono Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Stuart, Gail W.2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, I. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama