Pengetahuan Keluarga tentang Perawatan Klien Halusinasi di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013
PENGARUH EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI
PERAWAT PELAKSANA DI RUANGAN RAWAT INAP RSU MITRA SEJATI MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Siti Nurlina 121121097
PROGRAM ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Siti Nurlina
Nim : 121121097
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: Pengaruh Efektivitas Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Komitmen Organisasi Perawat Pelaksana di Ruangan Rawat Inap RSU Mitra Sejati Medan adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan kepada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan kaidah ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Medan, Februari 2014 Yang menyatakan,
Siti Nurlina NIM. 121121097
(4)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengetahuan Keluarga tentang Perawatan Klien Halusinasi di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013”.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu, antara lain:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II, Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 3. Salbiah, S.Kp.,M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi saya di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan motivasi, bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Achmad Fathi, S.Kp.,MNS selaku penguji I dan Diah Arruum S.Kep, Ns, M.Kep selaku penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan staff pengajar civitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberi bimbingan selama perkuliahan, khususnya dosen-dosen mata kuliah riset keperawatan
(5)
6. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda Dai Siagian dan Ibunda Alina yang selalu mencurahkan kasih sayang dan selalu memberikan dukungan serta doa restu sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman sejawat S1 Keperawatan Ekstensi 2012, terima kasih atas bantuan
dan semangatnya selama ini.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat berharap adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik dimasa yang akan datang
Medan, Januari 2014
(6)
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Pertanyaan penelitian ... 6
1.3 Tujuan penelitian ... 6
1.4 Manfaat penelitian ... 7
BAB 2 TINJAUAN TEORI 1. Konsep komitmen organisasi ………... 9
1.1 Pengertian komitmen organisasi ………... 9
1.2 Faktor – faktor yang berpengaruh terhadpa komitmen organisasi ... 13
2.2.1 Karakteristik personal ……... 14
2.2.2 Karakteristik situasional ... 14
2.2.3 Karakteristik positional ... 16
1.3 Membangun komitmen organisasi ... 17
1.4 Organisasi sebagai kelompok kecil ……….. ... 18
2. Konsep kepemimpinan ... 20
2.1 Pengertian kepemimpinan ... 20
2.2 Teori kepemimpinan ... 21
2.2.1 Teori sifat ... 21
(7)
2.2.3 Teori kepemimpinan situasional ... 28
2.3 Fungsi dan tipe kepemimpinan ... 28
2.3.1 Fungsi kepemimpinan ……… ... 28
2.3.2 Tipe kepemimpinan ... 31
2.4 Faktor –faktor yang mempengaruhi pemimpin ………. 34
2.5 Kompetensi dan keterampilan kepemimpinan ………... 35
2.5.1 Kompetensi ………. 35
2.5.2 Keterampilan ………... 37
2.6 Kepala ruangan sebagai pemimpin keperawatan ……… 37
2.6.1 Defenisi kepala ruangan ………. 37
2.6.2 Fungsi dan tugas kepala ruangan sebagai pemimpin ……….. 38
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 Kerangka konsep ... 43
3.2 Defenisi operasional ... 45
3.3 Hipotesa ... 47
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain penelitian ... 48
4.2 Populasi, sampel penelitian dan teknik sampling ... 48
4.3 Lokasi dan waktu penelitian ... 49
4.4 Pertimbangan etik ... 50
4.5 Instrumen penelitian ... 51
4.6 Uji validitas dan reabilitas ... 52
4.6 Pengumpulan data ... 53
(8)
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil penelitian ……… 57 5.2 Pembahasan ……….. 62 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ………. 68 6.2 Saran ……… 68
Daftar Pustaka Lampiran- lampiran 1.Inform consent 2.Instrumen Penelitian 3.Jadwal Kegiatan Penelitian 4.Lembar Bimbingan Skripsi 5.Riwayat Hidup
6.Lembar Survey Awal Penelitian 7.Lembar Izin Penelitian
8. Tabulasi Data Hasil Uji Reliabel 9. Tabulasi Data Hasil Penelitian 10. Tabulasi Data Hasil Penelitian
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2.1 Defenisi Operasional
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase data demografi perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Mitra Sejati Medan.
Tabel 5.2 Efektivitas kepemimpinana kepala ruangan rawat inap berdasarkan sub variabel menurut persepsi perawat pelaksana RSU Mitra Sejati Medan. Tabel 5.3 Efektivitas kepemimpinana kepala ruangan rawat inap RSU Mitra Sejati
Medan menurut persepsi perawat pelaksana.
Tabel 5.4 Komitmen organisasi perawat pelaksana rawat inap RSU Mitra Sejati Medan Menurut persepsi perawat pelaksana.
Tabel 5.5 Pengaruh komitmen organisasi perawat pelaksana pada efektivitas kepemimpinan kepala ruangan rawat inap di RSU Mitra Sejati Medan.
(10)
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1.1 Kerangka Konseptual
(11)
Judul : Pengaruh Efektivitas Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Komitmen Organisasi Perawat Pelaksana di Ruangan Rawat Inap RSU Mitra Sejati Medan.
Nama : Siti Nurlina Nim : 121121097
Program : Sarjana Keperawatan Tahun : 2014
ABSTRAK
Perawat pelaksana yang bekerja di RSU Mitra sejati Medan memilki komitmen organisasi yang kuat berdasarkan pengaruh kepemimpinan kepala ruangan yang efektif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh efektivitas kepemimpinan kepala ruangan dan komitmen organisasi perawat pelaksana di RSU Mitra Sejati Medan. Rancangan penelitian menggunakan metode deskriptif korelasional. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 80 orang yaitu perawat pelaksana dengan menggunakan tekhnik total sampling.Instrumen penelitian terdiri dari kuesioner efektivitas kepemimimpinan untuk mengukur efektifitas kepemimpinan kepala ruangan dan komitmen organisasi untuk mengukur komitmen organisasi perawat pelaksana memiliki konsistensi internal (alpha cronbach 0,86) Analisa korelasi yang digunakan yaitu menggunakan rumus chi-square. Hasil analisis menunjukan bahwa 70% efektivitas kepemimpinan kepala ruangan efektif dan 10 % menunjukan efektivitas kepemimpinankepala ruangan tidak efektif. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya pengaruh antara efektivitas kepemimpinan kepala ruangan dengan komitmen organisasi perawat pelaksana. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti tentang gambaran efektivitas kepemimpinan dengan komitmen organisasi.
(12)
Title : The Effect Of Leadership Effectiveness Of Head Room Toward The Commitment Of Nurse Organizational To Perform Inpatient In General Hospital Of Mitra Sejati Medan.
Name of Student : Siti Nurlina Student Number : 121121097 Faculty of Nursing of North Sumatra Year : 2013
ABSTRACT
Nurses working in general hospital of Mitra Sejati have a strong organizational commitment because of the effect of an effective leadership of the head room . The purpose of this study is to analyze the differences of the leadership commitment effectiveness of the head room to the organization in general hospital of Mitra Sejati . The research uses a descriptive correlation method. The number of samples in this study is 80 nurses. It uses total sampling techniques. The research instrument consisted of questionnaire to measure the leadership effectiveness of the head room and the organizational commitment to measure the commitment of nurse organization which has internal consistency (Cronbach alpha 0.86). Correlation analysis used is using the chi-square formula. The results of the analysis showed that 70% effectiveness of leadership of the head room is effective and 10% showed it is not effective. The results of the study showed no difference between organizational commitment of nurses and the leadership effectiveness of r nurse head room. For further research it is recommended to examine the picture of the effectiveness of leadership and organizational commitment.
Keywords: leadership effectiveness, the head of the room, organizational commitment.
(13)
Judul : Pengaruh Efektivitas Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Komitmen Organisasi Perawat Pelaksana di Ruangan Rawat Inap RSU Mitra Sejati Medan.
Nama : Siti Nurlina Nim : 121121097
Program : Sarjana Keperawatan Tahun : 2014
ABSTRAK
Perawat pelaksana yang bekerja di RSU Mitra sejati Medan memilki komitmen organisasi yang kuat berdasarkan pengaruh kepemimpinan kepala ruangan yang efektif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh efektivitas kepemimpinan kepala ruangan dan komitmen organisasi perawat pelaksana di RSU Mitra Sejati Medan. Rancangan penelitian menggunakan metode deskriptif korelasional. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 80 orang yaitu perawat pelaksana dengan menggunakan tekhnik total sampling.Instrumen penelitian terdiri dari kuesioner efektivitas kepemimimpinan untuk mengukur efektifitas kepemimpinan kepala ruangan dan komitmen organisasi untuk mengukur komitmen organisasi perawat pelaksana memiliki konsistensi internal (alpha cronbach 0,86) Analisa korelasi yang digunakan yaitu menggunakan rumus chi-square. Hasil analisis menunjukan bahwa 70% efektivitas kepemimpinan kepala ruangan efektif dan 10 % menunjukan efektivitas kepemimpinankepala ruangan tidak efektif. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya pengaruh antara efektivitas kepemimpinan kepala ruangan dengan komitmen organisasi perawat pelaksana. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti tentang gambaran efektivitas kepemimpinan dengan komitmen organisasi.
(14)
Title : The Effect Of Leadership Effectiveness Of Head Room Toward The Commitment Of Nurse Organizational To Perform Inpatient In General Hospital Of Mitra Sejati Medan.
Name of Student : Siti Nurlina Student Number : 121121097 Faculty of Nursing of North Sumatra Year : 2013
ABSTRACT
Nurses working in general hospital of Mitra Sejati have a strong organizational commitment because of the effect of an effective leadership of the head room . The purpose of this study is to analyze the differences of the leadership commitment effectiveness of the head room to the organization in general hospital of Mitra Sejati . The research uses a descriptive correlation method. The number of samples in this study is 80 nurses. It uses total sampling techniques. The research instrument consisted of questionnaire to measure the leadership effectiveness of the head room and the organizational commitment to measure the commitment of nurse organization which has internal consistency (Cronbach alpha 0.86). Correlation analysis used is using the chi-square formula. The results of the analysis showed that 70% effectiveness of leadership of the head room is effective and 10% showed it is not effective. The results of the study showed no difference between organizational commitment of nurses and the leadership effectiveness of r nurse head room. For further research it is recommended to examine the picture of the effectiveness of leadership and organizational commitment.
Keywords: leadership effectiveness, the head of the room, organizational commitment.
(15)
BAB 1 PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Komitmen organisasi merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi (Sopiah, 2008) . Identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi akan menimbulkan keinginan anggota organisasi untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi (Mowday, 1982, dalam Sopiah, 2008). Dalam hal ini yang dimaksud dengan keterlibatan tugas/kerja itu berarti mengidentifikasi organisasi/perusahaan yang memperkerjakan seseorang (Muchlas, 2008).
Menurut Van Dyne dan Graham (2005, dalam Sopiah, 2008), mengemukakan faktor -faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah: personal, Situasional, dan posisi. Personal mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti, ekstrovert, berpandangan positif, cenderung lebih komit. Lebih lanjut Van Dyne dan Graham (2005, dalam Muchlas, 2008), menjelaskan karakteristik dari personal yang ada yaitu : usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan keterlibatan kerja. Situasional yang mempunyai cirri-ciri dengan adanya:
(16)
nilai (value) tempat kerja, keadilan organisasi, karakteristik pekerjaan, dan dukungan organisasi. Sedangkan posisional dipengaruhi oleh masa kerja dan tingkat pekerjaan. Penelitian Ques (1995), juga memaparkan bahwa komitmen tinggi dari anggota organisasi berkolerasi positif dengan tingginya motivasi dan meningkatkan kinerja, komitmen tinggi berkolerasi positif dengan kemandirian dan self control, komitmen tinggi berkolerasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi, komitmen tinggi berkolaborasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.
Berdasarkan yang di kemukakan oleh Van Dyne dan Graham (2005, dalam Sopiah, 2008) di atas, dapat dilihat terdapat faktor yang berkaitan dengan hal-hal yang dijalankan seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya yaitu pada faktor situasional dan positional. Dimana pada faktor situasional terdapat ciri-ciri nilai (value) tempat kerja: nilai- nilai yang dapat dibagikan adalah suatu komponen kritis dari hubungan saling keterikatan. Nilai-nilai kualitas, inovasi, kooperasi, partisipasi dan trust akan mempermudah setiap anggota/karyawan untuk saling berbagi dan membangun hubungan erat. Jika para anggota/karyawan percaya bahwa nilai organisasinya adalah kualitas produk jasa, para anggota/karyawan akan terlibat dalam prilaku yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan hal itu. Dan pada faktor positional terdapat ciri-ciri tingkat pekerjaan yang dimana berbagai
(17)
penelitian menyebutkan status sosioekonomi sebagai prediktor komitmen paling kuat. Status yang tinggi cenderung meningkatkan motivasi maupun kemampuan aktif terlibat. Ini juga didukung dalam model integritas menurut Colquit, Lepine, Wesson (2009), mekanisme organisasi kelompok: gaya dan perilaku kepemimpinan, kuasa dan pengaruh kepemimpinan memotivasi pelaksanaan kerja yang akan menghasilkan komitmen organisasi individu yang secara langsung mempengaruhi pelaksanaan kerja dan komitmen organisasi.
Meyer dan Allen (1991, dalam Soekidjan, 2009), menyatakan bahwa komitmen dapat juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan individu berupaya serta bekarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut. Sedangkan menurut Ques juga (1995, dalam Soekidjan, 2009) komitmen merupakan nilai sentral dalam mewujudkan solidaritas organisasi. Di dalam sebuah organisasi kepentingan bersama yang disepakati untuk dicapai melalui kerjasama antar sejumlah individu sebagai anggotanya berkembang menjadi tujuan organisasi sebagai tujuan bersama. Di dalam organisasi tersebut setiap individu mendapat peranan. Dalam menjalankan peranannya itu sangat diperlukan kerja sama, agar tujuan bersama seperti disebutkan di atas dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dua peran yang mutlak ada di dalam sebuah organisasi adalah
(18)
peran sebagai pemimpin dan peran sebagai anggota, yang masing-masing mengemban tugas untuk mendukung kegiatan mencapai tujuan organisasi, dengan atau tanpa kerjasama (Nawawi, 2003).
Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan oraganisasi diperlukan seorang pemimpin yang profesional, dimana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Disamping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan (Sopiah, 2008).
Kepemimpinan adalah suatu inti kegiatan kelompok, hasil timbal balik, dan hubungan antar pribadi dan sebuah kepribadian yang memilki pengaruh tertentu terhadap orang lain untuk berfikir, bersikap, dan berperilaku dalam merumuskan cita-cita kelompok atau organisasi dalam situasi yang sangat khusus (Kuntoro 2010).
Menurut LAN RI (1996, dalam suardi, 2008), bahwa kepemimpinan adalah kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok, agar dapat mencapai suatu tujuan umum. Kemampuan memimpin diperoleh melalui pengalaman hidup sehari-hari. Jika ada seorang pemimpin yang benar-benar mampu
(19)
mempengaruhi bawahannya (karyawannya) untuk mencapai tujuan organisasi dengan lebih baik dan kelompok keperawatan harus bisa hidup bersama-sama dalam suasana yang tertib dan terbimbing oleh pemimpin dan tidak bisa hidup menyendiri. Maka demi efisien kerja dalam upaya mencapai tujuan bersama dan untuk mempertahankan hidup bersama diperlukan bentuk kerja kooperatif dan perlu diatur serta perlu dipimpin. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pemimpin berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi karyawan dilingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan (Sumijatun, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldsmith (2009, dalam Aunurrahman, 2010), menunjukkan bahwa pemimpin yang mampu menumbuhkan suasana dialogis, kesetaraan, dan tidak arogan atau non defensif serta selalu berupaya mendorong sikap positif, akan dapat mendorong terjadinya keefektifan proses pembelajaran. Oleh sebab itu, pemimpin pendidikan ketika mengaplikasikan gaya atau aktivitas kepemimpinannya sangat tergantung pada pola organisasi yang melingkupinya. Dan juga dalam melaksanakan aktivitasnya pemimpin dipengaruhi oleh berbagai factor : Kepribadian (personality), Hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalaman yang akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan. Harapan dan perilaku
(20)
atasan. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan. Harapan dan perilaku rekan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, jelas bahwa kesuksesan pemimpin dipengaruhi sejumlah kondisi. Karena itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadi keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan.
Berdasarkan apa yang dikemukakan keberhasilan komitmen organisasi dapat dipengaruhi dengan keefektifitasan kepemimpinan organisasi tersebut. Maka peneliti ingin menganalisis bagaimana efektivitas kepemimpinan kepala ruangan dan bagaimana pengaruh terhadap komitmen organisasi perawat pelaksana di RSU Mitra Sejati Medan Tahun 2013.
2. RUMUSAN MASALAH
Peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh efektivitas kepemimpinan kepala ruangan terhadap komitmen organisasi di RSU Mitra Sejati Medan Tahun 2013.
(21)
3. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini antara lain :
3.1 Mengidentifikasi keefektivitasan kepemimpinan kepala ruangan di RSU Mitra Sejati Medan
3.2 Mengidentifikasi komitmen organisasi perawat pelaksana di RSU Mitra Sejati Medan
3.3 Menganalisis perbedaan efektifitas kepemimpinan kepala ruangan pada komitmen organisasi perawat pelaksana di RSU Mitra Sejati Medan.
4. MAMFAAT PENELITIAN
4.1 Bagi peneliti
Penelitian ini merupakan wahana peneliti untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan yang telah diterima selama kuliah dan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan perkembangan wawasan serta pengalaman baru bagi peneliti yang di peroleh selama penelitian. 4.2 Bagi Rumah sakit mitra sejati medan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk dijadikan pertimbangan dalam meningkatkan keefektivitasan kepemimpinan kepala ruangan dalam lingkup komitmen organisasi perawat pelaksana RSU Mitra Sejati Medan.
(22)
4.3 Bagi penelitian keperawatan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penelitian berikutnya, terutama yang berhubungan dengan efektivitas kepemimpinan kepala ruangan terhadap komitmen organisasi.
(23)
BAB 2
TINJAUAN KASUS
1. Konsep Komitmen Organisasi
1.1. Pengertian Komitmen Organisasi
Dalam prilaku organisasi, terdapat beragam defenisi tentang komitmen. Sebagai suatu sikap, Luthans (1992) yang menyatakan komitmen oraganisasi merupakan: Keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dalam suatu kelompok, Kemauan usaha yang tinggi untuk organisasi, Suatu keyakinan tertentu dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi.
Jewell dan Siegal (1998) Komitmen kerja dapat didefenisikan sebagai derajat hubungan individu memandang dirinya sendiri dengan pekerjaannya dalam organisasi tertentu.
Komitmen juga dapat didefenisikan sebagai jaminan dan janji baik secara eksplisit maupun implisit dari keberlansungan hubungan antara patner dalam pertukaran Schur (dalam Gunlach, 1995). Komitmen juga berarti keinginan yang abadi untuk memelihara hubungan yang bernilai (Zaltman dan Dashpande , 1992). Selanjutnya Komitmen keanggotaan secara umum dapat didefenisikan sebagai tingkat keterlibatan psikologist anggota pada organisasi tertentu Summers dan Acito,(2000). Keterlibatan
(24)
psikologis ini akan tercermin pada tingkat aktivitas seseorang tersebut dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan organisasi.
Dalam kaitannya dengan komitmen organisasional Mayer dan Allen (1990) mengidentifikasi tiga tema berbeda dalam mendefenisikan komitmen. Ketiga tema tersebut adalah komitmen sebagai keterikatan afektif pada organisasi (affective commitmen), komitmen sebagai biaya yang harus di tanggung jika meninggalkan atau keluar organisasi (continuance commitmen), dan komitmen sebagai kewajiban untuk tetap dalam organisasi (normative commitmen).
1. Continuance commitment dapat didefenisikan sebagai keterikatan anggota secara psikologis pada organisasi karena biaya yang dia tanggung sebagai konsekuensi keluar organisasi (Summer dan Acito,2000 ). Dalam kaitannya dengan ini anggota akan mengakulasi manfaat dan pengorbanan atas keterlibatan dalam atau menjadi anggota suatu organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan jika pengorbanan akibat keluar organisasi semakin tinggi.
2. Normative commitment adalah keterikatan anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk memelihara hubungan dengan oraganisasi ( Summer dan Acito, 2000). Dalam kaitan ini sesuatau yang mendorong anggota untuk
(25)
tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan suatu organisasi, baik materi maupun non materi adalah adanya kewajiban moral, yang mana seseorang akan merasa tidak nyaman dan bersalah jika tidak melakukan sesuatu.
3. Affective commitmen adalah tingkat lain keterikatan secara psikologis dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai organisasi ( Summer dan Acito, 2000). Komitmen dalam jenis ini muncul dan berkembang oleh dorongan adanya kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yang tidak diperoleh nya dari tempat atau organisasi yang lain. Semakin nyaman dan tinggi manfaatnya yang dirasakan oleh anggota, semakin tinggi komitmen seseorang pada organisasi yang dipilihnya.
Dari ketiga jenis komitmen diatas tentu saja yang tertinggi tingkatannya adalah affective commitment. Anggota/karyawan dengan affective commitment tinggi akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi. Sedangkan tingkatan terendah adalah continuance commitment. Anggota/karyawan yang terpaksa menjadi anggota/karyawan untuk menghindari kerugian financial atau kerugian lain, akan kurang/tidak dapat diharapkan berkontribusi berarti bagi organisasi. Untuk normative commitment, tergantung seberapa jauh internalisasi norma agar anggota/karyawan bertindak sesuai dengan
(26)
tujuan dan keinginan organisasi. Komponen normatif akan menimbulkan perasaan kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas keuntungan-keuntungan yang telah diberikan organisasi (Soekidjan, 2009).
Komitmen pegawai sering kali digambarkan sebagai bentuk keterikatan, identifikasi, dan keterlibatan dari individu terhadap organisasi (Brooks, 1986). Namun Meyer & Allen (1997), menyatakan bahwa pengertian komitmen sesungguhnya merefleksikan tiga tema umum, yang kemudian dikembangkan oleh mereka sebagai model tiga komponen dari komitmen pegawai.
Komitmen dapat diidentifikasikan sebagai upaya mencapai tujuan organisasi dengan kemauan mengarahkan segala daya untuk kepentingan organisasi dan ketertarikan untuk tetap menjadi bagian organisasi (Mowday, Steers, dan Porter, 1979). Dalam organisasi, komitmen sering kali dikaitkan dengan kepuasan kerja. Asumsinya semakin tinggi kepuasan kerja karyawan akan semakin tinggi pula komitmen kerja. Menurut teori ini reinforcement, orang memasuki kelompok karena ingin mendapatkan reward, artinya ia akan memperoleh keuntungan langsung seperti uang ataupun kekuasaan. Seseorang juga termotivasi untuk masuk kelompok karena kelompok bisa dijadikan alat untuk mencapai keuntungan yang diperoleh di luar kelompok tersebut, misalnya ingin dekat pejabat, maka ia memasuki organisasi tertentu sehingga bisa
(27)
berinteraksi dengan pejabat yang diharapkan. Kalau semua itu akan diperoleh anggota, tentunya komitmen terhadap organisasi akan dicapai.
Luthans (1992) mengatakan bahwa komitmen ditentukan oleh variabel personal dan variabel organisasi. Variabel personal meliputi usia, masa jabatan dalam organisasi, dan disposisi individu seperti afektif positif atau negatif, dan kontrol atribusi baik internal ataupun eksternal. Sedangkan variabel organisasional meliputi rancangan tugas pekerjaan dan gaya kepemimpinan supervisor.
Dari konsep teori organisasi, telah dijelaskan bahwa komitmen pegawai itu merupakan hal yang penting bagi organisasi, terutama untuk menjaga kelangsungan dan pencapaian tujuan. Namun untuk memperoleh komitmen yang tinggi, diperlukan kondisi-kondisi yang memadai untuk mencapainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa komitmen merupakan sikap loyalitas pekerja terhadap organisasinya dan juga merupakan suatu proses mengekspresikan perhatian dan pertisipasinya terhadap organisasi.
1.2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Menurut Dyne dan Graham (2005, dalam Soekidjan, 2009) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen adalah : personal, situasional dan posisi.
(28)
1.2.1 Karakteristik personal
a. Ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu : teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cenderung lebih komit. Demikian juga individu yang lebih berorientasi kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok diatas tujuan sendiri serta individu yang altruistik (senang membantu) akan cenderung lebih komit.
b. Usia dan masa kerja : berhubungan positif dengan komitmen organisasi.
c. Tingkat pendidikan : makin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin tidak dapat diakomodir, sehingga komitmennya semakin rendah.
d. Jenis kelamin : wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi.
e. Status perkawinan : yang menikah lebih terikat dengan organisasinya.
f. Keterlibatan kerja (job involvement) : tingkat keterlibatan kerja indivivu berhubungan positif dengan komitmen organisasi.
1.2.2 Situasional
a. Nilai (Value) Tempat kerja : Nilai-nilai yang dapat dibagikan adalah suatu komponen kritis dari hubungan saling keterikatan. Nilai-nilai
(29)
kualitas, inovasi, kooperasi, partisipasi dan Trust akan mempermudah setiap anggota/karyawan untuk saling berbagi dan membangun hubungan erat. Jika para anggota/karyawan percaya bahwa nilai organisasinya adalah kualitas produk jasa, para anggota/karyawan akan terlibat dalam prilaku yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan hal itu.
b. Keadilan organisasi. Keadilan organisasi meliputi : Keadilan yang berkaitan dengan kewajaran alokasi sumber daya, keadilan dalam proses pengambilan keputusan, serta keadilan dalam presepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar pribadi.
c. Karakteristik pekerjaan. Meliputi pekerjaan yang penuh makna, otonomi dan umpan balik dapat merupakan motivasi yang internal. Jeringan, Beggs menyatakan kepuasaan atas otonomi, status dan kebijakan merupakan prediktor penting dari komitmen. Karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab, serta rasa keterikatan terhadap organisasi.
d. Dukungan organisasi. Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif dengan komitmen organisasi. Hubungan ini didefenisikan sebagai sejauh mana anggota/karyawan mempresepsi bahwa organisasi (Lembaga, atasan, rekan) member dorongan, respek, menghargai kontribusi dan memberi apresiasi bagi
(30)
individu dalam pekerjaannya. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal anggota/karyawan dan juga menghargai kontrbusinya, maka anggota/karyawan akan menjadi komit.
1.2.3. Positional
a. Masa Kerja: Masa kerja yang lama akan semakin membuat anggota / karyawan komit, hal ini disebabkan oleh karena: semakin memberi peluang anggota/karyawan untuk menerima tugas menantang, otonomi semakin besar, serta peluang promosi yang lebih tinggi. Juga peluang investasi pribadi berupa pikiran, tenaga dan waktu yang semakin besar, hubungan social lebih bermakna, serta akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang.
b. Tingkat pekerjaan. Berbagai penelitian menyebutkan status sosioekonomi sebagai prediktor komitmen paling kuat. Status yang tinggi cenderung meningkatkan motivasi maupun kemampuan aktif terlibat.
Berdasarkan yang di kemukakan oleh Van Dyne dan Graham (2005, dalam Sopiah, 2008) di atas, unsur yang berkaitan dengan hal-hal yang dijalankan seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya terdapat pada faktor situasional dan positional. Dimana pada faktor
(31)
situasional terdapat ciri-ciri nilai (value) tempat kerja : nilai- nilai yang dapat dibagikan adalah suatu komponen kritis dari hubungan saling keterikatan. Nilai-nilai kualitas, inovasi, kooperasi, partisipasi dan Trust akan mempermudah setiap anggota/karyawan untuk saling berbagi dan membangun hubungan erat. Jika para anggota/karyawan percaya bahwa nilai organisasinya adalah kualitas produk jasa, para anggota/karyawan akan terlibat dalam prilaku yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan hal itu. Dan pada faktor positional terdapat ciri-ciri Tingkat pekerjaan yang dimana Berbagai penelitian menyebutkan status sosioekonomi sebagai prediktor komitmen paling kuat. Status yang tinggi cenderung meningkatkan motivasi maupun kemampuan aktif terlibat. Ini juga didukung dalam model integritas menurut Colquitt, Lepine, Wesson (2009), mekanisme organisasi kelompok: gaya dan perilaku kepemimpinan, kuasa dan pengaruh kepemimpinan memotivasi pelaksanaan kerja yang akan menghasilkan komitmen organisasi individu yang secara langsung mempengaruhi pelaksanaan kerja dan komitmen organisasi.
1.3. Membangun Komitmen Organisasi
Menurut Martin dan Nicholas (1991, dalam Soekidjan, 2009), Tiga pilar komitmen yang perlu dibangun adalah :
a. Rasa memiliki (a sense of belonging )
(32)
c. Kepemilikan terhadap organisasi (ownership)
Rasa memiliki dapat dibangun dengan menumbuhkan rasa yakin anggota bahwa apa yang dikerjakan berharga, rasa myaman dalam organisasi, cara mendapat dukungan penuh dari organisasi berupa misi dan nilai-nilai yang jelas yang berlaku di organisasi. Rasa bergairah terhadap pekerjaan ditimbulkan dengan cara member perhatian, memberi delegasi wewenang, serta memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi anggota/karyawan untuk menggunakan ketrampilan dan keahliannya secara maksimal. Rasa kepemilikan dapat di timbulkan dengan melibatkan anggota/karyawan dalam membuat keputusan-keputusan (Soekidjan. 2009).
1.4. Organisasi Sebagai Kelompok Kecil
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerja bersama dalam suatu divisi buruh untuk mencapai tujuan bersama tujuan bersama (Schermerhorn, dkk, 1997). Organisasi sebagai suatu kelompok sosial memiliki karakteristik antara lain: intraksi, tujuan, struktur, grupness (Walgito, 1994).
1. Interaksi
(33)
lain. Interaksi dapat berlangsung secara fifik, verbal, nonverbal, emosional, dan sebagainya.
2. Struktur
Kelompok itu memiliki struktur, artinya di dalam struktur itu terdapat peran, norma, dan hubungan antar anggota. Peran dari masing-maing anggota kelompok akan bergantung kepada posisi ataupun kemampuan individu masing-masing. Sedangkan, norma merupakan ketentuan yang mengatur perilaku anggota kelompok. Idealnya, semua anggota kelompok menyadari adanya ketentuan ini. Sementara itu, hubungannya antar anggota dalam organisasi dilandasi oleh banyak hal, diantaranya adalah otoritas dan ketertarikan.
3. Groupness
Kelompok terdiri dari sejumlah orang yang membentuk suatu entitas (kesatuan), sehingga terjadilah apa yang disebut sebagai suatu unit. Di antara anggota tidak saling lepas, melainkan interdependen.
Sebagai suatu bentuk kelompok sosial, organisasi juga memiliki karakteristik tersebut. Di organisasi akan ada interaksi antara anggota (karyawan dan pengusaha, bawahan, van atasan, sesame atasan dan sesama karyawan). Di setiap organisasi juga ava tujuan masing-masing anggota ataupun tujuan bersama. Struktur
(34)
yang dirancang di dalam organisasi juga ditetapkan berdasarkan fungsi yang ditetapkan bersama, dan ada perasaan groupness di antara anggotanya.
2. Konsep Kepemimpinan
2.1. Pengertian kepemimpinan
Pengertian kepemimpinan menurut LAN RI (1996, dalam Suardi, 2008), bahwa kepemimpinan adalah kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok, agar dapat meencapai suatu tujuan umum. Kemampuan memimpin di peroleh melelui pengalaman hidup sehari-hari. Pengertian lain tentang kepemimpinan ialah segala hal yang bersangkutan dengan pemimpin dalam menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan orang lain agar melaksanakan tugas dan mewujudkan sasaran yang ditetapkan.
Kepemimpinan adalah suatu inti kegiatan kelompok, hasil timbal balik, dan hubungan antar pribadi dan sebuah keperibadian yang memliki pengaruh tertentu terhadap orang lain untuk berfikir, bersikap, dan berperilaku dalam merumuskan cita-cita kelompok atau organisasi dalam situasi yang sangat khusus (Kuntoro, 2010). Kepemimpinn dalam keperawatan merupakan kemampuan dan keterampilan seorang pimpinan perawat dalam mempengaruhi perawat orang lain pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan
(35)
dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai (Suryanto, 2008).
Menurut Robert, dkk (dalam Subanegara H, P 2005), kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dilakukan dalam situasi yang diarahkan melalui proses komunikasi untuk mencapai suatu tujuan atau tujuan-tujuan khusus.Seorang pemimpin yang berhasil adalah seorang pemimpin memiliki kemampuan pribadi tertentu, maupun membaca keadaan bawahannya dan lingkungannya. Faktor yang harus diketahui dari bawahannya adalah kematangan mereka, sebab ada kaitannya dengan gaya kepemimpinan. Hal ini dimaksudkan agar pemimpin dapat dengan tepat menerapkan pengaruhnya pada bawahan sehingga pemimpin memperoleh ketaatan yang memadai (Handoko, 2001).
2.2. Teori Kepemimpinan 2.2.1. Teori Sifat
Menurut Rivai & Mulyadi (2011), Teori ini merupakan teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik khas (fisik, mental, kepribadian) yang dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinan. Teori ini menekankan pada atribut-atribut pribadi dari para pemimpin. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa beberapa orang merupakan pemimpin
(36)
alamiah dan dianugerahi beberapa cirri yang tidak dipunyai orang lain seperti energy yang tiada habis-habis nya, intuisi yang mendalam, pandangan masa depan yang luar biasa dan kekuatan persuasive yang tidak tertahankan. Teori kepemimpinan ini menyatakan bahwa keberhasilan manajerial disebabkan karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa dari seorang pemimpin, yaitu :
a. Inteleligensia
Ralph Stogdill (1992), mengemukakan bahwa para pemimpin lebih pintar dari pengikut-pengikutnya. Perbedaan intelegensia yang ekstrem antara pemimpin dan pengikut yang dapat menimbulkan gangguan. Sebagai contoh, seorang pemimpin dengan IQ yang cukup tinggi berusaha untuk mempengaruhi suatu kelompok yaqng anggotanya memiliki IQ rata-rata kemungkinan tidak akan mengerti mengapa angota-angotanya tidak memahami persoalannya.
b. Keperibadian
Beberapa hasil penelitian menyiratkan bahwa sifat kepribadian seperti kesiagaan, keaslian, integritas pribadi, dan percaya diri diasosiasikan dengan kepemimpinan yang efektif.
c. Karakteristik fisik
Studi mengenai hubungan menyiratkan antara kepemimpinan yang efektif dan karakteristik fisik seperti usia, tinggi badan,
(37)
dan penampilan memberikan hasil-hasil yang bertolak belakang.
Menurut Keith Davis (1985), ada empat sifat umum yang mempengaruhi terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi yaitu:
a. Kecerdasan : hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin, namun demikian yang sangat menarik adalah pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
b. Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial : pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil serta mempunyai perhatian yang terhadap aktivitas-aktivitas sosial serta mempunyai keinginan untuk menghargai dan dihargai.
c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi : para pemimpin secara relative mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi dengan bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan yang ekstrinsik.
d. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan : pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan pengikutnya
(38)
dan mampu berpihak kepadanya atau dengan kata lain pemimpin itu berorientasi pada karyawan bukan pada hasil produksi.
Menurut Keith Davis (1985), studi-studi mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin. Berbagai pendapat tentang sifat-sifat/ciri-ciri ideal bagi seorang pemimpin telah dibahas dalam kegiatan belajar ini termasuk tinjauan terhadap beberapa sifat/ciri yang ideal tersebut. Kompetensi pemimpin yang efektif dalam teori kepemimpinan menurut sifat yaitu :
1. Dorongan dalam diri penggerak: motivasi dalam diri pemimpin dalam mencapai tujuan .
2. Integritas: keadaan sifat yang sebenarnya dari seorang pemimpin dan cenderung menterjemahkan kata-kata kedalam perbuatan/aktivitas.
(39)
3. Kepercayaan diri: keyakinan pemimpin dengan ketrampilan kepemimpinan- nya dan kemampuan dalam mencapai tujuan.
4. Kecerdasan: kemampuan kognitif pemimpin yang diatas rata-rata dalam memproses sejumlah informasi yang benar.
5. Pengetahuan tentang bisnis: pemahaman pemimpin terhadap lingkungan perusahaan membuat keputusan.
6. Kecerdasan emosi: kemampuan pemimpin untuk memantau dirinya sendiri dan perasaan hati lainnya. Membeda-bedakan karyawan, dan menggunakan informasi sebagai panduan/pedoman pikiran (ide) dan tindakannya.
Dorongan dalam diri/Penggerak, para pemimpin harus mempunyai motivasi yang tinggi terhadap prestasi. Sifat penggerak ini menggambarkan motivasi dalam diri yang pemimpin miliki dalam mencapai tujuan mereka dan mendorong yang lainnya bergerak ke arah mereka (tujuan). mereka dapat mempengaruhi yang lain dalam menyempurnakan tujuan yang menguntungkan tim atau organisasi (Keith Davis 1985).
Integritas, kompetensi ini berarti kondisi yang sebenarnya dari pemimpin dan kecenderungan menerjemahkan kata-kata kedalam perbuatan. Integritas merupakan karakteristik kepemimpinan yang paling penting. Karyawan ingin pemimpin yang jujur yang dapat mereka percayai (Keith Davis 1985).
(40)
Kepercayaan diri, para pemimpin percaya ketrampilan kepemimpinannya dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Mereka juga menggunakan pengaruh menegemen taktik untuk meyakinkan pengikut terhadap mereka.
Inteligen, para pemimpin memiliki kemampuan kognitif/teori diatas rata-rata, untuk memproses informasi dalam jumlah besar. Pemimpin tidak butuh pandai, lebih baik mereka mempunyai kemampuan superior untuk menganalisis skenario alternatif dan mengidentifikasi peluang yang potensial (Keith Davis 1985).
Pengetahuan/pemahaman tentang bisnis, para pemimpin harus tahu lingkungan bisnis yang mereka operasikan. Pengetahuan ini membantu intuisi mereka, memungkinkan mereka untuk mengenali peluang, dan mengerti kapasitas organisasi mereka untuk menangkap peluang (Keith Davis 1985)..
Kecerdasan emosi, kecerdasan emosi dibutuhkan untuk pengawasan diri pribadi karena seorang pemimpin harus sensitif terhadap situasi dan siap beradaptasi terhadap prilaku yang sewajarnya (Keith Davis 1985).
2.2.2. Teori Keperibadian Perilaku
Di akhir tahun 1940-an para peneliti mulai mengeksplorasi pemikiran bahwa bagaimana perilaku seseorang dapat menentukan
(41)
keefektifan kepemimpinan seseorang. Dan mereka menemukan sifat-sifat, mereka meneliti pengaruhnya pada prestasi dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya (Rivai & Mulyadi 2011) :
a. Studi dari University of Michigan
Telaah kepemimpinan yang dilakukan pada pusat Riset Universititas of Michigan, dengan sasaran: melokasikan karakteristik perilaku kepemimpinan yang tampaknya dikaitkan dengan ukuran keefektifan kinerja. Melalui penelitian mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yang berbeda yaitu:
1. Pemimpin job-centered
Pemimpin yang berorientasi pada tugas menerapkan pengawasan ketat sehingga bawahan melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang telah ditentukan. Pemimpin ini mengandalkan kekuatan paksaan, imbalan, dan hukuman untuk mempengaruhi sifat-sifat dan prestasi pengikutnya. perhatian pada orang dilihat sebagai suatu hal yang mewah yang tidak dapat selalu dipenuhi oleh pemimpin (Rivai & Mulyadi 2011).
2. Pemimpin yang berpusat pada bawahan
Mendelegasikan pengambilan keputusan pada bawahan dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang suportif. Pemimpin yang berpusat pada karyawan memiliki perhatian terhadap kemajuan,
(42)
pertumbuhan dan prestasi pribadi pengikutnya. Tindakan-tindakan ini diasumsikan dapat memajukan pemben- tukan dan perkembangan kelompok (Rivai & Mulyadi 2011).
2.2.3. Teori Kepemimpinan Situasional
Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyarakan pemimpin untuk memiliki keterampilan diagnostik dalam perilaku manusia (Rivai & Mulyadi, 2011).
2.3. Fungsi dan Tipe Kepemimpinan 2.3.1 Fungsi kepemimpinan
Menurut Rivai & Mulyadi (2011), fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan sesuatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar disituasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi. Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi seperti :
(43)
a. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.
b. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi.
Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu :
a. Fungsi instruksi
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunitator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.
(Rivai & Mulyadi 2011).
b. Fungsi konsultasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam
(44)
menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feedback) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi kosultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pemimpin akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif (Rivai & Mulyadi 2011).
c. Fungsi partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanaknnya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana (Rivai & Mulyadi 2011).
d. Fungsi delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui
(45)
persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi (Rivai & Mulyadi 2011).
e. Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksima. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
(Rivai & Mulyadi, 2011).
2.3.2. Tipe Kepemimpinan
Menurut Rivai & Mulyadi (2011), dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, maka akan berlangsung aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah, maka akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya masing-masing. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu :
(46)
b.Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerja sama.
c. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang dicapai.
Berdasarkan ketiga pola dasar tersebut terbentuk perilaku kepemimpinan yang berwujud pada kategori kepemimpinan yang terdiri dari tiga tipe pokok kepemimpinan :
a. Tipe Kepemimpinan Otoriter
Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan ditangan satu orang. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan dan tugas anak buah semata-mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pempinan memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah (Rivai & Mulyadi 2011).
b. Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan
(47)
masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat (Rivai & Mulyadi 2011).
a. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreativitas, inisiatif yang berbeda-beda dan dihargai disalurkan secara wajar. Tipe pemimpin ini selalu berusaha untuk memamfaatkan setiap orang yang dipimpin. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan dalam unit masing-masing. (Rivai & Mulyadi 2011).
Menurut Kartono (2010), pemimpin yang demokratis itu tidak menganggap diri sendiri sebagai superman dengan kemampuan-kemampuan superior, akan tetapi menganggap diri sendiri sebagai anggota biasa. Dia tidak pernah memberikan perintah tanpa menjelaskan pentingnya masalah, dan selalu
(48)
menerangkan secara terinci semua detail pelaksanaannya dan mendiskusikan masalah kelompoknya. Ia juga memperlakukan anggota-anggota bawahannya sebagai co-workers atau sesame kawan kerja, dan tidak pernah menganggap mereka sebagai instrument. Dalam kepemimpinan demokratis ada penekanan pada disiplin diri, dari kelompok untuk kelompok dan semua permasalahan dihadapi dan dipecahkan secara bersama-sama.
Ketiga tipe kepemimpinan di atas dalam praktiknya saling isi mengisi atau saling menunjang secara bervariasi, yang disesuaikan dengan situasinya sehingga akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif (Rivai & Mulyadi, 2011).
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemimpin
Menurut Nanang (2001, dalam Hamidi, 2012), dalam melaksanakan aktivitasnya pemimpin dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut :
1. Kepribadian (personality). Hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalaman yang akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2. Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
(49)
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6. Harapan dan perilaku rekan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, jelas bahwa kesuksesan pemimpin dipengaruhi sejumlah kondisi. Karena itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadi keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dan bawahan.
2.5. Kompetensi dan Keterampilan Kepemimpinan 2.5.1. Kompetensi
Menurut Harris & Belakley (1995, dalam Nursalam, 2011), kompetensi yang harus dimiliki oleh pemimpin keperawatan yaitu :
a. Kepemimpinan, menciptakan budaya organisasi yang kondusif, menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif, menyeleksi dan memilih pegawaian yang tepat, mengenal kapan peraturan harus dilaksanakan (fleksibilitas).
b. Pengambilan keputusan dan perencanaan, berfikir ulang dan menyusun kembali prioritas organisasi, menepatkan organisasi sebagai bagian yang penting, merespon secara cepat dan tepat
(50)
tentang perubahan yang tidak diharapkan, memberikan pedoman dan arahan tentang keputusan organisasi.
c. Hubungan masyarakat/komunikasi, menciptakan suasana yang kondusif dalam komunikasi, berkomunikasi secara efektif, menunjukkan rasa percaya diri melalui kemampuan berkomunikasi (verbal/nonverbal) dalam mempengaruhi orang lain.
d. Anggaran, mengontrol anggaran, mengkonsultasikan tentang masalah keuangan, menginterprestasikan anggaran sesuai kebutuhan.
e. Pengembangan menggunakan sistem pemberian penghargaan yang baik, menerapkan peran mentor yang efektif, mempertahankan dan mengembangkan hubungan professional antar staf, memberikan umpan balik yang positif, pengembangan tim kerja yang efektif.
f. Kepribadian, mengaplikasikan filosofi manejemen dan komitmen terhadap kualitas pelayanan, mengambil keputusan yang tepat, mengelola stress individu, menggunakan koping yang efektif pada setiap masalah.
g. Negosiasi, mengidentifikasi dan mengelola konflik, melakukan klarifikasi kejadian yang melibatkan seluruh staf.
(51)
2.5.2. Keterampilan
Menurut Suryanto (2008), seorang pemimpin dituntut memiliki keterampilan khusus yang bersifat manajerial sesuai tingkatan kedudukan dalam organisasi. Keterampilan pemimpin dibedakan tiga jenis yaitu :
1. Kerampilan yang bersifat teknis: kesanggupan untuk mengerti dan megerjakan aktifitas teknis.
2. Keterampilan hubungan antar manusia: kesanggupan untuk bekerja sama dengan orang lain sebagai anggota kelompok yang dipimpinnya.
3. Keterampilan yang bersifat konseptual: kesanggupan untuk menggunakan konsep-konsep yang ada dalam menjalankan tugas kepemimpinannya.
2.6. Kepala Ruangan Sebagai Pemimpin Keperawatan 2.6.1. Defenisi Kepala Ruangan
Menurut Holander (1978, dalam Nursalam, 2007), menjabarkan bahwa kepala ruangan atau pemimpin keperawatan merupakan pengelolaan keperawatan dalam merencanakan, mengarahkan serta mengawasi sumber daya sehingga dapat memberikan pelayanan yang efektif kepada pasien, keluarga dan masyarakat. Pemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggunakan proses penyelesaian masalah, mempertahankan kelompok secara efektif, mempunyai
(52)
kemampuan komunikasi yang baik, menunjukkan kejujuran dalam memimpin, kompeten, kreatif dan kemampuan mengembangkan identitas kelompok.
2.6.2. Fungsi dan tugas Kepala Ruangan Sebagai Pemimpin
Menurut Suryanto (2008), dilihat dari sudut orientasi maka fungsi dan tugas pimpinan terbagi dalam orientasi tugas dan orientasi hubungan antar manusia (HAM).
Fungsi dan tugas pimpinan adalah : 1. Orientasi tugas
a. Merencanakan dan mengorganisir kegiatan.
b. Menyediakan informasi yang diperlukan oleh atasan maupun staf.
c. Membuat pengawasan, memberikan pengarahan dan bimbingan.
d. Bertanggung jawab atas pekerjaanya dan pekerjaan orang lain. e. Mendukung kerjasama dan partisipasi staf.
f. Mengevaluasi hasil dan menganalisa kekuatan dan kelemahan staf/perawat.
(53)
2. Orientasi HAM
a. Memberi dorongan dengan sikap bersahabat b. Mengungkapkan perasaan yang dialami
c. Mendamaikan mempertemukan pendapat yang berbeda d. menyelesaikan konflik.
e. Menentukan aturan main.
Kemudian berdasarkan orientasi fungsi dan tugas pemimpin tersebut, maka aktifitas kepemimpinan dapat digolongkan dalam empat aspek :
a. Memberikan pengarahan b. Melakukan supervisi c. Melakukan koordinasi d. Memberikan moivasi
Dalam melaksanakan tugasnya, kepala ruangan mempunyai wewenang antara lain sebagai berikut :
a. Meminta informasi dan pengarahan dari atasan
b. Memberikan petunjuk dan bimbingan pelaksana staf keperawatan
c. Mengawasi, mengendalikan, menilai, dan pendayangunaan tenaga keperawatan, peralatan dan mutu asuhan keperawatan diruang rawat.
(54)
d. Menandatangani surat dan dokumen yang ditetapkan menjadi wewenang kepala ruangan.
e. Menghindari rapat berkala dengan kepala instalasi / kepala rumah sakit untuk kelancaran pelaksana pelayanan keperawatan (Suryanto, 2008)
Guna mendapatkan kontribusi karyawan yang optimal, menejer memahami secara mendalam strategi untuk mengelola, mengukur dan meningkatkan kinerja yang dimulai terlebih dahulu dengan menentukan tolak ukur kinerja. Dalam meningkatkan kinerja staf perawatan , Chintya Chew dalam tulisannya berjudul “ Be A Better Boss” yang dimuat dalam The Straits Tunes (1998, dalam Kuntoro, 2010), menyatakan bahwa ada sebelas hal yang harus dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahan atau staf untuk dapat meningkatkan kinerjanya, yaitu :
1. Pemberian instruksi yang jelas. Staf perlu mengetahui secara jelas apa yang dinginkan melalui penjabaran kegiatan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
2. Belajar untuk menjadi mendengar yang baik. Sering kali pemimpin tidak mau untuk mendengarkan ‘‘keluhan’’ stafnya. Akibatnya pemimpin akan kehilangan informasi yang semestinya sangat bermamfaat untuk perkembangan ke arah kemajuan yang diinginkan.
(55)
3. Mengahargai staf yang berprestasi, bila staf melakukan kegiatan yang berprestasi, informasikan pada atasan anda dan hargai mereka.
4. Mengetahui kapan dan dimana memberi kritik. Memberitahu staf bila mereka baik atau sebaliknya. Tidak mengkritik orang atau staf anda di depan orang lain.
5. Memberikan perhatian terhadap pengembangan karier bawahan. Pemimpin selayaknya memberikan bimbingan kepada stafnya untuk memperoleh cara-cara yang sesuai dalam meningkatkan kariernya.
6. Pemberian tantangan untuk produktivitas, antusiasme kinerja, motivasi terbaik adalah tantangan untuk pekerjaan.
7. Selalu melakukan komunikasi dengan bawahan. Pemimpin harus mampu mengembangkan komunikasi dua arah dengan stafnya, pemimpin harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh bawahan.
8. Menghargai bawahan, pada banyak kondisi mintalah masukan atau pendapat staf mengenai hal apapun terutama dalam pengambilan suatu keputusan, dan hindarkan membuat keputusan yang otoriter. 9. Tetaplah konsisten, perilaku yang tidak konsisten hanya akan
membuat staf menjadi bingung dan pasif dalam menghadapi tugas yang diberikan.
(56)
10. Berlaku adil, pemimpin harus mampu memberlakukan stafnya secara adil. Perilaku diskriminatif akan menghancurkan moral karyawan dan menurunkan produktivitas kerja.
11. Tahu bagaiman berkata ‘‘tidak’’. Pemimpin harus mampu mengatakan tidak, terutama yang menyangkut visi dan misi dengan demikian, pimpinan harus mampu memberikan alasan yang kuat mengapa harus menolak suatu keputusan atau usulan tertentu dari stafnya.
(57)
BAB 3
KERANGKA KONSEP
1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan pada tinjauan kepustakaan maka untuk melihat bagaimana pengaruh efektivitas kepemimpinan kepala ruangan terhadap komitmen organisasi pada perawat pelaksana di ruangan rawat inap RSU Mitra Sejati Medan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Davis(1985), yang menjelaskan ada enam sifat/ciri yang akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif yaitu: dorongan dalam diri penggerak, integritas, kepercayaan diri, kecerdasan, pengetahuan tentang bisnis, kecerdasan emosi.
Sedangkan untuk melihat pengaruhnya terhadap komitmen menggunakan indikator komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Meyer & Allen (1990) yang membagi komitmen organisasi menjadi tiga macam atas dasar sumbernya, yaitu : Continuance commitment, Normative commitment, Affective commitment.
(58)
Variabel Independen Variabel Dependen
→
Efektivitas Kepemimpinan Berdasarkan Teori Sifat
a. Dorongan dalam diri (penggerak)
b. Integritas
c. Kepercayaan diri d. Kecerdasan
e. Pengetahuan tentang bisnis
f. Kecerdasan emosi
Komitmen Organisasi Continuance Commitment Normative commitment Affective commitment
(59)
2 . Defenisi Oprasional
No Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Independen :
Efektivitas kepemimpinan berdasarkan teori sifat
Sifat yang dominan digunakan kepala ruangan yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi yang meliputi
indikator :
a. Dorongan dalam diri (penggerak) b. Integritas c. Kepercayaan
diri
d. Kecerdasan e. Pengetahuan
tentang bisnis f. Kecerdasan
emosi RSU Mitra Sejati
Menggunakan Kuesioner dengan 24 pernyataan dengan 4 pilihan jawaban 1:Tidak pernah(TP) dengan nilai 1 2: Kadang – Kadang(KK) dengan nilai 2 3:Sering ( S) dengan nilai 3 4. Selalu (SL) dengan nilai 4
Kepemimpinan efektif nilai > 50-100 % Kepemimpinan tidak efektif < 50 %
(60)
Medan 2 Dependen :
Komitmen Organiasi 1.Continuance Commitment 2. Normative commitment Penerimaan yang kuat oleh individu yaitu perawat pelaksana untuk mencapai tujuan organisasi di RSU Mitra Sejati Medan Keterikatan perawat pelaksana secara psikologis pada organisasi karena biaya yang ditanggung sebagai konsekuensi keluar organisasi di RSU Mitra Sejati Medan. Keterikatan perawat pelaksana secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral Kuesioner dengan 13 pertanyaan dengan 3 pilihan berupa pilihan ganda dengan skor jawaban A: Continuance commitment dengan nilai 1 B : Normative commitment dengan nilai 2 C: Affective commitment dengan nilai 3
Continuance commitment skor < 15, Normative commitment skor 16-28, Affective commitment skor 29-39 Nominal
(61)
3 .Affective commitment
untuk memelihara hubungan dengan organisasi di RSU Mitra Sejati Medan. Keterikatan perawat pelaksana secara psikologis pada organisasi
berdasarkan seberapa baik perasaan
mengenai organisasinya di RSU Mitra Sejati Medan.
2. Hipotesa Penelitian
Hipotesa adalah terdapat perbedaan antara efektifitas kepemimpinan kepala ruangan pada komitmen organisasi perawat pelaksana di RSU Mitra Sejati Medan. Semakin efektif kepemimpinan kepala ruangan maka tercapai komitmen organisasi, sebaliknya apabila kepemimpinan tidak efektif maka tidak tercapai komitmen organisasi.
(62)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif kolerasi, yang bertujuan untuk melihat pengaruh efektivitas kepemimpinan kepala ruangan terhadap komitmen organisasi perawat pelaksana ruangan rawat inap di RSU Mitra Sejati Medan.
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
4.2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memiliki sifat atau ciri yang sama (Machfoedz, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruangan rawat inap di RSU Mitra Sejati Medan yaitu secara keseluruhan berjumlah 80 orang yang dapat kita lihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Perawat pelaksana Ruangan rawat inap RSU Mitra Sejati Medan Mei Tahun 2013
No Ruangan Jumlah
Karyawan
(63)
2 Plamboyan 13
3 Tulib 14
4 Icu 12
5 Teratai 13
6 Sakura 14
Total 80
Sumber: Personalia RSU Mitra Sejati Medan
4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau keseluruhan dari populasi yang merupakan wakil dari populasi (Machfoedz, 2009). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel dari seluruh perawat pelaksana di ruangan rawat inap RSU Mitra Sejati Medan yaitu berjumlah 80 Orang.
4.3 Lokasi dan Waktu Pelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap RSU Mitra Sejati Medan, dan pengumpulan data dilakukan pada bulan januari 2014.
(64)
4.4 Pertimbangan Etik
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mendapatkan izin dari fakultas keperawatan universitas sumatera utara. Selanjutnya mengajukan surat permohonan kepada kepala RSU Mitra Sejati Medan. Setelah mendapatkan izin untuk melakukan penelitian, peneliti memulai penelitian dengan mempertimbangkan etik, sebagai berikut :
4.4.1. Informed Consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan diserahkan kepada responden. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi sebelum dan sesudah penelitian. Jika perawat bersedia dijadikan responden, maka mereka diminta untuk dijadikan respo
nden, peneliti tidak memaksa dan akan tetap menghormati hak-haknya.
4.4.2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.
4.4.3. Confidentialty (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden akan dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian (Hidayat, 2007).
(65)
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti yang mengacu pada tinjauan pustaka yang terdiri dari tiga macam kuesioner yaitu: kuesioner data demografi, kuesioner tentang efektivitas kepemimpinan kepala ruangan dan komitmen organisasi perawat pelaksana.
Kuesioner bagian pertama berisi tentang data demografi perawat pelaksana meliputi; Jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan terakhir, lama bekerja dan status.
Kuesioner yang kedua pernyataan tentang efektivitas kepemimpinan yang penulis buat sendiri berdasarkan tinjauan teoritis. Kuesioner yang digunakan berisi 24 pernyataan dengan 4 pilihan jawaban yaitu tidak pernah (TP), kadang – kadang (KK), sering (S) dan Selalu (SL) Dimana pernyataan nomor 1-4 sub variabel dorongan dalam diri (penggerak), pernyataan nomor 5-8 sub variabel integritas, pernyataan nomor 9-12 sub variabel kepercayaan diri, pernyataan nomor 13 -16 sub variabel kecerdasan, pernyataan nomor 17 – 20 sub variabel pengetahuan tentang bisnis, pernyataan nomor 21-24 sub variabel kecerdasan emosi. jawaban tidak pernah memiliki bobot 1, jawaban kadang – kadang memiliki bobot 2, jawaban sering memiliki bobot 3 dan jawaban Selalu memiliki bobo 4. Dengan demikian skor paling rendah adalah 24 dan paling tinggi adalah 96.
(66)
Kuesioner yang ketiga berisi pernyataan tentang komitmen organisasi perawat pelaksana dengan jumlah soal 13 pertanyaan pilihan berganda dengan tiga pilihan jawaban a, b dan c. Dimana untuk penilaian continuance commitment responden yang memilih jawaban a diberi nilai 1dengan skor < 15, penilaian normative commitment responden yang memilih jawaban b diberi nilai 2 dengan skor 16-28, dan penilaian affective commitment responden yang memilih jawaban c diberi nilai 3 dengan skor 29-39.
4.6.1 Uji Validitas
Validitas instrumen ialah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip kesalihan instrumen dalam mengumpulkan data. Semakin tinggi validitas suatu instrumen, maka instrumen tersebut semakin mengenai sasarannya atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang dikatakan valid adalah instrumen tersebut suatu alat yang pasti untuk mengukur apa yang ingin di ukur dan mampu mengungkapkan apa yang ingin di ungkapkan (Sugiyono, 2005).
Uji validitas menggunakan validitas isi yaitu dosen pembimbing telah melihat dan mengkoreksi bahwa instrumen sudah memiliki kandungan isi sesuai dengan butir-butir item pertanyaan, sesuai dengan topik penelitian dan bisa menggali jawaban responden sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan.
(67)
4.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas Instrumen ialah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali – kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2008). Menurut Putra (2012) Uji reliabilitas (keandalan) bertujuan melihat handal atau tidaknya instrumen yang telah disusun. Kuesioner disebarkan kepada 25 perawat pelaksana di poliklinik RSU Mitra Sejati Medan yang memilki karakteristik yang sama dengan sampel yang digunakan pada penelitian ini.
Instrumen pada penelitian ini telah penulis uji reliabel dengan menggunakan cronbach alpha, dimana kuesioner efektivitas kepemimpinan telah penguji uji reliabel dengan nilai 0,851 dan kusioner komitmen organisasi telah penulis uji reliabel dengan nilai 0,807 (lampiran7) , sesuai dengan teori Setiadi (2006), yang menyatakan sebuah instrumen yang handal yaitu nilai koefisien uji reliabelnya > 0,07.
4.5Rencana Pengumpulan data
Persiapan awal mulai dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
1. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada institusi pendidikan yaitu Fakultas keperawatan USU
2. Kemudian surat dari Fakultas Kepererawatan USU di kirim ke RSU Mitra Sejati Medan
(68)
melakukan pengumpulan data.
4. Setelah mendapatkan responden selanjutnya peneliti menjelaskan pada calon responden tersebut tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner. 5. Kemudian responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan,
selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada kurang mengerti. 6. Setelah responden mengisi kuesioner tersebut kemudian peneliti memeriksa
kelengkapan data sehingga jika ada data yang kurang lengkap dapat dilengkapi dengan segera.
7. Selanjutnya keseluruhan data dikumpulkan untuk dianalisa.
4.6Analisa Data
Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap yaitu:
1.Editing
Memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban sudah diisi.
2.Tabulating
Mengklarifikasi data dengan mentabulasi data yang telah dikumpulkan 3.Processing
Pengelolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi
(69)
Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.Statistik Univariat
Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Notoadmojo, 2006). Umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan fersentase dari tiap variabel. Pada penelitian ini, Rencananya analisa data dengan statistik univariat digunakan untuk data demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, lama bekerja, dan variabel efektivitas kepemimpinan kepala ruangan dan komitmen organisasi perewat pelaksana.
2. Statistik Bivariat
Statistik bivariat merupakan kelanjutan dari analisa univariat dengan cara melakukan tabulasi silang dengan menggunakan uji statistikan chi-square(�2) untuk melihat pengaruh antara variabel independent dengan variabel dependent yaitu pengaruh efektivitas kepemimpinan kepala ruangan terhadap komitmen organisasi . Apabila P < a (p < 0,05) berarti ada pengaruh yang signifikan antara kedua variabel yang diteliti yang artinya Ha diterima tetapi apabila nilai p > a (p > 0,05) berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara kedua variabel yang diteliti berarti Ha ditolak (Alimul, 2009).
Saat penulis melakukan uji statistik tidak memenuhi syarat dari uji statistik chi-square dimana syarat dari uji chi-square ialah :
(70)
2. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai e) kurang dari 5, lebih dari 20 % dari jumlah keseluruhan sel (Hastono, 2001).
Pada dasarnya jika keterbatasan tersebut ternyata terjadi pada saat uji chi-square, peneliti dapat menggabungkan kategori – kategori yang berdekatan dalam rangka memperbesar frekuensi harapan dari sel – sel tersebut. Tetapi karena kecilnya sampel yang diteliti oleh penulis, hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan. Sehingga penulis menggunakan uji statistik Anova untuk melihat perbedaan komitmen organisasi yang dimilliki oleh perawat pelaksana pada efektivitas kepemimpinan kepala ruangan rawat inap RSU Mitra Sejati Medan dengan mengubah skala pada kuesioner komitmen organisasi dari nominal menjadi numerik pada saat input data. Dengan cara membandingkan mean antar subs skor efektivitas kepemimpinan dan komitmen organisasi perawat pelaksana. Jika hasil perbandingan ke dua varian tersebut menghasilkan nilai kurang dari 1, maka mean yang dibandingkan menunjukkan ada perbedaan (Hastono, 2001) dan tetap mencantumkan hasil tabulasi silang antara efektivitas kepemimpinan kepala ruangan dan komitmen organisasi perawat pelaksana rawat inap di RSU Mitra Sejati Medan.
(71)
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Bab ini menguraikan hasil penelitian deskripsi korelasi melalui pengumpulan data yang dilakukan mulai tanggal 22 Desember 2013 sampai 18 januari 2013 penyajian hasil analisa data yang di tampilkan yaitu data demografi, efektivitas kepemimpinan kepala ruangan, komitmen organisasi perawat pelaksana dan pengaruh efektivitas kepemimpinan kepala ruangan terhadap komitmen organisasi perawat pelaksana.
1.1. Statatistik Univariat 1.1.1 Data Demografi
Pada tabel 5.1 di paparkan gambaran data demografi perawat pelaksana di Ruang rawat inap di RSU Mitra Sejati Medan.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuesi dan persentase data demografi perawat pelaksana di Ruang rawat inap di RSU Mitra Sejati
Medan 2013 ( N: 80)
No Karakteristik Frekuensi Persentase 1
Usia 20-35 tahun 36-50 tahun
61 76 19 24 Total 80 100
(72)
No Karakteristik Frekuensi Persentase
2 Jenis kelamin
Laki – laki Perempuan
16 64
20 80
Total 80 100
3 Tingkat
pendidikan D-3
Keperawatan
80 100
Total 80 100
4 Lama bekerja
< 1tahun 1-5 tahun
> 5 tahun
32 40 8 40 50 10
Total 80 100
5 Status
Sudah menikah Belum menikah 40 40 50 50
Total 80 100
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.1 didapatkan hasil data demografi perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Mitra Sejati Medan mayoritas berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 61 orang (76 %), sedangkan responden paling sedikit berusia 36-50 tahun yaitu sebanyak 19 orang (24 %), jenis kelamin laki – laki 16 orang (20%) dan perempuan 64 orang (80%), dengan keseluruhan pendidikan responden berada pada tingkat D-3 80 orang (100 %), lama bekerja perawat kurang dari satu tahun 32 Orang (40%), satu sampai lima
(73)
tahun 40 Orang (50%), lebih dari lima tahun 8 Orang (10%), dan Status menikah 40 Orang (50%), belum menikah 40 Orang (50%).
1.1.2. Efektivitas Kepemimpinan kepala Ruangan Persepsi Perawat pelaksana
Pada Tabel 5.2 Di paparkan gambaran Efektivitas kepemimpinan kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana di ruangan rawat inap RSU Mitra Sejati Medan.
Tabel 5.2
Efektivitas Kepemimpinan Kepala Ruangan rawat inap berdasarkan sub variabel Menurut Persepsi Perawat Pelaksana RSU Mitra Sejati Medan
Tahun 2013
No Efektivitas Efektif Tidak Efektif Total % kepemimpinan frekuensi % Frekuensi %
1 Dorongan dalam 20 25 1 1,5 21 26 Diri penggerak
2 Integritas 10 13 1 1,5 11 13 3 Kecerdasan 12 15 1 1,5 13 17 4 Kepercayaan diri 11 14 1 1,5 12 16 5 Pengetahuan 9 11 2 2.5 11 13 Tentang bisnis
6. Kecerdasan Emosi 8 8 4 5 12 15 Jumlah 70 86,5 10 13,5 80 100
(74)
Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa efektivitas kepemimpinan kepala ruangan RSU Mitra Sejati Medan di dapatkan hasil tertinggi yaitu sub dorongan dalam diri penggerak dengan kategori efektif 20 orang (25 %) diikuti keefektivitasan kepemimpinan dari kecerdasan emosi dengan kategori efektif hanya 8 orang ( 8 %) dan diantara sub lainnya kategori kecerdasan emosi yang memiliki nilai tertinggi untuk efektivitas kepemimpinan tidak efektif yaitu 4 orang ( 5 %).
Tabel 5.3
Efektivitas Kepemimpinan Kepala Ruangan rawat inap RSU Mitra Sejati Medan Menurut Persepsi Perawat Pelaksana
Tahun 2013
No Efektivitas kepemimpinan Frekuensi % 1 Efektif 70 87,5 2 Tidak Efektif 10 12,5 Total 80 100
Hasil pengolahan data yang dilakukan didapatkan hasil efektifitas kepemimpinan kepala ruangan rawat inap RSU Mitra Sejati Medan menurut persepsi perawat pelaksana berada pada kategori efektif dengan hasil 70 (87,5%), dan efektivitas kepemimpinan tidak efektif 10 (12,5%).
(75)
1.1.3. Komitmen Organisasi Perawat Pelaksana
Pada Tabel 5.3 Di paparkan gambaran komitmen organisasi perawat pelaksana di ruangan rawat inap RSU Mitra Sejati Medan.
Tabel 5.4
Komitmen Organisasi Perawat Pelaksana rawat inap RSU Mitra Sejati Medan Menurut Persepsi Perawat Pelaksana
Tahun 2013
No Komitmen Organisasi Frekuensi % 1 Continuance Commitment 10 12,5 2 Normative Commitment 16 20 3 Affective Commitment 54 67,5 Total 80 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa komitmen organisasi perawat palaksana rawat inap RSU Mitra Sejati Medan yaitu Affective Commitment dengan jumlah 54 orang (67.5 %
(76)
1.2. Statistik Bivariat
1.2.1 Pengaruh Efektivitas Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Komitmen Organisasi Perawat pelaksana
Pada tabel 5.5 dipaparkan gambaran Pengaruh Efektivitas Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Komitmen Organisasi Perawat pelaksana Di ruang rawat inap RSU Mitra Sejati Medan Tahun 2013
Tabel 5.5
Pengaruh Komitmen Organisasi Perawat pelaksana pada Efektivitas Kepemimpinan Kepala Ruangan rawat inap di
RSU Mitra Sejati Medan Tahun 2013.
Efektivitas Mean Standart Deviasi Tingkat p value kepercayaan
Efektif 32.4286 8.26652 30-34 0.588 Tidak Efektif 33.9000 5.50656 29-37
Total 32.6125 7.96113 30-34
Dari analisis uji bivariat Anova koefisien koordinasi ditunjukkan dalam tabel 5.5 terdapat nilai p value < 1 maka Ha ditolak yaitu tidak ada perbedaan komitmen organisasi yang dimiliki perawat pelaksana pada efektivitas kepemimpinan kepala ruangan rawat inap di RSU Mitra Sejati Medan dengan nilai p value 0.588.
(77)
2. Pembahasan
2.1. Efektivitas kepemimpinan Kepala ruangan
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa efektivitas kepemimpinan kepala ruangan yang tertinggi terdapat pada sub dorongan dalam diri penggerak dengan kategori efektif 20 orang (25 %), yaitu dimana efektivitas kepemimpinan ini kepala ruangan mempunyai motivasi yang tinggi terhadap prestasi perawat pelaksana. Sifat penggerak ini menggambarkan motivasi dalam diri yang dimiliki kepala ruangan dalam mencapai tujuan organisasi dan mendorong yang lainnya bergerak ke arah tujuan organisasi tersebut. Kepala ruangan dapat mempengaruhi bawahannya dalam menyempurnakan tujuan yang menguntungkan tim atau organisasi rumah sakit.
Sedangkan keefektivitasan kepemimpinan dari kecerdasan emosi dengan kategori efektiv hanya 8 orang (8 %) ini berbanding jauh dengan keefektivitasan pada sub dorongan dalam diri (penggerak) yang 20 orang (25 %) perawat pelaksana berpersepsi kepala ruangannya sudah efektif dalam menjalankan tugasnya, untuk menilai suatu ketidakefektivitasan ini angka yang cukup besar, hal ini akan berdampak tidak baik untuk perkembangan / kemajuan organisasi rumah sakit, karena efektivitas kepemimpinan berdasarkan kecerdasan emosi merupakan salah satu hal yang harus dimiliki kepala ruangan dalam menjalankan kepemimpinannya, disini pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk dirinya sendiri, dan perasaan hati bawahannya. Dan pada
(78)
penelitian ini sub kecerdasan emosi juga mempunyai nilai tertinggi untuk ketidakefektivan kepala ruangan yaitu 4 orang (5 %), disini seharusnya kepala ruangan lebih sensitif terhadap situasi dan siap beradaptasi terhadap perilaku sewajarnya, dan hal ini merupakan peringatan kepada menejemen rumah sakit, bahwa masih ada kepala ruangan yang masih tidak efektif dalam menjalankan tugasnya, yang mana lambat atau cepat hal ini dapat berdampak negatif bagi organisasi rumah sakit.
Dari 80 orang perawat pelaksana hanya 70 orang (87.5 %) perawat pelaksana yang berpresepsi kepemimpinan kepala ruangannya dengan efektivitas kepemimpinan efektiv, dan masih ada 10 orang (12.5 %) perawat pelaksana yang berpresepsi kepemimpinan kepala ruangan tidak efektif hal ini dapat mengganggu atau memperlambat kemajuan / perkembangan organisasi rumah sakit, karena 10 orang (12.5 %) perawat pelaksana yang berpresepsi bahwa kepala ruangannya tidak efektif dalam menjalankan tugasnya, ini angka yang cukup tinggi untuk menilai ketidakefektivan, seharusnya kepala ruangan dalam menjalankan tugas kepemimpinannya dengan efektiv.
2.2. Komitmen Organisasi Perawat Pelaksana
Dari penelitian ini didapat hasil bahwa dari 80 responden dimana 61 (76 %) perawat pelaksana dengan affective commitment, 16 (20 %) perawat pelaksana dengan normative commitment,3 (4 %) perawat pelaksana dengan continuance
(79)
commitment. Dari ketiga jenis komitmen diatas yang tertinggi tingkatannya adalah affective commitment. Perawat pelaksana dengan affective commitment tinggi akan memilki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi ditempat ia bekerja. Sedangkan tingkatan terendah adalah continuance commitment. Perawat pelaksana yang terpaksa menjadi anggota untuk menghindari kerugian finansial atau kerugian lain, akan tidak dapat diharapkan berkontribusi berarti bagi organisasi. Untuk normative commitment, tergantung seberapa jauh internalisasi norma agar anggota bertindak sesuai dengan tujuan dan keinginan organisasi. Komponen normative akan menimbulkan perasaan kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas keuntungan –keuntungan yang telah diberikan organisasi (soekidjan, 2009).
Dari data dmografi dapat dilihat bahwa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, dan status perkawinan dapat mempengaruhi komitmen organisasi perawat pelaksana.
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dyne dan Graham (2005, dalam sopiah 2008) dimana usia dan masa kerja berhubungan positif dengan komitmen organisasi, wanita komitmennya lebih tinggi karena pada umumnya wanita menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai karirnya, untuk setatus perkawinan yang sudah menikah akan lebih terikat dengan organisasi dibanding dengan status perkawinan belum menikah, karena yang sudah menikah mempunyai beban tanggung jawab yang harus dipenuhi, dan untuk tingkat pendidikan makin
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Siti Nurlina
Tempat/ Tanggal Lahir : Lubuk Pakam, 17 Desember 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln. Pancing, Medan
Riwaya Pendidikan
1. Tahun 1997 - 2003, SD Alwashliyah Damuli Pekan 2. Tahun 2004 – 2006, SMP N 1 Kualuh Selatan 3. Tahun 2006 – 2009, SMA N 1 Kualuh Selatan