DOCRPIJM 6188a1c0cf BAB IIIBAB 3 Arahan Strategis Nasional Bid

3.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

  Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disebut RTRWN adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan: 1.

  Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; 2.

  Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 3.

  Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

  4. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

  5. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang; 6. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

7. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah; 8.

  Keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan 9. Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.

  RTRWN menjadi pedoman untuk :

  1. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;

  2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional 3.

  Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; 4. Pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan

  5. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; 6.

  Penataan ruang kawasan strategis nasional; dan 7. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

  Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang. Kebijakan pengembngan struktur ruang meliputi: 1.

  Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; dan

  2. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional. Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah meliputi:

  1. Menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya;

  2. Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan;

  3. Mengendalikan perkembangan kota-kota pantai; dan 4. mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.

  Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana meliputi:

  1. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara;

  2. Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi;

  3. Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan

  4. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air; dan

  5. Meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional yang optimal.

  Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung, Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya, dan Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional. Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional meliputi: 1.

  Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional; 2. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara; 3.

  Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional; 4. Pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

  5. Pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa; 6.

  Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer, dan ramsar; dan

  7. Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan.

  Rencana struktur ruang wilayah nasional meliputi sistem perkotaan nasional, sistem jaringan transportasi nasional, sistem jaringan energi nasional, sistem jaringan telekomunikasi nasional dan sistem jaringan sumber daya air. Sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan PKL yang dapat berupa kawasanmegapolitan, kawasan metropolitan, kawasan perkotaan besar, kawasan perkotaan sedang, atau

  1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;

  2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau

  3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

  PKW ditetapkan dengan kriteria: 1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN;

  2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau

  3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

  PKL ditetapkan dengan kriteria: 1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau 2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

  PKSN ditetapkan dengan kriteria: 1. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga;

  2. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga;

  3. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau

  4. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan disekitarnya.

3.2 RTR KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KSN)

  Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan : a. Pertahanan dan keamanan; b.

  Pertumbuhan ekonomi; c. Sosial dan budaya; d.

  Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan/atau e. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan ditetapkan dengan kriteria : a.

  Diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional; b.

  Diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan; atau c. Merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria : a.

  Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; b.

  Memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional; c.

  Memiliki potensi ekspor; d.

  Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; e. Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi; f. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; g.

  Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka h.

  Ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya ditetapkan dengan kriteria : a.

  Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional; b.

  Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa; c. Merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan; d.

  Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional; e. Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau f. Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria : a.

  Diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir; b. Memiliki sumber daya alam strategis nasional; c. Berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa; d.

  Berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau e. Berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria : a.

  Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati; b.

  Merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan; c. Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun e.

  Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; f. Rawan bencana alam nasional; atau g.

  Sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

  Penetapan Kawasan Strategis Nasional, meliputi : 1. Kawasan Industri Lhokseumawe (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) (I/A/2) 2.

  Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) (I/A/2) 3. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam (Provinsi

  Nanggroe Aceh Darusalam) (I/A/2) 4. Kawasan Ekosistem Leuser (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) (I/B/1) 5. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 2 pulau kecil terluar (Pulau Rondo dan

  Berhala) dengan negara India/Thailand/Malaysia (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara) (I/E/2) 6. Kawasan Perkotaan Medan – Binjai – Deli Serdang – Karo (Mebidangro) (Provinsi

  Sumatera Utara) (I/A/1) 7. Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya (Provinsi Sumatera Utara) (I/B/1) 8.

  Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Kototabang (Provinsi Sumatera Barat) (I/D/2) 9. Kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh (Provinsi Riau dan Sumatera Barat) (I/B/1) 10.

  Kawasan Hutan Lindung Mahato (Provinsi Riau) (I/B/1) 11. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 20 pulau kecil terluar (Pulau Sentut,

  Tokong Malang Biru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Sebetul, Sekatung, Senua, Subi Kecil, Kepala, Batu Mandi, Iyu Kecil, Karimun Kecil, Nipa, Pelampong, Batu Berhanti, dan Nongsa) dengan negara Malaysia/Vietnam/Singapura (Provinsi Riau dan Kepulauan Riau) (I/D/2) 12. Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (Provinsi Kepulauan Riau) (I/A/2) 13. Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat (Provinsi Jambi,

15. Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Provinsi Jambi dan Riau) (I/B/1) 16.

  Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (Provinsi Jambi) (I/B/1) 17. Kawasan Selat Sunda (Provinsi Lampung dan Banten) (III/A/2) 18.

  Kawasan Instalasi Lingkungan dan Cuaca (Provinsi DKI Jakarta) (I/D/2) 19. Kawasan Fasilitas Pengolahan Data dan Satelit (Provinsi DKI Jakarta) (I/D/2) 20.

  Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur termasuk Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat) (I/A/1) 21. Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung (Provinsi Jawa Barat) (I/A/1) 22.

  Kawasan Fasilitas Uji Terbang Roket Pamengpeuk (Provinsi Jawa Barat) (I/D/1) 23.

  Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Pamengpeuk (Provinsi Jawa Barat) (I/D/2) 24. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Tanjung Sari (Provinsi Jawa Barat) (I/D/2) 25. Kawasan Stasiun Telecomand (Provinsi Jawa Barat) (I/D/2) 26.

  Kawasan Stasiun Bumi Penerima Satelit Mikro (Provinsi Jawa Barat) (I/D/2) Kawasan Pangandaran

  • – Kalipuncang – Segara Anakan – Nusakambangan (Pacangsanak) (Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah) (I/B/1) 27.

  Kawasan Perkotaan Kendal – Demak – Ungaran – Salatiga – Semarang - Purwodadi (Kedung Sepur) (Provinsi Jawa Tengah) (I/A/1) 28. Kawasan Borobudur dan Sekitarnya (Provinsi Jawa Tengah) (I/B/2) 29. Kawasan Candi Prambanan (Provinsi Jawa Tengah) (I/B/2) 30.

  Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta) (I/B/1) 31. Kawasan Perkotaan Gresik – Bangkalan – Mojokerto – Surabaya – Sidoarjo –

  Lamongan (Gerbangkertosusila) (Provinsi Jawa Timur) (I/A/1) 32. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Watukosek (Provinsi Jawa Timur) (I/D/2) 33. Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (Provinsi Banten) (I/B/1) 34.

  Kawasan Perkotaan Denpasar – Badung – Gianyar - Tabanan (Sarbagita) (Provinsi Bali) (I/A/1) 35. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Bima (Provinsi Nusa Tenggara Barat)

  (I/A/2)

38. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Mbay (Provinsi Nusa Tenggara

  Timur) (I/A/2) 39. Kawasan Perbatasan Darat RI dengan negara Timor Leste (Provinsi Nusa

  Tenggara Timur) (I/E/2) 40. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 5 pulau kecil terluar (Pulau Alor, Batek,

  Dana, Ndana, dan Mangudu) dengan negara Timor Leste/Australia (Provinsi Nusa Tenggara Timur) (I/E/2) 41. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Khatulistiwa (Provinsi Kalimantan

  Barat) (I/A/2) 42. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Pontianak (Provinsi Kalimantan Barat)

  (I/D/2) 43. Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (Provinsi Kalimantan Barat) (I/B/1) 44. Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo)

  (Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah) (I/E/2) 45. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai Kahayan

  Kapuas dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah) (I/A/2) 46. Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (Provinsi Kalimantan Tengah) (I/B/1) 47. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batulicin (Provinsi Kalimantan

  Selatan) (I/A/2) 48. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Samarinda, Sanga-Sanga, Muara

  Jawa, dan Balikpapan (Provinsi Kalimantan Timur) (I/A/2) 49. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 18 pulau kecil terluar (Pulau Sebatik,

  Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Lingian, Salando, Dolangan, 50. Bangkit, Mantewaru, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawaikang,

  Miangas, Marampit, Intata, dan Kakarutan) dengan negara Malaysia dan Philipina (Provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara) (I/E/2) 51. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Manado – Bitung (Provinsi Sulawesi

  Utara) (I/A/2) 52. Kawasan Konservasi dan Wisata Daerah Aliran Sungai Tondano (Provinsi Sulawesi

53. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batui (Provinsi Sulawesi Tengah)

  (I/A/2) 54. Kawasan Poso dan Sekitarnya (Provinsi Sulawesi Tengah) (I/C/1) 55.

  Kawasan Kritis Lingkungan Balingara (Provinsi Sulawesi Tengah) (I/B/1) 56.

  Kawasan Kritis Lingkungan Buol-Lambunu (Provinsi Sulawesi Tengah) (I/B/1) 57. Kawasan Perkotaan Makassar – Maros – Sungguminasa – Takalar (Mamminasata) 58.

  Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Parepare (Provinsi Sulawesi Selatan) (I/A/2) 59. Kawasan Toraja dan Sekitarnya (Provinsi Sulawesi Selatan) (I/C/1) 60. Kawasan Stasiun Bumi Sumber Alam Parepare (Provinsi Sulawesi Selatan) (I/D/2) 61. Kawasan Soroako dan Sekitarnya (Provinsi Sulawesi Selatan) (I/D/2) 62.

  Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Buton, Kolaka, dan Kendari (Provinsi Sulawesi Tenggara) (I/A/2) 63. Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa - Watumohai dan Rawa Tinondo (Provinsi

  Sulawesi Tenggara) (I/B/1) 64. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Seram (Provinsi Maluku) (I/A/2) 65. Kawasan Laut Banda (Provinsi Maluku) (I/D/1) 66.

  Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 20 pulau kecil terluar (Pulau Ararkula, Karaweira, Panambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batu Goyang, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela, 67. Miatimiarang, Leti, Kisar, Wetar, Liran, Kolepon, dan Laag) dengan negara Timor

  Leste/Australia (Provinsi Maluku dan Papua) (I/E/2) 68. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 8 pulau kecil terluar (Pulau Jiew, Budd,

  Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondi, dan Liki) dengan negara Palau (Provinsi Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua) (I/E/2) 69. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat (Provinsi Papua Barat)

  (I/B/1) 70. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak (Provinsi Papua) (I/A/2) 71.

  Kawasan Stasiun Bumi Satelit Cuaca dan Lingkungan (Provinsi Papua) (I/D/2)

73. Kawasan Timika (Provinsi Papua) (I/D/2) 74.

  Kawasan Taman Nasional Lorentz (Provinsi Papua) (I/B/1) 75. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni (Provinsi Papua)

  (I/B/1) 76. Kawasan Perbatasan Darat RI dengan negara Papua Nugini (Provinsi Papua)

  (I/E/2) 77. Kawasan Perbatasan Negara termasuk 19 pulau kecil terluar (Pulau Simeulucut,

  Salaut Besar, Raya, Rusa, Benggala, Simuk, Wunga, Sibarubaru, Sinyaunyau, Enggano, Mega, Batu Kecil, Deli, Manuk, Nusa Kambangan, Barung, Sekel, Panehan, dan Sophialouisa) yang berhadapan dengan laut lepas (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat) (I/E/2).

  Keterangan : I – IV : Tahapan Pengembangan A : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan

  Strategis Nasional Dengan Sudut Kepentingan Ekonomi A/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan A/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan B : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan Sudut Kepentingan Lingkungan Hidup B/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan B/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan C : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan Sudut Kepentingan Sosial Budaya C/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan C/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan D : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan Sudut Kepentingan Pendayagunaan Sumberdaya alam dan Teknologi Tinggi D/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan D/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan E : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan strategis nasional dengan Sudut Kepentingan Pertahanan dan Keamanan E/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan E/2 : Pengembangan/Peningkatan kualitas kawasan

3.3 ARAHAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PULAU SULAWESI

  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tanggal 2 Desember tahun 2011 lalu telah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi (Perpres No. 88/2011 tentang RTR Pulau Sulawesi). Perpres ini merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang mengatur bahwa penetapan rencana tata ruang kawasan strategis nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden (Pasal 123 ayat (4)).

  Perpres Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi tersebut berperan sebagai alat koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan wilayah Pulau Sulawesi. Oleh karenanya, Perpres diharapkan menjadi pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan di Pulau Sulawesi; perwujudan keterpaduan dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi dan kabupaten/kota; serta keserasian antarsektor dan penentuan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Pulau Sulawesi. Penataan ruang Pulau Sulawesi bertujuan untuk mewujudkan pusat pengembangan ekonomi kelautan, lumbung pangan padi, lumbung pangan jagung, dan pusat perkebunan kakao. Sedangkan di sektor pertambangan ditujukan untuk mewujudkan pusat pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi. Walaupun demikian, Perpres mengamanatkan kelestarian kawasan hutan di Pulau Sulawesi harus tetap dipertahankan paling sedikit 40% dari luas Pulau Sulawesi. Dalam Perpres terdapat beberapa lampiran yang mengatur secara rinci mengenai indikasi program utama jangka menengah lima tahunan dan strategi operasionalisasi perwujudan Sistem Perkotaan; Jaringan Jalan; Jaringan Jalur Kereta Api; Jaringan Transportasi Sungai dan Penyeberangan; Tatanan Kepelabuhanan; Tatanan Kebandarudaraan; Sistem Jaringan Energi; Sistem Jaringan Telekomunikasi; Sistem Jaringan Sumber Daya Air; Kawasan Lindung; Kawasan Budi Daya Yang Mempunyai Nilai Strategis; dan Kawasan Andalan. Untuk menjamin terselenggaranya penataan ruang Pulau Sulawesi, koordinasinya berada di Menteri Pekerjaan Umum. Adapun pengawasannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Provinsi sesuai pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi berlaku sejak tanggal 2 Desember 2011. Sementara perubahan hanya dapat dilakukan satu kali dalam 5 tahun, kecuali antara lain terjadi bencana alam besar, atau perubahan batas wilayah daerah. Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi berperan sebagai perangkat operasional dari RTRWN serta alat koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan wilayah Pulau Sulawesi. Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi berfungsi sebagai pedoman untuk: a. penyusunan rencana pembangunan di Pulau Sulawesi; b. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor di Pulau

  Sulawesi; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Pulau Sulawesi; d. penentuan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Pulau Sulawesi; dan e. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Pulau Sulawesi.

  Tujuan Penataan Ruang Pulau Sulawesi untuk mewujudkan: a. pusat pengembangan ekonomi kelautan berbasis keberlanjutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan konservasi laut; b. lumbung pangan padi nasional di bagian selatan Pulau Sulawesi dan lumbung pangan jagung nasional di bagian utara Pulau Sulawesi; c. pusat perkebunan kakao berbasis bisnis di bagian tengah Pulau Sulawesi; d. pusat pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi di

  Pulau Sulawesi; e. pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran

  (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition/MICE); f. kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan Negara Filipina dan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup; g. jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah; h. kawasan perkotaan nasional yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana; dan i. kelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sulawesi sesuai dengan kondisi ekosistemnya.

  Fungsi RTR Pulau Sulawesi adalah memberikan dasar pencapaian keterpaduan, keserasian dan keterkaitan spasial antar wilayah dan antar sektor di dalam suatu kesatuan pulau dalam rangka optimasi pemanfaatan ruang.

  1. Struktur Ruang Wilayah Pulau Sulawesi Struktur ruang wilayah Pulau Sulawesi disusun berdasarkan arahan pola pengelolaan sistem pusat permukiman dan arahan pola pengelolaan sistem jaringan prasarana wilayah yang meliputi arahan pola pengelolaan sistem jaringan prasarana transportasi, sistem jaringan prasarana energi, sistem jaringan prasarana sumber daya air, dan sistem jaringan prasarana perkotaan. Pola pengelolaan sistem pusat permukiman di Pulau Sulawesi diarahkan pada terbentuknya fungsi dan hirarki perkotaan sesuai dengan RTRWN. Hirarki perkotaan meliputi Kota PKN, PKW, dan PKL sebagai satu kesatuan sistem.

Tabel 3.1. Arahan Sistem Pusat Permukiman di Provinsi Sulawesi Selatan Menurut RTR Pulau PKW PKL Sulawesi PKN

  Kota Metropolitan Makasar - Luwu, Parepare, Pangkajene, Masamba, Makale,

  • – Maros – Sungguminasa Barru, Palopo, Watampone, Rantepao, Wotu, Malili, Takalar Jeneponto Soroako, Sinjai, Benteng, Bulukumba, Bantaeng, Sengkang, Watansoppeng, Pinrang, Sidenreng,

  Rappang, Enrekang.

  Sumber: RTR Pulau Sulawesi

  • – Parepare – Mamuju – Palu – Pantoloan - Tobali, b.
  • – Parepare; b.

  Bulukumba

  Pelabuhan Luwuk, Selayar, sebagai Pelabuhan Nasional dengan prioritas sedang; d.

  Pelabuhan Palopo, Parepare, sebagai Pelabuhan Nasional dengan prioritas tinggi; c.

  Pelabuhan Makassar sebagai Pelabuhan Internasional dengan prioritas sedang; b.

  Pengembangan stasiun kereta sebagai simpul jaringan diarahkan pada kota- kota PKN dan PKW. Sistem jaringan prasarana transportasi laut yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a.

  e.

  Sistem jaringan lintas cabang dengan prioritas tinggi pada kawasan perkotaan metropolitan Makassar- Sungguminasa- Maros-Takalar.

  Sistem jaringan lintas utama dengan prioritas sedang pada ruas-ruas: Makassar-Takalar-Bulukumba, Kendar- Kolaka, dan Parepare-Bajoe; c. Sistem jaringan lintas utama dengan prioritas rendah pada ruas-ruas:

  Sistem jaringan lintas utama dengan prioritas tinggi pada ruas-ruas: Makassar

  Sistem jaringan arteri primer dengan prioritas rendah pada ruas-ruas : Makassar – Sungguminasa – Takalar – Bulukumba – Watampone - Palopo. Sistem jaringan jalan rel di Pulau Sulawesi yang diprioritaskan penanganannya meliputi : a.

  c.

  Sistem jaringan arteri primer dengan prioritas sedang pada ruas-ruas : Makassar - Maros – Watampone – Pel. Bajoe.

  Sistem jaringan arteri primer dengan prioritas tinggi pada ruas-ruas : Makassar

  Sistem jaringan jalan di wilayah Sulawesi Selatan yang diprioritaskan penanganannya berdasarkan RTR Pulau Sulawesi meliput : a.

  • – Bajoe – Palopo – Poso, Pare Pare – Mamuju, d.

  Pelabuhan Barru, Bajoe, Bulukumba, Jeneponto, Sinjai dan Siwa sebagai Arahan pengembangan jalur-jalur penyeberangan lintas provinsi dan lintas pulau meliputi : a.

  Jalur penyeberangan lintas provinsi dalam lingkup internal yang menghubungkan kota-kota : antara Sultra dengan Sulawesi Selatan meliputi jalur Makassar-Baubau, Lasusua-Siwa, Bajoe-Kolaka, Baubau-Bulukumba; b. Jalur penyeberangan lintas pulau dalam lingkup internal Sulawesi yang menghubungkan kota-kota : Bulukumba-Selayar, dan Tondasi Muna-Sinjai; c.

  Jalur penyeberangan lintas pulau dalam lingkup eksternal Sulawesi yang menghubungkan kota-kota dengan interaksi kuat : antara Sulawesi Selatan-NTT meliputi jalur Selayar-Reo; antara Sulawesi Selatan-NTB-Jatim meliputi Takalar- Bima-Gresik; antara Sulawesi Selatan-Kalsel meliputi jalur Barru-Batulicin; d. Pengembangan jaringan transportasi perairan danau dilakukan di Danau Tempe.

  Sistem jaringan prasarana transportasi udara yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a.

  Bandara Hasanudin di Makassar dan Sam Ratulangi di Manado sebagai Pelabuhan Udara Pusat penyebaran primer dengan prioritas tinggi; b. Bandara Pongtiku di Tana Toraja, Bubung di Luwuk sebagai Pelabuhan Udara

  Pusat penyebaran tersier dengan prioritas tinggi; c. Bandara Andi Jemma di Palopo, Tomia di Maranggo, Arupala di Selayar, sebagai

  Pelabuhan Udara Pusat penyebaran tersier dengan prioritas sedang; d. Arahan pola pengembangan penerbangan internasional dari Sulawesi Selatan yang disesuaikan dengan kebutuhan layanan penerbangan komersial dengan prioritas pada jalur-jalur : Makassar – Singapura – Kuala Lumpur, Makassar – Darwin, dan Manado – Taiwan – Tokyo.

  Sistem jaringan prasarana energi yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a. Peningkatan kapasitas dan pengembangan jaringan tenaga listrik untuk Sistem

  Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo dengan prioritas sedang pada : b.

  Peningkatan kapasitas dan pengembangan jaringan tenaga listrik untuk Sistem Sulawesi Selatan dengan prioritas tinggi pada : PLTA Bili-Bili 1-2, PLTD Ampana, PLTD Moutong, PLTD Luwuk, PLTD Parigi, PLTD Palopo, c. Peningkatan kapasitas dan pengembangan jaringan tenaga listrik untuk Sistem

  Sulawesi Selatan dengan prioritas sedang pada : PLTA Bonto-batu, New PLTG, PLTM Lobong, dan PLTU Makassar.

  d. kawasan budidaya dan pusat-pusat permukiman.

  e. kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan dengan tingkat kepadatan tinggi.

  Sistem jaringan prasarana sumberdaya air permukaan yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a.

  Satuan Wilayah Sungai dengan prioritas tinggi pada SWS Jeneberang, SWS Bolango – Bone.

  b.

  Satuan Wilayah Sungai dengan prioritas sedang pada SWS Paleang – Roraya, SWS Parigi – Poso, SWS Paguyaman – Randangan, SWS Walanae – Cenranae.

  c.

  Satuan Wilayah Sungai dengan prioritas rendah pada : Palu – Lariang, Lasolo – Sampara, dan Towari – Susua; d. Pembangunan bendungan-bendungan baru dan embung-embung besar pada beberapa daerah aliran sungai, dengan prioritas tinggi Kabupaten Palopo yang meliputi Larona dan Gilirang; Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, dan Kabupaten Polewali; e. Pemeliharaan bendungan-bendungan pada beberapa daerah aliran sungai, yang meliputi Kolaka; Larona di Kabupaten Palopo; dan Bendungan Bilibili di

  Kabupaten Maros; f. Penerapan konsep “Satu Sungai, Satu Rencana, Satu Pengelolaan Terpadu” dari hulu hingga hilir; g.

  Perlindungan sempadan sungai dari pemanfaatan yang tidak tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku; produksi pangan nasional, meliputi :

  Kawasan pertanian tanaman pangan, meliputi : Palopo dsk, ParePare dsk, Bulukumba dsk, dan Watampone dsk; kawasan perkebunan, meliputi: Kawasan Palopo dsk, Bulukumba-Watampone,

  Mamuju dsk, Parepare dsk, kawasan peternakan, meliputi: kawasan Bulukumba – Watampone, Parepare dsk, kawasan perikanan, meliputi kawasan perikanan tambak yang diarahkan pada Kawasan Watampone; dan kawasan perikanan tangkap yang diarahkan pada Kawasan Minasamamata dsk, Bulukumba, Watampone, Parepare dsk. Penghutanan kembali kawasan konservasi pada hulu danau-danau besar di Sulawesi, meliputi Danau Tempe, Danau Towuti. Pengendalian pencemaran sungai dan air permukaan lain secara ketat yang bersumber dari kegiatan permukiman perkotaan, pertanian, industri, dan kegiatan pariwisata.

2. Pola Ruang Wilayah Pulau Sulawesi

  Arahan pola pengelolaan kawasan lindung sebagaimana mencakup : a. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya yang terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air; b. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan waduk serta kawasan sekitar mata air; c. Arahan pola pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; d.

  Arahan pola pengelolaan kawasan rawan bencana lingkungan.

  Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya yang diprioritaskan penanganannya mencakup : b.

  Pengendalian luasan hutan lindung seluas 579.300 ha di Provinsi Sulawesi Selatan.

  c.

  Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dalam rangka penetapan kawasan bergambut;Mempertahankan keberadaan zona-zona resapan tinggi di Sulawesi Selatan yang mencakup Puncak G. Lompobatang, Peg. Quarles dengan puncak-puncak G. Rantemario, G. Sinjai, G. Paroreang, G. Gandadiwata, G. Kolonodale, G. Kambuno, G. Kabinturu, dan G. Baleasa. Pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan setempat yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a.

  Penetapan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota; b.

  Penetapan kawasan sempadan sungai sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota; c. Penetapan kawasan sekitar danau/waduk sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota; d.

  Penetapan kawasan sekitar danau/waduk secara bijaksana agar proses pendangkalan danau-danau besar dapat dicegah, yang mencakup Danau Limboto, Danau Towuti, Danau Matano, dan Danau Tempe; e. Penetapan kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, sekitar danau/waduk melalui RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten, dan RTRW Kota.

  Arahan pola pengelolaan kawasan yang suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a.

  Pengelolaan Cagar Alam meliputi: CA Karaenta (1.000 ha), CA Pegunungan Faruhumpenai (90.000 ha), CA Bulu Saraung (5.690 ha), CA Bantimurung (1.000 ha), CA Kalaena (110 ha), CA Ponda-Ponda (77,22 ha), CA Tanjung Api (4.246 ha), CA Morowali (209.400 ha), CA Pangi Binanga (6.000 ha), CA Gunung Tinombala (37.106,12 ha), CA Gunung Sojol (64.448,71 ha), CA Napabalano (9 ha), CA Lamedae (635,16 ha), CA Mas Popaya Raja (160 ha), CA Tangale (112,50 ha), CA

  (3.196 ha), CA Gunung Lokon (100 ha), CA Gunung Ambang (8.638 ha), dan CA Putih (615 ha); b. Pengelolaan Taman Buru meliputi: TB Komara (4.610 ha), TB Landusa Tomata

  (5.000 ha), TB Padang Mata Osu (8.000 ha), TB Karakelang Utara dan Selatan (24.669 ha); c. Pengelolaan Taman Nasional meliputi: TN Taka Bone Rate (530.765 ha), TN Lore

  Lindu (217.991,18 ha), TN Rawa Aopa Watumohai (105.194 ha), TN Laut Kepulauan Wakatobi (1.390.000 ha), TN Bogani Nani Wartabone (287.115 ha), dan TN Laut Bunaken Manado Tua (89.065 ha); d. Pengelolaan Suaka Margasatwa meliputi: SM Lampoko Mampie (2.000 ha), SM

  Bontobahari (4.000 ha), SM Komara (3.390 ha), SM Pati-pati (3.103,79 ha), SM Lombuyan I/II (3.069 ha), SM Dolangan (462 ha), SM Bakiriang (12.500 ha), SM Pinjam/Tanjung Matop (1.612,50 ha), SM Tanjung Amolengo (605 ha), SM Buton Utara (82.000 ha), Tanjung Batikolo (4.016 ha), SM Tanjung Peropa (38.000 ha), SM Nantu (31.215 ha), dan SM Gunung Manembo-nembo (6.500 ha); e. Pengelolaan Taman Wisata meliputi: TW Danau Matano dan Mahalona (30.000 ha), TW Danau Towuti (65.000 ha), TW Bantimurung (118 ha), TW Goa Patunuang

  (1.500 ha), TW Malino (3.500 ha), TW Sidrap (500 ha), TW Nanggala III (500 ha), TW Cani Sirenrang (3.125 ha), TW Leija (1.265 ha), TW Air Terjun Wera (250 ha), TW Mangolo (5.200 ha), TW Tirta Rimba (500 ha), TW Pulau Padamarang (36.000 ha), TW Batu Angus (635 ha), dan TW Batu (615 ha); f.

  Pengelolaan Taman Wisata Laut meliputi: TWL Kepulauan Kapoposang (50.000 ha), dan TWL Teluk Lasolo (81.800 ha); g.

  Pengelolaan Taman Hutan Rakyat meliputi: THR Pabuya Paniki (7.128 ha), THR Palu (8.100 ha), & THR Murhum (7.877,50 ha).

  Pola pengelolaan kawasan rawan bencana lingkungan yang diprioritaskan penanganannya mencakup : a.

  Penanganan bencana alam berdasarkan siklus bencana melalui tindakan preventif dengan pembuatan peta bencana alam, mitigasi bencana melalui masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana, tanggap darurat, pemulihan dan pembangunan kembali pasca bencana; b.

  Peta bencana lingkungan perlu dijadikan acuan dalam pengembangan wilayah provinsi, kabupaten, dan kota; c.

  Pengendalian kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari bencana gempa bumi terutama di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yakni pada jalur antara Kota Mamuju-Majene-Tana Toraja-Enrekang-Luwu-Poso-Palu-Teluk Tomini d. Pengendalian kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari bencana gerakan tanah atau longsor terutama di lereng kaki Gunung Lompobatang bagian utara,

  Luwu, Mamuju, Tana Toraja, Sidrap, Soppeng, Barru, Sinjai dan Bone.

  e.

  Pengendalian kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari bencana kenaikan muka air laut akibat fenomena pemanasan global terutama di kawasan pesisir Teluk Makassar; f. Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dalam rangka penetapan kawasan rawan bencana lingkungan dan wilayah pengaruhnya.

  Arahan pola pengelolaan kawasan andalan yang diprioritaskan penanganannya mencakup penanganan kawasan dengan prioritas tinggi pada KAPET Parepare dan penanganan kawasan dengan prioritas sedang pada kawasan andalan Palopo. Arahan pola pengelolaan kawasan andalan laut yang diprioritaskan penanganannya di Provinsi Sulawesi Selatan mencakup penanganan kawasan dengan prioritas sedang pada kawasan andalan laut Teluk Bone dan sekitarnya serta Selat Makassar dan sekitarnya.

3.4 RTRW Propinsi Sulawesi Selatan

3.4.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi

  Tujuan umum penataan ruang wilayah Provinsi adalah untuk menata ruang wilayah Sulawesi Selatan termasuk pesisir dan pulau-pulau kecilnya menjadi simpul transportasi, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman, pertanian, lahan pangan berkelanjutan, serta untuk meningkatkan kualitas lingkungan daerah aliran sungai, secara sinergis antar sektor maupun antar wilayah, partisipatif, demokratis, adil dan seimbang, dalam sistem tata ruang wilayah nasional, yang bermuara pada proses peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya warga Sulawesi Selatan secara berkelanjutan.

  Tujuan khusus penataan ruang wilayah Provinsi adalah :

  a. mengembangkan fungsi Sulawesi Selatan sebagai simpul transportasi, industri, perdagangan dan konvensi; b. mengarahkan peran Sulawesi Selatan sebagai lahan pangan berkelanjutan dengan mengarahkan pengembangan agrobisnis dan agroindustri khususnya komoditi-komoditi unggulan Sulawesi Selatan, yang sekaligus sebagai c. mengarahkan pengembangan kawasan serta prasarana wisata budaya, wisata alam, wisata bahari, wisata agro, maupun wisata belanja; d. memulihkan daya dukung lingkungan, terutama DAS kritis sebagai dukungan proaktif terhadap fenomena perubahan iklim dunia, dengan menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan lindung dengan kawasan budidaya dalam satu ekosistem darat, laut dan udara, serta terpadu antara wilayah Kabupaten/kota; e. meningkatkan sinergitas, efektifitas dan efisiensi penataan ruang lintas sektor dan lintas wilayah Kabupaten/kota yang konsisten dengan kebijakan Nasional dan daerah, termasuk pengembangan prasarana wilayah sesuai daya dukung wilayahnya; f. secara khusus mengarahkan penataan ruang wilayah pesisir dan kepulauan menjadi lebih produktif, lebih terpenuhi pelayanan sosial, ekonomi dan budaya, serta lebih terlayani sistem transportasi, informasi dan komunikasi agar terbangun ekonomi wilayah kelautan secara terpadu dan berkelanjutan; g. menjadi dasar bagi penyusunan rencana yang bersifat lebih operasional dalam pembangunan dan pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan seperti penyusunan RTRW Kabupaten/Kota, perencanaan kawasan strategis Provinsi, penyusunan RPJMD Provinsi; h. menciptakan kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang yang akan merangsang partisipasi masyarakat; i. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan j. menjadi pedoman bagi aparat terkait dalam hal pengendalian pemanfaatan ruang, baik melalui pengawasan, perizinan dan penertiban

3.4.2 Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan

  Rencana struktur ruang wilayah Provinsi merupakan arahan perwujudan sistem perkotaan dalam wilayah Provinsi dan jaringan prasarana wilayah Provinsi yang dikembangkan untuk mengintegrasikan

  Hirarki sistem perkotaan ditentukan dengan menetapkan pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal. Daerah perkotaan di wilayah Sulawesi Selatan mempunyai beberapa fungsi baik fungsi utama maupun pendukung. Pusat kegiatan perkotaan dalam hirarki dan skup pelayanannya, berupa Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang skup pelayanan provinsi, maupun Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang skup pelayanan kabupaten di wilayah Prov. SulSel. Berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN Nasional sistem perkotaan di wilayah SulSel ditentukan sebagai berikut :

  1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN); Metropolitan Mamminasata yang terdiri dari Kota Makassar, Kota

  Sungguminasa (Kab. Gowa), Kota Maros (Kab. Maros), Kota Pattallassang (Kab. Takalar), ditetapkan sebagai PKN dan relatif terletak di pantai barat SulSel. Mamminasata berfungsi sebagai pusat jasa pelayanan perbankan yang cakupan pelayanannya berskala nasional, pusat pengolahan dan atau pengumpul barang secara nasional khususnya KTI, menjadi simpul transportasi udara maupun laut skup pelayanan nasional, pusat jasa publik lainnya seperti pendidikan tinggi dan kesehatan yang skup pelayananannya nasional khususnya KTI, berdaya dorong pertumbuhan wilayah sekitarnya, dan menjadi pintu gerbanginternasional terutama jalur udara dan laut.

  2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); Kota-kota yang ditetapkan sebagai PKW adalah Kota Palopo dan

  Watampone (Kabupaten Bone) yang terletak di pantai Timur SulSel, kemudian Parepare, Barru, Pangkajene yang terletak di pantai Barat SulSel, serta Jeneponto dan Bulukumba yang terletak di pantai Selatan. Selain daripada itu, oleh pemerintah melalui Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinator Industri dan Perdagangan (S268/D.IV.M.EKON/12/2007), Selayar didukung sebagai pusat distribusi

  Selayar dikembangkan menjadi PKW, yang pada jangka panjang apabila sudah memenuhi kriterianya dimungkinkan berkembang menjadi PKN.

  3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Ibukota-ibukota kabupaten yang tidak termasuk sebagai PKW atau dalam PKN Mamminasata diarahkan menjadi PKL, yang berfungsi sebagai pusat pengolahan dan atau pengumpulan barang yang melayani kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten tetangga, sebagai simpul transportasi yang melayani kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten tetangga, sebagai jasa pemerintahan kabupaten, serta sebagai pusat pelayanan publik lainnya untuk kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten tetangga, PKL di wilayah Sulsel adalah Malili, Masamba, Toraja Utara, Makale, Enrekang, Pangkajene, Sengkang, Soppeng, Sinjai Bantaeng, Watansawitto, Belopa, Benteng, dan Pamatata.

  Pada hakekatnya secara umum sistem perkotaan direncanakan sinergis dengan sistem perdesaan terutama dengan sentra produksi komoditas lokalnya tempat berkembangnya komunitas-komunitas lokal yang mempunyai kualitas jatidiri dan kemandirian yang tumbuh berkembang dalam tatanan yang semakin kondusif. Mengenai sistem perkotaan di provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel 3.5 dan gambar 3.7.

  Selain pusat-pusat kegiatan perkotaan yang ada, dalam RTRWP SulSel berdasarkan PP. No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, terdapat kawasan andalan dengan arahan pengembangan sebagai berikut :

  1. Kawasan andalan Mamminasata dan sekitarnya (Makassar, Maros, Gowa, Takalar dan Pangkep) dengan sektor unggulan pariwisata, pertanian, perikanan, industri umum dan agroindustri serta perdagangan;

Tabel 3.3. Sistem Perkotaan di Provinsi Sulawesi Selatan

  Sumber : RTRW Propinsi Sulawesi Selatan